Cerita Pendek Ini Pendek Sekali
Cerpen: Sobirin Zaini
INILAH cerita pendek yang pendek sekali. Kau tak perlu berlama-lama mendongakkan kepala di depanku seperti yang kau lakukan pada malam-malam sebelumnya. Kau juga tak perlu banyak tanya setelah aku selesai membacakannya di depanmu karena ada jalan cerita dari cerita pendek itu yang tak kau mengerti. Tak perlu. Karena cerita pendek ini pendek sekali. Dan seperti malam-malam sebelumnya, kau pasti mau mendengarkannya juga, bukan? Baiklah.
Kali ini, cerita pendek yang ingin kusampaikan adalah tentang seorang penulis cerita pendek yang jadi seorang pembunuh dan pencuri. Dia bernama Oly. Lengkapnya, Oly Balla. Kau pernah mendengarnya? Mungkin belum pernah. Dia bukan penulis cerita pendek yang terkenal memang. Di kota kelahirannya dan dimana dia tinggal itu, dia hanya satu dari sekian puluh orang penulis cerita pendek lain yang karyanya muncul setiap beberapa bulan sekali di salah satu koran. Hanya beberapa bulan sekali. Karena itu dia kukatakan bukan penulis cerita pendek yang cukup dikenal orang. Buku-buku karyanya juga tidak ada. Kalau kau kebetulan mampir ke kota kelahiran dan tempat tinggalnya itu, lalu bertanya pada orang-orang yang kau temui di sana tentang nama dan cerita pendeknya, kuyakin dan bisa kujamin, takkan ada satu orang pun yang tahu. Takkan ada satu pun orang-orang di kota itu yang mengaku pernah mendengar namanya. Ya, pokoknya begitulah. Saking tak terkenalnya dia di kota kelahirannya itu, seorang penulis cerita pendek lain yang ada di kota itu pun bahkan mengaku tak mengenalnya. Kukatakan begitu karena ini kutahu dari pertanyaanku yang kuajukan sendiri pada penulis itu beberapa waktu lalu saat aku mengunjungi kota itu.
Lalu, kenapa tiba-tiba aku ingin menceritakan cerita pendek ini padamu? Mungkin itu pertanyaan yang ada di benakmu. Ya, seperti yang kusebut sebelumnya, dia memang seorang penulis cerita pendek yang tak dikenal orang. Tapi karena dia menjadi seorang pembunuh juga pencuri, dan yang dicurinya itu adalah sejumlah hati perempuan yang ada di kota kelahirannya itu, maka dia pun kini jadi terkenal, bahkan dia kini dicari-cari polisi karena perbuatannya itu. Persoalannya, polisi sendiri sampai saat ini belum juga berhasil menangkapnya, hingga sejumlah korban satu persatu telah berjatuhan juga. Polisi pun kemudian menggelar sebuah sayembara kepada masyarakat kota itu, bahwa siapa yang berhasil mendapatkan informasi tentang keberadaannya secara pasti atau bisa menyerahkannya hidup atau mati, orang itu akan mendapatkan hadiah sebesar Rp500 juta. Ya, sampai begitulah. Percaya atau tidak tentang cerita ini, terserahlah. Tapi kau tetap ingin mendengarkannya juga, bukan? Baiklah.
Sudah hampir sebulan, polisi dan masyarakat kota itu tak juga berhasil mencari tahu di mana keberadaan lelaki penulis cerita pendek tak terkenal itu. Hadiah yang ditawarkan sebagai bentuk upaya lain dari polisi untuk melibatkan masyarakat pun terasa percuma. Sejumlah perempuan di kota itu yang tewas dan dinyatakan tidak punya hati lagi di tubuhnya semakin bertambah. Lelaki pembunuh dan pencuri itu memang masih berkeliaran di kota itu. Tak pelak, suasana menjadi mencekam. Perempuan-perempuan yang tahu peristiwa pembunuhan dan pencurian itu tak lagi berani keluar rumah. Mereka lebih memilih diam dan melakukan apa saja yang ada di rumah. Perempuan-perempuan yang kebetulan masih gadis, baik yang bekerja, sekolah maupun kuliah, mereka lebih memilih tidak kemana-kemana dan harus meliburkan diri dari semua kegiatan itu. Sementara yang bersuami, mereka memilih untuk benar-benar jadi istri yang setiap hari di rumah mengurusi anak dan suaminya.
