Monday, 20 December 2010

Feminisme Mengubah Masyarakat

Feminisme Mengubah Masyarakat


Ani Purwanti





Istilah “ feminisme “ sangat penting untuk diketahui sekaligus dipahami seiring dengan
aktivitas atas pencerahan yang dilakukan para penggiat gender di masyarakat. Seringkali
mereka mendapat pertanyaan terkait dengan apakah “ isme “ yang melatarbelakangi
pemikiran pemikirannya, bahkan secara ekstrem dipojokkan dengan apakah cocok berpatokan
pada feminisme yang nota bene berasal dari dunia barat yang sangat berbeda dengan kondisi
ketimuran Indonesia ( baca patriarkhi )
Feminisme berasal dari bahasa Latin yaitu “ femina “ atau perempuan dan gerakan ini
mulai bergulir pada tahun 1890an seiring dengan keresahan yang dirasakan oleh perempuan
dan laki laki yang menyadari adanya relasi yang timpang antara laki laki dan perempuan di
masyarakat. Gerakan ini mengacu ke teori kesetaraan laki-laki dan perempuan dan pergerakan
tersebut dimaksudkan untuk memperoleh hak hak perempuan. Sekarang ini kepustakaan
internasional mendefinisikan feminisme sebagai pembedaan terhadap hak hak perempuan
yang didasarkan pada kesetaraan perempuan dan laki laki. Dalam perkembangannya secara
luas kata feminis mengacu kepada siapa saja yang sadar dan berupaya untuk mengakhiri
subordinasi yang dialami perempuan.
Feminisme seringkali dikaitkan dengan emansipasi yang didalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia diartikan sebagai pembebasan atau dalam hal isu isu perempuan, hak yang sama
antara laki laki dan perempuan. R.A Kartini yang berjuang untuk kebebasan perempuan dari
norma norma tradisionil yang menindas melalui pendidikan adalah figur yang sangat terkenal
dalam perjuangan emansipasi perempuan.
Data perempuan yang berkaitan dengan pendidikan, pemberdayaan ekonomi (
kemiskinan ) kesempatan di berbagai lembaga pemerintah sampai saat ini terlihat masih
terbelakang dalam berbagai aspek kehidupan baik sebagai pelaku maupun yang merasakan
manfaat pembangunan. Dengan demikian maka pemikiran bahwa hubungan atau relasi yang
timpang antara perempuan dan laki laki di dalam dan di luar keluarga penting untuk
diperbaiki,. Selain itu juga penting untuk memikirkan yang berkaitan dengan serangkaian
upaya serangkaian perubahan struktural ( perubahan relasi sosial ) dari yang timpang ke relasi
sosial yang setara sehingga keduanya merupakan faktor penting dalam menentukan berbagai
hal dalam masyarakat.
Sejarah Pergerakan
Pergerakan kesetaraan mulai disadari oleh perempuan dan sedikit banyak mulai
mengubah masyarakat terekam sejak tahun 1950 dan 1960an, persisnya 12 Juli 1963 dengan
adanya gerakan global yang dipelopori perempuan melalui Ecosoc ( PBB ) dan diakomodasi
pemerintah Indonesia pada Tahun 1968 dengan membentuk Komite Nasional Kedudukan
Wanita Indonesia. Selanjutnya Tahun 1975 World Conference International Year of Women
PBB di Mexico diselanggarakan Deklarasi kesemaan antara laki laki dan perempuan. Pada
tahun 1980 diselenggarakan World Conference UN Mid Decaded Women yang mengesahkan
CEDAW ( Convention on The Elimination of all Forms of Discrimination Against Women di
Kopenhagen, dimana melalui konferensi inilah para penggiat gender mulai terjangkiti “virus”
untuk lebih mengoptimalkan partisipasi perempuan di berbagai bidang. Dilanjutkan pada
tahun 1985 PBB membentuk UNIFEM ( the United Nations Fund for Women ) yang
memberikan perhatian dengan mengkaji masalah advokasi, kolaborasi kegiatan kesetaraan
gender secara internasional. Berikutnya di Vienna diadakan Commission on the Status of
Women pada tahun 1990 yang pada akhirnya melahirkan ” Gender and Development ” ( GAD
) suatu paradigma baru yang menekankan pada prinsip hubungan kemitraan dan harmonisasi
antara perempuan dan laki laki. Pendekatan ini diintensifkan pada the International
Conference on Populational Development ( ICPD ) tahun 1994 di Cairo.
Berbagai pemikiran dan pergerakan diatas tentu saja berjalan seiring dengan
digunakannya berbagai “isme” dan perkembangan dari teori yang sudah ada. Teori Hukum
