Saturday, 11 July 2020

Ibu Tukang Gorengan dari Demak yang Pergi Naik Haji

Ibu ini adalah seorang penjual gorengan di pinggir jalan raya depan Pasar Demak yang berhasil menyekolahkan anak-anaknya lulus Undip, STAN, UI dan STKS Bandung. Semasa perjuangannya bertahun-tahun jarang membeli baju, sampai baju yang ada sobek-sobek pun dipakai. Semasa perjuangannya selalu prihatin dan berpuasa (orang Jawa bilang tirakat) agar anak-anaknya lancar sekolahnya. Semasa perjuangannya hari-harinya hanya tidur dari jam 10 malam sampai jam 2 dini hari. Jika kerinan (bangun kesiangan) jam 3 atau jam 4, Ibu ini menangis dan menyalahkan tubuhnya kenapa tidak tahu diri karena hari keburu pagi. Semasa hidupnya Ibu ini hanya bisa mengenyam sekolah sampai kelas 2 SD di Desa Cabean Demak karena berasal dari keluarga petani miskin. Semasa kecilnya adalah piatu ditinggal mati Ibunya karena kecelakaan. Semasa kecilnya dihabiskan dengan siksaan dari Ibu Tirinya. Semasa kecilnya, pipinya yang putih cantik dekat bagian lehernya robek panjang karena dihantam mangkok oleh Ibu Tirinya hanya karena memecahkan tempayan tanah tempat air di tengah jalan karena tangan-tangan kecilnya tidak kuat lagi membawa air dari sungai ke rumahnya. Selepas dari sawah dia harus mengasuh adik-adik tirinya sampai tertidur. Jika adik-adik tirinya menangis, pukulan, cubitan dan cambuk pasti mendera tubuhnya. Semangat menyekolahkan anak-anaknya sungguh luar biasa. Kata Ibu ini, semasa mudanya tidak pernah bahagia. Kata Ibu ini, air mata kebahagiaannya menetes ketika anak-anaknya berhasil lulus dan menjadi seorang sarjana. Mimpinya sesederhana itu saja. Ketika Ibu ini naik haji, seorang kyai kondang dari pondok pesantren Betengan Demak, Pak Kharir (Alm.) datang ke rumahnya ikut mendoakan supaya hajinya makbul, padahal kalau diundang biasanya yang datang adalah anak-anaknya atau murid-muridnya (santri-santrinya). Dalam acara selamatan (mendoa sebelum berangkat naik haji), di depan orang-orang kampung, Pak Kharir mengatakan keheranannya, kenapa punya uang bukannya untuk senang-senang untuk dibelikan perhiasan kalung gelang emas, motor atau mobil, tapi justru dipakai untuk naik haji. Ketika Ibu ini berangkat naik haji, diantar dari rumahnya dengan bersandal jepit ke alun-alun masjid Demak, semua orang di kampungnya menangis. Ketika Ibu ini berangkat naik haji, diantar dari rumahnya dengan bersandal jepit ke alun-alun masjid Demak, semua orang di pasar berebutan memeluknya sambil menangis. Di depan ka'bah pun doa yang keluar dari bibirnya tidak jauh dari keselamatan anak-anaknya dan semoga sekolah anak-anaknya diberikan kelancaran dan anak-anaknya dapat hidup lebih baik dan berkecukupan. Saya pribadi pantang melihat air mata Ibu satu ini menitik apalagi sampai berlinangan. Haru rasanya ketika Ibu ini berkata kepada seorang pejabat dari Jakarta, "Maaf Pak... Bu... Saya ini orang tidak sekolah. Jadi saya takut kalau kata-kata saya kurang sopan...". Kata-kata Ibu ini yang selalu melekat di otak, pikiran dan kalbu saya adalah jika seseorang niat sekolahnya benar-benar (estu) dan tidak neko-neko (fokus), dia pasti akan sampai (lulus). Jika bekerja benar-benar (estu) dan tidak neko-neko (fokus), dia pasti akan berhasil. Orang-orang memanggil Ibu ini dengan sebutan Tukang Gorengan Naik Haji... Mohon doanya semoga Ibu ini selalu sehat wal'afiat, panjang umur, dan mengisi hari tuanya dengan senyum dan kebahagiaan. Kelak bisa melihat dan menyaksikan cucu-cucunya (si Lintang dan si Elok) menikah dengan pasangan hidup yang dicintainya. Ibu ini bernama Sukarsih.




L

Monday, 18 September 2017

PROGRAM PENINGKATAN AKSESIBILITAS TEMPAT TINGGAL BAGI ANAK GELANDANGAN DAN KELUARGA DI PERKOTAAN*


Program Rumah Tat Twam Asi




Arif Rohman
School of Humanities and Social Sciences
Charles Sturt University


Cite:
Rohman, Arif. 2017. Program Peningkatan Aksesibilitas Tempat Tinggal Bagi Anak Gelandangan dan Keluarga di Perkotaan. Disampaikan Dalam Acara Konsultasi Direktorat Anak Tanggal 16 September 2017. Jakarta: Kementerian Sosial RI.


