BAB I
Pendahuluan
MENGGARAP BEDENG BIBIT HARAPAN
Dalam suasana globalisasi yang sekaligus dibarengi adanya krisis multidimensi di
Indonsia sekarang ini semua pihak sadar bahwa penduduk Indonesia yang jumlahnya
telah melebihi 211 juta jiwa itu harus dikembangkan menjadi manusia unggul.
Bagi Bangsa yang sedang berkembang seperti Indonesia, memberdayakan
perempuan melalui pendidikan adalah investasi asset bangsa. Ia sekaligus merupakan
‘sakaguru’ Mengantarn Keluarga Miskin Naik Kelas.
Ada banyak alasan kenapa begitu pentingnya pemberdayaan perempuan dalam
negara yang sedang berkembang. Keberhasilan pemberdayaan itu di negara berkembang
adalah identik dengan keberhasilan usaha membangun bangsa. Kalau ada rekapitulasi
dalam bidang per-bank-kan, mestinya ada rekapitulasi dalam upaya pemberdayaan
manusia yaitu dengan melipatgandakan program dan ilmu untuk pemberdayaan
perempuan.
Alasannya adalah bahwa selama berabad-abad bangsa Indonesia sangat tertindas
dan kebangkitannya selalu berada dalam suasana yang tidak menguntungkan bagi kaum
perempuan. Karena itu kebangkitan bangsa ini disertai hanya oleh sedikit sekali kaum
perempuan yang jumlah sebenarnya lebih dari separo penduduk Indonesia. Partisipasi
mereka dalam perjuangan menata diri, membangun kemampuan dan ikut serta dalam
pembangunan yang sedikit itu bukan karena kurangnya motivasi, tidak adanya kemauan
dan kemampuan dasar, tetapi adalah karena banyak pihak “telah dibuat” atau
“dikondisikan” ketakutan akan budaya lingkungan dengan alasan agama, adat atau
apapun namanya, sehingga dalam sikap dan tingkah laku bangsa ini tidak menyediakan
fasilitas yang memadai untuk meningkatkan kemampuan dan menyediakan kesempatan
untuk kaum perempuan. Mereka menjadi manusia-manusia yang termarginal.
Karena hal itu telah berlangsung lama, maka seakan-akan menjadi bagian dari
suatu budaya yang wajar-wajar saja terjadi. Sehingga biarpun ada kemauan politik yang
menggebu untuk memperbaiki keadaan dari kabinet ke kabinet yang lain hampir pasti
oleh lingkungannya, termasuk oleh pemerintah sendiri, selalu tidak disertai dengan
komitment yang sama dalam bentuk program yang kuat dan dana yang memadai untuk
memulai suatu langkah konkret yang bermakna.
Dalam semangat untuk ikut menyegarkan komitmen pemberdayaan melalui
pendidikan perempuan dalam Buku Mengantar Keluarga Miskin Naik Kelas seri
Pendidikan Perempuan Aset Bangsa kami sajikan berbagai tulisan yang kental akan
kepedulian pemberdayaan perempuan serta andil laku konkret lembaga Swadaya
Masyarakat dalam mendukung pemerintah memfasilitasi mengangkat derajat kualitas
anak warga bangsa dari keluarga miskin, atau Prasejahtera dan Sejahtera I
Bergerak, bergerak. Serentak, serentak. Majulah, majulah menang. Lirik lagu
Maju Tak Gentar perlu diayunkan dalam langkah nyata dalam memajukan derajat
kualitas perempuan melalui pendidikan perempuan.
Memang sudah melangkah meski belum memadai. Di pertengahan tahun 70-an
seiring diluncurkannya program Kelapa Hibrida sebagai jawaban tuntutan NKKBS
(Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera), dikembangkan kepedulian bagi siswa-siswa
pendidikan kejuruan dari anak keluarga Akseptor lestari. Sedang Pendidikan untuk
Pemberdayaan Perempuan melalui Usaha Peningkatan Pendidikan Akseptor Keluarga
Berencana yang kemudian disebut Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera me
“melek” kan perempuan akan ke mampuan didalam usaha ekonomi produktif. Kegiatan
itu menjadi semakin bermakna dengan diluncurkannya Gerakan Sadar Menabung melalui
Gerakan Takesra dan Kukesra.
Mulai tahun 2002, seiring dikembangkannya sistem pendidikan BBE, Broad
Based Education, yang berorientasi pada pembekalan untuk bisa bekerja oleh jajaran
Departemen Pendidikan Nasional, khususnya oleh jajaran Dirjen Pendidikan Dasar dan
Menengah, Yayasan Damandiri dan mitra kerjanya terpanggil mengembangkan Gerakan
Peduli Peningkatan Mutu Pendidikan, yang lebih dikenal dengan sebutan Gerakan
Belajar Mandiri.
Gerakan Belajar Mandiri ini dimulai dari Kawasan Timur Indonesia dengan
mengajak para guru dan mereka yang mempunyai kepedulian atau simpati terhadap masa
depan anak-anak dari keluarga kurang mampu khususnya anak perempuan untuk bekerja
sama. Gerakan ini intinya adalah ajakan keberpihakan kepada anak-anak yang kurang
beruntung, khususnya anak perempuan. Kepala Sekolah, para guru, kawan/alumni
sekolah yang sudah mahasiswa, para pengusaha nasabah bank, serta masyarakat pada
umumnya, diharapkan mempunyai kegiatan bulanan untuk meningkatkan kepedulian
masyarakat luas terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan anak-anak kurang
beruntung.
Gerakan ini menganjurkan agar anak-anak yang kurang beruntung mendapatkan
perhatian dan bimbingan yang lebih besar dari para guru dan masyarakat sekelilingnya.
Anak-anak itu dianjurkan lebih rajin membaca bahan-bahan bacaan yang ada di sekolah
masing-masing serta bahan bacaan baru yang secara berkala dikirimkan kesekolah
mereka. Sejak Maret 2002, setiap bulan diadakan semacam Quis sederhana untuk
merangsang anak-anak itu membaca bahan-bahan yang ada. Sebagai imbalan, setiap
sekolah diharapkan memilih pemenangnya. Pemenang sekolah setiap bulan
“dipertandingkan” pada tingkat Kabupaten/Kota oleh para guru atau Kepala Sekolah,
atau oleh mereka yang peduli terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan di kabupaten
atau kota masing-masing.
Setiap bulan, untuk setiap kabupaten/kota daerah tingkat II, disediakan beberapa
paket penghargaan untuk anak-anak keluarga kurang mampu, bermutu dan unggul,
berupa tabungan masing-masing dengan nilai sebesar Rp. 300.000,00 lewat Bank mitra
kerja.
Di samping bahan dan acara “adu pintar” dari anak-anak keluarga kurang
beruntung, pada setiap bahan bacaan atau majalah yang dikirim kepada anak-anak remaja
ini akan dimuat adanya “kesempatan beasiswa” dan bantuan yang tersedia dari berbagai
sumber.
Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, atau Yayasan Damandiri, memberikan
dukungan untuk bekal menempuh pendidikan lebih tinggi dalam bentuk bantuan dana,
terutama untuk anak perempuan. Anak-anak DO bisa mendapatkan bantuan mengikuti
kursus-kursus ketrampilan agar bisa bekerja. Anak-anak berbakat bisa mengikuti program
Belajar Mandiri. Kalau berhasil dengan baik selama tiga tahun berturut-turut di SMUSMK/
MA-nya, anak-anak itu bisa dipertimbangkan mendapat bantuan dana untuk
mengikuti pendidikan pada Perguruan Tinggi pilihannya.
Para siswa anak keluarga kurang mampu penerima bantuan Program Belajar
Mandiri yang mempunyai kemampuan tinggi dan lulus ujian Saringan Masuk PTN dapat
diberikan dukungan untuk membayar SPP dan keperluan pembinaan keluarga kurang
beruntung.
Sampai dengan Desember 2002 telah dapat diinventarisasikan adanya berbagai
kesempatan beasiswa untuk anak-anak keluarga kurang mampu yang cukup banyak.
Untuk siswa terpilih penerima Pantuan Program Belajar Mandiri Yayasan Damandiri
mengalokasikan bantuan sebanyak lebih 4000 siswa. Sekitar separo dari dana yang
disediakan terserap dengan baik.
Siswa penerima Program Belajar Mandiri yang diterima di Perguruan Tinggi
Negeri untuk tahun 2002 tercatat sebanyak 14 mahasiswa; Penerima Bantuan Besasiswa
yang dikaitkan dengan Program Pemberdayaan Lingkungan Kampus maupun Bantuan
Biaya Pendidikan (BBP-SPP) antara lain 97 Mahasiswa Universitas Sebelas Maret
Surakarta; 100 Mahasiswa Universitas Soedirman; 100 Mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Malang; 200 Mahasiswa Universitas Brawijaya; 100 Mahasiswa
Universitas Nusa Cendana Kupang (NTT); 100 Mahasiswa Lambung Mangkurat
Kalimantan Selatan. Jumlah ini belum bantuan beasiswa sebagai tindak lanjut
siswa/mahasiswa penerima Bantuan Masuk UMPTN (BMU); serta mahasiswa dari
keluarga kurang mampu yang diterima melalui Penelusuran Minat dan Kemampuan
(PMDK)
Yayasan Supersemar, yang selama puluhan tahun terkenal dengan dukungan
beasiswa Supersemar, untuk tahun 2002 tetap menyediakan beasiswa yang tidak lebih
kecil jumlahnya dibandingkan dengan jumlah beasiswa tahun lalu. Bahkan uang beasiswa
itu dinaikkan. Tahun 2002 diberikan beasiswa kepada 47.810 siswa SMK dengan nilai
Rp. 17,3 milliar, untuk mahasiswa dan dosen disediakan sebanyak 28.940 beasiswa
dengan nilai Rp. 25,3 milliar. Dukungan untuk dosen ditujukan untuk membantu
penyelesaian S2 dan S3 dengan dana sekitar Rp 1 milliar.
Dalam rancangan tahun 2002, jajaran Departemen Pendidikan Nasional
menyediakan sejumlah besar dana untuk anak-anak kurang mampu di seluruh Indonesia.
Dari sumber Dana Kompensasi BBM untuk daerah miskin disediakan sekitar 1.000.000
beasiswa untuk siswa SLTP senilai Rp. 20 milliar. Untuk anak-anak SMU, Madrasah
Aliyah dan SMK, disediakan dana beasiswa untuk 400.000 siswa sebesar Rp. 10 milliar.
Untuk program BBE di 400 lokasi daerah miskin disediakan dana sebesar Rp. 150
milyar.
Informasi tentang terbukanya kesempatan itu disosialisaskian ke seluruh wilayah
program Belajar Mandiri kepada para orang tua dan masyarakat luas untuk memacu
motivasi para orang tua yang kurang beruntung dan masyarakat luas agar di rumah
masing-masing anak-anak itu didorong belajar lebih giat agar bisa memperoleh nilai lebih
baik di sekolah.
Ada pula gagasan untuk menghimbau lembaga-lembaga yang biasa memberikan
beasiswa kepada siswa yang menonjol untuk mengatur secara lain, yaitu memihak kepada
anak-anak keluarga kurang mampu. Dalam pengaturan ini, anak-anak keluarga mampu
yang mendapat beasiswa karena otaknya encer diharapkan membagi sebagian dari dana
itu kepada rekan lain yang kebetulan anak keluarga kurang mampu. Dengan cara ini
anak-anak keluarga kurang mampu bisa memperoleh kesempatan dan dorongan untuk
berjuang dalam kebersamaan yang lebih seimbang.
Bersamaan dengan itu dikembangkan kesepakatan politis antara lain berupa
Sambutan Menteri Pendidikan Nasional “Belajar Mandiri Untuk Meni ngkatkan Mutu”
yang antara lain berbunyi “Program Belajar Mandiri yang setiap bulan rencananya akan
digelar di kabupaten/kota, hendaknya dapat memacu perhatian daerah, para tokoh
masyarakat, dan seluruh lapisan masyarakat untuk memberikan komitmen yang tinggi
terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan pada jenjang pendidikan menengah pada
khususnya dan peningkatan mutu pendidikan pada umumnya.
Sambutan yang ditandatangani Menteri Pendidikan Nasional A.Malik Fadjar
Maret 2002, mengharapkan peluncuran program ini akan memperoleh dukungan positif,
perhastian, dan bantuan dari seluruh jajaran pendidikan di daerah.
Menteri Agama RI Prof. DR. H. Said Agil Husin Al Munawar, MA dalam
sambutannya Maret 2002, antara lain menganjurkan semua Madrasah Aliyah, dimana
pun mengikuti dengan tekun Program Belajar Mandiri yang diselenggarakan oleh
Yayasan Damandiri bekerjasama dengan Departemen Agama dan instansi lainnya.
Menteri Agama juga menganjurkan kepada semua Kepala Sekolah Madrasah Aliyah dan
para gurunya guna mempersiapkan anak didiknya dengan sebaik-baiknya agar mampu
bersaing dengan siswa-siswa dari SMU, SMK dan lembaga pendidikan lainnya,
memperebutkan kesempatan yang terbuka lebar sampai ke jenjang Perguruan Tinggi.
Sedang Kepala BKKBN Prof. DR.Yaumil C. Agoes Achir dalam sambutannya
tertanggal 2 Februari 2002, menyatakan Program Belajar Mandiri yang intinya adalah
membantu meningkatkan kualitas remaja perempuan dalam menempuh pendidikannya
pada tingkat SMU, SMK dan MA sungguh merupakan program yang harus
disosialisasikan secara luas agar kesempatan yangterbuka itu tidak hilang dandapat
dimanfaatkan denganbaik oleh para remaja kita. Kepala BKKBN mengharapkan jajaran
BKKBN dapat mensosialisasikan program dimaksud dan mengajak para orang tua
khususnya yang tergolong keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I yang putrinya
saat ini sedang belajar di SMU atau Madrasah Aliyah untuk memanfaatkan peluang emas
ini sebaik-baiknya.
Komitmen tersebut selanjutnya merupakan pembuka langkah maju Gerakan
Belajar Mandiri untuk mensosialisasikan program Belajar Mandiri ke 3.785
SMU/SMK/MA di 8 Propinsi sebagai lampiran Surat Edaran pimpinan Yayasan
Damandiri, ditandatangani Wakil Ketua I Yayasan Damandiri Prof. DR. H. Haryono
Suyono yang ditujukan kepada Gubernur, Bupati/Walikota, Kandep Diknas, Kandep
Agama, BKKBN Propinsi dan Kabupaten/Kota, sekolah-sekolah SMU/SMK dan MA,
Bank mitra kerja (BPD, BUKOPIN, BPR NUSAMBA) serta berbagai instansi terkait.
Sejalan dengan semangat otonomi daerah, dikembangkan pula komitmen dari
para pimpinan daerah berupa Arahan Gubernur yang disampaikan kepada
Bupati/Walikota dan Dinas untuk mendukung pelaksanaan Perogram Belajar Mandiri
antara lain dari Gubernur Jawa Tengah ditanda tangani Wagub Bidang Kesra Ir.Mulyadi
Widodo nomor 420.2/3739 tertanggal 27 Maret 2002, Gubernur Jawa Timur surat nomor
420/5625/021/2002 ditanda tangani Wagub Drs.Imam Supardi, Surat arahan Gubernur
DI.Yogyakarta yang ditanda tangani Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X
dalam surat Nomor 900/2549 tertanggal 16 Agustus 2002.
Dengan program ini diharapkan akan berkembang komitmen politik dan langkahlangkah
konkrit yang lebih besar di lingkungan masyarakat luas, termasuk di lingkungan
sekolah dan lembaga masyarakat, agar upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan
anak-anak keluarga kurang mampu bisa lebih mendapat perhatian. Apabila kita berhasil
meningkatkan mutu anak-anak keluarga tertinggal tersebut, terutama anak-anak
perempuannya, maka upaya pengentasan kemiskinan, termasuk upaya menyelamatkan
generasi muda dari kawin terlalu muda akan segera menjadi kenyataan. Semoga.
1
GERAKAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
Pertengahan Maret 2002 Menko Kesra RI, Drs. Jusuf Kalla, memimpin Rakor
Kesra diikuti para Menteri yang terkait erat dengan penanganan masalah-masalah sosial
kemasyarakatan. Rapat tersebut antara lain memutuskan untuk mengembangkan Gerakan
Nasional Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia. Dengan gerakan ini diharapkan
dapat dirangsang upaya bersama memberi perhatian dan komitmen yang tinggi untuk
memacu peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Upaya ini merupakan investasi yang
diyakini bisa merupakan langkah strategis untuk menghasilkan sumber daya manusia
yang bermutu. Berbeda dengan investasi dalam bidang industri dan perdagangan yang
bisa segera menghasilkan, investasi dalam bidang pendidikan adalah investasi jangka
panjang yang memerlukan dukungan sosial budaya yang sangat luas dan sering
menyangkut percontohan yang harus dimulai dari para aktor sendiri dan keluarganya.
Dalam alam globalisasi yang sangat dinamik dewasa ini, kita sungguh sangat
sedih melihat kenyataan bahwa anak-anak bangsa yang bisa mengisi kesempatan yang
terbuka luas di seluruh dunia hanya terbatas dalam bidang-bidang yang memberi nilai
tambah yang relatip rendah. Salah satu sebabnya adalah karena sumber daya manusia
yang kita miliki mutunya sangat rendah. Banyak kesempatan lewat begitu saja karena
sumber daya yang jumlahnya melimpah tidak ada yang cocok, atau bahkan tidak pernah
dipersiapkan untuk itu.
Penduduk Indonesia berjumlah antara 210 sampai 212 juta jiwa mempunyai ciri
jumlah remaja yang sangat menonjol serta akan terus naik. Ciri itu sesungguhnya
merupakan potensi yang menjanjikan, tetapi kenyataan bahwa mutunya masih rendah
memerlukan penanganan yang sangat urgen. Kejadian itu harus kita anggap sebagai
musibah yang harus ditangani dengan suatu shock terapi khusus seperti gerakan
masyarakat dengan bobot politik yang tinggi.
Gerakan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan yang sangat rendah
setidak-tidaknya harus diarahkan untuk lima sasaran utama dengan komitmen dan
dukungan program dan anggaran yang kuat, terpadu dan dinamik dari pemerintah dan
aparatnya di seluruh pelosok tanah air. Sasaran pertama, peningkatan pemberdayaan
siswa secara konsisten dan berkelanjutan. Kedua, peningkatan mutu, kemampuan dan
kesejahteraan guru. Ketiga, penyempurnaan kemampuan dan kesiapan sekolah untuk
memberikan dukungan terhadap aktivitas kependidikan dan pengajaran yang dinamik,
padat dan relevan dengan perkembangan masyarakatnya. Keempat, pengembangan
kesadaran orang tua untuk mengirim dan memberikan dukungan kepada anak-anaknya
untuk belajar sampai ke tingkat yang setinggi-tingginya. Kelima, pengembangan budaya
masyarakat yang kondusif serta mendukung upaya belajar dalam suasana nyaman,
menggairahkan dan dinamik.
Sebagai gerakan nasional yang sekaligus diadakan dalam suasana pengentasan
kemiskinan, semua pihak harus sepakat untuk bekerja keras mendukung investasi sumber
daya manusia yang handal itu dalam kerangka totalitas yang utuh. Upaya ini harus
sekaligus mengutamakan pemberdayaan manusia agar berkembang menjadi insan
nasional yang penuh iman, taqwa, berbudi pekerti luhur dan berkrepibadian mantab.
2
Dukungan budaya, sosial dan ekonomi yang kokoh untuk kelima sasaran itu harus secara
sengaja memihak, yaitu dengan menempatkan para siswa, khususnya anak keluarga
kurang mampu, sebagai titik sentral pembangunan.
Gerakan peningkatan mutu yang mengharuskan dilakukannya investasi berbasis
pada siswa itu harus dilakukan dengan menghormati hak-hak azasi manusia yang
diarahkan untuk pembentukan manusia yang berwatak dan taqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, yaitu dengan memberikan penggemblengan religiositas, watak, kepribadian
dan kesempatan yang luas untuk memilih atau kesempatan untuk ikut berpartisipasi pada
pilihan yang dilakukan oleh setiap siswa, atau oleh setiap individu. Mereka harus bebas
mengambil jalur pemberdayaan sesuai dengan visi, misi dan kehidupan masa depan yang
ingin dinikmatinya.
Ini tidak berarti bahwa setiap siswa boleh seenaknya mengambil pilihan masa
depannya dengan membabi buta. Setiap orang tua, guru atau mereka yang dituakan
mempunyai kewajiban moril untuk membantu pemberdayaan siswa, termasuk dan
terutama anak-anak keluarga kurang mampu, dengan berbagai opsi yang luas dan tidak
memihak agar setiap siswa bisa melakukan pilihan secara arif dan bijaksana. Setiap
siswa harus bisa mempersiapkan diri untuk mampu memenuhi cita-citanya dengan baik.
Setiap siswa harus mempunyai kesempatan mencoba dan melatih dirinya dengan
pemberdayaan yang sifatnya menyeluruh agar segala keputusannya tidak menimbulkan
kesal atau kekecewaan dimasa yang akan datang.
Para guru, sebagai individu, atau lembaga, yang paling dekat dengan siswa harus
diberi kesempatan dan dukungan yang kuat dan luas untuk meningkatkan kualitas dan
kesejahteraannya. Lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan yang akrab dengan
masyarakat harus diadakan atau mendapat dukungan agar setiap guru bisa menyegarkan
dirinya secara kontinue sesuai dengan kemajuan zaman dan masyarakatnya.
Sekolah sebagai pusat penggemblengan harus kondusif dan dilengkapi dengan
peralatan yang memungkinkan siswa mengembangkan diri dan kemampuan mencipta,
menganalisis dan menyumbang untuk masyarakat di sekelilingnya. Mereka harus
mendapat kesempatan mengembangkan gagasan yang berguna.
Dalam gerakan masyarakat yang gegap gempita, lingkungan masyarakat dan
budaya pendukung harus mendapat pemberdayaan yang matang. Para orang tua harus
mendapat informasi yang luas tentang manfaat pendidikan anak-anaknya untuk dirinya
sendiri, kini, atau nanti. Orang tua dan masyarakat sekelilingnya harus pula mengetahui
manfaat pendidikan untuk masa depan anak cucunya.
Pada akhirnya gerakan ini harus menumbuhkan budaya baru yang menghargai
anak-anak yang belajar tekun, guru yang rajin mengajar atau rajin memberi pelajaran
tambahan, atau sekolah yang murid-muridnya padat belajar - dari pagi sampai petang,
serta orang tua yang sanggup mengorbankan segalanya untuk anak-anaknya bersekolah
sampai ke tingkat yang setinggi-tingginya. Budaya memberi penghargaan yang tinggi
terhadap suasana bersekolah ini harus muncul dan menjadi percakapan sehari-hari.
Pada Peringatan Hari Pendidikan Nasional, tanggal 2 Mei 2002, gerakan ini harus
diawali dengan minimal mengundang seluruh masyarakat untuk merayakannya.
Peringatan yang penting itu tidak boleh menjadi monopoli Kepala Dinas Pendidikan, atau
sekolah, atau para guru, atau para murid di sekolah-sekolah saja. Peringatan itu harus
3
memunculkan kreasi baru yang menghidupkan suasana budaya belajar yang berkembang
dengan dinamika yang sangat tinggi.
Karena menyangkut gerakan masyarakat, maka pendidikan dengan pendekatan
Broad-Base Education (BBE) harus sekaligus memberi warna terhadap ciri baru
penanganan pendidikan di Indonesia. Para Kepala Sekolah, guru-guru, orang tua dan
siswa, bahkan seluruh organisasi kependidikan, seperti PGRI, harus bisa menyatu dengan
masyarakat luas untuk menggali sebanyak mungkin apa yang diharapkan dan dibutuhkan
oleh semua pihak untuk maju. Aspirasi itu harus menjadi pokok tunggal dari aspirasi para
Kepala Sekolah, para guru, orang tua dan para siswa untuk membangkitkan gairah
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
Visi dan cita-cita guru atau kaum pendidik yang menghendaki peningkatan mutu
pendidikan harus menjadi visi dan cita-cita masyarakat luas. Sebaliknya visi dan cita-cita
masyarakat luas harus menjadi cita-cita dan perjuangan para Kepala Sekolah, guru, orang
tua dan semua siswa-siswanya.
Untuk mendapatkan partisipasi yang luas, semua usaha harus memihak memberi
pertolongan mereka yang kurang mampu. Upaya ini harus diarahkan mulai dari tingkat
yang paling dini seperti upaya peningkatan pendidikan usia dini untuk anak-anak balita,
membantu anak-anak keluarga kurang mampu dalam rangka wajib belajar 9 tahun, serta
mendorong pendidikan lebih tinggi kepada anak-anak kurang mampu itu. Keberhasilan
Indonesia dalam mencapai target dunia dalam bidang pendidikan dasar pada tahun 2000,
harus disebarluaskan sebagai suatu kebanggaan untuk memupuk rasa percaya diri.
Keberhasilan tersebut harus menjadi pemicu untuk lebih meningkatkan pencapaian pada
tingkat pendidikan lebih tinggi seperti SLTP, selanjutnya SMU dan Perguruan Tinggi.
Upaya gerakan itu harus dibarengi dengan upaya pengembangan advokasi peduli
pendidikan bagi anak-anak keluarga kurang mampu. Upaya advokasi itu harus diantar
dengan gerakan yang gigih untuk menjaring anak-anak keluarga kurang mampu agar bisa
melanjutkan pendidikan pada Sekolah Menengah atau bisa mengikuti kuliah pada
Perguruan Tinggi. Kegagalan yang umumnya disebabkan karena mutu pendidikan anakanak
yang rendah atau informasi tentang adanya kesempatan yang tidak diterima oleh
para siswa yang bersangkutan harus dapat dikikis dengan memberikan informasi dan
kesempatan yang lebih longgar kepada siswa anak keluarga kurang mampu.
Dalam konteks BBE, upaya-upaya Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan harus
dibarengi dengan Gerakan Belajar Mandiri yang mengajak para guru dan mereka yang
mempunyai simpati terhadap masa depan anak-anak dari keluarga kurang mampu untuk
bekerja sama. Gerakan ini intinya haruslah merupakan ajakan keberpihakan kepada anakanak
yang kurang beruntung, termasuk anak-anak pengungsi, agar orientasi pendidikan
betul-betul diarahkan sebagai persiapan untuk bekerja. Kepala Sekolah, para guru, kawan
sekolah yang sudah mahasiswa, para pengusaha nasabah bank, serta masyarakat pada
umumnya, diharapkan mempunyai kegiatan meningkatkan kepedulian masyarakat luas
terhadap upaya peningkatan partisipasi pendidikan bagi anak-anak kurang beruntung,
serta mempersiapkan lapangan kerja yang harus menjadi bagian dari kurikulum yang
mengantar anak-anak itu untuk siap bekerja.
Gerakan ini menganjurkan agar anak-anak yang kurang beruntung mendapatkan
perhatian dan bimbingan yang lebih besar dari para guru dan masyarakat sekelilingnya.
4
Anak-anak itu harus dianjurkan untuk lebih rajin membaca bahan-bahan bacaan yang ada
di sekolah serta bahan bacaan baru yang secara berkala harus diusahakan. Setiap bulan,
setiap sekolah harus mengadakan semacam pertandingan otak, yang diarahkan untuk
merangsang anak-anak membaca lebih banyak bahan-bahan yang ada.
Disamping bahan dan acara “adu pintar”, anak-anak keluarga kurang mampu
harus dibantu untuk mendapatkan bahan-bahan yang bisa merangsang kegiatan belajar
yang lebih menarik. Kegiatan ini harus menjadi budaya baru yang sangat digandrungi
sehingga para siswa menjadi sangat kecanduan untuk tetap belajar.
Disamping itu, untuk meningkatkan motivasi belajar, termasuk untuk orang tua,
para siswa harus mendapat informasi tentang terbukanya kesempatan untuk belajar lebih
tinggi. Para orang tua harus diberitahu akan adanya kesempatan yang terbuka tersebut.
Pemberitahuan kepada para orang tua dan masyarakat luas bisa memacu motivasi para
orang tua yang kurang beruntung dan masyarakat luas agar di rumah masing-masing
anak-anak didorong belajar lebih giat agar bisa memperoleh nilai yang lebih baik di
sekolahnya.
Ada pula gagasan untuk menghimbau lembaga-lembaga yang biasa memberikan
beasiswa kepada siswa yang menonjol untuk mengatur secara lain, yaitu memihak kepada
anak-anak keluarga kurang mampu. Dalam pengaturan ini, anak-anak keluarga mampu
yang mendapat beasiswa karena otaknya encer diharapkan membagi sebagian dari dana
itu kepada rekan lain yang kebetulan anak keluarga kurang mampu. Dengan cara ini
anak-anak keluarga kurang mampu bisa memperoleh kesempatan dan dorongan untuk
berjuang dalam kebersamaan yang lebih seimbang. (Prof. Dr. Haryono Suyono,
Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan)-pendidikanbermutu-1632002
5
GERAKAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN,
TERUS BERGULIR
Bertepatan dengan Hari Kartini, tepatnya tanggal 21 April 2002, Ibu
Megawati Soekarnoputri, Presiden RI, bersama Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan, Ibu Sri Redjeki Sumaryoto, dan para pejabat terkait lainnya
menyerahkan bantuan Tabungan Belajar Mandiri kepada para siswa SMU, SMK
dan MA di Solo. Dengan perasaan gembira bercampur haru, para siswi yang
mewakili teman-temannya dari wilayah bekas Karesidenan Surakarta menerima
penghargaan yang disediakan Yayasan Damandiri dengan perasaan lega.
Seakan mimpi. Tidak pernah terbayang bahwa mereka akan menerima
penghargaan yang sangat dibutuhkannya itu dengan disaksikan langsung oleh Ibu
Megawati Soekarnoputri, Presiden RI. Sebagai anak keluarga kurang mampu, selama ini
mereka selalu kalah bersaing dengan anak-anak dari keluarga yang lebih beruntung.
Penghargaan yang diterima tersebut menempatkan para siswa anak keluarga kurang
mampu secara terhormat dalam menempuh ujian Saringan Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB) di tempat yang dipilihnya tanggal 2-3 Juli 2002. Mereka tidak harus antri di
deretan tersendiri hanya karena mendapatkan fasilitas bagi keluarga kurang beruntung.
Program Belajar Mandiri mengembalikan kehormatan, meningkatkan mutu pendidikan
dan menghantar anak remaja itu meniti masa depan yang lebih cerah.
Peristiwa yang sama terjadi juga pada tanggal 24 April 2002 di Aula Bank Jatim,
di Surabaya, Gubernur Jawa Timur, Bapak H. Imam Oetomo, yang selama ini sangat
menaruh perhatian terhadap kesejahteraan rakyat kecil di pedesaan, untuk pertama
kalinya menyerahkan Tabungan Belajar Mandiri kepada wakil-wakil dari 304 siswasiswi
dari 38 kabupaten dan kota Jatim. Peristiwa ini terjadi karena dalam suatu
pertemuan dengan pengurus Yayasan Damandiri bulan Maret 2002, Gubernur Jatim
tersentuh hatinya melihat Yayasan Damandiri menyatakan tekadnya mendampingi
Program Peningkatan Mutu Pendidikan yang selama ini diselenggarakan oleh Pemda
Jatim. Dalam pertemuan itu Yayasan Damandiri menyatakan siap untuk membantu
Pemda dan jajarannya meningkatkan mutu sumber daya manusia di Jatim dalam rangka
pengentasan kemiskinan, termasuk membantu meningkatkan mutu anak-anak siswa
SMU, SMK dan MA. Mereka adalah calon-calon keluarga masa depan, yang dalam
waktu singkat akan menjadi keluarga baru di Jatim, menggantikan kedua orang tuanya.
Mereka tidak boleh miskin seperti orang tuanya, atau tertinggal dalam pembangunan
karena tidak mampu, atau karena tingkat pendidikannya rendah.
Dana yang diperoleh dalam upacara yang disaksikan oleh Ibu Megawati atau
Gubernur Jawa Timur itu langsung diberikan dalam bentuk buku tabungan melalui
beberapa Bank, antara lain Bank Bukopin, BPR Nusamba, BPR YIS, dan BPD setempat.
Dana sebesar Rp. 300.000,- itu boleh mereka gunakan untuk mendaftarkan diri guna
menempuh ujian saringan masuk perguruan tinggi negeri seperti untuk membeli formulir
yang tahun 2002 harganya mengalami kenaikan. Lebih dari itu dana tersebut bisa juga
digunakan untuk membeli buku referensi yang sangat dibutuhkan dan mungkin saja
6
selama ini tidak pernah mereka miliki. Bahkan, apabila mereka perlukan, dana itu bisa
juga mereka pergunakan untuk menyiapkan diri mengikuti pelajaran-pelajaran tambahan
yang dianggap perlu oleh guru atau sekolahnya.
Dana bantuan dari Yayasan Damandiri itu sesungguhnya merupakan bagian dari
Gerakan Nasional Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia yang dalam waktu
singkat akan di canangkan oleh pemerintah. Dengan gerakan ini diharapkan dapat
dirangsang upaya bersama memberi perhatian dan komitmen yang tinggi untuk memacu
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Upaya ini merupakan investasi yang diyakini
bisa merupakan langkah strategis untuk menghasilkan sumber daya manusia yang
bermutu. Berbeda dengan investasi dalam bidang industri dan perdagangan yang bisa
segera menghasilkan, investasi dalam bidang pendidikan adalah investasi jangka panjang
yang memerlukan dukungan sosial budaya yang sangat luas dan sering menyangkut
percontohan yang harus dimulai dari para aktor sendiri dan keluarganya.
Upaya meningkatkan mutu pendidikan itu sangat vital karena dari pengalaman
selama tiga tahun terakhir ini Yayasan Damandiri dan Yayasan Supersemar menyediakan
dukungan untuk 9.000 siswa untuk mengikuti Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(UMPTN), sekarang SPMB (seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru), tidak pernah
mendapatkan cukup siswa biarpun anggarannya telah disediakan. Ada kalanya informasi
tidak sampai kepada siswa SMU dimaksud, ada kalanya motivasi dan kemampuan anakanak
dalam suasana ekonomi yang berat sekarang ini sangat tipis, dan yang lebih banyak
terjadi adalah karena kualitas siswa-siswa yang ada begitu rendahnya sehingga tidak
memenuhi syarat awal yang ditentukan oleh panitia ujian pusat dalam penyaringan siswa.
Dalam alam globalisasi yang sangat dinamik dewasa ini, kita sungguh sangat
sedih melihat kenyataan bahwa anak-anak bangsa, terutama anak keluarga kurang
mampu, yang disediakan fasilitas ternyata tidak dapat memanfaatkannya karena mutunya
sangat rendah, atau bahkan dalam saringan awal saja sudah gugur. Ketika mereka tidak
gugur dalam saringan awal, ternyata pada saringan berikutnya lebih dari 70 persen anakanak
keluarga kurang mampu itu terpaksa gugur. Bantuan SPP yang disediakan sampai
lulus sarjana terpaksa tidak dapat dimanfaatkan.
Akibatnya jelas, jutaan anak-anak keluarga kurang mampu tidak meneruskan
sekolah pada tingkat yang lebih tinggi, tidak dapat menjadi sarjana yang handal. Akibat
lebih lanjut adalah bahwa anak-anak itu hanya bisa mengisi kesempatan yang terbuka
luas di seluruh dunia dalam bidang-bidang yang memberi nilai tambah relatip sangat
rendah, sesuai dengan kemampuan dan mutunya yang rendah. Banyak kesempatan akan
lewat begitu saja karena sumber daya yang jumlahnya melimpah tidak ada yang cocok,
atau bahkan tidak pernah mencapai kualitas yang disyaratkan untuk itu.
Penduduk Indonesia berjumlah antara 210 sampai 212 juta jiwa seakan-akan
hanya kecil saja dan ternyata yang mempunyai ciri menonjol hanya segelintir dan tidak
banyak yang bisa meneruskan sekolahnya pada jenjang yang lebih tinggi, padahal jumlah
remaja akan terus naik. Kenyataan bahwa mutu sumber daya manusia yang masih rendah
itu memerlukan penanganan yang sangat urgen. Kejadian itu harus kita anggap sebagai
musibah yang harus ditangani dengan suatu shock terapi khusus seperti gerakan
masyarakat dengan bobot politik yang tinggi.
7
Kita sangat terharu bahwa pemerintah menghargai prakarsa Yayasan Damandiri
yang memberikan Tabungan Belajar Mandiri untuk meningkatkan mutu pendidikan,
sebagai awal dari Gerakan Masyarakat untuk membantu anak-anak mempraktekkan
gerakan Broad-Base Education dan yang sekaligus diikuti upaya untuk meningkatkan
mutu pendidikan secara nasional. Kita ingin ulangi bahwa upaya itu harus diarahkan
untuk lima sasaran utama dengan komitmen, dukungan program dan anggaran yang
kuat, terpadu dan dinamik, baik dari pemerintah dan aparatnya di seluruh tanah air
maupun dari kalangan masyarakat luas secara mandiri. Sasaran pertama, peningkatan
pemberdayaan siswa secara konsisten dan berkelanjutan. Kedua, peningkatan mutu,
kemampuan dan kesejahteraan guru. Ketiga, penyempurnaan kemampuan dan kesiapan
sekolah untuk memberikan dukungan terhadap aktivitas kependidikan dan pengajaran
yang dinamik, padat dan relevan dengan perkembangan masyarakatnya. Keempat,
pengembangan kesadaran orang tua untuk mengirim dan memberikan dukungan kepada
anak-anaknya untuk belajar sampai ke tingkat yang setinggi-tingginya. Kelima,
pengembangan budaya masyarakat yang kondusif serta mendukung upaya belajar dalam
suasana nyaman, menggairahkan dan secara dinamik mengangkat harkat dan martabat
masyarakat, bangsa dan negaranya.
Peristiwa yang baru saja terjadi di Solo dan Surabaya itu sungguh merupakan
suatu awal yang sangat strategis karena terjadi beberapa hari sebelum Hari Pendidikan
Nasional tanggal 2 Mei 2002, dan diadakan tepat pada Peringatan Hari Kartini 21 April
2002. Kita ingin mengingatkan “kebetulan” itu sesungguhnya disengaja karena sebagai
gerakan nasional, upaya peningkatan mutu pendidikan harus ditujukan kepada sasaran
yang tepat, yaitu para remaja putri, yang biasanya selalu dianggap sebagai “anak nomor
dua” dalam setiap keluarga. Upacara simbolis memberikan dukungan kepada para anak
perempuan sungguh akan menghasilkan suatu peningkatan mutu generasi wanita masa
depan yang unggul dan sekaligus akan meningkatkan mutu keluarga yang ada.
Apabila mutu keluarga dapat ditingkatkan, diharapkan bahwa mutu masyarakat
dan akhirnya mutu bangsa akan dapat ditingkatkan pula dengan kecepatan yang sama.
Lebih-lebih lagi meluncurnya dengan deras upaya peningkatan mutu itu dibarengi pula
dengan upaya mempercepat pengentasan kemiskinan. Kita mengetahui bahwa Yayasan
Damandiri, yang selama lebih dari enam tahun ini telah berhasil mengajak tidak kurang
dari 13,9 juta keluarga kurang mampu untuk mulai belajar menabung, sebagian telah
berhasil pula belajar berusaha dan menjadi wirausahawan yang makin mandiri.
Kita mencatat dengan penuh rasa haru bahwa Ibu Megawati Soekarnoputri,
Presiden RI, telah berkenan menyerahkan secara simbolis pinjaman-pinjaman baru
kepada para ibu yang selama ini telah berhasil. Berbeda dengan sistem lama, para Ibu
yang menerima pinjaman secara simbolis di Solo itu tidak lagi membebani pemerintah
dengan segala macam subsidi dan kemudahan. Mereka menerima pinjaman dari Bank,
yaitu Bank Bukopin, Bank Pembangunan Daerah (BPD), Bank Perkreditan Rakyat, yaitu
BPR YIS dan BPR Nusamba, seperti layaknya pengusaha yang bonafid lainnya.
Mereka sanggup menerima kredit dengan sistem executing, artinya diperlakukan
sebagai nasabah biasa yang membayar bunga pasar, menyediakan agunan, dan membayar
cicilan sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Mereka tidak seperti konglomerat
8
dengan segala kemudahan, tetapi seperti layaknya pengusaha yang mampu dan
mempunyai usaha yang maju.
Namun, pihak Yayasan yang memberikan dukungan di belakang layar, selalu
mengajak dan mengerahkan dukungan masyarakat untuk memberi dukungan moril
dengan membeli produk-produk mereka, dan mengusahakan agar anak-anak mereka
mendapat kemudahan dengan beasiswa, tabungan belajar mandiri, atau kalau perlu
membantu mengirim anak-anak keluarga kurang mampu yang drop out mengikuti kursuskursus
yang banyak gunanya untuk masa depan anak-anak tersebut yang lebih baik.
Oleh karena itu kepada setiap nasabah yang pada Peringatan Hari Kartini 2002
menerima akad kreditnya langsung dari Ibu Megawati, adalah contoh-contoh kader
pembangunan bangsa yang sepakat bekerja keras dalam usahanya dan sekaligus
mendukung investasi sumber daya manusia yang handal itu dalam pendekatan
komprehensip yang utuh. Dalam upaya ini mereka sanggup mengutamakan
pemberdayaan sumber daya manusia dengan bunga pasar karena mereka yakin bahwa
hasil dari bunga itu akan dikembalikan ke masyarakat berupa beasiswa untuk anak-anak
mereka juga. Mereka juga menabung untuk pemupukan modal, dan mempergunakan
kesempatan bekerja dan berusaha itu sebagai pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa,
semata-mta untuk meningkatkan iman dan taqwanya, mewariskan budi pekerti luhur dan
krepibadian yang mantab kepada anak-anaknya. Mereka sepakat, andaikan mereka tidak
terlalu miskin, atau bahkan terhitung lumayan karena dagangan atau usahanya relatip
telah berhasil, untuk mengajak anak-anak remaja tetangganya yang masih dirundung
malang. Mereka sepakat menempatkan anak-anak muda di kampungnya, khususnya
anak keluarga kurang mampu, sebagai titik sentral pembangunan.
Pendekatan kombinasi antara anak dan orang tua ini tidak berarti bahwa setiap
siswa boleh seenaknya tidak sekolah dan membantu usaha orang tuanya, tetapi para guru
akan bersama-sama mengawinkan pengalaman anak-anak dirumah masing-masing
dengan pilihan mata pelajaran yang cocok untuk masa depannya tanpa membabi buta.
Setiap orang tua, guru atau mereka yang dituakan mempunyai kewajiban moril untuk
membantu pemberdayaan siswa, termasuk dan terutama anak-anak keluarga kurang
mampu, dengan berbagai opsi yang luas dan tidak memihak agar setiap siswa bisa
melakukan pilihan secara arif dan bijaksana. Ada pula gagasan untuk menghimbau
lembaga-lembaga yang biasa memberikan beasiswa kepada siswa yang menonjol untuk
mengatur secara lain, yaitu memihak kepada anak-anak keluarga kurang mampu. Dengan
cara ini anak-anak keluarga kurang mampu bisa memperoleh kesempatan dan dorongan
untuk berjuang dalam kebersamaan yang lebih seimbang. (Prof. Dr. Haryono Suyono,
Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan)-(A1/B2/D1)
9
MENYIAPKAN SDM SEJAK DINI
Sidang Khusus PBB tentang Anak yang yang sedianya dilakukan tanggal 19-21
September 2001, di New York, ditunda tanggal 8-10 Mei 2002. Indonesia dengan jumlah
penduduk sekitar 211-212 juta jiwa adalah negara dengan jumlah anak-anak terbesar ke
empat setelah RRC, India, dan Amerika Serikat. Dengan jumlah anak-anak yang besar
itu, kita mempunyai tanggung jawab moril untuk ikut serta bicara dalam forum yang
terhormat tersebut. Kita harus mampu mengajukan konsep-konsep pembangunan
berkelanjutan yang bisa menghantar dengan mulus anak-anak yang melimpah itu ke masa
depan yang lebih baik.
Selama tigapuluh tahun terakhir ini pemerintah dan seluruh masyarakat, telah
mulai memperbaiki kondisi anak-anak bangsa. Orang tua telah dipersenjatai dengan
kemampuan mengatur kelahiran dan jumlah anak-anak melalui program KB dan
kesehatan yang tersedia di hampir seluruh pelosok desa. Dengan demikian tingkat
kelahiran dan tingkat kematian bayi dan anak-anak telah diturunkan lebih dari 50 persen.
Seperti kasus langka lainnya, kasus-kasus kurang gizi yang dewasa ini makin langka, dan
biasanya sukar menjadi berita, begitu muncul disuatu daerah langsung menjadi bahan
berita yang menarik. Disamping penanganan masalah kesehatan dan KB yang dilakukan
secara terpadu, kita bersyukur bahwa pada hari-hari libur para orang tua marak membawa
anak cucunya mendatangi tempat-tempat hiburan, yang murah meriah dan yang mahal,
tergantung pada kemampuan saku orang tua dan kerabatnya.
Disamping itu, seperti terjadi awal Maret 2002, setiap tahun, atas kerjasama
Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) dan PT Indofood Sukses Makmur,
Tbk. diadakan Lomba Balita Sejahtera untuk merangsang dan memberi contoh
bagaimana mempersiapkan anak balita sejak dalam kandungan dan kelahirannya,
menyusui dan merawat bayi serta mengantar tumbuh kembangnya sampai usia balita
dengan baik.
Dalam skala yang lebih besar, untuk membantu setiap keluarga, terutama para
Ibu dan keluarganya mengantar anak balitanya, sejak tahun 1983 Kantor Menteri Negara
Urusan Peranan Wanita dan BKKBN telah melakukan upaya pemberdayaan wanita dan
keluarga. Dengan pendekatan komunitas dibentuk kelompok Ibu-ibu di desa. Selanjutnya
dikembangkan program Bina Keluarga Balita yang mendidik para Ibu dan seluruh
anggota keluarga yang kondisi sosial ekonominya sangat bervariasi mengenal tehniktehnik
sederhana mempersiapkan kelahiran bayi dan membina anak-anak balitanya.
