Friday 31 December 2010

HAPPY NEW YEAR 2011

Wishing you a happy new year. God’s blessings come to you a thousand fold, may the spirit brings you joy and happiness, may the love in your heart never get old, may you find treasures more precious than gold, and wish you all the best for the coming year!


Sunday 26 December 2010

Kisah Sedih Pendekar Hina Kelana




Pendekar Hina Kelana/Xiao Ao Jiang Hu/Smiling Proud Wanderer/State of Divinity/Laughing in the Wind/Pendekar yang berani mentertawakan dunia

Chin Yung

Pendekar Hina Kelana mengisahkan pertarungan antara perguruan yang katanya aliran lurus yang diwakili oleh Wu Yue Jian Pai (Persatuan Lima Gunung Perguruan Pedang) yang terdiri dari Song Shan, Tay Shan, Hen Shan, Hua Shan dan Heng Shan dengan aliran sesat yang diketuai oleh Dong Fang Bu Bai yang berubah menjadi wanita jadi-jadian cuma hanya untuk mempelajari ilmu silat tinggi.

Para aliran lurus tidak segan-segan untuk membunuh anggotanya jika ada yang berhubungan dengan aliran sesat. Tetapi benarkah yang lurus itu lurus dan yang sesat itu sesat? Demi mencapai tujuan, orang-orang dari aliran lurus juga tak segan menghalalkan segala cara, diantara ketuanya juga punya intrik masing-masing untuk menjadi pemimpin aliran lurus.
Tokoh utama cerita ini adalah Linghu Chong salah satu murid utama dari perguruan Hua Shan, setelah patah hati dari adik seperguruannya, malah menjalin hubungan asmara dengan gadis suci aliran sesat, berteman dengan seorang pemerkosa wanita Tian Bo Guang tetapi malah mewarisi ilmu pedang yang tak terkalahkan Dugu Jiu Jian.

Dalam petualangannya ternyata Linghu Chong yang dikhianati oleh orang -orang terdekatnya.
Upaya Linghu Chong untuk memberi perdamaian pada dunia persilatan amatlah sulit, intrik, pengkhianatan, penghormatan terhadap bekas gurunya, menjadikan semuanya berliku-liku namun tetap mengasyikkan untuk dinikmati.

Cerita yang persis sama telah diangkat ke layar lebar dengan judul ” The Smiling Proud Wander ” atau Lauching in the Wind (asli) yang dperankan oleh Li Ya Peng- Wei Zi – Miao Yi Yi dan Li Jie

Cuplikan Cerita ini yaitu kisah cinta antara seorang pendekar dari 5 aliran kebenaran dengan putri suci dari aliran sesat juga diangkat ke layar lebar dengan judul Swordman 2 yang perankan oleh Jet Li (menurut saya Swordman II, ceritanya sih agak beda dari Buku Pendekar Hina Kelana.



Garis besar pendekar hina kelana adalah sebagai berikut :

Kisah seorang pendekar pembela kebenaran yang terlibat intrik2x dunia persilatan, termasuk di dalamnya ada :
- percintaan yang kandas (ini satu2xnya cerita dr Jin Yong dimana jagoannya gagal menggapai cinta utamanya)
- pengkhianatan dari berbagai pihak termasuk oleh orang yang dihormati dan dikasihi
- perebutan kitab silat pedang paling sakti untuk menentukan siapa penguasa dunia persilatan
- cinta segitiga atau segilima terserah (seingat gw ada lima orang yang terlibat)
- ada seperti di toliongto yaitu partai sesat (cuman satu) dan banyak partai bersih yang pura2x bersih
- Tema ceritanya sih sama dengan lagu yg dibikin oleh gabungan pendekar lurus en sesat = xiao ao jiang hu = lagu mentertawakan dunia
- Sang kakak seperguruan (Ling hu chong) udah sayang2-an ama adik seperguruannya sampai bikin jurus silat bareng, eh kagak taunya tuh adik malah akhirnya naksir en merit ama org laen
- Partai2x bersih pada rebutan kitab silat trus akhirnya yg dapet perguruannya si ling hu chong (hua san), tp ling hu chong malah dikeluarin dgn berbagai tuduhan kesalahan yg sebenernya dilakuin ama guru die sendiri
- ling hu chong sendiri nantinya jd jagoan yg sakti banget ilmu pedangnya (diajarin ama paman guru) en tenaga dalamnya (dikasih tenaga ama ketua shaolin) buat ngelawan gurunya sendiri yg jd banci gara2x latihan kitab ilmu pedang sesat
- Sang jagoan digambarin sbg org yang supel kagak kenal lurus atau sesat pokoknya bela kebenaran dan gak ragu2x buat berteman ama perampok atau pendekar dr aliran sesat
- Akhirnyanya sih happy ending, dia malah dapet cewek cakep yg laen anaknya ketua partai sesat
- Di perguruan sesat sendiri ada intrik perebutan kursi ketua tp gak pake pemilu :P

Pendekar Ular Emas : Kim Coa Kiam

Pendekar Ular Emas : Kim Coa Kiam

Pedang Ular Emas mengisahkan tentang usaha Sin Ci untuk membalas dendam atas kematian ayahnya. Ayahnya adalah panglima setia namun difitnah oleh para kasim istana sehingga dijatuhi hukuman mati. Ia berhasil dididik menjadi orang sakti oeh si Lutung Tangan Delapan, namun kelihaiannya berkembang pesat ketika menemukan pedang Ular Emas dan Kitab peninggalan pendekar ular emas.

Ditengah usaha membalas dendam ia juga terjebak dalam dilema cinta segitiga. Mampukah Sin Cie membunuh kaisar dan sang kasim yang telah membinasakan ayahnya ?

Buku yang tersedia dalam bentuk ebook

Pedang pembunuh Naga

Pedang pembunuh Naga


Hui Kiam mendapat julukan “Penggali Makam” disebabkan karena dendamnya atas kematian ibu dan suhunya sehingga ia bersumpah akan membunuh setiap tokoh yang melakukan kejahatan membuat dia sangat ditakuti oleh setiap tokoh-tokoh sesat. Karena sebab itu ia terpaksa bentrok dengan Perkumpulan Bulan Emas yang membuatnya terluka dan dalam pelariannya berlindung di suatu tempat yg bernama Loteng Merah yg berisi seorang tokoh sakti.

Perjalanannya untuk mencari sobekan bagian bawah “Kitab Thian Gie Po Kip” yang didapatnya dengan tidak sengaja di perpustakaan orang dan sebuah Pedang Kuno/Purbakala yang konon terdapat didalam suatu makam/pekuburan yang dilindungi oleh barisan batu yg disusun secara teratur sehingga tidak satu orangpun dapat memasukinya. Kisah Asmaranya dengan seorang perempuan yang paling cantik di dunia yang sudah berusia 50 tahunan membuat hubungannya ditentang oleh tokoh-tokoh tua.

Komentar : Walaupun dicover bukunya tertulis Khu Lung tapi pengarang sebenarnya adalah Tan Tjen Hun, sedangkan penyadurnya tidak diketahui. Memang dari gaya cerita memang agak berbeda dengan gayanya Khu Lung. Pernyataan cinta yang terlalu gampang diucapka ketika tokoh utama kita ini berjumpa dengan wanita muda membuat kurang gregetnya kisah asmara dalam cerita ini.

PENDEKAR MEMANAH RAJAWALI : SIN TIAUW ENG HIONG

PENDEKAR MEMANAH RAJAWALI : SIN TIAUW ENG HIONG


Merupakan bagian pertama dari Trilogi Rajawali. Mengambil latar belakang cerita di masa akhir Dinasti Song (abad ke-12 masehi) saat China berada dibawah ancaman Kekaisaran Jin dan Mongolia.

Cerita Legenda Pendekar Rajawali terpusat kepada kisah petualangan seorang laki-laki muda bernama Kwee Ceng, seseorang yang agak lamban di dalam berpikir namun memiliki kepribadian dan perilaku yang sangat baik. Kwee Ceng tumbuh di Mongolia namun merupakan seorang keturunan Han. Dia menjadi pendukung setia kaisar Song, dan bertekad untuk mencegah invasi Jin dan Mongolia.
Kwee Ceng jatuh cinta kepada Oey yong, anak perempuan Si Sesat Timur, satu dari lima tokoh silat terbesar di masa itu. Dengan kelihaian ilmu silat Kwee Ceng dan kecerdikan Oey Yong, mereka berdua bersama para pendekar lainnya berupaya keras untuk menghadapi serbuan bangsa Mongol. Mampukah mereka ?

PENDEKAR RAJAWALI SAKTI : SIN TIAUW HIAP LU

PENDEKAR RAJAWALI SAKTI : SIN TIAUW HIAP LU


Merupakan bagian kedua dari Trilogi Rajawali. Terjadi kurang lebih 20 tahun setelah kisah Legenda Pendekar Rajawali. Kaum Mongolia pada saat itu sedang menyerang China. Kwee Ceng dan istrinya, Oey Yong, mati-matian mencoba menyelamatkan kota Shiang Yang dari kejatuhan kepada kaum Mongolia.
Meski Kwee Ceng dan istrinya, Oey Yong mengambil peranan penting dalam kisah ini, tokoh sesungguhnya dari bagian kedua trilogi ini adalah Yo Ko, anak yatim dari Yo Kang (sahabat/musuh dari Kwee Ceng). Yo Ko mengalami masa kecil yang penuh dengan kesukaran. Dia kemudian berjumpa dengan seorang wanita muda cantik, yang umurnya lebih tua darinya, bernama Gadis Naga Kecil (Siauw Liong Li), yang mengajarinya ilmu silat. Mereka kemudian jatuh cinta, namun karena suatu keadaan yang tak terelakan, mereka harus menanti selama 16 tahun untuk bisa pada akhirnya bersama-sama.
Dalam masa 16 tahu penantian Yo Ko dibawah petunjuk Rajawali sakti mempelajari dan mengembangkan sendiri ilmu pedang yang teramat hebat. Dengan kehebatan, semangat kepahlawanan dan sifat kependekarannya, Yo Ko bersama para pendekar berhasil mengusir tentara Mongol dari kota Shiang Yang.

Pendekar Ulat Sutera II : Kembalinya Ilmu Ulat Sutera

Pendekar Ulat Sutera II : Kembalinya Ilmu Ulat Sutera


Dunia persilatan geger, sebab beberapa ketua perkumpulan di dunia persilatan telah tewas dengan ciri-ciri di tubuhnya terdapat banyak serat ulat sutra yang menjadi ciri ilmu ulat sutra (Thian Can Kang).

Maka murid-murid perkumpulan tersebut mendatangi Bu-tong Pai dan meminta Bu-tong Pai memberikan pertanggung jawaban. Satu-satunya orang yang menguasai Thian Can Sin Kang, Wan Fei Yang terpaksa harus turun gunung menyelidiki siapa yang berbuat ini.Thian Can Sin Kang adalah ilmu lweekang rahasia perguruan Bu-tong, ternyata adalah ilmu hasil curian ketua Bu-tong Pai ketika dia melakukan perjalanan ke daerah Biauw.

Sebenarnya Thian Can Sin Kang adalah gabungan ilmu lweekang Mo-kauw dengan ilmu gaib, sejarah asal usul ilmu lweekang ini di ceritakan oleh angkatan tua Bu-tong Pai yang masih hidup, paman guru Yan Cong-thian dan Ci Siong Tojin yang bernama Kouw-bok.

Tulisan diatas adalah sedikit ringkasan cerita Kembalinya Ilmu Ulat Sutra (judul asli: Tian Can Zai Bian), 3 jilid tamat 853 hal karangan Huang Ying, cerita ini adalah lanjutan cerita Pendekar Ulat Sutra (Tian Can Bian) saduran Ai Chu, tapi cerita ini merupakan cerita tersendiri, jadi bisa di baca secara sendiri-sendiri

Wan Fei Yang sudah menjadi jago nomor satu di Tionggoan akhirnya mendapat musibah juga, musibahnya bukan oleh pesilat hebat, tapi oleh seorang wanita, seperti kata pepatah Ying Xiong Nan Guo Nu Ren Koan artinya bagaimana pun hebatnya seorang laki-laki tetap susah melewati wanita cantik (akan terjatuh oleh wanita cantik). Musibah apa yang menimpa Wan Fei Yang.?

Di bab lain di ceritakan juga nasib Fu Hiong Kun yang masih mengharapkan cintanya kepada Wan Fei Yang, dia mendatangi Siauw Lim Si atas permintaan gurunya Ku-suthay dan di sana dia bertemu dengan Wan Fei Yang dan Su Yan Hong (Dalam Film namanya Sie Thing Feng). Menyaksikan pertandingan antara ketua Pek Lian Kauw dengan sesepuh Siauw Lim Si, lalu bertanding dengan Wan Fei Yang.

Kemudian cerita beralih ke Su Yan Hong yang melakukan perjalanan ke Siauw Lim Si ingin meminta bantuan pada ketua Siauw Lim Si untuk menyelamatkan kerajaan Beng. Di sini muncul seorang pemuda tukang jual obat jalanan yang bernama Siau Cu, muridnya Lam Touw (Pencuri selatan), dan Lu Tan putra Lu Kian, pejabat yang tewas oleh Liu Kan seorang Taykam yang berkuasa.

Sayang sekali cerita Kembalinya Ilmu Ulat Sutra ini terpotong. sehingga kita harus menunggu cerita lanjutannya, entah kapan..

Catatan : Cerita legenda Wan Fei Yang ini di buat juga dalam bentuk film (Reincarnated), tapi ceritanya tidak sama, malah sangat berbeda sekali dengan buku / cerita aslinya, sutradaranya terkesan hanya mencatut nama-nama Wan Fei Yang, Tokko Bu-ti, Fu Hiong Kun, Tong Ling, dsb. menurut Huang Ying, semua terjadi karena kebutuhan / penyesuaian film dan sang sutradaranya sudah meminta izin kepada Huang Ying. Disadur oleh Liang YS, terdiri dari 3 jilid.

Pendekar Negeri Tayli

Pendekar Negeri Tayli
Karya : Chin Yung Disadur : Gan KL


Pendekar Negeri Tayli merupakan sebuah karya cerita silat berkualitas tinggi yang sangat menunjukkan pengetahuan Jin Yong yang luas dan mendalam.

Sebelum Pendekar Negeri Tayli, Jin Yong menggunakan Konfusianisme menjelaskan ilmu silat. Mulai dari Chen Jialuo, Sin Tjie, hingga Kwee Ceng, Boe Kie, baik secara inisiatif atau pasif, memiliki perasaan mengabdi pada negara. Penulis menggunakan tokoh Kwee Ceng yang cinta tanah air untuk menunjukkan sudut pandang penulis sendiri. Hingga pada Pendekar Negeri Tayli dipublikasikan, Jing Yong menggunakan “belas kasih” Buddhisme mencerahkan pembacanya, hal ini menambahkan maksud filosofi dan pemikiran mendalam pada cerita silat.

Pada Pendekar Negeri Tayli ada 3 tokoh utama yaitu Duan Yu, Qiao Feng, dan Xu Zhu. Yang satu pangeran, yang satu pahlawan, yang satu biksu. Identitas 3 orang ini tidak sama, pengalamannya tidak sama, sifatnya tidak sama tetapi muncul pada panggung yang sama, digabungkan dengan baik, saling kontras, menambah perbedaannya, juga mengalir dengan lancar. Teknik struktur dan penggambaran tokoh semacam ini menciptakan teknik narasi baru pada cerita silat.

Pendekar Negeri Tayli adalah sebuah cerita komedi-tragedi yang berhasil.

Ada tragedi tetapi komedi:

Wanita yang dicintai Duan Yu ternyata adalah adiknya, tetapi ibunya Dao Baifeng mengatakan ayah kandungnya adalah Duan Yanqing dan bukan Duan Zhengchun.

Xu Zhu mengalami banyak penderitaan, tetapi tidak sengaja mampu menemukan rahasia permainan catur.

Xiao Yuanshan dan Murong Bo bermusuhan selama bertahun-tahun, saling bertempur, mendapatkan petunjuk biksu tak bernama, kemudian hidup kembali, dan menjadi pengikut Buddha.

Jiu Mozhi mengejar kekuasaan, memperoleh penderitaan, kemudian mendapat pencerahan, dalam sumur berlumpur menjadi pengikut Buddha.

Duan Yanqing dari kaisar jadi pengemis, ketika akan membunuh Duan Yu, ternyata Duan Yu adalah anak kandungnya.

Ada yang komedi tetapi tragedi:

Qiao Feng adalah Ketua Kaypang, posisi yang hebat! Kemudian mengetahui kondisi sebenarnya, dipermalukan orang-orang, tidak sengaja melukai kekasihnya A Zhu.

Duan Zhengchun menyebar cinta di sana-sini, tidak terduga istrinya sendiri Dao Baifeng, yang marah dan cemburu, berselingkuh, anaknya sendiri ternyata adalah hasil hubungan istrinya dengan orang lain.

Bahasa Wu milik A Bi sangat menyentuh, dengan A Zhu mempermainkan biksu jahat, akhirnya sambil bercucuran mata menemani Tuan Murong yang sudah menjadi gila.

Murong Fu ingin menjadi raja, juga ada Wang Yuyan, wanita cantik yang memujanya, kemudian menjadi gila, akhirnya mengunakan mahkota kertas disembah anak-anak dan berkhayal menjadi raja.

Jadi bisa dilihat, Pendekar Negeri Tayli menulis silat (wu), menulis pendekar (xia), menulis orang (ren), menulis cinta (qing), sangat luar biasa. Membaca cerita silat tidak membaca Pendekar Negeri Tayli, benar-benar penyesalan besar.

Pendekar Negeri Tayli masih ada hal indahnya: Duang Yanqing karena mendapat penghinaan, selalu melawan Duan Yu, selalu ingin membunuh Duan Yu, ketika keinginannya akan tercapai, baru mengetahui orang yang ingin dilukainya ternyata adalah anaknya sendiri, filsafat semacam ini bukankah harus dipertimbangkan?

Kekurangan cerita ini, judul asli Tian Long Ba Bu (8 Naga Langit) menunjukkan 8 tokoh yang mana? Penulis tidak menjelaskannya. Ini yang pertama. Yang kedua, Pendekar Negeri Tayli tokoh paling menariknya adalah Duan Zhengchun, dan merebut banyak adegan Duan Yu, jadi tokoh tambahannya melebihi tokoh utamanya. Yang ketiga, cerita Pendekar Negeri Tayli berkembang, tetapi cabang ceritanya terlalu banyak, dan agak sedikit longgar. 3 hal ini walaupun hal kecil, tetapi sudah menempatkan cerita ini di bawah Hina Kelana.

King of Beggar - Stephen Chow

King of Beggar - Stephen Chow


Director Gordan Chan helms this period kung-fu adventure movie blending many traditional aspects of the genre such as characters, story and action set-pieces with Stephen Chow's brand of nonsense comedy. In the lead role Chow portrays So Chan, the spoilt son of the wealthy Peking General So (Ng Man Tat) who upon celebrating his 25th birthday becomes smitten with Yu Shang (Cheung Man), a beautiful member of the Beggars Association who is posing as a prostitute to exact revenge upon Chiu (Norman Chu) who killed her father. Without realising it So Chan ruins her plans by challenging Chiu, making himself a powerful enemy in the process before he goes on to propose to Yu Shang who, indulging his assuredness requests he become a recognised scholar of kung-fu before she'll accept his marriage proposal. Following this path So Chan and his father General So relocate to Canton where they are setup by Chiu and decreed to become beggars by the Emperor, which eventually leads them back to the Beggars Association where So Chan will ultimately find his calling and win the girl, foil an assassination plot and become the King of Beggars.


Surrounded by servants who applaud his every move the lazy, happy-go-lucky and illiterate So Chan begins life like so many of Chow's onscreen personas, almost sickeningly assured of himself yet possessing a kindness which in this story pays off in a big way after the character goes through a series of changes. Adopting the role of the infamous Beggar So, better known as the Drunken Master director Gordan Chan develops the character in the mid-section of the film as someone struggling to accept his new lot in life, ashamed of his status and happy to waste away that is until the woman he loves is kidnapped giving him a new purpose. Foregoing the familiar drunken style associated with the older incarnations of Beggar So we are instead treated to 'Sleeping Fists Style', a method of kung-fu that parallels the drunken boxing style by fooling your opponents only instead of stumbling and falling down Chow takes short naps be they standing up, laying down or somewhere in-between. This works perfectly with his brand of comedy, appearing just a little bit silly but never moreso than the Drunken style while Chow acquits himself very well throughout the film in the numerous martial arts sequences, only using a double when absolutely necessary the action is both well staged and sufficiently inventive with only the final battle between So Chan and Chiu disappointing slightly with a blink and you'll miss it method of finally laying his foe to rest.

The acting throughout is to a level adequate for any martial arts period piece, only one that foregoes unnecessary complications such as loss in the family or dragged out romantic segues, and instead revels in the always successful pairing of Chow and Ng Man Tat who deliver the goods and hold your attention be they together or carrying a section of the film separately. Having a director of Chan's calibre does the film a world of good as the spacious sets and lush surroundings of mainland China are put to great use creating one of the more lavish productions that you will see Chow involved with at this stage of his career. Chan also knows when enough is enough and keeps the pace swift never allowing the comedy or action to get in the way of the always incrementing narrative, and is also confident enough to create a minor lull in the comedy at the point when So Chan and his father are deprived of their wealth and sent into the world of beggars, ensuring the audience is fully aware of just how devastating this is on them which helps create a greater sense of achievement as they adapt and overcome their problems.


King of Beggars remains an accomplished and entertaining outing in Chow’s early career, lacking the elaborate effects of his more recent efforts and the outrageously amusing humour found in his less action-centric output, but is always charming and a good ride from start to finish with no major highs or lows to speak of.

The DVD

Hong Kong Legends first release after their recent internal changes which have seen long-term producer Brian White and extras-extraordinaire Bey Logan depart company is a sign of things to come, with not only the cover-art lacking the familiar HKL design but also the logos, while the disc itself comes up woefully short in the extras department.

Fortunately the picture and sound quality remains high, with a remastered high-definition Fortune Star print used to present the film in 1.85:1 anamorphic widescreen, almost free of print damage and with good detail levels throughout. Colour levels appear accurate with well defined skin tones while contrast is also good with deep blacks and good shadow gradients. Any faults are down to the quality of the source, with location shoots appearing softer than the more controlled on-set shoots.


In terms of audio you get a Cantonese 5.1 remix and the original Cantonese 2.0, and an English 5.1 dub should that be of interest. Switching between the Cantonese tracks I found the 5.1 to be preferable, with a greater clarity to the dialogue and fine usage of the surround stage to project the music and action set-pieces. Originally recorded in Stereo I suspect this has lent itself better to a 5.1 remix than the usual Mono recordings do.

Optional English subtitles are a little on the large side, presented in a white font with a thin black outline they don’t always stand out as clearly as they should, but are mostly of a high quality. Dutch and English HOH subtitles are also present.

Moving onto the extras you’ll find only one significant piece, a 20-minute interview with Gordan Chan. Conducted in English Chan spends his time focusing entirely on King of Beggars, reminiscing about the shoot, retelling tales from the set with a particular fondness for the sets and location shoots in China before spending a little time talking about Stephen Chow. Of particular interest are his thoughts on the story and how he adapted the legendary tales of Beggar So to fit with this unique vision of the character.

Elsewhere the extras are limited to the Original Theatrical Trailer, a UK Promotional Trailer (both anamorphic widescreen) and an interactive Stephen Chow biography. The latter is actually a fairly nice idea, though rather poorly executed. At just four screens in length, this is a potted biography to say the least, while the interactive elements see you select movie titles which lead you to a trailer for Magnificent Butcher, and brief interview snippets with Gordan Chan for Fight Back To School and Fist of Fury ‘91. Running just a few minutes in length these interview snippets could have made for a very interesting bonus, but with just two present the feature seems to be little more than a passing thought.


Overall

With a good blend of action and comedy King of Beggars is a good introduction to some of Chow’s earlier work, fitting more into the genres Hong Kong fans will be familiar with and not quite as demanding as his more outright comedy efforts can be. The disc is good but rather lacking in features. It's such a shame that Bey Logan parted ways before laying down a track for a Stephen Chow feature as that’s something I really would have loved to hear.



http://homecinema.thedigitalfix.co.uk/content.php?contentid=61380

About Stephen Chow

About Stephen Chow

Richard Of DM



I’m really stepping out of my comfort zone with this one, folks. First of all: a non-horror moviethon? What the-? And second: a comedy moviethon? For reals? Are you serial? Never fear, dear friends, for Stephen Chow will save us all. A fellow cult movie addict at work got me hooked on the greatest Hong Kong comedic actor turned director of all time a few years ago. He leant me his Chinese DVD of Shaolin Soccer and I have been a huge fan of Mr. Chow ever since.

One day while LeEtta and I were talking about potential ideas for moviethons with our friend Shelly at Tokyo (the sushi restaurant on Fowler and 56th street), it hit me like a ton of bricks… The Chowdown! I have managed to scrounge up many, many of Chow’s comedies. From this collection, I have picked my favorites, a few decent clunkers, and even one title that I’d never seen before to put this 17 title moviethon together.

I expect that there will be outrageous laughter caused by unthinkably funny sight gags coming at us a mile a minute. There will also be bizarre music sequences, wave after wave of politically incorrect slams, vehement disses, and (most importantly) brutally cruel slapstick. And oh yes, there will be cultural references that will totally baffle us western viewers. The most off-the-wall moviethon I’ve had so far (and probably will ever have) begins now.

Note: Dueto the confusing subtitles and my sources’ varying opinions on characters’ names (and even the spelling of certain actors’ names), there are probably many mistakes below. If you notice any major issues, especially in regards to actors’ names or if you can possibly shed some light on film and cultural references I missed, please let me know.

Friday

We go to CVS so LeEtta can pick up some wine and I can acquire the always essential Mountain Dew (two different flavors!). I walk over to Cigar Castle and get a sweet selection to smoke over the next three days. Shelly will be joining us later so dinner will be dealt with later tonight. We get back home and get started immediately. This is the Chowdown and we are all going to be okay. I hope.



“Damn you, cripple. Your son will have no ass.”

5:09pm

Love On Delivery

I decided to kick things off with a bang with Stephen Chow’s first co-directing gig. The unbridled ridiculousness of this film is an excellent place to start. Lily (played by Christy Chung) is our sassy girl. She’s just looking for a hero. The Terminator parody at the beginning is genius. Stephen Chow plays Ho Kahm-An, a really nice guy but an idiot and a coward. He works as the delivery boy for a café run by a bunch of goons (one of them played by the hilarious Yut Fei Wong).

Oh, Lily you’re too cruel. She kisses our hapless delivery guy as a joke to throw off the unwanted advances of creep-meister Master Blackbear (Joe Cheng). The joke’s on her though. Kahm-An is so cowardly he ducks from a punch meant for him that lands squarely on the jaw of Lily and sends her flying. Chow is really in top form in this flick. He’s able to play an abominable loser very convincingly.

Kahm-An finds a roadside stand called Coward’s Saviour run by Ng Man Tat. To cure his broken heart, Tat dresses Kahm-An up like a damn idiot and makes him sing mirthlessly along to “Funky Town”. This man, who calls himself “Devil’s Killer”, proposes teaching him the crappiest Kung-Fu on planet Earth.

When Kahm-An can no longer afford his kung-fu lessons, his master tells him to roll down a giant flight of stone stairs (as the final stage of his training). The chemistry between Chow and Tat is priceless. Uh oh Lily, Master Blackbear just won’t take no for an answer. When things get rough, a mysterious kung-fu fighter in a Garfield mask shows up to teach Blackbear a lesson. What’s his secret technique? Getting up after having the tar beaten out of him again and again. The first fight scene is so out of control that I’m not even sure how to describe it.

Gee, if I had Lily’s horrible friends, I think I’d leave town forever. When Kahm-An Ho tries to reveal he is the man behind the Garfield mask, every creep in town shows up wearing masks. Ouch, the first bout of Japan-hate has just been dealt out. Lily’s new psycho boyfriend, Shui-Lau (played by Ben Lam), has returned from Japan and claims that he is the one who rescued Lily. This psycho wants to take over the kung-fu centre and make it a karate only academy. We are then treated to a totally over the top beat-down sequence as Lau takes over.

Queue the horrible musical number while Lily and Lau romance each other. It all culminates with a battle between Kahm-An and Lau. Let the psych-out begin! And thus begins one of the greatest fight scenes of all time. Kahm-An’s “traditional” Chinese boxing goes against Lau’s karate and our reality is destroyed by the destructive force of comedy genius.

Cigar Break

Shelly has her Tsingtao beer, I have Mountain Dew and a 601 cigar, while LeEtta has Bunraddy mead from our trip to Epcot. Somehow, I think Shelly may be capturing the spirit better than the rest of us. The weather is perfect. The air is very cool with a light breeze. The night sky is very clear with just a few clouds here and there. It carries no menace like it does during a horror moviethon. It is all very nice and merry. There are no black-gloved killers stalking the streets of our quaint little apartment complex this night.

We order food from Vocelli’s pizza. LeEtta and I order a stromboli for each of us filled with spinach, artichokes, and feta cheese. Shelly orders a salad with meat on it but the idiots forget to include the meat. That is our traditional Chinese food for the evening.



“You are not qualified to mess up here.”

8:28pm

Flirting Scholar

Ah, uncharted territory. This is the only Stephen Chow movie in this moviethon that I’ve never seen before. Stephen is Pak Fu, a master of calligraphy and basting chicken with bar-b-q sauce. His brother is a bad gambler and needs to be bailed out. Oh, these subtitles are going to be a fucking nightmare to read. We are less than five minutes into the picture when a totally crazy calligraphy scene involving his naked brother and a bucket of ink takes place.

His eight wives are mahjong freaks who all hate him. They use a book of his poetry to balance a crooked table leg and cut holes in his artwork to make pretty mahjong pieces. His wives all try to hang themselves at the same time to get attention. Shelly, LeEtta and I take a vote and our general consensus is that he should leave them to die.