Feminis misalnya pada perekembangannya menjadi alternatif dari teori yang menganggap
hukum sebagai norma yang obyektif dan netral. Seperti dikatakan Donny Danardono dalam
makalahnya bahwa para pemikir hukum feminis menganggap pandangan Positivisme Hukum
adalah keliru dan obyektifitas ( netralitas ) hukum sebenarnya tidak pernah ada, karena pada
kenyataannya hukum senantiasa mendefinisikan peren peran individu berdasarkan kategori
gender, usia, ras, orientasi seksual dan lain lain.
Gerakan Feminis
Beberapa aliran yang penting untuk diketahui para penggiat dan pemerhati gender untuk
mengoptimalkan kajian dan pemikiran mereka diantara adalah :
1. Feminisme Liberal
Gerakan ini muncul awal abad 18 berbarengan dengan lahirnya zaman pencerahan,
tuntutannya adalah kebebasan dan kesamaan terhadap akses pendidikan, pembaharuan
hukum yang bersifat diskriminatif. Yang menjadi dasar pemikirannya adalah
pandangan rasionalis serta pemisahan ruang privat dan publik, sehingga feminis liberal
memperjuangkan atas kesempatan yang sama bagi setiap individu termasuk
perempuan .
2. Feminisme Marxis Tradisional
Gerakan ini mendasarkan pada teori Marxis, dimana para penganutnya
memperjuangkan perlawanan terhadap sistem sosial ekonomi yang eksploitatif
terhadap perempuan dan penindasan terhadap perempuan adalah bagian dari
penindasan kelas dalam sistem produksi. Seiring dengan revolusi proletar yang
berhasil meruntuhkan sistem kelas maka penindasan terhadap perempuan diprediksi
juga akan hilang.
3. Feminisme Radikal
Gerakan ini mengacu pada konsep biological essentialism ( perbedaan esensi biologis
), suatu pendekatan bahwa apa saja yang berhubungan dengan makhluk laki laki
adalah negatif dan menindas. Penganut aliran ini juga menolak adanya institusi
keluarga baik secara teoritis maupun praktis.
4. Feminisme Sosialis
Gerakan ini merupakan sintesa dari gerakan feminis Radikal dan Marxis, gerakan ini
beranggapan bahwa perempuan terekploitasi oleh 2 hal yaitu sistem patriarkhi dan
kapitalis.
5. Ekofeminis
Gerakan ini lebih menfokuskan pandangannya pada analisis kualitas feminin dan
mengkritik dengan tajam pada aliran feminisme modern lain ( liberal, radikal, marxist dan
sosialis ) dengan mengatakan bahwa ketidakadilan gender bukan semata mata disebabkan
oleh konstruksi sosial budaya akan tetapi juga oleh faktor intrinsik.
6. Gerakan Perempuan Dunia Ketiga
Gerakan perempuan yang berasal dari dunia ketiga ( bangsa yang pernah dijajah ).
Kondisi perempuan pasca penjajahan yang multi kompleks menjadikan gerakan ini
mempunyai prioritas atas apa yang dilakukan misalnya imperialisme, penindasan bangsa,
kelas, ras dan etnis. Strateginya adalah afiliasi untuk membangun kekuatan perlawanan
bersama untuk satu persatu melawan penindas.
Berbagai pendekatan yang didasarkan pada gerakan diatas nampaknya sudah sejak
lama diupayakan untuk memperjuangkan kesetaraan gender, terlepas seseorang akan
cenderung pada salah satu isme yang ada, tetapi perjuangan para penggiat gender melalui
feminisme terbukti sedikit demi sedikit dan dengan perlahan telah mengubah persepsi,
pemahaman dan perlakuan masyarakat secara luas. Setidaknya di bidang perundangan,
Indonesia mempunyai UUPKDRT ( Penanggulangan Kekerasan Dalam Rumah Tangga )
UU Perlindungan Anak, UU Traffiking,( Perdagangan Orang ) UU Partai Politik dan
Pemilu, UU Kewarganegaraan, UU Pornografi, rencana revisi UU Perkawinan dll yang
kesemuannya memberikan perhatian pada perempuan dan anak dimana mereka biasanya
menjadi korban sebagai akibat timpangnya relasi gender di Indonesia, meskipun secara
luas masih diperlukan kajian gender yang lebih mendalam khususnya persoalan
implementasinya. Upaya untuk mencapai tujuan tersebut perempuan tetap harus
mengoptimalkan kemampuan agar menjadi sumber daya manusia yang potensial,
sehingga persepsi, eksistensi, peluang yang telah terstruktur dalam masyarakat menjadi
lebih terbuka termasuk membangun kaum ibu melalui pembangunan keluarga berkualitas.
Ani Purwanti,SH M.Hum
Staf Pengajar Hukum Dan Gender FH Undip

No comments:

Post a Comment