Sunday, 20 July 2008

ASTHA BRATA

Kerajaan Astina dan Amartha sedang bergejolak. Pasca kemenangan Pandawa atas Kurawa dalam perang maha bharata, negara yang sekarang sudah menjadi satu itu bukannya malah sejahtera tapi justru makin kacau. Kondisi ini diperparah dengan rumor bahwa Semar tidak mau lagi tinggal di istana. Usut punya usut, Bethara Ismaya yang namanya pernah mengguncang langit ini justru lebih suka tinggal di pertapaan Parikesit cucu Arjuna. Ternyata Semar telah jatuh hati padanya. Dalam cintanya, dia berikan sumpahnya. Barang siapa menyakiti Parikesit, sama saja dengan menyakiti dirinya. Dalam sayangnya, dia berikan petuah-petuah bijaknya. Petuah itu adalah Astha Brata (Matahari, Rembulan, Awan, Bintang, Air, Angin, Bumi dan Api). Berikut adalah wejangan Semar pada Parikesit :

“Kenapa pemimpin harus bisa seperti MATAHARI….?”
“Matahari selalu menerangi dan memberikan cahayanya tanpa kenal lelah. Begitu juga para penguasa. Penguasa yang baik harus selalu mengingat tujuan mereka yaitu mengabdi pada bangsa dan negaranya dengan sungguh-sungguh, tanpa pamrih dan tidak pernah mengeluh...”.

“Kenapa pemimpin harus bisa seperti REMBULAN….?”.
“Rembulan memancarkan cahayanya di kala bumi sedang gelap gulita. Penguasa yang baik harus bisa memunculkan ide-ide, inovasi dan kreativitas. Mereka dituntut untuk mempunyai visi yang jelas dan membawa pencerahan bagi rakyat yang dipimpinnya…”

“Kenapa pemimpin harus bisa seperti AWAN….?”
“Awan selalu menakutkan bagi setiap orang karena menandakan akan datangnya hujan yang terkadang disertai badai, hujan, guntur dan lain sebagainya. Padahal datangnya awan belum pasti diikuti hujan. Penguasa yang baik harus bisa berwibawa, trengginas dan disegani oleh rakyatnya. Namun demikian, ketika rakyatnya dalam kesulitan dengan serta merta dia akan menolong secepatnya…”.

“Kenapa pemimpin harus bisa seperti BINTANG…..?”
“Bintang selalu memberikan petunjuk bagi orang yang kehilangan arah. Karena itulah penguasa yang baik harus bisa menunjukkan dan memperbaiki segala bentuk pemyimpangan-penyimpangan yang membahayakan kepentingan rakyatnya…”.

“Kenapa pemimpin harus bisa seperti AIR…..?”
“Air merupakan sumber kehidupan. Dia selalu menetes ke bawah. Demikian juga dengan penguasa. Penguasa yang baik harus bisa menyelami dan mendalami kebutuhan rakyatnya. Dia selalu tenang, sehingga segala kebijakan dan tingkah polahnya tidak akan bertentangan dengan kepentingan rakyatnya….”

“Kenapa pemimpin harus bisa seperti ANGIN…..?”
“Angin selalu berubah-ubah dan bergerak ke arah 5 penjuru. Seorang penguasa yang baik harus bisa bergaul dengan siapa saja dan masuk ke dalam setiap lapisan rakyatnya, sehingga tercipta komunikasi dan silaturahmi untuk menunjang pembangunan yang dilaksanakannya….”

“Kenapa pemimpin harus bisa seperti BUMI…..?”
“Bumi adalah lambang kesuburan dan kemakmuran. Penguasa yang baik harus menomorsatukan kesejahteraan rakyatnya, sehingga rakyatnya dapat hidup dengan tenteram dan bahagia serta mencintai penguasa yang telah memenuhi kebutuhan hidupnya….”

“Kenapa pemimpin harus bisa seperti API…..?”
“Api sifatnya panas dan bisa membakar apa saja. Penguasa yang baik harus bisa membakar semangat para rakyatnya agar terus maju dan tidak putus asa dalam melakukan pekerjaannya. Dia adalah kehidupan dan sekaligus energi kedua bagi seluruh rakyatnya. Lebih mementingkan penyelesaian masalah daripada memperdebatkannya….”

“Kenapa semua nampaknya berat..? Saya tidak sanggup. Lebih baik badan sahaya dimakan murkanya Bethari Durga, dari pada saya menjadi penguasa yang salah sedikit sahaja, bisa membuat rakyat sahaya menderita. Sahaya tidak sanggup… Sungguh sahaya tidak sanggup…”.

“Karena itulah aku memilihmu, ngger cah bagus… Karena inti dari semua wejanganku adalah mau berkorban. Dari situlah dia akan berusaha bekerja keras siang malam untuk kemakmuran rakyatnya. Kemudian seluruh rakyat akan mendukungnya. Karena tidak bisa disebut penguasa kalau tanpa ada pendukungnya. Kamu terpilih ngger... Kamulah orangnya… Kamulah penguasa itu… Kamulah pemimpin itu…”.

Sejak dipimpin Parikesit, Negara Astina-Amartha makmur sejahtera. Tidak ada keangkaramurkaan. Cerita wayang mengalami kemandegan. Tidak ada cerita lagi yang patut diceritakan. Semua sudah sesuai dengan pakem. Dan itulah akhir dari sebuah pewayangan. Akhir dari sebuah drama kehidupan….

April 15, 2007







No comments:

Post a Comment