Program itu dikembangkan untuk membantu para keluarga muda di pedesaan yang
kondisinya sangat rendah dan tidak lagi mendapat cukup bahan dari orang tua dan sanak
keluarganya yang bertambah sibuk mengurusi keperluan hidupnya yang makin sulit.
Program yang dikelola oleh masyarakat sendiri itu sangat berguna untuk para ibu dan
keluarganya membina anak-anak balita mengikuti pola tumbuh kembang yang lebih
dinamis.
Salah satu keuntungan dari program itu adalah mulai disadari pentingnya
pendidikan dini (early education) untuk anak-anak dibawah usia lima tahun dalam
10
lingkungan kelompok ibu-ibu di RT atau di desanya. Entah karena upaya ini atau karena
desakan kesibukan para ibu-ibu di kota dan desa maju, mulai tumbuh lembaga-lembaga
pendidikan formal untuk anak-anak balita. Upaya pendidikan dini itu diselenggarakan
oleh lembaga-lembaga formal dengan sedikit uluran tangan pemerintah atau sama sekali
tidak ada campur tangan dari pemerintah. Karena itu cakupannya masih sangat rendah.
Selama sepuluh tahun terakhir, tanpa memperhitungkan anak-anak yang mengikuti
pendidikan dini melalui pesantren dan sekolah-sekolah agama, pendidikan dini yang
bersifat formal baru mencakup sekitar 9,8 persen di tahun 1999. Angka ini sangat kecil
tetapi sesungguhnya sudah naik lebih dari 100 persen dibandingkan dengan keadaannya
pada tahun 1996 yang baru mencapai sekitar 4,7 persen saja.
Awal Maret 2002, sekitar 300 guru taman kanak-kanak dan pendidikan pra
sekolah, yang sehari-hari menangani pendidikan dini di seluruh pelosok Indonesia, dan
tergabung dalam Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia (IGTKI) – PGRI, telah
bertemu dengan Pimpinan Yayasan Damandiri yang sedang mengembangkan Gerakan
Belajar Mandiri. Mereka “ngiri” mendengar Gerakan Belajar Mandiri yang
dikembangkan di kawasan timur Indonesia utamanya “hanya” ditujukan untuk
membantu anak-anak SMU, SMK dan Madrasah Aliyah menyiapkan diri menghadapi
hari depannya yang sangat dekat untuk terjun secara mandiri. Mereka berkilah bahwa
untuk menghasilkan mutu sumber daya manusia yang handal, pendidikan dini, atau
pendidikan pra sekolah, yang mampu memberi dasar kepribadian anak dalam sikap,
perilaku, daya cipta dan kreativitas yang sangat diperlukan dalam menghadapi tantangan
zaman, harus mendapat perhatian yang sama besarnya, ditingkatkan mutunya dan segera
diperluas cakupannya.
Pendidikan dini mempunyai beberapa fungsi yang tidak dapat digantikan oleh
pendidikan pada tingkat usia lainnya. Pendidikan dini memberikan kesempatan kepada
setiap anak dalam usia yang sangat baik untuk mencintai orang tuanya dan sekaligus
gurunya sebagai pengantar menghadapi masa depannya yang ideal. Pendidikan dini
memberi kesempatan para orang tua saling bertemu dengan orang tua lain yang
mempunyai anak-anak sebaya pada waktu mengantarkan dan menunggu anaknya
sekolah. Pendidikan dini memberi kesempatan kepada setiap anak mencintai kawankawannya
seperti saudara sendiri dirumahnya. Pendidikan dini memberikan kesempatan
kepada setiap anak untuk mengembangkan kepribadian yang penuh toleransi, kedamaian,
saling pengertian, dan gotong royong dalam menghadapi tantangan, dan mempergunakan
kemampuan untuk menangkap kesempatan sosial budaya diluar asuhan orang tuanya.
Para guru yang sangat bangga akan profesi dan kesempatannya mendampingi
anak-anak balita di seluruh pelosok desa itu merasa bahwa perhatian pemerintah akan
pendidikan dini masih sangat tidak memuaskan. Mereka minta agar masalah ini segera
dibahas secara nasional dan dijadikan prioritas yang tinggi kalau kita ingin menghasilkan
remaja masa depan yang mempunyai kepribadian unggul. Mereka juga membayangkan
bahwa forum internasional Konperensi Khusus tentang Anak se Dunia nanti lebih dari
patut dijadikan ajang untuk meminta perhatian negara maju membantu negara-negara
berkembang menangani anak-anak balitanya secara lengkap dan terpadu.
11
Semoga keprihatinan 300 guru yang mewakili ratusan lainnya dari seluruh
Indonesia itu mendapat perhatian yang wajar. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Pengamat
Masalah Sosial Kemasyarakatan) – PengantarPendikanDini-1832002
12
MEMBANGUN SDM UNGGULAN
Dalam suasana globalisasi yang sekaligus dibarengi oleh adanya krisis
multidimensi di Indonesia sekarang ini semua pihak sadar bahwa penduduk Indonesia
yang jumlahnya telah melebihi 211 juta jiwa itu harus dikembangkan menjadi manusia
unggul. Upaya itu harus diiringi kebersamaan lembaga-lembaga seperti BKKBN,
Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, dan lembaga lain dengan
jajarannya. Lembaga-lembaga itu mutlak diperlukan untuk menghantar pengembangan
sumber daya manusia menjadi kekuatan yang unggul. Keberhasilan upaya itu diharapkan
bisa mengatasi krisis serta mengangkat setiap keluarga dan anggotanya menjadi keluarga
yang mandiri dan sejahtera.
Sukar sekali melihat gelombang reformasi itu dengan kaca mata biasa yang
sempit. Dengan kaca mata lama, menurut pikiran Talcott Parsons, seorang sosiolog
terkenal, dalam bukunya "The Social System" (1951), suatu "action" yang bercakrawala
luas dan bergerak dengan sangat cepat akan membentuk interaksinya secara bebas.
Sebagai bagian dari suatu sistem aksi dalam masyarakat itu, berbagai interaksi yang
sangat luas, vertikal dan horizontal, terutama yang berskala global, masing-masing
mengembangkan interaksinya sendiri sesuai dengan aktor-aktor yang bergerak
didalamnya. Sistem aksi itu kemudian menjadi suatu jaringan hubungan yang
membentuk, atau menuntut bentukan, sebagai suatu tatanan kemasyarakatan baru yang
mungkin berbeda dan asing dibandingkan dengan apa yang pernah ada sebelumnya.
Aktor-aktor yang tadinya bersifat individual dan masing-masing mempunyai
"status" kemudian ditempatkan dalam suatu tatanan jaringan yang berkembang. Dalam
pengembangan itu para aktor juga mempunyai fungsi-fungsi yang secara signifikan
membawanya dalam proses memapan sebagai "peranan" yang menuntunnya pada posisi
yang terhormat untuk menuju kepada keseimbangan barunya.
Dalam konteks reformasi yang gencar seperti sekarang, peranan aktor
sebagai manusia pelaku bisa menjadi sangat signifikan. Aktor bisa merupakan kombinasi
sinergik dari status yang diembannya serta dari peranan dalam suatu sistem sosial yang
berkembang pesat, bahkan tidak jarang mereka itu dari atau identik dengan tatanan
jaringan dimana dia dikembangkan sebelumnya.
Dalam suatu suasana Indonesia baru yang berubah dengan cepat dewasa ini
berbagai dinamika organisasi dan kepemimpinan akan mencuat keatas permukaan
mencari bentuknya secara tepat. Untuk itu para ahli menawarkan berbagai pikiran dan
perkiraan dengan argumentasinya masing-masing. David Osborne dan Ted Gaebler
(1992) dalam bukunya “Reinventing Government” menawarkan konsep dan anjuran
untuk mewirausahakan aparat birokrasi sebagai bagian dari upaya memberikan
pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat.
Oleh karena itu banyak orang sepakat bahwa dalam keadaan seperti ini
memimpin adalah suatu seni yang rumit dan memerlukan kerja yang sangat keras.
Banyak ahli lain berbicara dan menulis tentang hal ini. Robert H. Rosen dan Paul B.
Brown dalam bukunya, “Leading People” (1996), menulis, bahwa dewasa ini sukses
13
suatu usaha banyak sekali tergantung pada bagaimana kita melakukan investasi pada
manusia, dan bagaimana manusia-manusia itu menyatu menghasilkan produksi dan jasa
yang memuaskan pelanggannya. Kita harus bisa dan lebih melihat segala sesuatunya dari
rangkaian proses bagaimana manusia-manusia tersebut kita bawa kepada suatu sukses
yang menjadi komitmen bersama, bukan pada bagaimana masing-masing individu merasa
menempati posisi yang mereka anggap diperlukan dalam suatu organisasi tertentu.
Pada umumnya kita sepakat bahwa diperlukan berbagai persyaratan untuk
memimpin manusia-manusia andal dalam suatu proses tersebut, tetapi yang lebih penting
lagi adalah bagaimana kita mendapatkan kepercayaan dengan membawakan visi dan misi
yang jelas dan dapat diterima dengan perasaan lega oleh mereka yang kita ajak untuk
bersama-sama membawakannya kepada pencapaian tujuan yang disepakati.
Untuk melihat "reformasi" dalam suasana " globalisasi" sekarang ini, kita
harus bisa belajar hidup dalam keadaan khaos, mencoba hidup tenang, dan tidak mencari
kebenaran karena hal itu tidak akan ketemu. Kita harus secara dinamis menguasai atau
menciptakan masa depan dan tidak mengambil sikap menunggu untuk sekedar menjawab
tantangan yang dikeluarkannya.
Globalisasi dan Desentralisasi,
14
Kemajuan yang terjadi pada masa globalisasi dan desentralisasi sekarang ini
sesungguhnya merupakan suatu perubahan sosial yang cepat dan menarik. Dalam suatu
sistem sosial, secara sederhana diperlukan kebutuhan-kebutuhan fungsional dasar yang
sangat minimal untuk memungkinkan terjadinya interaksi antar berbagai status dan
peranan masing-masing. Untuk menghantar terjadinya perubahan sosial yang
menguntungkan, kebutuhan-kebutuhan fungsional tersebut harus tersedia atau
disediakan. Pertama, adalah kebutuhan dasar manusia, keluarga dan masyarakat yang
sangat esensial seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, kesehatan dan pendidikan.
Kedua, adalah kebutuhan dukungan dari berbagai sistem sosial lain yang
ada. Untuk itu diperlukan pemikiran-pemikiran agar ada kesediaan yang memadai untuk
saling memberi atau membangun dukungan sosial yang sekaligus dapat memenuhi
kebutuhan dasar untuk aktor-aktor dalam perubahan sosial maupun untuk anggota
masyarakat pengikut lainnya.
Dalam kondisi seperti itu setiap lembaga masyarakat memerlukan dukungan
sumber daya manusia yang mampu mengembangkan inovasi, berkreasi, dan bisa
merangsang pemenuhan kebutuhan internal maupun yang bisa menuntun kearah
penyesuaian diri terhadap perubahan eksternal yang terjadi dalam suasana dan
lingkungan baru yang cepat dan makin global tersebut. Dukungan sumber daya manusia
yang "unggul" itu harus bisa menjadi pendorong motivasi dan memberikan tuntunan
pada setiap tahapan agar setiap aktor dalam lembaga tersebut dapat mempersiapkan
lembaga atau organisasinya dalam era yang berubah. Kesiapan lembaga tersebut harus
mendahului suasana zaman yang berubah dan tetap mendorong lembaga itu
menghasilkan produk-produk yang memenuhi permintaan dan selera pasar yang
berkembang dengan pesat. Apabila tidak demikian halnya, maka peranan lembaga itu
akan habis ditelan oleh perubahan yang penuh dengan tantangan.
Perubahan Kelembagaan
Melihat adanya perubahan tersebut diperlukan berbagai dukungan yang luas
seperti manusia yang unggul, manajemen dan kemampuan komunikasi untuk
menangkap nuansa baru dari perubahan sosial yang sekaligus disertai dengan arus
globalisasi yang sangat dahsyat. Dukungan sumber daya manusia diperlukan untuk
memungkinkan dikembangkannya ide-ide baru yang segar yang bisa menangkap
“mimpi” dan “cita-cita” masyarakat dengan visi yang jauh kedepan melampaui
jamannya. Dilain pihak, manusia unggulan itu memerlukan dukungan manajemen
unggul dan berani mengimplementasikan berbagai gagasan yang kadang-kadang tidak
masuk akal pada jamannya. Menurut banyak ahli, gagasan-gagasan seperti itu biasanya
mati sebelum lahir, padahal sesungguhnya tidak boleh dimatikan tetapi harus ditunggu
waktunya yang tepat, istilahnya‘put on ice’.
Karena itu, diperlukan dukungan komunikasi untuk memberdayakan
seluruh kekuatan internal dan membantu mempersiapkan masyarakat untuk menghayati
nuansa baru yang berkembang. Dengan dukungan pemberdayaan melalui komunikasi
itu dirangsang terjadinya proses institusionalisasi secara internal yang mungkin saja
harus disertai dengan pengembangan visi yang jauh kedepan, perubahan struktur
organisasi, perubahan falsafah dasar lembaganya, reorientasi personilnya, pembaharuan
kekompakan mereka dalam tim yang sanggup menghasilkan produk berkualitas serta
15
cara-cara pemasaran produknya dalam dunia yang makin tidak dibatasi dengan dindingdinding
kaku yang bersifat fisik, sosial dan budaya, dunia yang makin terbuka.
Langkah-langkah itulah yang sekarang ini sedang terjadi pada tingkat
daerah. Banyak lembaga-lembaga pusat yang karena perubahan sentralisasi menjadi
desentralisasi harus mengalami restrukturisasi secara total. Langkah-langkah
restrukturisasi itu pada beberapa kalangan menimbulkan kegoncangan sedangkan pada
kalangan lain menimbulkan harapan bahwa secara eksternal diperlukan orientasi yang
berani pada kekuatan kelembagaan dalam upaya tim yang mampu menghasilkan karya
nyata dengan kualitas tinggi sebagai yang diinginkan oleh masyarakat luas.
Dari kenyataan itu, para pimpinan lembaga menganut pendekatan visionary
leadership dengan “memanu siakan manusia" dalam lembaganya dengan lebih banyak
mengembangkan kekompakan tim dengan wawasan yang jauh kedepan. (Prof. Dr.
Haryono Suyono, Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan)-SDM-2192002.
16
PERANAN IBU MENDIDIK ANAK
DALAM ERA GLOBALISASI
Dalam abad ke dua puluh satu ini di seluruh dunia terdengar nyaring genderang
reformasi ditabuh bertalu-talu. Peristiwa ini menempatkan setiap Ibu rumah tangga
dalam persaingan yang dahsyat antara komunikasi dunia yang gegap gempita dan urusan
pendidikan anak yang sangat menantang. Disatu pihak setiap Ibu berusaha menanamkan
nilai-nilai agama dan budi pekerti luhur melalui pendidikan anak-anaknya untuk
membangun kemampuan untuk masa depan yang penuh kedamaian, kasih sayang dan
saling menghargai, dilain pihak semua orang dihadapkan pada fenomena lapangan yang
penuh dengan saling fitnah, saling hujat, saling hantam, dan saling bunuh.
Makin kita renung kehidupan ini makin kita bertanya apakah benar bahwa dalam
alam globalisasi yang marak, sistem komunikasi yang luar biasa, yang membuat setiap
negara di dunia saling berdempetan tanpa jarak, tanpa pembatas, harus diisi dengan
pergumulan, atau dengan peristiwa liar yang “menular” atau “ditiru” dengan lebih
dahsyat agar bisa menghiasi halaman-halaman media massa dunia yang gemar peristiwa
gemerlapan. Kalau semua itu yang dikehendaki sebagai tontonan yang menarik, bisa saja
perseteruan yang berawal dari konflik individu di besar-besarkan menjadi perhatian
dunia yang mengasyikkan. Konflik yang semula terjadi dalam tataran sederhana, di
kalangan yang sangat pribadi, bisa dengan mudah “dicuatkan” melebar dalam jajaran
yang sangat luas. Dengan kata lain, melalui corong yang membesarkan gema, bisa saja
“tetesan kecil” dengan mudah disulap menjadi “gr ojogan” yang maha dahsyat dan
mungkin saja oleh banyak orang bisa dianggap lebih “mengasyikkan”.
Dalam merenung kita bertanya, apa tidak bisa kita ini menggaungkan sesuatu
yang baik, mungkin masih kecil, dan belum tentu menarik, menjadi suatu peristiwa
dahsyat yang sangat menarik. Kita sungguh bersyukur, Ibu Megawati Soekarnoputri,
Presiden RI, berkenan menghadiri peringatan Hari Kartini di Solo 21 April 2002.
Dalam kesempatan yang berbahagia itu beliau berkenan menyerahkan beberapa
perangkat hadiah Tabungan Belajar Mandiri kepada para siswa SMU, SMK, dan MA,
yang biarpun berasal dari keluarga kurang mampu, tetapi mempunyai prestasi menonjol
di kabupatennya. Hadiah Tabungan Belajar Mandiri itu disediakan oleh Yayasan
Damandiri untuk masing-masing siswa senilai Rp. 300.000,-.
Peristiwa itu mungkin kecil, tetapi untuk mendapatkan hadiah tabungan yang
sangat berharga itu setiap siswa tidak saja tabah dan mempunyai kepercayaan diri yang
tinggi, tetapi harus belajar giat dan rajin membaca. Setiap siswa anak keluarga kurang
mampu bisa mengikuti program yang digelar di kawasan timur Indonesia itu melalui
sekolah-sekolahnya. Mereka harus menonjol dalam berbagai mata pelajaran, mempunyai
prestasi unggul diatas angka rata-rata teman-teman sesekolahnya, atau diatas rata-rata
teman-teman anak keluarga kurang mampu lainnya.
Di sekolah masing-masing anak-anak putri itu, Kartini masa depan, harus
mengikuti kuis untuk mendapatkan pencalonan sekolahnya. Setiap bulan calon-calon itu
dibawa oleh Kepala Sekolah atau guru mereka untuk mengikuti pemilihan pada tingkat
kabupaten/kota. Di tingkat kabupaten atau kota mereka diadu dengan teman-teman dari
sekolah lainnya. Kalau terpilih, di setiap kabupaten/kota, untuk wilayah Jawa Tengah
Yayasan Damandiri menyediakan 5 (lima) tabungan melalui mitra kerjanya. Di daerah
17
sekitar Surakarta, yaitu Sragen, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Tabungan Belajar Mandiri
itu disalurkan melalui BPR YIS, BPR Nusamba, Bank Bukopin, dan BPD Jateng.
Disamping menyerahkan dana Tabungan Belajar Mandiri, Ibu Megawati sempat
juga menyerahkan paket Pundi dan Warung Sudara untuk Ibu-ibu yang bekerja keras
membangun ekonomi kerakyatan. Ibu Mega mungkin saja tidak banyak bercerita tentang
ekonomi kerakyatan, tetapi dengan penyerahan secara simbolis paket-paket itu di Solo,
usaha ekonomi kerakyatan itu makin bergulir.
Yayasan Damandiri yang selama ini membantu pengentasan kemiskinan dengan
santunan kepada tidak kurang dari 13,9 juta keluarga yang dilatih menabung dan belajar
mempergunakan dana untuk usaha produktip akan menindak lanjuti usaha Presiden
tersebut.
Paket pengembangan Pundi, atau pembinaan usaha mandiri merupakan
dukungan bimbingan dan dana untuk usaha dalam berbagai bidang yang menghasilkan
untung bagi ibu-ibu yang ingin membangun keluarga sejahtera secara mandiri. Program
ini mendapat dukungan Ibu Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Kepala
BKKBN karena mengutamakan pemberdayaan sasaran kaum ibu yang diharapkan akan
menjadi tiang penyangga yang handal dalam keluarganya.
Disamping paket pengembangan Pundi, diserahkan juga oleh Ibu Megawati
beberapa paket pengembangan Warung Sudara, atau Warung dengan sistem usaha
damai sejahtera yang merupakan paket bimbingan dan kredit untuk membuka warung,
dan memberi semangat kepada masyarakat sekitarnya untuk memanfaatkan warung itu
sebagai sarana membangun masyarakat sejahtera dengan penuh kedamaian dan
kesejahteraan. Pengembangan Warung Sudara yang diselenggarakan oleh Yayasan
Indra ini, selain mendapat dukungan dari Pemerintah Daerah setempat, juga mendapat
dukungan dari Yayasan Damandiri dan berbagai perusahaan yang secara langsung
sangat berkepentingan menyalurkan barang-barang produksinya ke pasar konsumen
dengan harga yang terjangkau.
Kita bersyukur Hari Kartini tahun 2002 penuh makna dan konkrit. Ibu-ibu yang
mempunyai usaha produktip diharapkan tidak saja akan menjadi makin dinamik, tetapi
sekaligus menjadi Kartini modern dalam era globalisasi, yang akan menjadikan dirinya
contoh dengan ikut mendidik anak-anak bangsa dalam sistem Broad-Base Education,
menjadikan setiap anak belajar kewirausahaan yang handal untuk masa depannya yang
lebih baik. Mudah-mudahan membawa berkah. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Pengamat
Masalah Sosial Kemasyarakatan). – Pengantar-Ibu-2242002.
18
MENINGKATKAN KUALITAS GENERASI MUDA
Minggu ketiga Januari 2003, Pimpinan Pengurus Pusat Himpunan Pandu dan
Pramuka Wreda (Hipprada) diterima oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat
(Menko Kesra), Drs. Jusuf Kalla, dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
(Meneg PP), Ibu Sri Redjeki Sumarjoto, SH., di kantor masing-masing di Jakarta.
Pertemuan yang berlangsung dengan penuh keakraban itu telah membahas upaya-upaya
peningkatan kualitas generasi muda, khususnya upaya meningkatkan peranan Hipprada
dan Gerakan Nasional Pramuka dalam pemberdayaan masa depan dan pengembangan
watak generasi muda.
Disampaikan dalam pertemuan itu bahwa salah satu upaya yang akan dilakukan
bersama oleh Hipprada, Gerakan Nasional Pramuka, dan Yayasan Damandiri adalah
mengembangkan program latihan untuk para Pembina Pramuka di beberapa propinsi
terpilih. Melalui latihan ini para pembina akan disegarkan kemampuannya dalam tehniktehnik
kepramukaan. Disamping itu para pembina akan dipersiapkan agar mampu
mengembangkan kegiatan bhakti Pramuka yang makin luas cakupannya. Para pembina
akan dilatih untuk mengembangkan program-program yang memungkinkan generasi
muda makin peka dan peduli terhadap kebutuhan masyarakat luas, terutama pada sesama
generasi muda yang kurang beruntung di kampung dan desa tempat tinggalnya.
Para Pembina akan dipersiapkan agar mampu mempersiapkan anggota Pramuka
yang berkualitas, makin peduli, mahir serta sanggup mempersiapkan, mengembangkan
dan mengelola program dan kegiatan dalam bidang kesehatan, terutama kesehatan
reproduksi, menghadapi godaan narkoba dan tantangan di bidang kesehatan lain yang
bakal dihadapi dalam abad ke 21 yang penuh tantangan sekarang ini. Para pembina akan
disiapkan pula untuk mengembangkan dan membina anggotanya tetap belajar menuntut
ilmu sebagai bekal menghadapi masa depan yang kompetitif. Mereka juga akan dilatih
untuk makin menguasai ketrampilan dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan usaha
ekonomi produktif dan mandiri.
Sementara itu disampaikan pula bahwa kegiatan yang akan dijadikan salah satu
andalan adalah melatih anak didik Pramuka untuk makin memupuk rasa solidaritas antar
kawan melalui upaya pengembangan Gerakan Sadar Menabung. Para anggota Pramuka
yang sekaligus siswa SD, SLTP dan SMU dari keluarga kurang mampu akan diusahakan
untuk memperoleh bantuan beasiswa yang disalurkan sebagai tabungan bagi setiap siswa
yang menerimanya. Untuk menambah tabungan para siswa yang kurang beruntung itu,
siswa lain, dan orang tua yang lebih mampu atau lembaga yang lebih mampu, akan
dihimbau untuk memberikan bantuan kepada siswa anak keluarga kurang mampu itu
dengan mengisi tambahan pada buku tabungan yang dimiliki oleh setiap siswa.
Karena tabungan itu dilakukan melalui Bank yang ada di daerah masing-masing,
maka bantuan penambahan sumbangan bisa disalurkan langsung kepada Bank yang
bersangkutan dengan perintah untuk disalurkan langsung kepada anak-anak yang
dipilihnya melalui tabungan masing-masing. Setiap penyumbang bisa melakukan kontrol
langsung melalui laporan bank yang bersangkutan.
Disampaikan bahwa pada awal tahun 2003 segera akan disalurkan bantuan
beasiswa kepada 50.000 anak-anak SD dari berbagai propinsi melalui Lembaga GN
OTA. Disamping itu akan disalurkan bantuan ProgramBelajar Mandiei kepada anak19
anak SMU, SMK dan MA tidak kurang dari 30.000 - 50.000 anak-anak keluarga kurang
mampu melalui Bank-Bank mitra kerja Yayasan Damandiri. di kawasan timur Indonesia.
Tidak kurang dari 2.000 siswa drop out juga akan mendapat bantuan melalui beberapa
BPR yang ditunjuk.
Anak-anak keluarga kurang mampu yang menerima bantuan secara otomatis
akan mengikuti gerakan sadar menabung. Kepada anak keluarga yang lebih mampu dan
membuka tabungan pada Bank peserta, kepadanya diberikan bonus secara khusus yaitu
kesempatan untuk mengajak temannya yang kurang mampu. Setiap anak yang membuka
tabungan dengan dana sendiri bisa menunjuk satu orang siswa dari keluarga kurang
mampu untuk menjadi mitranya dalam menabung. Tabungan pertama dari anak-anak
yang dijadikan mitra itu akan diisi oleh lembaga yang bekerjasama seperti tersebut
diatas. Dengan kata lain, seorang anak dari keluarga mampu mulai menabung, maka
secara otomatis dia memberi kesempatan kepada temannya untuk ikut serta menabung
dengan tabungan awal gratis. Beli satu dapat dua.
Pendekatan kedua dari gerakan ini adalah melalui gerakan nasional Pramuka.
Para anggota Pramuka anak keluarga mampu akan dianjurkan untuk menabung pada
Bank peserta. Seperti pendekatan melalui sekolah, bagi setiap anggota Pramuka yang
mulai menabung, yang bersangkutan bisa mengajak seorang anggota Pramuka lain yang
kebetulan anak keluarga kurang mampu untuk menabung. Tabungan awal dari anak
keluarga kurang mampu yang diajak itu ditanggung oleh kerjasama gerakan sadar
menabung seperti tersebut diatas. Disini juga berlaku, beli satu dapat dua.
Pendekatan ketiga yang ditempuh adalah dengan memberi kesempatan kepada
para nasabah Bank yang mendapatkan kredit untuk usaha produktip. Setiap nasabah
yang mendapat fasilitas kredit diharapkan mulai membuka tabungan pada Bank yang
memberikan kredit. Setiap nasabah yang membuka tabungan berhak menunjuk seorang
anak dari keluarga kurang mampu yang menjadi langganannya, atau tetangganya, untuk
mulai membuka tabungan juga. Setiap nasabah diminta menunjuk seorang anak calon
penabung dari keluarga kurang mampu, dengan harapan kalau nasabah itu mendapat
untung bisa membagi untungnya untuk mengisi tambahan tabungan untuk anak keluarga
kurang mampu yang diangkat dengan tabungannya tersebut. Proses itu diharapkan dapat
menciptakan kesempatan menikmati kesejahteraan yang lebih merata.
Untuk meningkatkan motivasi bagi para penabung, Bank-bank peserta gerakan
sadar menabung berjanji memberikan bonus berupa undian, sekali setiap tiga bulan
dengan hadiah-hadiah yang menarik, seperti mobil, sepeda motor, beasiswa dan hadiah
berupa uang tunai yang ditambahkan pada tabungan para penabung.
Atas pemaparan program tersebut kedua Menteri memberikan apresiasi dan
saran-saran untuk penyempurnaannya. Diharapkan pengembangan generasi muda yang
direncanakan itu dapat berjalan lancar. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Pengamat Masalah
Sosial Kemasyarakatan) – Pengantar-Perluasan-2712003
20
PAHLAWAN PEMBANGUNAN
Hari Pahlawan 2001 diperingati. Peringatan Hari yang sangat bersejarah ini
bersamaan waktu dengan berakhirnya Sidang Tahunan MPR 2001. Kebersamaan itu
membawa makna yang mendalam. Kita memberi hormat yang sangat tinggi dan terima
kasih yang tidak terhingga kepada para pendahulu. Mereka berjuang dengan darah,
nyawa serta kemampuan intelektual mengantar bangsa yang kita cintai ini kepintu
gerbang kemerdekaan. Kita juga memberi hormat kepada para anggota MPR yang
berjuang dengan gigih agar para pemimpin dan mereka yang kita harapkan mengisi
kemerdekaan bekerja dengan penuh kesungguhan dan tanggung jawab yang transparan
kepada rakyat yang dipimpinnya.
Sidang Tahunan MPR 2001, yang diadakan dalam suasana reformasi yang
demokratis mempunyai arti yang sangat penting. Para anggota yang terhormat
membicarakan topik bahasan yang cukup rumit. Banyak anggota masyarakat yang
kadang terkejut-kejut karena kita seakan-akan sedang melihat suatu tontonan mirip film
Holywood buatan Amerika. Ada yang langsung berteriak bahwa tontonan itu tidak
pantas dipertunjukkan.
Sebagai bangsa yang menganut adat ketimuran yang halus, tontonan itu dianggap
memalukan dan tidak pantas dipertunjukkan oleh para anggota yang terhormat. Kata
mereka bangsa ini menangis dan sedih melihat para pemimpinnya bertingkah seperti
preman. Mereka mengeluh bahwa phenomena yang terjadi sudah kebablasan dan tidak
terkendali. Ada lagi yang kawatir bahwa kita terperangkap dalam suatu persiapan
“Perang Saudara” seperti Baratayuda.
Tetapi ada pula yang diam-diam bergumam, kita sedang belajar budaya baru
yang tatanannya belum kita atur dengan rapi atau setidaknya belum kita pahami
bersama. Mereka menganggap apa yang sedang terjadi sebagai suatu peristiwa biasabiasa
saja. Mereka mengajak semua pihak agar dengan kepala dingin dan bijaksana
menyambut budaya baru itu dengan tetap tenang, tidak usah terburu-buru emosi untuk
merubah segalanya dalam sekejap. Dengan tetap memegang semangat persatuan,
kesatuan serta kebersamaan kita bangun bersama bangsa yang kita cintai ini dalam
suasana damai yang indah penuh kesejukkan.
Dalam memperingati hari yang sangat penting ini kami menghimbau agar semua
pihak menyegarkan dan memperkuat komitmen untuk mengembangkan restrukturisasi
dan rekapitalisasi sosial yang menyangkut bidang-bidang kesehatan, KB, pendidikan,
serta berupaya keras menjamin dan memberi kesempatan semua pihak untuk
berpartisipasi dalam pembangunan dengan kerja keras, terhormat dengan diiringi
keimanan dan ketaqwaan yang mendalam kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Restrukturisasi dan rekapitalisasi sosial itu sangat diperlukan untuk menjamin
pengembangan sumber daya manusia yang handal, yang sanggup menghantar bangsa ini
menjadi bangsa yang jaya dan sejahtera. Mereka kita harapkan menjadi pahlawan
pembangunan masa depan.
21
Kita tidak boleh iri kepada para pahlawan masa lalu yang namanya selalu
disebut dan diingat manakala kita memperingati Hari Pahlawan. Kita harus menyambut
seluruh peristiwa itu dengan rasa syukur, komitmen dan usaha baru yang jauh lebih gigih
dengan terus menerus bekerja keras mengisi kemerdekaan dengan karya nyata. Jaman ini
adalah suatu era modern dimana setiap pejuang harus bekerja keras mengembangkan
budaya penghargaan yang tinggi terhadap harga diri manusia, kesejahteraan dan
hak-hak azasi manusia pada umumnya.
Oleh karena itu kita harus menyambut Hari Pahlawan 2001 dengan memihak
pada usaha-usaha konkrit yang dilakukan oleh tokoh-tokoh kependidikan, para sesepuh,
orang tua, para guru dan banyak pihak yang usahanya dalam mencerdaskan bangsa tidak
dapat kita nilai harganya. Kita mengharapkan agar generasi muda menyambut
kesempatan mengenang para pahlawan dengan belajar giat seraya selalu menghargai
jasa para pahlawannya.
Disamping itu, kita harus memberi hormat yang tinggi terhadap para pejuang
yang dengan gigih memihak dan memberikan pelatihan yang melelahkan kepada para
penduduk miskin, tua muda, di pedesaan. Bukan seperti pahlawan dimasa revolusi,
mereka tidak menyiapkan negara baru. Mereka menyiapkan manusia baru dari sisa-sisa
kebangkrutan masa lalu yang belum bisa kita selesaikan sampai sekarang. Mereka
menyiapkan manusia-manusia pembangunan yang handal dan sanggup menjadi tiang
penyangga negara dan bangsa yang kita perjuangkan selama ini.
Kami ingin mengajak semua pihak untuk melihat betapa banyaknya anak-anak
muda remaja kita, yang karena miskin, tidak dapat meneruskan pendidikannya. Dimasa
lalu, kalau kita miskin, bisa tetap tinggal di desa, mengerjakan sawah dan ladang warisan
orang tua. Tetapi, kini, karena pertumbuhan penduduk yang sangat cepat dimasa lalu,
serta sistem warisan yang selalu membagi habis sawah-sawah peninggalan orang tua,
sawah dan ladang untuk setiap keluarga menjadi sangat sempit. Atau bahkan tidak
tersisa lagi. Anak-anak muda tidak lagi mempunyai sawah atau ladang untuk
dikerjakannya di desa.
Kesulitan anak muda untuk tetap tinggal di desanya itu tidak sederhana. Sistem
warisan masih ditambah lagi dengan praktek-praktek lain yang merugikan petani di desa.
Masalah-masalah itu, biarpun sering dibahas, belum seluruhya tuntas diselesaikan.
Sistem kredit yang lebih banyak merugikan petani, membuat para petani terpaksa
menjual sawah ladangnya untuk membayar hutang yang tidak pernah mereka nikmati.
Suasana keberpihakan para pengusaha bukan kepada manusia, si petani, tetapi kepada
produksi dan keuntungan yang dapat diraihnya. Petani hampir selalu dirugikan. Setiap
pengusaha yang “berdagang” atau “membuka industri” di perdesaan hampir selalu tidak
meningkatkan kesejahteraan penduduknya, tetapi lebih tertarik kepada bagaimana
mengambil untung yang sebesar-besarnya dari eksploitasi manusia yang tidak berdosa.
Kita sangat sedih. Biarpun banyak dilakukan upaya-upaya yang akan atau telah
menguntungkan para petani, sampai sekarang para petani dan penduduk miskin pedesaan
masih tetap menjadi bagian termiskin dari negara tercinta ini. Kita belum berhasil
memotong lingkaran setan yang menyengsarakan itu. Sebabnya sangat sederhana.
Umumnya berbagai program itu tidak banyak memihak kepada petani di desa, manusia
lemah dan tidak berdaya. Hampir semua orientasinya adalah bagaimana mengambil
untung sebesar-besarnya, dengan ongkos serta pengorbanan yang sekecil-kecilnya, kalau
22
ada. Rakyat yang lemah tidak menjadi subyek pembangunan, tetapi sekedar obyek yang
lemah. Sungguh sangat menyedihkan.
Mempersiapkan Pahlawan
Dimasa lalu pahlawan muncul secara spontan karena situasi dan kondisi yang ada
di sekitarnya. Pahlawan itu menjadi besar karena mampu menanggapi situasi dan kondisi
yang ada dengan kebijaksanaan yang dapat diterima oleh kelompoknya. Karena
kemampuannya bekerja keras bersama rakyat mereka tumbuh membawa kelompoknya
bertahan, maju dan jaya. Bersama kelompoknya mereka gigih dan sanggup menanggapi
situasi dan kondisi gawat dengan pengorbanan yang ikhlas. Pemimpin dan pahlawan itu
adalah pemimpin berbakat dan alamiah.
Dalam mengisi kemerdekaan sekarang, kita tidak selalu bisa menemukan
pemimpin alamiah yang tumbuh sesuai dengan tuntutan jaman seperti itu. Kita bisa
menyiapkan pemimpin dan pahlawan seperti itu. Itulah sebabnya kita angkat jempol
kepada berbagai lembaga pendidikan, sekolah, dan perguruan tinggi yang mempunyai
kepedulian tinggi untuk menyatu dengan masyarakat serta membawa masyarakat itu
kejenjang yang lebih terhormat. Mereka terjun dalam kegiatan Kuliah Kerja Nyata
(KKN), Kuliah Kerja Usaha (KKU), dan kegiatan kemasyarakatan lainnya.
Salah satu yang menarik adalah apa yang sedang dikerjakan oleh Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) di Surakarta. Dalam Fakultasnya
mereka mempunyai kegiatan kemahasiswaan yang didukung oleh seluruh komponennya
untuk menyantuni para pengusaha kecil menengah di pedesaan. Mereka bersama-sama
mempelajari hal-hal yang bisa mengantar mereka menjadi pengusaha yang sanggup
bersaing dengan masyarakat global yang menantang. Mereka mengantar penduduk
miskin di pedesaan menjadi manusia unggul untuk mampu mengarungi suasana
globalisasi yang dahsyat.
Fakultas Ekonomi ini tidak puas dengan mendidik anak muda calon-calon
sarjana ekonomi yang handal. Mereka membuka program D3 yang secara sederhana
memberi kesempatan kepada anak-anak dari wilayah sekitarnya untuk menjadi
mahasiswa dalam jangka waktu yang lebih pendek. Waktu yang lebih pendek itu mereka
perlukan karena mereka tidak yakin apakah secara ekonomis mampu bertahan di
Perguruan Tinggi dalam jangka waktu lebih panjang. Dengan masa kuliah yang lebih
pendek mereka berharap bisa segera kembali ke masyarakat untuk membantu orang tua
dan mempersiapkan dirinya menjadi manusia yang mandiri.
Para pengasuh dan dosennya, seperti Drs HM Amien Gunadi MP, Teguh
Wibowo, SE, dan banyak lagi, yang semasa mereka menjadi mahasiswa, lima sepuluh
tahun lalu, telah ikut terjun dalam kegiatan KKN dan KKU, serta banyak bergaul dengan
masyarakat dan keluarga miskin, sadar akan tuntutan dan kebutuhan mahasiswa dan
masyarakat sekitarnya. Mereka tidak saja membekali para mahasiswanya dengan ilmu
yang mutakhir, tetapi mengajak mereka bergaul akrab dengan dunia nyata.
Para mahasiswa diperkenalkan kepada para pengusaha kecil, menengah dan
besar di sekitarnya. Mereka diajak belajar praktek, meneliti, serta apabila perlu magang
kepada pengusaha-pengusaha yang dianggap berhasil. Bahkan para mahasiswa ditantang
untuk belajar kepada para pengusaha yang sedang “bingung” karena tidak selalu mampu
menangkap aspirasi dan tuntutan pasar. Para mahasiswa ditantang untuk “secara
23
ilmiah” ikut menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh para pengusaha kecil dan
menengah itu.
Mahasiswa yang menerima teori dan mendasarkan analisis ilmiahnya pada tren
bisnis yang digelar berdasarkan hasil pembukuan yang rapi menjadi binggung. Pada
umumnya para pengusaha kecil di desa tidak mempunyai catatan pembukuan cash flow
atas usahanya. Mereka mencatat segala transaksinya dengan daya ingat lisan dan
kepercayaan. Tetapi para dosen, yang pernah dibesarkan dilapangan, tidak kehilangan
akal. Mereka menganjurkan kepada para mahasiswa untuk dengan sabar bekerja dengan
para pengusaha mengenal sistem pembukuan “kiak kiuk”. Manajemen pembukuan
“kiak kiuk” adalah suatu sistem pembukuan yang dicipta atas dasar cerita tentang
transaksi uang masuk, utang, hasil penjualan, uang keluar, cicilan utang, ongkos bahan
baku, dan sebagainya, yang dilakukan pengusaha setiap hari. Atas dasar cerita itu para
mahasiswa harus bisa menterjemahkannya menjadi suatu catatan cash flow sederhana
dan mudah dipahami.
Dengan bahasa dan cara sederhana itu para mahasiswa diajak bergaul dengan
masyarakat dengan cara penuh simpati. Dengan pendekatan itu para pengusaha kecil
yang menjadi mitranya bertambah yakin bahwa mahasiswa tidak “mengguruinya”,
tetapi justru menjadi sahabat atau teman kerja terpercaya. Mereka mencurahkan segala
uneg-unegnya untuk mendapat bantuan. Bahkan mereka rela produknya kemudian
muncul dalam situs-situs yang dikarang oleh para mahasiswa yang sedang belajar
praktek membuat situs di internet kampus mereka.
Kegiatan para mahasiswa menjadi makin “membumi”. Dilapangan mereka
kagum bahwa rakyat kecil yang tidak lulus Perguruan Tinggi, SMU atau bahkan tidak
lulus SLTP, mampu menciptakan inovasi yang tidak ada tandingannya. Mereka
menciptakan produk-produk yang mampu menarik minat pasar. Lebih mengagumkan
lagi, apabila usaha para pengusaha ini maju, mereka mengajak anak-anak muda di
kampungnya untuk ikut menjadi “karyawan magang”, membantu memperluas
perusahaannya. Mahasiswa yang nantinya akan menjadi pemimpin bangsa itu makin
yakin bahwa dalam era globalisasi yang sangat dahsyat persaingannya ini akan dapat
disongsong oleh masyarakat Indonesia kalau mereka menyatu dengan masyarakat luas.
Mereka akan berhasil kalau bisa memelihara kebersamaan dan mengisi kemerdekaan ini
dengan belajar giat, bekerja keras dan memelihara persatuan dan kesatuan. Mereka yakin
bisa mengisi kemerdekaan dengan cara yang sangat membumi itu.
Selamat memperingati Hari Pahlawan 2001, semoga Tuhan Yang Maha Esa
memberkati para pahlawan yang mulia tersebut. Semoga mucul pahlawan-pahlawan
pembangunan baru yang sanggup mengangkat harkat dan martabat bangsa dengan
bekerja keras dan tetap memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Pahlawan-10112001
(Prof. Dr. Haryono Suyono, Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan).
1
GERAKAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
Pertengahan Maret 2002 Menko Kesra RI, Drs. Jusuf Kalla, memimpin Rakor
Kesra diikuti para Menteri yang terkait erat dengan penanganan masalah-masalah sosial
kemasyarakatan. Rapat tersebut antara lain memutuskan untuk mengembangkan Gerakan
Nasional Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia. Dengan gerakan ini diharapkan
dapat dirangsang upaya bersama memberi perhatian dan komitmen yang tinggi untuk
memacu peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Upaya ini merupakan investasi yang
diyakini bisa merupakan langkah strategis untuk menghasilkan sumber daya manusia
yang bermutu. Berbeda dengan investasi dalam bidang industri dan perdagangan yang
bisa segera menghasilkan, investasi dalam bidang pendidikan adalah investasi jangka
panjang yang memerlukan dukungan sosial budaya yang sangat luas dan sering
menyangkut percontohan yang harus dimulai dari para aktor sendiri dan keluarganya.
Dalam alam globalisasi yang sangat dinamik dewasa ini, kita sungguh sangat
sedih melihat kenyataan bahwa anak-anak bangsa yang bisa mengisi kesempatan yang
terbuka luas di seluruh dunia hanya terbatas dalam bidang-bidang yang memberi nilai
tambah yang relatip rendah. Salah satu sebabnya adalah karena sumber daya manusia
yang kita miliki mutunya sangat rendah. Banyak kesempatan lewat begitu saja karena
sumber daya yang jumlahnya melimpah tidak ada yang cocok, atau bahkan tidak pernah
dipersiapkan untuk itu.
Penduduk Indonesia berjumlah antara 210 sampai 212 juta jiwa mempunyai ciri
jumlah remaja yang sangat menonjol serta akan terus naik. Ciri itu sesungguhnya
merupakan potensi yang menjanjikan, tetapi kenyataan bahwa mutunya masih rendah
memerlukan penanganan yang sangat urgen. Kejadian itu harus kita anggap sebagai
musibah yang harus ditangani dengan suatu shock terapi khusus seperti gerakan
masyarakat dengan bobot politik yang tinggi.
Gerakan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan yang sangat rendah
setidak-tidaknya harus diarahkan untuk lima sasaran utama dengan komitmen dan
dukungan program dan anggaran yang kuat, terpadu dan dinamik dari pemerintah dan
aparatnya di seluruh pelosok tanah air. Sasaran pertama, peningkatan pemberdayaan
siswa secara konsisten dan berkelanjutan. Kedua, peningkatan mutu, kemampuan dan
kesejahteraan guru. Ketiga, penyempurnaan kemampuan dan kesiapan sekolah untuk
memberikan dukungan terhadap aktivitas kependidikan dan pengajaran yang dinamik,
padat dan relevan dengan perkembangan masyarakatnya. Keempat, pengembangan
kesadaran orang tua untuk mengirim dan memberikan dukungan kepada anak-anaknya
untuk belajar sampai ke tingkat yang setinggi-tingginya. Kelima, pengembangan budaya
masyarakat yang kondusif serta mendukung upaya belajar dalam suasana nyaman,
menggairahkan dan dinamik.
Sebagai gerakan nasional yang sekaligus diadakan dalam suasana pengentasan
kemiskinan, semua pihak harus sepakat untuk bekerja keras mendukung investasi sumber
daya manusia yang handal itu dalam kerangka totalitas yang utuh. Upaya ini harus
sekaligus mengutamakan pemberdayaan manusia agar berkembang menjadi insan
nasional yang penuh iman, taqwa, berbudi pekerti luhur dan berkrepibadian mantab.