A.       Latar Belakang
Permasalahan sosial di perkotaan memang sangat kompleks dan selalu berkembang, dimana penanganannya membutuhkan keseriusan dan totalitas dari seluruh pemangku kepentingan, serta inovasi-inovasi penanganan yang dapat dituangkan dalam suatu program yang utuh, terpadu dan berkelanjutan. Salah satu permasalahan sosial yang menjadi trend saat ini adalah issue tentang anak yang menggelandang di jalanan bersama keluarganya yang disebabkan karena tidak memiliki akses terhadap tinggal dikarenakan kemiskinan.
Publik di Indonesia pada tanggal 14 Juni 2017 sempat dikejutkan dengan kasus pasangan Joni (55 tahun) dan Isa (35 tahun) yang melahirkan anak ketiganya yang bernama Sari dengan hanya beralaskan kardus di salah satu gang sempit di daerah Tambora, Jakarta Barat. Meskipun anak dan keluarganya tersebut sudah ditangani secara baik oleh Kementerian Sosial RI melalui Rumah Perlindungan Anak (RPSA), pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimana nasib anak-anak yang tinggal bersama keluarganya dan menggelandang di jalanan karena tidak memiliki akses terhadap tempat tinggal yang layak di perkotaan? Pertanyaan ini membutuhkan sebuah jawaban sekaligus aksi sosial yang nyata dari pemerintah dan masyarakat. Fenomena keluarga gerobak di kota-kota besar khususnya Jakarta mengisyaratkan perlunya sebuah program yang bisa menjangkau sekaligus memecahkan permasalahan tersebut.
Pada Maret 2016, data dari BPS menyebutkan bahwa jumlah orang miskin di Indonesia pada saat ini adalah 28 juta, dimana 40,22 persen (11,26 juta jiwa) adalah anak-anak. Dari total angka tersebut, Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak, Kementerian Sosial RI memperkirakan sekitar 4,1 juta anak dalam keadaan terlantar, dimana 1 dari 6 anak terlantar tinggal di dalam panti dan 25,4% dari anak terlantar tidak memiliki tempat tetap untuk tidur.
Studi yang dilakukan oleh National Center on Family Homelessness pada tahun 2011 di Amerika mengungkapkan bahwa anak-anak yang menggelandang bersama dengan keluarganya di jalanan beresiko mengalami gangguan kesehatan mental dan tumbuh kembangnya. Disamping itu, anak-anak yang hidup menggelandang tersebut juga rawan terhadap perlakuan yang salah dan keterpisahan dengan orang tua mereka (Anooshian, 2005; Haber & Toro, 2004). Anak-anak tersebut juga berpotensi mengalami penyakit-penyakit kronis karena terbatasnya akses terhadap layanan kesehatan (Cutuli, Herbers, Rinaldi, Masten, & Oberg, 2010; Perlman & Fantuzzo, 2010), kekerasan dalam rumah tangga (Zlotnick, 2009), dan terpapar penyalahgunaan obat-obatan sejak dalam kandungan oleh ibunya serta mengalami depresi (Lee et al., 2010). Mobilitas anak gelandangan juga mempengaruhi prestasi akademik anak, kesulitan ketika mendaftar sekolah dan mengalami gangguan ketika berinteraksi dengan teman sebayanya di sekolah (Buckner, Bassuk, & Weinreb, 2001).
Studi yang dilakukan oleh Tischler, Rademeyer, & Vostanis (2007) menyebutkan bahwa meskipun anak-anak gelandangan tersebut sudah ditangani oleh rumah aman ataupun rumah perlindungan sosial sekalipun, kondisi stress yang dialami anak pun bisa berlanjut. Sebagai contoh, kebijakan lembaga yang menolak keberadaan ayah mereka, akomodasi dengan sistem barak dan kebijakan dilarang mengkonsumsi makanan pribadi meskipun dengan alasan keselamatan, pada dasarnya tidak mendukung pengasuhan yang positif dan interaksi yang sehat dalam keluarga. Menurut Rohman (2005), minimnya akses terhadap perumahan mengakibatkan anak-anak dan keluarganya terisolasi dari lingkungan sosialnya, serta kebiasaan-kebiasaan atau tradisi-tradisi dalam keluarga tidak dapat berjalan atau berfungsi dengan baik. Pendapat ini menegaskan bahwa rumah merupakan unsur penting dalam kehidupan anak tidak hanya sebagai ruang sosial, tetapi juga ruang sosialisasi dan pendidikan.

B.        Program Rumah Tat Twam Asi
Merujuk pada keprihatinan akan kondisi anak-anak yang hidup menggelandang bersama keluarga mereka tanpa tempat tinggal yang pasti, dan perwujudan semangat dalam menghargai, melindungi serta memenuhi hak-hak anak, terutama anak yang menggelandang bersama orang tuanya di jalanan, diperlukan sebuah program alternatif untuk mengisi ruang kosong dalam praktek pelayanan dan rehabilitasi sosial.
Menyikapi hal tersebut, program yang diajukan ke Kementerian Sosial RI cq. Direktorat Rehabilitasi Sosial Anak adalah ‘Program Peningkatan Aksesibilitas Perumahan Bagi Anak Gelandangan dan Keluarga di Perkotaan’ yang disingkat dengan ’Program Rumah Tat Twam Asi’.
Program Rumah Tat Twam Asi merupakan pengembangan program penanganan anak yang menggelandang bersama keluarganya di perkotaan agar hilang secara permanen di kota-kota besar. Program ini adalah inovasi sekaligus complementary dari program-progran yang telah dilakukan oleh Kementerian Sosial selama ini, sekaligus sebagai wadah bagi seluruh komponen masyarakat seperti pemerintah daerah, pengusaha (CSR), LKSA dan tokoh masyarakat untuk berbuat aksi nyata dengan mengedepankan prinsip kepentingan terbaik untuk anak (the best interest of the child).
Inti dari Program Rumah Tat Twam Asi adalah menciptakan keteraturan sosial melalui peningkatan akses perumahan bagi anak gelandangan dan keluarganya tanpa menjauhkan dari mata pencahariannya sehari-hari, serta peningkatan kontrol sosial masyarakat agar lebih peduli dan terlibat dalam proses pelayanan dan rehabilitasi terhadap anak gelandangan di perkotaan. Pemberian akses tempat tinggal dalam konteks Program Rumah Tat Twam Asi adalah entry point untuk intervensi-intervensi sosial (pelayanan dan rehabilitasi sosial) yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

C.        Sasaran
Adapun yang menjadi sasaran dalam ‘Program Rumah Tat Twam Asi’ adalah sebagai berikut:
1.         Anak Gelandangan.
2.         Keluarga Anak Gelandangan.
3.         Kementerian Sosial RI.
4.         Kementerian/Lembaga Terkait.
5.         Pemerintah Provinsi//Kota.
6.         Dinas/Instansi Sosial Provinsi/Kota.
7.         Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA).
8.         Lembaga Pendidikan.
9.         Dunia Usaha (CSR).
10.     Individu, kelompok dan masyarakat yang peduli.

