POLA DAN STRUKTUR JARINGAN SOSIAL- EKONOMI TRANSMIGRAN LOKAL PENDUDUK ASLI PAPUA DI LOKASI KOYA TENGAH KOTAMADYA JAYAPURA
Abdi Frank dan Agus Wenehen
Penulis adalah Dosen tetap di Jurusan Antropologi Universitas Cenderawasih
ABSTRACT
The Effort of increasing local people’s economy is important by
understanding their economic pattern and net. The research aims at
understanding how the sicial economic net of local transmigrator of
native Papuan. Hopefully this can be used as the reference for people who
want to endeavor them in future.
Because there is no constant economic net in their settlement, all
the harvest depend on the transportation that go pass their place.
Consequently, the marketing of the harvest cannot reach the market.
Some outside people buy the harverst in the settlement but, of course with
very low price.
Local people have good social relationship, both among
themselves and with other communities. This relationship is important
because they can help those who need it. They also hold an economic net
in a form of “arisan” (Artemas). The main orientation of the “arisan” is to
help increasing the family income of each member.The institution of
market has a significant function-especially relating to the economic
activities of the people in distributing their harvest. There is no market in
their settlement. There only some kiosks that sell their daily need (sugar,
salt, coffee, etc.) and they cannot accommodate their harvest. Since there
is lack of transportation that can carry their harverst to the market, they
cannot achieve maximum result of marketing. Marketing is only found in
Hamadi central market and Abepura market. It is true that some people
from other areas buy the harvest in the place, but with very low price.
Thus, many of them, despite of the long distance, have to sell the harvest
themselves to the market.
1. Pendahuluan
Hakekat dasar pembangunan yang menempatkan manusia sebagai
pusat segenap upaya perubahan. Secara konseptual dan operasional yang
dituangkan dalam berbagai program yang berimplikasi pada upaya
pembangunan sosial ekonomi penduduk, khususnya di daerah pedesaan
yang masih banyak terbelit dengan persoalan kemiskinan dan
keterbelakangan.
Strategi pembangunan yang secara khusus difokuskan bagi
penduduk di daerah pedesaan, dinilai sangat tepat dan penting. Sebab
bagi Indonesia masih banyak penduduk yang hidup dibawah garis
kemiskinan, dan sebagian besar tinggal di daerah pedesaan. Kondisi
semacam ini, sangat memerlukan keterlibatan berbagai kalangan
pemerintah dan swasta, agar dapat memacu meningkatkan taraf
kehidupan mereka. Upaya peningkatan ini juga berkaitan dengan
dimensi-dimensi lain, misalnya dimensi sosial budaya penduduk yang
dinilai dominan turut berpengaruh.
Mengacu pada berbagai kenyataan dan adanya kemauan baik dari
pemerintah maupun swasta di Papua yang dewasa ini tengah berinisiatif
melancarkan program pengembangan sosial ekonomi masyarakat
melalui kebijakan pelaksanaan program transmigran lokal, yang
melibatkan masyarakat asli Papua, yang nantinya sangat diharapkan
terjadinya peningkatan ekonomi rumah tangga dan taraf kehidupannya,
dengan mengandalkan sektor pertanian sebagai alternatif utama. Strategi
pendekatan dan pengembangan sosial ekonomi masyarakat setempat
yang dilibatkan sebagai transmigran lokal banyak diperhadapkan dengan
berbagai persoalan mendasar yang tentunya sangat berpengaruh pada
tahap pengembangan dan kelangsungan hidup mereka di unit
pemukiman yang telah dibangun, baik dari dimensi ekonomi maupun
non-ekonomi yang secara simultan masih sangat berpengaruh terhadap
kekurang berhasilan program transmigran lokal.