2
Dukungan budaya, sosial dan ekonomi yang kokoh untuk kelima sasaran itu harus secara
sengaja memihak, yaitu dengan menempatkan para siswa, khususnya anak keluarga
kurang mampu, sebagai titik sentral pembangunan.
Gerakan peningkatan mutu yang mengharuskan dilakukannya investasi berbasis
pada siswa itu harus dilakukan dengan menghormati hak-hak azasi manusia yang
diarahkan untuk pembentukan manusia yang berwatak dan taqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, yaitu dengan memberikan penggemblengan religiositas, watak, kepribadian
dan kesempatan yang luas untuk memilih atau kesempatan untuk ikut berpartisipasi pada
pilihan yang dilakukan oleh setiap siswa, atau oleh setiap individu. Mereka harus bebas
mengambil jalur pemberdayaan sesuai dengan visi, misi dan kehidupan masa depan yang
ingin dinikmatinya.
Ini tidak berarti bahwa setiap siswa boleh seenaknya mengambil pilihan masa
depannya dengan membabi buta. Setiap orang tua, guru atau mereka yang dituakan
mempunyai kewajiban moril untuk membantu pemberdayaan siswa, termasuk dan
terutama anak-anak keluarga kurang mampu, dengan berbagai opsi yang luas dan tidak
memihak agar setiap siswa bisa melakukan pilihan secara arif dan bijaksana. Setiap
siswa harus bisa mempersiapkan diri untuk mampu memenuhi cita-citanya dengan baik.
Setiap siswa harus mempunyai kesempatan mencoba dan melatih dirinya dengan
pemberdayaan yang sifatnya menyeluruh agar segala keputusannya tidak menimbulkan
kesal atau kekecewaan dimasa yang akan datang.
Para guru, sebagai individu, atau lembaga, yang paling dekat dengan siswa harus
diberi kesempatan dan dukungan yang kuat dan luas untuk meningkatkan kualitas dan
kesejahteraannya. Lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan yang akrab dengan
masyarakat harus diadakan atau mendapat dukungan agar setiap guru bisa menyegarkan
dirinya secara kontinue sesuai dengan kemajuan zaman dan masyarakatnya.
Sekolah sebagai pusat penggemblengan harus kondusif dan dilengkapi dengan
peralatan yang memungkinkan siswa mengembangkan diri dan kemampuan mencipta,
menganalisis dan menyumbang untuk masyarakat di sekelilingnya. Mereka harus
mendapat kesempatan mengembangkan gagasan yang berguna.
Dalam gerakan masyarakat yang gegap gempita, lingkungan masyarakat dan
budaya pendukung harus mendapat pemberdayaan yang matang. Para orang tua harus
mendapat informasi yang luas tentang manfaat pendidikan anak-anaknya untuk dirinya
sendiri, kini, atau nanti. Orang tua dan masyarakat sekelilingnya harus pula mengetahui
manfaat pendidikan untuk masa depan anak cucunya.
Pada akhirnya gerakan ini harus menumbuhkan budaya baru yang menghargai
anak-anak yang belajar tekun, guru yang rajin mengajar atau rajin memberi pelajaran
tambahan, atau sekolah yang murid-muridnya padat belajar - dari pagi sampai petang,
serta orang tua yang sanggup mengorbankan segalanya untuk anak-anaknya bersekolah
sampai ke tingkat yang setinggi-tingginya. Budaya memberi penghargaan yang tinggi
terhadap suasana bersekolah ini harus muncul dan menjadi percakapan sehari-hari.
Pada Peringatan Hari Pendidikan Nasional, tanggal 2 Mei 2002, gerakan ini harus
diawali dengan minimal mengundang seluruh masyarakat untuk merayakannya.
Peringatan yang penting itu tidak boleh menjadi monopoli Kepala Dinas Pendidikan, atau
sekolah, atau para guru, atau para murid di sekolah-sekolah saja. Peringatan itu harus
3
memunculkan kreasi baru yang menghidupkan suasana budaya belajar yang berkembang
dengan dinamika yang sangat tinggi.
Karena menyangkut gerakan masyarakat, maka pendidikan dengan pendekatan
Broad-Base Education (BBE) harus sekaligus memberi warna terhadap ciri baru
penanganan pendidikan di Indonesia. Para Kepala Sekolah, guru-guru, orang tua dan
siswa, bahkan seluruh organisasi kependidikan, seperti PGRI, harus bisa menyatu dengan
masyarakat luas untuk menggali sebanyak mungkin apa yang diharapkan dan dibutuhkan
oleh semua pihak untuk maju. Aspirasi itu harus menjadi pokok tunggal dari aspirasi para
Kepala Sekolah, para guru, orang tua dan para siswa untuk membangkitkan gairah
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
Visi dan cita-cita guru atau kaum pendidik yang menghendaki peningkatan mutu
pendidikan harus menjadi visi dan cita-cita masyarakat luas. Sebaliknya visi dan cita-cita
masyarakat luas harus menjadi cita-cita dan perjuangan para Kepala Sekolah, guru, orang
tua dan semua siswa-siswanya.
Untuk mendapatkan partisipasi yang luas, semua usaha harus memihak memberi
pertolongan mereka yang kurang mampu. Upaya ini harus diarahkan mulai dari tingkat
yang paling dini seperti upaya peningkatan pendidikan usia dini untuk anak-anak balita,
membantu anak-anak keluarga kurang mampu dalam rangka wajib belajar 9 tahun, serta
mendorong pendidikan lebih tinggi kepada anak-anak kurang mampu itu. Keberhasilan
Indonesia dalam mencapai target dunia dalam bidang pendidikan dasar pada tahun 2000,
harus disebarluaskan sebagai suatu kebanggaan untuk memupuk rasa percaya diri.
Keberhasilan tersebut harus menjadi pemicu untuk lebih meningkatkan pencapaian pada
tingkat pendidikan lebih tinggi seperti SLTP, selanjutnya SMU dan Perguruan Tinggi.
Upaya gerakan itu harus dibarengi dengan upaya pengembangan advokasi peduli
pendidikan bagi anak-anak keluarga kurang mampu. Upaya advokasi itu harus diantar
dengan gerakan yang gigih untuk menjaring anak-anak keluarga kurang mampu agar bisa
melanjutkan pendidikan pada Sekolah Menengah atau bisa mengikuti kuliah pada
Perguruan Tinggi. Kegagalan yang umumnya disebabkan karena mutu pendidikan anakanak
yang rendah atau informasi tentang adanya kesempatan yang tidak diterima oleh
para siswa yang bersangkutan harus dapat dikikis dengan memberikan informasi dan
kesempatan yang lebih longgar kepada siswa anak keluarga kurang mampu.
Dalam konteks BBE, upaya-upaya Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan harus
dibarengi dengan Gerakan Belajar Mandiri yang mengajak para guru dan mereka yang
mempunyai simpati terhadap masa depan anak-anak dari keluarga kurang mampu untuk
bekerja sama. Gerakan ini intinya haruslah merupakan ajakan keberpihakan kepada anakanak
yang kurang beruntung, termasuk anak-anak pengungsi, agar orientasi pendidikan
betul-betul diarahkan sebagai persiapan untuk bekerja. Kepala Sekolah, para guru, kawan
sekolah yang sudah mahasiswa, para pengusaha nasabah bank, serta masyarakat pada
umumnya, diharapkan mempunyai kegiatan meningkatkan kepedulian masyarakat luas
terhadap upaya peningkatan partisipasi pendidikan bagi anak-anak kurang beruntung,
serta mempersiapkan lapangan kerja yang harus menjadi bagian dari kurikulum yang
mengantar anak-anak itu untuk siap bekerja.
Gerakan ini menganjurkan agar anak-anak yang kurang beruntung mendapatkan
perhatian dan bimbingan yang lebih besar dari para guru dan masyarakat sekelilingnya.
4
Anak-anak itu harus dianjurkan untuk lebih rajin membaca bahan-bahan bacaan yang ada
di sekolah serta bahan bacaan baru yang secara berkala harus diusahakan. Setiap bulan,
setiap sekolah harus mengadakan semacam pertandingan otak, yang diarahkan untuk
merangsang anak-anak membaca lebih banyak bahan-bahan yang ada.
Disamping bahan dan acara “adu pintar”, anak-anak keluarga kurang mampu
harus dibantu untuk mendapatkan bahan-bahan yang bisa merangsang kegiatan belajar
yang lebih menarik. Kegiatan ini harus menjadi budaya baru yang sangat digandrungi
sehingga para siswa menjadi sangat kecanduan untuk tetap belajar.
Disamping itu, untuk meningkatkan motivasi belajar, termasuk untuk orang tua,
para siswa harus mendapat informasi tentang terbukanya kesempatan untuk belajar lebih
tinggi. Para orang tua harus diberitahu akan adanya kesempatan yang terbuka tersebut.
Pemberitahuan kepada para orang tua dan masyarakat luas bisa memacu motivasi para
orang tua yang kurang beruntung dan masyarakat luas agar di rumah masing-masing
anak-anak didorong belajar lebih giat agar bisa memperoleh nilai yang lebih baik di
sekolahnya.
Ada pula gagasan untuk menghimbau lembaga-lembaga yang biasa memberikan
beasiswa kepada siswa yang menonjol untuk mengatur secara lain, yaitu memihak kepada
anak-anak keluarga kurang mampu. Dalam pengaturan ini, anak-anak keluarga mampu
yang mendapat beasiswa karena otaknya encer diharapkan membagi sebagian dari dana
itu kepada rekan lain yang kebetulan anak keluarga kurang mampu. Dengan cara ini
anak-anak keluarga kurang mampu bisa memperoleh kesempatan dan dorongan untuk
berjuang dalam kebersamaan yang lebih seimbang. (Prof. Dr. Haryono Suyono,
Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan)-pendidikanbermutu-1632002
5
GERAKAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN,
TERUS BERGULIR
Bertepatan dengan Hari Kartini, tepatnya tanggal 21 April 2002, Ibu
Megawati Soekarnoputri, Presiden RI, bersama Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan, Ibu Sri Redjeki Sumaryoto, dan para pejabat terkait lainnya
menyerahkan bantuan Tabungan Belajar Mandiri kepada para siswa SMU, SMK
dan MA di Solo. Dengan perasaan gembira bercampur haru, para siswi yang
mewakili teman-temannya dari wilayah bekas Karesidenan Surakarta menerima
penghargaan yang disediakan Yayasan Damandiri dengan perasaan lega.
Seakan mimpi. Tidak pernah terbayang bahwa mereka akan menerima
penghargaan yang sangat dibutuhkannya itu dengan disaksikan langsung oleh Ibu
Megawati Soekarnoputri, Presiden RI. Sebagai anak keluarga kurang mampu, selama ini
mereka selalu kalah bersaing dengan anak-anak dari keluarga yang lebih beruntung.
Penghargaan yang diterima tersebut menempatkan para siswa anak keluarga kurang
mampu secara terhormat dalam menempuh ujian Saringan Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB) di tempat yang dipilihnya tanggal 2-3 Juli 2002. Mereka tidak harus antri di
deretan tersendiri hanya karena mendapatkan fasilitas bagi keluarga kurang beruntung.
Program Belajar Mandiri mengembalikan kehormatan, meningkatkan mutu pendidikan
dan menghantar anak remaja itu meniti masa depan yang lebih cerah.
Peristiwa yang sama terjadi juga pada tanggal 24 April 2002 di Aula Bank Jatim,
di Surabaya, Gubernur Jawa Timur, Bapak H. Imam Oetomo, yang selama ini sangat
menaruh perhatian terhadap kesejahteraan rakyat kecil di pedesaan, untuk pertama
kalinya menyerahkan Tabungan Belajar Mandiri kepada wakil-wakil dari 304 siswasiswi
dari 38 kabupaten dan kota Jatim. Peristiwa ini terjadi karena dalam suatu
pertemuan dengan pengurus Yayasan Damandiri bulan Maret 2002, Gubernur Jatim
tersentuh hatinya melihat Yayasan Damandiri menyatakan tekadnya mendampingi
Program Peningkatan Mutu Pendidikan yang selama ini diselenggarakan oleh Pemda
Jatim. Dalam pertemuan itu Yayasan Damandiri menyatakan siap untuk membantu
Pemda dan jajarannya meningkatkan mutu sumber daya manusia di Jatim dalam rangka
pengentasan kemiskinan, termasuk membantu meningkatkan mutu anak-anak siswa
SMU, SMK dan MA. Mereka adalah calon-calon keluarga masa depan, yang dalam
waktu singkat akan menjadi keluarga baru di Jatim, menggantikan kedua orang tuanya.
Mereka tidak boleh miskin seperti orang tuanya, atau tertinggal dalam pembangunan
karena tidak mampu, atau karena tingkat pendidikannya rendah.
Dana yang diperoleh dalam upacara yang disaksikan oleh Ibu Megawati atau
Gubernur Jawa Timur itu langsung diberikan dalam bentuk buku tabungan melalui
beberapa Bank, antara lain Bank Bukopin, BPR Nusamba, BPR YIS, dan BPD setempat.
Dana sebesar Rp. 300.000,- itu boleh mereka gunakan untuk mendaftarkan diri guna
menempuh ujian saringan masuk perguruan tinggi negeri seperti untuk membeli formulir
yang tahun 2002 harganya mengalami kenaikan. Lebih dari itu dana tersebut bisa juga
digunakan untuk membeli buku referensi yang sangat dibutuhkan dan mungkin saja
6
selama ini tidak pernah mereka miliki. Bahkan, apabila mereka perlukan, dana itu bisa
juga mereka pergunakan untuk menyiapkan diri mengikuti pelajaran-pelajaran tambahan
yang dianggap perlu oleh guru atau sekolahnya.
Dana bantuan dari Yayasan Damandiri itu sesungguhnya merupakan bagian dari
Gerakan Nasional Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia yang dalam waktu
singkat akan di canangkan oleh pemerintah. Dengan gerakan ini diharapkan dapat
dirangsang upaya bersama memberi perhatian dan komitmen yang tinggi untuk memacu
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Upaya ini merupakan investasi yang diyakini
bisa merupakan langkah strategis untuk menghasilkan sumber daya manusia yang
bermutu. Berbeda dengan investasi dalam bidang industri dan perdagangan yang bisa
segera menghasilkan, investasi dalam bidang pendidikan adalah investasi jangka panjang
yang memerlukan dukungan sosial budaya yang sangat luas dan sering menyangkut
percontohan yang harus dimulai dari para aktor sendiri dan keluarganya.
Upaya meningkatkan mutu pendidikan itu sangat vital karena dari pengalaman
selama tiga tahun terakhir ini Yayasan Damandiri dan Yayasan Supersemar menyediakan
dukungan untuk 9.000 siswa untuk mengikuti Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(UMPTN), sekarang SPMB (seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru), tidak pernah
mendapatkan cukup siswa biarpun anggarannya telah disediakan. Ada kalanya informasi
tidak sampai kepada siswa SMU dimaksud, ada kalanya motivasi dan kemampuan anakanak
dalam suasana ekonomi yang berat sekarang ini sangat tipis, dan yang lebih banyak
terjadi adalah karena kualitas siswa-siswa yang ada begitu rendahnya sehingga tidak
memenuhi syarat awal yang ditentukan oleh panitia ujian pusat dalam penyaringan siswa.
Dalam alam globalisasi yang sangat dinamik dewasa ini, kita sungguh sangat
sedih melihat kenyataan bahwa anak-anak bangsa, terutama anak keluarga kurang
mampu, yang disediakan fasilitas ternyata tidak dapat memanfaatkannya karena mutunya
sangat rendah, atau bahkan dalam saringan awal saja sudah gugur. Ketika mereka tidak
gugur dalam saringan awal, ternyata pada saringan berikutnya lebih dari 70 persen anakanak
keluarga kurang mampu itu terpaksa gugur. Bantuan SPP yang disediakan sampai
lulus sarjana terpaksa tidak dapat dimanfaatkan.
Akibatnya jelas, jutaan anak-anak keluarga kurang mampu tidak meneruskan
sekolah pada tingkat yang lebih tinggi, tidak dapat menjadi sarjana yang handal. Akibat
lebih lanjut adalah bahwa anak-anak itu hanya bisa mengisi kesempatan yang terbuka
luas di seluruh dunia dalam bidang-bidang yang memberi nilai tambah relatip sangat
rendah, sesuai dengan kemampuan dan mutunya yang rendah. Banyak kesempatan akan
lewat begitu saja karena sumber daya yang jumlahnya melimpah tidak ada yang cocok,
atau bahkan tidak pernah mencapai kualitas yang disyaratkan untuk itu.
Penduduk Indonesia berjumlah antara 210 sampai 212 juta jiwa seakan-akan
hanya kecil saja dan ternyata yang mempunyai ciri menonjol hanya segelintir dan tidak
banyak yang bisa meneruskan sekolahnya pada jenjang yang lebih tinggi, padahal jumlah
remaja akan terus naik. Kenyataan bahwa mutu sumber daya manusia yang masih rendah
itu memerlukan penanganan yang sangat urgen. Kejadian itu harus kita anggap sebagai
musibah yang harus ditangani dengan suatu shock terapi khusus seperti gerakan
masyarakat dengan bobot politik yang tinggi.
7
Kita sangat terharu bahwa pemerintah menghargai prakarsa Yayasan Damandiri
yang memberikan Tabungan Belajar Mandiri untuk meningkatkan mutu pendidikan,
sebagai awal dari Gerakan Masyarakat untuk membantu anak-anak mempraktekkan
gerakan Broad-Base Education dan yang sekaligus diikuti upaya untuk meningkatkan
mutu pendidikan secara nasional. Kita ingin ulangi bahwa upaya itu harus diarahkan
untuk lima sasaran utama dengan komitmen, dukungan program dan anggaran yang
kuat, terpadu dan dinamik, baik dari pemerintah dan aparatnya di seluruh tanah air
maupun dari kalangan masyarakat luas secara mandiri. Sasaran pertama, peningkatan
pemberdayaan siswa secara konsisten dan berkelanjutan. Kedua, peningkatan mutu,
kemampuan dan kesejahteraan guru. Ketiga, penyempurnaan kemampuan dan kesiapan
sekolah untuk memberikan dukungan terhadap aktivitas kependidikan dan pengajaran
yang dinamik, padat dan relevan dengan perkembangan masyarakatnya. Keempat,
pengembangan kesadaran orang tua untuk mengirim dan memberikan dukungan kepada
anak-anaknya untuk belajar sampai ke tingkat yang setinggi-tingginya. Kelima,
pengembangan budaya masyarakat yang kondusif serta mendukung upaya belajar dalam
suasana nyaman, menggairahkan dan secara dinamik mengangkat harkat dan martabat
masyarakat, bangsa dan negaranya.
Peristiwa yang baru saja terjadi di Solo dan Surabaya itu sungguh merupakan
suatu awal yang sangat strategis karena terjadi beberapa hari sebelum Hari Pendidikan
Nasional tanggal 2 Mei 2002, dan diadakan tepat pada Peringatan Hari Kartini 21 April
2002. Kita ingin mengingatkan “kebetulan” itu sesungguhnya disengaja karena sebagai
gerakan nasional, upaya peningkatan mutu pendidikan harus ditujukan kepada sasaran
yang tepat, yaitu para remaja putri, yang biasanya selalu dianggap sebagai “anak nomor
dua” dalam setiap keluarga. Upacara simbolis memberikan dukungan kepada para anak
perempuan sungguh akan menghasilkan suatu peningkatan mutu generasi wanita masa
depan yang unggul dan sekaligus akan meningkatkan mutu keluarga yang ada.
Apabila mutu keluarga dapat ditingkatkan, diharapkan bahwa mutu masyarakat
dan akhirnya mutu bangsa akan dapat ditingkatkan pula dengan kecepatan yang sama.
Lebih-lebih lagi meluncurnya dengan deras upaya peningkatan mutu itu dibarengi pula
dengan upaya mempercepat pengentasan kemiskinan. Kita mengetahui bahwa Yayasan
Damandiri, yang selama lebih dari enam tahun ini telah berhasil mengajak tidak kurang
dari 13,9 juta keluarga kurang mampu untuk mulai belajar menabung, sebagian telah
berhasil pula belajar berusaha dan menjadi wirausahawan yang makin mandiri.
Kita mencatat dengan penuh rasa haru bahwa Ibu Megawati Soekarnoputri,
Presiden RI, telah berkenan menyerahkan secara simbolis pinjaman-pinjaman baru
kepada para ibu yang selama ini telah berhasil. Berbeda dengan sistem lama, para Ibu
yang menerima pinjaman secara simbolis di Solo itu tidak lagi membebani pemerintah
dengan segala macam subsidi dan kemudahan. Mereka menerima pinjaman dari Bank,
yaitu Bank Bukopin, Bank Pembangunan Daerah (BPD), Bank Perkreditan Rakyat, yaitu
BPR YIS dan BPR Nusamba, seperti layaknya pengusaha yang bonafid lainnya.
Mereka sanggup menerima kredit dengan sistem executing, artinya diperlakukan
sebagai nasabah biasa yang membayar bunga pasar, menyediakan agunan, dan membayar
cicilan sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Mereka tidak seperti konglomerat
8
dengan segala kemudahan, tetapi seperti layaknya pengusaha yang mampu dan
mempunyai usaha yang maju.
Namun, pihak Yayasan yang memberikan dukungan di belakang layar, selalu
mengajak dan mengerahkan dukungan masyarakat untuk memberi dukungan moril
dengan membeli produk-produk mereka, dan mengusahakan agar anak-anak mereka
mendapat kemudahan dengan beasiswa, tabungan belajar mandiri, atau kalau perlu
membantu mengirim anak-anak keluarga kurang mampu yang drop out mengikuti kursuskursus
yang banyak gunanya untuk masa depan anak-anak tersebut yang lebih baik.
Oleh karena itu kepada setiap nasabah yang pada Peringatan Hari Kartini 2002
menerima akad kreditnya langsung dari Ibu Megawati, adalah contoh-contoh kader
pembangunan bangsa yang sepakat bekerja keras dalam usahanya dan sekaligus
mendukung investasi sumber daya manusia yang handal itu dalam pendekatan
komprehensip yang utuh. Dalam upaya ini mereka sanggup mengutamakan
pemberdayaan sumber daya manusia dengan bunga pasar karena mereka yakin bahwa
hasil dari bunga itu akan dikembalikan ke masyarakat berupa beasiswa untuk anak-anak
mereka juga. Mereka juga menabung untuk pemupukan modal, dan mempergunakan
kesempatan bekerja dan berusaha itu sebagai pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa,
semata-mta untuk meningkatkan iman dan taqwanya, mewariskan budi pekerti luhur dan
krepibadian yang mantab kepada anak-anaknya. Mereka sepakat, andaikan mereka tidak
terlalu miskin, atau bahkan terhitung lumayan karena dagangan atau usahanya relatip
telah berhasil, untuk mengajak anak-anak remaja tetangganya yang masih dirundung
malang. Mereka sepakat menempatkan anak-anak muda di kampungnya, khususnya
anak keluarga kurang mampu, sebagai titik sentral pembangunan.
Pendekatan kombinasi antara anak dan orang tua ini tidak berarti bahwa setiap
siswa boleh seenaknya tidak sekolah dan membantu usaha orang tuanya, tetapi para guru
akan bersama-sama mengawinkan pengalaman anak-anak dirumah masing-masing
dengan pilihan mata pelajaran yang cocok untuk masa depannya tanpa membabi buta.
Setiap orang tua, guru atau mereka yang dituakan mempunyai kewajiban moril untuk
membantu pemberdayaan siswa, termasuk dan terutama anak-anak keluarga kurang
mampu, dengan berbagai opsi yang luas dan tidak memihak agar setiap siswa bisa
melakukan pilihan secara arif dan bijaksana. Ada pula gagasan untuk menghimbau
lembaga-lembaga yang biasa memberikan beasiswa kepada siswa yang menonjol untuk
mengatur secara lain, yaitu memihak kepada anak-anak keluarga kurang mampu. Dengan
cara ini anak-anak keluarga kurang mampu bisa memperoleh kesempatan dan dorongan
untuk berjuang dalam kebersamaan yang lebih seimbang. (Prof. Dr. Haryono Suyono,
Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan)-(A1/B2/D1)
9
MENYIAPKAN SDM SEJAK DINI
Sidang Khusus PBB tentang Anak yang yang sedianya dilakukan tanggal 19-21
September 2001, di New York, ditunda tanggal 8-10 Mei 2002. Indonesia dengan jumlah
penduduk sekitar 211-212 juta jiwa adalah negara dengan jumlah anak-anak terbesar ke
empat setelah RRC, India, dan Amerika Serikat. Dengan jumlah anak-anak yang besar
itu, kita mempunyai tanggung jawab moril untuk ikut serta bicara dalam forum yang
terhormat tersebut. Kita harus mampu mengajukan konsep-konsep pembangunan
berkelanjutan yang bisa menghantar dengan mulus anak-anak yang melimpah itu ke masa
depan yang lebih baik.
Selama tigapuluh tahun terakhir ini pemerintah dan seluruh masyarakat, telah
mulai memperbaiki kondisi anak-anak bangsa. Orang tua telah dipersenjatai dengan
kemampuan mengatur kelahiran dan jumlah anak-anak melalui program KB dan
kesehatan yang tersedia di hampir seluruh pelosok desa. Dengan demikian tingkat
kelahiran dan tingkat kematian bayi dan anak-anak telah diturunkan lebih dari 50 persen.
Seperti kasus langka lainnya, kasus-kasus kurang gizi yang dewasa ini makin langka, dan
biasanya sukar menjadi berita, begitu muncul disuatu daerah langsung menjadi bahan
berita yang menarik. Disamping penanganan masalah kesehatan dan KB yang dilakukan
secara terpadu, kita bersyukur bahwa pada hari-hari libur para orang tua marak membawa
anak cucunya mendatangi tempat-tempat hiburan, yang murah meriah dan yang mahal,
tergantung pada kemampuan saku orang tua dan kerabatnya.
Disamping itu, seperti terjadi awal Maret 2002, setiap tahun, atas kerjasama
Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) dan PT Indofood Sukses Makmur,
Tbk. diadakan Lomba Balita Sejahtera untuk merangsang dan memberi contoh
bagaimana mempersiapkan anak balita sejak dalam kandungan dan kelahirannya,
menyusui dan merawat bayi serta mengantar tumbuh kembangnya sampai usia balita
dengan baik.
Dalam skala yang lebih besar, untuk membantu setiap keluarga, terutama para
Ibu dan keluarganya mengantar anak balitanya, sejak tahun 1983 Kantor Menteri Negara
Urusan Peranan Wanita dan BKKBN telah melakukan upaya pemberdayaan wanita dan
keluarga. Dengan pendekatan komunitas dibentuk kelompok Ibu-ibu di desa. Selanjutnya
dikembangkan program Bina Keluarga Balita yang mendidik para Ibu dan seluruh
anggota keluarga yang kondisi sosial ekonominya sangat bervariasi mengenal tehniktehnik
sederhana mempersiapkan kelahiran bayi dan membina anak-anak balitanya.
Program itu dikembangkan untuk membantu para keluarga muda di pedesaan yang
kondisinya sangat rendah dan tidak lagi mendapat cukup bahan dari orang tua dan sanak
keluarganya yang bertambah sibuk mengurusi keperluan hidupnya yang makin sulit.
Program yang dikelola oleh masyarakat sendiri itu sangat berguna untuk para ibu dan
keluarganya membina anak-anak balita mengikuti pola tumbuh kembang yang lebih
dinamis.
Salah satu keuntungan dari program itu adalah mulai disadari pentingnya
pendidikan dini (early education) untuk anak-anak dibawah usia lima tahun dalam
10
lingkungan kelompok ibu-ibu di RT atau di desanya. Entah karena upaya ini atau karena
desakan kesibukan para ibu-ibu di kota dan desa maju, mulai tumbuh lembaga-lembaga
pendidikan formal untuk anak-anak balita. Upaya pendidikan dini itu diselenggarakan
oleh lembaga-lembaga formal dengan sedikit uluran tangan pemerintah atau sama sekali
tidak ada campur tangan dari pemerintah. Karena itu cakupannya masih sangat rendah.
Selama sepuluh tahun terakhir, tanpa memperhitungkan anak-anak yang mengikuti
pendidikan dini melalui pesantren dan sekolah-sekolah agama, pendidikan dini yang
bersifat formal baru mencakup sekitar 9,8 persen di tahun 1999. Angka ini sangat kecil
tetapi sesungguhnya sudah naik lebih dari 100 persen dibandingkan dengan keadaannya
pada tahun 1996 yang baru mencapai sekitar 4,7 persen saja.
Awal Maret 2002, sekitar 300 guru taman kanak-kanak dan pendidikan pra
sekolah, yang sehari-hari menangani pendidikan dini di seluruh pelosok Indonesia, dan
tergabung dalam Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia (IGTKI) – PGRI, telah
bertemu dengan Pimpinan Yayasan Damandiri yang sedang mengembangkan Gerakan
Belajar Mandiri. Mereka “ngiri” mendengar Gerakan Belajar Mandiri yang
dikembangkan di kawasan timur Indonesia utamanya “hanya” ditujukan untuk
membantu anak-anak SMU, SMK dan Madrasah Aliyah menyiapkan diri menghadapi
hari depannya yang sangat dekat untuk terjun secara mandiri. Mereka berkilah bahwa
untuk menghasilkan mutu sumber daya manusia yang handal, pendidikan dini, atau
pendidikan pra sekolah, yang mampu memberi dasar kepribadian anak dalam sikap,
perilaku, daya cipta dan kreativitas yang sangat diperlukan dalam menghadapi tantangan
zaman, harus mendapat perhatian yang sama besarnya, ditingkatkan mutunya dan segera
diperluas cakupannya.
Pendidikan dini mempunyai beberapa fungsi yang tidak dapat digantikan oleh
pendidikan pada tingkat usia lainnya. Pendidikan dini memberikan kesempatan kepada
setiap anak dalam usia yang sangat baik untuk mencintai orang tuanya dan sekaligus
gurunya sebagai pengantar menghadapi masa depannya yang ideal. Pendidikan dini
memberi kesempatan para orang tua saling bertemu dengan orang tua lain yang
mempunyai anak-anak sebaya pada waktu mengantarkan dan menunggu anaknya
sekolah. Pendidikan dini memberi kesempatan kepada setiap anak mencintai kawankawannya
seperti saudara sendiri dirumahnya. Pendidikan dini memberikan kesempatan
kepada setiap anak untuk mengembangkan kepribadian yang penuh toleransi, kedamaian,
saling pengertian, dan gotong royong dalam menghadapi tantangan, dan mempergunakan
kemampuan untuk menangkap kesempatan sosial budaya diluar asuhan orang tuanya.
Para guru yang sangat bangga akan profesi dan kesempatannya mendampingi
anak-anak balita di seluruh pelosok desa itu merasa bahwa perhatian pemerintah akan
pendidikan dini masih sangat tidak memuaskan. Mereka minta agar masalah ini segera
dibahas secara nasional dan dijadikan prioritas yang tinggi kalau kita ingin menghasilkan
remaja masa depan yang mempunyai kepribadian unggul. Mereka juga membayangkan
bahwa forum internasional Konperensi Khusus tentang Anak se Dunia nanti lebih dari
patut dijadikan ajang untuk meminta perhatian negara maju membantu negara-negara
berkembang menangani anak-anak balitanya secara lengkap dan terpadu.
11
Semoga keprihatinan 300 guru yang mewakili ratusan lainnya dari seluruh
Indonesia itu mendapat perhatian yang wajar. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Pengamat
Masalah Sosial Kemasyarakatan) – PengantarPendikanDini-1832002
12
MEMBANGUN SDM UNGGULAN
Dalam suasana globalisasi yang sekaligus dibarengi oleh adanya krisis
multidimensi di Indonesia sekarang ini semua pihak sadar bahwa penduduk Indonesia
yang jumlahnya telah melebihi 211 juta jiwa itu harus dikembangkan menjadi manusia
unggul. Upaya itu harus diiringi kebersamaan lembaga-lembaga seperti BKKBN,
Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, dan lembaga lain dengan
jajarannya. Lembaga-lembaga itu mutlak diperlukan untuk menghantar pengembangan
sumber daya manusia menjadi kekuatan yang unggul. Keberhasilan upaya itu diharapkan
bisa mengatasi krisis serta mengangkat setiap keluarga dan anggotanya menjadi keluarga
yang mandiri dan sejahtera.
Sukar sekali melihat gelombang reformasi itu dengan kaca mata biasa yang
sempit. Dengan kaca mata lama, menurut pikiran Talcott Parsons, seorang sosiolog
terkenal, dalam bukunya "The Social System" (1951), suatu "action" yang bercakrawala
luas dan bergerak dengan sangat cepat akan membentuk interaksinya secara bebas.
Sebagai bagian dari suatu sistem aksi dalam masyarakat itu, berbagai interaksi yang
sangat luas, vertikal dan horizontal, terutama yang berskala global, masing-masing
mengembangkan interaksinya sendiri sesuai dengan aktor-aktor yang bergerak
didalamnya. Sistem aksi itu kemudian menjadi suatu jaringan hubungan yang
membentuk, atau menuntut bentukan, sebagai suatu tatanan kemasyarakatan baru yang
mungkin berbeda dan asing dibandingkan dengan apa yang pernah ada sebelumnya.
Aktor-aktor yang tadinya bersifat individual dan masing-masing mempunyai
"status" kemudian ditempatkan dalam suatu tatanan jaringan yang berkembang. Dalam
pengembangan itu para aktor juga mempunyai fungsi-fungsi yang secara signifikan
membawanya dalam proses memapan sebagai "peranan" yang menuntunnya pada posisi
yang terhormat untuk menuju kepada keseimbangan barunya.
Dalam konteks reformasi yang gencar seperti sekarang, peranan aktor
sebagai manusia pelaku bisa menjadi sangat signifikan. Aktor bisa merupakan kombinasi
sinergik dari status yang diembannya serta dari peranan dalam suatu sistem sosial yang
berkembang pesat, bahkan tidak jarang mereka itu dari atau identik dengan tatanan
jaringan dimana dia dikembangkan sebelumnya.
Dalam suatu suasana Indonesia baru yang berubah dengan cepat dewasa ini
berbagai dinamika organisasi dan kepemimpinan akan mencuat keatas permukaan
mencari bentuknya secara tepat. Untuk itu para ahli menawarkan berbagai pikiran dan
perkiraan dengan argumentasinya masing-masing. David Osborne dan Ted Gaebler
(1992) dalam bukunya “Reinventing Government” menawarkan konsep dan anjuran
untuk mewirausahakan aparat birokrasi sebagai bagian dari upaya memberikan
pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat.
Oleh karena itu banyak orang sepakat bahwa dalam keadaan seperti ini
memimpin adalah suatu seni yang rumit dan memerlukan kerja yang sangat keras.
Banyak ahli lain berbicara dan menulis tentang hal ini. Robert H. Rosen dan Paul B.
Brown dalam bukunya, “Leading People” (1996), menulis, bahwa dewasa ini sukses
13
suatu usaha banyak sekali tergantung pada bagaimana kita melakukan investasi pada
manusia, dan bagaimana manusia-manusia itu menyatu menghasilkan produksi dan jasa
yang memuaskan pelanggannya. Kita harus bisa dan lebih melihat segala sesuatunya dari
rangkaian proses bagaimana manusia-manusia tersebut kita bawa kepada suatu sukses
yang menjadi komitmen bersama, bukan pada bagaimana masing-masing individu merasa
menempati posisi yang mereka anggap diperlukan dalam suatu organisasi tertentu.
Pada umumnya kita sepakat bahwa diperlukan berbagai persyaratan untuk
memimpin manusia-manusia andal dalam suatu proses tersebut, tetapi yang lebih penting
lagi adalah bagaimana kita mendapatkan kepercayaan dengan membawakan visi dan misi
yang jelas dan dapat diterima dengan perasaan lega oleh mereka yang kita ajak untuk
bersama-sama membawakannya kepada pencapaian tujuan yang disepakati.
Untuk melihat "reformasi" dalam suasana " globalisasi" sekarang ini, kita
harus bisa belajar hidup dalam keadaan khaos, mencoba hidup tenang, dan tidak mencari
kebenaran karena hal itu tidak akan ketemu. Kita harus secara dinamis menguasai atau
menciptakan masa depan dan tidak mengambil sikap menunggu untuk sekedar menjawab
tantangan yang dikeluarkannya.
Globalisasi dan Desentralisasi,
14
Kemajuan yang terjadi pada masa globalisasi dan desentralisasi sekarang ini
sesungguhnya merupakan suatu perubahan sosial yang cepat dan menarik. Dalam suatu
sistem sosial, secara sederhana diperlukan kebutuhan-kebutuhan fungsional dasar yang
sangat minimal untuk memungkinkan terjadinya interaksi antar berbagai status dan
peranan masing-masing. Untuk menghantar terjadinya perubahan sosial yang
menguntungkan, kebutuhan-kebutuhan fungsional tersebut harus tersedia atau
disediakan. Pertama, adalah kebutuhan dasar manusia, keluarga dan masyarakat yang
sangat esensial seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, kesehatan dan pendidikan.
Kedua, adalah kebutuhan dukungan dari berbagai sistem sosial lain yang
ada. Untuk itu diperlukan pemikiran-pemikiran agar ada kesediaan yang memadai untuk
saling memberi atau membangun dukungan sosial yang sekaligus dapat memenuhi
kebutuhan dasar untuk aktor-aktor dalam perubahan sosial maupun untuk anggota
masyarakat pengikut lainnya.
Dalam kondisi seperti itu setiap lembaga masyarakat memerlukan dukungan
sumber daya manusia yang mampu mengembangkan inovasi, berkreasi, dan bisa
merangsang pemenuhan kebutuhan internal maupun yang bisa menuntun kearah
penyesuaian diri terhadap perubahan eksternal yang terjadi dalam suasana dan
lingkungan baru yang cepat dan makin global tersebut. Dukungan sumber daya manusia
yang "unggul" itu harus bisa menjadi pendorong motivasi dan memberikan tuntunan
pada setiap tahapan agar setiap aktor dalam lembaga tersebut dapat mempersiapkan
lembaga atau organisasinya dalam era yang berubah. Kesiapan lembaga tersebut harus
mendahului suasana zaman yang berubah dan tetap mendorong lembaga itu
menghasilkan produk-produk yang memenuhi permintaan dan selera pasar yang
berkembang dengan pesat. Apabila tidak demikian halnya, maka peranan lembaga itu
akan habis ditelan oleh perubahan yang penuh dengan tantangan.
Perubahan Kelembagaan
Melihat adanya perubahan tersebut diperlukan berbagai dukungan yang luas
seperti manusia yang unggul, manajemen dan kemampuan komunikasi untuk
menangkap nuansa baru dari perubahan sosial yang sekaligus disertai dengan arus
globalisasi yang sangat dahsyat. Dukungan sumber daya manusia diperlukan untuk
memungkinkan dikembangkannya ide-ide baru yang segar yang bisa menangkap
“mimpi” dan “cita-cita” masyarakat dengan visi yang jauh kedepan melampaui
jamannya. Dilain pihak, manusia unggulan itu memerlukan dukungan manajemen
unggul dan berani mengimplementasikan berbagai gagasan yang kadang-kadang tidak
masuk akal pada jamannya. Menurut banyak ahli, gagasan-gagasan seperti itu biasanya
mati sebelum lahir, padahal sesungguhnya tidak boleh dimatikan tetapi harus ditunggu
waktunya yang tepat, istilahnya‘put on ice’.
Karena itu, diperlukan dukungan komunikasi untuk memberdayakan
seluruh kekuatan internal dan membantu mempersiapkan masyarakat untuk menghayati
nuansa baru yang berkembang. Dengan dukungan pemberdayaan melalui komunikasi
itu dirangsang terjadinya proses institusionalisasi secara internal yang mungkin saja
harus disertai dengan pengembangan visi yang jauh kedepan, perubahan struktur
organisasi, perubahan falsafah dasar lembaganya, reorientasi personilnya, pembaharuan
kekompakan mereka dalam tim yang sanggup menghasilkan produk berkualitas serta
15
cara-cara pemasaran produknya dalam dunia yang makin tidak dibatasi dengan dindingdinding
kaku yang bersifat fisik, sosial dan budaya, dunia yang makin terbuka.
Langkah-langkah itulah yang sekarang ini sedang terjadi pada tingkat
daerah. Banyak lembaga-lembaga pusat yang karena perubahan sentralisasi menjadi
desentralisasi harus mengalami restrukturisasi secara total. Langkah-langkah
restrukturisasi itu pada beberapa kalangan menimbulkan kegoncangan sedangkan pada
kalangan lain menimbulkan harapan bahwa secara eksternal diperlukan orientasi yang
berani pada kekuatan kelembagaan dalam upaya tim yang mampu menghasilkan karya
nyata dengan kualitas tinggi sebagai yang diinginkan oleh masyarakat luas.
Dari kenyataan itu, para pimpinan lembaga menganut pendekatan visionary
leadership dengan “memanu siakan manusia" dalam lembaganya dengan lebih banyak
mengembangkan kekompakan tim dengan wawasan yang jauh kedepan. (Prof. Dr.
Haryono Suyono, Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan)-SDM-2192002.
16
PERANAN IBU MENDIDIK ANAK
DALAM ERA GLOBALISASI
Dalam abad ke dua puluh satu ini di seluruh dunia terdengar nyaring genderang
reformasi ditabuh bertalu-talu. Peristiwa ini menempatkan setiap Ibu rumah tangga
dalam persaingan yang dahsyat antara komunikasi dunia yang gegap gempita dan urusan
pendidikan anak yang sangat menantang. Disatu pihak setiap Ibu berusaha menanamkan
nilai-nilai agama dan budi pekerti luhur melalui pendidikan anak-anaknya untuk
membangun kemampuan untuk masa depan yang penuh kedamaian, kasih sayang dan
saling menghargai, dilain pihak semua orang dihadapkan pada fenomena lapangan yang
penuh dengan saling fitnah, saling hujat, saling hantam, dan saling bunuh.
Makin kita renung kehidupan ini makin kita bertanya apakah benar bahwa dalam
alam globalisasi yang marak, sistem komunikasi yang luar biasa, yang membuat setiap
negara di dunia saling berdempetan tanpa jarak, tanpa pembatas, harus diisi dengan
pergumulan, atau dengan peristiwa liar yang “menular” atau “ditiru” dengan lebih
dahsyat agar bisa menghiasi halaman-halaman media massa dunia yang gemar peristiwa
gemerlapan. Kalau semua itu yang dikehendaki sebagai tontonan yang menarik, bisa saja
perseteruan yang berawal dari konflik individu di besar-besarkan menjadi perhatian
dunia yang mengasyikkan. Konflik yang semula terjadi dalam tataran sederhana, di
kalangan yang sangat pribadi, bisa dengan mudah “dicuatkan” melebar dalam jajaran
yang sangat luas. Dengan kata lain, melalui corong yang membesarkan gema, bisa saja
“tetesan kecil” dengan mudah disulap menjadi “gr ojogan” yang maha dahsyat dan
mungkin saja oleh banyak orang bisa dianggap lebih “mengasyikkan”.
Dalam merenung kita bertanya, apa tidak bisa kita ini menggaungkan sesuatu
yang baik, mungkin masih kecil, dan belum tentu menarik, menjadi suatu peristiwa
dahsyat yang sangat menarik. Kita sungguh bersyukur, Ibu Megawati Soekarnoputri,
Presiden RI, berkenan menghadiri peringatan Hari Kartini di Solo 21 April 2002.
Dalam kesempatan yang berbahagia itu beliau berkenan menyerahkan beberapa
perangkat hadiah Tabungan Belajar Mandiri kepada para siswa SMU, SMK, dan MA,
yang biarpun berasal dari keluarga kurang mampu, tetapi mempunyai prestasi menonjol
di kabupatennya. Hadiah Tabungan Belajar Mandiri itu disediakan oleh Yayasan
Damandiri untuk masing-masing siswa senilai Rp. 300.000,-.
Peristiwa itu mungkin kecil, tetapi untuk mendapatkan hadiah tabungan yang
sangat berharga itu setiap siswa tidak saja tabah dan mempunyai kepercayaan diri yang
tinggi, tetapi harus belajar giat dan rajin membaca. Setiap siswa anak keluarga kurang
mampu bisa mengikuti program yang digelar di kawasan timur Indonesia itu melalui
sekolah-sekolahnya. Mereka harus menonjol dalam berbagai mata pelajaran, mempunyai
prestasi unggul diatas angka rata-rata teman-teman sesekolahnya, atau diatas rata-rata
teman-teman anak keluarga kurang mampu lainnya.
Di sekolah masing-masing anak-anak putri itu, Kartini masa depan, harus
mengikuti kuis untuk mendapatkan pencalonan sekolahnya. Setiap bulan calon-calon itu
dibawa oleh Kepala Sekolah atau guru mereka untuk mengikuti pemilihan pada tingkat
kabupaten/kota. Di tingkat kabupaten atau kota mereka diadu dengan teman-teman dari
sekolah lainnya. Kalau terpilih, di setiap kabupaten/kota, untuk wilayah Jawa Tengah
Yayasan Damandiri menyediakan 5 (lima) tabungan melalui mitra kerjanya. Di daerah
17
sekitar Surakarta, yaitu Sragen, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Tabungan Belajar Mandiri
itu disalurkan melalui BPR YIS, BPR Nusamba, Bank Bukopin, dan BPD Jateng.
Disamping menyerahkan dana Tabungan Belajar Mandiri, Ibu Megawati sempat
juga menyerahkan paket Pundi dan Warung Sudara untuk Ibu-ibu yang bekerja keras
membangun ekonomi kerakyatan. Ibu Mega mungkin saja tidak banyak bercerita tentang
ekonomi kerakyatan, tetapi dengan penyerahan secara simbolis paket-paket itu di Solo,
usaha ekonomi kerakyatan itu makin bergulir.