D.       Landasan Hukum
1.         Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat 2, Pasal 28 H, dan Pasal 34.
2.         Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
3.         Undang-Undang Nomor  11 Tahun 2009  tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia  Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor  4967);
4.         Undang-Undang Nomor  13 Tahun 2011  tentang Penanganan Fakir Miskin (Lembaran Negara Republik Indonesia  Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor  5235);
5.         Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor  5585);
6.         Undang-Undang Nomor  35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak;
7.         Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis;
8.         Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1988 tentang Usaha Kesejahteraan Sosial Bagi Anak yang Mempunyai Masalah;
9.         Keputusan Presiden RI Nomor 40 Tahun 1983 tentang Koordinasi Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis;
10.     Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention On The Rights Of The Child (Konvensi tentang Hak-Hak Anak);
11.     Peraturan Menteri Sosial Nomor 30/HUK/2011 tentang Standar Nasional Pengasuhan Anak;
12.     Peraturan Menteri Sosial Nomor 14 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Hibah Langsung Dalam Negeri Dalam Bentuk Uang (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 723);
13.     Permenkeu 228 /2016 tentang perubahan atas PMK 254/2015 tentang Belanja Bantuan Sosial Pada Kementerian Lembaga;
14.     Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia, Nomor: 15A/HUK/2010 Tentang Panduan Umum Program Kesejahteraan Sosial Anak;

E.        Ruang Lingkup Program Rumah Tat Twam Asi
1.    Prinsip Dasar
Dalam penyelenggaraan Program Rumah Tat Twam Asi, para pelaksana kegiatan hendaknya berpegang pada prinsip-prinsip pekerjaan sosial, sebagai berikut:
a.    Prinsip Umum
1)   Individualisasi
Setiap anak gelandangan dan keluarga tidak disamaratakan begitu saja, tetapi harus dipahami secara khusus sesuai dengan keunikan pribadi dan masalah mereka masing-masing.

2)   Penghargaan terhadap harkat dan martabat
Anak gelandangan dan keluarga sebagai manusia untuk diterima dan dihargai sebagai pribadi yang utuh dalam kehidupan masyarakat (bersosialisasi kembali ke masyarakat).

3)   Penerimaan
Prinsip ini mengedepankan upaya dan perlakuan terhadap anak gelandangan dan keluarga, secara apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka sebagai manusia biasa. Demikian juga, anak gelandangan dan keluarga diberi kesempatan yang sama seluas-luasnya untuk mengembangkan diri dan berperanserta dalam berbagai aktivitas kehidupan tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan.

b.   Prinsip Khusus
1)   Partisipasi
Anak gelandangan dan keluarga diikutsertakan dan dapat berperan optimal dalam upaya pelayanan dan rehabilitasinya kembali ke masyarakat.

2)   Rehabilitasi berbasis keluarga
Penanganan anak gelandangan dan keluarga melalui program rehabilitasi sosial berbasis non lembaga/panti lebih di titik beratkan pada fungsi preventif, perlindungan dan pemberdayaan yang lebih mengedepankan sumber daya dan potensi yang ada di keluarga.


3)   Kapasitas kelembagaan lokal
Jaringan dan keterlibatan kelembagaan lokal yang ada di kota diarahkan dapat memberikan dukungan materi maupun non materi untuk meningkatkan keberhasilan program ini.

4)   Keluarga sebagai pelaku
Program ini menyakini bahwa keluarga kekuatan basis dan pelaku utama program ini.

5)   Potensi modal sosial
Program ini mendorong penguatan nilai-nilai, norma, kepercayaan (trust) serta jaringan sosial yang sudah ada di kota.

2.    Tujuan
Tujuan dari Program Rumah Tat Twam Asi adalah sebagai berikut :
a.    Meningkatnya akses tempat tinggal bagi anak gelandangan dan keluarga.
b.    Meningkatnya kapasitas anak gelandangan dan keluarga.
c.    Terciptanya kesempatan berusaha dan bekerja bagi keluarga anak gelandangan.
b.    Meningkatnya kualitas kehidupan anak gelandangan dan keluarga.
c.    Meningkatnya akses anak gelandangan dan keluarga terhadap pelayanan sosial dasar.
d.    Memberikan jaminan sosial dan rasa aman.

3.    Penerima Manfaat
Penerima manfaat dari Program Rumah Tat Twam Asi adalah sebagai berikut :
a.    Anak usia di bawah 18 tahun.
b.    Menggelandang bersama keluarganya.
c.    Menjadi gelandangan karena keterpaksaan.
d.    Tidak memiliki tempat tinggal tetap.
e.    Tidak memiliki tanda identitas resmi.

4.    Kebijakan
Kebijakan dalam Program Rumah Tat Twam Asi antara lain sebagai berikut :
a.    Perlindungan hak-hak dasar anak gelandangan dan keluarganya.
b.    Profesionalitas dari pendamping Program Rumah Tat Twam Asi.
c.    Peningkatan peran aktif warga dalam Program Rumah Tat Twam Asi.
b.    Peningkatan kualitas manajemen pelaksana Program Rumah Tat Twam Asi.