Ya, lagi pula siapa yang berani kehilangan hati hanya gara-gara keluar rumah? Kehilangan hati karena diambil lelaki yang mungkin mengidap kelainan jiwa itu? Lelaki penulis cerita pendek yang tak terkenal pula? Ah, siapa pun orangnya akan mengatakan tidak. Dan yang jadi persoalannya, sampai sudah sebulan pula, polisi belum juga berhasil menangkap lelaki pembunuh dan pencuri hati itu. Entah mengapa, padahal seperti yang kutahu, kota itu bukanlah sebesar kota kita. Kota itu kecil sekali. Rasanya jalan-jalan di sana jumlahnya bisa dihitung jari. Karena itu, orang-orang di sana memang tidak banyak memiliki kendaraan seperti di sini. Karena memang dengan berjalan kaki pun mereka sudah bisa sampai ke tujuan. Dan itulah herannya, kenapa polisi tak kunjung berhasil menangkapnya? Mungkin, lelaki pembunuh dan pencuri hati itu sudah melarikan diri ke luar kota itu. Karena di sana memang banyak sekali jalur yang dapat dilewatinya. Tidak hanya lewat jembatan, jalur laut pun lelaki itu dapat keluar dari kota itu. Karena memang kota itu adalah sebuah pulau.
Dan sepertinya memang begitu. Kabar terakhir yang didengar oran g-orang, lelaki itu memang tidak ada lagi di sana . Hal itu dibuktikan dengan gagalnya polisi melacak keberadaaan lelaki itu di setiap sudut kota sampai saat ini. Bahkan, mereka seperti sudah putus asa. Mereka kini memutuskan untuk pasrah saja dengan peristiwa itu. Orang-orang di kota itu memilih berdiam diri di rumah sembari menjaga perempuan-perempuan mereka. Dan tak pelak, kota itu pun jadi sunyi. Jadi seperti kota mati. Jangankan malam, siang hari saja jarang sekali tampak orang-orang di jalan-jalan. Kalau pun ada oran g yang keluar rumah, mereka adalah lelaki yang terpaksa keluar mencari keperluan yang tak bisa tidak harus dipenuhi. Sementara polisi sendiri? Mereka seperti tak berkutik. Sampai kini polisi hanya bisa melakukan patroli setiap jam di semua sudut kota . Mereka hanya bisa mengimbau warganya untuk tidak keluar rumah jika tidak ada keperluan mendesak. Ya, kota itu seperti mati. Keadaannya seperti perang.
Begitulah. Hingga masuk bulan kedua, kota itu masih seperti sebelumya. Hanya saja, peristiwa mengerikan dan menakutkan itu dengan sendirinya tidak terjadi lagi. Namun oran g-orang di kota itu masih takut untuk keluar rumah. Terutama perempuan. Hingga bulan kedua itu pun habis. Peristiwa pembunuhan dan pencurian hati perempuan-perempuan di kota itu tidak terjadi lagi. Dan cerita tentang lelaki penulis cerita pendek yang pembunuh dan tak terkenal itu secara berangsur tak terdengar lagi. Hingga seiring waktu, kota itu kini kembali damai seperti biasa. Meski trauma dan ingatan-ingatan tentang peristiwa itu masih lengket di benak mereka.
Kau sudah mengantuk? Aku tahu itu, tidurlah. Seperti yang kukatakan sejak awal-awal tadi, bahwa cerita pendek ini pendek sekali. Dan cerita ini memang selesai sampai di sini. Demikianlah.
***
HARI masih dingin. Jam di atas kepala suaminya menunjukkan pukul 05.00 WIB dinihari. Dia bangkit dari ranjang dan segera menuju kama r mandi. Sekilas dilihat suaminya masih tergeletak di ranjang itu dan dia ingin membangunkannya, namun dia urungkan. Dia tahu, suaminya tentu lelah sekali. Seperti malam-malam sebelumnya, semalaman lelaki itu telah kembali membacakan cerita pendeknya untuk dia hingga dia bisa tidur nyenyak. Meski cerita pendek yang diceritakan suaminya itu pendek sekali, tapi itu tak mengurangi keampuhannya untuk membuatnya bisa tidur cepat. Ya, suaminya memang penulis cerita pendek berbakat, pikirnya. Beruntung sekali dia punya suami seperti itu. Entahlah, kadang dia merasa bersalah juga, mungkin kebiasaan menulis cerita pendek dan membacakan karya itu padanya karena ulah dia juga. Sejak penyakit aneh semacam insomnia itu menyerangya beberapa tahun lalu. Dan dia takkan tahu, apa jadinya jika sempat suaminya itu tak bisa menulis cerita pendek dan membacakan untuknya. Sementara pertanyaan yang selama ini ada di benaknya tak juga kunjung terjawab, kenapa pula dengan mendengarkan cerita pendek yang ditulis suaminya bisa jadi obat penyakit yang memang aneh itu?