Yayasan Damandiri yang selama ini membantu pengentasan kemiskinan dengan
santunan kepada tidak kurang dari 13,9 juta keluarga yang dilatih menabung dan belajar
mempergunakan dana untuk usaha produktip akan menindak lanjuti usaha Presiden
tersebut.
Paket pengembangan Pundi, atau pembinaan usaha mandiri merupakan
dukungan bimbingan dan dana untuk usaha dalam berbagai bidang yang menghasilkan
untung bagi ibu-ibu yang ingin membangun keluarga sejahtera secara mandiri. Program
ini mendapat dukungan Ibu Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Kepala
BKKBN karena mengutamakan pemberdayaan sasaran kaum ibu yang diharapkan akan
menjadi tiang penyangga yang handal dalam keluarganya.
Disamping paket pengembangan Pundi, diserahkan juga oleh Ibu Megawati
beberapa paket pengembangan Warung Sudara, atau Warung dengan sistem usaha
damai sejahtera yang merupakan paket bimbingan dan kredit untuk membuka warung,
dan memberi semangat kepada masyarakat sekitarnya untuk memanfaatkan warung itu
sebagai sarana membangun masyarakat sejahtera dengan penuh kedamaian dan
kesejahteraan. Pengembangan Warung Sudara yang diselenggarakan oleh Yayasan
Indra ini, selain mendapat dukungan dari Pemerintah Daerah setempat, juga mendapat
dukungan dari Yayasan Damandiri dan berbagai perusahaan yang secara langsung
sangat berkepentingan menyalurkan barang-barang produksinya ke pasar konsumen
dengan harga yang terjangkau.
Kita bersyukur Hari Kartini tahun 2002 penuh makna dan konkrit. Ibu-ibu yang
mempunyai usaha produktip diharapkan tidak saja akan menjadi makin dinamik, tetapi
sekaligus menjadi Kartini modern dalam era globalisasi, yang akan menjadikan dirinya
contoh dengan ikut mendidik anak-anak bangsa dalam sistem Broad-Base Education,
menjadikan setiap anak belajar kewirausahaan yang handal untuk masa depannya yang
lebih baik. Mudah-mudahan membawa berkah. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Pengamat
Masalah Sosial Kemasyarakatan). – Pengantar-Ibu-2242002.
18
MENINGKATKAN KUALITAS GENERASI MUDA
Minggu ketiga Januari 2003, Pimpinan Pengurus Pusat Himpunan Pandu dan
Pramuka Wreda (Hipprada) diterima oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat
(Menko Kesra), Drs. Jusuf Kalla, dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
(Meneg PP), Ibu Sri Redjeki Sumarjoto, SH., di kantor masing-masing di Jakarta.
Pertemuan yang berlangsung dengan penuh keakraban itu telah membahas upaya-upaya
peningkatan kualitas generasi muda, khususnya upaya meningkatkan peranan Hipprada
dan Gerakan Nasional Pramuka dalam pemberdayaan masa depan dan pengembangan
watak generasi muda.
Disampaikan dalam pertemuan itu bahwa salah satu upaya yang akan dilakukan
bersama oleh Hipprada, Gerakan Nasional Pramuka, dan Yayasan Damandiri adalah
mengembangkan program latihan untuk para Pembina Pramuka di beberapa propinsi
terpilih. Melalui latihan ini para pembina akan disegarkan kemampuannya dalam tehniktehnik
kepramukaan. Disamping itu para pembina akan dipersiapkan agar mampu
mengembangkan kegiatan bhakti Pramuka yang makin luas cakupannya. Para pembina
akan dilatih untuk mengembangkan program-program yang memungkinkan generasi
muda makin peka dan peduli terhadap kebutuhan masyarakat luas, terutama pada sesama
generasi muda yang kurang beruntung di kampung dan desa tempat tinggalnya.
Para Pembina akan dipersiapkan agar mampu mempersiapkan anggota Pramuka
yang berkualitas, makin peduli, mahir serta sanggup mempersiapkan, mengembangkan
dan mengelola program dan kegiatan dalam bidang kesehatan, terutama kesehatan
reproduksi, menghadapi godaan narkoba dan tantangan di bidang kesehatan lain yang
bakal dihadapi dalam abad ke 21 yang penuh tantangan sekarang ini. Para pembina akan
disiapkan pula untuk mengembangkan dan membina anggotanya tetap belajar menuntut
ilmu sebagai bekal menghadapi masa depan yang kompetitif. Mereka juga akan dilatih
untuk makin menguasai ketrampilan dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan usaha
ekonomi produktif dan mandiri.
Sementara itu disampaikan pula bahwa kegiatan yang akan dijadikan salah satu
andalan adalah melatih anak didik Pramuka untuk makin memupuk rasa solidaritas antar
kawan melalui upaya pengembangan Gerakan Sadar Menabung. Para anggota Pramuka
yang sekaligus siswa SD, SLTP dan SMU dari keluarga kurang mampu akan diusahakan
untuk memperoleh bantuan beasiswa yang disalurkan sebagai tabungan bagi setiap siswa
yang menerimanya. Untuk menambah tabungan para siswa yang kurang beruntung itu,
siswa lain, dan orang tua yang lebih mampu atau lembaga yang lebih mampu, akan
dihimbau untuk memberikan bantuan kepada siswa anak keluarga kurang mampu itu
dengan mengisi tambahan pada buku tabungan yang dimiliki oleh setiap siswa.
Karena tabungan itu dilakukan melalui Bank yang ada di daerah masing-masing,
maka bantuan penambahan sumbangan bisa disalurkan langsung kepada Bank yang
bersangkutan dengan perintah untuk disalurkan langsung kepada anak-anak yang
dipilihnya melalui tabungan masing-masing. Setiap penyumbang bisa melakukan kontrol
langsung melalui laporan bank yang bersangkutan.
Disampaikan bahwa pada awal tahun 2003 segera akan disalurkan bantuan
beasiswa kepada 50.000 anak-anak SD dari berbagai propinsi melalui Lembaga GN
OTA. Disamping itu akan disalurkan bantuan ProgramBelajar Mandiei kepada anak19
anak SMU, SMK dan MA tidak kurang dari 30.000 - 50.000 anak-anak keluarga kurang
mampu melalui Bank-Bank mitra kerja Yayasan Damandiri. di kawasan timur Indonesia.
Tidak kurang dari 2.000 siswa drop out juga akan mendapat bantuan melalui beberapa
BPR yang ditunjuk.
Anak-anak keluarga kurang mampu yang menerima bantuan secara otomatis
akan mengikuti gerakan sadar menabung. Kepada anak keluarga yang lebih mampu dan
membuka tabungan pada Bank peserta, kepadanya diberikan bonus secara khusus yaitu
kesempatan untuk mengajak temannya yang kurang mampu. Setiap anak yang membuka
tabungan dengan dana sendiri bisa menunjuk satu orang siswa dari keluarga kurang
mampu untuk menjadi mitranya dalam menabung. Tabungan pertama dari anak-anak
yang dijadikan mitra itu akan diisi oleh lembaga yang bekerjasama seperti tersebut
diatas. Dengan kata lain, seorang anak dari keluarga mampu mulai menabung, maka
secara otomatis dia memberi kesempatan kepada temannya untuk ikut serta menabung
dengan tabungan awal gratis. Beli satu dapat dua.
Pendekatan kedua dari gerakan ini adalah melalui gerakan nasional Pramuka.
Para anggota Pramuka anak keluarga mampu akan dianjurkan untuk menabung pada
Bank peserta. Seperti pendekatan melalui sekolah, bagi setiap anggota Pramuka yang
mulai menabung, yang bersangkutan bisa mengajak seorang anggota Pramuka lain yang
kebetulan anak keluarga kurang mampu untuk menabung. Tabungan awal dari anak
keluarga kurang mampu yang diajak itu ditanggung oleh kerjasama gerakan sadar
menabung seperti tersebut diatas. Disini juga berlaku, beli satu dapat dua.
Pendekatan ketiga yang ditempuh adalah dengan memberi kesempatan kepada
para nasabah Bank yang mendapatkan kredit untuk usaha produktip. Setiap nasabah
yang mendapat fasilitas kredit diharapkan mulai membuka tabungan pada Bank yang
memberikan kredit. Setiap nasabah yang membuka tabungan berhak menunjuk seorang
anak dari keluarga kurang mampu yang menjadi langganannya, atau tetangganya, untuk
mulai membuka tabungan juga. Setiap nasabah diminta menunjuk seorang anak calon
penabung dari keluarga kurang mampu, dengan harapan kalau nasabah itu mendapat
untung bisa membagi untungnya untuk mengisi tambahan tabungan untuk anak keluarga
kurang mampu yang diangkat dengan tabungannya tersebut. Proses itu diharapkan dapat
menciptakan kesempatan menikmati kesejahteraan yang lebih merata.
Untuk meningkatkan motivasi bagi para penabung, Bank-bank peserta gerakan
sadar menabung berjanji memberikan bonus berupa undian, sekali setiap tiga bulan
dengan hadiah-hadiah yang menarik, seperti mobil, sepeda motor, beasiswa dan hadiah
berupa uang tunai yang ditambahkan pada tabungan para penabung.
Atas pemaparan program tersebut kedua Menteri memberikan apresiasi dan
saran-saran untuk penyempurnaannya. Diharapkan pengembangan generasi muda yang
direncanakan itu dapat berjalan lancar. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Pengamat Masalah
Sosial Kemasyarakatan) – Pengantar-Perluasan-2712003
20
PAHLAWAN PEMBANGUNAN
Hari Pahlawan 2001 diperingati. Peringatan Hari yang sangat bersejarah ini
bersamaan waktu dengan berakhirnya Sidang Tahunan MPR 2001. Kebersamaan itu
membawa makna yang mendalam. Kita memberi hormat yang sangat tinggi dan terima
kasih yang tidak terhingga kepada para pendahulu. Mereka berjuang dengan darah,
nyawa serta kemampuan intelektual mengantar bangsa yang kita cintai ini kepintu
gerbang kemerdekaan. Kita juga memberi hormat kepada para anggota MPR yang
berjuang dengan gigih agar para pemimpin dan mereka yang kita harapkan mengisi
kemerdekaan bekerja dengan penuh kesungguhan dan tanggung jawab yang transparan
kepada rakyat yang dipimpinnya.
Sidang Tahunan MPR 2001, yang diadakan dalam suasana reformasi yang
demokratis mempunyai arti yang sangat penting. Para anggota yang terhormat
membicarakan topik bahasan yang cukup rumit. Banyak anggota masyarakat yang
kadang terkejut-kejut karena kita seakan-akan sedang melihat suatu tontonan mirip film
Holywood buatan Amerika. Ada yang langsung berteriak bahwa tontonan itu tidak
pantas dipertunjukkan.
Sebagai bangsa yang menganut adat ketimuran yang halus, tontonan itu dianggap
memalukan dan tidak pantas dipertunjukkan oleh para anggota yang terhormat. Kata
mereka bangsa ini menangis dan sedih melihat para pemimpinnya bertingkah seperti
preman. Mereka mengeluh bahwa phenomena yang terjadi sudah kebablasan dan tidak
terkendali. Ada lagi yang kawatir bahwa kita terperangkap dalam suatu persiapan
“Perang Saudara” seperti Baratayuda.
Tetapi ada pula yang diam-diam bergumam, kita sedang belajar budaya baru
yang tatanannya belum kita atur dengan rapi atau setidaknya belum kita pahami
bersama. Mereka menganggap apa yang sedang terjadi sebagai suatu peristiwa biasabiasa
saja. Mereka mengajak semua pihak agar dengan kepala dingin dan bijaksana
menyambut budaya baru itu dengan tetap tenang, tidak usah terburu-buru emosi untuk
merubah segalanya dalam sekejap. Dengan tetap memegang semangat persatuan,
kesatuan serta kebersamaan kita bangun bersama bangsa yang kita cintai ini dalam
suasana damai yang indah penuh kesejukkan.
Dalam memperingati hari yang sangat penting ini kami menghimbau agar semua
pihak menyegarkan dan memperkuat komitmen untuk mengembangkan restrukturisasi
dan rekapitalisasi sosial yang menyangkut bidang-bidang kesehatan, KB, pendidikan,
serta berupaya keras menjamin dan memberi kesempatan semua pihak untuk
berpartisipasi dalam pembangunan dengan kerja keras, terhormat dengan diiringi
keimanan dan ketaqwaan yang mendalam kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Restrukturisasi dan rekapitalisasi sosial itu sangat diperlukan untuk menjamin
pengembangan sumber daya manusia yang handal, yang sanggup menghantar bangsa ini
menjadi bangsa yang jaya dan sejahtera. Mereka kita harapkan menjadi pahlawan
pembangunan masa depan.
21
Kita tidak boleh iri kepada para pahlawan masa lalu yang namanya selalu
disebut dan diingat manakala kita memperingati Hari Pahlawan. Kita harus menyambut
seluruh peristiwa itu dengan rasa syukur, komitmen dan usaha baru yang jauh lebih gigih
dengan terus menerus bekerja keras mengisi kemerdekaan dengan karya nyata. Jaman ini
adalah suatu era modern dimana setiap pejuang harus bekerja keras mengembangkan
budaya penghargaan yang tinggi terhadap harga diri manusia, kesejahteraan dan
hak-hak azasi manusia pada umumnya.
Oleh karena itu kita harus menyambut Hari Pahlawan 2001 dengan memihak
pada usaha-usaha konkrit yang dilakukan oleh tokoh-tokoh kependidikan, para sesepuh,
orang tua, para guru dan banyak pihak yang usahanya dalam mencerdaskan bangsa tidak
dapat kita nilai harganya. Kita mengharapkan agar generasi muda menyambut
kesempatan mengenang para pahlawan dengan belajar giat seraya selalu menghargai
jasa para pahlawannya.
Disamping itu, kita harus memberi hormat yang tinggi terhadap para pejuang
yang dengan gigih memihak dan memberikan pelatihan yang melelahkan kepada para
penduduk miskin, tua muda, di pedesaan. Bukan seperti pahlawan dimasa revolusi,
mereka tidak menyiapkan negara baru. Mereka menyiapkan manusia baru dari sisa-sisa
kebangkrutan masa lalu yang belum bisa kita selesaikan sampai sekarang. Mereka
menyiapkan manusia-manusia pembangunan yang handal dan sanggup menjadi tiang
penyangga negara dan bangsa yang kita perjuangkan selama ini.
Kami ingin mengajak semua pihak untuk melihat betapa banyaknya anak-anak
muda remaja kita, yang karena miskin, tidak dapat meneruskan pendidikannya. Dimasa
lalu, kalau kita miskin, bisa tetap tinggal di desa, mengerjakan sawah dan ladang warisan
orang tua. Tetapi, kini, karena pertumbuhan penduduk yang sangat cepat dimasa lalu,
serta sistem warisan yang selalu membagi habis sawah-sawah peninggalan orang tua,
sawah dan ladang untuk setiap keluarga menjadi sangat sempit. Atau bahkan tidak
tersisa lagi. Anak-anak muda tidak lagi mempunyai sawah atau ladang untuk
dikerjakannya di desa.
Kesulitan anak muda untuk tetap tinggal di desanya itu tidak sederhana. Sistem
warisan masih ditambah lagi dengan praktek-praktek lain yang merugikan petani di desa.
Masalah-masalah itu, biarpun sering dibahas, belum seluruhya tuntas diselesaikan.
Sistem kredit yang lebih banyak merugikan petani, membuat para petani terpaksa
menjual sawah ladangnya untuk membayar hutang yang tidak pernah mereka nikmati.
Suasana keberpihakan para pengusaha bukan kepada manusia, si petani, tetapi kepada
produksi dan keuntungan yang dapat diraihnya. Petani hampir selalu dirugikan. Setiap
pengusaha yang “berdagang” atau “membuka industri” di perdesaan hampir selalu tidak
meningkatkan kesejahteraan penduduknya, tetapi lebih tertarik kepada bagaimana
mengambil untung yang sebesar-besarnya dari eksploitasi manusia yang tidak berdosa.
Kita sangat sedih. Biarpun banyak dilakukan upaya-upaya yang akan atau telah
menguntungkan para petani, sampai sekarang para petani dan penduduk miskin pedesaan
masih tetap menjadi bagian termiskin dari negara tercinta ini. Kita belum berhasil
memotong lingkaran setan yang menyengsarakan itu. Sebabnya sangat sederhana.
Umumnya berbagai program itu tidak banyak memihak kepada petani di desa, manusia
lemah dan tidak berdaya. Hampir semua orientasinya adalah bagaimana mengambil
untung sebesar-besarnya, dengan ongkos serta pengorbanan yang sekecil-kecilnya, kalau
22
ada. Rakyat yang lemah tidak menjadi subyek pembangunan, tetapi sekedar obyek yang
lemah. Sungguh sangat menyedihkan.
Mempersiapkan Pahlawan
Dimasa lalu pahlawan muncul secara spontan karena situasi dan kondisi yang ada
di sekitarnya. Pahlawan itu menjadi besar karena mampu menanggapi situasi dan kondisi
yang ada dengan kebijaksanaan yang dapat diterima oleh kelompoknya. Karena
kemampuannya bekerja keras bersama rakyat mereka tumbuh membawa kelompoknya
bertahan, maju dan jaya. Bersama kelompoknya mereka gigih dan sanggup menanggapi
situasi dan kondisi gawat dengan pengorbanan yang ikhlas. Pemimpin dan pahlawan itu
adalah pemimpin berbakat dan alamiah.
Dalam mengisi kemerdekaan sekarang, kita tidak selalu bisa menemukan
pemimpin alamiah yang tumbuh sesuai dengan tuntutan jaman seperti itu. Kita bisa
menyiapkan pemimpin dan pahlawan seperti itu. Itulah sebabnya kita angkat jempol
kepada berbagai lembaga pendidikan, sekolah, dan perguruan tinggi yang mempunyai
kepedulian tinggi untuk menyatu dengan masyarakat serta membawa masyarakat itu
kejenjang yang lebih terhormat. Mereka terjun dalam kegiatan Kuliah Kerja Nyata
(KKN), Kuliah Kerja Usaha (KKU), dan kegiatan kemasyarakatan lainnya.
Salah satu yang menarik adalah apa yang sedang dikerjakan oleh Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) di Surakarta. Dalam Fakultasnya
mereka mempunyai kegiatan kemahasiswaan yang didukung oleh seluruh komponennya
untuk menyantuni para pengusaha kecil menengah di pedesaan. Mereka bersama-sama
mempelajari hal-hal yang bisa mengantar mereka menjadi pengusaha yang sanggup
bersaing dengan masyarakat global yang menantang. Mereka mengantar penduduk
miskin di pedesaan menjadi manusia unggul untuk mampu mengarungi suasana
globalisasi yang dahsyat.
Fakultas Ekonomi ini tidak puas dengan mendidik anak muda calon-calon
sarjana ekonomi yang handal. Mereka membuka program D3 yang secara sederhana
memberi kesempatan kepada anak-anak dari wilayah sekitarnya untuk menjadi
mahasiswa dalam jangka waktu yang lebih pendek. Waktu yang lebih pendek itu mereka
perlukan karena mereka tidak yakin apakah secara ekonomis mampu bertahan di
Perguruan Tinggi dalam jangka waktu lebih panjang. Dengan masa kuliah yang lebih
pendek mereka berharap bisa segera kembali ke masyarakat untuk membantu orang tua
dan mempersiapkan dirinya menjadi manusia yang mandiri.
Para pengasuh dan dosennya, seperti Drs HM Amien Gunadi MP, Teguh
Wibowo, SE, dan banyak lagi, yang semasa mereka menjadi mahasiswa, lima sepuluh
tahun lalu, telah ikut terjun dalam kegiatan KKN dan KKU, serta banyak bergaul dengan
masyarakat dan keluarga miskin, sadar akan tuntutan dan kebutuhan mahasiswa dan
masyarakat sekitarnya. Mereka tidak saja membekali para mahasiswanya dengan ilmu
yang mutakhir, tetapi mengajak mereka bergaul akrab dengan dunia nyata.
Para mahasiswa diperkenalkan kepada para pengusaha kecil, menengah dan
besar di sekitarnya. Mereka diajak belajar praktek, meneliti, serta apabila perlu magang
kepada pengusaha-pengusaha yang dianggap berhasil. Bahkan para mahasiswa ditantang
untuk belajar kepada para pengusaha yang sedang “bingung” karena tidak selalu mampu
menangkap aspirasi dan tuntutan pasar. Para mahasiswa ditantang untuk “secara
23
ilmiah” ikut menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh para pengusaha kecil dan
menengah itu.
Mahasiswa yang menerima teori dan mendasarkan analisis ilmiahnya pada tren
bisnis yang digelar berdasarkan hasil pembukuan yang rapi menjadi binggung. Pada
umumnya para pengusaha kecil di desa tidak mempunyai catatan pembukuan cash flow
atas usahanya. Mereka mencatat segala transaksinya dengan daya ingat lisan dan
kepercayaan. Tetapi para dosen, yang pernah dibesarkan dilapangan, tidak kehilangan
akal. Mereka menganjurkan kepada para mahasiswa untuk dengan sabar bekerja dengan
para pengusaha mengenal sistem pembukuan “kiak kiuk”. Manajemen pembukuan
“kiak kiuk” adalah suatu sistem pembukuan yang dicipta atas dasar cerita tentang
transaksi uang masuk, utang, hasil penjualan, uang keluar, cicilan utang, ongkos bahan
baku, dan sebagainya, yang dilakukan pengusaha setiap hari. Atas dasar cerita itu para
mahasiswa harus bisa menterjemahkannya menjadi suatu catatan cash flow sederhana
dan mudah dipahami.
Dengan bahasa dan cara sederhana itu para mahasiswa diajak bergaul dengan
masyarakat dengan cara penuh simpati. Dengan pendekatan itu para pengusaha kecil
yang menjadi mitranya bertambah yakin bahwa mahasiswa tidak “mengguruinya”,
tetapi justru menjadi sahabat atau teman kerja terpercaya. Mereka mencurahkan segala
uneg-unegnya untuk mendapat bantuan. Bahkan mereka rela produknya kemudian
muncul dalam situs-situs yang dikarang oleh para mahasiswa yang sedang belajar
praktek membuat situs di internet kampus mereka.
Kegiatan para mahasiswa menjadi makin “membumi”. Dilapangan mereka
kagum bahwa rakyat kecil yang tidak lulus Perguruan Tinggi, SMU atau bahkan tidak
lulus SLTP, mampu menciptakan inovasi yang tidak ada tandingannya. Mereka
menciptakan produk-produk yang mampu menarik minat pasar. Lebih mengagumkan
lagi, apabila usaha para pengusaha ini maju, mereka mengajak anak-anak muda di
kampungnya untuk ikut menjadi “karyawan magang”, membantu memperluas
perusahaannya. Mahasiswa yang nantinya akan menjadi pemimpin bangsa itu makin
yakin bahwa dalam era globalisasi yang sangat dahsyat persaingannya ini akan dapat
disongsong oleh masyarakat Indonesia kalau mereka menyatu dengan masyarakat luas.
Mereka akan berhasil kalau bisa memelihara kebersamaan dan mengisi kemerdekaan ini
dengan belajar giat, bekerja keras dan memelihara persatuan dan kesatuan. Mereka yakin
bisa mengisi kemerdekaan dengan cara yang sangat membumi itu.
Selamat memperingati Hari Pahlawan 2001, semoga Tuhan Yang Maha Esa
memberkati para pahlawan yang mulia tersebut. Semoga mucul pahlawan-pahlawan
pembangunan baru yang sanggup mengangkat harkat dan martabat bangsa dengan
bekerja keras dan tetap memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Pahlawan-10112001
(Prof. Dr. Haryono Suyono, Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan).
1
MEMBANGUN KOPERASI YANG DINAMIS
Hari Kamis tanggal 12 Juli 2001 silam kita memperingati Hari Koperasi 2001.
Peringatan Hari Koperasi itu hampir bersamaan dengan peringatan Hari Kependudukan
Dunia tanggal 11 Juli 2001, satu hari sebelumnya. Kedua hari yang penting itu
mempunyai kesamaan ideal pada tujuan dan sasarannya, yaitu memberdayakan setiap
penduduk, setiap orang, agar menjadi sesosok yang berkualitas untuk dapat
berpartisipasi dalam pembangunan secara penuh dan akhirnya ikut menikmati hasil
pembangunan secara adil sesuai dengan sumbangannya.
Kedua hari yang sangat bermakna terhadap hakekat kemanusiaan itu harus kita
sambut sebagai momentum untuk menggugah komitmen dan partisipasi masyarakat
secara luas dalam pembangunan sumber daya manusia yang andal. Setiap penduduk
harus diberdayakan agar berperan sebagai pelaku pembangunan ekonomi kerakyatan
yang dinamis. Koperasi adalah wadah dan tatanan ekonomi dimana peranan penduduk
sebagai pelaku utama menjadi ciri yang menonjol. Koperasi akan jaya kalau partisipasi
dari seluruh anggotanya dilakukan secara profesional, aktip dan dinamis.
Dengan penduduk yang berkualitas akan bisa dikembangkan koperasi yang
dinamis, karena setiap anggotanya, baik secara sendiri maupun dalam kesatuan
kelompok koperasi, bisa memberi sumbangan terhadap kemajuan koperasinya. Setiap
penduduk anggota koperasi mempunyai hak untuk ikut menentukan arahan melalui
rapat-rapat anggota atau mekanisme lain dalam koperasinya. Koperasi adalah wujud
nyata dari demokrasi ekonomi yang arahnya ditentukan oleh anggota, kekuatan geraknya
ditentukan oleh anggota, dan hasil-hasilnya kelak, bisa dinikmati secara adil oleh
anggotanya. Oleh karena itu alangkah indahnya apabila Hari Koperasi 2001 dan Hari
Kependudukan Dunia tersebut dijadikan momentum untuk merangsang semua pihak
mengembangkan kualitas penduduk, baik sebagai anggota koperasi atau bukan.
Dikemudian hari mereka yang belum menjadi anggota koperasi harus kita rangsang
menjadi anggota. Lebih dari itu setiap anggota koperasi harus bisa menjadi contoh dalam
mengembangkan suasana gotong royong saling membantu sesamanya. Setiap anggota
dituntut untuk bisa memberikan sumbangan positip dalam bentuk usaha dengan kualitas
yang tinggi. Upaya pemberdayaan penduduk dalam suasana yang serba sulit sekarang ini
harus diberi makna dengan menyerap falsafah koperasi yaitu dengan mengajak sebanyak
mungkin penduduk untuk segera bergabung dalam gerakan koperasi. Melalui koperasi
setiap penduduk dibantu pemberdayaannya untuk mampu berusaha mengatasi masalah
yang dihadapinya. Dengan dukungan itu bisa dihilangkan kesenjangan yang sekaligus
meredakan ketegangan sosial yang berbahaya.
Lebih lanjut momentum yang unik ini bisa dijadikan awal dari budaya baru
bahwa pengembangan mutu sumber daya manusia adalah bagian penting dari pembinaan
keanggotaan koperasi. Keanggotaan yang profesional sekaligus juga bisa menepis
anggapan bahwa keanggotaan koperasi “bukan kesertaan pasip”, tetapi sebaliknya,
2
keanggotaan koperasi adalah justru mengandung komitmen untuk berbuat yang terbaik
bagi koperasinya.
Koperasi harus bisa membantah tuduhan bahwa bangsa ini telah kehilangan ciri
gotong royong dan ketimurannya yang penuh dengan persahabatan. Karena itu untuk
memberdayakan keluarga yang kebetulan kurang beruntung, seperti mereka yang
terkena musibah, mereka yang terkena limbah kerusuhan, atau terkena akibat krisis
multidemensi yang berkepanjangan, koperasi harus bergerak cepat menjadi pelopor
pemelihara persatuan dan kesatuan, sekaligus menggerakkan ekonomi kerakyatan.
Koperasi harus sekaligus menjadi gerakan pemersatu bangsa dan pelopor bangkitnya
kembali ekonomi skala kecil, ekonomi skala menengah, yang akhirnya bisa mendukung
berkembangnya kemitraan yang sangat kuat.
Pengembangan koperasi yang berasal dari anggota-anggota keluarga miskin yang
selama ini mendapat pembinaan dari berbagai instansi harus mendapat prioritas yang
tinggi. Upaya itu harus mendapat perhatian karena hasilnya akan bersifat ganda,
menolong bangkitnya ekonomi kerakyatan dan sekaligus membantu upaya pengentasan
kemiskinan yang lebih bersifat lestari. Koperasi dapat ditargetkan sebagai perekat
persahabatan dan kepedulian, tetapi juga sebagai pembangkit ekonomi kerakyatan yang
menjadi pemicu bangkitnya keluarga dan penduduk tertinggal.
Untuk itu program-program seperti bantuan program IDT pada tahun-tahun
1993-1997, atau program Takesra Kukesra yang masih berjalan sekarang ini, atau
penyaluran subsidi BBM untuk keluarga miskin, harus dilakukan dengan kepekaan dan
sungguh-sungguh agar para anggotanya sekaligus dikembangkan menjadi anggota
koperasi yang potensial. Koperasi, apakah diikutkan pada proses atau tidak, harus segera
bisa mengajak masyarakat sekitarnya untuk menumbuhkan simpati, minat dan kesediaan
menjadi anggota gerakan koperasi itu. Koperasi tidak boleh “merengek-rengek minta
jatah”, tetapi segera mengambil prakarsa mengangkat keluarga dan penduduk yang
berhak menerima bantuan itu dibantu dengan pemberdayaan menjadi penerima yang
aktip berusaha dan diberi kesempatan untuk maju. Koperasi harus merasa wajib
menjamin agar bantuan itu sampai kepada yang berhak dengan sebaik-baiknya, karena
kalau masyarakat sekitar mempunyai kemampuan, maka dengan lebih mudah mereka
dapat diajak membangun koperasi dengan baik dikemudian hari.
Apabila seluruh masyarakat bisa diajak membangun kelompok secara gotong
royong seperti itu dalam wujud saling peduli dengan persahabatan yang dinamis serta
menghasilkan untung untuk kepentingan bersama, maka kita telah meletakkan kembali
ciri bangsa yang bisa membangun ekonomi dalam wadah koperasi yang potensial.
Semoga dengan demikian budaya bangsa yang penuh dengan kesejukan, kedamaian dan
kemandirian akan hidup lestari dalam suasana yang penuh dinamika.
3
LEMBAGA PENDIDIKAN SEBAGAI PUSAT
PEMBERDAYAAN EKONOMI
Dalam semangat membangun secara mandiri, pendekatan pendidikan
berbasis luas, atau broad-base education approach (BBE), dengan intervensi lifeskills,
pusat-pusat pendidikan telah dianjurkan untuk segera mengembangkan
otonomi dengan tugas menghasilkan lulusan siap kerja. Dengan tuntutan itu
beberapa kampus dan pusat-pusat pendidikan menengah dan atas harus mulai
mengembangkan diri menjadi lembaga pendidikan yang otonom dan sanggup
menghasilkan lulusan yang siap kerja. Untuk itu perlu didukung strategi praktis
yang mudah dilaksanakan, karena proses pengembangan itu sangat berbeda
dengan keadaan sekarang, tidak mudah dibuat dan dilaksanakan.
Untuk memudahkan pelaksanaannya di lapangan, setiap sekolah dan perguruan
tinggi harus diberi kesempatan mengembangkan strategi dan mempelajari contoh-contoh
konkrit bagaimana mengembangkan dan melaksanakan pendekatan BBE tersebut. Setiap
sekolah dan perguruan tinggi harus tidak malu menyusun strategi dan mengambil
langkah-langkah nyata yang sederhana dan mencoba melaksanakannya.
Setiap lembaga pendidikan harus bisa mengembangkan pendekatan ekonomis
tanpa mengorbankan kualitas akademis. Agar mendapatkan partisipasi yang paripurna
dan lengkap setiap lembaga harus tetap memberi kesempatan anak-anak berbakat dari
keluarga kurang mampu untuk mengikuti pendidikan dengan kualitas prima. Karena itu
berbagai lembaga pendidikan, termasuk universitas dan sekolah swasta, harus sanggup
makin dekat dengan rakyat dan pemerintah daerahnya. Kampus atau pusat-pusat
pendidikan harus berpikir besar tetapi tidak malu mengambil langkah sederhana dan
strategis mengembangkan masyarakat di daerahnya. Pengembangan masyarakat sekitar
lembaga pendidikan itu pada saatnya akan menghasilkan kekuatan “snow ball” yang
maha besar dan tidak ada seorangpun yang sanggup menghentikannya. Apabila kekuatan
itu datang, pasti akan mampu menopang kehidupan lembaga pendidikan secara mandiri.
Berbagai universitas, seperti Unibraw di Malang, yang selama ini telah memberi
kesempatan pada para mahasiswa potensial dari keluarga kurang mampu, harus makin
gencar menarik simpati berbagai pihak yang sejalan. Universitas seperti itu harus
membuka kesempatan yang bisa menarik minat para investor sepanjang tahun untuk
terjun ke kampus mencari dan atau mendidik kader untuk perusahaannya. Kalau perlu
para investor itu diberi kesempatan “mengambil”mahasiswa potensial yang hampir
jadi, setiap waktu, dengan mengganti beasiswa dan imbalan sumbangan untuk kampus
yang memadai. Dengan cara demikian, kampus harus secara proaktip mencari dan
mengajak investor untuk membantu mendidik tenaga potensial yang segera bisa
membantu pengembangan dunia usaha dalam kerjasama yang saling menguntungkan.
4
Lembaga pendidikan tinggi seperti SMK Negeri 3 di Malang, yang minggu lalu
menjadi pusat pertemuan para Kepala SMU, SMK, dan Madrasah Aliyah sekota madya
Malang, melalui Kepala Sekolahnya, Ibu Dra. Supartini, bisa juga menjadi contoh
“Gerakan Belaj ar Mandiri” yang digelar “Yayasan Damandiri” dengan sangat
menarik untuk sekolah-sekolah lainnya. Mereka bisa mencontoh bagaimana sekolah ini
mampu memberikan pendidikan dan pelatihan ketrampilan dengan perbandingan 70-30
bagi siswa-siswanya dalam suatu lingkungan sekolah yang tertata manis dan efisien.
SMK Negeri 3, Jl. Surabaya no.1, Malang, itu telah menyulap setiap kamarnya secara
fungsional, ada ruangan yang mirip kamar hotel berbintang dengan “suite room” yang
bergaya mewah, ada “café”, ada “salon”, tetapi juga ada dapur untuk belajar memasak
tahu dan tempe, sup dan sayur lodeh, ada ruangan untuk belajar binatu, ada kamar untuk
belajar rias wajah, dan ada pula “kantor” untuk belajar manajemen suatu usaha bisnis
yang menguntungkan.
Para kepala sekolah SMU, SMK dan MA yang belum mempunyai kegiatan
seperti SMK Negeri 3 Malang tidak perlu berkecil hati. Mereka bisa belajar dan
mengambil contoh itu untuk menggagas bagaimana sistem BBE bisa diterapkan di
sekolahnya. Bahkan, kalau tidak mungkin dikembangkan di setiap sekolahnya, Kepala
Sekolah yang bijaksana bisa mengembangkan sistem “sekolah terbuka” dengan
mengajak masyarakat sekitar sekolah untuk mengembangkan unit-unit pelaksana BBE
itu di rumah keluarga sekitar sekolah di kampungnya. Dengan cara itu setiap sekolah
tidak harus bersusah payah mengembangkan unit-unit praktek di sekolahnya. Setiap
siswa dikirim ke “laboratorium” atau “tempat praktek” itu secara bergiliran. Dengan
cara itu masyarakat sekitar sekolah bisa juga ikut berpartisipasi menyumbang pendidikan
dan pelatihan anak-anaknya di sekitar sekolah kebanggaannya.
Dengan adanya unit-unit pelaksana BBE di sekitar sekolah, maka setiap sekolah
bisa mengirim anak-anak didiknya ke unit-unit usaha yang ada di sekitar sekolah di
kampungnya, sehingga seluruh anak didik bisa berpartisipasi dengan tuntas. Tentu
semuanya harus dibimbing dan diawasi seperti halnya klas-klas khusus yang dikelola
dengan baik seperti layaknya kelas SMK Negeri 3 Malang tersebut.
Pemerintah daerah, serta seluruh aparatnya, dan keluarga-keluarga yang berada
di sekitar kampus atau di sekitar pusat pendidikan bisa diajak ikut serta mengembangkan
kehidupan kampus dan kehidupan sekolah yang nyaman dan penuh kreativitas. Wilayah
sekitar kampus atau pusat pendidikan, bahkan wilayah kota dimana universitas atau
sekolah itu berada harus menjadi suatu wilayah yang “gila pendidikan”. Harus ada
upaya menjadikan kampus atau sekolah sebagai pusat pengembangan ekonomi daerah.
Para dosen, guru, mahasiswa dan siswa harus makin peduli terhadap kehidupan
pemerintahan daerah dan terhadap kehidupan masyarakat setempat. Di pusat-pusat kota
dirangsang pengembangan suasana cinta kampus atau cinta sekolah seperti adanya
toko khusus atau bagian-bagian toko yang menyediakan tanda mata yang berbau
pendidikan, toko-toko yang dikelola atau dimiripkan suasana kampus atau sekolah, dan
5
menyediakan suvenir yang mengingatkan akan kebanggaan masyarakat terhadap kampus
atau sekolahnya.
Mudah-mudahan pikiran-pikiran sederhana ini bisa merangsang pengembangan
strategi yang menyentuh hati nurani rakyat. Semoga.
6
MEMBANGUN USAHA KOPERASI
BERBASIS PUSAT PENDIDIKAN
Setiap kita memperingati Hari Koperasi, kiranya akan ada makna yang
sangat signifikan apabila dicanangkan suatu tekad baru mengajak generasi muda.
Para pelajar dan mahasiswa serta masyarakat pada umumnya untuk berbasiskan
pusat-pusat pendidikan dan pelatihan membangun usaha koperasi secara intensif.
Usaha ini harus mengajak masyarakat di sekitar pusat-pusat pendidikan dan
kampus di seluruh Indonesia untuk berkoperasi dengan mengangkat anggota
pusat-pusat pendidikan sebagai tenaga pemikir dan perancang yang handal.
Dengan usaha koperasi di sekitar pusat pendidikan dan pelatihan yang intensif itu
generasi muda dan remaja sekaligus menikmati pendidikan berkoperasi bersama
masyarakat yang bangkit menghayati makna koperasi. dan seluruh masyarakat
bangkit mengembangkan koperasi di lapangan.
Semangat. tekad dan langkah ini tepat sekali dilakukan sekarang, karena mulai
tahun ini pemerintah. melalui Departemen Pendidikan Nasional. tengah melancarkan
kebijaksanaan baru dalam pendidikan nasional di Indonesia. Mulai tahun ini pemerintah
mengetrapkan pendekatan Broad Based Education atau BBE, suatu pendekatan berbasis
luas untuk membantu agar anak didik mempunyai kesiapan yang mandasar dan lebih
lengkap untuk bisa hidup mandiri. Persiapan itu didasari pada pengenalan potensi yang
ada di daerahnya sehingga setiap siswa mempunyai pandangan yang makin tajam dan
mampu mengolah apa saja yang ada di sekitarnya. di kabupatennya. di propinsinya dan
akhirnya di tanah airnya menjadi "sesuatu yang laku jual" agar bisa menjadi modal untuk
membangun keluarga sejahtera.
Di daerah pedesaan perubahan mendasar itu harus segera disambut oleh
masyarakat dan pemerintah daerah dengan tanggapan yang positip. Sekaligus sambutan
kebijaksanaan pemerintah itu harus disambut dengan program nyata. misalnya dengan
memberikan pendidikan dan praktek hidup dengan usaha koperasi diantara pelajar, guru,
mahasiswa, dosen dan masyarakat sekitar. dengan landasan yang sama luasnya. Yaitu
pemberdayaan penduduk secara mandiri untuk menyiapkan setiap penduduk. khususnya
penduduk kurang mampu menjadi makin mandiri. dan seperti setiap anak didik di
sekolah. menjadi penduduk yang siap bekerja dalam bidang usaha yang membawa
manfaat tidak saja bagi diri pribadi tetapi sekaligus untuk kesejahteraan bersama untuk
masyarakat luas.
Karena adanya kesamaan pendekatan itu. yaitu suatu proses saling asah
saling asuh dengan penuh kasih sayang. maka setiap pejabat yang ada di daerah.
Terutama pejabat koperasi dan jajarannya. dalam rangka otonomi daerah bisa
menjadikan pusat-pusat pendidikan sebagai pusat pembangunan kehidupan berkoperasi.
Pusat-pusat pendidikan yang adalah suatu sekolah. suatu pesantren. atau bahkan pusatpusat
kursus yang ada di dalam masyarakat luas bisa menjadi pusat koperasi yang sangat
ideal.
7
Persiapan Sumber Daya Manusia
Dengan menjadikan pusat-pusat pendidikan sebagai pusat pembangunan
dan pengambangan koperasi yang baru. maka pemerintah daerah dapat segera
"menyulap" pusat-pusat itu menjadi sarana pengembangan koperasi dengan
menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan yang ada itu menjadi pencipta sumber
daya manusia yang ahli dalam bidang koperasi yang sangat diperlukan di daerah. Di
setiap wilayah. dengan pusat pendidikan sebagai titik sentralnya. maka gedung-gedung
pusat pendidikan sendiri dapat menjadi wahana untuk belajar dan memadukan prakarsa
dari para siswa dengan masyarakat di sekitarnya. Gedung-gedung sekolah dapat menjadi
wahana pendidikan perkoperasian dan wahana untuk mendidik masyarakat untuk
menjadi anggota dan pengurus koperasi yang sangat ampuh dalam mendalami
perkoperasian secara berkesinambungan. Tempat-tempat itu sekaligus bisa juga
merupakan arena untuk mengkoordinasikan dan memadukan semua kekuatan yang ada
secara melimpah dalam masyarakat luas.
Lebih lanjut dari itu. untuk mengembangkan gerakan dalam masyarakat
yang lebih luas. kita mempunyai pengalaman yang kaya di masa lalu yang tetap relevan
untuk melanjutkan pembangunan di kawasan sekitar pusat-pusat pendidikan. Kekayaan
itu adalah adanya pada tingkat pedesaan organisasi kuat yang berakar dikalangan ibuibu.
Yaitu PKK yang dulu merupakan singkatan dari Pembinaan Kesejahteraan
Keluarga. Dalam pendekatan dengan nuansa baru yang reformatip. Singkatan dan
pendekatan organisasi ini disempurnakan dengan mengetengahkan - Pemberdayaan
Kesejahteraan Keluarga" yang diharapkan bisa menjadi wadah untuk memberikan
dukungan aktif terhadap upaya pemberdayaan keluarga-keluarga. terutama keluarga
kurang mampu yang ada di pedesaan.
Kalau pada masa lalu PKK mempunyai sepuluh program pokok yang
banyak ditentukan dari tingkat pusat. maka para pengurus dan aktifis PKK jaman baru
ini dapat menciptakan program dan kegiatan yang relevan dan sangat dibutuhkan oleh
masyarakat yang ada di tingkat bawah sendiri. Pendekatan terpadu dapat dikembangkan
oleh setiap pemerintah daerah untuk menjadikan seluruh keluarga di sekitar pusat-pusat
pendidikan sebagai sasaran utama yang "dikeroyok" atau "didekati secara terpadu"
oleh berbagai kekuatan pembangunan yang ada. PEE Baru untuk kelihatan "lebih
serem" dapat mengadakan koordinasi dan kerjasama dengan jajaran koperasi. Setiap
sekolah dan masyarakat untuk bersama-sama mengembangkan program-program dalam
bidang kesehatan. pendidikan. Koperasi dan kesejahteraan sosial pada umumnya.
Dalam setiap program. pengurus dan penggerak PKK daerah dapat ikut
serta bersama para guru dan siswa. yang sekaligus berpraktek dalam kehidupan usaha
koperasi di lapangan. mengembangkan program yang cocok dengan perkembangan
daerahnya. sehingga satu PKK dengan PKK lain. Satu sekolah dengan sekolah lain. tidak
harus mempunyai program atau koperasi yang seragam karena tidak ada program yang
8
diarahkan dari atas lagi. Sifat program atau sifat setiap koperasi adalah menampung apa
yang menjadi permintaan masyarakat di tingkat akar rumput atau di tingkat pedesaan.
Program-program PKK atau program-program sekolah itu dapat
ditampung dalam suatu lembaga koperasi yang diharapkan lebih banyak mengarah
kepada bagaimana keluarga-keluarga yang ada di daerah di sekitar sekolahannya dapat
memanfaatkan kemampuan. Ketersediaan materi dan permintaan yang ada pada tingkat
pedesaan.
Pada program yang lebih lanjut. dalam bidang sosial ekonomi
masyarakat. setiap keluarga di pedesaan. bersama para siswa dan para gurunya. dapat
mengembangkan koperasi industri mikro di desanya masing-masing sebagai kekuatan
komplementer terhadap bidang pertanian. Di dalam industri pedesaan atau industri
keluarga atau bahkan warung atau pusat jasa lain di pedesaan. para orang tua dan
keluarga di sekitar sekolah dapat menjadi teladan dimana pusat-pusat usahanva sekaligus
menjadi wahana pembangunan bangsa karena dipergunakan oleh para siswa sebagai
tempat prakteknya. Koperasi yang dibentuk bukan lagi koperasi sekolah tetapi suatu
koperasi yang sekaligus menjadi sekolah karena berakar kuat dalam masyarakatnya.
Menarik minat masyarakat
Pada hari-hari libur. misalnya hari Sabtu dan Minggu. setiap sekolah
dapat mengadakan kegiatan seni dan olah raga di sekolahnya dengan mengundang orang
tua dan masyarakat sekitar. Selain untuk mempertunjukkan kegiatan sekolah. kedatangan
orang tua atau khalayak yang lebih besar itu sekaligus dapat dimanfaatkan untuk
merangsang usaha ekonomi koperasi yang ada di daerah yang bersangkutan. Berbagai
penjualan hasil produk koperasi setempat dapat dijual yang sekaligus merupakan ajang
pameran kemampuan para siswa untuk mengelola industri atau warung jasa yang ada di
kampung di sekitar sekolahnya.