5.    Tahapan Kegiatan
a.    Tahap Persiapan
1)   Pemetaan Sosial
Pemetaan sosial adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka memperoleh gambaran mengenai kondisi obyektif dari suatu fenomena yang hasilnya akan dijadikan acuan dalam upaya penanganan ke depan. Pemetaan sosial berupaya mengidentifikasi para anak gelandangan dan keluarganya meliputi kantong-kantong anak gelandangan dan keluarganya, lama menggelandang, pekerjaan keluarganya, kondisi kesehatan, dsb. Kegiatan ini dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh Kementerian Sosial RI.

2)   Studi Kelayakan
Setelah diadakan pemetaan sosial dan telah diketahui kantong-kantong anak gelandangan dan keluarganya, maka diadakan studi kelayakan. Tim studi kelayakan akan berkoordinasi dengan pihak Pemerintah Daerah Propinsi/ Kota untuk melihat kemungkinan program akan diselenggarakn di sana, dengan memperhatikan aspek keseriusan dan dukungan untuk menjadi lokasi ujicoba Program Rumah Tat Twam Asi.

3)   Workshop Rumah Tat Twam Asi
Workshop akan dilakukan dengan mengundang pihak-pihak terkait seperti pemerintah daerah yang potensial menjadi lokasi ujicoba Rumah Tat Twam Asi, lembaga kesejahteraan sosial anak yang potensial menjadi penyelenggara pendampingan, serta pihak-pihak terkait yang dirasa memiliki perhatian pada isu kesejahteraan anak gelandangan di perkotaan. Workshop ini bertujuan menjajagi kemungkinan daerah mana yang potensial dipilih sebagai lokasi ujicoba.

4)   Penandatanganan MoU
Setelah ada kesepakatan tentang lokasi penyelenggaraan Program Rumah Tat Twam Asi, akan diadakan rapat-rapat koordinasi dalam rangka penyusunan MoU. MoU ini bersifat mengikat dan sebagai salah satu syarat keberlangsungan program. Penandatanganan Mou akan dilaksanakan sekaligus sebagai tanda bahwa Program Rumah Tat Twam Asi telah dilaunching di daerah tersebut.

5)   Pemilihan LKSA
Langkah selanjutnya setelah penandatanganan MoU yaitu seleksi lembaga kesejahteraan sosial anak (LKSA) yang nantinya akan membantu pelaksanaan Program Rumah Tat Twam Asi, terkait dengan aspek pendampingan terhadap para penerima manfaat. LKSA yang akan dipilih harus memiliki kelengkapan administrasi yang cukup, direkomendasikan oleh Pemerintah Daerah Propinsi, dan memiliki pengalaman yang cukup dalam pendampingan masyarakat.

6)   Perekrutan Pendamping Sosial
Perekrutan pendamping dilaksanakan bersamaan dengan perekrutan LKSA yang akan menyelenggarakan layanan. Pendamping yang akan dipilih harus sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Perekrutan pendamping ini sangat penting mengingat merekalah yang nantinya menjadi ujung tombak dalam pendampingan Program Rumah Tat Twam Asi.

7)   Pembekalan Pendamping
Setelah pendamping sosial ditetapkan oleh Kementerian Sosial, mereka akan mendapatkan pembekalan atau pengarahan terkait dengan pelaksanaan Program Tat Twam Asi. Pada pembekalan ini akan diundang pakar-pakar yang dapat menularkan pengetahuan dan keterampilan praktisnya pada para pendamping.


b.    Tahap Pelaksanaan
1)   Penjangkauan
Penjangkauan adalah kegiatan kunjungan pekerja sosial/pendamping ke kantong-kantong anak gelandangan dan keluarganya sebagai upaya menciptakan kontak pendahuluan dan persahabatan dengan mereka. Adapun tujuan dari penjangkauan yaitu :
a)   Memperoleh dan memahami kondisi tempat/kantong-kantong anak gelandangan dan keluarganya sebagai wilayah binaan.
b)   Mendapatkan kantong anak gelandangan dan keluarga yang akan di bina.
c)    Memperoleh kepercayaan dari anak gelandangan dan keluarganya.

2)   Registrasi dan Identifikasi
Serangkaian kegiatan administratif maupun teknis yang meliputi registrasi dan identifikasi dalam rangka seleksi dan penetapan calon penerima manfaat.

3)   Asesmen
Upaya untuk menelusuri dan menggali data penerima manfaat, faktor-faktor penyebab masalahnya, tanggapannya, serta kekuatan-kekuatan dalam dirinya. Semua hal tersebut dikaji, dianalisa dan diolah guna menentukan layanan yang tepat bagi penerima manfaat, dan dapat digunakan dalam mendukung upaya rehabilitasi sosial yang akan dilakukan.

4)   Penentuan Rencana Pelayanan
Rencana pelayanan adalah rencana tindakan/kegiatan pelayanan yang akan dilakukan oleh penerima manfaat atas dasar hasil asesmen. Recana pelayanan ditujukan sebagai acuan jenis pelayanan yang diperlukan penerima manfaat dalam upaya memecahkan masalah yang dihadapinya.