And we just broke out into a song about chicken wings. He has to keep his kung-fu skills a secret but you know there's gonna be a comedy fight scene! The family lives in fear of the Evil Scholar who could return and kill them all. Rock star scholars? What is this? We were hoping Mr. Tranny Nosepicker (played by Kin-Yan Lee) would show up and oh thank the Jesus, he did. You can be sure that we'll be seeing this creepy bastard many more times in this moviethon.

He finally meets a kind and caring woman. Her name is Chen Heung and she's the woman of his dreams. Wait, that actress looks familiar. It's the dreamy Li Gong (of Hannibal Rising). Of course, she thinks Pak Fu is trash and he ends up working for her (in disguise) as servant number 9527. Enter the four perverted thieves who convince everyone that Pak Fu is a pervert. But then he raps and does a drum solo on some furniture which impresses the mistress of the house.

It turns out that Pak Fu's poetry is forbidden so he can’t admit to the girl he loves that he’s Tong Pak Fu, the great writer. Hey look, it's Gabriel Wong again. I don't care who he's playing, he'll always be Turtle to me. Stephen Chow rapping? Did I already mention that? Okay, now I’ve seen it all. He ends up being the teacher of two mentally retarded young men. His idiot brother shows up and pretends to be Tong Pak Fu. Of course Chen Heung falls head over heels for the impostor. Then something happens and words fail me. Words fail us all. I hope this screenshot can explain it.

King Ning shows up and things are going to get complicated. Oh snap, it’s a poetry battle with lyrics from The Sound Of Music. The evil fat guy from The God Of Cookery (Vincent Kok) is here. That poetry is pretty powerful stuff. Fatty is hemorrhaging! The Evil Scholar returns and all hell breaks loose. But first, a commercial message for “Tong’s Killing Pill”… Genius. The fight scenes are awesome. And now it’s time to settle the score with Evil Scholar (who killed his pappy). Yes oh yes, this was a very pleasant surprise. Awesome.

“He is known to be love machine here.”

10:25pm

The Lucky Guy

Aw yeah! Ng Man Tat is back, y'all! Yes! Just so you know, Shelly and I are very enamored with Mr. Tat. Or is that Mr. Ng? Anyway, he’s just friggin' awesome. There’s lots of folks from The God Of Cookery in this flick. Stephen Chow is Brother Sui, “The Prince of Egg Tarts.” He’s a man-whore and all of the lady customers of their diner are wooed by him.

His name is Fook and he’s a dang moron. And he’s in love. Stephen Chow isn’t really the main focus of this one but the other duders are pretty cool. Fon Fon, plays the little schemer chick with a secret. Tat's son Nam is a dang weirdo! He’s obsessed with a Japanese girly cartoon character. Chibi Maruko. Fon Fon is taking over his life. The acting isn’t so great but this movie is fun as hell. Our favorite nose-picking tranny makes yet another cameo.

Stephen Chow must woo the horrible landlady named Flirty Si in order to save their little restaurant. And oh, she’s horrible. They are so screwed. Sui meets up with Candy, a girl he humiliated in high school played by the lovely Sammi Cheng. Ah, poor Fook. He can’t talk about himself, only about Brother Sui. The guy is comically pathetic. I love how even when Fook is at his lowest point, his good buddy Sui still charges him cash for his love advice.

Ng Man Tat and Fon Fon play an obscure drinking game played with riddles which is totally lost in the translation. Nam turns into a jerk and decides to exploit Fon Fon for news stories now that he knows she is the runaway daughter of a rich guy. Oh snap! Fook is now evil Fook! Heartbreak (even of the mistaken kind) can do that to Fook. This movie takes about a dozen melodramatic turns but it’s all good (though nearly impossible to write about without sounding like a jackass).

These flashbacks (and especially the flashback song) are really pitiful. Don’t be deceived, young Sui, being the bad guy never gets the girl. Okay, the sappy lovey love love shit is way out of control. Especially when TEDDY BEARS GET MARRIED! Thankfully, we get on with the rest of movie but the tension in the egg tart cook off is almost too much to bear. Will they get the egg tarts cooked before Flirty Si shuts them down? There is a not-so-subtle reference to Chungking Express (one of Sammi Cheng's most famous roles). Okay, The Lucky Guy is kind of a stinker but God bless the outtakes.



“I will try my best to make your all eyes.”

12:20am

Forbidden City Cop

This is one of my favorites right here (I’m going to say that several more times in this moviethon, by the way). They don’t get much more ridiculous than this. Stephen Chow is Ling Ling Fat, a cop working the beat in the Forbidden City. All of the legendary kung-fu masters are all ugly and stupid. This movie has got some serious attitude right out of the gate.

The James Bond-style credit sequence rules! More delicious kung-fu action. Ling Ling Fat’s crazy inventions fail to impress the emperor. And he’s a gynecologist?!? (The most shameful of medical practices.) Of course, he’s an incompetent doctor where his patients treat themselves. I do believe I just heard a "Beavis and Butthead" reference? The relationship between Ling Ling and his wife (played by the lovely Carina Lau) is awesome. They always take the time to beat the shit out of each other. But it’s actually really sweet.

Some the plot points in this flick are fucking nuts. A fairy falling from the sky? It’s an alien that the medical community wants to dissect. The Gum Sect are the baddies who want to conquer China. They’re all stark raving mad but they’ve got a lot of moxie and some really strange powers. There’s the No-Face guy, the black and white giggling duder, and the crazy old lady (who’s really a man). This is going to give me nightmares.

The emperor is such an idiot. He is begging to be assassinated. There’s some great editing in this one. Nice juxtaposition of images. The whole alien dissection scene receives a bout of riotous laughter out of all three of us. The kung-fu battle to save the emperor turns into fun with magnets. Mr. Wizard would be so proud of Stephen Chow, you know, if he was alive and happened to be watching this scene.

So far it seems that somebody was smoking some dang crack when they wrote this film. For that, I cherish crack. Thank you, crack. Ohhh, nose hairs! Hey look, the nose picking tranny is in the prince’s ugly harem! Now we get Stephen Chow in drag and a dance sequence! He meets the gender-bending hooker from the Gum Kingdom named Gum Tso (Carmen Lee of Wicked City), and his faithfulness for his wife is shaken. Gum Tso is a freak! Everything goes to shit when this dang hooker comes home to dinner.

What have we learned, people? Do not screw with the Forbidden City cop! This film has one my favorite Chow moments of all time. When Brother Fat (played by Kar-Ying Law) gets hit and knocked across the room by the evil No-Face, his wig falls off, and both he and Stephen Chow just crack up on screen for several seconds. The editor intentionally left an outtake in the film. It doesn’t get much better than that, y’all.

Saturday

Throughout the night, I was plagued by hyper slapstick dreams. Something horribly funny was happening but it went by too fast to get much more than an impression of it. We get up late and take our sweet ass time getting the usual breakfast at Einstein Bagels. Then we head back home to try and get the next movie started before noon.



“Damn you, you want dying?”

11:19am

Fist of Fury 1991

Stephen Chow is Lau Ching and boy are his fists furious. While in the big city for the first time, he sees the “God Of Gamblers” (who is also played by Stephen Chow) getting out of a limo. Everyone should make a cameo in a movie they’re already starring in. Lau Ching refuses to use his mighty right fist so he gets into a spitting battle with a small time crook named Smart Ping (played by Kenny Bee). The spit bit gets really, really friggin’ gross and I’m glad I’m not eating anything right now.

Lau Ching loses his temper and hits the guy with his magical fist. With his best Bruce Lee impersonation, he sends the duder flying. After their fight, Smart Ping brings Lau Ching to meet his “sister” who is actually a prostitute. There’s some confusion about her “flute playing” that is pretty dang hilarious and Smart Ping ditches the poor guy.

With vengeance on his mind, Lau Ching tracks down Smart Ping, beats him up, humiliates him and then moves in with him. There’s some really puerile humor in this one and well, it’s funny as hell. These two goofballs run afoul of the local triads. Then they have a chance encounter with hot kung-fu chick Mandy and bad ass duder Wai.

While trying to join a martial arts club, Smart and Lau Ching end up joining a gang run by the ugly Chiu. The two idiots rescue Mandy (played by Sharla Cheung of King of Beggars) and her father (Corey Yuen) from their own gang. Well, rescue might be too strong of a word but either way they get in good with the fam. They both fall for Mandy and each try to woo her.

A Japanese martial arts house challenges Mr. Fok’s school and we have yet another bout of Japanese stereotypes. Chow fights a giant Japanese fighter who kicks the shit out of him. Lots of comic hemorrhaging ensues but Lau Ching refuses to go down. Smart and Lau Ching begin to make Wai (played by Yeung Ming Wan) very jealous so, of course, he beats the crap out of them. The evil Wai even tries drugging and raping Mandy and when caught he manages to pin it on Lau Ching and Smart. The two are then forced to leave Mr. Fok’s.

Lau Ching runs into his buddy, who he came to Hong Kong to stay with in the first place, and he gets talked into “robbing” a bank. The whole thing turns out to be a prank and he ends up courting a homely virgin (who is actually really cute). Making any sense so far? Lau Ching joins up with some old martial arts masters to enter the kung-fu competition against Mr. Fok’s school to win $10 million. The training montage (which nearly kills Lau Ching) is awesome.

As we near the end of the film, I come to the startling conclusion that Fist Of Fury 1991 is goofy and stupid. So it’s a great way to start day 2. The movie loses some of its comic momentum near the end but is still entertaining. Predictably, Lau Ching must fight the evil Wai in the final round. Nice Raging Bull homage, duders. This is a pretty sweet flick with some classic Stephen Chow moments.

“How dare you taking LSD so early in the morning!”

1:19pm

Out of the Dark

This is as close to horror as we’re going to get in this moviethon. Take Ghostbusters, Leon the Professional, thrown in a little Evil Dead, and mash it all together and we get Out of the Dark. Comedy and horror are always great bedfellows and this flick is no exception. Kwan (played by Karen Mok of God of Cookery) is a hottie! Her trashy shiny outfit makes me happy to be alive. This haunted apartment complex is guarded by an army of idiotic and corrupt security guards featuring Yut Fei Wong (AKA “Iron Head” from Shaolin Soccer). There’s eerie music and ghostly activity aplenty.

Chow plays Leon, a ghosthunter who is trying to stop the dangerous supernatural forces at work in the apartment building. I wonder how many Chinese films reference The Highlander? Now Kwan gets dressed up Natalie Portman style to bust Leon out of the nuthouse. The mixed up situations in this are pretty bonkers. Mr. Lo is very clever, using the junkie as a shield against the crazy murderers armed with butcher knives.

Leon’s techniques of reviving the dead are crazy hilarious. By the half hour mark, this film is so dang silly, I can hardly believe my eyes. The guy who had sex with the headless ghost of grandma now has swollen genitals which everyone takes turns kicking and hitting with clubs. Leon agrees to train them to be fearless and uses a nasty tranny (played, as usual by Kin-Yan Lee) for a test of bravery. He then picks up a piece of poop which is carefully censored with pixilation and smears it on a guy’s face. After accidentally blowing his face off with dynamite, Leon is given some fake teeth that make me a little uncomfortable.

After putting ox tears (liquid soap that goes on like eyeliner) on their eyes, they are able to see ghosts. When Kwan’s boobs inflate and then explode… well, I just don’t know what that’s all about. Yes! We just got another tranny cameo! We should start calling them “Trameos”. My copy of Out of the Dark probably has the worst subtitles I’ve seen in a long time. There’s all kinds of confusing flubs, un-translated dialogue, and hard to read text. But it’s all worth it. Especially when our crew of idiots take to the air and that possessed killer with the chainsaw just won’t stay down. The ending is… well, fucking brilliant.

Power Nap!

I lay down for a little nap and completely konk out. LeEtta wakes me up an hour later and I come to with a start. It was so nice and cool and relaxing when I laid down but now I’m sweating and generally freaking out. Once I regain my composure, I look at the window and am disturbed by the afternoon sun coming through the window. Jesus, you’d think I was in the middle of a horror movie marathon. We hear a knock at the door and it is Shelly returning for another round of Chow flicks. I splash some cold water in my face and we jump back into flicks.



“I’ll fly over and kick you with legs like scissors and kick your brain out.”

4:08pm

Fight Back To School

The first of the series of nutty classics featuring Chow as Star Chow, a dumb police officer who gets punished for his incompetence and is forced to go undercover over and over. This time, he poses as a high school student in order to search for the police commissioner’s stolen gun. The police commissioner (played by Barry Wong) is nicknamed “Scissor Legs” which is explained later. This assignment is especially rough for Star who is especially stupid and risks failing the mission by flunking out of the school. He has to work doubly hard just to pass his classes and keep his cool against the school’s bullies and callous administrators, none of whom can know he’s a cop.

Because Star looks so obviously older than all the other students, everyone thinks he’s retarded. He gets hit in the face repeatedly by flying chalkboard erasers and blown up by the absent-minded chemistry teacher. His only friend is nerdy Turtle Wong (played by Gabriel Wong), a sad little geek who abuses his grandma. Next, he meets Uncle Tat, a fellow officer who was also sent to work on the same case. He’s the school janitor who pretends to have a palsy (so he doesn't have to work too hard) and chews on a stick to avoiding smoking in front of the students.

Star falls for the lovely Miss Ho (played by Sharla Cheung of Fist of Fury 1991), the only decent (and hot) teacher in the school. Things look grim when Uncle Tat shows him his memorial for his previous 9 partners who all died in the line of duty. Thanks to his combat training, the bullies are no match for Star but it just gets him into more trouble. Damn this bootleg, we can’t read any of his many dunce signs!

When Star gets tutored by Miss Ho, he starts getting smarter and better at surviving school life. But he gets a little too good and accidentally becomes boss of a school gang. Turtle becomes the extortionist of the gang. Thinking that Star is going to get lucky, Uncle Tat gives him a condom. There is a great scene where Star tries to pass the condom off as a piece of chewing gum in order not to offend Miss Ho.

When their cover is nearly blown, Uncle Tat reveals that he knows where the triads are keeping their arms shipment. Of course, it all goes terribly wrong and now Star has to save Uncle Tat from the gang. The shit really hits the fan when the arms dealers show up at the school and take the kids hostage. Star is the only one who can save them but he’s going to need some help from old “Scissor Legs” himself.

Dinner Break

Shelly and I run out to pick up our sushi order from Tokyo. For this Chinese film festival, only sushi will satisfy. Actually, our favorite Chinese food place is a mega pain in the ass to order from so we settle on something totally inappropriate but delicious.



“What a shame to know you.”

7:05pm

Fight Back to School 2

The first sequel is even better than the original film. Now Star Chow must go undercover at a college for some reason. Thank God that Uncle Tat is back as well. Things haven’t changed much for their police careers or their intelligence. They decide to rough up a suspect with the usual comical results. Tat’s got the hots for the female police chief so he volunteers for the most dangerous department they have. Star gets demoted to traffic cop in a great parody of Jackie Chan’s classic Police Story 2.

Turtle is back this time and so is the whole nerdy gang from high school. With traffic cop Star in tow, Tat and his men blow a case tracking some terrorists. His relationship with Miss Ho has entered the next stage where they are living together. When it comes to marriage, Star is as slick as an eel. The possible in-laws are awful with the overbearing mom and the broken dad are just grand.

The chemistry between Tat and Chow is even sharper in this film. Star resigns from the police then decides to go undercover on his own without police funding. In order to afford tuition and pay Turtle and his buds to help him stake out the school, he drains he and Miss Ho’s savings. Then Tat shows up posing as the head of discipline at the college insisting that everyone call him James Bond.

This completely gorgeous bookworm chick named Sandy Lai (played by Athena Chu) falls for Star (whose undercover name is Stephen Chow). He just punched a priest! And he gets crucified in front of the entire student body for it. God, this movie is so great but I can’t remember why the hell they’re undercover in this college. One of the best scenes is in judo class where he does the cha cha and some other funky moves with Sandy. Her boyfriend tries to intimidate Star in the showers but the whole scenes ends up looking laughingly gay.

This whole bit with Turtle and the butch girl is painful to watch. Things get even more complicated when Sandy makes her move on Star. Master of disguise, Star depends on his trusty Bart Simpson mask. More crazy schemes abound as they try to get Star expelled from the school. Now the terrorists show up to take the college kids hostage for some reason. Ng Man Tat dressed up as the Terminator. But it’s up to Sing to save the day. My my, that’s a well lit boiler room.

Cigar Break

I light up a Flor De Nicaragua cigar and crack open a Mountain Dew. Always a winning combination. It’s getting cold outside and I love it. We talk about God knows what for a nice long break and head back in to complete the Fight Back to School trilogy.



“Idiot, everyone knows I hate wearing underwears.”

9:47pm

Fight Back to School 3

I don’t know why but this is my favorite of the Fight Back To School movies. It’s one long Basic Instinct parody. I don’t know why but this flick is fantastic. Let’s call this a guilty pleasure. So yeah, I have no idea why this is Fight Back To School 3 and not just some other movie. The Star Chow character and Miss Ho (Sharla Cheung) is back but that’s about it. Too bad Ng Man Tat couldn’t be here. He probably read the script and passed on the whole project.

Thee self-reflexive nature of the movies is awesome. He recognizes the chemistry teacher from the first movie. This time he is a twin of murder victim Milion Wong and must pose as him to catch a murderer. His new police chief Officer Lai, forces him to go undercover again. This film is possibly even more out of control than the previous two. Now he has his idiot cousin in law to deal with. He must investigate some trashy celebrity named Judy Tong (played by Anita Mui). Miss Ho, still not his wife, is understandably upset because he won’t promise not to sleep with Judy.

This is a testament to how fucking awful and unbelievably popular Basic Instinct was. When even the Chinese are parodying it, something must have gone right (or terribly, terribly wrong). Huh? Some poorly translated subtitles are quite confusing. Making fun of the Japanese again? Oh yeah. Their maid’s name is Toiletpapa (“It’s a Japanese name.”). There are so many gags in this one they almost happen on top of each other.

Anthony Wong plays Tailor, a totally ridiculous jackass who wears a mink on his bald head like a Mohawk. She makes Sing dress up to reenact how she met her husband in high school. I’m not into Chow’s gambling comedies but the poker game in this movie is actually friggin’ awesome. When Judy tries to seduce Miss Ho, things just get sillier. The whole mystery is so dern convoluted, it’s perfect.

This even follows the structure of Basic Instinct. Instead of a car chase we get an elevator chase. The dance sequence with the bananas is genius and is probably my favorite (all too brief) scene in the whole movie. Then there's the wacky ending which is fifteen kinds of bonkers with a bunch of unnecessary twists.



“You’re too lazy to be a beggar.”

11:22pm

King Of Beggars

More calligraphy kung-fu? God, I do not remember this movie. Chow plays So, a spoiled and frivolous rich kid (who likes it when people talk down to him). When he gets into trouble, he is bailed out once again by his father (played by Ng Man Tat). Because everyone kisses his ass, So wants to marry the first woman who thinks he’s a piece of crap? But to impress the lady of his dreams (who is played by the always reliable Sharla Cheung), he has to be the best at something first.

This is a beautiful movie but fear not the slapstick and the ridiculousness are always right around the corner. Watch Mr. Emperor, watch my magic power! I can turn gold into a chick who can dance crappily for you. So is taking the exams to be the best man in the kingdom but his dad is helping him cheat on the written portion.

That moment at the 29 minute mark where he mugs for the camera after defeating his opponent in kung-fu. CLASSIC! Of course, it doesn’t matter if So cheats because the other side is cheating too. That there comedy kung-fu gets me every time. Especially when Chow does his Bruce Lee screams. So wins the physical portion of the test but his illiteracy is exposed. When he and his father are revealed as cheaters, everything they own is impounded and they become beggars.

Father and son fall on some hard times. Really hard times. He gets injured by the evil Mr. Chau. Dad gets too sick to be and well, it’s just fucking depressing. The scene where he is forced to eat dog food to get his dad out of trouble is just too much. In these dark times, it is time to unite the gang of beggars. So tries to get his kung-fu strength back by fighting dogs (?).

Cunning Ching, a beggar he helped when he was wealthy, comes to teach him to be a proper beggar. Just how evil is evil Chau (played by Norman Chu? He squeezes babies so that he can drink their delicious blood. HE DRINKS BABIES! When his woman is in danger, So rises to the challenge to lead the beggars. He is a master of the beggar style of kung-fu which consists of napping poses and breakdancing. This one really goes all out with the spectacle and the heroicness (is that a real word?) is very pleasing to my eye. Thanks be to Jesus. Goodnight!

Sunday

Good morning, I am Ricky Lau and this is my lovely wife Lee Lee. For my crimes against the Chinese and humanity in general, I wake up way too early (around 7:45am) with a splitting headache. When LeEtta wakes up we go to this fancy vegan place up the road where we get soy omelets and jasmine tea. It’s called Dunkin Donuts, perhaps you’ve heard of it. We order sausage, egg, and cheese filled things and coffee. Again, we are cursed with beautiful weather.



“I saw a toothpaste. A big toothpaste!”

9:54am

The Sixty Million Dollar Man

Stephen Chow is Sing Lee, a spoiled rich kid who dresses like Rodney Dangerfield and surrounds himself with sexy ladies in bad 90s bathing suits. This is easily the dumbest of Chow’s movies. Toilet humor reaches new lows as he and Ng Man Tat run amok on a college campus giving people laxatives and playing lame pranks (on Kin-Yan Lee who is not a tranny in this movie). So yeah, it’s great. Because Sing is the son of the director of the college, he thinks he can throw some money around and run the place. But the fact is, he’s a moron and nobody likes him.

And here’s one of the odd staples of Chow movies: an ugly girl who Chow doesn’t fall for until she gets a makeover. The faux ugly girl this time around is Chung-Chung (played by Gig Leung). After getting horrified and fainting in anatomy class due to the antics of Chung-Chung’s father, Dr. Chang (played by Elvis Tsui), Sing and Tat want to get back at the professor. They sneak into Dr. Chang’s lab and discover he’s a crazy Dr. Frankenstein who has animated body parts running around the place.

Sing’s mother spoil him rotten and his father (played by Yut Fei Wong) is batshit crazy. This film is almost more pointlessly cruel humor than I can handle. There is a gratuitous Pulp Fiction dance number when Sing takes the lovely Bonnie (played by Paulyn Sun) out on the town. They producers of the film even use the same song from the twist contest. Next, there is a parody of the overdose scene and Bonnie ends up stabbing Sing with a giant needle in the groin to revive him. Hilarity ensues.

Did I mention that this plot is totally all over the place? Well, it’s about to get even more bonkers. Bonnie’s husband, a Japanese gangster named Fumito (played by Joe Cheng) is totally awesome and psychotic. Sing witnesses Fumito executing someone and now he’s in grave danger. It is then revealed that Mr. Lee is not his real father at all. Sing is actually Tat’s son. Of course, everything goes to shit because Sing is such a total asshole.

Sing gets blown up by Fumito and his gang (but saves Tat in the process) and all that’s left of him is his lips and his brain. In order to save Sing, the doctors need sixty million dollars. Since Tat is now cut off from his wealthy parents, Tat gives six thousand dollars (his life savings) to crazy Dr. Chang for a discount operation. Roll out the terribly cheap and cheesed out 1995 digital effects! One of Sing’s most disturbing new attributes is he now has to urinate through a long hose with a spigot on the end of it.

They fake his funeral and only the faux ugly chick shows up crying for him. How touching. Two years later, father and son fall on hard times and Sing takes a job as a biology teacher. The school is overrun with spoiled brat juvenile delinquents. Could this be Fight Back To School 4? No, it’s not. Not even half man half machine Sing is a match for these evil kids.

Chung-Chung is now a teacher at the school as well and as predicted, she is now totally hot and Sing falls in love with her. Dr. Chang returns with a super chip giving him tremendous shape-shifting powers. For some reason there is a huge homage to The Mask. I’m guessing that Jim Carrey is popular in China too. Back at school, he is now a badass teacher and the shitbox juvenile delinquents don’t stand a chance. After getting the students to reform their ways and improve their grades, the school board (who profited off their idiotic student body) try to can him. A disturbing head eating scene takes place and I'm wondering where all of this is going.

The gangsters who destroyed his body return and he must use his new powers to save the day. He gets his revenge but the gangster’s henchman becomes a cyborg as well but with murderous programming. The evil guy trashes Sing and Chung Chung’s wedding. When Sing meets such a powerful opponent, he turns into Mrs. Wong. No, I don’t get the reference either. Research says…NEXT FILM PLEASE!!!



“Bump him to death!”

11:31am

From Beijing with Love

I hate James Bond movies. Not all of them obviously but the ones with Timothy Dalton, Pierce Brosnan, Roger Moore, and Sean Connery piss me off. That George Lazenby one was good though. So anyway, yes this Bond parody is one of my favorites. It takes the Man with the Golden Gun formula. There’s an evil man in super impervious body armor who stole a dinosaur skull and he has a crazy golden gun that shoots super bullets.

The opening credit sequence is wonderful. It has the silhouettes lovely ladies doing sexy dances with giant bullets and guns but it’s a total gag. This time around, Stephen Chow plays Ling Ling Chai, a secret agent posing as a pork vendor. The "sexiness" of his James Bond character is tainted immediately as he tries to pay a hooker for her services with a freshly cut pork loin.

Instead of a trusty pistol, Chai always carries his lucky chopper. The useless inventions of M are parodied to great effet. The crazy Da Man Si is our inventor of silly weapons and gadgets such as a flashlight that only works when you shine another flashlight on it. If it’s dark, the flashlight doesn’t work. He invents a briefcase chair so you can have a place to sit while staking out baddies.

The agency gives him $200 and sends him out on his first mission in years. Of course, there is a double agent in the government who is the man in the evil super armor who specifically chose Chai because he is so incompetent. His assistant is super hot assassin Siu Kam (played by the gorgeous Anita Yuen). Chai goes to Hong Kong but his hotel reservation is bogus. He ends up at a shithole run by a very familiar looking tranny (not the nose-picking kind) who offers him sexual favors.

The best scene is when Siu Kam tries to use Chai’s own gun to kill him and ends up shooting herself. Thanks to an incident with some random criminals and saving the life of a child, miss assassin starts to fall for Chai. Another hot assassin (the lovely Pauline Chan) comes along with her partner, a big mamalook with gold teeth like Jaws (played by Joe Cheng (the Japanese gangster from Sixty Million Dollar Man)). After shooting Chai in the leg, Siu Kam tries to save him. To ignore the pain of removing a bullet without anesthesia and to keep from bleeding to death, Chai puts on a porno movie while she operates.

I think this might be the most violent and bloody of the movies in the marathon. Good. Good! GOOD! Uh oh, I think our cat Sparkles is Chowed out. But we’re gonna be okay because Crisco is Chowed in! Aww, that is adorable: Siu Kam has fallen for Chai. That’s so sweet. Chai escapes execution by bribing the poorly paid soldiers with a hundred bucks and some cigarettes. The final showdown is truly magnificent and explosive. Da Man Si unleashes his super weapon 3000 which is a bunch of crappy weapons tied together with wire. Oh, this is a truly splendiferous comedy.



“He wants to sexually assault bean curd?!”

12:59pm

Tricky Brains

Oh fuck yeah, we are into the nitty gritty now. I pledge allegiance to this film. Chow is Handsome Tricks Expert Jing Koo, a master of pranks who gets paid to drive people insane with his tricks. Everything is a gag and no one is safe from the master. Jing Koo is hired out by the evil Macky (played by Waise Lee) to pretend to be the son of Mr. Chi (Ng Man Tat again) in order to destroy his good natured son Man Kit (Andy Lau) who is in love with Lucy Ching (Rosamund Kwan) who is actually the daughter of Mr. Ching, the head of a large corporation who the evil Macky wants to take over by marrying Lucy. Got it? Good. Let’s move on.

The Tricks Master manages to convince Mr. Chi that he is his long lost son by acting just as dumb and eccentric as he is. Chi gives Jing a necklace made out of his womb hair. Why can’t more parents give that to their children? Mom, if you’re reading this… Kit is suspicious of his new brother but slowly becomes convinced that Jing may be the real thing. The trio of Kit, Chi, and Jing is pure comic gold as their timing and chemistry is impeccable especially during their rhyme battle which is apparently a normal occurrence in their house.

Fat guy Chiu, the personnel manager at the corporation where Tat and Kit work, is a great fall guy for their gags. He pulls some strings and gets Jing a job. Big mistake. Jing and Kit have an inexplicable musical number about having a job. At work, Jing plays the fool so perfectly that no one suspects he isn’t a complete dumbass. He manages to get the best of Shark, the butch chick that everyone at work is scared of.

The film has perfectly politically incorrect moments like when Jing convinces Lucy’s friend Banana that he has AIDS. It’s a pretty heartwarming moment, especially when she goes apeshit after he kisses her. Oh yeah, Banana (played by Chingmy Yau of Naked Killer) is my favorite! She’s Lucy’s best friend and a sassy broad that gets dumped by her boyfriend on her birthday. Luckily Jing is there to cheer her up by acting like an idiot. And then there’s the fake nude suit…

This is one of those movies that I wish was 8 hours long. If only this could go on forever. LeEtta makes a hella great asparagus quiche for lunch and I eat it. I am now convinced that this is heaven. Jing puts itching powder in Kit’s underwear and then slips him some Spanish Fly (or translated here as “Never Can Kill Voluptuary”) to make him look a damn fool at the cinema. But the prank backfires and Kit ends up romancing Lucy.

In order to get Kit fired, Jing ruins a huge multi-billion dollar deal with the Japanese. After both of his sons get canned, Tat resigns only months before retirement thus losing his huge pension. This catastrophe (and a surprise birthday party) makes Jing have a change of heart about tricking these poor bastards. Jing refuses to work for evil Macky anymore so Macky hires a rival master of tricks, The Ultimate Expert, to destroy Jing.

Our gang decides to crash Macky and Lucy’s engagement party so that Kit can try and win her back. Ng Man Tat in drag! Those who have seen this sight are truly blessed people. Time for a crazy dance number with kung-fu fighting! And now a pranking showdown of epic proportions breaks out and we are all the better for it. As expected, this scene is completely bonkers and there’s plenty of “Shameful Candy” for everyone. Now we have Stephen Chow in drag!



“I drive Mercedes, you pick your nostril.”