Dalam rangka pengembangan dan pemberdayaan keluarga di desa-desa.
Terutama di sekitar pusat-pusat pendidikan seperti ini. di seluruh Indonesia. ada baiknya
lembaga- lembaga seperti PKK. lembaga atau organisasi lain dengan tujuan serupa di
pedesaan diajak serta untuk membantu. Gerakan membangun seperti ini harus bersifat
antisipatif menolong keluarga-keluarga kurang mampu mempersiapkan diri dengan
berbagai program dan kegiatan yang mengarah pada usaha menolong keluarga kurang
mampu. Karena kedekatan organisasi seperti ini dengan masyarakat dan keluarga
pedesaan. Maka lembaga seperti PKK dan organisasi lain itu diharapkan dapat
menampung aspirasi yang berkembang di tingkat pedesaan. Mereka sekaligus dapat pula
menjadi advokator yang merangsang berkembangnya motivasi untuk mengembangkan
demand baru yang banyak manfaatnya untuk pengembangan keluarga yang sejahtera
dan mandiri.
Namun demikian, sebelum lembaga-lembaga seperti ini mampu
menyajikan peran barunya. mereka perlu diperkenalkan dengan sistem BBE dan sistem
pendidikan yang akan dibantunya. Mereka perlu didampingi oleh para guru yang
9
mengerti masalah pendidikan dan bagaimana bertindak menjadi pendamping anak-anak
didik yang kemudian akan diasuhnya. Para keluarga yang mempunyai usaha itu harus
memberikan tuntunan tetapi tidak mendikte agar kemampuan nalar dan prakarsa setiap
siswa dalam magang tetap dapat berkembang secara wajar. Untuk menjadikan lembagalembaga
ini kekuatan pembangunan ekonomi yang paripurna. di setiap desa. Diharapkan
setiap lembaga di desa bisa diperkenalkan pula kepada lembaga keuangan yang ada di
sekitarnya. Idealnya di setiap desa dilengkapi dengan lembaga keuangan mikro untuk
membantu keluarga yang ikut aktif dalam kegiatan ekonomi pedesaan tersebut dengan
baik.
Lembaga keuangan mikro di tingkat pedesaan itu bisa melakukan
advokasi yang dilengkapi dengan dukungan pendanaan yang kuat. Dengan cara itu
advokasi lembaga keuangan mikro itu dapat betul-betul membantu pemberdayaan
ekonomi atau industri kerakyatan di tingkat pedesaan dan di tingkat perkampungan di
kota-kota. Pembentukan atau pengadaan lembaga keuangan mikro di tingkat pedesaan
itu dapat diserahkan atau bekerja sama dengan pemerintah daerah di kabupaten atau di
propinsi yang bersangkutan atau dengan bank-bank yang ada di daerah tersebut.
Dengan adanya lembaga keuangan mikro dan setiap keluarga yang kuat
fungsi ekonominya memihak sistem ekonomi kerakyatan. maka setiap keluarga di
sekitar pusat- pusat pendidikan dapat diarahkan untuk makin dekat dengan anak
didiknya dan diharapkan akan menghasilkan lulusan sekolah yang siap bekerja. Lebihlebih
lagi kalau sekolah dan lembaga keuangan mikro itu sangat erat hubungannya di
daerah. Lembaga keuangan mikro dapat diarahkan untuk menjadi mitra dari sekolah.
sehingga setiap siswa dapat diarahkan untuk hidup hemat dengan menabung dan
akhirnya belajar memupuk modal untuk keperluan melanjutkan pendidikan atau untuk
membiayai belajar mereka secara mandiri.
Lebih dari itu kepada para anggota keluarga kurang mampu. Melalui atau
bersama anak-anaknya yang sedang bersekolah dapat diberikan kesempatan untuk
bekerja dengan dana yang berasal dari lembaga keuangan mikro atau ikut serta secara
magang dalam usaha orang lain yang mendapat dana dari lembaga keuangan mikro yang
ada di desanya. Dengan demikian. baik untuk dirinya sendiri atau untuk anaknya yang
sedang bersekolah. setiap keluarga diberi kesempatan memperoleh kesempatan kerja.
Baik langsung sebagai nasabah bank atau tidak langsung ikut serta pada mereka yang
telah mempunyai usaha yang tingkat produktifitasnya tinggi. Bekerja langsung bagi
keluarga kurang mampu artinya setiap keluarga mempunyai usaha mandiri yang akan
memberi makna sama dengan bekerja pada keluarga atau usaha lain yang akan
mempekerjakan anggota keluarga kurang mampu.
Dengan pendekatan ini maka koperasi dengan tenaga ahli yang berasal
dari dunia pendidikan dan keanggotaan yang berasal dari masyarakat luas di sekitar
pusat pendidikan akan mempunyai fungsi ganda. melayani kebutuhan masyarakat dan
menyiapkan kader-kader pembangunan ekonomi dengan wawasan kebersamaan.
Departemen koperasi dan Departemen Pendidikan Nasional dapat bekerja sama
mewujudkan cita-cita ini bersama masyarakat sekitar pusat pendidikan atau kampus.
10
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, UKM,
KOPERASI DAN KELUARGA SEJAHTERA
Ketika Universitas Sahid, salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta yang
makin maju, melakukan wisuda para sarjananya dengan megah, Menteri Negara
Koperasi dan UKM Bapak H. Ali Marwan Hanan, SH. mendapat kesempatan
menyampaikan Orasi Ilmiah dihadapan para anggota Senat Universitas Sahid,
tamu, wisudawan, orang tua, saudara dan kerabatnya. Kesempatan itu beliau
pergunakan untuk membawakan tema yang menarik, tentunya sambil promosi
bidang tugas beliau, yaitu “Pemberdayaan Koperasi dan UKM dalam Pembangunan
Nasional Berwawasan Kewirausahaan”.
Biarpun beliau memulai uraiannya dengan menyatakan bahwa pengembangan
dan pemberdayaan koperasi dan UKM saat ini tidak lagi dipandang sebagai usaha yang
marginal, tetapi beliau merasa bahwa pengembangan sumber daya insani dalam bidang
ini masih terbatas. Beliau juga menyayangkan bahwa dukungan dalam pengejawantahan
dalam jiwa kewirasuahaan masih kurang, sehingga pengembangan koperasi dan UKM
yang dijalankan dalam pengembangannya belum berbasis jiwa kewirausahaan. Dengan
logika itu beliau mendukung dilanjutkannya Gerakan Pemasyarakatan dan
Pembudayaan Kewirausahaan yang telah dicanangkan pemerintah terdahulu beberapa
tahun sebelumnya.
Semangat itu nampaknya sesuai dengan ajakan Menko Kesra Drs. Jusuf Kalla,
yang didampingi Menko Ekuin Prof Dr Dorodjatun Kuncoro Jakti, dalam pertemuan
Round Table Discussion tentang Penanggulangan Pengentasan Kemiskinan di
Indonesia, yang diadakan di kantornya tanggal 16 Oktober tahun lalu. Pertemuan itu
memberi harapan karena pemerintah tetap memberikan dorongan dan dukungan kepada
berbagai lembaga masyarakat, termasuk kepada Yayasan Damandiri, untuk mengambil
peran positip dalam upaya-upaya pemberdayaan masyarakat yang pernah diadakan dan
masih berlangsung sampai dewasa ini.
Pertemuan yang bisa dianggap momentum yang strategis itu ditambah lagi oleh
Pidato Orasi Ilmiah Menneg Koperasi dan UKM yang disamping mengakui, tetapi juga
memberi harapan kemungkinan dukungan pemerintah dalam gerakan pemasyarakatan
dan pembudayaan kewirausahaan yang memihak kepada rakyat kecil di pedesaan.
Dukungan pemerintah itu mempunyai makna yang sangat signifikan karena pada
umumnya para pemimpin di tingkat pedesaanpun belum seluruhnya memihak kepada
usaha-usaha ekonomi produktip yang dilakukan oleh wirausahawan kecil dan menengah.
Kenyataan itu tidak seluruhnya harus dibebankan kesalahannya kepada konsumen, tetapi
para pengusaha kecil dan menengah yang menjadi “produsen” sering tergoda untuk
“cepat kaya” dan “cepat berhasil” sehingga “mengabaikan” konsistensi kualitas yang
bisa mempromosikan diri sendiri atau minimal menjadi bahan kelangsungan kehidupan
kegiatan koperasi dan usaha kecil menengah tersebut.
11
Pemberdayaan Perempuan untuk Pilihan yang Demokratis
Secara menarik beliau meyakinkan para wisudawan Universitas Sahid bahwa
wirausahawan adalah pejuang yang gagah, luhur, berani, dan pantas menjadi teladan
dalam bidang usaha. Wirausaha adalah orang-orang yang memiliki sifat dan
kewirausahaan seperti keberanian mengambil resiko, kreatifitas dan keteladanan dalam
menangani perusahaan dengan berpijak pada kemauan dan kemampuan sendiri.
Beliau juga memberikan pengertian kepada mereka yang baru lulus untuk
berpikir jernih. Keberhasilan dalam menjalankan Koperasi dan Usaha Kecil yang
berjiwa wirausaha bukan hanya dilihat dari kemajuan dan keberlanjutan hidup
perusahaan, tetapi juga dilihat dari kemampuannya dalam memberikan kesempatan dan
perluasan lapangan kerja bagi masyarakat, meningkatnya kesejahteraan anggota dan
karyawan serta adanya peningkatan kualitas lingkungan lokasi usahanya. Pengertian
yang beliau berikan itu mungkin saja mudah dituliskan dan dibacakan, tetapi sungguh
sangat sukar untuk diterapkan dalam era pergumulan perekonomian dewasa ini.
Oleh karena itulah Yayasan Damandiri selama enam tahun ini mengkaitkan
dukungannya terhadap kampanye Gerakan Pemasyarakatan dan Pembudayaan
Kewirausahaan yang disebutkan diatas melalui upaya pemberdayaan perempuan secara
bertahap. Tahapan awalnya melalui Program KB yang memberi kesempatan yang lebih
besar bagi kaum ibu dan keluarga pada umumnya untuk mengurangi beban yang
dipikulnya dalam lingkungan keluarga dengan mengatur kehamilan dan kelahiran anakanaknya.
Dengan cara itu para Ibu dapat ikut berpartisipasi dalam pembangunan. Para
ibu dapat ikut serta membangun keluarga, lingkungan serta mengembangkan sifat dan
jiwa kewirausahaan dengan ikut serta dalam gerakan pemberdayaan ekonomi keluarga.
Dengan dibukanya proses pemberdayaan melalui kesempatan itu ternyata selama
enam tahun kegiatan Yayasan Damandiri di Indonesia ada sekitar 13,7 juta keluarga,
yang diwakili oleh ibu-ibu dalam lingkungan keluarga itu, ”ikut sekolah” dalam
“kursus” pemberdayaan ekonomi keluarga yang mengagumkan. Menurut laporan
Kepala BKKBN, Prof. Dr. Yaumil Agoes C. Akhir, dan Direktur Utama Bank BNI,
Drs. Syaefuddin Hasan, pada Rapat Tahunan Badan Pengurus Yayasan Damandiri awal
minggu ini, dari jumlah 13,7 juta keluarga itu, ada sekitar 10,3 juta keluarga bisa
dianggap maju, menurut istilah Bapak Menteri Koperasi dan UKM, karena “berani
mengambil resiko” dan mempunyai “inisitaip membuka usaha” dengan modal
pinjaman kredit Kukesra yang dananya disediakan oleh Yayasan Damandiri dan
disalurkan oleh Bank BNI sebesar Rp. 1,7 trilliun.
Proses pemberdayaan itu dilanjutkan dengan berbagai upaya yang makin lengkap
menuju pembudayaan Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS).
Proses lanjutan itu sesuai dengan tuntutan bahwa dalam pemberdayaan paripurna, anakanak
perempuan tetap mendapat perhatian. Seperti juga dalam wisuda minggu lalu, dari
lima mahasiswa yang lulus dengan nilai paling tinggi ternyata empat orang mahasiswa
adalah mahasiswa perempuan. Ini berarti bahwa anak-anak perempuan atau perempuan
12
pada umumnya, kalau diberi kesempatan, dan mendapat pembinaan dengan baik, akan
mampu menjadi sumber daya manusia yang unggul.
Sebagai forum pembelajaran, ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok, yang
jumlahnya hampir mencapai 600.000 dan tersebar di seluruh Indonesia itu, setiap
kelompoknya telah belajar berusaha dengan modal yang bervariasi. Diantara mereka ada
yang mulai dengan modal hanya Rp. 200.000,- sampai Rp. 400.000,- . Tetapi, setelah
dengan konsisten berusaha keras, tidak jarang yang usahanya berkembang dengan modal
yang jumlahnya membengkak menjadi tidak kurang dari Rp. 5 juta sampai Rp. 25 juta.
Tidak jarang ada kelompok-kelompok yang mempunyai usaha di pasar atau tempattempat
strategis lainnya. Bahkan tidak jarang ada pula yang telah berhasil membentuk
koperasi dengan omset usaha yang jangkauan pasarannya sangat luas sampai ke manca
negara.
Latihan Antisipasi Masa Depan
Apabila kelompok keluarga, yang umumnya terdiri dari para Ibu, mampu
mengembangkan sifat-sifat kewirausahaan, maka sesungguhnya para ibu bisa menjadi
penggerak keluarganya secara menyeluruh. Anak-anak yang setiap harinya melihat ibu
mereka sibuk, bapak mereka sibuk, akan terangsang untuk “meniru” kesibukan itu
menjadi “sifat” dan ”sikap dasar” yang membudaya. Lebih-lebih lagi kalau ibu-ibu dan
kelompoknya itu berhasil dalam usahanya, hampir pasti mereka menjadi idola dan
“gayanya” akan ditiru oleh anak-anak dan lingkungan sekitarnya.
Oleh karena itu dengan kesepakatan bersama, BKKBN, Bank BNI dan Yayasan
Damandiri, akan tetap melanjutkan skim pembelajaran itu menjadi skim pengembangan
keluarga yang lebih besar. Skim itu adalah Kukesra Mandiri. Penyelenggaraan skim ini
tetap dilakukan oleh jajaran BKKBN dengan dukungan dana dari Yayasan Damandiri.
Pelaksanaannya di lapangan dimulai pada bulan April 2001 lalu. Penyaluran dana
dilakukan oleh Bank BNI di wilayah-wilayah yang ditentukan oleh BKKBN dan bank
penyalur dana. Karena keterbatasan dana, skim ini terbatas di beberapa daerah saja.
Mulai bulan Nopember 2001 skim Kukesra Mandiri juga akan dilayani oleh Bank
Bukopin di daerah-daerah terpilih. Dana untuk keperluan ini adalah dari cicilan Kukesra
yang tahapannya telah berakhir. Dukungan dana untuk Kukesra Mandiri melalui Bank
Bukopin untuk sementara hanya berasal dari Yayasan Damandiri. BKKBN sedang
berusaha untuk mencari dana dari sumber lainnya.
Skim serupa, yang dikembangkan sejak tahun 1999 adalah Skim Pundi dan Pundi
Kencana. Skim ini disediakan untuk kelompok dan perorangan di beberapa kota dan
kabupaten di propinsi-propinsi Jawa dan Kawasan Timur Indonesia. Yang sudah mulai
operasional adalah Propinsi-propinsi Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur,
Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku dan Maluku Utara.
13
Program pembinaan dan dukungan dana kredit skim Pundi dan Pundi Kencana ini
dilayani oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Nusamba, BPR Artha Huda Abadi, Bank
Pembangunan Daerah dan Bank Bukopin di wilayah-wilayah tersebut.
Program ini diperuntukan bagi kelompok atau perorangan yang semula keluarga pra
sejahtera dan keluarga sejahtera I tetapi telah mempunyai usaha kecil berkat Takesra
Kukesra, atau berkat binaan kelompok dan instansi lain. Program ini menganut sistem
pelayanan yang berorientasi pasar. Para peserta belajar menjadi nasabah bank yang baik,
mempunyai sistem administrasi yang teratur, dan mengambil pinjaman dengan syaratsyarat
yang mirip dengan persyaratan biasa. Tujuannya adalah untuk memperkenalkan
para ibu atau kelompoknya kepada sumber dana yang ada di bank atau memperkenalkan
kepada mereka melalui bimbingan secara profesional.
Disamping bantuan untuk ibu atau orang tua kelaurga yang kurang beruntung, sejak
beberapa tahun terakhir ini telah dikembangkan pula bantuan untuk anak-anak keluarga
kurang mampu yang sedang sekolah pada SMU dan menyiapkan diri untuk menempuh
ujian masuk perguruan tinggi. Idealnya adalah agar rantai kemiskinan dapat diputus dan
tidak dilanjutkan oleh anak-anak atau cucu-cucu dari keluarga kurang beruntung
tersebut.
Karena seluruh upaya itu mempunyai tujuan memberdayakan kaum ibu, remaja
perempuan, dan anak-anak, maka Kantor Menteri Negara PP dan jajaran lembaga atau
organisasi wanita di daerah-daerah diharapkan dapat mengambil manfaat yang besar dari
program-program tersebut. Meneg PP dan Yayasan Damandiri sependapat dan berharap
informasi tentang beasiswa, kesempatan berusaha, dan kaitannya, dapat diteruskan
kepada sasaran keluarga miskin dan anggotanya dengan baik, sehingga Ibu-ibu, remaja
putri dan anak-anak bangsa yang berbakat tidak kehilangan kesempatan.
14
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DIBIDANG
EKONOMI
Ketika Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan mengadakan Rapat
Koordinasi Nasional Pembangunan Pemberdayaan Perempuan di Jakarta, beberapa
waktu lalu. Dalam pertemuan yang bersifat nasional itu diundang para wakil Gubernur
dari seluruh Indonesia, para wakil dari berbagai instansi dan jajaran lain yang
memberikan sumbangan nyata terhadap upaya pembangunan pemberdayaan perempuan.
Diantara bahan pembicaraan dipaparkan bahan-bahan tentang bagaimana kaum
perempuan mendapat dukungan pemberdayaan dalam bidang ekonomi.
Untuk mengisi bidang ini, disamping para pembicara dari kalangan pemerintah
ditampilkan juga suatu panel yang diisi oleh para pakar dan pembicara dari kalangan
swasta. Seperti biasa dimunculkan tokoh kondang Dr Dewi Motik Pramono, M.Si. yang
memang sudah sangat terkenal dengan kiat-kiat membuka usaha dengan paparannya
tentang kiat-kiat membuka usaha swasta, baik dalam ukuran kecil, menengah dan besar.
Disamping itu diajak juga Yayasan Damandiri dalam rangka pembeberan
dukungan usaha yang ditujukan kepada keluarga kurang mampu dalam bentuk bantuan
untuk keluarga dalam rangka kegiatan ekonomi produktif yang bersifat mikro. Pada
prinsipnya dukungan program yang diberikan oleh Yayasan Damandiri adalah pada
beberapa kegiatan pembangunan pemberdayaan antara lain dalam bidang komunikasi,
informasi dan edukasi. Dukungan dalam bidang ini dilakukan dengan menggalang
kerjasama dengan berbagai media massa seperti Surat Kabar Suara Karya, Pelita, Berita
Buana dan surat kabar daerah lainnya. Digalang juga kerjasama dengan beberapa
majalah seperti Majalah Gemari, Dharmais, Amanah, Garda dan majalah lain yang
diterbitkan oleh beberapa lembaga fungsional.
Kerjasama juga dilakukan dengan radio dan tv, antara lain dengan radio Latin
Rose, TV RI, TPI dan Indosiar. Kerjasama dengan kalangan budayawan khususnya
dilakukan dengan Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) dan Sekretariat Nasional
Pewayangan Indonesia (Sena Wangi) untuk penayangan lakon-lakon wayang kulit dan
wayang orang melalui media berupa pertunjukan langsung atau siaran melalui layar TV.
Kerjasama budaya juga dilakukan dengan beberapa lembaga dalam penayangan
sinetron, baik yang mengandung pesan langsung secara utuh maupun melalui model
penyajian tematik yang lebih cantik. Pesan-pesan yang dititipkan umumnya tentang
sikap kepedulian terhadap keluarga kurang mampu dan atau dukungan terhadap usaha
mereka. Pesan-pesan itu disampaikan melalui cerita tematik atau melalui dagelan dalam
pertunjukan semacam itu.
Dukungan pemberdayaan terhadap usaha kaum ibu juga sedang dijajagi untuk
mengembangkan pelayanan KB secara mandiri. Usaha-usaha mempermudah peserta KB
mendapatkan pelayanan suntikan sedang dijajagi untuk kemungkinan bisa memperoleh
15
fasilitas dengan sistem kredit untuk tiga bulan, sehingga para peserta tidak merasa
menanggung beban yang terlalu berat untuk setiap bulannya. Usaha ini akan segera
dirintis di beberapa kabupaten di Jawa dan Bali.
Dukungan terhadap pelayanan KB mandiri ini akan diwujudkan dengan
memberikan kredit berupa alat kontrasepsi suntikan melalui para bidan yang
menyuntikkannya dan kemudian para peserta yang biasanya harus membayar lunas
untuk suntikan tiga bulan, dapat mencicilnya selama tiga bulan sehingga beban yang
harus dibayar setiap bulannya relatif ringan.
Dukungan terhadap usaha pemberdayaan, khususnya pemberdayaan perempuan,
mempunyai sejarah yang panjang sejak tahun 1995. Program dukungan yang pertama
dilakukan adalah bekerjasama dengan BKKBN dan dimulai dengan gerakan nasional
sadar menabung yang dimulai pada tanggal 2 Oktober 1995.
Gerakan itu dimulai dengan membantu keluarga pra sejahtera dan keluarga
sejahtera I untuk mulai menabung dalam tabungan Takesra. Sebagai pancingan awal
diajak sekitar 11 juta keluarga kurang mampu dengan menyediakan tabungan awal
untuk masing-masing sebesar Rp. 2000,- berupa buku tabungan Takesra BNI yang
dananya disediakan oleh Yayasan Damandiri.
Jumlah penabung sampai dengan bulan Mei 2002 mencapai 13,1 juta penabung
atau keluarga dengan jumlah tabungan mencapai Rp. 213,9 milyar. Pada tahun 2000-
2001 jumlah tabungan itu pernah mencapai Rp. 241 milyar yang kemudian banyak
diambil karena situasi dan kondisi yang tidak kondusif.
Selanjutnya para penabung boleh mulai mengembangkan usaha dengan bantuan
kredit Kukesra. Kredit ini dimulai dengan Rp. 20.000,- sampai setinggi-tingginya
sebesar Rp. 320.000,- untuk setiap keluarga. Sampai dengan bulan Mei 2002 jumlah
kredit yang telah dinikmati oleh 10,5 juta nasabah di seluruh Indonesia adalah Rp 1,77
triliun.
Kredit ini mempunyai ciri khusus karena nasabahnya adalah para ibu yang
sekaligus menjadi tumpuan utama dalam pengembangan ekonomi mikro pada tingkat
keluarga. Ibu menjadi tulang punggung pengembangan ekonomi keluarga.
Dukungan terhadap pemberdayaan mandiri khususnya dilakukan melalui
pendekatan tribina atau tridaya, yaitu dukungan terhadap pengembangan kesejahteraan
masyarakat melalui berbagai usaha mandiri yang difokuskan kepada pemberdayaan
manusia, lingkungan dan bidang usahanya.
Dukungan difokuskan melalui penempatan manusia atau kaum ibu sebagai titik
sentral dengan meningkatkan secara bertahap kemampuan manusia itu untuk bisa
mengolah dan bergelut dengan kesempatan yang terbuka di dalam lingkungannya sendiri
16
untuk akhirnya mampu bergerak dengan lebih bebas ke luar lingkungan yang makin
luas.
Untuk itu diberikan dukungan pembinaan dan kredit untuk mengolah usahausaha
yang dapat menjadi panjatan sebagai sarana dan titik tolak untuk mengolah bahan
baku dan segala yang bisa dimanfaatkan dari lingkungan sekitarnya. Misalnya, bahan
baku untuk usaha itu diolah dari lingkungannya sendiri sampai habis. Apabila tidak
mencukupi barulah dicarikan dukungan untuk mendapatkan bahan baku dari daerah lain
yang lebih luas. Proses pembangunan yang bertahap ini dalam praktek memberikan
dukungan pendidikan yang sangat praktis kepada para keluarga yang mendapat
dukungan dan bantuan pendampingan.
Dukungan yang diberikan melalui berbagai jenis kredit adalah antara lain
Kukesra Mandiri, Pundi dan Warung Sudara. Seluruh jenis kredit tersebut diberikan
dengan bunga pasar dan syarat-syarat lain untuk kelayakan seperti halnya kredit biasa
yang bersifat executing.
Fasilitas kredit itu diberikan dengan mengembangkan kelompok-kelompok
UPPKS yang biasanya berorientasi guru menjadi kegiatan UPPKS yang berorientasi
pasar, yaitu dengan memberikan kesempatan pelatihan dan pemberdayaan ekonomi yang
bersifat pasar. Kelompok-kelompok baru atau perorangan yang memenuhi syarat juga
diberi kesempatan untuk berkembang.
Karena Kukesra gaya lama akan berakhir pada tahun 2002, sedang dipikirkan
untuk melanjutkannya menjadi Kukesra Mandiri atau bentuk lain yang persyaratannya
berorientasi dengan syarat-syarat yang berlaku di pasar atau seperti layaknya kredit
biasa. Proses baru itu sama sekali berbeda dengan Kukesra gaya lama yang berorientasi
pelatihan. Kukesra baru nanti betul-betul bersifat executing dan para pelakunya harus
sanggup untuk bersaing dengan para pedagang dan atau industriawan dengan gaya
profesional.
Disamping itu disediakan juga pembinaan dan kredit Pundi yang sifatnya
adalah pembinaan dan pemberian kredit untuk usaha secara mandiri. Pundi ini bisa untuk
usaha industri, jasa atau untuk kegiatan produktif lainnya.
Khusus untuk kegiatan warung kecil atau mrican disediakan pembinaan dan
kredit Warung Sudara atau Sistem Usaha Damai Sejahtera yang dikelola bersama
Yayasan Indra di Jakarta.
Karena ide proses pemberdayaan keluarga itu semula dikembangkan oleh
Yayasan Damandiri bersama BKKBN, maka lembaga BKKBN, baik di pusat maupun di
daerah, mendapat tempat istimewa dalam keluarga Yayasan Damandiri. Karena itu
kelompok-kelompok BKKBN seperti UPPKS, apabila memenuhi syarat akan mendapat
pelayanan istimewa dalam mendapatkan dukungan secara mandiri yang mulai tahun
17
2003 nanti akan menjadi satu-satunya program dukungan usaha dengan titik sentral pada
manusia itu.
Selain itu diharapkan PEMDA bisa mengembangkan berbagai peran fasilitasi,
antara lain mengembangkan mutu kelompok dari kelompok yang dianggap siap
mandiri. Upaya itu dapat dilakukan antara lain dengan mendirikan atau melakukan
fungsi-fungsi latihan kepada para anggota kelompok yang dianggap baik. Bisa juga
dengan mendirikan pusat-pusat pengembangan konsultasi bisnis yang menawarkan,
membantu dan mengantarkan kelompok ke Bank-bank untuk mendapatkan pelayanan
kredit. Bantuan itu bisa bersifat individual atau untuk kelompok yang bersifat bersama.
Fee untuk kegiatan itu bisa dibicarakan dengan Bank yang memberikan pelayanan kredit
untuk kelompok yang bersangkutan.
Ada dua pendekatan yang ditempuh oleh Yayasan Damandiri yang sekaligus bisa
juga dilakukan oleh PEMDA, misalnya :
i. Dukungan terhadap unit-unit pelayanan :
1. dengan membentuk Unit-unit Pelayanan yang bisa membantu Bank, yang
menjadi pelaksana, dengan memberikan jasa melayani penelitian atau
penyaringan calon penerima kredit;
2. membantu mendirikan unti-unit pemasaran atau pasar di daerah-daerah
yang dipandang perlu dan belum tersedia tempat atau unit-unit pemasaran
itu. Hal ini bisa dilakukan dengan bekerjasama dengan pemerinah daerah
atau dengan menghidupkan gagasan Pasar Tugu (Pasar Sabtu dan
Minggu) yang dimasa lalu pernah marak dilaksanakan di mana-mana;
3. dengan mempergunakan unit birokrasi sebagai pusat pemberdayaan sdm,
memberikan atau mencarikan agunan dan mengerahkan anggota birokrasi
atau PLKB sebagai pendamping untuk kelompok atau perorangan yang
sedang belajar berusaha secara mandiri;
ii. Dukungan terhadap peningkatan mutu sdm :
Upaya ini dapat dikaitkan dengan program baru yang sedang digarap oleh
pemerintah yaitu perubahan orientasi pendidikan pada pembekalan kecakapan
untuk hidup sejahtera atau sistem Broad Based Educataion (BBE). PEMDA
dapat ikut secara aktif memberikan dukungan terhadap upaya intervensi life
skills dalam BBE yang berlangsung sepanjang hayat masih dikandung badan,
baik melalui sistem pendidikan formal maupun sistem yang digarap dalam
berbagai kelompok yang ada.
Untuk berbagai kegiatan itu diperlukan dukungan dana yang tidak sedikit. Dana
untuk berbagai usaha tersebut diatas antara lain disediakan oleh Yayasan Damandiri
melalui Bank BNI dan Bank Bukopin dengan seluruh cabang-cabang mereka di seluruh
kawasan Indonesia timur, Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Jawa Tengah, DI
18
Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Utara,
Sulawesi Selatan, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Nusamba di 20 wilayah, BPR
Artha Huda Abadi di Pati, BPR YIS di Surakarta. Keseluruhan kegiatan itu disediakan
untuk kawasan Indonesia timur.
19
MEMBANTU PARA IBU MEMBANGUN
KOPERASI
Program Pemberdayaan Keluarga dalam bidang ekonomi yang sejak tahun 1995
diselenggarakan oleh BKKBN dengan dukungan Yayasan Damandiri telah
menghasilkan tidak kurang dari 600.000 kelompok kader usaha keluarga di
seluruh Indonesia. Sebagian besar kader-kader itu masih sederhana dan perlu
pembinaan lebih lanjut untuk bisa mandiri. Sebagian lainnya sudah agak maju dan
dengan sentuhan sedikit saja bisa melanjutkan usahanya secara mandiri.
Kelompok kedua ini memerlukan bantuan dan pendampingan untuk melanjutkan
usaha dalam kelompoknya dan sebagian lagi bisa langsung membuka usaha sendiri
secara mandiri.
Di Kabupaten Sragen, yang letaknya tidak jauh dari kota Solo, akhir-akhir ini
mulai ada usaha sistematis yang mendapat dukungan dari Bupatinya untuk membantu
para ibu dalam kelompok-kelompok itu mengembangkan usahanya secara mandiri.
Bahkan beberapa waktu lalu Menteri Pemberdayaan Perempuan, Ibu Sri Redjeki
Sumarjoto, SH., berkunjung ke Sragen meresmikan gerakan pemberdayaan ekonomi
kaum ibu itu. Peresmian itu merangsang kaum ibu yang semula telah bergerak dalam
kelompok-kelompok kecil itu makin memperkuat tali kerjasamanya dalam bentuk ikatan
koperasi yang berbadan hukum lebih kokoh. Dengan bentuk badan hukum koperasi itu
mereka mengharapkan mendapat pembinaan sistematis dan lebih sungguh-sungguh dari
berbagai lembaga pembangunan lainnya.
Masyarakat dan keluarga Kabupaten Sragen yang dekat kota Solo dan hidupnya
kecukupan bisa saja berbelanja dengan mudah dan membeli keperluan sehari-harinya di
pasar maupun di toko-toko yang menawarkan segala macam barang kebutuhan dengan
harga yang cukup bersaing. Ada toko-toko yang eksklusif menawarkan segala macam
barang kebutuhan sehari-hari dengan harga yang sangat bersaing. Mereka bisa
menikmati barang-barang yang ditawarkan dengan harga pabrik atau setidak-tidaknya
mempunyai harga yang jauh lebih murah. Ada juga toko-toko yang memberikan
penawaran istimewa dengan memberikan korting yang sangat tinggi seakan-akan
barang-barang itu milik sendiri yang dijual sama dengan ongkos produksinya saja.
Namun masyarakat kurang mampu atau hidupnya pas-pasan tidak bisa dengan
mudah menyesuaikan diri dengan keadaan masyarakat yang lebih mampu itu. Mereka
harus mengatur keadaan ekonomi rumah tangganya dengan sangat hati-hati dan kalau
perlu terpaksa mengikuti selera yang disajikan oleh pelayanan warung-warung kecil
yang ada di sekitar rumahnya. Bahkan tidak jarang mereka terkadang terpaksa harus
membeli dengan sistem mencicil karena anggaran rumah tangganya tidak mencukupi.
Jumlah keluarga dengan pola hidup seperti ini tidak sedikit.
20
Karena variasi yang demikian itu, Kabupaten Sragen bisa menjadi suatu ajang
pengembangan kesempatan usaha berbagai kelompok masyarakat. Salah satu usaha
bersama yang bisa dikembangkan adalah usaha keluarga dari ibu-ibu yang bergerak
dalam bidang-bidang yang sangat sederhana sekedar untuk mengembangkan dukungan
hidup keluarganya. Disamping itu Sragen juga menjanjikan kesempatan kepada para
pedagang untuk mengembangkan usaha di pedesaan sekitar tempat tinggalnya masingmasing
melayani kebutuhan masyarakat yang ternyata masih melimpah.
Kegiatan Para Ibu Sederhana
Yayasan Yekti Insan Sejahtera (YIS) yang selama ini bergerak membantu pemberdayaan
kaum ibu di Solo, Sragen dan kabupaten sekitarnya, selama beberapa waktu belakangan
ini sedang giat membantu para ibu di Sragen untuk mengembangkan koperasi swadaya
masyarakat tersebut diatas dengan nama yang sama yaitu Koperasi Swadaya Masyarakat
Yekti Insan Sejahtera atau KSM-YIS.
Pembentukan koperasi di Sragen tersebut adalah sebagai wadah pembelajaran sekaligus
pemberdayaan dari para pengurus dan anggotanya secara terpadu. Gagasan pembentukan
koperasi ini berawal dari pengalaman Yayasan Indonesia Sejahtera (YIS) yang selama
ini bekerja sama dengan BKKBN memberdayakan para ibu-ibu yang awalnya adalah
para peserta keluarga berencana. Para ibu-ibu itu kemudian diajak bergabung dalam
kelompok-kelompok. Dalam kelompok itu mereka diberi pelatihan untuk usaha kecilkecilan
di lingkungan RT dan RW-nya. Setelah mendapatkan bimbingan kewirausahaan
para ibu itu diberi kesempatan untuk praktek dalam usaha yang bernilai ekonomi
produktif.
Dalam setiap usahanya para ibu didampingi para relawan dari Yayasan agar pada
akhirnya dapat berdiri sendiri secara mandiri. Pendampingan itu dilakukan karena
menurut pengalaman, kalau hanya dengan latihan dan diberikan modal, yang asalnya
dari berbagai sumber, para ibu yang baru belajar itu belum bisa langsung berdiri dalam
bidang usaha secara mandiri.
Dengan pendampingan yang sangat telaten, sebagian dari kelompok-kelompok ibu-ibu
berkembang dengan baik dan bisa diantarkan untuk mendapatkan pinjaman dari lembaga
keuangan seperti BPR dan Bank lainnya dalam jumlah yang mencukupi untuk usaha
yang lebih besar dan mempunyai kesempatan untuk makin mandiri. Ada juga yang
kemudian memunculkan orang-orang tertentu yang sanggup untuk membuka usaha
sendiri secara mandiri. Namun, biarpun segala usaha itu dilakukan dengan tanggung
jawab renteng, dimana setiap anggota mempunyai kewajiban moril untuk tidak
menyusahkan anggota lainnya, masih ada juga anggota yang nakal dan tidak dapat
meneruskan usahanya karena dianggap menganggu keutuhan gotong royong antar
anggota lainnya. Anggota-anggota seperti itu, biarpun jumlahnya sangat sedikit,
biasanya keluar dari kelompok, atau karena alasan-alasan kerikuhan solidaritas, terdesak
keluar dari kelompoknya.
21
KSM-YIS yang sedang berkembang di Sragen mempunyai keanggotaan terdiri dari
wakil-wakil kelompok yang semula berkembang dalam proses pelatihan sebelumnya.
Kelompok-kelompok yang tadinya telah belajar dengan berbagai skim untuk usaha
mandiri, dan berhasil, sedikit demi sedikit bergabung dalam koperasi yang baru tersebut.
Ini berarti bahwa keanggotaan koperasi adalah keanggotaan yang awalnya dimulai
dengan kelompok yang mempunyai usaha sendiri dengan modal yang relatif kecil
sekedar memenuhi kebutuhan anggota dan masyarakat sekitarnya.
Dengan bergabung dalam koperasi para anggota yang mewakili kelompoknya itu
berharap makin dapat memperoleh dan bertukar pengalaman dengan kelompok lainnya.
Para anggota juga berharap bahwa kekuatan koperasi dapat menjadi pemersatu untuk
mendapatkan akses permodalan yang lebih besar dari Bank, seperti Bank BPR atau
lembaga keuangan lainnya. Para anggota juga berharap dapat memperoleh jaringan
pemasaran dari produk-produk mereka yang lebih luas sehingga kesejahteraan anggota
dari kelompok-kelompok yang diwakilnya bertambah baik.
Koperasi ini semula hanya diikuti oleh anggota yang terbatas dari satu
kecamatan. Pada saat ini telah berkembang dengan pesat dan diikuti oleh lebih dari 136
kelompok dengan lebih dari 2312 anggota dari 12 kecamatan. Koperasi ini terus
menggulirkan program dan keanggotaannya dengan hati-hati karena ingin menjadi
model yang dapat dikembangkan dengan program yang makin berbobot dan
keanggotaan yang penuh kesadaran dan kebersamaan. Dalam proses pengembangannya
koperasi ini menanamkan pengertian dan tata laksana ekonomi yang sehat, baik ekonomi
anggota maupun ekonomi masyarakat sekitarnya. Tidak kalah pentingnya mereka juga
menanamkan tanggung jawab bersama antar anggota untuk menjamin kehidupan yang
lebih langgeng dari koperasi yang mereka bangun bersama itu.
Karena itu dalam setiap usahanya dalam bidang ekonomi, seperti pengalaman
mereka sebelumnya, mereka mengetrapkan keharusan bagi setiap anggota yang ikut
serta untuk mengikuti latihan usaha sebelum mereka mendapatkan kredit yang
diusahakan melalui koperasi tersebut. Disamping itu, apabila dipandang perlu ada
anggota atau kelompok lain yang lebih berpengalaman untuk membantu mendampingi
usaha yang mereka kembangkan. Dengan cara demikian koperasi itu bertindak sebagai
fasilitator dan sekaligus juga pendamping untuk kelompok anggotanya.
Model pengembangan usaha seperti itu sekaligus memberi kesempatan kepada
setiap kelompok anggotanya untuk belajar mandiri dalam pengelolaan modal, produksi
dan pemasaran dari produksi yang dihasilkannya. Keberhasilan dari usaha-usaha itu akan
meningkatkan rasa percaya diri dari setiap kelompoknya untuk maju dan memberi
dorongan kepada setiap anggota kelompoknya untuk meningkatkan kesejahteraannya
sendiri dengan cara bekerja keras dan hidup gotong royong dengan para anggota lainnya.
Produk Unggulan yang Berkembang
22
Sebagai suatu koperasi yang belum berumur satu tahun, produk unggulan koperasi ini
masih sangat terbatas. Tetapi dengan mengumpulkan modal dari anggotanya dalam
bentuk simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukarela, koperasi ini bercita-cita
dan mulai menyalurkan kredit untuk anggotanya. Dengan cara “menjual saham”
kemampuan koperasi ini bertambah tinggi dan mampu memberikan kredit lebih besar
kepada kelompok anggotanya. Selebihnya dari itu setiap kelompok kemudian bisa
memberikan pinjaman kepada anggota kelompoknya dalam jumlah yang lebih besar.
Koperasi juga mulai menjalin kerjasama dengan BPR dan Bank setempat untuk
mendapatkan kepercayaan menjadi perpanjangan tangan dalam memberikan bimbingan
dan penyaluran kredit dengan sistem bagi hasil dan keuntungan bersama. Koperasi
mendapatkan semacam flafond untuk kredit yang bisa diteruskan dan kemudian setiap
kelompok ikut menanda tangani akad kredit dengan Bank yang menyalurkan kredit
untuk kelompok yang dianggap memenuhi syarat. Dengan pengalaman itu koperasi
mengembangkan tiga usaha pokok sebagai berikut, pertama, pelayanan tabungan yang
dibedakan atas dua jenis tabungan yaitu tabungan untuk biaya pendidikan dan tabungan
pemupukan modal biasa yang jangka waktunya diatur secara khusus. Usaha kedua
adalah pemberian kredit kepada anggotanya berdasarkan kesepakatan yang diatur secara
khusus dengan anggotanya. Salah satu syarat unik kredit koperasi ini adalah adanya
“agunan tunjuk” untuk keamanan pinjaman anggotanya. Agunan ini adalah jaminan
dengan menunjuk harta dari pengambil kredit koperasi. Dan yang ketiga adalah produkproduk
pelatihan yang harus diikuti oleh setiap anggota yang ingin mendapatkan kredit
usaha.
Pelatihan-pelatihan yang ditawarkan adalah yang erat hubungannya dengan usaha yang
diselenggarakan oleh kelompok yang bergabung dalam koperasi. Pelatihan itu meliputi
topik-topik pelatihan manajemen kelompok swadaya masyarakat yang ditujukan khusus
untuk kelompok yang baru. Diberikan juga pengetahuan dasar tentang tata cara
pengembangan kelompok dan administrasi sederhana tentang kegiatan kelompoknya.
Pelatihan dalam bidang usaha ekonomi produktif mencakup pelatihan tentang ekonomi
rumah tangga yang dimaksudkan untuk menanamkan disiplin anggota dan kelompoknya
dalam mengelola modal, berproduksi dan pemasaran yang disarankan untuk
dikembangkan oleh anggota maupun oleh kelompoknya. Pelatihan usaha kelompok itu
dilengkapi dengan pelatihan tentang usaha kecil yang memerinci lebih lanjut kebutuhankebutuhan
lain dalam usaha kecil yang makin mandiri. Pelatihan ini dikaitkan pula
dengan pelatihan tentang usaha untuk mengelola kredit mikro yang sangat diperlukan
bagi setiap anggota atau kelompok apabila suatu ketika harus berurusan dengan Bank.
Keistimewaan lain dari koperasi ini adalah cita-citanya untuk ikut bergerak dalam
bidang sosial kemasyarakatan, misalnya dengan memberikan pinjaman dengan bunga
sangat ringan untuk anggota yang mempunyai keperluan mengembangkan kesehatan
reproduksi seperti ikut KB, memeriksakan kehamilan dan membiayai kelahiran anaknya.
Bantuan juga diberikan berupa beasiswa untuk anak-anak anggota atau keluarga
kelompok yang dianggap kurang mampu.
23
Dengan cara-cara pengembangan itu kiranya banyak kelompok yang selama tigapuluh
tahun terakhir ini telah dibina dan dikembangkan oleh BKKBN atau lembaga-lembaga
pemerintah lainnya bisa dirangsang dan dibantu untuk dikembangkan menjadi lembaga
bersama atau koperasi dengan usaha-usaha ekonomi produktif yang makin mandiri.
Kalau kekuatan lembaga koperasi atau lembaga bersama ini bergerak dengan bimbingan
yang tepat, rasanya kesejahteraan bersama akan segara terwujud.
24
KELOMPOK PEREMPUAN
MENGEMBANGKAN PEMBERDAYAAN
Dalam semangat mengurangi kesenjangan dan membangun secara mandiri,
kemungkinan pengembangan pusat-pusat industri dan perdagangan sebagai titik
sentral pemberdayaan ekonomi kerakyatan di kampung-kampung di sekitarnya.
Kita berpendapat bahwa upaya ini harus merupakan kesadaran bersama baik oleh
para pengusaha maupun masyarakat yang ada di kampung-kampung dan desadesa
di sekitar pusat industri dan perdagangan. Tanpa kesadaran bersama upaya
itu akan sia-sia saja. Pendekatan kebersamaan itu harus berbasis luas, yaitu
mengajak keluarga, terutama para ibu-ibu di kampung untuk bersama-sama
melayani para karyawan perusahaan yang setiap harinya tidak saja membutuhkan
pekerjaan, makan, tempat untuk beristirahat, dan juga untuk memenuhi
kebutuhan lainnya.
Tuntutan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dan kebutuhan lainnya itu,
sebagai salah satu contoh, menjadikan para ibu dari desa-desa dan kampung-kampung di
dekat pusat industri dan perdagangan di Kelurahan Kutisari, Kecamatan Tenggilis,
Surabaya, bersatu dan mengembangkan dirinya menjadi kelompok usaha yang akhirnya
dikembangkan menjadi lembaga koperasi berbadan hukum yang makin berbobot.
Koperasi itu mengkoordinasikan kegiatan usaha penduduk kampung dan keluarganya
untuk menghasilkan paket-paket pelayanan yang dibutuhkan oleh penduduk pendatang
yang kebetulan menjadi karyawan pusat-pusat industri dan perdagangan yang ada di
sekitar kampungnya. Pemerintah daerah yang diwakili oleh Camat, Kepala Kelurahan
dan aparat koperasi di daerah itu memberikan dukungan fasilitasi yang memudahkan
penduduk dan keluarga di kelurahan itu mengurus surat-surat menjadikan kelompok
usahanya menjadi koperasi yang berbadan hukum. Selanjutnya aparat yang sama juga
memberikan kemudahan dan bantuan fasilitasi untuk mendapatkan kredit dari Bank
Bukopin yang ada di daerah itu yang kebetulan mempunyai kegiatan pemberdayaan
keluarga dengan kredit Warung Sudara yang didukung oleh Yayasan Damandiri dari
Jakarta.