5)   Pemberian Layanan Sosial
Serangkaian kegiatan teknis operasional yang diarahkan untuk memulihkan harga diri, kepercayaan diri, disiplin, kemampuan integrasi, kesadaran dan tanggung jawab sosial, kemampuan penyesuaian diri, penguasaan satu atau lebih jenis keterampilan sebagai bekal untuk mendapatkan mata pencaharian yang layak dan hidup normal sesuai norma-norma dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Layanan sosial yang diberikan meliputi:
a)   Penjangkauan anak gelandangan dan keluarga.
b)   Bimbingan fisik, mental dan sosial.
c)    Bimbingan keterampilan kerja.
d)   Pemberian bantuan stimulan usaha ekonomi produktif (UEP).
e)   Pemberian bantuan stimulan tempat tinggal.
f)     Pemberian jaminan hidup (jadup).
g)    Pengembalian anak gelandangan ke sekolah.
h)   Pemberian advokasi dan aksesibilitas.
i)     Temu penguatan kapasitas anak dan keluarga (TEPAK).

6)   Pembinaan Lanjut
Serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan kepada klien dan masyarakat guna lebih dapat memantapkan, meningkatkan dan mengembangkan kemandirian penerima manfaat di masyarakat. Kegiatan ini meliputi :
a)   Bimbingan peningkatan peran serta dalam kehidupan bermasyarakat.
b)   Bantuan pengembangan usaha/bimbingan peningkatan keterampilan.
c)    Bimbingan pemantapan kemandirian/peningkatan usaha.

7)   Monitoring dan Evaluasi
Untuk memastikan apakah proses rehabilitasi sosial anak gelandangan dan keluarga melalui Program Rumah Tat Twam Asi berlangsung sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Monitoring dan evaluasi dilakukan pada setiap tahapan dan pada akhir pelaksanaan Program Rumah Tat Twam Asi untuk masukan guna perbaikan program di masa mendatang.

c.    Tahap Terminasi
Tahap pemutusan hubungan layanan. Ini berarti penerima manfaat sudah menuntaskan proses pelayanan dan telah mencapai kemandirian dan hidup normal dalam masyarakat, atau penerima manfaat dirujuk atau dilimpahkan kepada lembaga/organisasi sosial atau pelayanan lain yang tidak dapat di berikan oleh pekerja sosial/pendamping, seperti instansi pemerintah, instansi sosial, kepolisian, Rumah Sakit, LKSA lokal maupun internasional, masyarakat dan lain-lain.

6.    Jenis Kegiatan Rehabilitasi Sosial
Kegiatan rehabilitasi sosial selama ini dilakukan melalui panti-panti gelandangan pengemis milik Kementerian Sosial maupun Pemerintah Daerah. Namun demikian, penanganan berbasis lembaga tersebut tidak bisa mengakomodir kebutuhan akan tempat tinggal dalam jangka waktu yang lama. Berkenaan dengan hal tersebut, sudah seyogyanya apabila kegiatan rehabilitasi sosial dilakukan secara terpadu di perkotaan dalam bingkai rumah dan keluarga, serta difokuskan pada penguatan ketahanan ekonomi keluarga dan kontrol sosial masyarakat.

a.    Penjangkauan Anak Gelandangan dan Keluarga
Kementerian Sosial bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dalam melakukan penjangkauan. Anak gelandangan dan keluarganya yang akan ditangani adalah hasil dari operasi yustisi yang dilakukan oleh Kementerian Sosial, Dinas Sosial dan Satuan Polisi Pamong Praja ataupun mereka yang sudah keluar dari panti-panti rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis milik pemerintah ataupun Rumah Aman dan RPSA.

b.    Bantuan Stimulan Tempat Tinggal
Layanan ini diberikan pada mereka yang telah diassesment dan lolos seleksi untuk mendapatkan Rumah Tat Twam Asi. Rumah Tat Twam Asi yang dimaksud di sini adalah rumah sederhana yang slayak ditempati dan sengaja disewakan untu anak gelandangan dan keluarganya. Nilai bantuan untuk Rumah Tat Twam Asi berkisar antara 15-20 juta per tahun maksimal selama 3 tahun.

Kegiatan ini untuk sementara dibiayai oleh Kementerian Sosial ataupun Dinas/Instansi Sosial di Propinsi/Kabupaten/kota, mengingat sifat program yang lingkupnya masih kecil bentuknya masih program ujicoba. Ke depan, jika program ini berhasil dan siap direplikasikan secara nasional, Program Rumah Tat Twam Asi akan bekerja sama dengan Kementerian Perumahan dan Permukiman atau Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, baik yang ada di tingkat Pusat maupun Propinsi/Kota. Melalui bantuan perumahan ini diharapkan para anak gelandangan dan keluarga kembali memahami arti sebuah rumah yaitu sebagai simbol utama dalam keluarga, sehingga nilai-nilai sosial dan kemasyarakatan juga dapat timbul dengan sendirinya.

c.    Bimbingan Fisik, Mental dan Sosial
Para anak gelandangan dan keluarga yang lolos seleksi dan persyaratan, akan diberikan bimbingan fisik, mental dan sosial. Bimbingan fisik diarahkan pada tuntunan untuk pengenalan dan praktek cara-cara hidup sehat, secara teratur dan disiplin, agar kondisi badan/fisik dalam keadaan selalu sehat. Bimbingan mental diarahkan pada tuntunan untuk memahami diri sendiri dan orang lain, dengan belajar tentang keagamaan, cara berpikir positif dan keinginan untuk berprestasi. Bimbingan sosial diarahkan pada tatanan kerukunan dan kebersamaan hidup bermasyarakat, sehingga diharapkan dapat menimbulkan kesadaran dan tanggung jawab sosial baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat.

