PERIHAL AIR KEHIDUPAN
Sapardi Djoko Damono
"Bima, Cucuku, apa yang kaucari?"
"Air kehidupan, Eyang."
"Sadarkah kau bahwa sekarang ini berada di dasar samudra yang paling dalam, dikepung air?"
"Ya, Eyang. Tetapi bukan air kehidupan."
"Apa yang kau maksud dengan air kehidupan?"
"Tidak tahu, Eyang?"
"Jadi kau mencari sesuatu yang kau sendiri tidak mengetahuinya. Tetapi tahukah kau di mana tempat air kehidupan itu?"
"Tidak, Eyang."
"Sadarkah kau bahwa sudah tersesat sekarang?"
"Saya tidak tersesat, Eyang."
'Tidak tersesat?"
"Tidak, Eyang."
"Siapa gerangan yang telah memberi tahu kamu perihal air kehidupan itu?"
"Tidak ada, Eyang."
"Jadi, kenapa kau mencarinya?"
"Tidak tahu, Eyang."
"Ke mana saja kau telah mencari air kehidupan itu, Cucuku?"
"Ke delapan penjuru angin, Eyang."
"Ke mana itu?"
"Ke ladang, ke sawah, ke ngarai, ke bukit, ke gunung."
"Dan engkau tidak juga menemuinya?"
"Tidak, Eyang."
"Ke mana lagi, Cucuku?"
"Ke sabana, ke tundra, ke padang pasir, ke padang es."
"Dan engkau tidak juga menemukannya?"
"Tidak, Eyang."
"Ke mana lagi?"
"Ke istana, ke rumah pemujaan, ke gua — "
"Dan tidak juga menemukannya?"
"Tidak, Eyang."
"Apa gerangan yang kautemukan di semua tempat itu, Cucuku?"
"Air kematian, Eyang."
"Dan kau mengira bahwa di dasar samudra ini akan kautemukan air kehidupan itu, Cucuku?"
"Saya yakin, Eyang."
"Dan kau belum merasa letih mencarinya, Cucuku?"
"Saya letih sekali, Eyang. Itulah sebabnya saya ke mari untuk mencari tahu di mana air kehidupan itu."
"Nah, beristirahatlah kau sekarang, Cucuku. Di sini air kehidupan dan air kematian itu telah menjadi satu. Kau tidak akan bisa membedakannya."***
(Dari Pengarang Telah Mati: Segenggam Cerita)
No comments:
Post a Comment