Strategi praktis yang dikembangkan oleh kelompok koperasi di kampung itu
sederhana dan mudah dilaksanakan. Para ibu diajak bergabung dalam kelompok usaha
yang kemudian dikembangkan menjadi koperasi Bintang Anugerah. Koperasi itu
selanjutnya memperluas keanggotaannya dengan mengajak semua keluarga di kampung
itu yang mau bergabung. Koperasi mengadakan usaha bersama atau memfasilitasi
anggotanya untuk membuka usaha sendiri. Pilihan ini seluruhnya diserahkan kepada
masing-masing anggota untuk menentukannya. Untuk memperkuat koperasi yang baru
tumbuh dan relatif belum mempunyai banyak simpanan, maka koperasi Bintang
Anugerah mengajak keluarga yang relatif kaya menjadi pengurus yang aktif untuk
membantu anggota lainnya yang dianggap masih kurang mampu.
25
Dengan cara itu, ketika koperasi harus memberikan agunan untuk meminjam
dana kredit dari Bank, maka anggota yang kaya itu dengan sukarela memberikan surat
tanah dan surat kendaraannya sebagai agunan yang disyaratkan oleh Bank. Dengan cara
gotong royong seperti itu Koperasi Bintang Anugerah mendapatkan kredit dari Bank
dengan syarat-syarat yang lengkap sehingga para anggotanya dapat mempergunakan
dana yang diperlukannya untuk mulai usaha atau memperluas usahanya.
Koperasi sendiri mengharuskan anggotanya untuk membentuk kelompokkelompok
yang mengadakan usaha bersama atau membuka usaha masing-masing secara
mandiri. Gabungan kelompok itu dipimpin oleh seorang ketua kelompok, sekretaris dan
bendahara. Dengan adanya pimpinan kelompok semacam itu maka setiap kelompok
dapat mengadakan usaha bersama atau saling tolong menolong untuk mendapatkan
pinjaman dari koperasi dengan sistem tanggung jawab renteng. Dengan sistem tanggung
jawab renteng ini maka keamanan pinjaman kepada koperasi dijamin oleh kepercayaan
antar anggota yang masing-masing anggotanya mempunyai kewajiban moril untuk tidak
mencelakakan anggota lainnya. Dalam keadaan kelompok itu membuka usaha bersama,
maka seluruh anggotanya bekerja sama dan menghasilkan produk yang kemudian
dipasarkan secara bersama juga. Dalam keadaan masing-masing anggota mempunyai
usaha pribadi, maka setiap anggota boleh saja mempunyai usaha pribadi dimana
kelompoknya memberikan dukungan secara bersama-sama.
Dengan cara itu Koperasi Bintang Anugerah dalam waktu kurang dari satu tahun
telah mendapatkan pinjaman dari Bank Bukopin dan mulai dengan usahanya melayani
penduduk yang sehari-harinya bekerja di pabrik-pabrik atau para mahasiswa yang kuliah
di Kampus Universitas Petra yang letaknya tidak jauh dari Kelurahan tersebut.
Koperasi Bintang Anugerah yang mempunyai anggota tidak kurang dari 289 ibuibu
itu pada umumnya adalah berasal dari keluarga yang relatif kurang mampu dan
masing-masing mempunyai usaha yang sangat bervariasi. Ada ibu-ibu yang membuat
makanan yang bisa dipesan untuk sarapan pagi di rumah pondokan atau dikirim ke
pabrik-pabrik terdekat untuk makan siang. Umumnya ibu-ibu yang mempunyai kegiatan
masak memasak semacam ini juga melayani pesanan untuk makan malam dari mereka
yang bekerja di pabrik dan mondok di kampung tersebut.
Ada pula ibu-ibu anggota yang mempunyai usaha warung yang menyediakan
segala macam keperluan sehari-hari. Ibu-ibu sederhana ini mempunyai omset yang
cukup menggembirakan dan menjual dagangannya dengan beberapa sistem yang
menarik. Ada ibu-ibu yang menjual keperluan sehari-hari itu dengan cara pembayaran
cicilan untuk satu minggu dan atau untuk satu bulan. Cicilan satu minggu adalah bagi
karyawan yang penerimaan pembayaran upahnya mingguan. Cicilan bulanan adalah bagi
karyawan yang penerimaan upahnya dibayarkan bulanan.
Para mahasiswa yang kebetulan juga tinggal di rumah-rumah penduduk di
kelurahan itu juga ikut menikmati usaha bersama para ibu yang ada. Karena suasana sore
26
dan malam hari di Kelurahan itu nampak marak dan penuh dengan vitalitas karena para
karyawan muda, para mahasiswa dan penduduk setempat bisa mengadakan kegiatan
bersama yang menggairahkan.
27
MENAMBAH ASET PASAR MEMBUKA
KESEMPATAN
Untuk meningkatan kesempatan membangun, menambah lapangan kerja, biasanya kita
mulai dari jalur produksi dengan membuka kesempatan kerja baru. Kita berusaha
meningkatkan kemampuan mengolah bahan baku dengan tehnologi olahan menjadi
produk yang canggih dan laku jual. Pendekatan ini biasanya mengalami hambatan
karena kita biasanya tidak terlalu peduli menggarap pasar, aksesnya, dan penelitian
tingkah laku konsumen yang membutuhkan barang produksi tersebut. Untuk mengatasi
kesulitan, biasanya segera dipelajari tingkah laku konsumen dan mencoba menjual
produk dengan tehnik-tehnik pemasaran yang cocok dengan tingkah laku tersebut.
Gagasan untuk memperhatikan konsumen melalui segala pendekatannya biasanya
membawa hasil yang lumayan, sehingga kedua pendekatan itu biasanya menjadi andalan
untuk mencapai sukses.
Pendekatan semacam ini untuk produk-produk manufaktur bisa berjalan lancar karena
dikelola oleh suatu badan usaha yang lengkap dengan unit pemasaran yang tangguh dan
mempunyai program yang komprehensip. Produk-produk manufaktur kemudian
diciptakan dengan selera pasar setelah bagian pemasaran mengadakan riset pasar yang
seksama. Perubahan bentuk dan penampilan produk disana sini yang dituntut pasar
dengan mudah dilaksanakan agar menyesuaikan produk yang lebih akrab dengan pasar
dan diminati oleh konsumen.
Dengan produk yang lebih akrab pasar mudah sekali konsumen seakanakan
dipenuhi seleranya dan harus membeli produk tersebut yang menurut
“produsennya” telah sesuai dengan selera pasar dan produknya “seakan -akan” sudah
sangat dibutuhkan oleh pasar. Bagian pemasaran dengan mudah bisa meng-“ create”
pasar dengan demand baru atas produk-produk yang dihasilkan oleh usaha besar atau
usaha raksasa industri manufaktur tersebut.
Sebaliknya dengan pengalaman dan hasil riset pasar itu bagian produksi
makin bisa menyesuaikan produk-produknya menjadi produk yang seakan-akan diminati
pasar. Padahal “pasar” itu sesungguhnya telah di -“create” oleh bagian pemasaran
dengan tehnik komunikasi dan pemasaran yang canggih. Dengan ciptaan itu
sesungguhnya bukan saja mereka bisa membaca selera pasar, tetapi dalam banyak hal
mereka bisa juga mencipta pasar untuk barang-barang produknya yang beraneka ragam
itu.
Tidak jarang dibuat begitu rupa sehingga proses produksi
mengikutsertakan para calon pengguna untuk meyakinkan bahwa proses produksi itu
memang dikerjakan “sesuai dengan selera pasar”, atau sesuai dengan permintaan pasar.
Unit produksi yang bergerak dengan cara demikian biasanya berhasil meyakinkan suatu
“critical mass” yang menjadi pembela produsen bahkan bisa menjadi sangat fanatik
terhadap hasil karya suatu produk-produk tertentu. Proses pengikutsertaan masyarakat
28
dengan strategi itu bisa juga menimbulkan kebanggaan tersendiri kepada masyarakat
akan produk manufaktur dari daerahnya yang menjadi ciri atau jati diri daerah yang
bersangkutan.
Usaha Kecil tidak memiliki Unit Pemasaran
Keadaannya berbeda untuk usaha kecil dan menengah. Pada umumnya
usaha-usaha kecil dan menengah tidak memiliki unit pemasaran tersendiri sehingga
produk-produk yang dihasilkannya tidak mudah disesuaikan dengan selera pasar.
Mereka juga tidak mampu untuk “meng -create demand”, tidak mampu mencipta pasar
untuk menjual barang-barang produknya, sehingga produk-produk usaha kecil tidak
mempunyai pasaran yang makin luas dan dapat sejajar atau menyaingi produk dari usaha
manufakturing yang lebih besar.
Yang lebih menyedihkan lagi adalah bahwa usaha kecil dan menengah
umumnya tidak memiliki aset terhadap pasar karena beberapa sebab. Salah satu
sebabnya adalah karena usaha kecil mempunyai modal yang sangat terbatas. Aset pasar
umumnya sudah terlanjur dimiliki oleh usaha yang lebih mapan dan atau oleh usaha
yang lebih besar. Ketidakmampuan usaha kecil untuk memiliki aset pasar ini sangat
membatasi gerakan dari usaha atau pemasaran produk-produknya.
Karena usaha kecil tidak memiliki unit pemasaran maka usaha kecil
umumnya juga tidak mempunyai program pemasaran yang canggih. Upaya yang
dilakukan lebih banyak mengandalkan pada kemurahan pemerintah untuk
mengembangkan pemasaran atau pada sifat tradisional yang terjadi secara alamiah. Cara
ini hanya memberi hasil yang sangat minimal. Lebih-lebih lagi dapat kita ketahui bahwa
karena banyak keterbatasannya, umumnya pemerintah hanya bergerak dalam bidang
yang bersifat pasip yaitu memberikan legitimasi perijinan. Pemerintah tidak atau belum
bergerak dalam bidang pemasaran produk-produk dari usaha kecil dan menengah yang
ada.
Kegiatan pemasaran seperti pembuatan paket-paket yang menarik
konsumen, mengamankan produk dari segala cara untuk menarik konsumen tidak
mendapatkan penanganan yang memadai. Begitu juga usaha kecil tidak bisa mengatur
harga dari produk-produknya untuk bisa bersaing dengan produk dari usaha yang lebih
besar, menutupi ongkos produksi pada jangka panjang dan menyediakan pelayanan yang
memberi nilai tambah yang memadai untuk biaya promosi dan keperluan pemasaran
lainnya.
Membuka Aset Pasar Usaha Produk Pertanian
Seperti halnya usaha kecil lainnya, produk pertanian, yang diusahakan
oleh para petani di pedesaan juga kurang mendapat dukungan dalam hal pasar dan
pemasaran. Produk-produk para petani ini mengalami nasib yang serupa dengan usaha
kecil dan menengah. Produk-produk pertanian yang dihasilkan oleh para petani di
29
pedesaan tidak didukung dengan strategi pemasaran yang memadai. Produk-produk para
petani umumnya dipasarkan secara konvensional dari hari ke hari kepada pedagang
pasar lokal atau pedagang-pedagang antara yang menjemput produk para petani itu di
pedesaan. Dengan cara demikian jaminan harga dan kontinuitas penjualan juga sangat
tergantung pada apa yang ada di sekitarnya itu.
Adalah sukar sekali membuka aset pasar untuk para petani, lebih-lebih
melihat produk pertanian yang kontinuitasnya sangat tergantung pada musim maupun
faktor-faktor lain yang ada di sekitarnya. Produk-produk pertanian petani kecil itu juga
tidak memperoleh standardisasi yang biasanya dituntut dalam suatu sistem pemasaran
modern. Karena tidak ada standardisasi juga tidak ada ketentuan harga yang baku serta
mudah diikuti oleh pasar dan para konsumennya.
Salah satu terobosan yang berani sedang dilakukan oleh sebuah
perusahaan swasta dari Tanggerang bernama PT Selarasgriya Adigunatama. Perusahaan
ini, tidak seperti lainnya, memulai usahanya tidak dari jalur produksi tetapi justru dengan
membuka pasar dan menambah aset pasar bagi para pengusaha kecil dan para petani
yang berasal dari desa-desa. Aset pasar itu dibuka dengan strategi yang menarik.
Pertama, PT Selarasgriya Adigunatama menanam investasi besar-besaran
merencanakan membuka jaringan pasar dengan ketentuan yang lentur agar para
pengusaha kecil, menengah dan khususnya para petani dengan tanah sempit dan hasil
yang relatif kecil dapat memperoleh aset pasar dengan mudah. Segala kemungkinan
dengan tujuan agar setiap petani atau pengusaha kecil memperoleh aset itu
diperhitungkan betul dengan seksama. Setiap jaringan direncanakan melayani suatu
radius tiga sampai empat jam kendaraan dengan harapan sayur atau buah-buahan itu
tetap segar sampai ke pasar yang disediakan;
Kedua, pasar dibuka dengan sistem manajemen terbuka sehingga para
pedagang, para pengusaha kecil dan petani dapat memperoleh akses dengan mengetahui
secara lebih pasti perkiraan ongkos-ongkos yang dibutuhkan untuk berdagang atau untuk
ikut berjualan di pasar yang dibangun secara modern itu. Setiap pedagang, pengusaha
kecil atau petani dapat berpartisipasi sesuai dengan kemampuan karena mengetahui
biaya yang harus dikeluarkan atau ditanggungnya. Segala ongkos-ongkos yang harus
dipikul oleh setiap penghuni dijelaskan kepada para nasabah dengan transparan sehingga
tidak ada biaya sembunyi yang harus datang secara mendadak dan diluar perhitungan;
Ketiga, pasar dibuka dan disewakan dengan harga sewa yang bervariasi
agar mereka yang mampu untuk menyewa dalam jangka panjang dapat melakukannya
dengan mudah. Sebaliknya mereka yang hanya mampu menyewa untuk jangka pendek
atau bahkan harian dapat pula melakukannya dengan sama mudahnya. Yang menjadi
pedoman penting adalah bahwa pasar itu menjadi wahana untuk berpartisipasi dalam
membangun kesejahteraan warga penghuninya;
30
Keempat, mereka dapat memperoleh informasi tentang barang dan
produk apa saja yang laku jual di pasar itu melalui sistem informasi yang dikeluarkan
oleh manajemen pasar secara teratur. Informasi yang teratur ini dapat dipergunakan
untuk memprediksi kebutuhan pasar bagi setiap nasabah yang memiliki kios di pasar itu.
Prediksi kebutuhan pasar itu disebarluaskan juga kepada para petani agar mereka dapat
mengatur pola tanam untuk tidak menggoncangkan keseimbangan supply dan demand
yang bisa mengacaukan harga penjualan. Prediksi penjualan atau kebutuhan pasar itu
juga berguna untuk konsumen yang bakal datang agar mereka mendapat dukungan dari
para produsen yang membaca kebutuhan produk apa yang harus dihasilkan untuk
mengisi pasar pada suatu periode tertentu. Pengaturan keseimbangan antara supply dan
demand oleh para pedagang yang ada di pasar dan para produsennya menghasilkan pula
upaya bersama pemeliharaan kualitas dari produk yang dihasilkannya;
Kelima, pasar dan asetnya dikelola bersama oleh pemilik pasar, penghuni
pasar, para usahawan, petani supplier, konsumen serta tamu pada umumnya. Segala
kebutuhan sehari-hari pasar dan penghuninya mendapat perhatian yang seksama seperti
misalnya keperluan untuk sholat disediakan masjid dan mushola yang lengkap,
keperluan untuk kebersihan dijamin dengan penyediaan air yang melimpah dengan
tower yang bisa untuk mengatur pengglontoran seluruh kawasan pasar secara periodik,
keamanan dijamin dengan sangat baik agar tidak ada rasa kawatir bagi para
penghuninya.
Disamping hal-hal diatas pasar dan sekelilingnya juga dikelola dengan
fasilitas yang memadai seperti misalnya adanya jalan-jalan dalam pasar yang lebar
dengan akses langsung ke setiap kios. Setiap kendaraan bisa merapat sampai ke pinggir
kios-kios yang memudahkan para penghuni kios menurunkan dan mengangkat barangbarang
ke kendaraan yang merapat ke pinggiran masing-masing kios. Setiap penghuni
kios bisa dengan mudah mengawasi dinaikkan dan diturunkannya barang-barang ke
kendaraan yang ada. Tower air yang cukup kecuali untuk membersihkan pasar, juga
menjamin tempat-tempat pencucian bagi beberapa kios makanan mencuci piring dan
keperluan lainnya.
Dengan kebijaksanaan dan pola pengelolaan itu PT Selarasgriya
Adigunatama mulai berhasil. Dalam kasus di Pasar Induk Tanggerang, dia berhasil
menggairahkan pasar yang dibangun dengan modal swasta itu. Setiap siang mulai
berdatangan truk-truk pengangkut dari sumber daerah asal pertanian. Menjelang malam
sampai tengah malam berdatanganlah pembeli secunder dari pasar-pasar di Tanggerang
sampai ke wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Pusat sampai ke Jakarta Utara, mungkin
juga bahkan ke seluruh Jakarta. Akses ke pasar itu sangat mudah karena bisa melewati
jalur tol ke Bandar Udara Soekarno Hatta yang memudahkan hubungan antara
Tanggerang dan Jakarta sekitarnya. Kalau eksperimen yang sungguh sangat menarik ini
berhasil, PT Selarasgriya Adigunatama akan memperluas usahanya ke Palembang dan
Surabaya dengan pola yang sama. Pola ini tidak lain adalah menyadiakan pasar modern
yang dikelola dengan cara terbuka, profesional dan sangat memperhatikan penghuninya
lengkap dengan segala kebutuhannya.
31
Semoga makin banyak perusahaan yang peduli terhadap petani, usaha
kecil dan menengah di Indonesia karena kesejahteraan mereka adalah kesejahteraan kita
bersama juga.
32
GORONTALO DAN LIMA MILYAR DANA
PEMBERDAYAAN
Atas permintaan Ibu Persiden RI, Ibu Megawati Soekarnoputri, Yayasan
Damandiri diharapkan membantu kawasan Indonesia bagian timur. Untuk itu
keluarga di kawasan Gorontalo yang berada dibawah garis kemiskinan, yang
ternyata jumlahnya relatif besar akan segera mendapat dukungan pemberdayaan
dari Yayasan. Dana untuk itu sebesar Rp 5 milyar telah diserahkan kepada Bank
Sulut Cabang Gorontalo untuk dapat membantu sekitar 50 – 60 ribu keluarga
yang sudah tergabung dalam kelompok UPPKS dan layak mendapat bantuan
karena dinyatakan “telah lulus” dari pemberdayaan sebelumnya.
Keluarga yang akan dibantu itu tergabung dalam kelompok ibu-ibu UPPKS yang
selama ini telah mengikuti program pemberdayaan berupa latihan menabung Takesra
yang modal awalnya dibantu juga oleh Yayasan Damandiri semenjak tahun 1995. Pada
umumnya mereka juga telah mengikuti latihan usaha dengan kredit murah Kukesra atau
Kresidt Usaha Keluarga Sejahtera yang modalnya melalui Bank BNI disediakan juga
oleh yayasan Damandiri dari Jakarta.
Pada umumnya ibu-ibu itu di kelompoknya mendapat bimbingan dari para PLKB
atau petugas lapangan keluarga berencana dan PKK yang tersebar luas di pedesaan.
Usaha mereka bervariasi mulai dari menanam jagung, membuat kue-kue dan makanan
kecil sampai kepada industri rumah tangga yang hasilnya dijual di pasar-pasar di seluruh
Gorontalo.
Pada tingkat awal, seperti juga dibagian lain di seluruh Indonesia, setiap ibu yang
dianggap perlu untuk mengikuti pemberdayaan diundang untuk bergabung dalam Usaha
Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) di desanya. Setiap anggota
kelompok diharuskan mulai belajar manabung. Uang tabungan pertama yang dimulai
dengan Rp. 2.000,- setiap keluarga dananya disumbang oleh Yayasan Damandiri.
Mereka yang sudah mempunyai tabungan, bersama dengan kelompoknya diberi
kesempatan untuk mengikuti berbagai kursus ketrampilan. Setelah mengikuti berbagai
kursus ketrampilan, kepada kelompoknya diberikan kesempatan untuk mengambil
kredit untuk keperluan usaha yang dinamakan kredit usaha keluarga sejahtera atau
Kukesra. Kredit pertama memang sangat kecil untuk perseorangan yaitu hanya Rp.
20.000,- untuk setiap anggota. Tetapi karena kelompok anggotanya adalah sekitar 20
sampai 25 orang, maka setiap kelompok sudah mempunyai dana sekitar Rp 400.000,-
sampai Rp. 500.000,-. Dana sebesar itu cukup untuk suatu usaha bersama awal di tingkat
pedesaan. Di beberapa daerah uang Rp. 20.000,- itu juga cukup untuk awal menjual
sayur mayur atau untuk berdagang pecel atau makanan kecil lainnya. Tetapi memang
uang sebesar Rp. 20.000,- itu tidak dapat untuk mensejahterakan keluarga yang
bersangkutan, lebih-lebih lagi karena 10 persen dari dana itu harus ditabung !
33
Apabila pinjaman itu sudah lunas, maka tabungannyapun sudah menjadi Rp.
4.000,- dan kelompok yang bersangkutan bisa meminjam dengan jumlah pinjaman
sebesar 10 kali lipat dari tabungannya. Sehingga pinjamannya menjadi Rp. 40.000,- per
anggota. Dengan cara begitu maka pinjaman suatu kelompok kalau sudah mencapai
tahap kelima akan menjadi sebesar Rp 320.000,- untuk setiap anggota dan dianggap
memadai serta dianggap cukup untuk suatu usaha mandiri bagi anggota yang
bersangkutan.
Dengan adanya dana baru dari Yayasan Damandiri melalui Bank Sulut untuk
kegiatan sistem Pembinaan Usaha Mandiri atau Pundi, maka mereka yang dianggap
menonjol dan membayar cicilan pinjamannya dengan teratur, teratur pula menabung,
serta tidak mempunyai tunggakan kredit dan usahanya dipandang mempunyai prospek
yang baik untuk masa depan akan diantarkan oleh para PLKB-nya untuk menghubungi
Bank BPD Sulut Cabang Gorontalo untuk mendapatkan pemberdayaan dan pinjaman
yang nilainya tergantung pada kebutuhannya sendiri secara mandiri.
Dana yang disediakan sebanyak Rp 5 milyar untuk Gorontalo itu rencananya
akan khusus dipergunakan untuk membantu keluarga pra sejahtera dan keluarga
sejahtera I yang telah lulus untuk ikut berpartisipasi membantu usaha menanam jagung,
usaha menyediakan bibit jagung hibrida, pupuk untuk jagung, atau untuk keperluan
industri keluarga berupa produksi makanan dari bahan jagung. Menurut petunjuk
Gubernur dana sebesar Rp. 5 milyar itu seluruhnya akan menjadikan para keluarga yang
sudah mulai berpengalaman dalam kelompok UPPKS melanjutkan partisipasinya dalam
olah industri agropolitan di Gorontalo dalam menjadikan propinsi ini wahana untuk
memproduksi jagung dan segala sesuatu yang ada hubungannya dengan tanaman jagung
atau produk yang bahan bakunya berasal dari jagung.
Keluarga dan para pengusaha lain yang lebih mampu diundang pula oleh
Gubernur untuk ikut berpartisipasi menggarap lahan yang masih membentang luas di
Gorontalo dengan menanam jagung dan menghasilkan produk-produk lain yang bahan
bakunya dari jagung. Disamping itu Gubernur akan mengundang investor dari Jakarta
atau tempat lain untuk membeli jagung hasil produksi rakyat yang mungkin saja akan
menjadi melimpah. Akan diusahakan agar harga jagung tidak merosot pada saat panen
dan tetap stabil pada musim-musim tidak panen sehingga industri atau perdagangan yang
mengandalkan jagung sebagai bahan bakunya tidak mengalami fluktuasi harga yang
tidak perlu.
Demikianlah kiranya Harganas IX di Gorontalo telah menggugah masyarakat
luas dan membawa manfaat yang sangat signifikan untuk masyarakat Gorontalo sendiri
yang dengan penuh heroik menyambut Harganas itu dengan penuh antusias.
1
MEMBANGUN ASRAMA MAHASISWA BERBASIS
MASYARAKAT
Upaya menjadikan kampus atau pusat pendidikan sebagai pusat pembangunan atau pusat
pengembangan wilayah dapat ditempuh dengan berbagai cara. Salah satu syaratnya
adalah perlunya dikembangkan upaya untuk menyatukan masyarakat kampus dengan
masyarakat sekitarnya. Karena setiap cara mempunyai kelebihan dan kekurangannya,
terlebih dulu perlu disatukan manusia-manusia kampus dengan masyarakat sekitarnya.
Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan membangun koperasi atau usaha
ekonomi kampus berbasis masyarakat atau sebaliknya yang salah satu usahanya adalah
membangun asrama mahasiswa berbasis kemasyarakatan.
Seperti kita ketahui, selama ini kampus dikenal sebagai suatu sosok yang sangat
terhormat, dihargai karena mempunyai kekayaan intelektual, baik dalam bentuk ilmu
pengetahuan atau dalam wujud nyata berupa sumber daya manusia. Namun tidak jarang
kampus dianggap sebagai suatu aset yang lepas dari masyarakat sekitarnya, sengaja atau
tidak sengaja. Kegiatannya bisa bersifat ekslusif dan diikuti oleh masyarakatnya sendiri,
dan tidak jarang dalam kegiatannya itu justru berakibat makin jauh dari masyarakat
sekitarnya. Kegiatan itu justru menjadi sangat ekslusif sehingga menjadikan kampus
berjarak jauh dengan lingkungannya.
Masyarakat sekitar kampus yang mungkin saja sangat sederhana, miskin dan
lugu, karena dekat dengan kampus, merasa lebih miskin dan tidak bisa mengambil
manfaat dari keberadaan kampus di kampung atau di desanya. Masyarakat bisa merasa
tidak mempunyai kegiatan yang relevan dengan kampus. Tidak jarang untuk mendekati
kampus masyarakat terhalang karena jarak psychologis itu. Mereka menjadi makin jauh
dan tidak ada alasan-alasan lain untuk saling mendekati.
Upaya mendekatkannya dengan berbagai jalan, baik itu yang bersifat budaya dan
sosial mengalami banyak hambatan karena perbedaan kepentingan dan atau karena
alasan-alasan lainnya. Padahal apabila kedua komponen masyarakat itu dapat bersatu
dan saling isi mengisi niscaya banyak hal dapat dikerjakan bersama dan bisa dihasilkan
kesejahteraan yang bisa dinikmati bersama pula. Lebih-lebih lagi kalau kampus itu harus
mandiri dan mengembangkan dirinya menjadi suatu unit ekonomi yang kokoh kuat
berdiri dalam lingkungannya.
Salah satu cara untuk mendekatkan kampus dengan lingkungannya adalah
dengan mengadakan usaha bersama untuk menempatkan mahasiswa dalam asramaasrama
yang dibangun dengan berbasis kemasyarakatan. Usaha membangun asrama itu
dapat dimulai dengan membangun usaha bersama atau koperasi usaha, baik yang
dimotori oleh kampus atau yang dimulai oleh masyarakat sekitarnya.
Dalam hubungan ini setiap koperasi atau usaha bersama yang dibangun di
kampus, apakah itu koperasi kampus yang dimotori oleh para karyawan atau civitas
2
akademika, atau usaha ekonomi lainnya, harus mempunyai sifat usaha ekonomi yang
keanggotaannya terbuka, artinya usaha ekonomi itu boleh dan harus diikuti oleh
penduduk sekitar kampus. Upaya ini akan marak dan memberi manfaat yang besar
karena tenaga-tenaga profesional dari kampus dapat menjadi pemikir dan pelaksana
untuk mengembangkan usaha dengan jangkauan yang sangat luas, tidak saja di sekitar
kampus tetapi juga wilayah lain di luar jangkauan kampus atau di luar desanya.
Sebaliknya penduduk sekitar dapat menjadi karyawan dari usaha ekonomi itu dan
sekaligus partisipan aktif, pemegang saham, mengikutkan penyertaan modal, atau
menjadi anggota koperasinya, sehingga kemakmuran dan kesejahteraan penduduk yang
sekaligus adalah anggota usaha itu atau anggota koperasi dapat ditingkatkan. Dengan
cara itu kesenjangan antara kampus dan masyarakat sekeliling dapat dicegah dan kampus
tidak membuat iri hati atau menyebar kebencian di luar wilayahnya.
Para tenaga profesional, apakah itu dari fakultas ekonomi atau dari fakultas
lainnya dapat terjun sebagai pengurus badan usaha atau koperasi itu sehingga dapat ikut
serta merencanakan kegiatan ekonomi kerakyatan yang marak. Sebaliknya para
penduduk sekitar kampus dapat “ikut kuliah” dengan terjun sebagai anggota badan usaha
yang pengurusnya sebagian adalah para dosen dan mahasiswa yang berasal dari kampus
tersebut.
Salah satu kegiatan yang dapat dikerjakan oleh badan usaha atau koperasi
kampus itu adalah membangun asrama mahasiswa yang berbasis kemasyarakatan.
Asrama itu tidak perlu dibangun berupa gedung-gedung besar yang megah tetapi cukup
bahwa sebagian rumah penduduk disulap menjadi asrama dengan penghuni tidak lebih
dari dua atau empat orang mahasiswa saja di setiap rumahnya. Dengan cara demikian
maka asrama itu dibangun dengan berbasis kemasyarakatan yang luas. Para mahasiswa
menyebar di rumah-rumah penduduk yang bergabung dalam suatu usaha bersama.
Koperasi atau usaha asrama mahasiswa itu memelihara kegiatan secara profesional,
dengan tata cara dan kondisi yang tertip, dan setiap rumah pondokan mengikuti standar
minimal yang disyarakatkan dengan ketat oleh kebersamaan itu.
Mula-mula setiap penduduk yang menjadi anggota usaha itu mempunyai rumah
dan fasilitas sederhana apa adanya. Badan usaha atau koperasi yang ada dengan
dukungan kredit dari Bank, misalnya Bank Pembangunan Daerah (BPD), mengusahakan
perbaikan sarana rumah-rumah itu untuk layak ditempati oleh para mahasiswa yang
belajar pada perguruan tinggi tersebut. Sebagai contoh koperasi dapat menentukan
standard luasnya kamar untuk setiap mahasiswa, lampu penerangan untuk belajar, kamar
mandi dan wc, serta keperluan ibadah dari mahasiswa yang menempati pondokan
tersebut.
Setiap rumah pondokan menyatu bersama dalam bentuk koperasi atau dalam
bentuk usaha bersama yang kemudian bisa mendapat dukungan tenaga tehnis dari
universitas, misalnya tenaga ahli penasehat bangunan dari fakultas tehnik untuk renovasi
dengan mendapatkan bahan-bahan yang baik dan murah. Mereka bersama membangun
ruangan dengan standard yang ditentukan. Setiap rumah dan kamarnya kemudian
3
mendapatkan dukungan standardisasi dengan pengawasan yang ketat dari organisasi
bersama agar memenuhi persyaratan minimal layaknya sebuah asrama mahasiswa.
Dengan standardisasi bangunan dapat pula diberikan dukungan bagi setiap
mahasiswa sehingga sewa kamar relatif seragam dan murah tetapi tidak merugikan
pemilik rumah yang sekaligus adalah anggota badan usaha kampus tersebut. Tentunya
jarak antara rumah atau asrama dengan kampus juga perlu mendapat perhatian dan
jaminan dengan harga sewa yang bervariatip.
Di tiap-tiap pondokan dapat disediakan bacaan untuk menunjang tugas-tugas
mahasiswa atau setiap beberapa rumah disediakan satu tempat dimana buku-buku
mahasiswa yang lama ditinggalkan untuk menjadi bahan bacaan teman lain yang lebih
junior. Dengan cara demikian koperasi memelihara juga hubungan antara anggota lama
dengan anggota baru yang seluruhnya adalah mahasiswa dari jurusan atau dari fakultas
yang sama. Penduduk setempat dengan bantuan dan kerjasama mahasiswa menyediakan
fasilitas perpustakaan turun temurun itu sebagai bagian dari pelayanan yang diberikan
kepada para mahasiswa baru oleh mahasiswa yang telah lulus terlebih dahulu.
Sebagian asrama itu dapat dilengkapi dengan ruang makan dan penyediaan
makanan untuk setiap mahasiswa penghuninya. Namun, apabila fasilitas itu tidak dapat
diselenggarakan oleh suatu asrama, maka sebagian penduduk lain yang adalah anggota
badan usaha itu dapat dibantu untuk membangun dan mengembangkan warung-warung
makan yang melayani mereka yang tidak makan di rumahnya atau yang melayani makan
ekstra bagi mahasiswa yang kebetulan ingin mendapatkan variasi makan lainnya.
Warung-warung makan itu sekaligus dapat melayani keperluan penduduk lain di
desa itu sehingga keadaan pedesaan sekitar kampus menjadi bertambah marak karena
adanya warung makan yang banyak didatangi oleh para mahasiswa. Penduduk biasa
dapat bergaul dan bersahabat dengan para mahasiswa yang makan dari warung yang
sama. Anak-anak remaja dari pendidikan menengah, menengah atas dan lainnya dapat
ikut nimbrung dalam warung-warung itu, yang sekaligus akan menghidupkan suasana
rukun diantara anak-anak muda di pedesaan tersebut.
Lebih lanjut dari pada itu sebagian rumah lainnya dapat menyediakan warung
kebutuhan alat tulis menulis, warung kebutuhan dapur, atau fasilitas penatu, dan
keperluan sehari-hari lainnya. Dengan cara demikian suasana kampung sekitar kampus
itu akan lebih hidup dan marak dengan berbagai kegiatan ekonomi yang dinamik.
Aspek modal usaha dan dana
Salah satu syarat untuk membuka usaha harus ada visi dan misi yang jelas
tentang usaha membuat asrama mahasiswa berbasis masyarakat itu. Usaha ini harus
mendapat komitmen dari Pimpinan Kampus bahwa usaha itu tidak akan disaingi
misalnya kampus membangun suatu asrama mahasiswa yang bersifat raksasa dan
menampung banyak mahasiswanya. Apabila komitmen ini tidak ada bisa saja asrama
4
mahasiswa yang berbasis masyarakat itu mendapat saingan dari dirinya sendiri dan akan
memperlemah motivasi mahasiswa untuk tinggal dalam suatu asrama dengan basis
masyarakat.
Kecuali komitmen dalam hal penyediaan sarana yang sama atau hampir sama
diperlukan pula komitmen ketenagaan untuk bersama-sama menjadi insan yang
membantu pembangunan kebersamaan dan dukungan tehnis untuk membangun lembaga
yang sifatnya berbasis kemasyarakatan tersebut. Komitmen ketenagaan ini menyangkut
sumber daya untuk mengolah dan mengembangkan usaha serta sumber daya yang dapat
menjadi pelaksana usaha bersama tersebut. Tanpa kejelasan tentang siapa saja tokohtokoh
yang diajak mengembangkan usaha bersama-sama perlu dikaji dengan seksama
feasibility dari upaya-upaya yang diusulkan itu dengan daya jangkau investasi untuk
ditanamkan pada usaha yang disebutkan diatas.
Komitmen sumber daya manusia ini agak luas, menyangkut sumber daya
manusia untuk mengelola usaha serta sumber daya manusia yang dapat menjadi
penyelenggara kegiatan-kegiatan ekonomi bersama tersebut. Perlu dipikirkan pula
kemampuan sumber daya manusia untuk mempertimbangkan keputusan-keputusan pada
tingkat tinggi dan operasional di lapangan. Perlu pula dipikirkan berapa kemampuan
ketenagaan, terutama tenaga muda di kampung-kampung yang dapat diajak serta dalam
usaha ini agar diperoleh keuntungan ganda yang wajar.
Disamping komitmen ketenagaan perlu adanya kemampuan manajemen yang
optimal agar bisa dilakukan berbagai pengelolaan yang profesional untuk memperoleh
keuntungan yang memadai. Apabila hal ini tidak diselidiki dengan cermat bisa-bisa jenis
usaha ini menimbulkan kekecewaan yang tidak ada gunanya.
Akhirnya diperlukan dukungan pendanaan yang cukup agar usaha ini bisa
dilakukan dengan wajar dengan kegiatan berkelanjutan dan lestari karena kampus akan
tetap berada di tempatnya sedangkan sikap dan tingkah laku masyarakat akan makin
kondusif kalau proses itu berjalan lancar dan saling menguntungkan.
Mudah-mudahan upaya mendekatkan kampus dengan masyarakatnya itu
mendapat hasil yang optimal melalui pembangunan asrama mahasiswa berbasis
kemasyarakatan dan suasana kampus sebagai pusat ilmu dan technologi makin kondusif
sebagai pusat pembangunan bangsa dan negara tercinta.
5
DARI KUKESRA MENUJU GIRI MAKMUR
Selama enam tahun terakhir ini BKKBN bersama Bank BNI dan Yayasan
Damandiri, dengan dukungan seluruh jajaran pembangunan di seluruh Indonesia,
telah berusaha memberikan pendidikan dan pelatihan kepada keluarga-keluarga
kurang mampu untuk mengentaskan dirinya dari lembah kemiskinan. Keluarga
yang mendapat dukungan itu jumlahnya tidak tanggung-tanggung, yaitu sebanyak
lebih dari 13 juta keluarga dan tersebar di seluruh Indonesia. Menjelang Hari Ibu
2002 ada baiknya upaya ini diangkat kepermukaan karena sesungguhnya upaya ini
adalah pemberdayaan perempuan.
Sebagian keluarga yang mengikuti proses pemberdayaan itu, karena sudah
bertahun-tahun mengalami penderitaan yang sangat menyedihkan, lebih-lebih lagi
karena adanya musibah nasional semenjak tahun 1997-1998, belum berhasil dientaskan.
Sebagian dari mereka malah makin terpuruk dan masih memerlukan uluran tangan
pemerintah atau lembaga-lembaga lain yang lebih besar dan luas jangkauan
operasionalnya untuk melanjutkan upaya yang telah dimulai. Tetapi ada pula kelompokkelompok
keluarga yang mulai berhasil lepas dari lilitan kemiskinan dan bangkit
menjadi warga negara terhormat di kampung, di desa atau di kabupatennya.
Bagi keluarga-keluarga yang belum lulus, kadang-kadang upaya menolong
mereka itu menjadi lebih sukar karena beberapa alasan. Ada kalanya keluarga kurang
mampu itu merasa putus asa dan tidak berdaya. Atau karena alasan-alasan tertentu
mereka merasa tidak cocok dengan cara atau para pendamping yang membantu mereka
melepaskan diri dari belenggu kemiskinan. Ada kalanya para petugas sendiri bosan
karena keluarga yang umumnya mempunyai latar belakang sosial ekonomi sangat
rendah, buta huruf, sukar mengikuti perubahan dan merasa tidak mempunyai motivasi
untuk maju. Ada saja para petugas tidak sabar menghadapi keluarga yang memerlukan
ketelatenan pendampingan yang luar biasa. Mereka tidak sabar karena penggarapan yang
sepotong-potong hampir pasti tidak akan banyak menolong.
Menurut penelitian Drs. Oos M. Anwas dari Yayasan Damandiri, kelompokkelompok
keluarga yang berada di sekitar makam Sunan Giri Gresik, Jawa Timur,
termasuk kelompok yang mempunyai pengalaman menarik. Kelompok-kelompok
keluarga itu, seperti halnya kelompok lain seperti ini, di tahun 1995-1996 mulai
mendapat bantuan pemberdayaan. Kelompok-kelompok itu, yang anggotanya terdiri dari
para ibu, seperti juga kelompok lainnya, mula-mula bergabung dalam kelompok
Akseptor KB. Kelompok ini kemudian berkembang menjadi Kelompok Usaha
Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS). Para anggota kelompok ini diajak
belajar menabung dengan jumlah tabungan awal sebesar Rp. 2.000,- dan kemudian
meningkat terus sesuai kemampuan dan perkembangan yang ada.
Latihan belajar menabung itu sekaligus merupakan upaya pemberdayaan
keluarga dalam bidang ekonomi. Selama mereka belajar menabung mereka juga
6
bersama-sama berkumpul dan belajar membuat berbagai kerajinan yang kiranya dapat
dikembangkan menjadi produk yang laku jual. Bahkan dalam kelompok-kelompok
semacam itu, yang biasanya tergabung dalam kelompok PKK, diadakan juga kursuskursus
ketrampilan sesuai dengan minat para anggotanya. Ada juga diadakan kursuskursus
sesuai dengan permintaan masyarakat yang ada di komunitas tersebut.
Kelompok-kelompok semacam ini pada umumnya memilih pengurus yang tidak
seluruhnya keluarga kurang mampu. Mereka kemudian bersama-sama mengembangkan
kegiatan usaha yang bisa membantu meningkatkan kemampuan ekonomi rumah
tangganya. Untuk keperluan itu kelompoknya mendapat kesempatan meminjam uang
atau kredit Kukesra dari Bank BNI. Kesempatan kredit itu adalah karena mereka
dianggap mempunyai tabungan yang kurang lebih dapat menjadi semacam syarat agunan
atau untuk modal awal tanggung jawab renteng antar anggotanya. Pinjaman pertama
dimulai dari Rp. 20.000,- untuk setiap keluarga, kemudian Rp. 40.000,- sampai akhirnya
setiap keluarga boleh mengambil pinjaman sebesar Rp. 320.000,-. Karena keluargakeluarga
itu mempunyai usaha dalam kelompok yang terdiri dari 10 anggota atau 20
anggota, pinjaman yang setiap anggotanya relatif kecil kalau dikumpulkan dalam satu
kelompok bisa mencapai jumlah yang cukup besar. Hasil pinjaman para anggota itu
biasanya dipergunakan untuk usaha bersama.
Dengan adanya pinjaman Kukesra, kelompok yang ada di sekitar makam Sunan
Giri Gresik, dimana para keluarga ini umumnya sejak jaman dahulu telah mempunyai
kemampuan dan pengalaman khusus dalam membuat barang-barang kerajinan, yaitu
membuat perhiasan dari bahan tembaga, perak atau emas, segera memperluas usaha
yang telah mereka geluti tersebut. Para Ibu yang tadinya tidak bekerja dan hanya
membantu para suaminya di rumah saja, mulai menggeluti kerajinan itu melalui kegiatan
kelompoknya.
Dengan bimbingan ketua atau pengurus kelompok, para anggota itu menyatu
dalam usaha bersama untuk membuat perhiasan dari bahan-bahan tembaga, perak dan
sebagian juga dari bahan emas. Hasil dari usaha kelompok itu dijual di sekitar makam
Sunan Giri atau dijajakan ke tempat-tempat lain yang dianggap menguntungkan. Karena
mereka yang berziarah ke makam Sunan Giri umumnya ummat Islam, termasuk saatsaat
menjelang Hari Raya lalu, penjualan hasil kerajinan itu dikombinasikan dengan
penjualan barang-barang lain yang bernuansa ke-Islaman.
Dengan bergabung dalam kelompok, para Ibu yang semula hanya ikut dalam
gerakan KB, mulai ikut aktip dalam gerakan untuk mengentaskan keluarga dan
masyarakat dari lembah kemiskinan. Upaya ini tidak mudah karena untuk masyarakat di
sekitar makam Sunan Giri itu biasanya para ibu tidak biasa keluar rumah untuk bekerja,
tetapi hanya tinggal di rumah membantu suaminya. Karena itu, pada saat-saat awal
gerakan ini, sebagian dari para ibu yang tergabung dalam kelompok itu mendapat
cemoohan dari sebagian masyarakat yang tidak menyukainya. Namun, karena usaha ini
dilakukan dengan dukungan pemerintah dan para alim ulama yang selama ini
memberikan dukungan terhadap upaya membangun keluarga sakinah, keluarga yang
7
bahagia dan sejahtera, lama kelamaan merekapun mendapat dukungan untuk ikut serta
dalam gerakan ekonomi rumah tangga tersebut. Justru dalam banyak kegiatan keluargakeluarga
itu mendapat dukungan dari para pemimpin setempat dan akhirnya juga dari
suami-suami yang menjadi sadar bahwa dengan dukungan para ibu itu usaha
membangun keluarga yang sejahtera menjadi lebih mudah.
Salah satu kelompok yang cukup berhasil dan menonjol adalah sebuah kelompok
yang dipimpin oleh Ibu Hasunasih, dari Desa Giri, Kecamatan Kebumas, Kabupaten
Gresik. Kelompok ini mula-mula mempunyai anggota sebanyak 15 orang, tetapi karena
alasan yang bermacam-macam sekarang anggotanya tinggal 10 orang. Ibu yang sudah
agak lanjut usianya ini memimpin kelompoknya dengan aktip, tekun dan mempunyai
banyak inovasi yang membuat kegiatan kelompoknya nampak menonjol.
Seperti kebanyakan para keluarga yang ada di sekitar Makam Sunan Giri lainnya,
anggota kelompok ini juga mempunyai keahlian membuat kerajinan dari tembaga dan
perak secara turun temurun. Namun kegiatan ini, karena tidak ada kepemimpinan,
karena adanya kendala modal dan adat istiadat yang banyak mengekang, tidak banyak
mengalami kemajuan.
Sejak para keluarga di Desa itu bergabung dalam kelompok, kendala itu setapak
demi setapak mulai dapat diatasi. Untuk mengatasi kendala modal, kelompok ini mulamula
termasuk kelompok yang menerima kucuran kredit Kukesra seperti diuraikan
diatas. Setiap anggotanya menerima pinjaman mulai dari Rp. 20.000,- sampai sebesar
Rp. 320.000,-. Dengan modal dari pinjaman Kukesra itu mereka bersama-sama bergerak
dan memproduksi barang-barang kerajinan yang dijual di sekitar Makan Sunan Giri.