d.    Bimbingan Keterampilan
Para keluarga anak gelandangan mendapatkan pelatihan keterampilan sesuai minat dan bakatnya di ’Rumah Kerja Tat Twam ASI’ (RKTTA) yang ada di Dinas Sosial Propinsi/Kota. Biaya pelatihan ditanggung oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (cost sharing). Bagi mereka yang telah lulus pelatihan keterampilan akan diberikan bantuan stimulan untuk modal usaha sesuai dengan keterampilan yang dimilikinya ataupun dirujuk ke tempat kerja bila dimungkinkan. Namun demikian mereka diharuskan menandatangani surat perjanjian tidak menggelandang lagi.

e.    Bantuan Stimulan Usaha Ekonomis Produktif
Karakteristik gelandangan memang beragam. Ada diantara mereka yang membutuhkan pelatihan keterampilan, namun ada juga dari mereka yang membutuhkan modal untuk usaha. Penerima manfaat yang hanya butuh modal untuk usaha dan tidak mengikuti pelatihan keterampilan melalui ’Rumah Kerja Tat Twam ASI’ (RKTTA) yang ada di Dinas Sosial Propinsi/ Kota juga akan mendapatkan bantuan stimulan langsung. Bantuan ini berupa bantuan stimulan usaha ekonomi produktif (UEP) yang jenis bantuannya disesuaikan dengan minat, bakat, dan pangsa pasar di daerah setempat. Bagi mereka yang telah mendapatkan bantuan modal usaha juga harus menandatangani surat perjanjian tidak menggelandang lagi.

f.     Jaminan Hidup
Sementara keluarga anak gelandangan mengikuti layanan yang ada, otomatis mereka tidak bekerja (menggelandang dan mengemis). Sebagai konsekuensinya mereka akan mendapatkan jaminan hidup (jadup) yang waktunya disesuaikan dengan situasi kondisi serta dana yang ada. Jaminan hidup akan dihentikan ketika para penerima manfaat diperkirakan sudah hidup mandiri dan dapat memenuhi kebutuhan dasarnya.

g.    Pengembalian Anak-Anak Gelandangan ke Sekolah
Kegiatan ini berupa bantuan stimulan seperti peralatan sekolah untuk anak-anak yang meliputi seragam, sepatu, tas, buku dan alat tulis dalam satu paket. Besarnya bantuan stimulan disesuaikan dengan alokasi dana yang tersedia. Pendamping juga melakukan advokasi ke lembaga pendidikan baik formal maupun nonformal agar mau menerima anak kembali bersekolah.

h.    Advokasi sosial dan pengembangan aksesibilitas
Terbatasnya kemampuan dan sumberdaya yang dimiliki anak gelandangan dan keluarga sangat berdampak pada ketidakmampuan dalam mengakses sumber daya sosial yang dapat dimanfaatkan dalam meningkatkan taraf hidupnya melalui pengelolaan aktifitas sosial ekonomi. Para penerima manfaat perlu difasilitasi agar mereka dapat menjangkau berbagai sistem sumber yang tersedia. Ketidakmampuan gelandangan dan pengemis dalam mengatasi masalah yang dihadapi dan rentannya kondisi sosial ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, perlu dilakukan advokasi sosial untuk memberikan perlindungan dalam pemenuhan hak-hak dasar sebagai warga negara.

i.      Temu penguatan kapasitas anak dan keluarga (TEPAK).
Temu Penguatan Kapasitas Anak dan Keluarga (TEPAK) merupakan kegiatan berbagi informasi dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pengasuhan dan perawatan anak.

F.        Indikator Keberhasilan
  1. Umum
Indikator yang menjadi ukuran umum keberhasilan dalam kegiatan ini mencakup:
a.    Ada kesamaan pola pikir dan pola tindak para pemangku kepentingan dalam rehabilitasi sosial anak gelandangan dan keluarga yang berbasis non-panti.
b.    Ada realisas/implementasi dalam rehabilitasi sosial anak gelandangan dan keluarga berbasis non-panti yang memenuhi standar pelayanan minimal.
c.    Ada Implementasi rehabilitasi sosial anak gelandangan dan keluarga memenuhi tertib administrasi dan manajemen.

  1. Khusus:
a.    Semakin banyaknya LKSA yang terlibat dalam rehabilitasi sosial anak gelandangan dan keluarga berbasis non-panti.
b.    Makin banyaknya para pemangku kepentingan yang turut berperan serta aktif dalam rehabilitasi sosial anak gelandangan dan keluarga berbasis non-panti.
c.    Makin banyaknya dukungan anggaran dari berbagai pihak dalam penanganan anak gelandangan dan keluarga berbasis non-panti.
d.    Ada kesediaan dari anak gelandangan dan keluarga untuk mengikuti secara aktif dan tuntas rehabilitasi sosial berbasis non-panti.
e.    Ada perubahan sikap dan perilaku dari anak gelandangan dan keluarga dari yang negatif ke positif.
f.     Makin berkurangnya stigma masyarakat terhadap anak gelandangan dan keluarga.
g.    Makin berkurangnya jumlah anak gelandangan dan keluarga secara bertahap.

G.       Pembiayaan
Pembiayaan kegiatan ini bersumber dari:
1.    Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
2.    Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi/kota.
3.    Sumber lain yang tidak mengikat.

H.       Sistem Pengendalian
Pengendalian adalah serangkaian kegiatan yang berlangsung secara terus menerus yang dilakukan oleh semua unsur pengendali terhadap aktivitas program atau kegiatan mulai dari tahap perencanaan sampai dengan pelaksanaan dalam rangka mengupayakan tercapainya tujuan dan sasaran program atau kegiatan. Pengendalian dalam Program Rumah Tat Twam Asi terdiri dari empat kegiatan, yaitu: Supervisi, Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan.