Dia baru saja menyentuhkan ujung kakinya di lantai kamar mandi. Disentuhnya benin g air yang ada di bak mandi dengan ujung jarinya, baru kemudian dia mengambilnya dengan gayung yang ada di situ dan menyapukannya ke wajah. Tiba-tiba terlintas pula pertanyaan lain ketika butiran air itu terasa menyentuh wajahnya. Dia merasa heran dan merasa aneh sekali, kenapa tema cerita pendek seperti itu yang ditulis suaminya tadi malam? Memang, dia masih ingat dengan ucapan suaminya, bahwa dia menulis cerita itu karena tokohnya seorang pembunuh dan pencuri. Tapi bukankah sebelum ini dia tidak pernah mendengar cerita pendek yang cenderung menyeramkan seperti itu? Cerita pendek yang ditulis dan dibacakan kepadanya sebelum tidur selama ini pasti yang romantis-romantis saja. Tentang kisah lelaki-perempuan yang bertemu lalu jatuh cinta, misalnya. Tentang seseorang yang mencari kekasihnya di sebuah kota . Atau tentang perempuan yang setia menunggu kekasihnya di sebuah pelabuhan padahal kekasihnya itu tak pernah kembali menemuinya. Dan banyak lagi cerita lain yang menurutnya lebih enak dibayangkan dibanding dengan yang ia dengar tadi malam. Tapi? Ah, sudahlah. Mungkin itu hanya kebetulan saja, pikirnya. Dan bukankah itu hanya fiktif belaka? Ya, karena itu adalah produk seni, dan dia kemudian mafhum.
Dia langsung menuju dapur setelah selesai mencuci wajahnya di kamar mandi. Ada sesuatu yang perlu disiapkan untuk suaminya. Seperti biasa, secangkir teh panas dan sepiring mi rebus. Tapi tiba-tiba dari arah pintu depan terdengar ketukan dan beberapa kali suara oran g memberi salam. Dia kembali heran, siapa pula yang ingin bertamu subuh-subuh begini?
"Selamat pagi, Bu!" sapa satu dari dua lelaki bertubuh tegap dan berambut gondrong yang kini sudah di depan pintu itu. Sejenak dia diam. Ada sedikit rasa aneh di jantungnya.
"Pagi. Cari siapa ya?" jawabnya kemudian.
"Sebelumnya maaf, kami mengganggu. Kami petugas kepolisian kota . Kami diperintahkan untuk menahan suami Ibu. Dia ada di dalam, kan?" ujar lelaki berambut gondrong itu kemudian. Kini dia benar-benar terdiam. Jantungnya mulai berdegup kencang. Seribu pertanyaan dan keheranan kini tiba-tiba menyerbu benaknya. Sementara dua lelaki yang barusan bertanya itu tanpa basa-basi langsung meringsek masuk ke dalam rumah. Selang beberapa menit kemudian mereka keluar dengan memegang suaminya. Serasa dia ingin berteriak, tapi suaranya seperti tertahan. Sementara suaminya dengan wajah pucat kelihatan pasrah mengikuti langkah dua lelaki itu.
"Maaf, Bu. Suami Ibu selama ini orang yang kami cari. Kami harus menahannya. Dan ini perintah. Menurut bukti-bukti yang ada, dia terlibat kasus pembunuhan sejumlah perempuan yang terjadi selama ini di kota seberang. Ibu pernah dengar kan ? Sekali lagi maaf. Ibu bisa menemuinya besok di kan tor kami. Makasih," jelas lelaki itu panjang lebar kepadanya sambil terus membawa suaminya ke dalam mobil yang memang sudah terparkir di depan rumah. Dia benar-benar tak bisa apa-apa. Dia hanya diam saja menyaksikan suaminya dibawa dua lelaki yang mengaku polisi itu. Dan jantungnya semakin terasa berdegup kencang. Sampai kemudian tiba-tiba kedua lututnya terasa lemas.***
Riau Pos, Minggu, 08 April 2007
No comments:
Post a Comment