2:47pm

The King Of Comedy

We’re getting closer and closer to the end of this thing and my eyes are starting to melt. This film is apparently a semiautobiographical look at Stephen Chow’s early career as an actor. John Woo gets parodied and his film The Killer is poked fun at. Even Jackie Chan shows up for a cameo. Chow plays Sau, a wannabe actor who can’t get a break in the cutthroat world of Hong Kong cinema. To get by, he manages the local youth center and teaches acting to the local slobs. The local wannabe triads are the only people he can get to star in his lame plays which no one bothers to attend.

Sau keeps showing up on the set of Sister Cuckoo’s new movie expecting to get work. Cuckoo (played by Karen Mok) a big star and he manages to cause chaos every time he’s on set, nearly killing her in the process. All Sau wants is a boxed lunch for his troubles but the head of catering (Ng Man Tat) is a real bastard and refuses to give him a break.

Enter Piu Piu, a young lady (played by Cecilia Cheung) with a bad attitude who works at a host club. Because she is such a terrible hostess and can’t pretend to be interested in the clients, her boss takes her and the other girls to acting lessons by Sau. Piu hates being told what to do but she especially hates being called a club girl. She beats the shit out of Sau with a folding stool after he insults her. However, when his lousy acting techniques actually come in handy, she returns for more lessons.

There’s something terrifying that we must discuss: the naked kid. Sometimes, life hands you lemons and sometimes it hands you a naked Chinese kid. My jaw has never dropped so hard and so far before as when I first beheld the naked kid. When Stephen Chow flicks the kid’s willy with a stick (don’t ask), I think part of me died. Seriously. I cannot describe the mind-bending horror of the naked kid. In other words, it is funny, really funny. The naked kid is real. You’ve been warned.

Oh look, another Fist of Fury parody and more chances for Chow’s riotously funny Bruce Lee screams. Uh oh, the romance between Piu and Sau gets all kinds of screwed up when he tries to pay her for their night of lovin’. Smooth move, dumbshit. She's a club girl not a whore. Like... hello, there's a big difference! He tries to fix things but it’s too late. Suddenly, this comedy takes a detour into melodrama but The King of Comedy is still awesome.

Sau gets a lucky break when Sister Cuckoo gives him a chance to be a big star in her movie after her leading man quits. Sau is hypnotized by fame and leaves everything he knows behind. But this is only after he drips a giant snot on Cuckoo while rehearsing an emotional scene. The movie references continue as a half-assed Quentin Tarantino impersonator gets the brush off by Sister Cuckoo. His entrance into the glamorous world of celebrity is juxtaposed quite painfully by a scene of Piu Piu getting beaten by a client in the hostess club. The King of Comedy? More like The King of Saddening Your Audience!

Getting back together with Piu Piu costs Sau his acting career since Cuckoo had fallen for him. In an even more bizarre turn of events, he ends up as an undercover agent for Ng Man Tat, who is actually a cop trying to infiltrate a gang of drug dealers. The movie has gone from comedy to melodrama to cop thriller. Why is this called The King Of Comedy anyway? Hey look, all’s well that ends well but what the hell is up with the Pringles commercial?

Cigar/Dinner Break

LeEtta and I walk to the laundry room for sodas. On the way, I light up my Pedromo cigar. It takes about 11 matches because it’s so breezy outside. Even though I hate wind (it’s a cigar smoker thing), the weather is fantastic. We see lovely birds by the lake and it’s just dang gorgeous. We walk and talk about Stephen Chow and some other various non-Chinese topics. I ask my wife about what she’s learned from all these Chow films. She says that you can be friends with an ugly girl but it takes a drastic makeover before you can love her. LeEtta also notes that Chow enjoys getting beaten up and that he’s such a sad sack in his films.

When we get back home, I retreat to the patio to finish my cigar and listen to some giallo music (sorry, force of habit) on my iPod. After that, we put together a dinner with some leftovers: open-face quesadillas with ground beef, spinach, and artichokes. I grate some cheddar cheese and sprinkle it over the top. Bake at 400 degrees and eat. DELICIOUS! Okay, I ate way too much. Time for some more Chow. Hey, has anyone noticed that his name is-?



“Thank you. You make us to get our kung-fu back.”

6:35pm

Shaolin Soccer

Now we have arrived, folks. There’s no turning back now. The final three Chow masterpieces begin with Shaolin Soccer. Golden Leg (Ng Man Tat) is a dick and he pays dearly for it. He accepts a bribe to throw the game and his teammate Hung (Yin Tse) arranges to have his golden leg broken and thus ruining his soccer career. Flash forward many years, Hung is now the manager of the evil soccer team and Golden Leg is now a glorified towel boy who kisses his ass. Golden Leg asks for a chance to coach but Hung refuses. He also lets him know that he was the one who arranged for his leg to be broken on that fateful day. Tat is amazing in this scene. Golden Leg is so crushed by what a joke his life has become that he can only laugh miserably.

By chance, he meets a strange character on the street named Mighty Steel Leg Sing (Stephen Chow) who can kick with a near supernatural ability. He knows that kung-fu could change the entire world but doesn’t know how to market it yet. This film is worlds better than many of Chow’s earlier efforts and he really comes into his own here. Everyone is excellent, the jokes are silly and awesome, the insane digital effects rock (well, most of them did in 2001 anyway), and the storyline is superb.

Steel Leg meets Mui (played by Wei Zhao), a homely steamed bun maker who uses the power of Shaolin kung-fu to make extremely light and delicious buns. Yes, we have another “ugly” chick who has to become beautiful before Chow’s character will fall for her. We’re watching the extended version with cut scenes left in. There’s a whole dance number that should have stayed in the picture. We get to meet Steel Leg’s brother Iron Head (Yut Fei Wong) and he’s a broken man who is treated like shit by his boss at the nightclub. They sing a song at the night club praising the virtues of Shaolin kung-fu (my favorite scene of any film ever) that is completely awful and it gets them beaten up.

Golden Leg meets up with Steel Leg Sing again but this time he gets to see him in action. Steel Leg takes out a bunch of triads with his kung-fu and a soccer ball. This fight scene kicks three different kinds of ass. Golden Leg and Sing figure out a way to market Shaolin kung-fu by using it to play soccer. Now all they need is a team. Steel Leg convinces all of his brothers with different kung-fu powers to join their team. Can you name them all? Iron Shirt, Light Weight, Iron Head, Steel Leg, Hooking Leg, and Lightning Hands.

Golden Leg’s soccer team has a really rough start mainly because none of them have a clue how to play the game. It doesn’t help that none of them seem to remember their Shaolin skills. They are so totally pathetic that they get slaughtered and humiliated at their first amateur game by a gang of hooligans pretending to be a soccer team. These thugs beat the shit out of Steel Leg and his friends. Then, in their darkest hour, a change comes. The brothers remember their powers and mop up the field with these cheating bastards.

Oh shit, I almost missed a TRAMEO! The deleted scenes are awesome. We get to see Mui kick some ass and then be depressing. Damn, that’s just awesome. The serious moments are tempered with doses of insane comedy. It seems like Golden Leg’s team have finally met their match when they go up against Hung’s evil team. Iron Shirt is still my favorite: there stands a hero. After getting thoroughly thrashed on the field, the team is out of players. Thankfully, Mui shows up with her head shaved completely bald to be their replacement goalie and… well, you’ll just have to watch the movie to find out. Haven’t I given you enough friggin’ spoilers already? DAMN IT!



“Go home and raise pigs!”

8:29pm

Kung Fu Hustle

If you haven’t seen Kung Fu Hustle yet, then please do so immediately. It is an excellent starting place for folks looking to get into Stephen Chow. Just don’t expect the effects to be this good in any of his other movies and don’t get spoiled by the big scope either. I think a budget this big is something quite new for Mr. Chow. This really is the apex of our director’s vision. This is an epic comedy action masterpiece and is essential viewing for Chinese film fans. In other words, it’s pretty good.

The Axe Gang is here to kill the shit out of everyone. They are led by the psychotic Brother Sum (played by Kwok-Kwan Chan). Let’s go to Pig Sty Alley where the poor folks live and are unaffected by the crime-ridden world outside them. Not idyllic by any means but peaceful. This is where the landlady rules and her bad attitude and shrieking voice are the law. Her husband is a lecherous goof who she smacks around even going so far as to throw him out a third story window. Somehow, he can take this abuse without dying.

Stephen Chow plays Sing, a wannabe criminal who goes around trying to muscle people with his fat partner Bone (who played Light Weight in Shaolin Soccer). When he tries to blackmail the barber into giving him some cash, the landlady smacks Sing with her sandal repeatedly. Sing summons the Axe Gang, who he’s not really affiliated with, and they actually show up. Someone beats up the Axe Gang’s Vice General (played by Suet Lam) and the reinforcements are called in. It turns out that three residents of Pig Sty Alley are kung-fu masters and send the Axe Gang packing.

This is my favorite scene of the movie. When Coolie (played by Yu Xing), the gay Tailor (Chi Ling Chiu), and Donut (Zhi Hua Dong), rise up to defend their neighbors, the result is more kung-fu action than you can shake your fists at. Brother Sum turns to two creepy assassins to take care of the three kung-fu masters living in Pig Sty Alley. Another glorious fight scene erupts with tragic results. “In great power lies great responsibility.” Thank you, Spiderman. By the way, the landlord and the landlady are kung-fu masters.

Everything in this movie is larger than life. So is the cruelty. The world is a terrible place but it’s still funny as hell. Thanks to great performers and the advances in special effects, this is one incredible ride for martial arts junkies. The film has less crazy plot twists and odd divergences than the other films but more insane and cartoonish visuals pick up the slack.

Sing and Bone have been told they have to kill someone before they can join the Axe Gang which they screw up with hilarious results. Sing is bitten on the face by poisonous snakes but doesn’t die. Hmm… Something is fishy here. He is reunited with Fong (played by the lovely Shengyi Huang), the deaf girl from his childhood but he pretends not to know her. A depressing flashback shows Sing as a kid getting ripped off by a beggar who sells him a kung-fu pamphlet. He tries his new moves out on some kids bullying Fong but they beat him up and pee on him. Ah, such sweet memories.

After robbing Fong’s ice cream stand, Sing ditches Bone and ends up at the Axe Gang’s casino where he is given a new assignment. He must retrieve the deadliest kung-fu master from an insane asylum. He is known as The Beast and he his excellently portrayed by Siu-Lung. Hm, a not so subtle reference to The Shining. Never thought I'd see that in a Chinese film. He’s creepy and gives off that smiling evil that cannot be stopped. Love it.

The landlady and the landlord show up to defeat the Axe Gang and take on The Beast. An insane smackdown ensues and Sing manages to save the day. For his efforts, he is nearly killed but survives thanks to his newly awakened kung-fu powers. When The Beast reveals his true power, the toad style, and it’s more than a little freakish and disturbing. I slap your frog ass down with the Buddha’s Palm, bitch. Wow, this movie is so weird that it’s almost abstract. With Kung Fu Hustle, Stephen Chow has revealed his godlike powers to us and we must not disobey him (or the snotty kid).



“You… You are very excrescent!”

10:10pm

The God of Cookery

This is it, the zenith of human comedic entertainment. Once you have witnessed it, The God of Cookery is the only film you’ll ever need to own and watch over and over again. Stephen Chow plays Stephen Chow, the former God of Cookery. I’d love nothing more than to debate the contents of your “Assorted Noodle” but lady I ain’t got the time. Forget horror films, forget slashers, and forget torture porn; you want real brutality, watch a Stephen Chow comedy. I’ve seen the face of darkness and its name is CHOW!

This was my first introduction to the world of Chinese comedy and I still can’t get over it. I’ll never get over it. Ever. Chow is at his most despicable at the beginning of this film. As the God of Cookery, he lies, he cheats, and he ridicules and violently abuses his staff. Ng Man Tat is his shady business partner who has had enough of his bullshit. Together they’ve created a great marketing scheme for God of Cookery products but they’ve also created a monster. Oh snap, that was a TRAMEO!

Now Tat has a plan to destroy this control freak and give the world a new God of Cookery. Bull Tong (played by Vincent Kok), a chef who wants to get in on the action, manages to get a job as a gopher for Chow. But there’s more to this smiling idiot than meets the eye as he takes the God of Cookery throne. With Chow out of the way, Bull Tong turns out to be even worse than the former God of Cookery.

Now pretty much living on the streets, Chow is a beggar and meets a horrifying young lady named Turkey (AKA Twin Dagger Turkey), a street vendor played with limitless gusto by Karen Mok. She is in a constant struggle for dominance with the other street vendors. Oh my God, there are so many faces from other Stephen Chow flicks in this one. There’s Goosehead played by Siu-Kei Lee from The Lucky Guy and Kai Man Tin from Shaolin Soccer and King of Comedy as the green-haired triad member. They all take part in this amazing scene where Goosehead gets pissed off and makes everyone stand in a lineup and repeat this phrase:

“Shit, mix the “Pissing Shrimps” and Beef Balls.”

Everything about his movie is the tits. My God, I can’t hold it together. Comedy is a destructive force. It has ruined me for life. Nothing will ever be this good again. This lineup bit is the funniest scene and it’s all just to prove who was mouthing off during Turkey and Goosehead’s negotiations. Chow (as co-director once again) leaves all these mistakes and goofy shit in this scene. It’s totally out of control. I love the improv comedy with giggling and the obvious flubs. This is why I was born. And then Twin Dagger Turkey starts singing about buddies. “My blood is bleeding for love.”

The street vendors settle their differences and mix the “pissing shrimp” and the “beef balls” to come up with “Explosive Pissing Beef Balls”. It’s like the filthiest food of all time. With this miracle food, these upstart entrepreneurs begin to take over the snack market. There’s something Zen-like to this flick. It calms me. Soothe me, Mr. Chow. That’s it, I’m going to clown college. All it takes to be funny is to be horrendously cruel. I can do that.

Chow’s plan is to retake the throne of God of Cookery but he’s still got his old enemies to worry about. Tat and Bull Tong try to stop him with negative Feng Shui but he arranges the branches of his stores in a pattern to spell out “Sure win!” Turkey hitting Tat in the head with a metal trashcan is a high point of the film. Of course, Twin Dagger Turkey is in love with Chow but not too surprisingly, she’s too hideous for him to ever consider loving. When Tat sends an assassin to kill Chow, Turkey takes a bullet in the face for him.

Chow runs away to the Chinese Cooking Academy to get the skills he needs to defeat Bull Tong. There he meets Wet Dream (played by Tats Lau of Forbidden City Cop), a perverted monk who won’t let Chow leave the school. It turns out that the Chinese Cooking Academy is also a Shaolin temple where the legendary 18 Brass Men reside. Chow acts up and gets beaten severely for it by these brass warriors. I can’t feel my face. I can’t laugh anymore. It’s all happening on the inside now.

At the competition to crown the next God of Cookery, Chow shows up at the last minute to participate. He goes up against Bull Tong for the title and hijinks ensue. The best character in this scene is the Princess of Taste played by Miss Nancy Sit. The chick is awesome! After tasting Chow’s food, she has a fantasy sequence where rolls around on a giant piece of pork. This is all very dramatics and I won’t revel tej end for you. IT crazy and god.

Hahey pretty lady funny=Nevver mind I just bust out laughing just now. iT is lal good.

Fuckkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk
kkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk
kkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk

Godn gihggg=== goodnight. Everypeople. Thanks.’’’’’’’’’’’’

Conclusion

Despite the garbled insanity of the last few minutes, this was the easiest moviethon to watch. But it was also the most difficult to write about. I find this 19 page Word document pretty daunting and this one may take a while to get ready. The only similarity to other moviethons the Chowdown has is that the day after, all I want to do was watch more. Stephen Chow’s films are addictive as hell and even ones I don’t like (A Chinese Odyssey Parts One and Two, God of Gamblers II, Hail the Judge, etc.) are starting to look good to me this morning.

If you’ve never seen a Stephen Chow film, then you need to fix that right away. If you like comedy or have ever laughed or would like to laugh someday then by all means, get on the Chow bus. My only suggestion is to always watch his movies in Cantonese. If the film is dubbed in Mandarin or (very rarely) in English, then seek it out in Chow’s native tongue. His voice, even if you don’t speak the language, is big part of his humor. The God of Cookery, Shaolin Soccer, and especially Kung Fu Hustle are all great starting points.

As I’m writing this, there are all these rumors that Stephen Chow is about to come to Hollywood. One of the rumors is that he will play Kato in a Green Hornet movie (his Bruce Lee worship continues) but I’ve also heard otherwise. I would go see any American film with Chow in it, even if he only made a cameo or the film was terrible. I am that desperate to share this amazing, amazing comedian with everyone. His brand of humor could easily cross over to American audiences who already have bizarre and cruel senses of humor. Chow's films have progressed from simple parodies of popular Chinese films to fiercely original masterpieces and I hope that his influence will not be ignored in the US.

I’m reminded of this great and underrated movie called Funny Bones starring Oliver Platt and Lee Evans. In it, Freddie Davies plays this old circus performer/clown who has a line that goes “I never saw anything funny that wasn't terrible, didn't cause pain.” This is especially true of Chow’s films which are both explosively funny and relentlessly mean. Everyone has to make someone else (who they perceive to be lower than them) suffer. Chow himself is not immune to this. In fact, the parts he plays are always losers in one way or another and someone always seems to beating the crap out of him.

Ladies and gentlemen, STEPHEN CHOW IS THE KING OF COMEDY and my life has vastly improved ever since the day that I accepted that fact.

Saturday 25 December 2010

Arya Penangsang Demak

Arya Penangsang Demak


-Damar Shashangka-



Bagian 1
Pemerintahan Demak Bintara semenjak dipegang oleh Sultan Trenggana mulai pada tahun 1521 Masehi, terus menerus harus melakukan aksi militer demi untuk mempertahankan eksistensi Kesultanan Islam Jawa sekaligus untuk kembali memasukkan wilayah-wilayah bekas Kerajaan Majapahit diseluruh Jawa.

Pada masa awal Sultan Trenggana diangkat sebagai Sultan ke III Demak Bintara, garis politik fleksibel model Islam Abangan menjadi pilihan Sultan Trenggana. Namun menjelang pertengahan tampuk pemerintahannya, terpicu melihat keberhasilan Kesultanan Cirebon mampu menghancurkan Pajajaran dengan bantuan militer Demak Bintara, pandangan politik Sultan Trengana berubah haluan.

Kemenangan Cirebon atas sokongan militer Demak membuat Sultan Trenggana menjadi yakin akan kekuatan angkatan bersenjatanya. Maka berturut-turut, Demak mengadakan agresi militer ke Jawa bagian timur dimana sisa-sisa bangsawan Majapahit masih punya daerah kekuasan dan mendominasi disana.

Satu demi satu, daerah-daerah di wilayah Jawa bagian timur, ditundukkan dengan kekuatan bersenjata. Kekuasaan Demak Bintara semakin melebar dan meluas kearah timur pulau Jawa.

Semenjak tahun 1527, peperangan demi peperangan terus terjadi. Hingga pada tahun 1546, ketika Sultan Trenggana memimpin sendiri peperangan di wilayah Panarukan ( sekarang masuk wilayah Situbondo, Jawa Timur ), Sultan Trenggana tewas! Kabar kematian Sultan Trenggana mengguncangkan ibu kota Demak. Agresi militer yg bertujuan untuk menguasai wilayah Panarukan dan selanjutnya Banyuwangi, gagal!

Konon menurut cerita tutur, kematian Sultan Trenggana tidak terjadi di medan laga. Namun terjadi dikala Sultan Trenggana tengah menerima delegasi para bangsawan dari daerah taklukan baru. Konon ketika pertemuan terjadi, Sultan Trenggana menyuruh salah seorang bangsawan mengambilkan bahan-bahan untuk mengunyah sirih yang terletak tak jauh dimeja perjamuan. Karuan, bangsawan Jawa timur yang disuruh merasa tersinggung. Walaupun daerah kekuasaannya telah mengakui kalah dan tunduk kepada Demak, namun tidak seharusnya Sultan memerintah dia mengambilkan bahan-bahan untuk mengunyah sirih. Bagaimanapun juga, dia tetap seorang bangsawan. Masih banyak abdi dalem atau pelayan Sultan yang bisa disuruh untuk itu.

Tapi dengan berpura-pura memenuhi permintaan Sultan, bangsawan ini mendekati tempat duduk Sultan. Begitu sudah dekat, dihunusnya keris dan ditusukkannya ke tubuh Sultan Trenggana!

Sultan Trenggana tewas seketika ditempat perjamuan. Dan bangsawan yang nekad membunuh Sultan Trenggana berikut delegasinya, mendapat hukuman setimpal, penggal kepala!

Kabar tewasnya Sultan Trenggana di Panarukan mengguncangkan Demak Bintara. Jenazah Sultan Trenggana setelah diberi rempah-rempah agar tidak cepat membusuk, dibawa pulang ke ibu kota Demak melalui jalur laut.

Demak Bintara berkabung! Tak kurang, seluruh putra laki-laki Raden Patah, mulai yang sulung Adipati Yunus atau Pangeran Sabrang Lor, lantas Pangeran Suryawiyata atau Pangeran Sekar Seda Lepen, dan kini Pangeran Trenggana atau Sultan Trenggana, semua meninggal karena terbunuh! Kasak-kusuk beredar ditengah masyarakat Jawa, bahwa trah Demak memang tengah mendapat kutukan dari para leluhur tanah Jawa!

Dengan wafatnya Sultan Trenggana, maka secepatnya diangkatlah penggantinya. Dan putra sulung Sultan Trenggana, yaitu Pangeran Prawata atau Sunan Prawata, terpilih. Dia dikukuhkan sebgai Sultan Syah Alam Akbar Jiem-Boen-ningrat IV.

Pangeran Prawata atau Sunan Prawata memiliki cacat mata, yaitu buta. Konon hal ini karena kutukan Pangeran Suryawiyata, pamannya sendiri, saat Pangeran Prawata disaat mudanya membunuh pamannya itu terkait pemberontakan yang dia lakukan. ( Lebih jelas baca catatan saya Jaka Tingkir bagian 1 : Damar Shashangka).

Sosok Pangeran Prawata atau Sunan Prawata, tidaklah begitu popular dimata para bangsawan Demak Bintara. Diam-diam, didalam tubuh birokrasi dan angkatan bersenjata Demak, sudah terpecah dalam dua kubu. Kubu pertama mendukung Sunan Kudus dengan Jipang Panolan-nya. Sedangkan kubu kedua mendukung Jaka Tingkir atau Adipati Adiwijaya dengan Pajang-nya.

Pendukung Sunan Kudus adalah mereka-mereka yang berhalauan keras. Sedangkan pendukung Jaka Tingkir adalah mereka-mereka yang dulu memberikan dukungan kepada Sultan Trenggana ditambah sisa-sisa lasykar Majapahit yang berkedudukan di Jawa bagian tengah. Para lasykar ini merapatkan barisan dibelakang Jaka Tingkir, putra Ki Ageng Pengging yang sangat mereka hormati. ( Ki Ageng Pengging dan putranya, Jaka Tingkir sesungguhnya beragama Shiwa Buddha, oleh karena itu, sampai sekarang tidak ada makam dari kedua tokoh ini. Jaka Tingkir tidak pernah berguru kepada Sunan Kudus maupun Sunan Kalijaga. Namun, kepada Sunan Kalijaga, Jaka Tingkir sangat-sangat menaruh hormat. Murid-murid Sunan Kalijaga, adalah dari trah Tarub yang kelak menurunkan Panembahan Senopati, pendiri Kesultanan Mataram Islam. Sudah saatnya sejarah diluruskan. : Damar Shashangka).

Dipihak Sunan Kudus, Arya Penangsang, putra Pangeran Suryawiyata, telah ditampilkan sebagai pemimpin kubu Putihan. Arya Penangsang yang masih berusia 26 tahun saat itu, tumbuh menjadi sosok pemuda yang ahli bela diri dan olah kanuragan berkat bimbingan Sunan Kudus secara khusus! Nama Arya Penangsang sangat ditakuti. Disamping terkenal keras perangainya, kesaktian yang dimilikinya juga membuat lawan berfikir seratus kali untuk berhadapan dengan putra Pangeran Suryawiyata ini!

Begitu Sunan Prawata dikukuhkan sebagai Sultan Demak IV, tampuk pemerintahan Jipang Panolan yang telah vacuum untuk beberapa tahun semenjak pemberontakan Pangeran Suryawiyata yang menemui kegagalan, tanpa persetujuan Sultan Demak, Arya Penangsang langsung dikukuhkan sebagai Adipati Jipang Panolan. Dan Sunan Kudus, bermain dibalik peristiwa itu!

Peristiwa penobatan ini mengejutkan pihak yang berseberangan dengan Jipang Panolan dan antek-anteknya. Tak urung, Jaka Tingkir atau Adipati Adiwijaya didukung beberapa Adipati yang pro dengannya, menyarankan kepada Sultan Demak IV untuk segera mengambil tindakan tegas! Jipang Panolan adalah wilayah Demak Bintara, tidak sepatutnya terjadi pengangkatan seorang Adipati tanpa persetujuan Sultan Demak sendiri!

Situasi politik Demak Bintara mulai memanas. Manakala Sultan Demak IV sudah berencana melepas jabatan Arya Penangsang sebagai Adipati dan hendak menggantikannya dengan seorang pejabat lain, terdengar kabar yang sangat mengejutkan, bahwa Sultan Demak IV atau Sunan Prawata, tewas terbunuh berikut sang permaisuri!

Demak Bintara terguncang! Dan yang lebih mengejutkan lagi, selain jenazah Sultan dan permaisuri, ditempat kejadian juga terdapat jenazah seorang laki-laki misterius dengan sebilah keris menancap didadanya dan keris tersebut tak lain adalah Keris Kyai Brongot Setan Kober, pusaka milik Sunan Kudus!

Tidak ada saksi mata lain saat peristiwa berdarah itu terjadi kecuali sosok Arya Pangiri, putra Sultan yang masih kecil. Arya Pangiri selamat karena dia bersembunyi dibawah kolong ranjang sewaktu peristiwa itu terjadi!

Sultan Demak, sang permaisuri berikut putranya Arya Pangiri sebenarnya adalah target pembunuhan. Tapi, Arya Pangiri berhasil lolos dari maut!

Ratu Kalinyamat, bibi Arya Pangiri, adik Sultan Demak IV (Baca catatan saya Jaka Tingkir : Damar Shashangka) segera membaw Arya Pangiri secepatnya ke Jepara. Keselamatan Arya Pangiri tengah terancam dan Ratu Kalinyamat tahu betul siapa dalang dibalik pembunuhan keluarga Sultan Demak, kakaknya itu.

Ratu Kalinyamat diam-diam juga membawa Keris Kyai Brongot Setan Kober yang menancap ditubuh jenazah misterius yang dapat dipastikan adalah salah seorang pembunuh Sultan Demak berikut permaisuri. Ratu Kalinyamat bertindak cepat. Dia tahu, di istana Demak dan ditubuh angkatan bersenjata Demak, sudah berkeliaran antek-antek Jipang Panolan. Sebelum bukti otentik pembunuhan tersebut dihilangkan oleh mereka-mereka yang pro Jipang Panolan, Ratu Kalinyamat mengamankannya terlebih dahulu.

Tidak ada orang lain lagi yang memiliki Keris Kyai Brongot Setan Kober kecuali Sunan Kudus. Dan konon kabarnya, keris ini telah diwariskan kepada Arya Penangsang begitu dia dikukuhkan secara sepihak sebagai Adipati Jipang Panolan.

Menurut kesaksian Arya Pangiri, pada malam itu dia tengah tidur bersama Rama dan Ibu-nya. Tapi mendadak, dia dibangunkan oleh ibunya ditengah-tengah tidur pulasnya. Dia disuruh masuk kebawah kolong ranjang dan diperintahkan tidak boleh keluar dan tidak boleh bersuara sedikitpun!

Arya Pangiri yang masih kecil dan penasaran ditengah ketercekamannya mencoba mengintip apa yang tengah terjadi. Dia melihat dua orang masuk ke kamar Rama-nya melalui pintu kamar setelah mencongkelnya. Arya Pangiri tahu, ada beberapa orang lagi yang tengah berada diluar kamar dan tidak ikut masuk.

Terjadi percakapan antara Rama-nya dengan salah seorang penyusup. Percakapan yang sempat didengar oleh Arya Pangiri adalah jawaban dari Ramanya :

“Bunuhlah aku. Akulah yang bertanggung jawab atas kematian paman Suryawiyata. Tapi jangan kalian ikut sertakan istriku!”

Setelah itu Arya Pangiri mendengar suara gaduh dan jeritan dari Rama dan Ibu-nya hamper bersamaan. Lantas terdengar suara Ramanya berteriak :

“Mengapa kamu ikut sertakan istriku!”

Suara gaduh terdengar kembali, diiringi erangaan kesakitan. Lantas lengang…

Arya Pangiri yang ketakutan baru berani keluar setelah prajurid Demak mengeluarkanya dari bawah kolong ranjang. Dan begitu melihat apa yang sebenarnya terjadi, maka Arya Pangiri menangis sejadi-jadinya. Diatas ranjang, Ramanya tengah rebah kebelakang dalam posisi bersila, dan tepat dibelakang Ramanya, Ibu-nya tengah rebah. Keduanya bermandikan darah.

Dari posisi kematian Sultan dan permaisuri, jelas terlihat, Sultan ditusuk keris hingga tembus punggung. Dan keris itu menghunjam pula ke tubuh permaisuri yang tengah merapatkan tubuhnya ke punggung Sultan! Jelas, sang permaisuri menyengaja untuk ikut mati bersama-sama dengan suaminya!

Sedangkan jenazah laki-laki misterius yang terkapar tak jauh dari pintu kamar, diduga tewas akibat lemparan keris yang dilakukan oleh Sultan sebelum menghembuskan nafas yang terakhir. Betapa kuatnya Sultan, dia menarik keris yang menancap di dadanya lantas melemparkannya tepat kepada salah seorang penyusup. Ditambah lagi dengan kondisi cacat mata, jelas Sultan Demak IV, bukan orang sembarangan!