Penjualan harian memang mula-mula tidak terlalu banyak, lebih-lebih karena persediaan
bahan bakunyapun juga sangat terbatas. Tetapi sekarang, karena setiap anggotanya yang
berjumlah sepuluh orang itu masing-masing telah mempunyai usaha sendiri, penjualan
itu bertambah besar, lebih-lebih pada hari Sabtu dan Minggu dimana pengunjung makan
relatif besar jumlahnya. Ibu Ketua Kelompok bahkan telah mempunyai kios yang
menjual hasil kerajinan anggota atau produksi yang dihasilkannya sendiri.
Ikut Dalam PON di Surabaya
Keberhasilan kelompok Ibu Hasunasih ini tidak mudah. Seperti halnya kelompok
Ibu-ibu lainnya kelompok ini pada tingkat awalnyapun menghadapi kendala adat
masyarakat sekitar makam Sunan Giri. Menurut adat yang ada para Ibu tidak seharusnya
keluar rumah untuk melakukan usaha. Tetapi dengan gigih Ibu Hasunasih dan
kelompoknya berhasil menangkal kendala itu dengan penuh bijaksana.
Seperti halnya kelompok lain di sekitar makam, hasil produksi kelompok ini juga
dijual di sekitar makam Sunan Giri, dijual ke toko-toko lain dan melayani pesanan.
Kalau ada pesanan, setiap anggota secara gotong royong ikut aktip mendapat bagian
untuk memproduksi dengan standar yang ditentukan oleh Ibu Ketuanya. Dengan cara itu
kelompok ini mulai berhasil dan menonjol menjelang PON di Surabaya beberapa tahun
8
yang lalu. Karena itu dalam kesempatan menyongsong PON yang untuk pertama kalinya
diadakan di Jawa Timur, atas prakarsa Gubernur Jawa Timur Bapak Imam Utomo,
BKKBN diminta untuk mengajak para keluarga yang tergabung dalam kelompok
UPPKS untuk ikut PON. Mereka dianjurkan membuat produksi yang bisa dijual sebagai
sovenir untuk para peserta dan simpatisan yang menonton PON.
Dengan kesempatan itu BKKBN mengadakan inventarisasi seluruh potensi
UPPKS yang ada di Jawa Timur. Kelompok dari Ibu Hasunasih ini dianggap pantas
untuk ditonjolkan dan diberi kesempatan memproduksi barang-barang sovenir yang
kiranya laku di jual untuk para simpatisan dan peserta PON di Surabaya itu. Untuk
kesempatan itu, melalui Bank Jatim, kelompok ini mendapat kredit untuk usaha itu
sebesar Rp. 15 juta.
Dengan modal yang jauh lebih banyak dari kredit Kukesra yang hanya sebesar
Rp. 320.000,- untuk setiap anggota itu kelompok ini memperoleh kesempatan membeli
bahan baku yang lebih besar jumlahnya. Disamping bahan-bahan tembaga dan perak
merekapun mampu membeli emas untuk memproduksi perhiasan yang memberikan nilai
tambah lebih tinggi. Mereka juga mampu mempunyai persediaan yang cukup untuk
memproduksi barang-barang yang kiranya laku dijual dengan untung yang lebih tinggi.
Pada waktu PON diadakan, bahkan sebelum pelaksanaan PON, di Surabaya
diadakan beberapa pameran untuk menyongsong PON tersebut. Dalam pameran itu
kelompok ini ikut serta dan melakukan penjualan barang-barang produksinya. Dengan
cara pemasaran yang lebih luas itu kelompok ini memberi kesempatan anggotanya yang
menurut adat lama tidak pernah keluar rumah, sekarang mengikuti proses globalisasi
ikut aktip keluar dari kampungnya menjual barang-barang kerajinan yang diproduksi
dalam usaha rumah tangga di rumahnya.
Pada waktu PON dilangsungkan, dengan modal pinjaman yang lebih besar ini
kelompok bisa ikut aktip menjual barang-barang produksi yang lebih besar jumlahnya
melalui penjualan di kiosnya sendiri atau melalui penjualan lewat pesanan-pesanan yang
datang kepada kelompoknya.
Pengalaman mengikuti penjualan selama berlangsungnya PON itu memberi
pelajaran yang sangat berharga. Penjualan hasil produksinya tidak saja di sekitar Makam
Sunan Giri, tetapi telah sanggup melayani pesanan-pesanan dari mereka yang menjual
produksinya jauh di luar desanya. Mereka juga menjadi makin berani mengadakan
kegiatan pameran di diluar kota Gresik, yaitu di beberapa tempat di sekitar kota
Surabaya atau tempat lain yang kiranya dianggap bisa mengundang pembeli atau
pemesan barang-berang produksinya.
Karena keberhasilan, penjualan yang lebih lancar dan pembayaran kredit yang
tertib, sekarang kelompok ini mendapat kepercayaan memperoleh kredit dari Bank
Pembangunan Daerah (BPD) Jatim yang bekerja sama dengan Yayasan Damandiri
dengan jumlah uang sekitar Rp. 50 juta untuk sepuluh anggotanya. Setiap anggotanya
9
telah mempunyai usaha sendiri-sendiri. Pengalaman ini membuktikan bahwa dengan
keuletan yang sungguh-sungguh, dari Kukesra bisa juga kita bangun Giri Makmur
dengan keluarga yang sejahtera.
10
PUNDI 100 UNTUK PEDAGANG PASAR
Dalam suasana hiruk pikuk serang menyerang saling balas antara teror, perang atau teror
di berbagai belahan bumi, para Ibu-ibu di pasar-pasar Kendal, Jawa Tengah, sedang giat
melaksanakan program Pundi 100 untuk menjadi pedagang pasar yang bonafid. Program
ini adalah upaya pemberdayaan yang dilakukan oleh BPR Nusamba dengan sistem
jemput bola dan dukungan dari Yayasan Damandiri.
Ibu-ibu itu, antara lain Ibu Hj. Robithoh, Ibu Istikah, Ibu Rokhaniyah, Ibu
Maitun, dan Ibu Giarti, yang bukan dari kalangan darah biru atau pedagang profesional,
sekarang mulai bernafas lega. Lima, empat atau tiga tahun lalu ibu-ibu itu adalah ibu
rumah tangga biasa. Mereka banyak menggantungkan kehidupan keluarganya pada
penghasilan suami.
Para ibu itu mempunyai asal atau latar belakang keluarga yang berbeda-beda.
Ada yang berasal dari keluarga santri. Ada juga yang suaminya setiap hari dengan setia
mengayuh becak untuk menghidupi seluruh anggota keluarganya. Ada pula keluarga
petani yang selalu setia menunggu musim untuk bercocok tanam di sawahnya yang
sempit, atau sekedar bekerja sebagai buruh tani dan bekerja pada sawah tetangganya.
Namun, karena tekanan ekonomi yang makin lama dirasakan makin berat, dan
penghasilan suami tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarga, lebih-lebih anak-anak
yang makin besar, maka mereka mulai mengikuti gerakan pemberdayaan keluarga.
Mereka mulai “ikut terjun” dalam perjuangan bersama rekan-rekan kaum ibu lainnya.
Mereka ada yang bergabung dalam kelompok di desanya. Ada pula yang bergabung
dalam kelompok di desa lain. Ada yang dengan prakarsa segar membentuk kelompok
sendiri dalam lingkungan yang lebih kecil.
Mereka bersama-sama mulai “belajar berdagang” di pasar atau membentuk
warung kecil-kecilan di kampungnya. Ada yang mengandalkan modal kecil dari gerakan
pembangunan keluarga sejahtera dengan Kukesra. Ada pula yang bergabung dengan
usaha lain dengan bantuan modal serba sedikit. “Sekolah usaha” itu mereka jalani
dengan tekun tanpa ada rasa malu dan malas.
Mereka menyadari bahwa pada umumnya ibu-ibu itu tidak lagi bisa ikut
pendidikan formal di SD, SLTP, atau mengikuti kursus-kursus yang mentereng.
Alasannya sangat sederhana, kalau tidak buta huruf, ya tingkat sekolah aslinya sangat
rendah, atau sudah terlalu tua untuk menjadi murid sekolah yang formal. Mereka sadar.
Mereka harus mengikuti latihan ketrampilan yang ada itu seperti orang lari maraton,
bukan orang lari seratus meter. Lari maraton berbeda dengan lari seratus meter yang
lebih populer. Dalam lari maraton setiap peserta harus punya perhitungan yang matang.
Pelari harus tidak sombong karena pujian dan tidak sakit hati karena cercaan. Apapun
yang terjadi dia harus mampu mengundang simpati untuk mengiringinya menempuh
jarak jauh yang monoton dan melelahkan. Jarak itu tidak bertambah dekat karena pujian,
11
atau tidak bertambah jauh karena cercaan. Lari jarak pendek, karena singkat dan cepat,
mudah dilihat siapa menang dan siapa kalah. Karena itu lari maraton bisa kalah populer,
tetapi kalau menang, penghargaan yang dapat diraih sama. Penonton yang banyak dan
mengiringinya sepanjang perjalanan yang jauh akan merasakan pula kenikmatan
kemenangan itu. Lari maraton bagi ibu-ibu yang belajar berusaha itu memerlukan
kesabaran dan mental yang kuat karena dilihat oleh tetangganya dan penonton lain yang
mungkin mencibirkan bibir melihat apa yang dikerjakannya.
Para ibu itu tidak putus asa. Ada yang mulai berjualan gerabah barang belah
pecah. Ada yang berjualan kelapa. Ada yang berjualan sembako. Ada pula yang
berjualan lauk pauk serta bumbu-bumbu yang bisa mengiringi masakan nasi yang
sederhana. Ada pula yang berjualan kompor dan segala kebutuhannya. Pendeknya
mereka “membaca pasar”, mereka menjadi “calon pedagang” yang beorientasi pasar
seperti layaknya ahli pemasaran yang mengincar rejeki yang bakal datang dari konsumen
yang membutuhkan barang-barang dagangannya.
Seperti memilih lari maraton yang biasanya tidak populer, siapa tahu dengan
memberi perhatian yang khusus pada upaya pro kebutuhan masyarakat dan keluarga
pada umumnya itu, mereka bisa berharap membawa manfaat ganda, makin akrab dengan
mereka yang membeli kepadanya, bisa menggalang persatuan dan persaudaraan dengan
langganan dan ikut menikmati sedikit keuntungan dari perdagangan yang ukurannya
masih kecil-kecilan itu.
Kesabaran itu nampaknya mendapat penghargaan dari para langganan yang
makin banyak. Pada saat yang bersamaan program-program yang sebagian diikuti oleh
ibu-ibu itu, seperti Kukesra atau IDT atau Program Kompensasi lainnya, telah
membuahkan hasil bahwa ibu-ibu yang semula miskin atau tidak mempunyai usaha,
sekarang mulai mempunyai usaha yang sedang menanjak. Kegiatan baru itu disebut
Pembinaan Usaha Keluarga Sejatera Mandiri atau Pusaka Pundi atau Pundi.
Di wilayah Kabupaten Kendal kebetulan ada BPR Nusamba, sebuah lembaga
keuangan mikro yang bekerja sama dengan Yayasan Damandiri mencoba menampung
para keluarga yang maju seperti tersebut diatas. Para ibu, yang umumnya “telah lulus”
dari dukungan program lain, program Kukesra, dengan modal sekitar Rp. 100.000,-
sampai Rp. 300.000,- diajak bekerja sama, “dijemput”, untuk memperluas usahanya
dengan dukungan modal awal sekitar Rp. 500.000,-. Karena program itu sifatnya
“menjemput bola”, para ibu yang sederhana itu tidak harus berdandan rapi untuk pergi
ke Kantor BPR Nusamba, tetapi para petugas BPR-nya justru datang ke tempat berjualan
atau ke rumah ibu-ibu tersebut di kampungnya atau di pasar tempat ibu itu berjualan.
Kedatangan petugas itu sekaligus merupakan silaturahmi untuk “konsultasi,
penjajagan, dan melihat kelayakan usaha” ibu -ibu yang bersangkutan. Dalam konsultasi
silaturahmi yang biasanya berjalan dengan akrab, para petugas yang saling sepakat
dengan para ibu yang bersangkutan bisa membantu mengisi formulir sederhana untuk
“mencatat nasabah” yang akan mendapat dukungan dana tersebut. Biasanya dalam satu,
12
atau dua kunjungan silaturahmi, kalau memang didapat kesepakatan, seorang ibu yang
mempunyai usaha yang layak bisa langsung mendapat bantuan, dan akan segera
mendapat dukungan tanpa melalui proses rentetan birokrasi yang berbelit-belit. Dana
bantuan kredit Pundi bisa segera dapat dicairkan. Tidak seperti kredit IMF atau Bank
Dunia yang memerlukan LoI yang panjang dan berbelit-belit.
Para ibu yang mendapat kredit itu umumnya berada bersama dalam satu
kelompok, sehingga apabila ada yang berhalangan untuk membayar cicilan, anggota lain
yang kebetulan lebih longgar dapat membayarkan terlebih dulu. Tanggung jawab
semacam ini adalah suatu tanggung jawab renteng yang ternyata menguntungkan semua
pihak.
Untuk kredit Pundi yang dimulai dari Rp. 500.000,- itu, ibu-ibu di Kendal
meminjamnya untuk selama 100 hari. Mereka ada juga yang menyebut Pundi 100.
Dengan Pundi 100 ini para nasabah meminjam untuk 100 hari, membayar cicilan dan
bunganya setiap hari, selama 100 hari. Setelah 100 hari, apabila nasabah bisa membayar
secara teratur dengan baik, tidak ada tunggakan, pihak BPR Nusamba memberikan
bonus berupa pengembalian sebagian dari bunga yang telah dibayar atau hadiah-hadiah
lain yang menarik seperti TV, radio, alat-alat dapur, dan lain sebagainya.
Sistem bonus ini ternyata sangat menarik karena setiap nasabah tidak mau
kehilangan bonusnya setelah 100 hari tersebut. Kalau ada halangan dengan cekatan
mereka akan meminta tolong temannya untuk “nalangi” atau membayarkan cicilannya
terlebih dahulu. Dan karena sistem jemput bola, bagi manajemen BPR bisa juga menjadi
alat kontrol atas kerajinan atau disiplin stafnya, yang bertugas menjemput bola. Kalau
“petugas penagih” tidak datang, yang protesnya akan ketidak datangan petugas itu
adalah dari nasabah yang pembayaran cicilannya bisa dianggap mangkir. Padahal yang
mangkir adalah petugasnya !
Upaya yang nampaknya sederhana itu sekarang membuahkan hasil yang sangat
membesarkan hati. Tidak ada satupun nasabah lama yang bertahan pada kredit Rp.
500.000,-. Hampir semua ibu-ibu yang namanya disebut diatas, plafon kreditnya sudah
mencapai Rp. 2,500.000,- sampai Rp. 3.000.000,- yang semuanya dapat diberikan tanpa
agunan karena ada saling kepercayaan yang luar biasa antar kedua belah pihak. Omset
mereka juga tidak tanggung-tanggung. Setiap ibu yang ada itu mempunyai omset sekitar
Rp. 1.500.000,- sampai Rp. 2.500.000,- setiap harinya. Mereka sudah ada yang
mempunyai lebih dari tiga pembantu yang berasal dari kalangan keluarga sendiri,
anaknya sendiri, atau anggota keluarga miskin tetangganya. Kehidupan mereka sudah
jauh bertambah baik. Dan BPR bisa bergerak terus membina keluarga lain yang mudahmudahan
dapat memperoleh kemajuan yang serupa. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
memberkati usaha tersebut.
13
DUKUNGAN EKONOMI KELUARGA
MANDIRI
Menurut laporan Bank Dunia, pada tahun 2000 lalu di seluruh dunia terdapat sekitar 1,2
milyar penduduk hidup dalam kemiskinan absolut, dengan standar hidup kurang dari
satu dolar Amerika seharinya. Phenomena itu tidak membaik dibandingkan keadaan
tahun 1987. Sementara di bagian dunia lain, seperenam penduduk dunia, terutama di
Eropa, Amerika Utara, dan Jepang, menikmati 80 persen pendapatan dunia dan hidup
dengan rata-rata $ 70 seharinya. Di Indonesia, berdasarkan Pendataan Keluarga
tahun 2000 yang dilakukan oleh BKKBN pada bulan September 2001 terdapat sekitar
24,4 juta keluarga dari sekitar 47,4 juta keluarga yang ada, atau sekitar 52 persen,
berada pada kategori keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I, atau keluargakeluarga
yang dengan goncangan sedikit saja bisa jatuh miskin.
Gara-gara krisis keuangan yang berlanjut menjadi krisis ekonomi yang berkepanjangan,
dan krisis multidimensi yang belum berkesudahan sekarang ini, hampir pasti keadaan
dunia, maupun keadaan kita, belum bisa bertambah baik. Di negara-negara besar masih
terjadi goncangan-goncangan yang sangat mengganggu. Jepang yang dikenal sebagai
negara kuat di belahan dunia ini sekarangpun ikut digoncang ambang resesi yang bisa
sangat berbahaya. Dunia tidak tinggal diam. Mereka mengundang dan mengajak semua
kekuatan yang ada untuk bersama-sama mengatasi kemelut dan kemiskinan tersebut.
Sebagai komitmen global, para pemimpin dunia sepakat untuk bersama-sama
menurunkan tingkat kemiskinan menjadi separo dari keadaannya pada waktu ini pada
tahun 2015 nanti. Sebagai komitmen kemanusiaan maupun bagian dari masyarakat
dunia, kita mempunyai kewajiban moral untuk menurunkan tingkat kemiskinan di
negara kita dengan sungguh-sungguh. Untuk itu kita harus menyepakati strategi yang
jitu, memberi fokus pada pemberdayaan sasaran yang tepat, bekerja keras secara gotong
royong dan berkelanjutan.
Kita bersyukur bahwa langkah-langkah awal untuk itu telah dimulai sejak tahun
1993/1994. Sebagian keluarga miskin, keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I,
telah belajar menabung dengan Takesra dan belajar usaha dengan bantuan dana Kukesra
melalui BKKBN bersama Yayasan Damandiri, PT Bank BNI dan PT Pos Indonesia
serta jajarannya di seluruh Indonesia. Sebagian lainnya telah mengikuti usaha
pengentasan kemiskinan melalui Program IDT dengan bantuan hibah untuk penduduk
miskin di desa-desa tertinggal. Upaya itu kemudian dilanjutkan dengan Jaring
Pengaman Sosial (JPS) serta berbagai upaya lainnya. Dalam waktu dekat pemerintah
juga akan menggelar program untuk memberi kompensasi dan bantuan terhadap
keluarga miskin karena kenaikan harga BBM.
Tidak seluruh usaha itu berhasil. Tetapi kita juga melihat banyak pula yang mulai
menampakkan hasil-hasilnya yang positip. Untuk membantu memantapkan usaha
kelompok atau keluarga yang berhasil, telah disepakati bahwa program Kukesra akan
ditingkatkan menjadi program pemberdayaan mandiri atau program Kukesra Mandiri.
14
Program ini tetap diarahkan untuk membantu keluarga pra sejahtera dan keluarga
sejahtera I yang sudah berhasil agar bisa melanjutkan menabung dalam bentuk
“Tabungan Keluarga Sejahtera ” atau “Takesra”, mendapatkan bimbingan dan
memperoleh kredit Kukesra Mandiri yang jenis dan besarnya dana disesuaikan dengan
kebutuhan yang lebih riel dan tersedianya dana serta atas alasan manfaat untuk
memajukan usaha guna memenuhi permintaan pasar yang meningkat.
Dengan program baru ini keluarga yang mempunyai usaha yang berhasil, rajin
menabung dalam Takesra, tetap akan dibimbing dalam usaha ekonomi produktif dan
diberi kesempatan mengambil kredit dengan jumlah yang lebih besar dengan bunga
pasar, yaitu “Kredit Usaha Keluarga Sejahtera Mandiri” atau “Kukesra Mandiri”.
Bedanya dengan kredit biasa adalah bahwa mereka yang berhasil akan mendapat
dukungan karena pengalamannya yang baik selama mengikuti program Kukesra dan
dikenal sebagai nasabah yang rajin. Mereka dikenal sebagai nasabah yang baik karena
rajin mencicil pinjamannya dan mempunyai produk atau usahanya berhasil. Mereka akan
dibimbing melalui Lembaga Keuangan Mikro (LPM) atau Koperasi atau lembaga
profesional lain yang ada di Desa atau di Kecamatannya, sehingga kemampuan
pengelolaan usaha dan keuangannya bisa lebih ditingkatkan.
Pelaksanaan pengembangan Kukesra Mandiri dapat dimulai karena kemajuan Kukesra
yang membesarkan hati. Menurut Laporan Bank BNI, pada akhir Maret 2001 lalu
sekitar 11.961.473 keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I di seluruh Indonesia
telah mempunyai tabungan Takesra sebesar Rp. 219.501.463.444,- (hampir duaratus
duapuluh milyar). Dari penabung sebanyak itu, pada akhir bulan Maret tersebut ada
sebanyak 10.888.539 keluarga yang sedang menjadi nasabah Kukesra. Menurut
Laporan Bank BNI itu, mereka telah belajar berusaha dan mempergunakan kredit
Kukesra lebih dari Rp. 1.592.363.160.000,- (Satu trilliun limaratus sembilan puluh
dua milyar tigaratus enampuluh tiga juta seratus enampuluh ribu rupiah) atau
hampir Rp. 1,6 triliun.
Kredit Kukesra yang mereka pergunakan dibatasi pada jumlah tertinggi untuk setiap
keluarga adalah Rp. 320.000,-. Oleh karena itu untuk mengembangkan usahanya lebih
lanjut, mereka membutuhkan dukungan pembinaan dan dana yang lebih besar lagi.
Sebagai anggota kelompok yang selama ini dibina oleh para Petugas Lapangan KB
(PLKB), untuk memulai usaha yang lebih besar mereka harus mencari dan mendapat
dukungan para ahli yang lebih profesional. Dengan pengalaman selama lima tahun
terakhir ini, mereka yang sudah sukses, tiba waktunya untuk mendapat kesempatan
mengembangkan kemitraan dan mendapat pembinaan dari tenaga-tenaga yang lebih
profesional atau bermitra dengan para pengusaha yang lebih berpengalaman.
Dari sekitar 600.000 kelompok keluarga miskin yang belajar berusaha atau mempunyai
usaha mandiri tersebut kelompok yang dianggap telah maju akan diarahkan untuk
bermitra secara mandiri dengan berbagai lembaga yang mempunyai sifat lebih
komersial. Dalam hubungan dengan kebutuhan dana yang lebih besar, kelompok ini
akan diarahkan untuk berhubungan dengan Lembaga Keuangan Mikro di desanya.
15
Mereka diharapkan bisa menjadi lokomotif atau penampung bagi anggota kelompok
lain yang belum berhasil. Mereka yang menonjol atau berkembang itu diharapkan mau
menjadi pelopor dan penuntun untuk rekan-rekan lain yang belum berhasil.
Karena itu, dalam program Kukesra Mandiri ini BKKBN dan jajaran pembina di
lapangan diharapkan bisa mengajak kelompok atau perorangan yang berhasil itu tetap
mengikuti bimbingan profesional dan mulai belajar pada Lembaga Keuangan Mikro
atau Bank untuk memanfaatkan dana yang tersedia di pasar dengan bunga biasa.
Untuk keberanian itu mereka akan tetap mendapat bimbingan profesional agar bisa
mengelola usaha dengan skala ekonomi yang lebih besar.
Untuk mendukung upaya lanjutan itu telah ditanda tangani kesepakatan baru antara
Yayasan Damandiri, BKKBN, Bank BNI dan lembaga lain terkait agar skim baru itu
segera dapat diwujudkan. Selanjutnya telah pula ditunjuk beberapa Lembaga Keuangan
Mikro untuk membantu kelompok yang berhasil mewujudkan cita-citanya.
Sesuai dengan kesepakatan yang ada, dana untuk keperluan ini telah mulai disediakan
oleh Yayasan Damandiri melalui Bank BNI segera setelah berakhirnya perjanjian
kerjasama yang lama pada akhir Maret 2001 yang lalu. Pada bulan Juni ini telah
tersedia dana dari hasil cicilan Kukesra pada bulan April dan Mei 2001 yang langsung
dialihkan untuk keperluan Kukesra Mandiri tersebut, sehingga diharapkan kegiatan
Kukesra Mandiri dapat dimulai di lapangan dengan mulus.
Karena profesionalisme yang menjadi acuan utama, maka pendekatan yang ditempuh
untuk Kukesra Mandiri ini berbeda dengan pendekatan di masa Kukesra, yaitu lebih
bersifat profesional dan nasabah yang akan mendapat bantuan menjadi sangat selektip.
Para pembina yang adalah para petugas lapangan KB dan para petugas dari masingmasing
LKM telah diminta oleh Ibu Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Kepala
BKKBN untuk menyegarkan semangat, meningkatkan profesionalisme, dan lebih tekun
meningkatkan kemampuan manajemen dan pemasaran produk-produk para anggota
kelompok.
Dengan program Kukesra Mandiri, program PUNDI, program-program pengentasan
kemiskinan lainnya, serta partisipasi masyarakat yang luas, diharapkan komitmen kita
untuk menurunkan tingkat kemiskinan separo dari keadaannya dewasa ini pada tahun
2015 yang akan datang mudah-mudahan dapat tercapai.
16
PETANI DESA DAN HARAPAN MASA DEPANNYA
Untuk menutup tahun 2002 ada baiknya kita lirik masyarakat Indonesia, yang mayoritas
adalah petani yang agamis dengan harapan masa depannya. Seperti diketahui, lebih 60
persen penduduk Indonesia hidup dari kegiatan pertanian di pedesaan. Banyak anggota
masyarakat hidup dari menggarap sawahnya sendiri, namun makin banyak, yang karena
miskin dan tidak memiliki sawah, terpaksa hanya bisa bekerja sebagai buruh tani.
Indonesia adalah juga negara yang masyarakatnya sangat religius. Antara 80-90 persen
penduduknya beragama Islam. Karena itu kehidupan masyarakatnya sangat diwarnai
dengan kehidupan yang penuh dengan suasana keagamaan yang kental.
Tidak beda dengan desa lainnya, daerah yang kita angkat kepermukaan sebagai
artikel penutup tahun, hasil penelitian Tim Drs. Oos M. Anwas dari Yayasan Damandiri,
adalah suatu desa di daerah pegunungan yang cukup sejuk di Tasikmalaya. Daerah itu
adalah Desa Salebu, Mangunreja, Tasikmalaya. Masyarakat Desa ini rajin bertani,
bercocok tanam, dan umumnya rajin beribadah. Lebih dari itu masyarakat juga sangat
terkenal ketekunannya mempelajari agama Islam dengan cara mendirikan pesantren
untuk anak-anak dan santri remaja.
Dalam menyongsong bulan suci Ramadhan, secara sengaja Yayasan Damandiri,
bekerja sama dengan Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), mengungkapkan kehidupan
keluarga sederhana yang karena ketekunannya beribadah dan bekerja keras telah dapat
mengangkat kehidupan keluarganya menjadi keluarga yang bahagia dan sejahtera. Untuk
itu, di Desa Salebu itu kita sengaja menemui Ibu U. Suharah, seorang Ibu muda yang
patut diangkat kepermukaan.
Ibu Suharah sewaktu masih remaja, seperti anak muda lainnya di Tasikmalaya,
dikirim oleh orang tuanya belajar menuntut ilmu dan sekaligus nyantri di Pondok
Pesantren Cipasung di Tasikmalaya. Selama mengikuti pelajaran di Pondok Pesantren
itu Suharah muda aktif sekali melakukan berbagai kegiatan, terutama yang bersifat
keagamaan. Ia juga senang memasak, sehingga banyak disenangi oleh teman-temannya
sesama di pondokan.
Karena termasuk remaja yang rajin dan banyak kegiatan, Suharah mudah bergaul
di pesantrennya. Ia berkenalan dengan seorang pemuda bernama Enong yang makin
akrab selama masa sekolah. Perkenalan yang berlanjut menjadi percintaan di sekolah itu
akhirnya membawa mereka berdua kejenjang pernikahan. Pernikahan yang dilandasi
cinta yang mendalam itu menjadi bekal dalam membangun keluarga yang bahagia dan
sejahtera sampai sekarang.
Setelah menikah, Enong muda bekerja sebagai pegawai negeri. Belum sempat
bekerja, isterinya, yang semula belum mengenal KB, segera dikaruniai anak. Belum
sempat membangun keluarga yang lebih sejahtera anak berikutnya segera juga
17
menyusul. Sebagai pegawai negeri yang masih muda gaji mereka menjadi terasa sangat
terbatas dan tidak mencukupi untuk membiayai keluarga yang makin besar anggotanya.
Ibu Suharah muda yang rajin mengajar ngaji anak-anak di rumahnya mulai
timbul pikiran dan niatnya untuk membantu suami dengan bekerja sebisanya.
Kegemarannya memasak semasa muda dipraktekkannya dengan mencoba berdagang
makanan matang yang dititipkan pada warung tetangganya. Hal ini dilakukan beberapa
tahun dan dirasakan memberi manfaat yang sangat membantu.
Pada waktu suaminya dipindahkan tugasnya ke daerah lain, yaitu Cigalontang,
mereka melihat kebun cabe yang tumbuh dengan subur. Mereka mulai tertarik dan
bercita-cita untuk bercocok tanam, menanam cabe atau tumbuhan lain yang membawa
keuntungan. Tapi untuk beberapa lama niat itu hanya tinggal sebagai niat saja dan tidak
dapat dilaksanakan.
Belum lama bertugas mereka dipindahkan lagi ke Desa Salebu yang sekarang ini.
Cita-cita yang lama terpendam mulai dicoba. Ibu Suharah mulai bercocok tanam sayursayuran
di belakang rumahnya. Hasil tanaman sayuran ini tidak langsung dijual mentah,
tetapi dimasak dan dititipkan di warung-warung.
Dengan sabar hasil penjualan sayur dan makanan itu ditabungnya untuk
menambah modal dan untuk usaha menanam sayur-sayuran yang lebih bervariasi dan
lebih banyak. Pada saat yang bersamaan Ibu Suharah mulai mengikuti KB dan
bergabung dengan kelompok Akseptor KB yang kemudian membentuk kelompok Usaha
Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera atau UPPKS.
Para anggota UPPKS yang umumnya merupakan kumpulan arisan dari para
peserta KB yang karena mempunyai kesamaan dalam penerimaan KB berkumpul dan
berkoordinasi untuk memudahkan mendapatkan alat kontrasepsi. Mereka bersatu agar
pelayanan alat kontrasepsi tidak terlambat yang bisa berakibat fatal karena kalau
terlambat alat kontrasepsinya mereka bisa-bisa mengandung lagi. Padahal mereka sudah
bertekad untuk mensukseskan proses pelembagaan dan pembudayaan norma keluarga
kecil yang bahagia dan sejahtera (NKKBS).
Arisan atau kumpulan peserta KB itu berkembang. Organisasi yang semula
bernama UPPKA, dimana KA artinya kelompok akseptor KB, berubah menjadi UPPKS
dimana KS artinya keluarga sejahtera. Peserta yang semula hanya para akseptor KB,
sekarang siapa saja bisa menjadi peserta, yaitu khususnya mereka yang mempunyai rasa
peduli terhadap usaha untuk memberdayakan keluarga menjadi keluarga sejahtera.
Aktifitas yang semula hanya untuk keperluan KB, yaitu mengkoordinasikan
penyaluran alat kontrasepsi, berubah dan berkembang menjadi lebih luas mencakup
upaya-upaya pemberdayaan pada umumnya. Mereka mulai belajar kegiatan ekonomi
produktif dengan belajar menabung, belajar mempergunakan kecakapan bersama untuk
usaha-usaha ekonomi mikro yang memberi manfaat peningkatan kesejahteraan.
18
Mulai dengan kredit lunak
Dalam kegiatan KB, kelompok-kelompok UPPKS itu semula saling berlomba
untuk tampil menonjol, baik dalam kebersamaan maupun dalam usaha-usahanya.
Termasuk dalam usaha ini kemudian juga usaha-usaha dalam kegiatan ekonomi mikro.
Kelompok yang menonjol mendapat penghargaan. Salah satu penghargaan komunitas
yang diberikan adalah tambahan modal untuk kegiatan kelompok itu. Dengan tambahan
modal itu usaha ekonomi mikro dari kelompok-kelompok itu mulai berkembang dan
mendapat momentum baru. Jumlah anggota keluarga yang bisa ikut serta dalam kegiatan
mereka bertambah banyak karena adanya modal tambahan tersebut.
Untuk melestarikan usaha itu mulai tahun 1995 para anggota UPPKS diajak
belajar menabung. Tabungan pertama untuk setiap anggota dirangsang oleh Yayasan
Damandiri dengan diberikan kepada mereka buku tabungan yang telah diisi dengan uang
kontan Rp. 2000,-. Dengan tabungan awal itu mereka diajak untuk mulai berhimpun dan
bersama-sama melakukan usaha bersama yang bersifat ekonomi.
Dengan tabungan yang kemudian diberi nama tabungan Takesra itu mereka
boleh mempergunakan tabungannya untuk bergerak dalam bidang ekonomi mikro
dengan teman-temannya sesama anggota UPPKS. Setiap kelompok dengan anggota
antara 10 – 20 orang, masing-masing dengan tabungan Rp. 2000,- bisa meminjam
dengan jumlah pinjaman sebanyak 10 kali lipat dari tabungannya untuk usaha ekonomi
produktif.
Sejak Januari tahun 1996 setiap anggota UPPKS bisa mulai meminjam dana dari
Kukesra yang diselenggarakan oleh Bank BNI dengan nilai 10 kali lipat dari
tabungannya yang masing-masing Rp 2.000,-, yaitu masing-masing mendapat pinjaman
Kukesra sebesar Rp 20.000,-. Dengan anggota kelompok sebanyak 20 orang, maka
untuk satu kelompok jumlah pinjaman bisa mencapai Rp. 400.000,- yang dipandang
cukup untuk memulai suatu usaha kelompok kecil-kecilan di desanya.
Apabila sudah berhasil dan pinjamannya dikembalikan dengan baik, anggota
kelompok UPPKS itu bisa pinjam dana dengan jumlah dua kali lipat, yaitu Rp. 40.000,-,
begitu seterusnya kalau berhasil lagi dinaikkan menjadi Rp. 80.000,- dan seterusnya.
Pada tahapan terakhir tiap anggota kelompok bisa pinjam sebesar Rp. 320.000,-. Dengan
jumlah pinjaman itu tiap anggota bisa mulai mempunyai usaha sendiri secara mandiri.
Ibu Suharah termasuk salah satu anggota yang mendapat kesempatan
mempergunakan dana pinjaman Kukesra tersebut mulai dari Rp. 20.000,- sampai
akhirnya membesar seperti diuraikan di atas. Dengan modal tambahan itu Ibu Suharah
makin rajin menanam sayuran-sayuran untuk bahan pembuatan makanan yang dititipkan
pada warung-warung tetangganya.
19
Setelah modalnya bertambah banyak Ibu Suharah mampu pula menyewa tanah
tetangganya untuk bercocok tanam dengan lebih luas. Jenis tanaman yang ditanampun
selalu bertambah dan bervariasi, seperti cabe, buncis, tomat, ketimun dan lain
sebagainya. Kalau semula tanaman itu diolah untuk sayuran dan hanya dijual di warungwarung,
dalam keadaan produksi yang makin banyak, sayuran-sayuran itu dijual ke
pasar yang lebih luas dan lebih jauh lagi jaraknya.
Pak Enong tetap bekerja sebagai pegawai negeri. Namun demikian pak Enong
selalu membantu isterinya di belakang layar dengan berbagai nasehat dan inovasiinovasi
yang cocok untuk mengembangkan usaha yang lebih menguntungkan.
Kehidupan suami isteri yang harmonis itu seakan-akan merupakan tonggak yang sangat
kuat untuk pengembangan ide-ide brilian yang bisa dipraktekkan di lapangan. Salah satu
contoh, pada suatu hari pak Enong mendapat informasi tentang kambing Bogor. Ide itu
segera direalisasikan dengan membuat kandang dan memelihara kambing di belakang
rumahnya. Dengan pengalaman kambing mereka berani mencoba upaya penggemukan
sapi dan berhasil.
Usaha yang makin besar itu memerlukan lebih banyak tenaga kerja. Untuk itu
Ibu Suharah mengambil tenaga anak-anak muda yang ada di kampungnya. Dengan
tambahan tenaga muda itu kegiatan kebun sayur-sayuran dan peternakan Ibu Suharah
juga bertambah mantab. Hasil sayuran dan peternakan tidak lagi dimasak untuk dijual di
warung-warung desa, tetapi sudah dikirim ketempat-tempat yang lebih jauh. Bahkan,
melalui agennya di Bandung, beberapa jenis sayur-sayurannya terutama buncis yang
terpilih telah dikirim untuk ekspor ke Singapura dan Malaysia.
Berkat pendidikannya di Pondok Pesantren di Cipasung, untuk memelihara
kegiatan kemasyarakatannya, Ibu Suharah dengan suaminya tetap rajin mengajar ngaji
anak-anak di desanya disertai pendalaman keagamaan yang lebih sistematis. Kegiatan ini
ternyata menarik perhatian masyarakat desanya. Untuk memberikan kesempatan lebih
besar lagi, dengan menyisihkan hasil keuntungan dari kebun dan dagangannya, keluarga
Enong dan Suharah tersebut menyempatkan diri membangun madrasah dimana anakanak
muda diajarinya untuk mengaji dan belajar keagamaan.
Di dalam madarasah tersebut Ibu Suharah dan suaminya secara bergiliran, juga
dengan tenaga pengajar lainnya, memberikan pelajaran mengaji dan pendalaman
keagamaan bagi generasi muda dari desanya. Pengalaman sebagai lulusan Pondok
Cipasung dipandang cukup untuk memberikan pelajaran yang sangat berharga itu.
Disamping pelajaran mengaji, kepada anak-anak muda itu diajarkan juga kegiatan
bercocok tanam untuk sekaligus membantu kegiatan bercocok tanam yang menghasilkan
produk yang makin bermutu. Disinilah kegiatan nyantri berpadu dengan baik dengan
kegiatan ekonomi yang mendatangkan kesejahteraan bagi keluarga dan masyarakat
sekitarnya. Masyarakat bergabung bekerja sama menggalang kebersamaan untuk
mencari jalan bagaimana membangun keluarga sejahtera, bekerja keras dalam bidang
pertanian, memasarkan produk-produk mereka dengan berbagai cara serta menikmati
karunia Tuhan Yang Maha Esa dengan penuh rasa syukur kepadaNya.
20
MENGGARAP SAMUDERA MENEBAR
KESEJAHTERAAN
Usaha Kecil Menengah (UKM) yang menurut rencana akan makin digalakkan selama
tahun 2003 dengan modal yang lebih besar, tidak terbatas pada usaha-usaha yang bisa
diselenggarakan di desa daratan seperti kegiatan pertanian, industri dan perdagangan
saja. Sebagai negara maritim yang kaya dengan kekayaan lautnya, usaha itu bisa juga di
selenggarakan di laut atau di pantai dengan prospek yang sama baiknya. Sebagai salah
satu contoh konkrit dari usaha yang menjajikan itu kita tengok Kampung Kassi,
Kelurahan Candro, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan.
Kampung ini adalah sebuah wilayah pesisir yang indah dan menarik. Untuk
memanfaatkan wilayah pantai yang kaya itu banyak anggota masyarakat bekerja keras
sebagai nelayan dan menggantungkan hidupnya dengan melaut secara teratur. Dengan
cara itu penduduk tidak hidup bermewah-mewah, tetapi bisa hidup dengan cukup
sejahtera dan mempunyai masa depan yang cerah.
Kehidupan melaut memang tidak seluruhnya dapat dilakukan dengan teratur dan
selalu aman. Dalam waktu-waktu tertentu, laut bisa ganas dan tidak bersahabat. Dalam
keadaan seperti itu, kegiatan melaut terlalu berbahaya untuk dilakukan. Kehidupan
melaut harus diseling dengan kegiatan ekonomi di darat. Kalau memungkinkan kegiatan
di darat ini harus senada dengan kegiatan di laut. Namun, tidak selalu kegiatan di darat
bisa disesuaikan dengan kegiatan di laut dengan sama-sama menguntungkan. Karena itu
keluarga-keluarga nelayan harus menguasai kehidupan di laut dan juga di darat dengan
variasi yang cocok dengan lingkungan dan keahlian masing-masing. Untuk masyarakat
Kassi, yang biasa digoda dengan kehidupan laut yang ganas, mereka bisa memanfaatkan
kehidupan di darat, terutama oleh para ibu rumah tangganya, dengan melakukan
kegiatan-kegiatan yang bahan bakunya tersedia di kampungnya.
Menurut penelitian Drs. Oos M. Anwas dari Yayasan Damandiri dan para ahli
lainnya dari TPI, yang sedang menyiapkan acara tayangan layar kaca, kebiasaan melaut
itu sudah turun temurun sejak dahulu kala. Namun karena sifat nelayan yang sangat
tergantung pada situasi gelombang, kehidupan mereka di masa lalu relatif sangat
sederhana. Untuk menopang kehidupan dikala tidak melaut, masyarakat biasa membuat
gula merah sebagaimana nenek moyangnya di masa lalu. Bahan-bahan untuk itu, seperti
buah kelapa dan lainnya, tersedia melimpah di kampungnya.
Karena pantai dan laut yang menjanjikan itu, beberapa tahun lalu pernah datang
sebuah keluarga Tionghoa dari Makassar ke kampung ini. Berbeda dengan kebiasaan
masyarakat lainnya, keluarga ini mencoba keberuntungannya dengan melakukan
pengolahan produk berbasis kelautan. Mereka menanam rumput laut di pantai kampung
Kassi. Dalam usahanya itu mereka dibantu oleh penduduk kampung Kassi sendiri. Usaha
yang nampaknya sederhana dan mudah dijalankan itu mengalami kemajuan yang cukup
21
pesat. Karena relatif sederhana dan mudah dikerjakan, banyak warga masyarakat
kampung Kassi yang mau dan ikut membantu bekerja padanya.
Selama bekerja pada keluarga Tionghoa itu masyarakat bisa melihat bahwa
budidaya rumput laut relatif mudah, pengerjaannya ringan dan sangat menguntungkan.
Sebagian penduduk desa yang bekerja pada keluarga Tionghoa itu secara tidak langsung
ikut memanfaatkan kesempatan yang ada untuk belajar, menyiapkan benih, memelihara
rumput laut dan akhirnya memanen hasil persemaian. Keluarga Tionghoa yang menjadi
pemilik modal tidak berkeberatan ada penduduk kampung yang ikut belajar bagaimana
memilih bibit dan menanam rumput laut, karena pada tingkat awal kemauan dan
kepandaian penduduk kampung itu memperlancar usahanya.
Setelah mendapat cukup pengalaman, sekitar lima tahun lalu mulai ada penduduk
yang memberanikan diri mencoba menanam rumput secara mandiri lepas dari pengusaha
Tionghoa yang berasal dari Makassar itu. Usaha kecil-kecilan ini membawa hasil yang
menggembirakan. Karena keberhasilan itu, secara spontan usaha beberapa orang ini
diikuti oleh penduduk lainnya. Berlomba-lombalah penduduk kampung Kassi mematok
pantai dengan batang-batang bambu untuk menanam rumput laut di pantai Kassi yang
sebelumnya dibiarkan kosong saja.
Kegiatan yang boleh dikatakan “liar” tersebut mempunyai akibat yang sangat
luas. Terjadi persaingan tidak sehat antar penduduk. Lama kelamaan usaha dari keluarga
Tionghoa tersebut bangkrut karena tidak banyak lagi orang yang mau bekerja padanya.
Disamping itu persaingan antar penduduk yang menanam rumput laut di Kassi juga
bertambah berat karena hampir setiap keluarga yang mampu mematok pantai ikut
beramai-ramai menanam rumput laut. Bahkan mereka yang tidak mempunyai keahlian
dan modalpun, tetap mematok pantai, “merasa memiliki pantai” dan ikut menghalangi
pantai itu dengan patok-patoknya.
Dengan adanya kegiatan massal penanaman rumput laut seperti itu, ada juga
berakibat pada kualitas rumput laut yang dipanen dan dijual kepada konsumennya.
Mereka berlomba menjual rumput laut yang relatif “muda” dengan harga bersaing. Para
produsen rumput laut bersaing dengan para tetangganya sendiri memperebutkan para
pembelinya. Untuk mengurangi persaingan dan membina persatuan antar para penggarap
rumput laut yang menjanjikan itu, untung ada seorang bernama Pak Tawang yang
mengambil prakarsa membentuk kelompok dengan anggota para penggarap rumput laut
di kampung Kassi.
Dengan penuh kesabaran Pak Tawang mengajak tetangganya untuk bersatu dan
bersama-sama menggarap pantai yang ada di desa Kassi itu untuk kesejahteraan
masyarakat dan anggotanya, bukan menjadikan pantai yang ada di desa itu sebagai ajang
saling tarung dan bersaing memperebutkan pembelinya.
Dengan adanya kelompok tersebut penggarapan rumput laut di Kassi berjalan
lebih teratur. Menurut para penggarap, menanam rumput laut sangat mudah, tidak perlu
22
dipupuk. Penggarapan hanya seminggu sekali untuk membersihkan lumpur atau lumut
yang melekat pada rumput laut itu. Tanaman rumput laut itu terapung di permukaan laut.
Makin besar angin, makin baik karena angin mampu menggerakkan tanaman dan juga
sekaligus membersihkan kotorannya. Usia menanam sampai panen rata-rata sekitar 30
sampai 40 hari. Lebih dari 40 hari sebetulnya makin baik dan rumput laut bisa tumbuh
besar, tetapi karena keterbatasan modal, mereka biasanya ingin segera memanen dan
menjualnya. Pada saat panen seluruh keluarga terlibat, yaitu untuk mengangkat rumput
dan menjemurnya.
Pada saat panen dilakukan juga pembibitan yaitu dengan memotong-motong
pendek, mengikatkannya dengan tali dan menanamnya kembali ke laut selagi masih
basah. Pekerjaan pembibitan ini biasanya dilakukan oleh para isteri dan anak-anak.