Hasil survey (Bappeda Irja, 1987) untuk mengetahui tingkat
produktifitas transmigran lokal di beberapa tempat di Papua (Sorong,
Merauke, Jayapura, dan Nabire) menunjukkan bahwa tingkat
produktivitas dan ekonomi transmigran lokal sangat rendah. Hal ini
disebabkan karena faktor pilihan jenis tanaman yang dibudidayakan
pada tanaman-tanaman lokal yang produksinya bila dinilai dengan
rupiah sangat kecil. Akibat dari kondisi semacam ini, khususnya dalam
penanganan transmigran lokal di Papua, sangat perlu dipertimbangkan
persoalan orientasi nilai budaya dan pola mata pencaharian hidup
(sebagai kaum peramu, pemburu dan peladang berpindah) dengan
sistem ekonomi subsisten. Faktor-faktor ini, kurang diperhitungkan oleh
para inovator sebagai faktor-faktor yang berpotensi menghambat
program-program pembangunan yang telah dan akan direncanakan.
Hambatan ini terjadi karena penduduk lokal yang dilibatkan menjadi
transmigran lokal masih terikat kuat dengan konsep-konsep budaya
lokalnya, sehingga diperlukan masa transisi yang direncanakan
mengenai pemahaman dan perubahan aktivitas ekonomi subsisten ke
arah orientasi ekonomi pasar yang berkelanjutan.
Permasalahan yang timbul disebabkan karena program inovasi baru
tidak dapat beradaptasi dalam lingkungan budaya lokal, karena
keterbatasan pengetahuan, pendidikan dan keterampilan yang dimiliki
transmigran lokal sehingga belum memiliki kemampuan
mentransformasikan inovasi baru . Hal ini dapat menimbulkan
disintegrasi. Dengan demikian sangat diperlukan pemahaman dan
pemanfaatan aspek-aspek lokal dalam pengembangan sosial ekonomi
wagra transmigran lokal, dan diharapkan akan membantu para inovator
memahami konsep-konsep sosial budaya dan ekonomi transmigran
lokal, sehingga unsur-unsur budaya baru yang direncanakan
“ditambahkan” secara bertahap dan mencapai proses perubahan sosial
ekonomi yang memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Penelitian jaringan sosial ekonomi transmigran lokal akan berupaya
menemukenali, memahami dan menjelaskan fenomena-fenomena sosial
ekonomi yang terjadi dikalangan warga transmigran lokal sebagai dasar
acuan pengembangan mereka. Penelitian ini akan mengkaji (1) berbagai
pola dan struktur jaringan sosial ekonomi baik dalam bentuk
pertemanan, perantara (broker) dan lembaga ditingkat desa maupun
diluar desa, (2) Bagaimana jaringan sosial ekonomi yang ada menunjang
struktur perekonomian para transmigran lokal. Hasil yang diharapkan
dapat digunakan sebagai langkah awal kepedulian terhadap warga
transmigran lokal di Papua, sebagai kelompok sasaran pembangunan
yang perlu dikembangkan sesuai dengan kondisi-kondisi lokal mereka.
Pengumpulan data dilakukan melalui tehnik observasi, studi
pustaka, wawancara mendalam, dan diskusi kelompok. Sampel
diperoleh melalui cara Snow Ball Sampling dengan pendekatan extended
case and situational analisys, dianggap relevan, karena metode ini akan
mampu menemukenali, memahami, dan menjelaskan bagaimana
peristiwa kolektif yang merupakan stategi hubungan sosial dalam
lingkungan kebudayaan transmigran lokal, yang dapat digunakan untuk
melacak kegiatan-kegiatan individu maupun kelompok pada waktu
mereka mulai melakukan hubungan sosial selengkapnya. Hal ini
dimaksudkan agar berbagai aktivitas sosial ekonomi yang dijalankan
transmigran lokal dapat dikaji dan dipahami dari berbagai dimensi.