Mendengar penuturan Arya Pangiri dan melihat bukti-bukti yang ada, Ratu Kalinyamat menyimpulkan, Sunan Kudus dan Arya Penangsang adalah sosok yang harus bertanggung jawab atas peristiwa pembunuhan itu! Para penyusup yang telah berhasil membunuh Sultan beserta permaisuri, adalah anggota pasukan khusus Jipang Panolan yang dikenal dengan nama Pasukan Sureng! Pasukan yang dilatih khusus untuk menyusup dan melakukan operasi pembunuhan! Pasukan ini memang sudah didengar oleh beberapa kalangan pejabat di Demak Bintara! Dan kini, kehebatan pasukan ini telah terbukti! Jipang Panolan tidak bisa dianggap remeh sekarang!

Ratu Kalinyamat segera mengambil tindakan tegas. Dia langsung mengukuhkan suaminya, Pangeran Hadiri atau Sunan Kalinyamat sebagai Sultan Demak V. Tindakan ini diambil karena dalam hukum yang dipakai pemerintahan Demak Bintara, seorang wanita diharamkan memimpin suatu pemerintahan! (Mengenai siapa Sunan Kalinyamat atau Pangeran Hadiri, silakan baca catatan saya Jaka Tingkir : Damar Shashangka).

Situasi politik Demak semakin memanas. Di pihak Pajang, persiapan-pun dilakukan! Karena sudah jelas, pihak Jipang Panolan sudah berani memulai aksinya! Bahkan terdengar kabar, beberapa daerah telah diserang oleh Jipang Panolan. Dan daerah-daerah yang berhasil ditaklukkan, dimasukkan ke wilayah Jipang Panolan.

Jipang Panolan rupanya sudah siap untuk mendirikan sebuah Kesultanan baru yang lepas dari Kesultanan Demak Bintara!

Pembunuhan Sunan Kalinyamat

Setelah mengadakan musyawarah yang sangat serius dengan para pembesar Kesultanan, Ratu Kalinyamat beserta suaminya, Sunan Kalinyamat memutuskan untuk datang bertandang ke Pesantren Kudus.

Sunan Kudus memang masih menjabat sebagai salah seorang Penasehat Agung Kesultanan Demak. Jabatan ini bermakna politis. Namun disamping itu, sudah diketahui umum bahwa Sunan Kudus-pun adalah seorang pemimpin Pesantren yang memiliki banyak santri. Dia dianggap sebagai seorang sesepuh dan dituakan.

Sebagai seorang Penasehat, kedudukan Sunan Kudus memang masih dibawah kedudukan Sultan Demak, tapi kedudukannya sebagai seorang pemimpin Pesantren yang berbasiskan moral, maka dia dianggap sebagai seorang Guru. Seseorang yang patut dipatuhi dan patut dijadikan suri tauladan.

Oleh karena itulah, sengaja Sultan Demak V atau Sunan Kalinyamat beserta Ratu Kalinyamat, menyengaja datang sendiri ke Pesantren Kudus. Ini dimaksudkan, kedatangan mereka berdua lepas dari hierarki sebuah pemerintahan. Sultan Demak V beserta istri datang ke Pesantren Kudus sebagai seorang siswa yang tengah menghadap Gurunya, walaupun mereka bukan siswa langsung Pesantren Kudus.

Kedatangan rombongan Sultan Demak V mengejutkan seisi Pesantren Kudus. Mau tidak mau, walaupun kedatangan Sultan Demak V dan Ratu Kalinyamat bukanlah atas nama Kesultanan namun atas nama pribadi, tetap saja, kedatangan mereka memancing penyambutan yang meriah!

Para santri segera berjajar sembari menabuh rebana dan menyanyikan shalawat Nabi menyambut kedatangan rombongan Sultan!

Tepat pada waktu itu, banyak terlihat pasukan Jipang Panolan tengah berada disana! Baik Sultan Demak V maupun Ratu Kalinyamat, melihat itu. Para pasukan Jipang tidak satupun yang ikut melakukan penyambutan. Disudut halaman Pesantren, terlihat sebuah kuda berbulu hitam yang berhiaskan perhiasan-perhiasan indah. Ratu Kalinyamat tahu, itu adalah kuda kesayangan Arya Penangsang yang dikenal dengan nama Kyai Gagak Rimang. Berarti, saat ini, Arya Penangsang juga tengah bertandang ke Pesantren Kudus. Situasi yang agak tidak menyenangkan terjadi antara pasukan Demak dengan pasukan Jipang. Ratu Kalinyamat segera memerintahkan pemimpin pasukan agar memastikan, mengambil tempat terpisah dengan pasukan Jipang dan jangan mengambil tindakan apapun jika tidak ada perintah darinya!

Sunan Kudus beserta istri dan keluarga, menyambut kedatangan Sultan Demak V atau Sunan Kalinyamat beserta istri, Ratu Kalinyamat. Mereka berdua diterima di Pendhopo. Namun, tak tampak Arya Penangsang ikut menyambut kedatangan Sultan. Menyadari akan hal itu, Ratu Kalinyamat benar-benar merasa diremehkan dan ditantang!

Sultan Demak V beserta Ratu Kalinyamat memohon kepada Sunan Kudus agar bisa berbicara bertiga. Sunan Kudus mengabulkan. Dan mereka akhirnya menuju ruang dalam bertiga.

Setelah berbasa-basi berbagi keselamatan, maka Ratu Kalinyamat-pun segera menyampaikan maksud kedatangan mereka :

“Bapa Sunan, kedatangan kami kemari sesungguhnya ibarat kedatangan seorang murid kepada Guru-nya. Walaupun kami bukan murid resmi Pesantren Kudus, namun secara tidak langsung, kami menghargai Bapa Sunan sebagai Guru kami pula.”

Sejenak Ratu Kalinyamat diam, lantas :

“Dan, kami memandang Bapa Sunan adalah panutan kami, sosok yang memberikan suri tauladan bagi kami. Jadi, sekiranya kami meminta keadilan kepada Bapa Sunan, bukankah itu juga sudah sewajarnya?”

Sunan Kudus tersenyum, dan menjawab :

“Memberikan keadilan adalah kewajiban seorang Sultan. Aku bukan seorang Sultan, anakmas Sunan Kalinyamat-lah seorang Sultan. Dia yang seharusnya berhak memberikan keadilan.”

Ratu Kalinyamat tersenyum, dan berkata :

“Bukan keadilan dari seorang Sultan yang tengah kami harapkan, tapi keadilan dari seorang Guru kepada muridnya yang telah berbuat dosa!”

Sunan Kudus terdiam.

Ratu Kalinyamat mengeluarkan sebuah benda yang terbungkus kain putih dari dalam peti kayu berukir yang dia bawa. Benda terbungkus kain putih tersebut dipegangnya dengan tangan kanan, lalu dibuka penutup kainnya…

Sunan Kudus memincingkan mata melihat isi didalam bungkusan kain putih tersebut…

Dan Ratu Kalinyamat kembali berkata :

“Kami tahu pemilik benda ini kini tengah bersembunyi bagai seorang pengecut diruang belakang Pesantren. Kami meminta keadilan Bapa Sunan kepada pemilik benda ini. Pastinya, Bapa Sunan mengerti apa maksud kami!”

Tegas suara Ratu Kalinyamat.

Sunan Kudus menarik nafas. Dilihatnya benda yang ditunjukkan oleh Ratu Kalinyamat tak lain adalah Keris Kyai Brongot Setan Kober. Keris pusaka miliknya yang kini telah diwariskan kepada Arya Penangsang.

“Saya bukan seorang Sultan…!” Sunan Kudus tiba-tiba berkata.

“Keadilan dari seorang Guru! Bukan dari seorang Sultan!”, potong Ratu Kalinyamat berani!

Kembali Sunan Kudus terdiam.

Dan pada akhirnya, Sunan Kudus menyanggupi untuk memberikan keadilan kepada Arya Penangsang. Namun memberikan sebuah keadilan tidak segampang membalikkan telapak tangan. Sunan Kudus menjanjikan, tujuh hari lagi, Sunan Kudus akan menyerahkan Arya Penangsang ke Demak untuk menerima hukuman Qisas atau hukum mati pancung kepala jika memang terbukti Arya Penangsang adalah dalang pembunuhan Sultan Demak IV atau Sunan Prawata!

Ratu Kalinyamat maupun Sunan Kalinyamat, walaupun meragukan kesungguhan Sunan Kudus, terpaksa menerima janji tersebut. Dan keduanya akhirnya mohon diri.

Begitu Ratu Kalinyamat dan Sunan Kalinyamat telah meninggalkan Pesantren Kudus, Arya Penangsang menghadap Sunan Kudus. Dia menanyakan kebenaran janji yang telah diucapkan Sunan Kudus barusan. Dan Sunan Kudus berkata :

“Menurut hukum syariat, jika terjadi pembunuhan, dan keluarga korban menuntut, maka tidak ada alasan untuk menolak pelaksanaan hukum Qisas atau pancung kepala. Kecuali keluarga korban mau menerima diyat atau harta pengganti dari sang pembunuh sebagai wujud perdamaian antara kedua belah pihak.”

Arya Penangsang menukas :

“Dan tidak mungkin Nimas Kalinyamat mau menerima diyat dari saya. Maka sekalian, untuk menyingkirkan lawan-lawan saya sekaligus menghindari jatuhnya hukuman mati kepada saya, maka akan saya bungkam mulut Nimas Kalinyamat untuk selamanya agar tidak bisa menuntut saya lagi!”

Sunan Kudus terdiam. Lantas berkata :

“Terserah kamu! Tapi lakukan diluar wilayah Kudus!”
Arya Penangsang menyembah lantas bergegas keluar menemui Patih Matahun, Patih sepuh Jipang Panolan. Arya Penangsang memerintahkan, melakukan penghadangan rombongan Sultan Demak V. Dan perintah utamanya adalah : BUNUH SUNAN KALINYAMAT BESERTA RATU KALINYAMAT!

Setelah menerima perintah, Patih Matahun segera menyiapkan seluruh pasukan Jipang Panolan. Tidak memakan waktu lama, pasukan Jipang Panolan segera berangkat! Kuda-kuda digebrak nyalang menimbulkan bunyi ringkikan riuh rendah bercampur teriakan-teriakan komando!

Pasukan Jipang, bergerak menyusul rombongan Sultan Demak V! Tujuannya jelas MENYINGKIRKAN RATU KALINYAMAT DAN SUNAN KALINYAMAT HARI ITU JUGA!

Sekali lagi, darah akan tertumpah dibumi Jawa!


Bagian 2
Rombongan Sultan Demak V atau Sunan Kalinyamat telah jauh meninggalkan wilayah Kudus. Tak terbersit sedikitpun dibenak Sunan Kalinyamat jikalau dibelakang mereka kini tengah mengejar sepasukan tempur Jipang Panolan. Hanya Ratu Kalinyamat yang mendapatkan firasat yang tidak mengenakkan.

Dan firasat itu terbukti ketika dari arah belakang, seorang penunggang kuda tengah memacu kudanya dengan kencang, menyusul kereta yang dinaiki Sunan Kalinyamat beserta Ratu Kalinyamat. Sang penunggang kuda itu berpakaian layaknya rakyat biasa, kini nampak tengah berusaha mendekati Lurah Prajurid Pengawal Sultan.

Ratu Kalinyamat tanggap, sang penunggang kuda itu tak lain adalah anggota Pasukan Telik Sandhibaya atau Pasukan Mata-Mata Demak Bintara. Nampak, Lurah Prajurid Pengawal Sultan, setelah melihat tanda anggota yang ditunjukkan oleh sang penunggang kuda, seketika memerintahkan seluruh rombongan berhenti.

Sang penunggang kuda yang baru datang nampak turun dari punggung kuda, menghaturkan sembah sembari mendekati Lurah Prajurid Pengawal. Terjadi percakapan sebentar. Disusul, Lurah Prajurid Pengawal-pun kemudian turun dari pungung kuda, dan berdua mereka berjalan menuju Kereta yang dinaiki Sunan Kalinyamat dan Ratu Kalinyamat.

Keduanya menghaturkan sembah dan melaporkan bahwa, dibelakang rombongan, kini tengah mengejar sepasukan tempur Jipang Panolan dengan bersenjatan lengkap!

Sunan Kalinyamat terkejut, namun tidak dengan Ratu Kalinyamat. Dia memincingkan mata, diam sejenak, lantas segera memerintahkan seluruh pasukan untuk mempersiapkan diri. Perintah Ratu Kalinyamat jelas, yakni bersiap untuk menghadapi pasukan Jipang Panolan apapun yang dikehendaki. Jikalau pihak Jipang Panolan menginginkan perang, maka hari ini juga, Ratu Kalinyamat akan memenuhi keinginan pasukan Jipang!

Dua orang prajurid ditugaskan menuju ibu kota Demak untuk menyampaikan perintah tertinggi Sultan Demak V yang diwakili Ratu Kalinyamat kepada seluruh angkatan bersenjata Demak agar mempersiapkan diri untuk memulai perang terbuka dengan pihak Jipang Panolan!

Ratu Kalinyamat sendiri yang memimpin rombongan Pasukan Pengawal. Dia kini keluar dari kereta dan menaiki seekor kuda. Ratu Kalinyamat terlihat gagah dan anggun ketika duduk diatas pungung kuda. Sorot matanya garang, sangat kontras dengan kecantikan wajahnya. Namun, walaupun begitu, malahan nampak terlihat semakin anggun!

Seluruh pasukan telah bersiap ditempat masing-masing menunggu komando. Medan perbukitan yang kini tengah mereka jajaki, telah siap mereka jadikan ajang pertempuran!

Dan benar! Dari arah berlawanan, sepasukan prajurid berkuda nampak datang! Jelas, atribut yang mereka kenakan memang berasal dari pasukan Jipang Panolan! Dari kejauhan, melihat pasukan Demak telah siap tempur, pasukan Jipang yang baru datang tersebut langsung menghunus senjata masing-masing dan langsung menyerbu pasukan Demak!

Ratu Kalinyamat dengan tenang menghunus kerisnya. Diangkatnya tinggi-tinggi keris tersebut dengan tangan kanannya. Lantas setelah dirasa sudah saatnya, Ratu Kalinyamat sontak lantang berteriak memberikan komando !

“Seraaaaaang!!!”

Gemuruh dan hiruk pikut suara pasukan Jipang Panolan yang tengah maju kini berbaur dengan gemuruh pekikan pasukan Demak yang juga maju menyambut kedatangan mereka!

Pertempuran tak terelakkan lagi! Ratu Kalinyamat dan Sunan Kalinyamat yang kini juga ikut turun dari kereta berganti menaiki seekor kuda, mengamuk di medan laga! Satu dua prajurid Jipang terbabat keris Ratu Kalinyamat tepat dileher! Sontak menjerit kesakitan dan sekarat dengan leher menganga mengucurkan darah segar!

Sungguh luar biasa sosok Ratu Kalinyamat! Dibalik kecantikan dan keanggunannya, kini dia berubah menjadi harimau betina yang pilih tanding! Kerisnya menyambar ke sana kemari, sangat cepat dan lihai!

Dipihak Jipang, pasukan dipimpin oleh Patih Matahun. Patih sepuh yang semenjak dulu setia mengabdi kepada Pangeran Suryawiyata dan sempat menghilang beberapa tahun semenjak pemberontakan Pangeran Suryawiyata dapat dipatahkan, kini, setelah Arya Penangsang tampil kedepan, Patih sepuh ini ikut tampil kembali.

Banyak prajurid Demak yang meregang nyawa terkena amukan Patih Matahun! Kelincahannya sangat mengagumkan! Kerisnya mencicit kesana kemari mengincar nyawa pasukan Demak!

Tingkah Patih Matahun menyita perhatian Ratu Kalinyamat. Harimau betina ini menggeram! Digebraknya kuda dan dengan sangat berani menyibak pertempuran dan melaju ke garis depan! Tujuan Ratu Kalinyamat tak lain adalah Patih Matahun!

Jika berkelahi dengan tangan kosong, Ratu Kalinyamat mungkin kalah tenaga dengan Patih Matahun. Namun jika beradu keahlian bermain keris, maka jangan sekali-kali meremehkan Ratu Kalinyamat!

Keris Ratu Kalinyamat mencicit tak terduga menelusup daerah vital lawan! Banyak prajurid Jipang yang ciut nyalinya melihat kelihaian Ratu Kalinyamat dalam bermain keris. Satu dua prajurid Jipang meregang nyawa sia-sia manakala hendak mencoba menghadang laju kuda harimau betina ini!

Dan Patih Matahun baru menyadari jika kini Ratu Kalinyamat tengah menuju ke arahnya! Patih sepuh ini segera bersiap diri. Ratu Kalinyamat terkenal mahir bermain keris dan Patih Matahun tidak berani sembarangan menghadapi perempuan cantik ini!

Dan benar! Begitu jarak mereka sudah sedemikian dekat, sembari terus memacu kudanya kencang, Ratu Kalinyamat menyabetkan keris kearah Patih Matahun! Serangan itu mengincar leher! Patih Matahun mencoba menghindar dengan cara memutar kudanya! Tapi ternyata, begitu jarak keris sudah sedemikian dekat, mendadak Ratu Kalinyamat mengubah serangan mengarah perut! Begitu cepat dan tak terduga! Patih Matahun kaget setengah mati! Tak urung, perutnya terkena sabetan keris Ratu Kalinyamat! Untung cuma tergores! Namun bagaimanapun juga, lukanya cukup lumayan!

Patih Matahun menggeram marah! Putri Sultan Trenggana ini ternyata memang mahir bermain keris! Jarang bisa ditemukan sosok seperti ini, walaupun seorang laki-laki sekalipun! Patih Matahun kini tidak berani main-main lagi!

Pertempuran semakin sengit!! Denting senjata diiringi teriakan-teriakan nyalang terdengar disana-sini! Diselingi pekik kesakitan dari mereka-mereka yang tengah terbabat senjata lawan atau yang tengah menggelepar meregang nyawa! Mayat telah banyak bergelimpangan dengan darah membasah!

Namun, jumlah pasukan Demak memang kalah banyak dengan jumlah pasukan Jipang! Pelahan dan pasti, pasukan Demak terpukul mundur!

Dan yang mengejutkan, terdengar teriakan-teriakan pasukan Jipang Panolan ditengah-tengah pertempuran. Teriakan-teriakan itu bersahut-sahutan :

“Sultan Demak wis matii!!! Sultan Demak wis matii!!”
(Sultan Demak tewas!! Sultan Demak tewas!!)

Ratu Kalinyamat terkejut mendengar bunyi teriakan-teriakan itu! Konsentrasinya seketika buyar! Patih Matahun tak menyia-nyiakan kesempatan itu! Ditubruknya tubuh Ratu Kalinyamat ! Patih Matahun meompat dari punggung kuda menabrakkan tubuhnya ke tubuh Ratu Kalinyamat!

Ratu Kalinyamat yang tak menduga akan hal itu tak sempat menghindar! Tubuhnya kontan tertimpa tubuh Patih Matahun! Keduanya jatuh terguling-guling diatas tanah! Dan celakanya, keris ditangan Ratu Kalinyamat terlepas dari genggaman!!

Sigap Ratu Kalinyamat bangkit dari tanah! Namun Patih Matahun lebih sigap lagi! Patih sepuh itu nampak kesetanan! Keris ditangannya mencicit mengarah dada Ratu Kalinyamat!

Ratu Kalinyamat bagai harimau kehilangan taring! Dia mencoba menghindar dan terus menghindar tanpa bisa membalas serangan!!

Ditempat lain, pasukan Demak mulai kocar-kacir! Kondisi pertempuran telah berubah drastis! Pasukan Demak terdesak hebat! Sebentar lagi, pasukan Demak akan menemui kekalahan!!

Ratu Kalinyamat panik! Serangan Patih Matahun terus mencercanya! Hingga disuatu ketika, posisi tempat Ratu Kalinyamat berdiri, kini tengah berada dibibir tebing! Mata Ratu Kalinyamat memerah! Nafasnya turun naik!! Dia memperhatikan Patih Matahun yang kini sudah dibantu oleh beberapa pasukan Jipang! Ratu Kalinyamat sadar, pasukan Demak sudah hampir kalah! Dan posisinya kini tengah berada diujung tanduk!

Dan, entah keberanian dari mana yang hinggap di benak Ratu Kalinyamat. Begitu mendapati dirinya terdesak, sontak, dia berbalik arah dan nekad terjun ke tebing dibelakangnya!

Patih Matahun yang hendak menabraknya terlambat! Tubuh Ratu Kalinyamat telah meluncur ke bawah dengan meninggalkan jeritan yang menggema!!

Patih Matahun kebingungan mengamati ke bawah tebing dimana Ratu Kalinyamat tadi melompat! Namun tidak lama, segera setelah itu dia memerintahkan beberapa prajurid untuk menuruni tebing dari sisi lain! Beberapa prajurid Jipang segera bergerak mencari jalan ke bawah!

Dimedan laga, prajurid Demak banyak yang tewas! Sisanya melarikan diri. Dan mayat Sunan Kalinyamat terlihat dibawa menepi oleh beberapa prajurid Jipang!

Hampir seharian, pencarian keberadaan Ratu Kalinyamat tidak mendapatkan hasil sama sekali. Patih Matahun menyimpulkan, putri Sultan Trenggana itu telah tewas didasar tebing. Dan berarti tugas mereka untuk membunuh Sunan Kalinyamat dan Ratu Kalinyamat telah berhasil dengan gemilang!

Kini, Patih Matahun dengan pasukan Jipang yang tersisa, tinggal kembali ke Jipang Panolan untuk menggabungkan diri dengan pasukan Jipang yang lebih besar, yang dipimpin oleh Arya Penangsang. Pasukan Jipang Panolan tengah mempersiapkan diri untuk bergerak ke ibu kota Demak Bintara.

Keesokan harinya, pasukan Jipang Panolan benar-benar bergerak ke ibu kota Demak Bintara! Angkatan bersenjata Demak yang memang telah mempersiapkan diri pula, menyambut pasukan Jipang Panolan walaupun mereka telah kehilangan sosok Sultan!

Dan tentu saja, sosok panutan tertinggi memang sangat berpengaruh bagi kondisi kejiwaan para prajurid. Pasukan Demak telah kehilangan semangatnya! Bahkan banyak kesatuan-kesatuan yang menyeberang ke pihak Jipang Panolan! Peperangan antara Jipang dengan Demak Bintara tidak memakan waktu lama! Demak Bintara berhasil ditaklukkan dengan sangat mudah!!

Para personil angkatan bersenjata Demak yang anti Jipang, banyak yang melarikan diri ke Kadipaten Pajang. Mereka mengabarkan kejatuhan Demak Bintara ditangan Arya Penangsang . Mengabarkan wafatnya Sultan Demak V beserta Ratu Kalinyamat, dan kini mereka hendak bergabung kedalam angkatan bersenjata Pajang!

Pajang gempar!! Adipati Adiwijaya atau Jaka Tingkir yang memang sudah lama mempersiapkan diri untuk menghadapi situasi seperti ini, segera memerintahkan angkatan bersenjata Pajang untuk semakin mempersiapkan diri berperang dengan Jipang Panolan!

Situasi benar-benar memanas! Peperangan antara Jipang Panolan yang mayoritas diperkuat barisan Islam Putihan dengan Pajang yang mayoritas diperkuat barisan Islam Abangan dan Shiwa Buddha, sudah tampak didepan mata!

Bahkan terdengar kabar sekali lagi, Jepara kini telah diserang oleh Jipang Panolan!

Para Senopati Pajang telah meminta kepada Adipati Adiwijaya untuk mengeluarkan maklumat perang dengan Jipang Panolan. Namun atas saran Ki Mas Manca, Ki Wila, Ki Wuragil, Ki Ageng Pamanahan dan Ki Juru Martani, seyogyanya Adipati Adiwijaya untuk sementara waktu melihat reaksi Dewan Wali Sangha atas peristiwa tersebut. Jika Dewan Wali Sangha nampak tidak menyetujui tindakan Arya Penangsang, maka tidak ada salahnya jika Pajang mengangkat senjata secara terbuka. Namun manakala pihak Dewan Wali Sangha malah merestui tindakan Arya Penangsang, maka harus dicari jalan lain demi menghadapi Jipang. Tidak boleh terlihat dipermukaan bahwa Pajang melawan Jipang jika Dewan Wali berpihak kepada Jipang. Namun harus ada tangan ketiga yang seolah-olah lepas dari Pajang yang harus menghadapi Jipang Panolan!

Sikap Dewan Wali belum jelas. Namun sikap Sunan Kudus sudah terbaca. Sunan Kudus menyetujui tindakan Arya Penangsang! Adipati Adiwijaya harus sabar menunggu reaksi Dewan Wali Sangha. Sebab jika gegabah menyerang Jipang, dan ternyata Dewan Wali merestui Jipang, bisa jadi, Cirebon dan Banten akan diperintahkan Dewan Wali membantu Jipang. Itu berarti, Pajang harus menghadapi tiga kekuatan sekaligus!

Adipati Adiwijaya sebenarnya sudah tidak sabar ingin berhadapan dengan Arya Penangsang yang katanya tak terkalahkan tersebut! Biarpun Sunan Kudus berada dibelakang Arya Penangsang, Adipati Adiwijaya alias Jaka Tingkir, tidak gentar sedikitpun! Namun saran dari pembantu-pembantu terdekatnya, memang patut dijadikan bahan pertimbangan. Walaupun istri sang Adipati, Nimas Sekaring Kedhaton, terus menangis mendengar dua orang kakak kandungnya, yaitu Sunan Prawata dan Ratu Kalinyamat, telah tewas ditangan pasukan Jipang Panolan!

Nimas Sekaring Kedhaton memohon kepada Adipati Adiwijaya agar berjanji membalaskan dendamnya kepada Arya Penangsang! Adipati Adiwijaya atau Jaka Tingkir, tidak bisa menolak permintaan istri kesayangannya tersebut!!

Namun bagaimanapun juga, reaksi dari Dewan Wali Sangha memang patut ditunggu. Setelah reaksi dari Dewan Wali keluar, maka saat itulah Pajang akan bergerak!!

Ki Ageng Pamanahan dan Ki Juru Martani.

Dipihak Pajang, telah sekian lama mengabdi dua orang keturunan Raden Bondhan Kejawen. Kedua orang ini memang sengaja dititipkan oleh Sunan Kalijaga kepada Adipati Adiwijaya. Mereka adalah Ki Ageng Pamanahan dan Ki Juru Martani.
Ki Ageng Pamanahan atau Ki Gedhe Mentaram
Ki Ageng Pamanahan adalah putra dari Ki Ageng Mangenis Sela. Ki Ageng Mangenis Sela adalah putra dari Ki Ageng Sela. Ki Ageng Sela adalah putra dari Ki Getas Pandhawa. Ki Getas Pandhawa adalah putra dari Raden Bondhan Kejawen atau Ki Ageng Tarub II. Dan Raden Bondhan Kejawen adalah putra selir Prabhu Brawijaya V dengan Dewi Wandhan Kuning atau Dewi Bondrit Cemara, putri yang berasal dari daerah Wandhan atau Banda Niera sekarang. ( Baca catatan saya Misi Peng-Islam-an Nusantara dan Jaka Tingkir : Damar Shashangka).

Sedangkan Ki Juru Martani adalah putra dari adik Ki Ageng Sela. Ki Ageng Sela memiliki tujuh orang adik perempuan. Dan salah satunya menurunkan Ki Juru Martani.

Usia Ki Juru Martani dengan Ki Ageng Pamanahan tidaklah terpaut terlalu jauh. Walaupun begitu, Ki Ageng Pamanahan tetap harus memanggil paman kepada Ki Juru Martani. Karena bagaimanapun juga, Ki Juru Martani adalah adik keponakan dari Ki Ageng Mangenis Sela, ayah Ki Ageng Pamanahan.

Kedua keturunan Raden Bondhan Kejawen ini telah lama berguru kepada Sunan Kalijaga. Dan manakala Jaka Tingkir telah berhasil menjabat sebagai Adipati Pajang dengan gelar Adipati Adiwijaya, maka atas permintaan Ki Ageng Sela, Sunan Kalijaga diminta menitipkan kedua orang ini kepada Jaka Tingkir.

Mendapati trah Tarub dititipkan oleh Sunan Kalijaga guna mengabdi di Pajang, Jaka Tingkir-pun tak mampu menolaknya. Keduanya-pun diterima sebagai pemimpin kesatuan Prajurid Pengawal Adipati yang kedudukannya berada dibawah Lurah Prajurid Pengawal langsung.

Kecakapan Ki Ageng Pamanahan membuat Jaka Tingkir atau Adipati Adiwijaya merasa tidak salah telah mempercayainya sebagai salah satu pemimpin Prajurid Pengawal. Ditambah kepintaran Ki Juru Martani dalam hal siasat politik maupun militer, membuat Adipati Adiwijaya akhirnya mengangkat Ki Ageng Pamanahan sebagai Lurah Prajurid Pengawal Adipati dan Ki Juru Martani sebagai wakilnya.

Ki Ageng Pamanahan memiliki seorang putra yang masih muda belia. Danang Sutawijaya namanya. Kedekatan Ki Ageng Pamanahan secara pribadi dengan Adipati Adiwijaya membuat Danang Sutawijaya pada akhirnya diambil putra angkat oleh Sang Adipati dan dijadikan teman bermain Pangeran Benawa, putra Sang Adipati yang usianya juga tak terpaut jauh dengan Danang Sutawijaya!

Maka, jika Adipati Adiwijaya secara pribadi dekat dengan Ki Ageng Pamanahan, Pangeran Benawa-pun sangat akrab dengan Danang Sutawijaya. Jalinan persaudaraan-pun tercipta antara keluarga Adipati dengan keluarga Ki Ageng Pamanahan.

Hingga suatu hari, datanglah seorang pemuda dusun yang memohon untuk menghadap kepada Adipati Adiwijaya. Kehadiran pemuda ini menggemparkan seisi Kadipaten karena dia mengaku telah diutus secara langsung oleh Ratu Kalinyamat!!

Tanpa menunggu waktu, Adipati Adiwijaya memerintahkan pemuda itu untuk segera menghadap kepadanya!!

Bagian 3

Kedatangan pemuda dusun yang konon diutus oleh Ratu Kalinyamat tersebut benar-benar menggemparkan seisi Kadipaten Pajang. Secepatnya Adipati Adiwijaya menyuruh pemuda itu untuk menghadap. Adipati Adiwijaya menemui sang pemuda secara pribadi dengan hanya ditemani oleh Nimas Sekaring Kedhaton, Ki Mas Manca, Ki Wila dan Ki Wuragil.

