Sunday, 28 November 2010
Sejarah Glodok
Glodok adalah salah satu bagian dari kota lama Jakarta. Sejak masa pemerintahan Hindia Belanda, daerah ini juga dikenal sebagai Pecinan -- bahkan yang terbesar di Indonesia -- karena mayoritas pedagang di Glodok merupakan masyarakat keturunan Tionghoa. Di masa kini Glodok dikenal sebagai salah satu sentra penjualan elektronik di Jakarta, Indonesia. Secara administratif, daerah ini termasuk dalam wilayah kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat. Kata Glodok berasal dari Bahasa Sunda "Golodog". Golodog berarti pintu masuk rumah, karena Sunda Kalapa(Jakarta) merupakan pintu masuk ke kerajaan Sunda. Karena sebelum dikuasai Belanda yang membawa para pekerja dari berbagai daerah dan menjadi Betawi atau Batavia, Sunda Kelapa dihuni oleh orang Sunda. Perubahan 'G' jadi 'K' di belakang sering ditemukan pada kata-kata Sunda yg dieja oleh orang non-Sunda, terutama suku Jawa dan Melayu yang kemudian banyak menghuni Jakarta. Sampai saat ini di Jakarta masih banyak ditemui nama daerah yang berasal dari Bahasa Sunda meski dengan ejaan yang telah sedikit berubah. Nama Glodok juga berasal dari suara air pancuran dari sebuah gedung kecil persegi delapan di tengah-tengah halaman gedung Balai Kota (Stadhuis) – pusat pemerintahan Kumpeni Belanda di kota Batavia. Gedung persegi delapan ini, dibangun sekitar tahun 1743 dan sempat dirubuhkan sebelum dibangun kembali tahun 1972, banyak membantu serdadu Kumpeni Belanda karena di situlah mengalir air bersih yang dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Tak cuma bagi serdadu Kumpeni Belanda tapi juga dimanfaatkan minum bagi kuda-kuda serdadu usai mengadakan perjalanan jauh. Bunyi air pancurannya grojok..grojok..grojok. Sehingga kemudian bunyi yang bersumber dari gedung kecil persegi delapan itu dieja penduduk pribumi sebagai Glodok. Dari nama ”pancuran” akhirnya menjadi nama sebuah daerah yang kini dikenal sebagai Pancoran atau orang di kawasan Jakarta Kota menyebutnya dengan istilah ”Glodok Pancoran”. Hingga kini kedua nama yakni Glodok dan Glodok Pancoran masih akrab di telinga orang Jakarta, bahkan hingga ke luar Jakarta. Pada 4 Oktober 1984, tiga gedung Bank Central Asia (BCA), satu di antaranya di Glodok, dibom. Beberapa orang yang dituduh terlibat dalam kasus ini ditangkap, termasuk H.R. Dharsono. Pada kerusuhan 13-14 Mei 1998 yang menyebabkan turunnya Presiden Soeharto dari jabatannya, Pasar Glodok menjadi sasaran amuk massa yang paling parah. Banyak toko yang dijarah dan kemudian dibakar. Pada 13 Mei 2000, daerah Glodok kembali dirusak oleh massa yang mengamuk setelah Mabes Polri melakukan razia terhadap para penjual VCD porno. Terbit desas-desus bahwa kerusuhan ini dimaksudkan untuk menggoyahkan kedudukan Presiden Abdurrahman Wahid.
No comments:
Post a Comment