2. Kerangka Acuan Kebudayaan
Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, rasa dan
tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan
bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan cara belajar, dipakai
sebagai pedoman dan pola perilaku manusia serta terwujud dalam
sistem-sistem sosial tertentu. Kebudayaan sebagai suatu pola yang
dimiliki dan diwujudkan oleh manusia - sebagai satu kesatuan -
mempunyai beberapa unsur-unsur universal yang dapat ditemukan pada
semua bangsa didunia, salah satu unsurnya adalah sistem mata
pencaharian hidup (Koentjaraningrat, 1996:72-81).
Kebudayaan juga menunjukkan suatu pengertian yang luas dan
kompleks, di dalamnya tercakup baik segala sesuatu yang terjadi dan
dialami oleh manusia secara personal dan kolektif, maupun bentukbentuk
yang dimanifestasikan sebagai ungkapan pribadi seperti yang
dapat disaksikan dalam sejarah kebudayaan, baik hasil-hasil pencapaian
yang pernah ditemukan oleh umat manusia dan diwariskan secara turuntemurun
maupun proses perubahan serta perkembangan yang sedang
dilalui dari masa ke masa (Poespowardoyo, 1993)
Sistem mata pencaharian hidup terdiri dari berburu dan meramu,
beternak, bercocok tanam di ladang, menangkap ikan, dan bercocok
tanam menetap dengan irigasi. Setiap suku bangsa yang sederhana
maupun kompleks memiliki sistem mata pencaharian hidup, dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya selalu menggunakan dan
mengembangkan cara-cara produksi, distribusi dan konsumsi
(Koentjaraningrat, 1983:346).
Sistem ekonomi merupakan keseluruhan perilaku manusia dalam
organisasi dan pranata yang mengatur penggunaan sumber-sumber
terbatas guna memenuhi kebutuhan hidup suatu masyarakat tertentu.
Sistem ekonomi berkaitan erat dengan perilaku manusia, lingkungan dan
kebudayaan, sehingga sangat erat kaitannya dengan sistem produksi,
distribusi dan konsumsi (R. Firth dalam Koentjaraningrat, 1990:175).
Sistem produksi merupakan suatu proses dimana dunia digarap dan
diubah oleh kerja manusia dari segi fisik, berbagai piranti dan teknologi
kerja, sebagai sumber yang kepadanya produksi bergantung, dari segi
sosial, manusia bekerja secara kelompok untuk mencapai tujuan yang
menyangkut kepentingan bersama maupun individu, dan produk
kerjanya dapat menembus berbagai jaringan sosial, diberi makna dan
dinilai oleh kelompok (Keesing, 1989: 78).
Sistem distribusi sebagai proses persebaran barang-barang hasil
produksi, kegiatannya dapat dilakukan dengan cara, (1) asas timbal
balik, (2) penyebaran hasil produksi, dan (3) pertukaran pasar. Keadaan
ini dapat terjadi secara lansung maupun tidak langsung. Setiap
pelaksanaan distribusi selalu dilandasi oleh kepercayaan, agama, adat
dan prinsip-prinsip ekonomi (koentjaraningrat,1990: 185).
Konsumsi merupakan kebutuhan manusia berupa benda-benda dan
jasa baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan
lingkungan sosial. Konsumsi selalu berkaitan erat dengan hasil produksi
dan distribusi (Keesing, 1989:189).
Mengacu pada pengertian kebudayaan yang berintikan seperangkat
aktivitas manusia, maka dalam kehidupan transmigran lokal, ditemui
ada berbagai aktivitas yang bertujuan untuk mendukung kelangsungan
hidup mereka. Kompleksitas aktivitas tersebut, biasanya diacu dalam
berbagai bentuk yang disebut pranata kebudayaan. Besar kecilnya serta
kompleksnya pranata yang dimiliki dan dikembangkan oleh suatu
masyarakat, tergantung dari kompleksitas masyarakat itu sendiri. Secara
operasional pranata kebudayaan ini terwujud sebagai seperangkat aturan
yang mengatur kedudukan, peranan, hak dan kewajiban warga
masyarakat, yang terbentuk dalam lembaga-lembaga dan organisasi
sosial ekonomi sebagai wadah bagi kegiatan masyarakat yang
bersangkutan.