Dari penuturan pemuda dusun tersebut, tahulah Adipati Adiwijaya dan seluruh yang hadir disitu bahwasanya Ratu Kalinyamat masih diberikan umur panjang. Menurut sang pemuda, tubuh Ratu Kalinyamat dia ketemukan tengah tersangkut disebuah batang pohon besar yang kebetulan tumbuh didasar tebing.

Dalam kondisi yang terluka teramat parah, Ratu Kalinyamat ternyata masih hidup. Sangat beruntung sekali Ratu Kalinyamat karena saat terjatuh dari atas tebing, tubuhnya tidak sempat terbentur bebatuan cadas. Dan lebih beruntung lagi karena tubuhnya menimpa sebatang dahan pohon raksasa yang tumbuhnya kebetulan memang miring. Sungguh suatu keajaiban yang tidak akan mungkin bisa terulang lagi!

Sang pemuda yang kebetulan tengah mencari madu hutan, tanpa sengaja mendapati sosok tubuh seorang wanita yang penuh luka dan darah disana-sini tengah tersangkut di sebuah batang pohon. Menitik dari pakaian yang dikenakan, jelas sosok ini bukan dari kalangan rakyat biasa. Mendapati sosok itu masih hidup dan tengah sekarat, segera saja sang pemuda melupakan tujuannya semula yang hendak mencari madu ke hutan. Dia segera membopong tubuh tersebut dan membawanya pulang ke desa!

Bekel atau Kepala Desa yang mendapat laporan tentang penemuan sesosok tubuh wanita dari sang pemuda, segera datang ke rumah sang pemuda untuk melihatnya sendiri. Sang Bekel kaget melihat pakaian kebesaran Demak Bintara melekat pada tubuh wanita yang terluka parah tersebut. Segera saja Sang Bekel memerintahkan ahli pengobatan yang tinggal di desa tersebut untuk segera memberikan pertolongan secepatnya.

Beberapa tulang yang cidera, dikembalikan lagi posisinya. (Dalam pengobatan Jawa dikenal dengan Ilmu Sangkal Putung, yaitu ilmu pengobatan khusus tulang yang mampu mengembalikan posisi cidera tulang akibat benturan keras. Sampai sekarang masyarakat Jawa yang tengah mengalami cidera akibat kecelakaan, masih banyak yang meminta bantuan ahli Sangkal Putung. Dan pada kenyataannya, memang sangat mujarab. Banyak penderita yang tertolong walaupun tidak harus mendatangi Rumah Sakit : Damar Shashangka.)

Luka-luka luar maupun luka-luka dalam, pelahan dengan pasti berangsur-angsur sembuh berkat ramuan yang diracik dari berbagai tanaman. Dan satu minggu kemudian, sosok wanita yang tak lain adalah Ratu Kalinyamat tersebut, baru bisa diajak bicara. Dan terkejutlah seisi penghuni desa tak terkecuali Sang Bekel mendapati pengakuan dari wanita tersebut bahwasanya dirinya tak lain adalah Ratu Kalinyamat, permaisuri Sultan Demak V yang kini telah tewas akibat terbunuh oleh pasukan Jipang Panolan!

Satu bulan kemudian, Ratu Kalinyamat telah mampu bangkit dari ranjang walau masih tertatih-tatih akibat cidera tulang yg dialaminya masih belum sembuh total.

Pada masa itu, interaksi antar penduduk satu desa dengan desa lain sangat-sangat terbatas. Disamping kebutuhan ekonomi mereka telah tercukupi dari hasil pertanian olahan sendiri, medan dan jalan-jalan penghubung antar daerah masih sulit dan terjal. Apalagi desa dimana Ratu Kalinyamat tertolong termasuk desa yang ada dilereng pegunungan. Maka bisa dibayangkan, betapa terisolirnya letak desa tersebut.

Bagi para penduduk desa, adalah sebuah kehormatan besar bagi mereka telah menolong seorang permaisuri Sultan Demak. Dan kepada pemuda yang dulu menemukan tubuh Ratu Kalinyamat pada mula pertama, Sang Ratu menjanjikan sebuah jabatan di pemerintahan.

Sang pemuda lantas diutus oleh Ratu Kalinyamat menyampaikan kabar keselamatannya ke Pajang. Dengan dibekali beberapa lembar Rontal yang telah ditulisi pesan pribadi dari Sang Ratu, dan setelah diwanti-wanti agar berhati-hati dijalan karena ini adalah tugas yang cukup rahasia dan berbahaya jika sampai diketahui oleh mata-mata Jipang, maka berangkatlah sang pemuda ke Pajang.

Adipati Adiwijaya berikut sang permaisuri, Nimas Sekaring Kedhaton benar-benar bersyukur kepada Hyang Widdhi mendengar kabar yang dibawa oleh sang pemuda yang kini tengah ada dihadapan mereka. Bahkan saking gembiranya, Nimas Sekaring Kedhaton meneteskan air mata bahagia.

Segera Adipati Adiwijaya membaca surat dari kakak iparnya yang diserahkan oleh sang pemuda. Nampak Sang Adipati mengerutkan dahi setelah membaca isi surat dari Ratu Kalinyamat. Disana tertulis bahwasanya Sang Ratu meminta kepada Adipati Adiwijaya supaya mengirimkan beberapa prajurid pilihan untuk mengantarkannya pulang ke Jepara. Para prajurid harus ‘nylamur lampah’ alias menyamar sebagai orang kebanyakan. Tidak hanya prajurid, Sang Ratu juga meminta agar dikirimkan pula beserta para prajurid, beberapa pelayan wanita.

Tujuan Sang Ratu ke Jepara adalah menuju sebuah gua rahasia yang tidak seorang-pun mengetahui letak gua tersebut kecuali Sang Ratu sendiri dan almarhum suaminya, Sunan Kalinyamat. Disana selain menyembunyikan diri, Ratu Kalinyamat juga bertekad akan melakukan TAPA WUDA atau TAPA TELANJANG. Ratu Kalinyamat tidak akan mengenakan selembar pakaian-pun selama Arya Penangsang belum mati terbunuh!!

Selain itu, Ratu Kalinyamat secara khusus meminta agar Adipati Adiwijaya memberikan ganjaran atau anugerah berupa uang yang sepantasnya kepada para penduduk desa yang telah berjasa menyelamatkan nyawanya. Dan khusus kepada pemuda yang telah menemukan tubuhnya ketika terluka parah, Ratu Kalinyamat memohon agar pemuda tersebut bisa diberikan kedudukan yang pantas dijajaran pemerintahan Kadipaten Pajang.

Membaca permintaan yang kedua dan ketiga dari Ratu Kalinyamat, bagi Sang Adipati tidak menjadi masalah untuk memenuhinya, namun membaca permintaan pertama dimana Sang Ratu hendak berniat menuju Jepara, membuat Adipati Adiwijaya merasa berberat hati.

Adipati Adiwijaya memutuskan agar sang pemuda untuk sementara mundur dahulu dari hadapan beliau. Dia diutus agar beristirahat untuk sementara waktu. Beliau sendiri hendak membahas isi surat Ratu Kalinyamat dengan Nimas Sekaring Kedhaton, Ki Mas Manca, Ki Wila dan Ki Wuragil secara pribadi.

Sang pemuda diantar beberapa prajurid pengawal Adipati menuju tempat peristirahatan yang telah disediakan baginya.

Tapa Telanjang Ratu Kalinyamat.

Jepara kini telah dikuasai oleh Jipang Panolan. Bila Ratu Kalinyamat nekad kembali ke Jepara, itu sama saja dengan ‘Ula marani gepuk’ atau mencari mati. ( Ula marani gepuk adalah istilah Jawa yang artinya kurang lebih, seekor ular malah mendekati tongkat pemukul yang hendak dipergunakan untuk meremukkan kepalanya : Damar Shashangka). Begitulah Adipati Adiwijaya berpendapat.

Namun, Nimas Sekaring Kedhaton malah berpendapat lain. Saat ini, malahan tempat yang dirasa paling aman bagi kakak kandungnya memang hanyalah wilayah Jepara. Karena walaupun Jepara memang telah dikuasai Jipang Panolan, namun Ratu Kalinyamat, bagaimanapun juga, telah hapal setiap jengkal tanah Jepara.

Bahkan, Nimas Sekaring Kedhaton dulu pernah mendengar bahwa kakak kandungnya memang memiliki tempat rahasia yang khusus, tempat yang kerap kali dia pergunakan untuk menyepi dan bertapa.

Hanya Ratu Kalinyamat dan almarhum suaminya, Sunan Kalinyamat saja yang tahu dimana letak tempat tersebut. Para prajurid Jepara-pun, tidak seorang-pun yang mengetahuinya. Konon letaknya berada disekitar Gunung Danaraja. Mungkin, jika benar Ratu Kalinyamat berniat untuk menyembunyikan diri disana, pihak Jipang dapat dipastikan tidak akan bisa menemukannya!

Ki Mas Manca, Ki Wila dan Ki Wuragil condong menyetujui pendapat Nimas Sekaring Kedhaton.

Apa yang telah diputuskan oleh Ratu Kalinyamat, tentunya memang sudah dipertimbangkan secara masak. Mungkin, selain beliau berniat untuk menyembunyikan diri ditempat yang paling aman menurut beliau, diam-diam Sang Ratu juga bisa mengkoordinasikan kekuatan dari para pendukungnya yang masih ada disana. Siapa saja mereka, tentunya hanya Ratu Kalinyamat yang tahu. Ratu Kalinyamat lebih bisa berbuat sesuatu di Jepara daripada jika Sang Ratu memilih bersembunyi ke Pajang, begitu menurut pendapat Ki Mas Manca.

Setelah berunding cukup lama, pada akhirnya, Adipati Adiwijaya memutuskan memenuhi semua permintaan Ratu Kalinyamat. Dikirimkannyalah dua puluh prajurid khusus pilihan dari Pajang dengan menyamar sebagai rombongan penari keliling. Dengan membawa seperangkat Gamelan sebagai bagian dari aksi penyamaran,ditambah lima orang pelayan wanita yang menyamar sebagai para penarinya, maka dihari yang telah ditentukan, berangkatlah mereka.

Disetiap tempat, mereka sengaja menggelar pertunjukan. Hal ini demi untuk mengelabuhi para mata-mata Jipang sekiranya keberadaan mereka tengah menjadi perhatian mereka. Dan pada akhirnya sampai juga mereka di desa dimana Ratu Kalinyamat tengah menyembunyikan diri.

Ratu Kalinyamat lantas ikut rombongan Pajang tersebut dan meninggalkan desa dimana selama ini Sang Ratu telah dirawat untuk menuju ke Jepara. Dalam perjalanan ke Jepara, rombongan tersebut juga kerap menggelar pertunjukan. Namun, Sang Ratu sengaja tidak tampil ke muka umum. Hingga pada akhirnya, rombongan ini selamat sampai ke Gunung Danaraja.

Ratu Kalinyamat dan rombongan segera menuju gua rahasia yang selama ini sangat dirahasiakan oleh Sang Ratu. Dua puluh prajurid pilihan Pajang bertugas menjaga keselamatan Sang Ratu. Sedangkan lima orang pelayan wanita bertugas melayani kebutuhan Sang Ratu. Sedangkan Ratu Kalinyamat sendiri, segera memilih tempat yang tepat, tempat yang tersembunyi dan agak gelap. Dan setelah tempat tersebut dibersihkan sedemikian rupa, Sang Ratu-pun untuk sejenak beristirahat disana sembari menunggu malam menjelang.

Begitu malam telah turun, Sang Ratu dengan diantar lima pelayan wanita, keluar dari gua menuju sungai Gajahan yang terletak tak jauh dari sana. Sang Ratu membersihkan diri disungai tersebut. Selesai membersihkan diri, beliau kembali ke dalam gua.

Ditempat yang telah dipilih, Sang Ratu melepaskan seluruh busananya hingga telanjang bulat. Rambut panjangnya diurai sedemikian rupa hingga menutupi bagian payudaranya. Ratu Kalinyamat duduk bersila. Sang Ratu bertekad, tidak akan mengenakan busananya lagi sebelum Arya Penangsang mati! ( Tempat Tapa Telanjang Ratu Kalinyamat hingga sekarang menjadi tempat ziarah. Terletak di Desa Danaraja, Jepara bagian utara, dan Sungai Gajahan masih tetap mengalir disana. : Damar Shashangka)

Dalam kondisi seperti itu, hanya pelayan wanita saja yang diperbolehkan mendekati beliau.

Diam-diam, walaupun Ratu Kalinyamat juga tengah menjalani Tapa Telanjang, melalui kedua puluh prajuirid pilihan yang menjaganya, Ratu Kalinyamat mencoba menghubungi beberapa mantan petinggi Jepara yang masih loyal kepadanya. Beberapa mantan pejabat tersebut diam-diam pula bertandang menghadap ke Gunung Danaraja. Dari sini, koordinasi mulai dibangun kembali. Ratu Kalinyamat pelahan dan pasti, mulai merapatkan barisan para pendukungnya. Kekuatan Jepara yg tercerai berai akibat gempuran Jipang Panolan, diam-diam mulai menyatu kembali.

Usaha Pembunuhan Adipati Adiwijaya.

Arya Penangsang sudah bersiap untuk menyerang Pajang. Namun Sunan Kudus masih menghalanginya. Pajang terlalu kuat untuk diperangi saat ini. Seluruh kekuatan Islam Abangan, bahkan sedikit banyak kekuatan Shiwa Buddha, kini telah merapat dalam satu barisan dibawah panji Kadipaten Pajang.

Jika Dewan Wali Sangha sudah jelas-jelas memberikan dukungan kepada Jipang, maka penyerangan ke Pajang tidaklah menjadi masalah. Karena sudah dapat dipastikan, Cirebon dan Banten, mau tidak mau akan ikut memperkuat barisan Jipang manakala Dewan Wali telah mengeluarkan fatwanya!

Kekuatan Pajang sebenarnya terletak pada sosok Jaka Tingkir sebagai pewaris tahta Majapahit. Sosok Adipati Pajang ini mampu memberikan semangat romantisme yang luar biasa akan kejayaan Majapahit. Baik pengikut dari Shiwa Buddha maupun Islam Abangan, mereka semua sangat-sangat mengagungkan Majapahit.

Sunan Kudus memberikan solusi, jika Jaka Tingkir berhasil dibunuh, maka dapat dipastikan, kekuatan Pajang akan terpecah-pecah!

Model pembunuhan seperti yang pernah dilakukan kepada Sunan Prawata yang berhasil dengan gemilang, tidak ada salahnya dicoba untuk dilakukan sekali lagi kepada Adipati Pajang tersebut.

Arya Penangsang merespon solusi yang dianjurkan oleh Sunan Kudus. Dipilihnyalah empat orang anggota prajurid Sureng, prajurid khusus Jipang Panolan, untuk menjalankan tugas rahasia tersebut.

Empat anggota prajurid pilihan yang diambil dari anggota pasukan khusus segera ditugaskan menuju Pajang. Konon, Jaka Tingkir adalah sosok manusia digdaya yang tubuhnya kebal senjata tajam. Maka, sekali lagi, Keris Kyai Brongot Setan Kober yang berhasil direbut dari dalam Kereta kencana Ratu Kalinyamat dan Sunan Kalinyamat dikala penyerangan kepada kedua bangsawan tersebut tempo hari, kini dibekalkan kepada empat orang prajurid tersebut.

Dengan menyamar sebagai pedagang keliling, empat orang prajurid khusus Jipang Panolan tersebut segera berangkat menuju Pajang. Beberapa hari mereka menempuh perjalanan dan akhirnya sampai juga di ibukota Kadipaten Pajang.

Empat orang prajurid Jipang selama tiga hari menyamar sebagai pedagang keliling. Sembari pura-pura menjajakan dagangan berupa pakaian-pakaian jadi, mereka mencoba mencari informasi seputar kondisi dan situasi Kadipaten.

Sebagai seorang prajurid khusus yang telah terlatih, mereka dengan sangat cepat mampu menandai dimana titik-titik lemah penjagaan Kadipaten Pajang.

Setelah yakin akan hasil penyelidikannya, maka pada hari keempat, tepat tengah malam, mereka segera memulai aksinya.

Malam itu, Ki Ageng Pemanahan dan Ki Juru Martani belum tertidur. Keduanya masih terjaga sembari berbincang-bincang. Namun mendadak, baik Ki Ageng Pemanahan maupun Ki Juru Martani, merasakan perubahan suasana yang aneh. Kondisi Kadipaten tiba-tiba terasa senyap. Bahkan suara burung malam yang sesekali terdengar, kini mendadak tak terdengar sama sekali. Seolah seluruh makhluk penghuni malam, telah hilang begitu saja, entah kemana. Bahkan, jengkerikpun tiba-tiba tidak memperdengarkan suara khasnya.

Suasana yang terasa aneh seperti itu membuat kedua orang ini waspada. Ki Juru Martani berbisik kepada Ki Ageng Pemanahan bahwa sepertinya ada orang yang tengah menebarkan kekuatan gaib ilmu sirep, yaitu sejenis ilmu yang dipergunakan untuk membuat orang lain tertidur pulas bagaikan mati. Ki Ageng Pemanahan segera memutuskan untuk keluar dari bilik pribadi. Dengan diikuti oleh Ki Juru Martani, keduanya segera berkeliling areal Kadipaten.

Didalam bilik peraduan, Adipati Adiwijaya juga merasakan perubahan suasana yang misterius tersebut. Malam itu, Sang Adipati tidur dengan ditemani empat orang istri selir. Keempat istri selir nampak pulas tertidur disisi kanan dan kiri Sang Adipati, mereka tertidur bagaikan mati. Hanya tinggal Adipati Adiwijaya saja yang terjaga dengan benak dipenuhi tanda tanya. Ada sesuatu yang tengah terjadi. Sang Adipati kini mulai meningkatkan kewaspadaannya. Dengan tetap berbaring telentang, Adipati Adiwijaya sengaja menyelimuti tubuhnya dengan selembar kain kemben.

Situasi sangat-sangat senyap.

Mendadak dari arah pintu kamar, lamat-lamat terdengar bunyi berisik. Mata Sang Adipati nyalang melirik ke arah pintu kamar. Jelas dari arah luar, ada orang yang sengaja berusaha masuyk secara paksa kedalam. Sang Adipati waspada. Dengan tetap dalam posisi telentang berselimutkan kain kemben, Sang Adipati siaga sepenuhnya!

Tidak berapa lama berselang, dua orang bercadar berhasil membuka pintu dan langsung masuk kedalam. Yang seorang segera bergerak kearah pembaringan dan yang seorang tetap menjaga pintu! Terlihat keris dihunus dari warangka, berkilat sesaat tertimpa cahaya pelita kamar. Dengan memegang keris terhunus dan berjalan mengendap-endap, salah seorang bercadar mendekati pembaringan Adipati Adiwijaya.

Begitu jarak sudah sedemikian dekat dengan tubuh Sang Adipati, orang bercadar tersebut secepat kilat menikamkan keris kedada Sang Adipati! Keris terayun nyalang mengarah dada!

Namun terjadi keanehan! Tusukan yang telah sedemikian tepat dan mematikan tersebut mental bagaikan mengenai lempengan besi padat! Dada Sang Adipati sama sekali tidak terluka sedikitpun! Hanya kain kemben yang dijadikan selimut tersingkap!

Orang bercadar yang menusukkan keris terkejut!! Sekali lagi dihunjamkannya keris kearah yang sama! Dan sekali lagi pula, keris mental bagai mengenai lempengan logam!

Disaat itu, Adipati Adiwijaya mendadak membuka mata nyalang! Dengan menggeram marah, Adipati Adiwijaya segera menjejakkan kakinya ke dada orang bercadar yang berusaha hendak menusukkan keris sekali lagi ke arah tubuhnya! Jejakan kaki Sang Adipati tepat mengenai dada! Tubuh orang bercadar terdorong kebelakang, lantas jatuh menimpa perabotan kamar diiringi bunyi gaduh yang nyaring!!

Bunyi gaduh akibat jatuhnya tubuh orang bercadar menimpa perabotan kamar membuat keempat istri selir terbangun! Kontan begitu menyadari ada dua orang lain yang tengah hadir didalam kamar, mereka langsung menjerit ketakutan!

Dengan bertelanjang dada, Adipati Adiwijaya bangkit dari pembaringan dan langsung menyambar sebuah keris yang menyandar disudut dinding!! Adipati Adiwijaya menghunus keris tersebut seketika! Salah seorang bercadar yang sedari tadi menjaga pintu, tanpa menunggu waktu langsung menyerang Sang Adipati! Perkelahian segera terjadi! Kegaduhan pun tercipta diiringi jerit ketakutan keempat istri selir yang kini nampak berkumpul berdiri dipojok kamar !!


Bagian 4

Tusukan keris bisa dihindari oleh Adipati Adiwijaya. Bahkan dengan tak terduga, keris ditangan Sang Adipati cepat menukik ke arah perut! Orang bercadar kaget! Begitu cepat serangan tersebut! Dia berusaha menghindar selekasnya, namun karena terlalu cepatnya serangan, kulit perutnya-pun tergores juga! Dibalik cadarnya, dia meringis kesakitan!!

Salah seorang yang sedari tadi terjatuh, kini bangkit berdiri dan langsung menyerang! Kegaduhan kembali terjadi lebih dari semula! Namun, bagaimanapun juga, kedua pasukan khusus Sureng Jipang Panolan ini diam-diam harus mengakui, sosok Adipati Adiwijaya memang tangkas dan trengginas dalam bermain silat!

Belum lama pertempuran terjadi, karena terpancing suara gaduh dan jeritan para selir yg berselang-seling dengan teriakan-teriakan dari mereka yang tengah berkelahi, beberapa pasukan pengawal Adipati merangsak masuk ke dalam kamar. Nampak Ki Ageng Pemanahan dan Ki Juru Martani langsung ikut meleburkan diri dalam kegaduhan!

Sang Adipati berteriak nyalang :

“Jangan bunuh!! Tangkap hidup-hidup!!”

Apa daya dua orang menghadapi beberapa prajurid pengawal Adipati Pajang. Begitu tombak-tombak panjang yang runcing terarah ketubuh mereka, mau tak mau, mereka menghentikan serangannya dan langsung duduk bersimpuh!!

“Kangjeng Adipati, saya juga telah membekuk dua orang lain yang berada diluar!”. Ujar Ki Ageng Pamanahan sembari menyembah.

Adipati Adiwijaya menyarungkan kerisnya.

“Kurung mereka untuk sementara waktu. Obati luka-luka mereka. Besok pagi, hadapkan semuanya kepadaku!”

Ki Ageng Pemanahan menyembah lantas memrintahkan dua orang prajurid pengawal untuk mengikat tangan kedua orang bercadar yang kini tengah duduk bersimpuh! Keduanya lantas digiring keluar kamar dan dibawa ke Pakunjaran atau tempat kurungan.

Malam itu, Adipati Adiwijaya terpaksa harus tidur dikamar permaisurinya, Nimas Sekaring Kedhaton yang jadi ikut terbangun akibat kejadian tersebut. Beberapa pelayan wanita terpaksa pula membereskan seluruh perabotan pecah belah yang hancur berserakan akibat perkelahian barusan.
Malam itu, seisi Kadipaten Pajang geger!

Keesokan harinya, keempat orang yang semalam tertangkap, dihadapkan secara khusus kepada Adipati Adiwijaya. Cadar mereka telah dibuang. Kini wajah keempat-empatnya nampak jelas sudah. Mereka menundukkan muka, menunggu jatuhnya hukuman mati yang pasti akan diberikan oleh Adipati Adiwijaya!

Sang Adipati terdiam agak lama memperhatikan keempat orang yang nampak sudah sangat pasrah tersebut. Di sana, Ki Mas Manca, Ki Wila, Ki Wuragil, Ki Ageng Pemanahan dan Ki Juru Martani ikut hadir. Berikut beberapa prajurid pengawal. Suasana tegang, menantikan apa yang hendak dilakukan oleh Sang Adipati. Tak ada yang berani mengeluarkan suara sekecil apapun.

Pada akhirnya, Adipati Adiwijaya-pun angkat suara.

“Dhimas Pemanahan. Bagaimana hasilnya?”

Ki Ageng Pamanahan menyembah sejenak dan menjawab :

“Kasinggihan Dalem Kangjeng, keempat orang ini adalah prajurid Sureng dari Jipang Panolan!”

Seluruh yang hadir terkejut seketika mendengar jawaban Ki Ageng Pemanahan. Adipati Adiwijaya lekat memperhatikan keempat orang dihadapannya sembari memincingkan mata. Yang diperhatikan semakin menundukkan kepala.

Nampak kemudian, Ki Ageng Pemanahan mengeluarkan benda berbuntalkan kain putih dari balik bajunya, kemudian menyembah sejenak dan berjalan duduk menghampiri tempat Adipati.

“Mohon Kangjeng memeriksa benda ini.”

Adipati Adiwijaya menerima benda berbungkus kain putih yang dihaturkan Ki Ageng Pemanahan. Dengan menahan nafas, dibukanya kain putih penutup, begitu benda telah lepas dari penutupnya, memerahlah wajah Sang Adipati. Bibirnya tanpa sadar bergumam :

“Kyai Brongot Setan Kober!”

Suara Sang Adipati menambah keterkejutan semua yang hadir. Ditangannya kini tergenggam sebilah keris yang tak lain adalah Kyai Brongot Setan Kober, keris pusaka milik Sunan Kudus yang telah diberikan kepada Arya Penangsang.

Dada Adipati Adiwijaya bergemuruh. Ditunjukkannya keris ditangan kepada Ki Mas Manca. Ki Mas Manca memincingkan mata memperhatikan keris tersebut lekat-lekat. Sembari menarik nafas, wajah Ki Mas Manca bersemu merah!

“Bagaimana, kangmas?” , tanya Adipati Adiwijaya.

Ki Mas Manca diam sesaat. Kemudian dia menjawab :

“Terserah dhimas Adipati. Ini sudah keterlaluan!”

Keris lantas diserahkan kembali kepada Ki Ageng Pemanahan. Kini kembali Adipati Adiwijaya memperhatikan empat orang prajurid Sureng Jipang Panolan. Sang Adipati dengan suara tertahan, menanyakan langsung kepada keempat prajurid dihadapannya, benarkah Arya Penangsang yang telah memerintahkan mereka.

Salah seorang prajurid yang ditunjuk untuk menjawab, dengan terbata-bata membenarkan akan hal itu. Suasana menjadi bertambah tegang.

Adipati Adiwijaya menghela nafas, lantas berkata :

“Kalian orang Jipang, kali ini aku ampuni nyawa kalian!”

Mendengar titah Sang Adipati, semua yang mendengar tidak menduga sama sekali. Lantas kembali Sang Adipati berkata :

“Pulanglah kembali ke Jipang Panolan. Tapi Kyai Brongot Setan Kober aku ambil. Dan kepulangan kalian akan aku beri bekal emas permata dan uang ketheng yang banyak. Katakan kepada Arya Penangsang, tidak mudah membunuh Jaka Tingkir!”

Keputusan sudah diturunkan, tidak ada lagi yang berani membantah.

Keeesokan harinya, keempat prajurid Sureng dari Jipang dihantarkan oleh prajurid khusus pengawal Adipati keluar dari ibu kota Pajang untuk pulang kembali ke Jipang Panolan.

Betapa malu keempat orang prajurid Sureng tersebut mendapat perlakuan semacam itu.

Undangan Sunan Kudus

Kepulangan empat prajurid Sureng ke Jipang Panolan, bukannya membawa kabar keberhasilan yang membuat Arya Penangsang senang, namun malahan membawa malu yang mencoreng muka Arya Penangsang. Tidak hanya gagal menjalankan tugas, tapi juga meninggalkan Keris Kyai Setan Kober di Pajang!

Sudah bisa ditebak, diam-diam keempat orang prajurid ini dijatuhi hukuman penggal kepala oleh Arya Penangsang karena tidak berhasil menjalankan tugas. Ironis.

Kabar kegagalan itu dilaporkan oleh Arya Penangsang kepada Sunan Kudus. Sunan Kudus tak habis pikir, betapa tinggi ilmu kanuragan yang dimiliki Adipati Adiwijaya. Keris Kyai Brongot Setan Kober, tidak mampu melukai tubuhnya sedikitpun. Arya Penangsang mendesak Sunan Kudus agar diberi ijin untuk mengadakan penyerangan ke Kadipaten Pajang. Karena semua sudah kepalang basah. Namun lagi-lagi, Sunan Kudus menghalanginya. Sunan Kudus masih memiliki satu cara lagi. Satu cara untuk memancing Adipati Adiwijaya keluar dari sarang. Jika berhasil dipancing keluar dari sarangnya, maka untuk memusnahkan segala ilmu kanuragan yang dimilikinya dan lantas membunuhnya akan semakin mudah dilakukan.

Pada hari yang akan ditentukan, Sunan Kudus secara pribadi akan mengirimkan undangan khusus kepada Adipati Pajang. Sunan Kudus sengaja mengundang Sang Adipati guna untuk memperingati tahun baru Islam, satu Muharrom, yang hendak dirayakan oleh Pesantren Kudus. (Waktu itu, kalender Jawa belum lahir. Kalender yang dipakai adalah kalender Hijriyyah dan kalender Saka. Kedua kalender yang berasal dari tradisi Islam dan tradisi Hindhu ini dipakai secara bersamaan. Jadi waktu itu belum dikenal istilah SURO-an. Kalender Jawa baru lahir kelak oleh cicit Ki Ageng Pemanahan, cucu Panembahan Senopati, yaitu Kangjeng Sultan Agung Anyakrakusuma pada tahun 1555 Saka atau 1633 Masehi. Kalender Jawa adalah sistim penanggalan dimana kalender Hijriyyah dari Islam dan kalender Saka dari Hindhu dilebur menjadi satu kesatuan. : Damar Shashangka)

Dapat dipastikan, Adipati Adiwijaya sebagai seorang pemimpin yang disegani di Jawa, akan menghargai undangan tersebut. Undangan dari seorang anggota Dewan Wali Sangha yang tergolong sepuh. Yang punya pengaruh dan suaranya didengar di dalam Dewan Wali. Maka mau tak mau, Adipati Adiwijaya akan hadir memenuhi undangan tersebut.