1.    Supervisi
a.    Pengertian
Supervisi merupakan rangkaian proses bimbingan teknis terhadap seluruh kegiatan pelaksanaan operasional Program Rumah Tat Twam Asi.

b.    Tujuan
1)    Mengetahui sejauh mana pelaksana mengerti, menghayati dan memahami bidang tugas masing-masing, serta mampu melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
2)    Meningkatkan dan memantapkan kerjasama serta etos kerja pelaksana.
3)    Menjamin agar proses kegiatan berjalan secara benar dan tujuan tercapai secara optimal sesuai dengan rencana.

c.    Sasaran
Sasaran kegiatan supervisi Program Rumah Tat Twam Asi adalah semua pelaksana Program Tat Twam Asi yang meliputi.
1)   Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.
2)   Penerima manfaat.
3)   Pendamping.

d.    Pelaksana
1)   Petugas/penanggung jawab program secara berjenjang dari Pusat, Provinsi, dan Kota.
2)   Pimpinan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA).
3)   Tim Asistensi Program.

e.    Komponen Supervisi
1)   Aspek Administrasi.
2)   Aspek Kelembagaan.
3)   Aspek Teknis Pelaksanaan.

f.     Langkah-Langkah
1)   Merumuskan tujuan supervisi.
2)   Mempersiapkan instrumen supervisi.
3)   Menentukan tempat, waktu, dan target.
4)   Melaksanakan kegiatan supervisi.

g.    Indikator Keberhasilan Supervisi
1)   Jumlah pertemuan supervisi yang dilakukan selama kegiatan Program Rumah Tat Twam Asi berlangsung
2)   Jumlah sasaran supervisi yang hadir dalam setiap pertemuan.
3)   Jumlah permasalahan yang terungkap dan teratasi.
4)   Adanya laporan hasil supervisi.

2.    Monitoring
a.    Pengertian
Monitoring atau pemantauan merupakan rangkaian kegiatan pengamatan secara terus menerus untuk mengetahui tingkat perkembangan kegiatan, hambatan yang dihadapi serta dukungan yang diperoleh dari berbagai pihak. Monitoring dilakukan pada setiap tahap kegiatan Program Rumah Tat Twam Asi, mulai dari tahap awal sampai tahap akhir kegiatan.

b.    Tujuan
1)   Mengetahui apakah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan rencana.
2)   Melaksanakan identifikasi masalah yang timbul agar langsung dapat diatasi.
3)   Mengetahui apakah pola kerja dan manajemen yang digunakan sudah tepat untuk mencapai tujuan kegiatan.
4)   Menyesuaikan kegiatan dengan lingkungan yang berubah, tanpa menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan.

c.    Sasaran
1)   Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak tempat Program Rumah Tat Twam Asi dilaksanakan.
2)   Pendamping kegiatan Program Rumah Tat Twam Asi.
3)   Penerima manfaat.
4)   Setiap tahapan dalam pelaksanaan kegiatan Program Tat Twam Asi.
5)   Seluruh komponen kegiatan Program Tat Twam Asi.

d.    Pelaksana
1)   Petugas/penanggung jawab program secara berjenjang dari Pusat, Provinsi, dan Kota.
2)   Pimpinan Lembaga Kesejahteraan Sosial tempat Program Rumah Tat Twam Asi dilaksanakan.
3)   Pendamping Program Tat Twam Asi.

e.    Komponen Monitoring
1)   Komponen Konteks (berkaitan dengan landasan hukum, kebijakan, peraturan perundang-undangan.
2)   Komponen Input (sumber daya manusia, dana, peralatan, bahan).
3)   Komponen Proses (proses kegiatan, interaksi dengan lingkungan, pengelolaan SDM, partisipasi).
4)   Komponen Output (kondisi penerima manfaat setelah menerima program, ketercapaian sasaran, jumlah dan kualitas termasuk masalah yang terjadi jika sasaran tidak tercapai).
5)   Komponen Hasil (merupakan kelanjutan dari keluaran yang terkait dengan peningkatan kemampuan lembaga, tingkat kepercayaan masyarakat, apresiasi atau dukungan dari pihak lain).

f.     Langkah-Langkah
1)   Mempelajari secara seksama gambaran umum/profil penerima manfaat
2)   Mempersiapkan instrumen pemantauan.
3)   Menentukan tempat, waktu dan target.
4)   Melaksanakan kegiatan pemantauan.
g.    Indikator Keberhasilan Monitoring
1)   Jumlah kegiatan monitoring.
2)   Adanya laporan hasil monitoring.

3.    Evaluasi
a.    Pengertian
Evaluasi merupakan rangkaian kegiatan penilaian dan pengukuran terhadap seluruh kegiatan pendampingan Program Rumah Tat Twam Asi mulai perencanaan sampai kepada hasil kegiatan. Dari evaluasi dapat diperoleh berbagai data dan informasi tentang hasil yang dicapai pada setiap tahapan kegiatan (formatif) dan hasil seluruh kegiatan (sumatif), baik dukungan maupun hambatan yang dihadapi.

b.    Tujuan
1)   Memberikan penilaian apakah pada setiap tahapan kegiatan dapat mencapai hasil sebagaimana yang telah ditetapkan.
2)   Memberikan penilaian apakah keseluruhan hasil kegiatan dapat dicapai sesuai yang direncanakan.
3)   Memberikan informasi untuk membuat perencanaan dan pengambilan keputusan.

c.     Sasaran
1)   Lembaga pelayanan sosial dimana Program Rumah Tat Twam Asi dilaksanakan.
2)   Pendamping Program Rumah Tat Twam Asi.
3)   Hasil seluruh kegiatan.
4)   Penerima Manfaat.

d.    Pelaksana
1)   Petugas/penanggung jawab program secara berjenjang dari Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/ Kota.
2)   Pimpinan Lembaga Kesejahteraan Sosial dimana Program Rumah Tat Twam Asi dilaksanakan.
3)   Pendamping Program Rumah Tat Twam Asi.

e.    Komponen Evaluasi
1)   Evaluasi proses, untuk menilai kesesuaian seluruh proses dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam dokumen program.
2)   Evaluasi hasil, untuk menilai apakah pelaksanaan program kegiatan itu berhasil atau gagal, dengan menggunakan instrument yang telah disiapkan sebelumnya.

f.     Langkah-Langkah
1)   Merumuskan tujuan penilaian yang ingin dicapai.
2)   Menentukan tempat, waktu dan tenaga pelaksana untuk pelaksanaan.
3)   Mempersiapkan instrumen penilaian.
4)   Pelaksanaan evaluasi.

g.    Indikator Keberhasilan Evaluasi
1)   Jumlah kegiatan evaluasi.
2)   Laporan hasil evaluasi.