Dengan pendekatan dan berdasarkan pada pengertian kebudayaan,
terlihat bahwa ada keterkaitan antara fungsi kebudayaan dalam berbagai
kegiatan nyata warga transmigran lokal, berupa pemanfaatan dan
penggunaan sumber daya alam di lingkungan mereka guna mendukung
kelangsungan hidup serta kesejahteraan mereka, artinya, dengan
berlandaskan kebudayaan dalam bentuk pengetahuan, norma, aturan,
nilai dan bahkan teknologi, transmigran lokal dapat menjamin
kebutuhan dasar hidupnya. Sehingga mereka dapat bertahan hidup
dilingkungan mereka yang baru, Namun demikian dalam menghadapi
proses perubahan, semua pranata soaial ekonomi yang dimiliki selalu
berubah dan harus disesuaikan dengan kondisi dan kebudayaan mereka
sebagai akibat adanya kontak dan perkembangan. Pada tahapan ini,
sangat diperlukan penyesuaian, agar tidak menimbulkan disintegrasi
yang pada gilirannya akan memunculkan berbagai permasalahan baru
yang akan semakin mempersulit kehidupan para tranamigran lokal
sebagai sasaran perubahan, akibatnya mereka tidak adaptif dilokasi
mereka sendiri dan pada gilirannya akan meninggalkan lokasi mereka
yang telah dibangun.
Keterkaitan jaringan sosial ekonomi yang dimiliki transmigran
lokal, tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya, karena dari jaringan
sosial ekonomi inilah digunakan sebagai saluran yang sangat tepat
dalam upaya meningkatkan pendapatan ekonomi dan kelangsungan
hidup mereka. Biasanya jaringan sosial ekonomi yang dibangun tersebut
dapat dilihat pada beberapoa level, baik yang bersifat pertemanan,
perantara (broker), patron-klein maupun kelembagaan yang ada
ditingkat desa. Guna menemukenali, memehami dan menjelaskan
peranan pranata jaringan sosial ekonomi dalam lingkungan kehidupan
transmigran lokal sebagai acuan penting bagi upaya pemberdayaan dan
penanganan perencanaan pembangunan, maka sejak awal berbagai
jaringan tersebut perlu diidentifikasi.
3. Jaringan sosial ekonomi transmigran lokal
3.1. Jaringan sosial
Ada berbagai bentuk hubungan sosial yang dibangun
penduduk lokal dalam upaya mempertahankan eksistensi dan
survival mereka di lokasi pemukiman yang ditempati. Hubungan
sosial tersebut biasanya dijalankan dan dipraktekkan pada tingkat
lokal, artinya diantara warga sendiri maupun di luar kelompoknya
seperti lembaga atau orang-orang tertentu secara kontinyu.
Efektivitas hubungan ini dinilai sangat penting, karena akan
berdampak langsung pada berbagai aktivitas ekonomi yang digeluti,
juga akan mendukung proses perubahan dalam segala aspek
kehidupan transmigran lokal. Bentuk hubungan sosial yang terjadi
dikalangan warga transmigran lokal Koya Tengah antara lain: (a)
hubungan kerabat antar warga satu etnis, lain etnis dalam lokasi
pemukiman, warga transmigran lokal dengan kerabat yang tinggal
di kota, dan dengan penduduk asli setempat (orang Skow), (b) arisan
kelompok (Artamas).
a. Hubungan kerabat
Bentuk hubungan sosial yang paling dominan dikalangan warga
transmigran lokal adalah hubungan kerabat yang terjadi diantara
warga baik di dalam maupun di luar lokasi pemukiman. Pola dan
struktur hubungan tersebut dapat dilakukan dalam beberapa bentuk
dan hubungan seperti ini selalu dijaga dan dipertahankan.