Manakala Adipati Adiwijaya telah datang ke Kudus, maka Arya Penangsang yang harus menyambut kedatangannya. Sunan Kudus telah menyediakan sebuah kursi khusus yang sengaja telah diberi doa-doa untuk melenyapkan segala macam ilmu kesaktian yang dimiliki siapapun yang duduk diatasnya. Dan adalah tugas Arya Penangsang untuk mengusahakan agar Adipati Adiwijaya bisa duduk dikursi tersebut.

Disamping itu, diam-diam Arya Penangsang juga harus mempersiapkan seluruh angkatan bersenjata Jipang untuk bersiap-siap menyerang Pajang.

Jika Adipati Adiwijaya telah menduduki kursi khusus tersebut, maka saatnya bagi Arya Penangsang untuk membunuh Sang Adipati saat itu juga. Dapat dipastikan, seluruh kekuatan Adipati Adiwijaya luruh. Begitu Sang Adipati telah tewas, maka Arya Penangsang harus segera memerintahkan penyerangan besar-besaran ke Pajang.

Dengan tidak adanya Adipati Adiwijaya, Pajang, sekuat apapun, hanya akan menjadi harimau tak bertaring. Pajang akan kucar-kacir. Dan Jipang pasti bisa menjebol Pajang!

Rencana yang sangat matang tersebut disetujui Arya Penangsang. Dan menginjak bulan ke sebelas menurut kalender Islam, yaitu bulan Dzulqo’idah, Sunan Kudus mengirimkan surat undangannya ke Pajang.

Surat dari Sunan Kudus tersebut diterima oleh Adipati Adiwijaya. Isi surat segera menjadi bahasan serius Sang Adipati. Disana tertera bahwasanya Sunan Kudus mengharap dengan hormat kepada Kangjeng Adipati Pajang, Adiwijaya, untuk bersedia hadir di Kudus pada bulan Muharrom guna ikut memperingati perayaan tahun baru Islam.

Seluruh orang terdekat Adipati Adiwijaya menyarankan agar Adipati Adiwijaya berhati-hati. Bisa jadi ini adalah jebakan baginya. Namun, tidaklah etis mengabaikan undangan seorang berpengaruh di Jawa seperti Sunan Kudus dimana suaranya memiliki kekuatan dalam Dewan Wali Sangha.

Maka diputuskan, Adipati Adiwijaya akan berangkat ke Kudus dengan didampingi oleh Ki Ageng Pemanahan dan Ki Juru Martani. Sedangkan Ki Mas Manca, Ki Wila dan Ki Wuragil, akan tetap di Pajang. Menyiagakan seluruh kekuatan angkatan bersenjata Pajang jika nanti terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Adipati Adiwijaya mempercayakan Pajang kepada Ki Mas Manca manakala dia pergi ke Kudus.

Dua bulan kemudian, menjelang beberapa hari sebelum hari perayaan yang tertera dalam surat undangan dari Kudus, berangkatlah rombongan Adipati Pajang ke Kudus. Segala macam kebesaran Pajang nampak dari rombongan tersebut. Disetiap jalan yang dilalui, rombongan Pajang senantiasa mendapatkan berbagai bentuk penghormatan dari rakyat. Bahkan, ditempat-tempat mana rombongan Pajang bermalam, rakyat sangat bersuka cita menerima kehadiran mereka. Banyak yang mempersembahkan makanan dengan suka rela walaupun sebenarnya, seluruh rombongan tidak begitu memerlukannya. Perbekalan yang dibawa dari Pajang sudah lebih dari cukup.

Namun, Adipati Adiwijaya memerintahkan kepada seluruh prajurid yang ikut dalam rombongan agar menerima segala persembahan dari rakyat tersebut. Walaupun nampak remeh temeh, namun itu adalah wujud kecintaan rakyat kepada mereka semua. Jangan sekali-kali mengacuhkan persembahan makanan yang diunjukkan dengan rasa penuh kecintaan tersebut.

Beberapa hari kemudian, sampailah rombongan Adipati Pajang ke kota Kudus. Kedatangan rombongan dari Pajang ini mengagetkan masyarakat Kudus. Mereka terperangah melihat segala macam kebesaran yang terlihat. Mereka baru menyadari, bahwa Pajang ternyata sudah pantas jika menjadi sebuah Kerajaan besar. Panji-panji Pajang berkibar-kibar. Berkelebat dengan gagah diterpa angin. Nampak didepan, Adipati Adiwijaya menaiki seekor gajah diiringi beberapa prajurid berkuda diarah depan, kiri, kanan dan baru rombongan berkuda juga dibelakangnya. Seluruh orang Kudus kagum melihat kebesaran Pajang!

Rombongan itu langsung menuju ke Pesantren Kudus. Disana, para santri menyambut kedatangan rombongan Adipati Pajang dengan menabuh rebana dan menyanyikan salawat Nabi seperti kebiasaan mereka.

Diantara rombongan, Ki Ageng Pemanahan dan Ki Juru Martani, tetap mempertajam kewaspadaan mereka. Nampak, selain para santri, ada terlihat beberapa pasukan Jipang yang juga telah hadir disana. Bahkan ada beberapa pasukan dari daerah lain yang nampak ikut hadir.

Namun kedatangan rombongan dari Pajang, lebih menyita perhatian. Kebesaran Adipati Adiwijaya sangat memukau semua mata. Begitu Sang Adipati turun dari atas punggung gajah, nampak dipendhopo, beberapa santri langsung menyambutnya dan mempersilakan masuk ke pendhopo.
Seluruh rombongan turun dari kuda. Masing-masing tali kekang kuda ditambatkan ditempat yang telah disediakan. Perayaan tahun baru Islam di Kudus memang terlihat meriah.

Ki Ageng Pemanahan dan Ki Juru Martani segera mengiringi Adipati Adiwijaya. Mereka masuk ke pendhopo diikuti para prajurid khusus Pajang yang lain.

Begitu seorang santri kembali mempersilakan agar Adipati Adiwijaya masuk ke ruang dalam untuk bertemu secara khusus dengan Sunan Kudus, Ki Ageng Pemanahan segera memilih beberapa prajurid yang terlatih untuk ikut mengiringi Sang Adipati bersamanya. Sedangkan Ki Juru Mertani, tetap bertugas diluar, menyiagakan seluruh prajurid yang tidak ikut masuk bila ada hal yang tidak dikehendaki nanti.

Manakala Adipati Adiwijaya, Ki Ageng Pemanahan dan beberapa prajurid pilihan masuk keruang dalam, betapa terkejut mereka ketika disana Arya Penangsang dan beberapa prajurid khusus Jipang Panolan telah berdiri menyambut.

Baik Adipati Adiwijaya maupun Ki Ageng Pemanahan segera waspada.

Arya Penangsang langsung bergerak memeluk Adipati Adiwijaya. Setelah itu dia berkata :

“Dhimas Adiwijaya, sangat senang hatiku melihat adhimas bersedia hadir di Kudus ini.”

Adipati Adiwijaya tersenyum dan menjawab :

“ Kangmas Penangsang, hati saya-pun gembira bisa melihat kangmas juga hadir di Kudus ini.”

Diam-diam, Ki Ageng Pemanahan memberikan isyarat wspada kepada seluruh prajurid yang ikut masuk.

Terdengar Arya Penangsang kembali buka suara :

“Mari adhimas, silakan duduk disini…”

Arya Penangsang mempersilakan Adipati Adiwijaya untuk duduk disalah satu kursi yang tersedia. Namun, mendadak terbersit perasaan ganjil dihati Adipati Adiwijaya manakala matanya melihat keberadaan kursi yang dimaksud oleh Arya Penangsang. Tanpa sadar, Adipati Adiwijaya berkata :

“Ah, kangmas. Bukankah itu kursi paling bagus diantara semua kursi yang ada disini. Tak layak bagiku duduk disana. Hanya Bapa Sunan Kudus sendiri sebagai tuan rumah yang pantas mendudukinya.”

Arya Penangsang tersenyum simpul .

“Tidak mengapa dhimas, mari…”

Arya Penangsang terlihat agak memaksa. Sikap Arya Penangsang menambah ketidak nyamanan dihati Adipati Adiwijaya semakin bertambah-tambah. Terasa aneh. Adipati Adiwijaya, secara halus tetap menolak untuk duduk disana.

“Sudahlah, kangmas Penangsang. Saya akan duduk dikursi sebelahnya saja. Saya tidak enak duduk disana, sepertinya ada sesuatu dikursi tersebut.”

Arya Penangsang kaget. Namun segera dia menutupi kekagetannya.

“Memang ada apa dikursi tersebut? Apa yang dhimas takutkan?”

Adipati Adiwijaya tersenyum dan menjawab :

“Ah, mungkin hanya perasaan saya saja. Tapi jika memang tidak ada apa-apa disana, apakah kangmas berani menduduki kursi tersebut?”

Arya Penangsang sedikit kebingungan. Hal ini terbaca oleh Adipati Adiwijaya dan Ki Ageng Pemanahan.

“Mengapa kangmas? Kangmas takut duduk disana?” , sindir Adipati Adiwijaya.

Memerah wajah Arya Penangsang, dia menjawab :

“Tidak ada apa-apa disana, buat apa takut?!”

Dan dengan pongahnya Arya Penangsang langsung berjalan kearah kursi tersebut dan langsung duduk diatasnya. Padahal Sunan Kudus telah mewanti-wanti, kursi tersebut telah diisi dengan doa-doa, siapa saja yang menduduki kursi tersebut, dapat dipastikan, seluruh ilmu kanuragan yang dimiliki akan luruh seketika itu juga. (Sampai saat ini, kursi bersejarah ini masih tersimpan di Kudus. : Damar Shashangka)

Diam-diam, Sunan Kudus yang tengah mengintip dari dalam menggeram marah melihat kebodohan dan kesombongan Arya Penangsang. Namun dia belum memutuskan untuk keluar menemui Adipati Adiwijaya.

Melihat kursi yang semula ditawarkan kepadanya kini telah diduduki oleh Arya Penangsang, Adipati Adiwijaya tersenyum simpul, lantas mengambil tempat duduk yang bersebelahan dengan Arya Penangsang. Ki Ageng Pemanahan dan beberapa prajurid, segera duduk bersila dibawah.

Setelah berbasa-basi sejenak, Adipati Adiwijaya menyengaja berkata demikian :

“Oh ya kangmas, saya jadi ingat. Beberapa bulan yang lalu, Pajang kemasukan para pembunuh bayaran. Nyawa saya yang diincar. Tapi syukurlah, Hyang Widdhi masih memberikan keselamatan kepada saya…,”

Sengaja Adipati Adiwijaya menggantung kalimatnya untuk melihat reaksi Arya Penangsang. Sedikit gugup Arya Penangsang, tapi berpura-pura dia kaget.

“Benarkah? Ah berani sekali. Syukurlah jika dhimas bisa lolos dari maut dan selamat sampai hari ini.”

Adipati Adiwijaya tersenyum mengangguk, lantas :

“Dan keris yang dipakai para pembunuh untuk membunuh saya, berhasil saya ambil…”

Adipati Adiwijaya memberi isyarat kepada Ki Ageng Pemanahan. Ki Ageng Pemanahan nampak tegang. Dia lantas mendekat dan mengulurkan sebuah peti kayu jati ke arah Adipati Adiwijaya.

Adipati Adiwijaya menerimanya. Lantas membuka peti tersebut. Dikeluarkannya sebilah keris dari sana. Dipegangnya sedemikian rupa sehingga semua mata bisa melihat keris ditanganya.

“Inilah keris tersebut!”

Muka Arya Penangsang bagai dirobek-robek! Merah padam sudah! Giginya bergemeletukan. Apalagi ketika mendengar ucapak Adipati Adiwijaya selanjutnya.

“Dan saat ini, sang keris telah bertemu kembali dengan tuannya.”

Dengan wajah tenang dan bibir tersenyum, Adipati Adiwijaya menyerahkan keris tersebut kepada Arya Penangsang. Ragu Arya Penangsang menerimanya. Namun akhirnya, dengan perasaan campur aduk antara malu dan marah, diterima juga keris itu.

Terdengar kembali Adipati Adiwijaya berkata datar:

“Konon katanya keris tersebut ampuh. Tapi bagi saya terasa seperti digelitiki dengan lidi saat keris tersebut dihunjamkan didada saya.”

Amarah Arya Penangsang bangkit. Setengah menggeram dia berkata :

“Jika saya yang menggunakannya, jangankan manusia, gunung pun akan longsor, lautanpun akan kering!!” (Ungkapan sebenarnya adalah GUNUNG JUGRUG SEGARA ASAT yang artinya memang GUNUNG AKAN LONGSOR LAUTAN AKAN KERING. Menggambarkan betapa dahsyatnya benda tersebut. : Damar Shashangka)

Adipati Adiwijaya tergelitik juga, lantas Sang Adipati mencabut keris yang sedari tadi terselip dipinggang belakangnya. Kyai Carubuk nama keris Adipati Adiwijaya. Keris itu adalah pemberian Kangjeng Sunan Kalijaga!

“Lebih ampuh mana dengan Kyai Carubuk milik saya ini!”

Arya Penangsang seketika bangkit berdiri ! Dengan mata merah memandang kearah Adipati Adiwijaya tajam! Adipati Adiwijaya lantas ikut bangkit pula!! Suasana berubah tegang!!!

Dua orang ksatria ini kini telah berdiri berhadap-hadapan dengan keris ditangan masing-masing. Arya Penangsang dengan Kyai Brongot Setan Kober ditangannya ,sedangkan Adipati Adiwijaya dengan Kyai Carubuk!!!

Dibawah, baik prajurid Pajang maupun prajurid Jipang telah memutar keris mereka yang semua terselip dipinggang belakang, kini sudah diputar kedepan dengan gagang sudah mereka genggam!! Tinggal mencabut kerisnya!! Kedua pasukan khusus ini sudah siap tempur juga!!!

Dua kekuatan tangguh, Jipang dan Pajang, kini sudah berhadap-hadapan!!!


Bagian 5

Suasana tegang! Tak ada seorang-pun yang berani mengeluarkan suara! Hanya bunyi detak jantung yang berdegub kencang saja yang terdengar! Dan hanya terdengar oleh masing-masing pemilik jantung sendiri!

Nampak, Adipati Adiwijaya dan Arya Penangsang telah berhadapan dengan keris terhunus ditangan! Mata keduanya saling bertatapan! Gigi mereka saling bergemeletukan! Tinggal menunggu siapa dulu yang memulai menyerang!

Dibawah, kedua kelompok prajurid khusus dari Jipang dan Pajang juga tegang! Begitu junjungannya diserang atau memulai menyerang dulu, maka mereka-pun telah siap menyerang lawannya! Sesaat, mereka melirik kearah junjungannya yang masih berdiri berhadap-hadapan, sesaat kemudian mereka melirik lawan mereka yang bersila bersebelahan!

Suasana benar-benar genting!

Disaat kritis seperti itu, disaat keadaan yang tinggal meledak sebentar lagi, tiba-tiba terdengar suara salam yang keras! Disengaja keras!

“Assalammu’alaikum!!!”

Serta merta, semua mata segera melayangkan pandangannya kearah mana suara salam itu berasal. Nampak Sunan Kudus keluar dari ruang belakang diiringi beberapa santri.

Sembari menghela nafas, seluruh prajurid Jipang maupun beberapa prajurid Pajang yang muslim menjawab salam Sunan Kudus, walau tidak serempak.

Disana, baik Adipati Adiwijaya maupun Arya Penangsang segera menghela nafas melepaskan ketegangan yang semenjak tadi menyergap seluruh persendian dan melepak didada masing-masing!
Sunan Kudus berjalan menghampiri mereka sembari berucap lantang :

“Lho…lho..lho!! Kalian ini Priyayi (bangsawan: Damar Shashangka) atau pedagang keris???!!”

Sunan Kudus bergerak ketengah-tengah antara Arya Penangsang dan Adipati Adiwijaya. Posisi Adipati Adiwijaya berada disebelah kiri Sunan Kudus sedangkan Arya Penangsang berada disebelah kanannya. Terlihat, Sunan Kudus sigap memegang pergelangan tangan kedua priyayi yang tengah hendak saling serang itu! Namun, bagi yang jeli, pasti akan melihat, bahwa tangan kiri Sunan Kudus tengah memegang erat pergelangan tangan kanan Adipati Adiwijaya yang tengah menggenggam Kyai Carubuk, sedangkan tangan kanan Sunan Kudus memegang erat pergelangan tangan kiri Arya Penangsang yang jelas-jelas tidak menggenggam apapun. Tangan kanan Arya Penangsang yang menggenggam Kyai Brongot Setan Kober bebas bergerak leluasa!!

Sunan Kudus menatap tajam Arya Penangsang, terdengar dia membentak!!

“Sarungkan kerismu, Penangsang!!”

Arya Penangsang termangu. Masih belum bergeming. Sekali lagi Sunan Kudus membentaknya :

“Sarungkan, Penangsang!!”

Arya Penangsang ragu. Belum juga menurunkan kerisnya. Sekali lagi Sunan Kudus membentaknya lebih keras :

“Sarungkan kataku!!!”

Kali ini Arya Penangsang menurunkan Kyai Brongot Setan Kober yang terangkat, kemudian menyarungkannya ke dalam warangkanya. Melihat Arya Penangsang menyarungkan keris, Adipati Adiwijaya-pun lantas ikut menyarungkan Kyai Carubuk kedalam warangka.

“Hampir saja aku membuat makanan segar bagi burung…”, Arya Penangsang bergumam setengah menggeram.

Adipati Adiwijaya tersenyum kecil..

Sunan Kudus menghela nafas, sembari tetap diposisinya, Sunan Kudus berkata kepada Adipati Adiwijaya :

“Maafkan atas situasi yang tidak semestinya terjadi ini, anakmas Adiwijaya. Saya menyesal. Dan untuk kebaikan kita bersama, saya menyarankan, tidak ada salahnya jika anakmas beserta rombongan pulang ke Pajang lebih awal. Disini, saya pribadi dan seluruh masyarakat Kudus, sudah merasa sangat terhormat atas kedatangan anakmas Adiwijaya berikut rombongan jauh-jauh dari Pajang..”

Adipati Adiwijaya menghaturkan sembah didepan dada sembari berkata :

“Bapa Sunan, seharusnya saya yang meminta maaf kepada Bapa Sunan Kudus, karena hampir saja saya membuat seorang wanita menjadi janda baru di ruangan dalam pesantren ini..”

Mata Sunan Kudus maupun Arya Penangsang berkilat mendengar kata-kata Adipati Adiwijaya.

Sunan Kudus segera menyela :

“Sudahlah…sudahlah! Saya memaklumi kemarahan anakmas Adiwijaya. Daripada berlarut-larut, sebaiknya anakmas mengalah..”

“Baiklah Bapa Sunan, memang lebih baik saya dan rombongan mengundurkan diri dari sini…”

Adipati Adiwijaya, Ki Ageng Pemanahan beserta beberapa prajurid khusus Pajang segera berpamitan kepada Sunan Kudus.

Rombongan dari Pajang memutuskan pulang terlebih dahulu sebelum acara puncak peringatan Tahun Baru Islam dimulai. Iring-iringan rombongan ini tengah keluar dari pondok pesantren Kudus!

Diruang dalam, setelah melepas kepergian rombongan Pajang, Sunan Kudus memanggil secara pribadi Arya Penangsang diruangan khusus. Disana, hanya ada Sunan Kudus dan beberapa prajurid khusus yang terpercaya, termasuk Patih Matahun.

Sunan Kudus memarahi Arya Penangsang atas segala tindakan bodoh yang telah dilakukannya. Arya Penangsang menyela, meminta penjelasan dimanakah letak kebodohannya. Bukankah malah Sunan Kudus yang melerai disaat dia sudah berhadapan dengan Adipati Adiwijaya?

Dengan suara tinggi, Sunan Kudus berkata :

“Siapakah yang telah menduduki kursi yang telah aku isi doa-doa khusus?”

Seketika Arya Penangsang terdiam.

“Lantas, apakah kamu tidak menyadari tadi, saat aku melerai kalian, tangan kanan Adiwijaya aku pegang erat, sedangkan tangan kanan kamu aku biarkan bergerak bebas? Ingat-ingat lagi! Aku memegang tangan kanan Adiwijaya yang tengah menggenggam Kyai Carubuk, sedangkan tangan kanan kamu yang tengah menggenggam Kyai Brongot aku biarkan bebas!”

Arya penangsang tetap terdiam.

“Lantas, apa yang aku katakan kepadamu?”

Arya Penangsang mengerutan dahinya, mencoba mengingat…

“Aku berkata ‘SARUNGKAN KERISMU’ sampai tiga kali. Kamu tahu maksudku yang sebenarnya? ”

Arya Penangsang menatap Sunan Kudus, mulai sedikit memahami..

“Maksudku ‘SARUNGKAN KERISMU KEDADA ADIWIJAYA, BUKAN KE WARANGKANYA’!! Kamu saja yang terlampau bodoh, sehingga tidak memahami kata-kata isyarat yang aku ucapkan. Kamu telah menyia-nyiakan kesempatan kamu memusnahkan salah seorang manusia penentang ajaran mulia !!”

Arya Penangsang menggeram menyadari kebodohannya sendiri! Serta merta dia menyembah dan berkata :

“Sebelum rombongan Adiwijaya jauh, tidak ada salahnya saya mengejar dan menghabisinya sekarang!!”

Sunan Kudus menatap tajam Arya Penangsang :

“Ini bukan saat yang tepat menyerang rombongan Pajang dimana banyak berkumpul para tamu undangan di Kudus. Asal kamu tahu, kecuali aku dan kamu, tidak akan ada yang mampu menghadapi kesaktian Adiwijaya. Dia memiliki pegangan ilmu kanuragan warisan Buda Majapahit. Sangat riskan jika aku terjun sendiri. Tidak pantas bagiku berhadapan dengan anak kemarin sore seperti dia. Sedangkan kamu, saat ini hanya akan menjadi boneka mainan jika berhadapan dengan dia, karena seluruh ilmu kanuragan yang kamu miliki telah lumpuh!!”

Dada Arya Penangsang terasa panas dan sesak mendengar penuturan Sunan Kudus!

“Lantas bagaimana Bapa Sunan?”

“Selama tiga bulan berselang, mulai bulan Muharram ini, kamu harus berpuasa terus-menerus! Genap tiga bulan, seluruh hizib dan asma’ yang kamu miliki akan kembali pulih dan berfungsi. Setelah itu, aku akan mencari jalan lain untuk menghadapi Adiwijayai!!”

Arya Penangsang lemas mendengarnya.

Dan Sunan Kudus berlalu kedalam sembari hanya mengucapkan salam.

Permintaan Ratu Kalinyamat.

Rombongan Pajang yang pulang lebih awal dari jadwal semula nampak keluar dari kota Kudus. Disepanjang jalan, seluruh prajurid yang ikut dalam rombongan, senantiasa mempertajam kewaspadaan mereka. Kejadian yang pernah menimpa rombongan Ratu Kalinyamat dulu, membuat mereka lebih siaga dan tidak mau kecolongan.

Disepanjang perjalanan, banyak mata yang memperhatikan mereka dengan tatapan penuh tanda tanya. Acara peringatan Tahun Baru Islam di Kudus belum juga dilaksanakan, namun rombongan dari Pajang nampak malah pulang lebih awal. Ada apa gerangan?

Ketika belum terlampau jauh dari kota Kudus, mendadak Adipati Adiwijaya memerintahkan rombongan berhenti. Perintah yang mendadak ini sedikit mengejutkan seluruh prajurid yang ikut dalam rombongan, tak terkecuali Ki Ageng Pemanahan dan Ki Juru Mertani. Namun, setelah menyadari jika Sang Adipati hanya sekedar ingin beristirahat, ketegangan-pun mencair.

Nampak, Adipati Adiwijaya turun dari atas punggung gajah tunggangannya. Beberapa prajurid yang bertugas mengiringi disamping binatang tunggangan bertubuh besar tersebut tanggap dan segera membantu.

Melihat Sang Adipati turun, serentak seluruh rombongan-pun ikut turun dari punggung kuda masing-masing.

Daerah mana tempat mereka berhenti memang sangat memungkinkan untuk dijadikan tempat istirahat sejenak. Disamping tempatnya yang landai, rimbunnya pepohonan raksasa yang tumbuh disepanjang jalan, membuat tempat tersebut terasa sejuk menyegarkan.

Bergegas Ki Ageng Pemanahan memerintahkan beberapa prajurid mendirikan tenda darurat sebagai tempat berteduh dan beristirahat bagi Sang Adipati. Enam orang prajurid bekerja cekatan, sebentar saja telah berdiri tenda sederhana namun megah. Permadani-pun segera dihamparkan didalam tenda.

Adipati Adiwijaya berkenan duduk diatas permadani tersebut. Suasana yang segar. Para prajurid memanfaatkan kesempatan tersebut untuk beristirahat sejanak. Masing-masing memilih tempat yang rindang. Berpencar walau tetap tidak jauh dari tenda Sang Adipati.

Ki Ageng Pamanahan dan Ki Juru Mertani menghadap. Keduanya duduk bersila didepan Adipati Adiwijaya. Nampak dari kejauhan, ketiga priyayi Pajang ini tengah berbincang-bincang serius.

Sejurus kemudian, terlihat Ki Ageng Pamanahan memanggil seorang prajurid. Ki Ageng Pamanahan memerintahkan sesuatu. Prajurid yang dipanggil bergegas menghampiri beberapa temannya yang lain, dia nampak memilih-milih, ada sekitar sepuluh orang yang dia pilih. Lantas mereka menghilang sejenak dibalik gerombol pepohonan dan kembali lagi dengan pakaian yang sudah berganti. Mereka semua melepas pakaian keprajuridan, dan kini telah berganti dengan pakaian rakyat biasa.

Ditempat lain, Adipati Adiwijaya diam-diam juga telah berganti pakaian. Begitu juga dengan Ki Ageng Pamanahan. Namun anehnya, pakaian kebesaran Sang Adipati, kini malah dikenakan oleh Ki Juru Mertani.

Banyak prajurid yang bertanya-tanya. Namun dari bisik-bisik satu teman ke teman yang lain, mereka jadi tahu jika Adipati Adiwijaya diikuti oleh Ki Ageng Pamanahan dan sepuluh prajurid yang terpilih, hendak menuju ke Gunung Danaraja untuk menemui Ratu Kalinyamat yang tengah bertapa telanjang. Mereka semua sengaja menyamar sebagai rakyat biasa agar tidak menimbulkan kecurigaan dari mata-mata Jipang Panolan yang mungkin tengah memperhatikan rombongan mereka.

Adipati Adiwijaya, Ki Ageng Pemanahan dan kesepuluh prajurid yang kini telah berganti busana, terlihat berangkat meninggalkan rombongan. Kedua belas orang yang telah menyamar ini memacu kuda memisahkan diri dari dari rombongan dan memilih jalan yang menuju ke Jepara.

Agak lama berselang, Ki Juru Mertani segera memerintahkan seluruh rombongan siap-siap berangkat. Ki Juru Mertani dibantu dua orang prajurid, segera menaiki punggung gajah milik Sang Adipati.

Rombongan Pajang yang kini dipimpin oleh Ki Juru Mertani, berangkat dan memilih jalan ke arah Pajang.

Adipati Adiwijaya, Ki Ageng Pamanahan berikut sepuluh orang prajurid yang kini telah menyamar sebagai rakyat biasa terlihat memacu kuda dengan kecepatan sedang. Mereka tengah menyamar sebagai para pedagang keliling.

Akhirnya, sampailah juga kedua belas orang ini ke kota Jepara. Adipati Adiwijaya segera mencari letak Gunung Danaraja. Sesuai petunjuk yang diberikan oleh prajurid Pajang yang sempat pulang ke Pajang untuk mengambil perbekalan makanan dan berbagai keperluan bagi Ratu Kalinyamat beserta seluruh yang mengawal dan melayaninya, Adipati Adiwijaya-pun akhirnya berhasil menemukan lokasi gua tempat dimana Ratu Kalinyamat tengah menjalani tapa telanjang-nya.

Kedatangan kedua belas orang berkuda ini menimbulkan kecurigaan dari beberapa prajurid Pajang yang bertugas menjaga mulut gua. Mereka yang tengah bersembunyi ditempat-tempat strategis dibeberapa sudut tersembunyi mulut gua, segera mempersiapkan diri. Sang pemimpin pasukan memberikan isyarat agar memasang anak panah pada busurnya. Anak panah telah terpasang, busur telah diangkat dan direntangkan, siap menunggu isyarat untuk dibidikkan!!

Namun sang pemimpin prajurid memekik tertahan manakala tanpa sengaja mengenali dua orang penunggang kuda yang tengah memacu kuda dibarisan depan. Seketika itu juga, dia memberikan isyarat agar menurunkan busur panah. Dia segera keluar dari tempat persembunyian diiringi empat prajurid yang lain.

Menyadari kedatangannya telah disambut sedemikian rupa, Adipati Adiwijaya beserta rombongan terus memacu kuda lebih kencang kearah atas. Ketika jarak antara prajurid berkuda dan kelima orang yang telah menyambut sedemikian dekat, Adipati Adiwijaya segera menghentikan laju kudanya.

Kelima orang prajurid Pajang yang menyambut rombongan menghaturkan sembah hormat. Adipati Adiwijaya segera memerintahkan agar secepatnya seluruh prajurid mencari tempat yang tersembunyi untuk menaruh kuda masing-masing.

Diiringi Ki Ageng Pamanahan dan dihantar pemimpin prajurid penjaga, Adipati Adiwijaya segera memasuki gua. Sang pemimpin prajurid memanggil seorang pelayan wanita. Sang pelayan memekik gembira melihat kehadiran Adipati Adiwijaya dan Ki Ageng Pamanahan. Beberapa pelayan yang lain segera menyadari akan hal itu, mereka semua segera mendekat dan menghaturkan sembah.

Adipati Adiwijaya memerintahkan seorang pelayan wanita untuk menghadap Ratu Kalinyamat, mengabarkan kedatangannya. Seorang pelayan wanita tergopoh-gopoh memasuki salah satu relung gua. Sejenak kemudian keluar dan menghadap kembali kepada Adipati Adiwijaya. Sembari menyembah dia berkata :

“Kasinggihan dhawuh, Kangjeng. Kangjeng Ratu Ayu Kalinyamat meminta Kangjeng masuk ke dalam. Hanya Kangjeng seorang, tidak boleh ditemani oleh siapapun.”

