IBU PENJUAL KUE DAN ANAKNYA
“Sreeng..., sreng...” bunyi potongan tahu tenggelam dalam minyak goreng yang telah mendidih. Pukul 03.10 WIB, seorang Ibu yang memiliki 4 orang anak sedang sibuk membuat barang dagangannya (pisang goreng, tahu isi, tempe goreng, dsb) yang akan dijual setelah matahari terbit nanti. Di belakangnya, terdengar bunyi “sreg, sreg, sreg....” berulang-ulang gesekan parut dan singkong mentah, salah seorang anaknya membantu menyiapkan bahan jajanan.
“Cepat sedikit, Nang! Tahu isinya sudah hampir selesai”, sang Ibu memerintahkan anaknya.
“iya, Bu” sahut anaknya dan sembari mengusulkan, “apa mas dan adik perlu dibangunkan untuk membantu kita?”.
“Tidak usah, asal kamu bekerja capat saja bisa selesai. Mereka mungkin masih capek menyiapkan bahan yang semalam.” Jawab sang Ibu.
Beberapa saat hanya berisik suara dapur yang terdengar. Tiba-tiba sang anak bertanya kepada sang Ibu, “Bu, uang kuliah Mas belum dibayar yah? Padahal paling lambat hari Senin depan”.
“Nanti pasti dapat rejeki, semoga jajanan kita laris dan tidak ada yang kembali”, jawab sang Ibu dengan santai walaupun dengan kerut wajah serius melihat ke arah penggorengannya.
“Bu, bagaimana kalo tahun ini saya tidak usah kuliah? Saya kuliah tahun depan saja, ngurus kuliahnya Mas saja dulu.”
Tanpa rasa cemas sang Ibu memberikan jawaban yang meyakinkan sang anak, “Kamu kuliah tahun ini memang Ibu tidak punya uang. Kamu kuliah tahun depan, Ibu juga tidak punya uang. Mendingan... kamu kuliah secepatnya tahun ini!”.
Sang Ibu kemudian bercerita, “ Hmm...kemarin tetangga sebelah bikin telinga Ibu panas, Nang. Dia mengoceh, “memangnya kalau waktu orang asik tidur, kita sibuk-sibuk bekerja...bisa naik haji apa?!”. Itu maksudnya menyindir Ibu. Tapi biarkan saja. Tidak usah didengar. Investasi Ibu hanya pada kalian, pada anak-anak Ibu. Makanya, Ibu selalu berdoa..”cepatlah malam dan cepatlah siang”. Ibu pengin cepat melihat keluarga siapa di daerah ini yang paling berhasil nanti. Tidak terasa ‘kan... sudah 3 tahun kita berjualan sejak Bapak kamu bikin bangkrut perusahaan kita sehingga Ibu lepas perusahaan ke Oom kamu dan kamu sudah mau lulus SMA sekarang”.
Sang anak dengan perasaan bergejolak berujar, “ Jangan kuatir, Bu. Kita pasti “juara” dan akan kita “kuasai” daerah ini seperti dulu! Saya pasti bisa membiayai Ibu naik haji! ”
Hampir 12 tahun telah berlalu.....
ketiga anak Ibu tersebut telah menjadi sarjana dan si bungsu masih kuliah;
sang anak telah menjadi manager yang cukup disegani di suatu lembaga;
sang kakak bekerja sembari menjaga sang Ibu;
sang adik menjadi karyawan di instansi pemerintahan di ibukota, bahkan telah mendapatkan gelar double “Master” dari dalam dan luar negeri.
Ibu penjual kue itu sendiri telah menunaikan Ibadah Haji dengan sang kakak tahun lalu.
Diceritakan oleh: Mokhammad Khoiri
Arif Rohman
Staff of Directorate General for Rehabilitation and Social Services, the Ministry of Social Affairs RI.
Qualifications:
University of New England
MA Women's and Gender Studies
University of Indonesia
MA Urban Studies
Bandung School of Social Work
BSW Social Work
Email: arif_rohman@hotmail.com
Research Experiences:
Rumours and Realities of Marriage Practices in Contemporary Samin Society: A Study of The Samin People of Klopoduwur, Blora, Central Java (2009), Homelessness in Senen Jakarta (2004), The Influence Factors of Children Who Had Committed Murders in Bandung West Java (2000).
No comments:
Post a Comment