4.    Pelaporan
a.    Pengertian
Pelaporan pendampingan merupakan serangkaian kegiatan penyusunan dan penyampaian hasil kegiatan pendampingan Program Rumah Tat Twam Asi yang sedang dan telah dilakukan. Pelaporan digunakan sebagai bahan dokumentasi, pertanggungjawaban sekaligus menjadi bahan masukan bagi upaya optimalisasi kegiatan Program Rumah Tat Twam Asi.

b.    Tujuan
Tersedianya data dan informasi yang lengkap tentang pelaksanaan kegiatan, hasil yang dicapai pada setiap tahapan kegiatan maupun hasil seluruh kegiatan, faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan kegiatan.

c.    Sasaran
1)   Input kegiatan (SDM, fasilitas, kegiatan dan dana).
2)   Seluruh pelaksanaan pada setiap tahapan kegiatan.
3)   Keberhasilan yang dicapai, baik pada setiap tahap kegiatan maupun hasil dari seluruh kegiatan
4)   Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan kegiatan.

d.    Pelaksana
1)   Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak tempat Program Rumah Tat Twam Asi dilaksanakan.
2)   Pendamping Program Rumah Tat Twam Asi.

e.    Komponen Pelaporan
1)   Tahapan pelaksanaan
2)   Hasil yang dicapai dalam setiap tahapan maupun dalam seluruh kegiatan
3)   Faktor pendukung dan penghambat
4)   Upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan dukungan dan mengatasi hambatan

f.     Periode Laporan
1)   Laporan awal merupakan laporan yang berisikan uraian kegiatan yang akan dilakukan dalam program yang telah ditentukan.
2)   Laporan antara merupakan laporan yang berisikan perkembangan kegiatan yang sedang dijalankan.
3)   Laporan akhir merupakan laporan keseluruhan kegiatan dari mulai persiapan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dari kegiatan yang telah dilaksanakan.

g.    Sistematika Pelaporan
1)   Pendahuluan
2)   Tujuan
3)   Manfaat
4)   Pelaksanaan Kegiatan (Pemantauan dan Evaluasi)
5)   Hasil yang dicapai
6)   Faktor Pendukung dan Penghambat
7)   Rekomendasi
8)   Lampiran :
a)   Foto kegiatan,
b)   Daftar hadir pertemuan,
c)   Administrasi keuangan, dll.

h.    Langkah-Langkah
1)   Mengumpulkan laporan kegiatan pelayanan sosial setiap tahap.
2)   Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan pelayanan sosial yang meliputi aspek teknis administrasi dan operasional.
3)   Mengirim kepada yang berkepentingan dan menyimpan kedalam file.

i.      Indikator Keberhasilan Pelaporan
1)   Terkumpulnya bahan seluruh kegiatan.
2)   Teranalisisnya hasil kerja sebagai bahan perumusan program kerja ke arah yang lebih baik.
3)   Terkirimnya laporan secara berkala maupun insidental.

I.          Penutup
Program Rumah Tat Twam Asi fokus pada rehabilitasi sosial untuk anak gelandangan dan keluarga di perkotaan. Program ini berusaha menjawab persoalan tentang bagaimana menangani masalah anak yang menggelandang, namun sekaligus memberikan penguatan pada keluarga. Pelibatan pemerintah, dunia usaha, lembaga kesejahteraan sosial anak, tokoh-tokoh masyarakat, dan masyarakat umum secara aktif menjadi kekuatan program ini, dalam mendukung para penerima manfaat agar tidak menggelandang lagi. Berbagai intervensi dilakukan agar para penerima manfat dapat hidup mandiri dan kembali hidup normal sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat.
Kehadiran Program Rumah Tat Twam Asi diharapkan dapat memenuhi kebutuhan anak akan tempat tinggal yang layak, sekaligus mengubah pola pikir dan perilaku anak gelandangan dan keluarganya, sehingga dapat berpikir dan berperilaku positif serta dapat mengoptimalkan layanan yang disediakan oleh pemerintah dan lembaga kesejahteraan sosial anak yang ada di Indonesia. Memang diakui bahwa perubahan pola pikir dan perilaku membutuhkan waktu yang panjang, biaya yang besar, dan menuntut kesabaran yang tinggi. Walaupun demikian, kita harus optimis bahwa kita bisa melakukan dan mewujudkannya. Ini adalah tanggung jawab kita bersama dan bukan semata-mata tanggung jawab sektor sosial.














Bibliography:

Rohman, Arif. 2005. 'Menggagas Perumahan Layak Bagi Keluarga Miskin Perkotaan', dalam Menuju Indikator Keluarga Sejahtera. Jakarta: Departemen Sosial. pp. 31-37.












*Diajukan sebagai wujud kontribusi dalam inovasi dan pengembangan model penanganan anak-anak gerobak dan anak-anak yang menggelandang bersama keluarganya di perkotaan.