Hubungan kerabat di dalam lokasi pemukiman terjadi karena
pada lokasi tersebut hanya ditempati oleh etnia Muyu Mandobo dan
Ngalum. Beberapa kasus yang ditemukan di lapangan menunjukkan
bahwa hubungan kerabat sebagai suatu bentuk jaringan sosial yang
dibangun dan dinilai efektif di dalam menjawab berbagai
permasalahan kehidupan yang dihadapi warga transmigran lokal,
misalnya penempatan warga yang sebelumnya merupakan
kelompok migran yang telah lama berdomisili di kawasan Padang
Bulan Abepura, dan Entrop. Lokasi tempat tinggal termarginalisasi
akibat semakin pesatnya arus pembangunan di kawasan-kawasan
tersebut, yang telah mengkonversi lahan-lahan bagi kepentingan
pembangunan perumahan. Akibat kondisi ini mereka terdesak
dengan kebutuhan lahan untuk tempat tinggal, sementara di lain
pihak jumlah penduduknya semakin bertambah. Pengambilan
keputusan pindah ke lokasi Koya Tengah sangat ditentukan oleh
kerabat yang sudah lebih dahulu mendiami dan tinggal di lokasi
pemukiman transmigrasi Koya Tengah.
Hubungan sosial diluar kelompok kerabat terjadi dengan adanya
kawin campur dengan penduduk asli setempat (orang Skow).
Dengan terjadinya hubungan perkawinan, maka terdapat kemudahan
di dalam aktifitas ekonomi terutama penggunaan dan sewamenyewa
lahan-lahan yang dijadikan areal perkebunan, pertanian,
perburuan. dan perluasan lahan pemukiman. Tidak jarang
transmigran lokal diminta membantu tenaga, hasil kebun dan
sumbangan berupa uang dalam rabgka pelaksanaan acara-acara
tertentu.
b. Arisan kelompok
Kegiatan arisan kelompok yang mereka namakan Artamas (arisan )
Tabungan Masyarakat), hubungan sosial ekonomi yang terjadi
dinilai sangat efektik dalam upaya menumbuh kembangkan kegiatan
kelompok sosial dan ekonomi. Acuan dasar untuk pengembangan
dengan mengandalkan pola dan struktur jaringan sosial yang telah
ada sangat relevan dengan upaya pemberdayaan dan peningkatan
pendapatan ekonomi rumah tangga transmigran lokal secara
maksimal.
Kegiatan Artamas dilakukan pertama kali pada tahun 1988
bulan Februari. Arisan ini diikuti oleh seluruh etnis Muyu Mandobo
dan Ngalum yang tinggal di Jayapura, sehingga setiap bulan pada
minggu pertama dilakukan penarikan disetiap lokasi dimana
terbentuknya kelompok arisan ini. Misalnya, kelompok arisan di
daerah Sentani mendapatkan arisan, maka setiap kelompok arisan
mengirimkan wakilnya ke Sentani untuk mengambil bagian dalam
kegiatan arisan tersebut. Sistem penarikan arisan dilakukan berputas
selama jangka waktu 1 tahun. Besarnya uang setoran setiap orang
Rp. 20.000;/bulan. Dalam setiap penarikan arisan kelompok
mendapat sebesar Rp. 240.000; dengan perincian kegiatan antara
lain: Rp. 120.000; bagi yang mendapatkan arisan, sedangkan
uang sisanya Rp. 120.000; digunakan lagi untuk kepantingan
arisan Artamas berikutnya dengan rincian, Rp. 60.000 bagi
kepentingan kelompok arisan Artamas se Jayapura, Rp. 30.000;
simpanan kelompok Artamas yang mendapat arisan, Rp. 10.000;
digunakan sebagai konsumsi kegiatan arisan, urusan administrasi
diserahkan Rp. 10.000; dan angkos transportasi ketempat arisan
berikutnya Rp. 10.000;
Orientasi utama dari pembentukan Artamas adalah untuk
membantu meningkatkan pendapatan rumah tangga transmigran
lokal, dari kegiatan iniu setiap anggota kelompok arisan memiliki
simpanan pokok, yang dapat digunakan dan dipinjamkan.