Adipati Adiwijaya mengangguk. Kemudian berjalan kearah relung gua seorang diri.

Didalam, beberapa pelita terpasang didinding-dinding gua. Ruang itu cukup luas juga. Disana, merapat ke dinding gua, terlihat agak samar, sesosok wanita cantik dengan tubuh sempurna dan rambut panjang terurai, tengah duduk bersila. Dan yang membuat Adipati Adiwijaya segera menundukkan muka, karena menyadari, sosok wanita cantik itu benar-benar telanjang bulat tanpa busana.

Untung, kondisi ruangan yang cukup gelap dan hanya diterangi beberapa pelita, sedikit menyamarkan perwujudan telanjang tersebut. Namun walau bagaimanapun juga, jika mau melihat secara seksama, Adipati Adiwijaya sebetulnya bisa melihat tubuh itu secara utuh.

Dengan menundukkan wajah, Adipati Adiwijaya memberikan sembah. Dan sosok wanita cantik yang tengah bersila itu-pun membalas sembah Adipati Adiwijaya. Setelah berbasa-basi menanyakan kabar keselamatan masing-masing, Adipati Adiwijaya, sembari tetap menundukkan wajah-pun berkata :

“Kakangmbok Ratu Ayu, seyogyanya kakangmbok Ratu berkenan mengenakai kemben. Sangat-sangat segan hati saya jikalau harus berbincang-bincang dengan kakangmbok sedangkan kakangmbok dalam keadaan telanjang bulat sedemikian rupa…”

Dari balik geiaian rambut panjangnya, Ratu Kalinyamat tersenyum manis..

“Maafkan aku dhimas, aku terpaksa tidak bisa memenuhi permintaanmu. Biarlah, selain almarhum kangmas Sunan Kalinyamat, cukup kamu saja laki-laki yang melihat aku dalam keadaan tanpa busana seperti ini. Sudah menjadi sumpahku, tidak sudi aku mengenakan busana lagi, jikalau Hyang Maha Agung, belum memberikan keadilan kepada Arya Penangsang, pembunuh kakangmas Prawata dan kangmas Sunan Kalinyamat!”

Adipati Adiwijaya menghela nafas berat.

“Kakangmbok Ratu Ayu, sangat prihatin saya melihat keadaan kakangmbok. Sampai kapan terus telanjang tanpa busana. Selain tabu didengar orang banyak, sekali lagi, saya juga sangat merasa segan dan rikuh jika harus kemari dan tetap melihat kakangmbok seperti ini.”

Ratu Kalinyamat diam sejenak, lantas mendesis lirih dan berkata :

“Dhimas, seharusnya aku yang mempertanyakan hal ini kepadamu. Tidakkah kamu kasihan, tidakkah kamu iba melihat aku? Melihat penderitaanku? Melihat ketidak adilan yang menimpaku?”

Adipati Adiwijaya terdiam. Lantas membuka suara :

“Jangan salah sangka kakangmbok. Saya dan Nimas Sekaring Kedhaton senantiasa memikirkan keadaan kakangmbok Ratu Ayu disini. Saya juga terus menimbang-nimbang bagaimana cara terbaik untuk menyingkirkan Arya Penangsang. Namun, kondisi diluar tidaklah memungkinkan bagi saya berhadapan langsung dengan Arya Penangsang secara terbuka. Bapa Sunan Kudus berada dibelakang Arya Penangsang. Bapa Sunan Kudus sangat berpengaruh dalam Dewan Wali Sangha. Kakangmbok tahu sendiri itu. Sangat mudah bagi Bapa Sunan Kudus mempengaruhi keputusan Dewan Wali Sangha. Jika sampai Pajang berhadapan secara frontal dengan Jipang, bukan tidak mungkin, Bapa Sunan Kudus, melalui Dewan Wali Sangha akan memerintahkan Cirebon dan Banten bergabung dengan Jipang menghadapi orang-orang yang dinilai kafir seperti saya!”

Adipati Adiwijaya diam sejenak, lantas melanjutkan kata-katanya :

“Sungguh, secara pribadi, saya sendiri juga sudah tidak tahan melihat kelakuan Arya Penangsang. Hampir saja saya bentrok secara langsung dengan dia. Hampir saja saya tidak bisa menahan diri…”

Dan Adipati Adiwijaya menceritakan pertemuannya dengan Arya Penangsang di pesantren Kudus.

“Hyang Widdhi Wasa masih berkenan mencegah saya berhadapan langsung dengan Arya Penangsang.”

Terdengar helaan nafas lembut dari bibir Ratu Kalinyamat, lalu dia berkata :

“Dengar dhimas. Jika kamu benar-benar dapat menyingkirkan Arya Penangsang, aku bersumpah, disaksikan Hyang Maha Agung, disaksikan langit dan bumi, semoga aku akan menuai kutuk jika aku mengingkari sumpah ini. Dengarkan! JIKA KAMU MAMPU MENYINGKIRKAN ARYA PENANGSANG, MAKA TAHTA DEMAK BINTARA AKAN AKU LIMPAHKAN KEPADAMU!”

Adipati Adiwijaya mengangkat wajahnya. Dilihatnya, dari balik geraian rambut panjangnya, sorot mata Ratu Kalinyamat berkilat-kilat, tengah menatap wajah Adipati Adiwijaya.

“Bahkan, jikalau peraturan hukum jaman Buda masih berlaku luas dimasyarakat Jawa, dimana seorang laki-laki boleh memadu dua orang wanita kakak beradik sekaligus, maka sungguh aku-pun rela lahir batin kamu nikahi sebagai madu dari adikku Nimas Sekaring Kedhaton. Namun, hal itu tidak mungkin bisa diterima kebanyakan masyarakat Jawa sekarang. Oleh karena itu, kamu boleh memilih selir-selir milik almarhum kangmas Sunan Kalinyamat dan almarhum kangmas Prawata yang engkau sukai untuk kamu nikahi!”

Adipati Adiwijaya terdiam. Kesungguhan kata-kata Ratu Kalinyamat terpancar dari wajah ayunya. Sengaja, rambut panjangnya yang tergerai, disibak kesamping sedikit, sehingga payudara Sang Ratu-pun terlihat. Dada Adipati Adiwijaya berdesir melihatnya, cepat-cepat dia menundukkan wajah kembali..

“Tapi ingat, dhimas! Satu permintaanku, jika kamu berhasil mengalahkan Arya Penangsang, dan tahta Demak Bintara telah kamu pegang, aku minta, janganlah kamu mendirikan Kerajaan Buda. Biarlah kamu tetap meneruskan sebuah pemerintahan berbentuk Kesultanan Islam. Biarlah gelarmu dikenal orang sebagai seorang Sultan, bukan seorang Prabhu!”

Keheningan menyergap seketika. Dan Adipati Adiwijaya semakin terperangah manakala melihat Ratu Kalinyamat menyibak seluruhnya geraian rambut panjang yang menutupi tubuh bagian depannya. Kini, tampak jelas didepan mata Adipati Adiwijaya, tubuh polos Sang Ratu tanpa ditutupi oleh apapun juga. Mendadak dada Adipati Adiwijaya terasa sesak.

“Inilah tanda kesungguhanku,” bisik Ratu Kalinyamat sembari tersenyum..

Dengan menarik nafas berat, Adipati Adiwijaya menyembah hormat dan berkata :

“Baiklah kakangmbok Ratu Ayu. Saya berjanji akan mencari jalan yang terbaik untuk menyingkirkan Arya Penangsang. Dan jika hal itu berhasil atas waranugraha Hyang Widdhi, saya berjanji, akan memakai gelar Sultan, bukan Prabhu!”

Dan Adipati Adiwijaya-pun memohon diri untuk keluar ruangan. Dan Ratu Kalinyamat-pun menghaturkan terima kasihnya.

Malam itu, Sang Adipati bermalam di Gunung Danaraja. Dengan didampingi Ki Ageng Pamanahan, Adipati Adiwijaya membahas rencana yang tepat untuk memenuhi permintaan Ratu Kalinyamat. Ki Ageng Pamanahan mengusulkan, agar Sang Adipati mempercayakan hal ini kepada Ki Juru Mertani.

Ki Juru Mertani adalah sosok yang cerdik dan bisa diandalkan dalam memberikan pemecahan dan cara yang terbaik disaat semua jalan dirasa buntu.

Keesokan harinya, setelah berpamitan kepada Ratu Kalinyamat, Adipati Adiwijaya beserta Ki Ageng Pamanahan dan sepuluh prajurid yang mengiringinya, meninggalkan Gunung Danaraja bertolak ke Pajang!


Bagian 6

Setibanya di Pajang, Adipati Adiwijaya beserta rombongan disambut para pejabat dengan suka cita. Tak ada yang kurang dari jumlah rombongan, Semua dalam kondisi baik dan selamat.

Adipati Adiwijaya berkenan untuk beristirahat setelah menempuh perjalanan jauh. Pada sore harinya, Adipati Adiwijaya memanggil Ki Mas Manca, Ki Mas Wila, Ki Mas Wuragil, Ki Ageng Pamanahan berikut Ki Juru Mertani.

Diruang khusus, dan tidak ada orang lain yang hadir selain keenam orang tersebut, Adipati Adiwijaya menyampaikan maksudnya. Sang Adipati berkenan meminta pemecahan mengenai kasus Arya Penangsang.

Arya Penangsang tidak bisa terus menerus didiamkan saja. Harus ada pihak yang berani bertindak. Dan tampaknya, hanya Pajang yang mampu menghadapi kekuatan Jipang.

Yang menjadi masalah, posisi Pajang sangatlah terjepit. Pajang dipimpin oleh seorang Adipati yang bukan muslim. Dan tentu saja fenomena ini akan membuat Dewan Wali Sangha tidak menaruh simpatik.

Searogan apapun Arya Penangsang, sekejam apapun dia, namun dia telah memegang dua point penting sebagai sendi kekuatannya. Pertama, jelas dia seorang muslim, kedua, Sunan Kudus berada dibelakang dia.

Oleh karenanya, Adipati Adiwijaya meminta pertimbangan dan jalan keluar yang tepat, yang tidak merugikan Pajang, namun bisa menghancurkan kekuatan Jipang.

Ki Mas Manca mengusulkan agar Sang Adipati tidak gegabah berhadapan secara langsung dengan Arya Penangsang. Ki Mas Manca telah mendengar kabar bahwa di pesantren Kudus, Sang Adipati hampir saja kehilangan kontrol diri. Jika memang hendak berhadapan dengan Arya Penangsang, lebih baik menggunakan kekuatan ketiga.

Ki Mas Wila dan Ki Mas Wuragil membenarkan pendapat Ki Mas Manca. Begitu juga dengan Ki Ageng Pamanahan dan Ki Juru Mertani. Yang menjadi masalah sekarang, siapakah kekuatan ketiga yang bisa dijadikan alat untuk memukul Jipang?

Seluruh yang hadir terdiam. Masing-masing tengah memeras otak.

Lantas, Ki Ageng Pamanahan angkat bicara sembari menyembah :

“Mohon beribu ampun, Kangjeng Adipati. Jika diperbolehkan hamba akan memberikan masukan…”

Adipati Adiwijaya mengangguk…

“ Menurut saya,” lanjut Ki Ageng Pamanahan, ”Tidak ada lagi kekuatan dahsyat yang mampu menghadapi Jipang kecuali kekuatan Pajang. Tak ada jalan lain, tak ada kekuatan lain yang akan sanggup melakukannya. Oleh karenanya, kita tidak bisa mengharapkan daerah lain tampil secara mandiri berhadapan dengan Jipang.”

Semua yang hadir mengerutkan dahi mendengarnya…

“Mau tidak mau, pasukan Pajang sendiri harus bergerak! Namun….”

Semua yang hadir menunggu…

“Sebaiknya, pasukan Pajang harus melepas busana keprajuridan Pajang. Pasukan Pajang harus melepas identitasnya sebagai pasukan Pajang. Harus ada daerah lain yang berani tampil kedepan untuk mengakui bahwa, pasukan Pajang yang tengah bergerak menggempur Jipang, berasal dari daerahnya. Jika kelak terjadi perang terbuka, menang atau kalah, maka Pajang tidak akan terbawa-bawa!”

Tertegunlah seluruh yang hadir…

Ki Mas Manca angkat bicara :

“ Pamanahan, lantas daerah manakah yang dimungkinkan untuk berani tampil mengakui seperti itu?”

Ki Ageng Pamanahan menyembah :

“Kalau memang diijinkan, biarlah hamba dan paman saya, Ki Juru Mertani yang akan tampil kedepan. Biarlah kami atas nama daerah Sela, memimpin pasukan Pajang melakukan perang terbuka dengan Jipang Panolan. Biarlah terdengar kabar, Jipang Panolan tengah berperang dengan Sela!”

Seluruh yang hadir menghela nafas berat. Suasana hening untuk beberapa saat.

Ki Mas Manca kemudian angkat bicara :

“Daerah Sela identik dengan Kangjeng Sunan Kalijaga….”

Adipati Adiwijaya memincingkan mata mendengarnya…

“Dan Jipang Panolan identik dengan Kangjeng Sunan Kudus,” lanjut Ki Mas Manca.

“Dan akan menjadi sebuah berita yang besar manakala Dewan Wali Sangha mendengarnya, bukankah begitu kangmas Manca?” Sela Adipati Adiwijawa datar.

Ki Mas Manca menyembah sesaat :

“Benar dhimas Adipati. Dan jika itu terjadi, tidak menutup kemungkinan, Dewan Wali Sangha akan campur tangan untuk memaksa kedua belah pihak agar melakukan genjatan senjata.”

Adipati Adiwijaya menghela nafas sekali lagi…

Nampak kini, Ki Juru Mertani menghaturkan sembah…

“Mohon beribu ampun, Kangjeng Adipati. Jika boleh saya hendak menghaturkan pendapat..”

Adipati Adiwijaya mengangguk mempersilakan..

“Sebaiknya Kangjeng Adipati mengeluarkan sayembara khusus secara terselubung kepada para penguasa daerah yang berada dibawah kekuasan Pajang. Mohon sayembara ditawarkan kepada penguasa yang jelas-jelas telah nyata kesetiaannya kepada Pajang. Hindari penguasa daerah yang masih diragukan kesetiaannya. Dari sekian banyak para penguasa daerah yang ditawari sayembara, pastilah ada yang akan berani tampil untuk memimpin pasukan Pajang dengan menggunakan identitas daerahnya. Jikalau memang tidak ada yang berani, maka terpaksa, saya beserta keponakan saya, Pamanahan, akan tampil kedepan dengan mempertaruhkan nama Sela! Saya berjanji, saya akan memotong kepala harimau terlebih dahulu agar peperangan tidak berjalan berlarut-larut. Arya Penangsang, saya pastikan harus tewas terbunuh terlebih dahulu. Sehingga jika kemudian Dewan Wali Sangha ikut campur memaksakan agar terjadi gencatan senjata, maka disaat gencatan senjata terjadi, Arya Penangsang harus telah mati!!”

Ki Mas Manca meragukan kata-kata Ki Juru Mertani…

“Juru Mertani, yakinkah kamu dengan ucapanmu?”

Ki Juru Mertani menyembah :

“Dengan taktik yang bakal hamba buat, untuk memperdaya Arya Penangsang, agar keluar sarang sendirian, saya yakin, saya pasti bisa memenuhi ucapan saya, Kangjeng Patih..”

Ki Mas Manca mengangguk-angguk, lantas dia menoleh ke arah Adipati Adiwijaya :

“Bagaimana, dhimas Adipati?”

Adipati Adiwijaya tercenung sesaat, lantas dia berkata :

“Baiklah, tapi hal tersebut dilakukan jika memang nanti tidak ada satupun daerah yang berani memasuki sayembara. Oleh karenanya, aku akan memberikan imbalan besar. Yaitu, siapa saja yang berani mengakui pasukan yang bakal menggempur Jipang berasal dari daerahnya dan berhasil mematahkan kekuatan Jipang, maka aku akan memberikan hutan Mentaok dan daerah Pati sebagai imbalannya!”

Keputusan telah diambil. Tidak menunggu waktu lama, atas perintah Adipati Adiwijaya, Ki Mas Manca segera memerintahkan Juru Tulis Kadipaten untuk membuat surat-surat undangan resmi. Surat-surat undangan yang bakal dikirim kepada para penguasa daerah yang berada diwilayah kekuasaan Kadipaten Pajang. Pada hari yang telah ditentukan, mereka harus datang ke Kadipaten Pajang atas perintah Adipati Adiwijaya.

Sayembara Adipati Pajang.

Tiga bulan kemudian, beberapa hari sebelum hari yang telah ditetapkan dalam surat undangan resmi, berdatanganlah para penguasa daerah yang ada diseluruh wilayah Kadipaten Pajang. Mereka datang berkelompok, tidak bersamaan, gelombang pergelombang. Tidak ada yang mencolok. Karena memang begitulah pesan yang dituliskan dalam surat undangan dari Sang Adipati.

Dan pada hari yang ditetapkan, seluruh penguasa daerah telah berkumpul di Siti Hinggil Kadipaten. Lama waktu berselang, mereka semua menunggu kehadiran Sang Adipati ditempat itu. Beberapa saat kemudian, muncullah Adipati Adiwijaya diiringi Ki Mas Manca dan kepala pengawal pasukan khusus Ki Ageng Pamanahan dan Ki Juru Mertani, berikut beberapa prajurid khusaus yang mengawal.

Didepan para penguasa daerah, Adipati Adiwijaya meminta Ki Mas Manca membacakan sayembara. Seusai sayembara dibaca, suasana mendadak hening. Tak ada yang berani bersuara. Melihat situasi menjadi sepi dan tegang, Adipati Adiwijaya angkat bicara, dia mempertegas isi sayembara dengan menantang, siapa yang berani tampil kedepan, yang akan memimpin pasukan Pajang, dengan menggunakan identitas dari daerahnya?

Suasana sepi tidak juga mencair. Hingga kemudian, seorang penguasa daerah, terlihat menyembah dan berkata :

“Kasinggihan dhawuh, Kangjeng. Ijinkan saya mengutarakan kebimbangan saya, yang mungkin juga mewakili kebimbangan hati dari seluruh teman-teman yang hadir disini. Kangjeng, jika kami semua diperintahkan angkat senjata menggempur Jipang atas nama pasukan Pajang, sudah barang tentu, kami tidak akan banyak berfikir panjang, jiwa raga kami akan kami pasrahkan untuk itu. Namun, manakala kami harus menggempur Jipang atas nama daerah kami, mohon maaf, Kangjeng. Jika nanti benar-benar terjadi hal tersebut, kami tidak berani menanggung resiko dengan mengorbankan kerabat kami yang ada didaerah. Kaum Putihan terkenal radikal dan bisa berbuat ngawur atas nama agama. Mohon Kangjeng memaklumi.”

Adipati Adiwijaya menghela nafas. Kata-kata yang terucap barusan memang ada benarnya. Karena tidak ada juga yang berani memasuki sayembara, maka Adipati Adiwijaya-pun menutup pertemuan tersebut. Sebelum menutup pertemuan, Sang Adipati meminta pengiriman pasukan dari semua daerah untuk memperkuat barisan pasukan Pajang. Perintah yang terakhir ini, disambut dengan suka cita tanpa keraguan sedikit-pun oleh semua penguasa daerah.

Mendapati sayembara yang dipermaklumatkan tidak ada yang memasuki, maka hari itu juga, Adipati Adiwijaya mengutus Ki Ageng Pamanahan dan Ki Juru Mertani untuk menjalankan rencana lain yang pernah mereka tawarkan. Ki Ageng Pamanahan dan Ki Juru Mertani, segera menjalankan perintah!

Angkatan bersenjata Pajang segera mempersiapkan diri untuk menghadapi sebuah perang besar. Mereka dikoordinir dibawah pimpinan penuh Ki Ageng Pamanahan! Sembari menunggu bantuan pasukan dari daerah, Ki Ageng Pamanahan dan Ki Juru Mertani mematangkan rencana yang telah mereka buat sebelumnya.

Atas saran Ki Juru Mertani, Ki Ageng Pamanahan diminta untuk menguasahakan agar Tombak Pusaka Kyai Plered, bisa mereka pinjam. Karena hanya dengan tombak pusaka peninggalan Majapahit tersebut, kulit Arya Penangsang bisa dilukai. Hanya saja, tombak tersebut sedemikian berharga bagi Adipati Adiwijaya dan tidak akan mungkin dipinjamkan begitu saja kecuali kepada orang yang benar-benar dipercayai oleh Sang Adipati. Maka terpaksa, Ki Ageng Pamanahan, atas saran Ki Juru Mertani, meminta agar Danang Sutawijaya, putranya yang kiini telah diambil anak angkat oleh Adipati Adiwijaya, diminta untuk ikut memperkuat barisan.

Adipati Adiwijaya tidak paham atas permintaan ini, selain Danang Sutawijaya masih kecil, tidak ada kelebihan Danang Sutawijaya yang bisa dimanfaatkan untuk memperkuat barisan Pajang. Namun, dengan cerdiknya, Ki Ageng Pamanahan meyakinkan Adipati Adiwijaya, bahwa mengajak Danang Sutawijaya untuk memperkuat barisan Pajang adalah salah satu dari tak-tik yang hendak dijalankan. Pada akhirnya, Adipati Adiwijaya menyetujui. Bahkan manakala Ki Ageng Pamanahan memohon agar Danang Sutawijaya diperkenankan membawa tombak pusaka Kyai Plered, Sang Adipati-pun tidak bisa menolaknya.

Setelah bantuan pasukan dari daerah telah sepenuhnya datang, maka pasukan segera berangkat. Tujuan awal adalah daerah Sela. Daerah asal Ki Ageng Pamanahan. Disana, seluruh pasukan akan diatur sedemikian rupa. Sela menjadi pusat konsentrasi pasukan Pajang. Dan nanti, identitas seluruh pasukan akan berganti menjadi pasukan Sela! Akan dikabarkan, bahwa pengikut Islam Abangan, bergabung di Sela untuk memerangi Jipang Panolan dibawah pimpinan Ki Ageng Pamanahan, keturunan Ki Ageng Sela! Nama Pajang, tidak sedikit-pun dibawa-bawa!

Pasukan segera berangkat berkelompok menuju Sela. Dengan berpakaian rakyat biasa serta menyembunyikan seluruh persenjataan didalam bilah bambu, maka kelompok demi kelompok, secara terpisah-pisah waktu, agar supaya tidak mencolok dan menimbulkan kecurigaan, berangkatlah seluruh pasukan Pajang.

Pergerakan pasukan ini benar-benar tersamarkan. Susul menyusul rapih dan teratur. Dan pada akhirnya, beribu-ribu pasukan pun kini telah berkumpul di Sela!

Rencana segera dimatangkan di Sela. Seluruh pasukan mengenakan tanda khusus yang disematkan dibaju mereka. Dengan pakaian rakyat biasa, layaknya para gerilyawan Majapahit, pasukan Pajang yang kini mengaku diri mereka sebagai pasukan Sela, telah siap untuk bertempur!!

Pada hari yang telah ditentukan, menjelang malam hari, pasukan-pun bergerak. Pasukan dipecah dalam empat kelompok besar. Sengaja pasukan dipecah demi untuk kembali menyamarkan diri. Disuatu titik, yaitu diperbatasan wilayah Jipang yang berwujud sungai, disanalah nanti, keempat kelompok pasukan harus kembali bertemu.

Setiap kelompok pasukan menempuh rute-rute khusus. Rute-rute yang menghindari daerah-daerah padat penduduk. Beberapa hari kemudian, seluruh kelompok telah bersatu kembali ditempat yang telah disepakati bersama.

Seluruh pasukan segera mempersiapkan diri, senjata-senjata dikeluarkan dari bilah bambu, anak panah dibagi-bagikan, pos-pos prajurid darurat ditetapkan dan segera ditempati oleh mereka-mereka yang ditunjuk untuk itu. Gerakan rahasia ini begitu rapi, sebentar saja, persiapan untuk sebuah perang besar, telah tertata!! Pasukan Pajang siap melumat Jipang panolan hari itu juga!!

Seluruh prajurid kini menunggu komando selanjutnya.

Dititik yang lebih tersembunyi, terlindung dibalik gerombol pepohonan lebat, Ki Ageng Pamanahan dan Ki Juru Mertani tengah menunggu saat yang tepat. Nampak Danang Sutawijaya, putra Ki Ageng Pamanahan, putra angkat Adipati Pajang Adiwijaya telah mempersiapkan diri menjalankan tugas. Dia berdiri disamping kuda putih yang nanti harus ditungganginya. Sebatang tombak panjang, dengan ujung tertutup kain putih dan rangkaian bunga melati tergantung disana, tergenggam erat ditangan kecil Danang Sutawijaya. Itulah tombak pusaka Kyai Plered yang terkenal ampuh!

(Kyai Plered konon diperoleh Syeh Maulana Maghribi, seorang wali Islam jaman Majapahit setelah dia berhasil melakukan tapa brata keras dipantai Parang Tritis, Jogjakarta, sekarang. Tombak ini lantas diberikan kepada Ki Ageng Tarub I atau Kidang Telangkas. Lantas diwariskan kepada Raden Bondhan Kejawen, putra Prabhu Brawijaya V dengan Dewi Wandhan Kuning yang lantas bergelar Ki Ageng Tarub II. Diwariskan kemudian kepada Ki Getas Pandhawa, putra Raden Bondhan Kejawen. Lantas di serahkan kepada Ki Ageng Sela, putra Ki Getas Pandhawa. Manakala berada ditangan Ki Ageng Sela, tombak dititipkan kepada Sunan Kalijaga. Lantas oleh Sunan Kalijaga, dititipkan kepada Jaka Tingkir, Adipati Pajang hingga saat ini. Maka sesungguhnya, tombak Kyai Plered memang milik leluhur Danang Sutawijaya. Karena Ki Ageng Sela lantas berputra Ki Ageng Ngenis, Ki Ageng Ngenis berputra Ki Ageng Pamanahan, dan Ki Ageng Pamanahan berputra Danang Sutawijaya, Jika ada yang bertanya mengapa silsilah keturunan Tarub jika disejajarkan dengan keturunan Pengging maka lebih cepat beranak pinak? Hal ini tidaklah aneh. Dimasyarakat Jawa sekarang-pun kadang pemuda berusia 20 tahun sudah dipanggil kakek karena kakak kandungnya telah memiliki cucu. Hal ini disebabkan jarak lahir mereka terpaut jauh beberapa tahun. Begitu pula dengan trah Tarub dan Pengging, bila ditarik garis lurus keatas, maka Ki Ageng Sela adalah cicit Brawijaya V sejajar dengan Jaka Tingkir yang juga merupakan cicit Brawijaya V. Namun, usia Ki Ageng Sela lebih tua dari Jaka Tingkir karena memang Ki Ageng Sela lahir lebih dahulu disebabkan ayah kandungnya, Ki Getas Pandhawa menikah diusia muda, lebih muda daripada Ki Ageng Pengging. Begitu juga ketika Ki Ageng Sela telah berputra Ki Ageng Ngenis, Jaka Tingkir belum menikah. Manakala Ki Ageng Ngenis berputra Ki Ageng Pamanahan, baru Jaka Tingkir menikah diusia yg agak tua. Maka tak heran, putra Ki Ageng Pamanahan, yaitu Danang Sutawijaya, sebaya dengan putra Jaka Tingkir, Pangeran Benawa. Lantas apa yang aneh? Saya membaca komentar yang menggelikan karena mempertanyakan hal ini disebuah catatan saya yang diterbitkan oleh http://apakabar.ws Mengenai kisah Ki Ageng Sela memberontak ke Demak yang terus dia pertanyakan, saya sarankan dia mencari BABAD TANAH JAWA terbitan TB.SADU BUDI, SOLO yang ditulis oleh Ki Wiryapanitra. Dan kepada semua orang yang meragukan kisah saya, jelas mereka tidak pernah mengenal sastra klasik Jawa seperti BABAD TANAH JAWA, DARMA GANDHUL, SERAT KANDHA, BABAD CIREBON, BABAD TUBAN, BABAD PONOROGO, dll. Saya memaklumi keraguan mereka. Yang tidak bisa saya maklumi adalah, kengototan mereka. Jika mereka ngotot meragukan catatan saya, jelas pengetahuan mereka tentang sejarah Jawa yang tertuang dalam naskah-naskah klasik sangat-sangat minim. Yang mereka ketahui hanyalah sejarah Jawa yang bersumber dari pihak mayoritas, pihak pemenang, yang tampaknya juga telah mewarnai dan mempengaruhi kurikulum Sejarah Nasional Indonesia, yang diajarkan dibangku-bangku sekolah. Maka tidak heran jika banyak email masuk bernada tercengang setelah membaca catatan saya. Saya tidak heran, karena selama ini memang mereka dicekoki dengan kisah-kisah yang putih tanpa cela saja. Mereka yang ngotot meragukan catatan saya, secara tidak sadar telah menunjukkan diri mereka adalah korban dari sebuah manipulasi sejarah tetapi tidak menyadarinya. Kepada merekalah memang catatan ini saya buat. Bagi yang sudah terbiasa dengan naskah-naskah sastra klasik Jawa, mereka hanya akan menikmati kisah yang saya tulis ulang dengan gaya penuturan khas saya ini. Mereka hanya akan duduk manis seolah me-replay sebuah film yang pernah mereka lihat bertahun-tahun lalu dan kini diputar kembali. Yang sudah tahu semua cerita yang saya tulis ini, akan duduk menikmati dan berkata,“Yang belum tahu tapi merasa sudah paling tahu dan paling benar, lihat dong kisah klasik ini!” Salam manis bagi teman-teman yang semacam ini. Namun ada pula yang sangat saya sayangkan, yaitu jika ada generasi muda yang sudah tidak tahu, namun tidak mau pula membaca catatan-catatan semacam ini. Sampai kapan kalian akan terus dibodohi? Saya tidak ingin kalian puji hanya karena telah menulis catatan-catatan seperti ini. Tujuan saya tak lain hanya BUKALAH MATA KALIAN! Jika catatan-catatan saya berhasil MEMBUKA MATA KALIAN, saya merasa puas, lebih puas daripada hanya sekedar dipuji-puji! : Damar Shashangka)

Catatan dari Admin Annunaki: Saya dukung kisah klasik yang mas damar ceritakan ulang ini. Semoga bangsa Indonesia khususnya orang JAWA mau membuka mata akan sejarah mereka yang sebenarnya :) Namaste!

Ada yang tampak aneh dari kuda putih yang tali kekangnya tengah dipegang oleh Danang Sutawijaya. Kuda tersebut jelas bukanlah kuda jantan yang biasa dipakai untuk bertempur. Kuda ini jelas kuda betina. Dan tampak semakin aneh lagi, manakala diperhatikan lebih seksama, ekor kuda terlihat diikat keatas pelana sedemikian rupa, sehingga kemaluan kuda betina itu nampak terbuka jelas. Entah apa maksudnya. Ki Juru Mertani yang mempunyai ide seperti itu.

Ki Juru Mertani dan Ki Ageng Pamanahan tengah bersiap-siap mengirimkan seorang utusan yang hendak diutus ke Jipang. Utusan yang membawa surat tantangan perang! Namun, belum juga sang utusan berangkat, nampak dari kejauhan, diseberang sungai, tujuh orang tukang rumput berpakaian bagus terlihat tengah berjalan ditepian sungai sembari membawa keranjang rumput.

Ki Juru Mertani tertegun, pucuk dicinta ulam tiba, dia tahu pasti, ketujuh orang yang tengah terlihat itu tak lain adalah perumput dari istana Jipang Panolan. Mereka pastilah tukang rumput yang tengah bertugas mencarikan rumput untuk makanan kuda kesayangan Arya Penangsang, Kyai Gagak Rimang. Cepat Ki Juru Mertani memerintahkan agar Ki Ageng Pamanahan mempersiapkan diri. Ki Juru Mertani memberikan petunjuk singkat. Ki Ageng Pamanahan mengangguk tanda mengerti dan langsung menaiki punggung kudanya. Sejenak Ki Juru Mertani memberikan petunjuk kepada Kepala Pasukan agar tidak melakukan gerakan apapun tanpa ada perintah darinya. Lalu, dia menaiki punggung seekor kuda.

Tak berapa lama, nampak Ki Juru Mertani dan Ki Ageng Pamanahan terlihat memacu kuda menyeberangi sungai yang dangkal dibawah sana. Melihat kedatangan dua orang yang tidak dikenal, tujuh orang tukang rumput terkejut. Apalagi, terdengar kemudian dua orang itu berteriak memanggil mereka. Seketrika ketujuh perumput ini menghentikan langkah kakinya.

Ki Juru Mertani dan Ki Ageng Pamanahan menghampiri mereka. Begitu jarak sudah sedemikian dekat, keduanya segera turun dari atas pelana kuda masing-masing.

“Kisanak, buat siapakah rumput-rumput ini?” , tanya Ki Juru Mertani.

Salah seorang perumput menjawab :

“Rumput-rumput ini untuk makanan kuda Kangjeng Arya Jipang ( Arya Penangsang maksudnya : Damar Shashangka)!”

Ki Juru Mertani tersenyum. Dia keluarkan sebuah gulungan rontal dari balik bajunya.

“Kisanak, kami memiliki pesan buat junjungan kalian. Maukah kalian menyampaikannya?”

Ketujuh orang saling berpandangan, lalu salah satu dari mereka bertanya :

“Kalian orang mana?”

Ki Ageng Pamanahan menjawab :

“Katakan kepada junjungan kalian, kami berasal dari Sela!”

Ragu ketujuh orang tersebut.

“Siapakah yang mau aku titipi?” , sergah Ki Juru Mertani.

Agak ragu, salah seorang perumput mendekat..

“Baiklah, mana?”

Orang yang baru berkata segera mendekat dengan keranjang rumput yang tetap berada dipundaknya.

Ki Juru Mertani menyerahkan gulungan rontal itu kepada sang perumput. Namun diam-diam, Ki Ageng Pamanahan bergerak kearah belakang sang tukang rumput dengan gerakan pelan.

Begitu gulungan rontal telah diterima dan telah diselipkan dipinggang sang perumput, cepat Ki Ageng Pamanahan mencabut keris dari pinggangnya dan meraih daun telinga sang perumput tersebut. Tak menunggu waktu, disayatnya daun telinga sang penerima rontal hingga putus seketika itu juga!! Jerit kesakitan terdengar diiringi darah yang mengucur! Melihat kejadian itu, keenam perumput yang lain ketakutan dan langsung melarikan diri!!

Perumput yang kehilangan daun telinganya terlihat mengerang-ngerang kesakitan sembari mendekap telinganya yang telah kehilangan cuping. Darah merembes disela-sela jari jemarinya.

Sembari memegang keris, Ki Ageng Pamanahan berkata :

“Katakan kepada Arya Penangsang! Aku, orang Sela menunggu dia disini. Jika dia lelaki sejati, pasti akan datang!”

Sang perumput ketakutan setengah mati melihat Ki Ageng Pamanahan. Cepat dia membalikkan badan dan langsung lari terbirit-birit dengan meninggalkan keranjang rumputnya yang tumpah ditanah!!

Ki Ageng Pamanahan dan Ki Juru Mertani mengawasi sang perumput yang tengah berlari. Begitu sudah tidak terlihat mata, keduanya segera menaiki punggung kuda masing-masing dan kembali menuju barisan semula.

Perang besar akan terjadi sebentar lagi!!


Bagian 7

Siang itu, diruang dalam kedaton Jipang Panolan, tengah berkumpul para pembesar khusus. Pada hari itu, Arya Penangsang tengah mengadakan acara syukuran atas terselesaikannya masa puasa yang telah dijalaninya selama tiga bulan.

Dengan berpakaian kebesaran, Arya Penangsang nampak duduk dengan gagahnya dikursi indah. Bunyi gamelan mengalun mengiringi perjamuan tersebut. Di bawah, di lantai pualam yang putih bersih, para bangsawan nampak duduk bersila, berjajar dengan mengenakan pakaian kebesaran masing-masing.

Posisi duduk mereka berjajar, memanjang lurus. Ada dua kelompok barisan. Memanjang disebelah kiri dan kanan. Ditengah-tengah kedua barisan ini, tertata rapi hidangan syukuran. Beberapa daging panggang, lauk pauk, nasi tumpeng dan buah-buahan beraneka macam, tersaji disana.

Menjelang acara dimulai, gamelan mendadak berhenti. Patih Matahun yang duduk disebelah Arya Penangsang nampak menghaturkan sembah sejenak kearah junjungannya. Lantas beranjak berdiri dari tempat duduk.

Patih Matahun mewakili Arya Penangsang mengutarakan maksud di adakannya perjamuan disiang itu. Setelah Patih Matahun selesai mengutarakan maksud di adakannya acara syukuran tersebut, seorang ulama keraton segera melantunkan doa-doa.

Selesai doa dibacakan, gamelan mengalun kembali. Beberapa abdi dalem segera masuk dan membagi-bagi segala sesajian makanan yang sudah tersedia. Setiap bangsawan dilayani sebaik mungkin.

Perjamuan baru saja berjalan, manakala mendadak, seorang prajurid kawal khusus tergopoh-gopoh masuk keruangan memohon ijin memberikan laporan penting.

Seluruh yang hadir, tak terkecuali Arya Penangsang sendiri dan Patih Matahun, dibuat kaget oleh kehadiran seorang prajurid kawal khusus ini. Segera, Arya Penangsang memberikan isyarat agar prajurid tersebut mendekat saat itu juga.

Gamelan mendadak berhenti. Suasana menjadi tegang seketika. Ruangan menjadi sunyi dan hening. Seluruh bangsawan terdiam, mengawasi lekat-lekat sang prajurid yang tengah bergerak jalan duduk, sembari menduga-duga ada apakah gerangan yang terjadi?

Arya Penangsang memberikan isyarat agar sang prajurid segera memberikan laporan yang dibawanya. Diperhatikan oleh berpuluh-puluh pasang mata, dan didengar oleh berpuluh-puluh telinga dari semua yang hadir ditempat itu, sang prajurid berkata :

“Kasinggihan dhawuh, Kangjeng. Saya hendak memohon ijin membawa masuk seorang perumput istana. Kondisi dia sangat tidak baik. Dia membawa gulungan rontal yang katanya surat khusus buat Kangjeng..”

Wajah Arya Penangsang tegang.

“Bawa masuk dia!”

Sang prajurid menghaturkan sembah, lantas berjalan duduk mundur. Tak lama dia sudah keluar dari ruangan. Berselang beberapa tegukan minum, dia datang kembali sembari diiringi seseorang yang lain. Seseorang yang wajahnya berlepotan darah segar. Dengan sangat kesulitan, dia berjalan duduk mengikuti prajurid kawal khusus yang membawanya.

Melihat kehadiran sosok yang dibawa menghadap oleh prajurid kawal khusus barusan, seluruh yang hadir gempar!

Seseorang yang berlepotan darah yang tak lain adalah sang perumput malang itu terlihat menahan rasa sakitnya. Belum jelas bagian mana dari kepala sang perumput yang terluka karena darah segar yang terus merembes, sedikit banyak menutupi tempat luka berasal. Namun, semakin diperhatikan, akan semakin jelas, bahwa cuping telinga kiri sang perumput telah hilang! Seluruh yang hadir bisa menebak seketika, bahwa darah itu keluar dari luka dibagian telinganya yang telah tanggal!!

Mata Arya Penangsang dan Patih Matahun memperhatikan kondisi sang perumput tanpa berkedip. Begitu sang perumput dan prajurid kawal khusus telah berada tepat dihadapan Arya Penangsang, segera Arya Penangsang berkata :

“Ada apa? Ceritakan apa yang terjadi?! Dan surat darimana yang kau bawa untukku?!”

Sembari mengerang, sang perumput menghaturkan sembah. Tangannya yang berlepotan darah gemetar saat menghaturkan sembahnya. Sang perumput, didengar oleh Arya Penangsang, Patih Matahun dan seluruh bangsawan yang hadir segera menceritakan apa yang menimpanya!

Gemuruh suara seluruh yang hadir setelah mendengar laporan sang perumput. Arya Penangsang memerah wajahnya, segera dia meminta gulungan rontal yang dibawa sang perumput. Sang perumput mengulurkan gulungan rontal yang juga berlepotan darah. Arya Penangsang menyuruh Patih Matahun menerimanya dan segera membaca isinya.

Patih Matahun menerima gulungan rontal dari tangan sang perumput. Sembari berdiri, dia buka gulungan itu dan dengan suara keras, dibaca isinya :

He, Penangsang! Yen sira nyata Lanang Sejati, payo tandhing lawan ingsun. Dak anti sapinggiring bengawan tapel wates. Yen ora wani nekani, nyata sira wandu kang memba rupa! Budhala tanpa rowang! Ingsun wong Sela wus tan bisa suwe nahan sedyaning tyas kapengin nigas janggamu!

(Hai, Penangsang! Jika nyata Lelaki Sejati, mari bertanding denganku! Aku tunggu dipinggir sungai tapal batas. Jika tidak berani datang, jelaslah kamu seorang banci yang menyamar sebagai lelaki ! Berangkatlah tanpa prajurid! Aku orang Sela sudah gatal ingin memenggal kepalamu!)

Menggeram marah Arya Penangsang mendengar bunyi surat yang baru dibacakan. Tangannya mengebrak meja disebelahnya yang dipenuhi dengan nasi tumpeng! Meja terguling dan nasi diatasnya berburai seketika, berserakan mengotori lantai pualam disekelilingnya!!!

Arya Penangsang, dengan dada bergemuruh dan amarah yang sudah sampai dibun-ubun segera berkata keras kepada prajurid kawal yang nampak disitu :

“Siapkan Kyai Gagak Rimang sekarang juga!!!”

Prajurid yang diperintah menyembah dan tergopoh-gopoh jalan mundur.

Seluruh yang hadir kebingungan. Patih Matahun segera menyembah dan berkata :

“Nakmas Penangsang, mohon sabarkan hati sejenak. Biarkan saya memberikan perintah kepada Senopati Jipang agar menyiagakan seluruh prajurid!!”

Arya Penangsang tak bergeming! Matanya menerawang merah penuh amarah. Sejurus kemudian, prajurid yang diutus menyiapkan kuda nampak tiba kembali diruangan. Dia tengah memulai untuk berjalan duduk dengan maksud menghadap. Namun Arya penangsang sudah tidak sabar lagi, dia segera keluar dari ruangan tanpa permisi !!!

Patih Matahun kalut! Segera dia berkata :

“Nakmas Senopati!!”

Yang ditunjuk dan tengah duduk diantara para bangsawan menyembah!

“Segera siagakan seluruh prajurid Jipang Panolan sekarang juga!”

Yang diperintahkan menyembah sekali lagi dan mohon undur.

“Dan kepada semua priyayi yang hadir disini!” lanjut Patih Matahun, keras suaranya, ”Segera siagakan diri untuk bertempur dengan orang Sela!!”

Seluruh yang hadir riuh memberikan sembah! Dan bubar saat itu juga!!

Arya Penangsang telah menaiki kuda kesayangannya. Beberapa kepala prajurid berusaha mencegahnya, namun bukan Arya Penangsang jika tidak memenuhi tantangan seorang diri. Tanpa banyak bicara lagi, digebraknya Kyai Gagak Rimang! Kuda berwarna hitam mulus itu meringkik nyaring sejenak, lantas melesat keluar dari kompleks istana Jipang Panolan!!!

Seluruh kepala prajurid dan bangsawan Jipang geger melihat kenekadan Arya Penangsang! Seketika itu juga, gong beri, gong kecil yang biasa dibunyikan agar seluruh prajurid menyiagakan diri, segera terdengar dipukul bertalu-talu. Susul menyusul. Dari satu sudut istana , disusul sudut yang lain. Riuh rendah suaranya memekakkan telinga! Disana-sini, teriakan-teriakan komando-pun terdengar, berselang-seling, membuat se-isi istana Jipang gempar!!

Ditempat lain, Kyai Gagak Rimang telah melesat menuju perbatasan!!

Tumbangnya Ksatria Putihan.

Kyai Gagak Rimang melaju kencang, melesat ke arah sungai yang menjadi tapal batas wilayah Jipang Panolan dengan daerah yang belum berhasil diduduki pasukan Jipang.

Menjelang matahari condong ke barat, tepat seusai waktu dzuhur, barulah Arya Penangsang memperlambat laju kudanya!

Wilayah yang dibentangi aliran sungai dangkal ini adalah tapal batas kekuasaan Jipang Panolan. Diseberang sana, terbentang wilayah luas yang sudah direncanakan hendak diduduki pasukan Jipang.

Kyai Gagak Rimang meringkik nyalang manakala tali kekang kuda yang melilit lehernya ditarik kencang!! Serta merta, Kyai Gagak Rimang mengangkat kedua kaki depannya sejenak, lantas kembali menjejak ke tanah dan berjalan pelan memutar.

Mata Arya Penangsang menyipit mengamati keadaan sekeliling. Aliran sungai yang tak seberapa dalam nampak terus mengalir dengan tenangnya. Pepohonan lebat yang tumbuh diseberang sana, tumbuh di area berbukit tepat dipinggir aliran sungai, nampak lengang pula. Tak tampak sesuatu-pun yang mencurigakan.

Bergegas Arya Penangsang menarik tali kekang kuda, menuruni tanah berbukit yang menuju ke bawah, menuju ke aliran sungai. Begitu sampai dibawah, tepat dipinggir sungai, ternyata situasi benar-benar senyap! Tak ada siapapun disana. Hanya bunyi burung-burung hutan yang sesekali memamerkan suara ditambah suara sungai yang gemericik, menyambut kehadiran Arya Penangsang!

Arya Penangsang mendengus. Dengan mata memandang ke seberang, dia berteriak keras :

“Keparat!! Yen nyata lanang metuwa!! Aja singidan!!”
(Keparat!! Kalau nyata laki-laki, keluarlah! Jangan bersembunyi!!)

Suara Arya Penangsang menggema, memantul dari lereng ke lereng lain! Mengoyak kesenyapan yang sedari tadi menyergap daerah itu!

Tapi, begitu suara gema menghilang. Keadaan kembali sepi. Tak ada jawaban!

Arya Penangsang gusar! Merasa dipermainkan! Ditariknya tali kekang Kyai Gagak Rimang, nekad dia menyeberangi sungai! (Menurut kepercayaan Jawa, jika dua orang lawan sedang bertempur, dan diantara mereka terhalang sebuah sungai, bagi siapa saja yang berani menyeberangi, pasti akan kalah perangnya : Damar Shashangka)

Dan tepat ketika kaki-kaki Kyai Gagak Rimang tengah tertatih-tatih menapaki dasar sungai yang cuma sebatas lutut dalamnya, mendadak, terdengar bunyi riuh desingan!! Mata Arya Penangsang awas!! Dilihatnya berratus-ratus anak panah meluncur deras mengarah kearahnya!! Arya Penangsang mengumpat!! Namun sungguh luar biasa, bukannya dia kebingungan menghindar, malahan dia buka dadanya lebar-lebar!! Beberapa batang anak panah yang tepat mengarah ketubuhnya, terpental kesamping, tak bisa melukai kulitnya sama sekali dan langsung luruh masuk ke dalam aliran sungai!! Bahkan beberapa ada juga yang patah menjadi dua!! Tak hanya itu, anak panah yang sempat menyasar ke tubuh Kyai Gagak Rimang-pun mengalami hal yang serupa!! Kyai Gagak Rimang hanya terlonjak-lonjak saja ketika beberapa anak panah meluncur mengenai tubuhnya! Tak ada luka sedikit-pun ditubuh kuda hitam mulus itu!!

Bidikan anak panah mereda seketika!

Belum usai kegusaran Arya Penangsang, disusul dari arah seberang, keluar seekor kuda putih! Kuda itu dipacu menuruni lereng. Keluar dari balik pepohonan. Begitu jelas siapa yang hadir, mata Arya Penangsang melotot marah!! Jelas terlihat, seorang anak kecil, tengah menunggang kuda dengan tombak terhunus ditangan kanannya. Terdengar suara kecilnya nyaring tanpa ada kegentaran sedikitpun :

“Penangsang!! Aku lawan tandingmu!!”

Dada Arya Penangsang bagai dibakar api! Wajahnya bagai dicoreng dengan arang!! Betapa tidak! Seorang anak kecil dengan lancangnya berani sendirian menghadapinya dan bahkan sesumbar menantangnya!!! Ditariknya tali kekang Kyai Gagak Rimang! Kuda meringkik, kesusahan berjalan menapaki dasar sungai! Berusaha terus melaju ke arah seberang mendekati sosok kecil yang dengan gagahnya menenteng tombak disana!

Melihat Arya Penangsang mendekat, anak kecil tersebut memutar arah kudanya. Kyai Gagak Rimang telah berhasil melewati aliran sungai dan langsung berderap mengejar kuda putih didepannya! Begitu jarak sudah sedemikian dekat, mendadak terjadi keanehan! Tingkah Kyai Gagak Rimang seketika berubah!! Kepalanya mengangguk-angguk dan menjadi liar!!

Arya Penangsang terkejut menyadari perubahan yang terjadi! Kuda tunggangannya tidak pernah bertingkah aneh seperti itu selama ini. Sejenak Arya Penangsang kerepotan menarik tali kekang kudanya yang menjadi tak terkendali!! Ditengah usahanya membuat Kyai Gagak Rimang kembali patuh, mata Arya Penangsang melihat sekilas bagian belakang kuda putih yang tengah ditunggangi lawannya!! Arya Penangsang marah!! Dia menyadari sekarang mengapa Kyai Gagak Rimang bertingkah laku aneh! Rupanya, ekor kuda putih didepannnya sengaja diikat keatas, sehingga kemaluannya terlihat jelas! Dan Arya Penangsang semakin menyadari, kuda yang ditunggangi lawannya adalah kuda betina!!

Arya Penangsang mengumpat-ngumpat!! Kyai Gagak Rimang selama ini memang sengaja tidak diperkenalkan dengan kuda betina! Kyai Gagak Rimang adalah kuda tempur. Jika mengenal kuda betina dan sempat bersenggama, maka kemampuan tempurnya akan menurun! Dan kini, melihat kuda betina dengan kemaluan terbuka lebar seperti itu, Kyai Gagak Rimang tidak bisa menguasai birahinya!!

Ditengah kesibukan Arya penangsang mengendalikan keliaran Kyai Gagak Rimang, mendadak anak kecil yang menunggang kuda didepannya, memutar haluan kudanya. Berderap suaranya mendekat. Mata Arya Penangsang awas!! Namun keliaran Kyai Gagak Rimang semakin menjadi-jadi. Arya Penangsang panik!! Dan benar!!

Tombak ditangan kanan sang anak mengarah telak kearah lambungnya!!! Dan!!!

Arya Penangsang yang kerepotan diatas punggung kuda yang tengah melonjak-lonjak, tidak mampu menghindari tikaman tersebut!! Tombak Kyai Plered yang tajam langsung menembus lambungnya seketika itu juga!! Darah menyemburat!! Arya Penangsang menjerit kesakitan!! Dan yang mengerikan, begitu mata tombak ditarik, sebagian ususnya ikut terburai keluar!!!

Kuda putih berlalu dengan derapan kemenangan!! Arya Penangsang meringis kesakitan!! Diraihnya sebagian ususnya yang keluar dan langsung di kalungkan ke warangka keris Kyai Brongot Setan Kober yang terselip dipinggang kirinya!! Begitu ususnya tidak menjuntai dan terikat diwarangka keris, Arya Penangsang segera memutar tali kekang Kyai Gagak Rimang!! Kuda hitam itu mendengus-dengus dan berderap semangat mengejar kuda betina!! Begitu jarak sudah sedemikian dekat, Arya penangsang meraih tubuh kecil sang penunggang kuda putih dan membantingnya ketanah!!!

Jerit kesakitan terdengar!! Arya Penangsang segera turun dari punggung kuda!! Sosok kecil yang tengah terjatuh diatas tanah berusaha bangkit dan hendak melarikan diri, namun terlambat!! Leher kecilnya terpegang dan kembali terbanting ketanah!! Begitu tubuh kecil itu telentang tak berdaya, kaki kekar Arya penangsang langsung menginjak dadanya!! Suara kesakitan nyaring terdengar!!

Arya Penangsang beringas!! Diraihnya gagang keris Kyai Brongot Setan Kober!!

“Tunggu!!!!!!”

Mendadak terdengar bunyi nyaring!! Mata Arya Penangsang mencari asal suara! Terlihat empat orang berkuda keluar dari balik gerombol pepohonan mendekat kearahnya!! Dua diantara empat orang yang datang adalah Ki Juru Mertani dan Ki Ageng Pemanahan!

Belum selesai kemunculan empat orang tersebut, disusul suara riuh rendah derap kuda dari seberang sungai terdengar!! Mata Ki Juru Mertani awas!! Pasukan Jipang Panolan ternyata sudah tiba!! Cepat dia memberikan isyarat!!! Dua orang yang ikut dengannya segera mengeluarkan bendera merah!! Begitu melihat bendera merah terkibar!! Bunyi gemuruh pasukan Pajang membahana!!! Serempak keluar dari persembunyian masing-masing!! Perang besar akan segera terjadi!!!

Mata Arya Penangsang memerah!!

Ki Juru Mertani dan Ki Ageng Pemanahan menatapnya lekat-lekat! Dan mata Ki Juru Mertani serta Ki Ageng Pemanahan juga melirik usus Arya penangsang yang terburai dan tersampir diwarangka keris! Begitu keris itu dicabut, maka tamatlah riwayat Arya Jipang!!

“ Penangsang!!” teriak Ki Juru Mertani, ” Anak kecil itu putra Adipati Pajang!! Bunuh saja jika kamu berani!!!”

Arya Penangsang kalap!! Dia melihat anak kecil yang masih diinjak dengan kaki kanannya! Anak kecil yang tak lain adalah Danang Sutawijaya! Dengan diiringi geraman kemarahan yang tak tertahankan, dicabutnya Kyai Brongot Setan Kober dengan kasar!!! Arya Penangsang lupa, sebagian ususnya yang keluar tersampir disana!! Kemarahan membuat Arya Penangsang lupa!!

Begitu keris Kyai Brongot Setan kober tercabut, Arya Penangsang seketika menjerit keras!!! Ususnya ikut tercerabut seketika itu juga!!! Dengan tangan kanan yang terangkat keatas, gerakan Arya Penangsang terhenti!!! Tubuhnya tergetar hebat!!! Hanya sesaat!! Sejurus kemudian, tubuhnya tumbang ke tanah dan sekarat seketika itu juga!!!

Cepat Ki Ageng Pemanahan menarik tubuh Danang Sutawijaya yang ngeri ketakutan!! Dan langsung membawanya menjauhi arena!!

Dilain tempat, peperangan telah terjadi!! Pekik kemarahan berselang sering dengan jerit kesakitan!!! Tubuh-tubuh dari kedua prajurid bertumbangan ketanah!! Darah tertumpah!! Membuat aliran sungai menjadi berubah warna menjadi merah!!!

Senjata tajam berkelabatan tertimpa sinar matahari sore!! Berdenting! Mencicit mengincar nyawa lawan!! Nampak Patih Matahun mengamuk dibarisan depan!!

Ki Juru Mertani segera memerintahkan seorang kepala prajurid Pajang berteriak mengabarkan kematian Arya Penangsang! Yang diutus segera menjalankan tugas!! Sebentar saja, teriakan serupa disambut teriakan yang lain dari kepala pasukan Pajang!!

Berita kematian Arya penangsang membuat nyali pasukan Jipang menciut!!! Ditengah-tengah pertempuran dahsyat tersebut, dari sudut kesudut, terdengar suara bersahut-sahutan dari pasukan Pajang :

“Arya Penangsang wis matiiiiiiiiiii!!!!!”
(Arya penangsang sudah mati!!!)

Dampaknya luar biasa, sebentar saja, pasukan Jipang terdesak hebat!! Satu persatu, tubuh pasukan Jipang jatuh ketanah dengan luka menganga mengeluarkan darah segar!! Pasukan Pajang terus merangsak maju!!

“Aja mundur!!! Majuuuuuuuuuuu!!”
(Jangan mundur!! Majuuuuuu!)

Terdengar teriakan Patih Matahun, disusul oleh kepala pasukan Jipang yang lain! Namun percuma! Nyali pasukan Jipang sudah turun drastis!! Bahkan, dibeberapa sisi, pasukan Jipang sudah kocar-kacir!! Jika diteruskan, seluruh pasukan Jipang akan terbabat habis tak tersisa!! Pasukan Pajang mengamuk bagai banteng ketaton!!!

Namun, Patih Matahun tak berniat mundur!! Ki Ageng Pamanahan segera memacu kuda mendekati posisi Patih Matahun!! Melihat kehadiran Ki Ageng Pamanahan, Patih Matahun langsung menyerang!! Pertempuran kedua priyayi dari Pajang dan Jipang ini terjadi!! Namun bagaimanapun juga, semangat Patih tua ini juga sudah banyak luruh!! Sebentar saja, dia sudah terlihat terdesak hebat!! Dan pada akhirnya, sebuah tusukan telak mengarah dadanya!! Patih Matahun meringis kesakitan dan tumbang ketanah!!!

Melihat Patih Matahun-pun telah tewas, beberapa kepala pasukan Jipang panik!! Pasukan Pajang terus membabat habis lawannya tanpa ampun lagi!! Mayat-mayat bergelimpangan semakin banyak!! Aliran sungai telah berwarna merah dan berbau anyir!!

Dan menjelang malam tiba, pasukan Jipang kocar-kacir!!! Pasukan Pajang terus bergerak menuju ibukota! Penduduk ibukota Jipang panik. Pasukan Pajang merangsak masuk istana Jipang! Jerit ketakutan terdengar disana-sini!! Banguna istana segera menjadi sasaran perusakan pasukan Pajang tanpa ampun!! Beberapa sudut istana dibakar!! Perlawanan dari sisa-sisa pasukan Jipang tidak berarti sama sekali!! Sebentar saja, menjelang dini hari, istana Jipang Panolan telah dikuasai pasukan Pajang!!

Gamelan ditabuh menandakan kemenangan pasukan Pajang!! Keesokan harinya, kabar kemenangan itu diteruskan ke Pajang. Beberapa prajurid diutus memberikan laporan kepada Adipati Adiwijaya!! Seluruh bangsawan Pajang menyambut kemenangan itu dengan suka cita!!

Tak menunda waktu lama, diutuslah beberapa prajurid ke Jepara untuk mengabarkan hal serupa kepada Ratu Kalinyamat. Ratu Kalinyamat bergembira dan bersedia menyudahi tapa telanjangnya. Dia lantas ikut rombongan pasukan Pajang menuju ibukota Pajang.

Kemenangan orang Sela tersiar kemana-mana. Tewasnya Arya penangsang membuat gempar seluruh bangsawan Jawa!! Tak terkecuali Sunan Kudus!!

Kini, tidak ada lagi penguasa Jawa yang kuat selain Adipati Adiwijaya di Pajang!! Beberapa minggu kemudian, upacara besar dilaksanakan. Disaksikan oleh para pembesar Demak Bintara, Ratu Kalinyamat menyerahkan tahta Demak Bintara kepada adik iparnya, Adipati Adiwijaya!! Keputusan ini banyak disokong oleh berbagai pihak!! Namun sesuai janji semula, Pajang harus berbentuk Kesultanan, bukan Kerajaan. Oleh karenanya, Adipati Adiwijaya lantas dikukuhkan sebagai seorang Sultan dengan gelar Kangjeng Sultan Adiwijaya. Kejadian ini bertepatan dengan tahun 1546 Masehi!

Putra Ki Ageng Pengging, kini telah resmi memegang tampuk pemerintahan Jawa. Ramalan Sunan Kalijaga, terbukti sudah!! Kini, Ki Mas Karebet atau Jaka Tingkir, telah menjadi seorang Raja, penguasa Tanah Jawa!!!

Tamat



Mari kita ambil baiknya dan buang yang tidak baik...
Aihh... Berat3x...


Hatiku selembar daun...