c. Kelembagaan
Lembaga formal maupun informal yang ada di lokasi
pemukiman transmigran lokal Koya Tengan antara lain Desa,
sekolah, banpres, IDT, PPL, IKA-UNDIP, Posyandu, Delsos,
Gereja, Lembaga Adat, Transmigrasi, Kegiatan lembaga-lembaga
yang ada di lokasi ini ada yang bersifat insidentil namun ada juga
yang dilakukan secara kontinyu.
Lembaga gereja dipakai sebagai sarana utama dalam hubungan
sosial diantara warga transmigran, karena segala sesuatu yang akan
dilakukan dan diputuskan lembaga gereja juga memberikan
masukan saran-saran dan bantuan yang diperlukan warga
transmigran.
3.2. Jaringan Ekonomi
Jaringan ekonomi yang dimiliki wargra transmigran lokal
dilokasi pemukiman mereka ada beberapa buah kios yang pada
awalnya berjalan dengan baik dengan menyediakan bahan
kebutuhan pokok transmigran, namun lama kelamaan usaha kios
mengalami kemacetan, karena modal usaha dari kios tidak dapat
memenuhi apa yang ingin dibelanjakan. Sarana kios yang ada
dilokasi pemukiman transmigran lokal tidak dapat dipakai sebagai
tempat untuk menampung dan menjua hasil-hasil kebun warga,
sehingga warga sangat sulit menjual hasil kebunnya di lokasi
pemukiman mereka, karena tidak tersedianya sarana pasar. Semua
hasil kebun dijual atau didistribusi ke pasar Abepura dan Hamadi.
Sulitnya sarana transportasi yang tidak setiap hari melintasi daerah
pemukiman mereka, sehingga hasil kebun tidak dapat dipasarkan
setiap harinya dan akibatnya hasil kebun diperoleh, banyak
distribusi kepada tetangga dan dikonsumsi sendiri. Jaringan
ekonomi yang ada di lokasi pemukinan mereka berupa jaringan
ekonomi kekerabatan melalui kegiatan keompok-kelompok arisan
yang setiap bulannya dilaksanakan.
4. Penutup
Jaringan sosial ekonomi dapat terjadi di dalam maupun diluar
lokasi pemukinan trsnamigransi Koya Tengah. Jaringan sisoal ekonomi
yang dimiliki dan dilakukan warga transmigran lokal antara lain (a)
jaringan kekerabatan, antar warga seetnis maupun lain etnis di dalam
dan diluar lokasi pemukiman, (b) kelompok-kelompok arisan, (c)
kelembagaan formal maupun informal, (d) pasar Abepura dan Hamadi,
(e) kios, dan (f) para pedangan keliling.
Kepustakaan
Bappeda Irian Jaya. 1987, Survei Tingkat Produktivitas Transmigran
Lokal di Kab. Jayapura, Sorong, Manokwari, Merauke, dan Paniai.
Jayapura, Kanwil Deptrans. (Laporan Penelitian).
Keesing Roger M. 1989, Antropologi Budaya Suatu Perspektif
Kontemporer Edisi Kedua, Penerbit Erlangga. Jakarta
Koentjaraningrat, 1990, Pokok-pokok Antropologi Sosial, Dian Rakyat.
Jakarta.
---------------------, 1996, Pengantar Ilmu Antropologi, Rineke Cipta.
Jakarta
Poespowardojo, S. 1993, Strategi kebudayaan, Suatu pendekatan
Filisofis, Gramedia Jakarta.
No comments:
Post a Comment