Pada musim pancaroba, apabila musim tidak menguntungkan untuk melaut, para
nelayan biasanya menyelingi penanaman rumput laut itu dengan sesekali melaut untuk
mencari ikan atau membantu isteri mereka membuat gula.
Dengan adanya kelompok yang dipimpin oleh Pak Tawang, sebagian dari
berbagai kesukaran yang dialami oleh para petani rumput laut dapat diatasi. Mereka bisa
makin gotong royong mengolah rumput laut bersama-sama. Dengan cara gotong royong
mereka bisa mengatur cara-cara mendapatkan dukungan untuk memperluas usahanya,
antara lain mendapatkan modal yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatannya.
Secara kebetulan beberapa waktu yang lalu pemerintah bersama dengan Yayasan
Damandiri mengembangkan upaya pemberdayaan masyarakat kurang mampu.
Kerjasama yang dilakukan di beberapa daerah itu juga dilakukan di Propinsi Sulawesi
Selatan. Yayasan Damandiri, yang sangat peduli terhadap usaha untuk membantu
keluarga kurang mampu membangun ekonomi mikronya, menyediakan dukungan dan
dana melalui Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Makassar, Sulawesi Selatan berupa
Skim PUNDI. Dukungan Skim PUNDI itu berupa dana yang disediakan untuk keluarga
kurang mampu yang tergabung dalam kelompok atau keluarga yang mempunyai usaha
sebagai perorangan yang rajin dan usahanya maju.
Kelompok yang dipimpin pak Tawang ini mendapat kesempatan untuk
mendapatkan bantuan untuk usahanya. Dengan usaha yang makin maju itu, dalam
kesempatan pengembangan pembinaan PUNDI yang juga dilakukan oleh Bank BPD
Sulawesi Selatan dengan Yayasan Damandiri, kelompok pak Tawang mendapat
kesempatan yang baik untuk mendapatkan modal tambahan. Untuk para anggotanya, pak
Tawang sebagai Pimpinan Kelompok menjadikan kelompoknya menanggung secara
tanggung renteng. Dengan cara itu kredit yang semestinya ditanggung oleh masingmasing
anggota dapat diberikan dengan adanya agunan yang dijamin oleh seluruh
anggota kelompoknya secara tanggung renteng.
Dengan adanya sistem menanggung secara bersama-sama itu kegiatan menanam
rumput laut dapat diatur bersama untuk mengurangi persaingan antar anggota. Mereka
23
juga bisa bersama-sama memelihara kualitas rumput laut yang dipanen dan dijual kepada
konsumen atau pengumpulnya di kota Makassar. Dengan bukti-bukti nyata yang makin
menguntungkan itu pak Tawang makin yakin bahwa laut bisa juga memberi kehidupan
yang makin mensejahterakan masyarakatnya kalau dikelola dengan baik. Sebaliknya pak
Tawang juga makin yakin bahwa dengan persatuan dan kesatuan yang kompak
kehidupan ekonomi bersama dengan anggota masyarakat lainnya bisa menghasilkan
kesejahteraan bersama yang penuh dengan kedamaian dan kesejahteraan. Karena itu ia
selalu menganjurkan kepada petani yang belum membentuk kelompok agar segera
membentuk kelompok dan melakukan usaha secara gotong royong.
24
MELESTARIKAN UKIRAN TRADISIONAL
Indonesia adalah negeri kaya yang mempunyai budaya yang beraneka ragam. Salah satu
unsur budaya yang beraneka ragam tersebut adalah adanya ukiran dengan motif khusus
yang berbeda dari suatu daerah dengan daerah lainnya. Dengan kemajuan jaman, ada
sebagian motif ukiran dari suatu daerah membaur dengan motif ukiran dari daerah
lainnya. Tetapi ada pula sekelompok anggota masyarakat yang tetap memberikan
perhatian dengan mengetengahkan ciri-ciri khusus pada ukiran yang ada, sehingga
dengan melihat sepintas saja bisa diketahui dari mana karya seni itu dihasilkan.
Di Kampung Karang Anyar, Desa Grimak Indah, Nermada, Mataram, Lombok,
Nusa Tenggara Barat, ada semacam usaha yang sungguh-sungguh seperti itu. Biarpun
usaha itu bukan merupakan usaha raksasa dengan modal besar, karena masih bersifat
perorangan, namun karena ketekunan yang mengolahnya, usaha ini mulai dikenal
masyarakat dan mendapatkan pasaran yang makin menarik.
Menurut penelitian Drs. Oos M. Anwas dari Yayasan Damandiri, Kampung
Karang Anyar termasuk sebuah desa yang cukup subur dan sejuk. Disana sini banyak
diketemukan air mengalir yang jernih, kolam-kolam ikan dan persawahan yang
terpelihara dengan rapi. Masyarakatnya kebanyakan bertani atau memelihara ikan di
kolam-kolam yang tersebar luas di kampung tersebut. Masyarakatnya terlihat akrab dan
kelihatan saling rukun. Mereka taat beragama terlihat dari banyaknya masjid dan
mushola yang setiap kali mendengungkan azan pada saatnya tiba waktu shalat.
Tokoh yang kita angkat kepermukaan kali ini adalah Bapak Lalu Rahman Hadi
yang baru berusia sekitar 30 tahun. Ia adalah seorang pekerja yang ulet dan kebetulan
sekaligus adalah seorang da’i yang rajin memberikan ceramah keagamaan dalam setiap
kesempatan berkumpul dengan anggota masyarakat sekelilingnya. Untuk menjangkau
anggota masyarakat yang masih remaja tidak segan-segan Pak Lalu mengumpulkan
remaja masjid yang ada di desa itu di mushola setiap malam Jum’at. Dalam kesempatan
seperti itu, Pak Lalu memberikan ceramah yang lebih serius dan menjadikan kegiatan
tersebut suatu pendidikan keagamaan yang bermutu.
Karena pengalaman masa muda, yaitu pada saat pak Lalu ketemu Ibu Sarmini,
isterinya yang sekarang, adalah pada waktu masih sama-sama muda dan keduanya giat
sebagai anggota remaja Masjid. Mereka berdua sebelumnya telah banyak melakukan
kegiatan bersama. Karena itu pada waktu inipun mereka sering mengadakan ceramah
yang dikerjakannya berdua bersama isterinya.
Lalu Rahman Hadi adalah seorang sosok pemuda yang mempunyai pendidikan
dasar yang lumayan. Ia lulusan SMIK yang menamatkan pendidikannya pada sekitar
tahun 1994. Sebagai warga desa biasa, sejak sekolah ia nyambi bekerja pada perusahaan
kerajinan dan ukiran di desanya. Namun karena pemuda Lalu Rahman Hadi mempunyai
cita-cita mandiri yang sangat tinggi, ia selalu “berontak” dan ingin membuka usahanya
25
sendiri. Dengan modal cita-cita yang tinggi dan tekad yang membara itu ia memutuskan
untuk bekerja mandiri dan keluar dari perusahaan di desanya. Ia mencoba berjuang
sendiri dan bekerja sebagai tukang yang mencari pekerjaan sendiri. Biarpun bekerja
sambil bersekolah, ia bercita-cita bahwa ongkos yang diterimanya dari bekerja sendiri,
atau keuntungan dari usaha yang akan bisa dikerjakannya sendiri, akan cukup untuk
biaya sekolah. Namun karena pengalaman yang sangat terbatas, dan persaingan yang
belum biasa dijalaninya, akhirnya ia tidak sanggup untuk bertahan sebagai tukang yang
mandiri.
Untuk melanjutkan pendidikannya ia terpaksa jatuh bangun dan bekerja
seadanya. Setelah menamatkan pendidikannya di SMIK, diputuskannya untuk mencoba
keberuntungannya dengan mengembara ke Jakarta. Di Jakarta anak muda Lalu Rahman
Hadi mencoba keberuntungannya membuka usaha yang sama. Namun, seperti halnya di
Lombok, persaingan usaha kerajinan dan ukiran di Jakarta nampaknya jauh lebih berat
lagi. Usahanya gagal dan ia terpaksa harus segera kembali ke Lombok.
Sebagai pemuda yang lontang lantung di tempat kelahirannya sendiri Lalu
Rahman Hadi muda dengan cita-citanya yang tinggi itu tidak putus asa. Ia mencoba
kerja apa saja dengan tetap mempunyai keinginan membara untuk suatu ketika membuka
usaha kerajinan dan ukiran seperti yang dicita-citakannya.
Untuk mendapatkan posisi yang baik, atau tempat yang kiranya cocok dan
menguntungkan, Lalu Rahman Hadi muda berkeliling dari suatu kampung ke kampung
lainnya. Pada suatu hari didapatkannya tempat bekerja yang dirasanya nyaman di
Nermada, Mataram, Lombok. Ia merasa bahwa tempat ini bakal memberikan
kesempatan dan keuntungan untuk usaha dan masa depannya. Diputuskannya untuk
menetap dan mulai membuka usahanya di tempat ini.
Dengan modal awal sebesar Rp. 10.000,-, beberapa tahun yang lalu, Lalu
Rahman Hadi muda mulai membelanjakan uang itu untuk membeli bahan kayu untuk
diukirnya. Bahan yang telah selesai segera dijual dan hasil penjualannya segera
dibelikan bahan kembali untuk diukir lebih lanjut. Kehidupan seperti itu berulang
berbulan dan bertahun sehingga kehidupannya sungguh sangat menyedihkan. Pada saat
yang bersamaan ia harus membentuk keluarga dan mengarungi samudera kehidupan
yang penuh godaan ini dengan isterinya Sarmini yang kemudian memberinya seorang
anak yang sekarang telah berusia 3 tahun.
Setelah jatuh bangun dengan persaingan yang cukup ketat selama bertahuntahun,
usahanya mulai menampakkan hasil yang memuaskan. Hasil penjualan barangbarang
yang dihasilkannya mulai menarik pembeli dengan nilai yang makin tinggi. Ia
makin bisa memberikan ciri khusus kepada hasil produksinya sehingga dikenal sebagai
produk dengan ciri budaya Nusa Tenggara Barat. Ciri itu antara lain dari gambar daun
yang dilukisnya sendiri. Keahlian melukis ciri ini tidak dapat diwakili atau ditiru oleh
produsen lain, sehingga merupakan ciri khusus yang kemudian dipahat oleh para
karyawannya.
26
Bantuan Kredit Bank
Dalam kegiatan menolong keluarga yang semula adalah keluarga pra sejahtera
atau keluarga sejahtera I atau keluarga baru yang sedang berjuang menyusun keluarga
yang bahagia dan sejahtera, Yayasan Damandiri menggelar kerjasama dengan BKKBN
dan beberapa Bank Pembangunan Daerah (BPD), termasuk BPD NTB. Kerjasama awal
dengan BKKBN dilakukan bersama Bank BNI, yaitu dengan memberikan keluargakeluarga
pra sejahtera dan keluarga sejahtera I latihan untuk membuka usaha yang
mandiri. Mereka diajak belajar menabung. Kalau berhasil mereka diberi kesempatan
mempergunakan kredit yang bisa dipergunakan untuk keperluan produksi barang-barang
yang bisa dijual.
Mereka yang sudah menabung dan mendapat kredit Kukesra diberi kesempatan
untuk belajar usaha yang mempunyai nilai ekonomi. Usaha itu diawali dalam bentuk
kelompok agar bisa saling tolong menolong sesama anggotanya. Kalau usaha itu makin
maju, diharapkan dapat dikembangkan sebagai suatu koperasi yang lebih maju.
Maksudnya adalah agar kelemahan yang ada pada setiap individu keluarga dapat
ditolong oleh kekuatan yang ada pada kelompoknya.
Pada tingkat awal kelompok-kelompok itu disebut kelompok-kelompok UPPKS
atau Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera. Kelompok-kelompok ini diajak
untuk bersama-sama mulai belajar berusaha dalam usaha ekonomi mikro yang
menguntungkan. Pola kebersamaan dalam usaha itu, seperti halnya koperasi, selalu
diajarkan karena kesadaran bahwa pada umumnya anggota masyarakat yang ada tidak
mempunyai bakat untuk segera bisa berusaha secara mandiri sendirian. Setiap usaha
pada awalnya ditekankan sebagai usaha yang mendahulukan kebersamaan dan diniatkan
menguntungkan. Termasuk dalam usaha ini adalah usaha-usaha dalam kegiatan ekonomi
mikro. Kelompok yang menonjol mendapat penghargaan. Salah satu penghargaan
komunitas yang diberikan adalah tambahan modal untuk kegiatan kelompok itu.
Dengan tambahan modal itu usaha ekonomi mikro dari kelompok-kelompok itu mulai
berkembang dan mendapat momentum baru. Jumlah anggota keluarga yang bisa ikut
serta dalam kegiatan mereka bertambah banyak karena adanya modal tambahan tersebut.
Untuk melestarikan usaha itu, mulai tahun 1995 yang lalu para anggota UPPKS
diajak untuk belajar menabung. Tabungan pertama untuk setiap anggota dirangsang oleh
Yayasan Damandiri dengan diberikan kepada mereka buku tabungan yang telah diisi
dengan uang kontan Rp. 2000,-. Dengan tabungan awal itu mereka diajak untuk mulai
berhimpun dan bersama-sama melakukan usaha bersama yang bersifat ekonomi.
Dengan tabungan yang kemudian diberi nama tabungan keluarga sejahtera
(Takesra) itu mereka boleh mempergunakan tabungannya untuk bergerak dalam bidang
ekonomi mikro dengan teman-temannya sesama anggota UPPKS. Setiap kelompok
dengan anggota antara 10 – 20 orang, masing-masing dengan tabungan Rp. 2000,- bisa
27
meminjam dengan jumlah pinjaman sebanyak 10 kali lipat dari tabungannya untuk usaha
ekonomi produktif.
Sejak Januari tahun 1996 setiap anggota UPPKS bisa mulai meminjam dana
Kukesra yang diselenggarakan oleh Bank BNI dengan nilai 10 kali lipat dari
tabungannya yang masing-masing Rp 2.000,-, yaitu masing-masing mendapat pinjaman
Kukesra sebesar Rp 20.000,-. Dengan anggota kelompok sebanyak 20 orang, maka
untuk satu kelompok jumlah pinjaman bisa mencapai Rp. 400.000,- yang dipandang
cukup untuk memulai suatu usaha kelompok kecil-kecilan di desanya.
Apabila sudah berhasil dan pinjamannya dikembalikan dengan baik, anggota
kelompok UPPKS itu bisa pinjam dana dengan jumlah dua kali lipat, yaitu Rp. 40.000,-,
begitu seterusnya kalau berhasil lagi dinaikkan menjadi Rp. 80.000,- dan seterusnya.
Pada tahapan terakhir tiap anggota kelompok bisa pinjam sebesar Rp. 320.000,-. Dengan
jumlah pinjaman itu tiap anggota bisa mulai mempunyai usaha sendiri secara mandiri.
Sebagai kelanjutan dari usaha ini, terutama untuk mereka yang berhasil dengan
“latihan” menabung dan menggunakan kredit Kukesra, Yayasa n Damandiri mengadakan
kerjasama dengan Bank-bank Pembangunan Daerah (BPD), termasuk BPD NTB.
Tujuannya adalah membantu keluarga yang berhasil dan sedang bangkit, termasuk
keluarga Bapak dan Ibu Lalu Rahman Hadi, dengan pinjaman dan pendampingan yang
disebut PUNDI atau Pembinaan Usaha Mandiri. Karena itulah keluarga Bapak dan Ibu
Lalu Rahman Hadi yang mulai mengembangkan usahanya dengan berhasil itu mendapat
kesempatan memperoleh bantuan PUNDI dengan pinjaman sampai dengan Rp. 5 juta.
Dengan tambahan modal itu keluarga Lalu Rahman Hadi mempekerjakan
karyawan yang lebih banyak dan menghasilkan produk-produk yang lebih bervariasi.
Karena sistem rekruitmen yang dijalankan oleh pak Lalu tergolong unik, yaitu
mengambil tenaga-tenaga yang sama sekali belum berpengalaman, banyak anak muda
yang diambilnya menjadi karyawan dan diajarinya untuk bekerja mengukir dan menjadi
ahli memproduksi barang-barang yang laku jual. Barang-barang yang diproduksi dan
laku jual itu sangat beragam. Ada tempat tisu, topeng, vas bunga, tempat permata,
pigura, tongkat, dan lainnya. Bahkan tidak jarang pak Lalu Rahman Hadi berkeliling
ketempat-tempat penjualan barang-barang souvenir untuk mempelajari apa saja yang
menarik perhatian masyarakat untuk diciptakanya, bisa memuaskan dan memperluas
pasaran yang baru.
Untuk memberikan ciri khas garapannya yang asli dan dari Lombok, ukiran yang
dikerjakannya diberi ciri khusus. Setiap produk diberi tanda daun dan tangkai yang
mengandung arti kesuburan pulau Lombok. Motif ini digambar sendiri oleh pak Lalu
Rahman Hadi dan merupakan semacam “tanda merek” dagang yang asli.
Untuk mengikuti selera pasar, pak Lalu Rahman Hadi selalu mengadakan
perjalanan berkeliling Artshop yang ada di Pulau Lombok. Kemudian tidak segan-segan
ia mengadakan berbagai improvisasi dan mengeluarkan model-model baru yang
28
dianggapnya bisa menarik pasar. Dengan cara demikian, biarpun karyanya banyak yang
ingin meniru, tetapi karena kecepatannya menciptakan model-model yang baru relatif
tinggi, sampai kini ia tetap bisa menguasai pasar dan usahanya berhasil menolong anakanak
muda yang bekerja padanya.
1
MONUMEN BECAK DI KENDAL
Untuk menyambut bulan suci Ramadhan tahun 2002 yang lalu, Televisi Pendidikan
Indonesia, TPI, menggelar beberapa acara yang menarik. Acara menarik itu yang digelar
itu adalah pengalaman ibu-ibu yang semula sangat sederhana dan menderita, yang karena
ketekunannya beribadah dan berusaha, dengan limpahan rahmat dan karuniaNya,
akhirnya bisa terlepas dari penderitaannya. Mereka adalah orang-orang yang sabar, selalu
tawakal dan bekerja keras. Umumnya mereka sangat giat beribadah dan tidak pernah
putus asa atau mengeluh. Mereka berusaha apa adanya dengan tekun dan selalu bersikap
baik terhadap para tetangganya.
Salah satu yang dihantarkan oleh Cici Paramida pada jam 5.00 pagi, setelah sahur
itu, adalah pengalaman seorang ibu di suatu desa di Kabupaten Kendal yang dikenal
bernama Ibu Sartini yang kini berusia sekitar 33 tahun. Dari keadaannya yang sederhana,
orang segera mengetahui bahwa ibu ini adalah seorang ibu yang berasal dari pedesaan
tetapi telah mempunyai sifat-sifat perkotaan yang mantap. Ia memang asli berasal dari
pedesaan tetapi telah lama merantau di kota Kendal dan sekarang tinggal serta bergaul
banyak dengan masyarakat sekitar ibu kota kecamatannya di kota Kendal.
Menurut penelitian Drs. Oos M. Anwas dari Yayasan Damandiri, Ibu Sartini
memang sejak kecil sudah terobsesi ingin menjadi orang kaya yang banyak uang. Dalam
kegiatan bermain sehari-hari dengan teman-teman di desanya, Sartini kecil selalu
memerankan pedagang yang banyak dagangannya dan mempunyai banyak uang.
Mungkin karena obsesinya, Sartini kecil selalu sangat mantap dengan peranannya itu.
Cita-citanya itu tidak dibiarkan lewat begitu saja. Di sekolah, Sartini kecil, yang
masa mudanya dihabiskannya di Madrasah, termasuk anak yang pandai dan selalu
menjadi juara di kelasnya. Karena itu ia menjadi kesayangan para gurunya. Tidak jarang
ia membantu para gurunya dengan tugas-tugas sekolah yang ia lakukan dengan sungguhsungguh
dan memberikan hasil yang memadai.
Namun karena ia anak keluarga kurang mampu, Sartini kecil tidak bisa terus
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kepandaiannya tidak mendapat
tempat. Tidak ada yang menawarkan beasiswa karena biarpun beasiswa adalah untuk
anak yang pandai, kesempatan itu tidak bisa mencapai sasaran yang kebetulan hanya
sekolah di Madrasah pedesaan seperti halnya Sartini yang sederhana itu.
Untuk membantu orang tuanya, setelah menamatkan pendidikan Madrasah Sartini
kecil terpaksa bekerja menjadi pembantu rumah tangga di rumah kediaman sebuah
keluarga yang tergolong bos pabrik tekstil. Selama menjadi pembantu itu Sartini kecil
melihat bahwa menjadi orang kaya itu tidak mudah. Mereka harus rajin, bekerja keras,
hemat dan mau mengerjakan apa saja yang membawa manfaat. Tetapi dia juga
mengetahui bahwa menjadi orang kaya itu nikmat dan bisa memberi sedekah kepada
mereka yang tidak mampu. Dia mempunyai kesimpulan bahwa menjadi seorang yang
kaya bukanlah kehidupan yang mudah dan bisa dijalani dengan hanya menganggur saja.
2
Oleh karena itu untuk belajar mandiri dia berhenti menjadi pembantu dan pada
tahun 1983 mulai bekerja sebagai “karyawan” di toko penjual barang-barang keperluan
sehari-hari yang ramai di kota Waleri. Karena ketekunan dan kejujurannya ia dipercaya
memegang kasir di toko itu.
Kesempatan bekerja di toko itu merupakan suatu kesempatan emas untuk
mewujudkan cita-citanya bekerja secara mandiri dan menjadi orang kaya. Karena itu,
disamping bekerja keras dia mencacat dalam otaknya yang sederhana segala seluk beluk
berdagang. Sartini mempergunakan kesempatan bekerja di toko itu untuk menambah
ilmu dalam praktek dagang yang sesungguhnya, tidak main sandiwara seperti jaman
sekolah di Madrasah yang lalu. Ketekunan itu pula yang menyebabkan ia disayang oleh
majikannya.
Gadis kecil mbak Ti, panggilan akrabnya, tumbuh menjadi gadis yang makin
dewasa. Dalam pergaulan sehari-hari dia tetap saja sebagai gadis yang pada suatu hari
akan menikah, berkeluarga dan mempunyai anak. Kesempatan itu ternyata datang, dia
dilirik dan kemudian menikah dengan seorang pemuda yang menambat hatinya bernama
Rochmat yang sehari-harinya bekerja keras sebagai tukang becak.
Setelah menikah, mbak Ti nampaknya mulai memikirkan bagaimana hidup lebih
mandiri untuk masa depan keluarganya. Dengan persetujuan suaminya, mbak Ti berhenti
bekerja dan mencoba keberuntungannya dengan membuka dagang sendiri di pasar
tradisional di dekat rumahnya. Ia berjualan apa adanya secara kecil-kecilan. Segala ilmu
yang ia pelajari dari toko dimana ia bekerja sebelumnya, sekarang tiba waktunya untuk
dipraktekkan dalam mengelola warungnya sendiri.
Dengan pedoman bahwa untuk sukses ia harus memelihara langganan, Sartini
berusaha keras untuk tidak saja menjual dagangannya tetapi yang lebih penting
menambah langganan setiap hari. Bagi mbak Ti tambahan langganan itu menjadi target
utama untuk masa depan warungnya yang lebih besar lagi. Begitu juga ia berusaha keras
untuk mempertahankan kepercayaan langganannya sedemikian rupa sehingga setiap kali
ada keperluan yang dibutuhkan langganannya diharapkan mereka akan berpaling
kepadanya. Secara sederhana dia mempraktekkan sistem marketing yang sangat luar
biasa.
Dengan cara itu dari hari ke hari jumlah langganannya bertambah besar dan setia.
Warung kecil Ibu Sartini bertambah maju dan makin sejajar dengan warung-warung yang
telah ada sebelumnya. Dari hari ke hari kelengkapan dagangan yang di sediakan di
warung itu juga bertambah banyak sehingga dapat dikatakan bahwa warung itu makin
tidak bisa menolak langganan dengan segala keperluannya.
Setelah sepuluh tahun membuka warung secara sederhana, pada tahun 1993, Bank
BPR Nusamba yang mempunyai program membantu para pengusaha kecil atau
pengusaha mikro meningkatkan usahanya, mulai melirik calon-calon nasabah yang
mempunyai masa depan gemilang. Ibu Sartini dianggap sebagai sosok yang maju yang
apabila mendapat bantuan dana dan bimbingan bisa menjadi pengusaha yang mempunyai
3
masa depan gemilang, atau menjadi pengusaha yang besar dan memberi banyak untung
kepada Bank di kemudian hari.
Sebagai Bank yang mengadakan pendekatan menjemput bola, para petugas dari
Bank BPR Nusamba mulai mendekati Ibu Sartini. Mereka memberi penjelasan tentang
program-program yang ditawarkan oleh Bank BPR Nusamba serta syarat-syarat yang
harus dipenuhinya. Dengan telaten para petugas Bank BPR ini memberi jaminan bahwa
bantuan dari Bank BPR ini tidak memberatkan. Pada saat perkenalan pertama itu Bank
BPR Nusamba memperkenalkan produk pinjaman harian yang tidak terlalu besar
sehingga Ibu Sartini akan mampu mencicilnya setiap hari. Bahkan ditawarkan bahwa
cicilan itu tidak usah diantar ke kantor BPR yang sesungguhnya tidak jauh dari tempat
Ibu Sartini berjualan, tetapi petugas dari Bank yang akan datang mengambil cicilan itu ke
warung Ibu Sartini berjualan. Kalau dikehendaki, Bank juga bisa memberikan fasilitas
menabung dimana uang yang ditabung akan diambil sendiri secara periodik oleh para
petugas Bank yang ada. Pendeknya pelayanan yang dapat diberikan oleh Bank adalah
pelayanan menjemput bola tanpa mempersulit Ibu Sartini sebagai salah seorang
nasabahnya.
Tawaran yang sangat simpatik dari Bank BPR Nusamba itu diterima dengan
tangan terbuka, karena pada waktu yang bersamaan memang Ibu Sartini memerlukan
suntikan modal untuk memperluas usahanya di warung itu. Segera suatu akad kredit
sebesar Rp. 100.000,- ditandatangani oleh Ibu Sartini sebagai awal dari masuknya Ibu
yang sederhana itu sebagai nasabah Bank secara resmi. Pada saat yang bersamaan Ibu
Sartini juga mulai membuka rekening tabungan harian pada Bank yang sama.
Dengan pinjaman sebesar Rp. 100.000,- itu setiap hari petugas dari Bank datang
ke warungnya untuk menerima cicilan harian dan kadang-kadang menerima titipan uang
sebagai tabungan. Karena ketekunannya maka pinjaman sebesar Rp. 100.000,- itu dapat
dilunasi dengan mudah dan dagangannya bertambah besar serta makin mendapat
kepercayaan para suppliernya. Setelah pinjaman pertama lunas, maka ia bisa menerima
pinjaman dengan jumlah yang lebih besar. Begitu seterusnya kalau pinjaman itu lunas,
maka pinjaman berikutnya bisa diambil lebih besar, sampai sekitar Rp. 1 juta, karena para
petugas Bank yang datang ke warungnya mengambil cicilan harian mengetahui dengan
pasti ketekunannya dan betapa dagangan dalam warung itu laku keras, menguntungkan
dan mendapatkan pembeli yang setia.
Dalam dua tahun terakhir ini, dengan bekerja sama dengan Yayasan Dmandiri,
Bank BPR Nusamba makin bisa membantu keluarga seperti Ibu Sartini yang ingin
memperluas usahanya dan atau menambah orang untuk bekerja bersamanya. Pinjaman
yang diberikan yang semula hanya terbatas pada jumlah sekitar Rp. 1 juta saja, bisa
diperluas sampai sebesar Rp. 5 juta, atau lebih, sesuai dengan kelayakan usaha yang
ditekuninya. Melihat kesempatan itu Ibu Sartini makin bergairah. Dia memutuskan untuk
tetap memperluas usahanya, memperbesar warungnya, dan mempekerjakan tenaga lebih
banyak lagi. Langkah pertama untuk menambah tenaga berasal dari suaminya sendiri
yang selama ini secara tidak tetap telah sering membantu kesibukannya di pasar.
4
Dengan kepercayaan yang tinggi dari Bank BPR Nusamba dan pinjaman yang
lebih besar pak Rochmat memutuskan untuk tidak lagi menarik becak, mengistirahatkan
becaknya, menempatkan becak itu sebagai monumen di depan rumahnya dan membantu
isterinya berdagang di pasar. Dengan dua orang bekerja di warung itu Bank BPR
Nusamba yang bekerja sama dengan Yayasan Damandiri memberi kepercayaan kepada
keluarga Rochmat dan Sartini dengan pinjaman yang besarnya Rp. 3 juta. Warung dan
kegiatan usaha di pasar itulah yang menjadi agunan atas pinjaman sebesar itu.
Dengan modal yang lebih besar dan pinjaman yang juga bertambah besar, cicilan
yang harus dibayar oleh Ibu Sartini dan warungnya bertambah besar juga. Tetapi bagi
usahanya yang bertambah maju, nampaknya nilai pinjaman dan cicilan itu bukan menjadi
masalah. Ibu Sartini dengan pergaulannya yang bertambah luas dan pak Rochmat dengan
perhatian yang lebih penuh di warung, kegiatan suami isteri itu bertambah maju. Mereka
juga mengadakan kegiatan-kegiatan di luar warung untuk menampung kebutuhan
langganan yang tambah bervariasi. Bahkan dapat dikatakan para rekannya yang telah
mempunyai usaha sebelumnya mulai tertinggal dibelakangnya.
Dengan modal yang makin besar, kegiatan ibadah Ibu Sartini dengan suami dan
keluarganya tidak makin berkurang. Ia selalu rajin dan taat beribadah. Prinsip hidupnya
adalah bekerja keras dan tetap berdoa memohon segala limpahan rahmat dan limpahan
rejeki dari Tuhan Yang Maha Esa. Ibu Sartini percaya bahwa segala rejeki yang
diterimanya tidak lain adalah karena pemberian dan kemurahan dari Allah, Tuhan Yang
Maha Esa juga. Disamping itu Ibu Sartini dan suaminya juga tidak ketinggalan dalam
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan di desanya.
Dengan modal yang terjamin itu Ibu Sartini dengan suaminya bekerja makin
keras. Langganannya dipelihara dengan lebih baik dan segala keperluan langganannya
dicoba dipenuhi dengan tertip. Bahkan untuk memelihara langganannya itu, ia berusaha
keras memberi bantuan keperluan sehari-hari yang kiranya dapat meringankan beban
langganannya tersebut.
Salah satu kegiatan sambilan dari keluarga Ibu Sartini dan pak Rochmat ini adalah
membeli tanah dan kemudian di kapling kecil-kecil untuk di jual kembali kepada mereka
yang membutuhkannya. Dengan mengapling tanah dalam ukuran yang lebih kecil, para
pembeli yang kurang mampu akan bisa membeli sebidang tanah, kalau perlu dengan
membeli secara cicilan kepadanya. Dengan cara demikian kegiatan keluarga Ibu Sartini
dan pak Rochmat makin bervariasi dan bisa menjamin suatu usaha yang makin marak di
warungnya serta kegiatan-kegiatan sambilan lainnya yang makin membengkak. Namun
satu hal tetap seperti sedia kala, Ibu Sartini selalu berperilaku sederhana seperti
masyarakat desa biasa, tidak sombong dan takabur karena merasa yakin bahwa segala
sesuatu adalah tidak lain merupakan limpahan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa juga.
5
GURU PENGGERAK DESA KEMBANG
Riwayat hidup Bapak Sutopo dan Ibu Rusmini dari daerah Bantul, Yogyakarta ini
sungguh sangat unik. Kehidupan yang bahagia dari keluarga ini sudah dimulai sejak dari
sekolah pendidikan guru (SPG) di Yogyakarta. Pak Sutopo adalah guru SPG tersebut, dan
Ibu Rusmini, kala masih remaja, adalah murid yang tergolong manis di kelasnya. Setelah
tamat sekolah, rupanya Rusmini muda menimbulkan kesan yang tidak dapat dihapuskan
oleh Pak Sutopo, gurunya. Secara telaten pak Sutopo, biarpun Rusmini muda sudah
tamat, tetap saja menawarkan pelajaran tambahan setiap hari Sabtu atau hari libur
lainnya. Kebaikan yang ada udang di balik batunya itu akhirnya ketahuan. Orang tua
Rusmini menantang pak guru yang simpatik itu. Akhirnya guru muda itu mengaku sangat
cinta pada bekas muridnya dan sepakat mempersunting Rusmini yang manis itu sebagai
isterinya yang serasi sampai hari ini.
Sebagai suami yang bertanggung jawab, pak Sutopo yang terus melanjutkan
kariernya sebagai guru, pegawai negeri, bekerja keras menghidupi keluarganya dengan
sebaik-baiknya. Pada tingkat awal, sebagai keluarga baru, suami isteri Sutopo dan
Rusmini dapat hidup rukun serba kecukupan. Namun, setelah keluarga muda ini
dikaruniai anak dan kehidupan bertambah berat, harga sandang dan pangan makin
menggila, kehidupan sebagai guru pegawai negeri makin terasa berat. Kehidupan seharihari
makin tidak pas kalau hanya diselesaikan dengan gaji pegawai negeri saja. Mereka
mulai mencari pekerjaaan tambahan untuk menutup defisit anggaran belanja hariannya.
Menurut penelitian Drs. Oos M. Anwas dari Yayasan Damandiri dan para ahli
lainnya dari TPI, setelah terasa kehidupan keluarga Sutopo yang makin berat itu timbul
pikiran pada Ibu Rusmini untuk bekerja membantu meringankan beban keluarganya.
Bapak Sutopo sebagai suami yang bertanggung jawab merasa bahwa isterinya harus
tetap dirumah mengasuh dan mendidik anaknya di rumah.
Untuk beberapa waktu pak Sutopo tetap bersikukuh bahwa isterinya harus tetap
dirumah mengatur rumah tangga dan membantu anaknya yang masih kecil-kecil ke
sekolah dan urusan-urusan keluarga lainnya. Tetapi, lama kelamaan tekanan kehidupan
keluarga bertambah berat dan hasil dari mengajar saja menjadi sangat tidak memadai
untuk memelihara kehidupan keluarga dengan tambahan anak dan keperluan rumah
tangga yang makin tinggi nilainya.
Setelah ditimbang dengan masak, akhirnya pak Sutopo menyetujui isterinya untuk
bekerja. Dengan bekal yang ada, Ibu Rusmini mulai mencari kerja seadanya. Pada awalawalnya
dia bekerja secara serabutan di desanya. Akhirnya dia mendapat kesempatan
bekerja di pabrik tekstil. Dia ikut terjun bersama karyawan lainnya, dia bekerja keras dan
sekaligus belajar banyak bagaimana teksil dibuat, diberi warna dan akhirnya keluar
sebagai produk tekstil yang berwarna indah dan siap dijual. Semua proses dilakukan
dengan mesin yang serba canggih. Karena sifat pekerjaan tidak cocok dengan pendidikan
dasarnya, dengan bekal ijazah SPG, bekerja di pabrik tekstil itu terasa tidak pas.
Akhirnya Ibu Rusmini keluar dari tempat bekerjanya dan mencoba mencari pekerjaan
baru yang lebih pas.
6
Dengan ijasah SPG yang dimilikinya, ibu Rusmini yang lincah itu kemudian
beruntung dapat bekerja sebagai guru. Dengan demikian keluarga itu menjadi keluarga
guru karena suami isteri kedua-duanya bekerja sebagai guru. Dengan pendapatan mereka
berdua sebagai guru kehidupan rumah tangganya bertambah baik. Mereka bisa mengirim
anaknya ke sekolah dengan teratur dan relatif tidak kurang suatu apa.
Sebagai guru Ibu Rusmini dianggap seorang “intelektual” di desanya. Dengan
demikian dia menjadi salah satu andalan untuk duduk dalam berbagai kegiatan dalam
lingkungan kemasyarakatan seperti Dharma Wanita di kantor suaminya, dan sekaligus
menjadi andalan di lingkungan kampungnya sebagai salah satu tokoh PKK. Ibu Rusmini
juga rajin mengikuti pengajian dan kegiatan kemasyarakatan lainnya. Ke tokohannya
sebagai guru dan isteri guru membuat Ibu Rusmini relatif sangat terkenal di kampung dan
lingkungannya.
Namun, makin besar anak-anaknya, kebutuhan keluarga Sutopo juga makin
bertambah tinggi. Disamping kegiatan sebagai guru, keluarga Sutopo juga mencoba
melakukan berbagai kegiatan lainnya seperti layaknya tetangga lainnya. Mereka ikut
serta berbagai kegiatan latihan PKK atau Dharma Wanita dan bekerja apa saja yang
kiranya bisa menambah pendapatan keluarganya.
Pada suatu hari anaknya yang terbesar, yang bernama Yanti dan teman-temannya,
sewaktu bermain-main di halaman rumahnya menemukan bunga yang indah. Timbul ide
untuk meniru bunga itu dengan bahan-bahan kering lain yang ada. Ide itu disetujui oleh
ibunya dan kemudian dipraktekkan dengan membuat bunga tiruan dari bahan-bahan
kering yang diambil dari sekitar rumahnya. Pengalamannya bekerja dalam pabrik tekstil
dengan pewarnaan sangat berguna untuk memberi warna bahan-bahan yang ada itu.
Bunga tiruan itu ternyata menarik dan pantas untuk dijual.
Sejak penemuan itu Ibu Rusmini bersama anak dan suaminya bekerja keras untuk
meniru bunga alam dengan bahan-bahan kering yang ada di sekitar rumahnya. mulai
mencoba membuat bunga tiruan dari bahan yang ada di sekitar rumahnya. Hasil dari
bunga tiruan itu dijualnya di Jalan Malioboro dan tempat-tempat lain yang dipandang
pantas dan bisa menarik pembeli. Ternyata kreasinya itu menarik dan laku jual. Mulailah
Ibu Rusmini membuat berbagai bunga dan tanaman tiruan untuk dijual di Jalan
Malioboro dan tempat-tempat lain yang lebih luas. Ibu Rusmini tidak saja mengajak
anaknya tetapi mulai mengajak anak-anak muda tetangganya untuk ikut bekerja bersama
di rumahnya. Mulailah Ibu Rusmini menggarap semacam industri rumah tangga
membuat bunga dari bahan-bahan kering yang ada di sekitar rumahnya.
Untuk mendapatkan tenaga yang terampil, sambil memberi kursus-kursus dalam
lingkungan PKK di kampungnya, makin banyak anak-anak muda dilatih membuat bunga
kering itu. Dampak dari kegiatan ini ada dua macam. Makin banyak anak muda yang bisa
membuat bunga kering seperti diajarkan oleh Ibu Rusmini. Mereka juga makin kepingin
maju seperti Ibu Rusmini juga. Sebagian yang ingin maju itu ikut bekerja dengan Ibu
Rusmini dan sebagian lagi mencoba keberuntungannya sendiri membuat bunga-bunga
tiruan itu dirumahnya masing-masing.
7
Sebagian yang berusaha itu ikut juga menjual hasil usahanya di Jalan Malioboro
dan menjadi saingan dari hasil-hasil yang dijual oleh Ibu Rusmini. Sebagian lagi
menitipkan hasil-hasilnya kepada Ibu Rusmini untuk dijual bersama-sama. Makin lama
saingan itu makin tidak sehat karena mereka menjual dengan harga yang relatif murah
tetapi kualitasnya rendah.
Untuk mendapatkan produk dengan kualitas tinggi diperlukan modal yang makin
lama makin besar. Ibu Rusmini berusaha mendapatkan modal untuk memperluas
kemampuannya dan sekaligus menolong anak-anak muda lain yang bekerja bersamanya.
Secara kebetulan sejak tahun 2001 yang lalu, Yayasan Dana Sejahtera Mandiri
(Damandiri) mengadakan kerjasama dengan Bank Pembangunan Daerah (BPD)
Yogyakarta untuk mengembangkan program-program pemberdayaan masyarakat di desa
yang disebut program PUNDI.
Program PUNDI itu adalah program yang memberikan dukungan pembinaan
kepada kelompok-kelompok yang anggotanya berasal dari keluarga kurang mampu atau
menolong keluarga kurang mampu bekerja pada usaha-usaha ekonomi produktip di
pedesaan. Program PUNDI itu sekaligus memberikan dukungan kepada kelompokkelompok
yang semula telah berhasil dengan program Kukesra dan Takesra.
Sebagai syarat untuk mendapatkan bantuan itu harus ada kerjasama dengan para
tetangganya. Disamping itu disyaratkan bahwa usaha ini harus menolong anak-anak atau
keluarga kurang mampu di sekitar usahanya. Pertolongan itu bisa dalam bentuk mereka
bekerja pada usaha yang dilakukannya atau sebagian keuntungannya bisa dipergunakan
untuk membantu atau memberikan beasiswa kepada keluarga-keluarga kurang mampu di
desanya. Kebetulan Ibu Rusmini telah melakukan hal itu, sehingga bisa dianggap cocok
untuk program dimaksud. Namun terlebih dulu usaha yang dikerjakan oleh Ibu Rusmini
harus dinilai oleh BPD seperti layaknya sebuah nasabah yang akan menerima kredit
secara komersial.
Setelah mengetahui persyaratan itu Ibu Rusmini mulai mengadakan kontak dan
dengan penelitian yang wajar akhirnya sejak tahun 2001 yang lalu usaha itu mendapat
bantuan kredit dari Bank BPD Yogyakarta. Dengan kerjasama Bank BPD itu Ibu
Rusmini bisa memperluas usahanya dan membantu keluarga lain untuk bekerja bersama
memproduksi dan menjual hasil produksinya dengan pasaran yang lebih luas.
Dengan modal yang lebih besar Ibu Rusmini bisa mengurangi persaingan dengan
usaha yang dilakukan oleh tetangganya dengan meningkatkan kualitas dan menjual
produknya ke tempat-tempat yang jaraknya lebih jauh dari desanya. Bahkan ada juga
produknya yang dijual ke luar kota. Ibu Rusmini juga mulai bisa melayani pembelian
partai besar dengan harga yang bersaing. Dengan modal yang dianggap cukup akhirnya
Ibu Rusmini menjadi salah satu penggerak usaha ekonomi di desanya.
8
BALADA TEMPE DI UMBULHARJO
Dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan tahun 2002 lalu, bersama Cici
Paramida, Televisi Pendidikan Indonesia, TPI, menggelar beberapa acara yang menarik.
Diantara banyak acara menarik itu akan digelar pengalaman ibu-ibu yang semula sangat
sederhana dan menderita, yang dengan .ketekunannya beribadah dan berusaha, dan
limpahan rahmat dan karuniaNya, akhirnya bisa terlepas dari penderitaannya. Mereka
adalah orang-orang yang sabar, selalu tawakal dan bekerja keras. Umumnya mereka
sangat giat beribadah dan tidak kenal putus asa atau mengeluh. Mereka berusaha apa
adanya dengan tekun dan selalu bersikap baik terhadap para tetangganya. Banyak yang
kemudian menularkan pengalamannya serta membangun aliansi positip dengan para
tetangganya.
Salah satu contoh .yang akan ditayangkan dalam acara subuh TPI itu adalah
pengalaman seorang ibu di suatu desa di Umbulharjo, Yogyakarta, yang bernama Ibu
Martini. Ibu Martini adalah sosok wanita yang gigih mengangkat kehidupan keluarga dan
masyarakat sekitarnya.
Ibu Martini mempunyai obsesi yang kuat untuk bersama-sama tetangganya
membantu membangun keluarga yang bahagia dan sejahtera. Dia seorang sosok
pengusaha yang tidak kenal mundur karena selalu siap mempergunakan segala
kemampuannya yang sederhana untuk maju terus tanpa takut adanya hambatan atau
halangan yang selalu menghadang di hadapannya.
Menurut penelitian Drs. Oos M. Anwas dari Yayasan Damandiri, Ibu Martini
sejak kencil sudah biasa berdagang. Setiap pagi Ibu kecil ini membawa krupuk ke pasar
dengan sepeda. Suaminya yang sekarang adalah juga sama-sama anak kampung yang
masa kecilnya sama-sama berjualan di pasar yang sama. Barangkali saking seringnya
berjualan di pasar yang sama itulah akhirnya mereka jatuh cinta, berpacaran dan menikah
menjadi suami isteri sampai sekarang. Percintaan sederhana yang mengantarnya ke
pelaminan itu mengharuskan pasangan muda itu untuk tetap prihatin membangun rumah
tangganya sampai keadaannya yang makin sejahtera dewasa ini.
Seperti layaknya pasangan sederhana dari pedesaan, suami isteri keluarga Ibu
Martini ini pada tahun-tahun awalnya menghadapi tantangan yang tidak kecil. Segera
setelah menikah mereka mendapatkan anak-anak. Karena KB belum membudaya, maka
jarak anak pertama dan keduanya tidak terlalu jauh karena keluarga muda itu belum bisa
mengatur jarak anak-anaknya dengan baik. Karena itu pada awal perkawinannya mereka
mendapat banyak kesulitan. Anak-anak kecil yang saling berdekatan itu selalu mendapat
halangan karena sering sakit-sakitan. Anak-anak yang sakit itu membutuhkan dana yang
tidak sedikit untuk berobat ke klinik atau rumah sakit. Padahal suaminya, seperti waktu
masih lajang, tetap seperti biasa hanya mampu berjualan tempe saja. Ibu Martini sendiri,
karena mempunyai anak yang masih kecil terpaksa tidak bisa membantu melanjutkan
berjualan di pasar. Ibu Martini menjadi Ibu rumah tangga yang kerjanya momong anakanaknya
saja di rumah.
9
Namun, biarpun Ibu Martini tidak lagi bisa membantu suaminya berjualan tempe,
sebagai seorang bekas pedagang yang hemat, dia selalu berusaha untuk menabung dari
sisa untung yang dibawa oleh suaminya.
Setelah mempunyai tabungan yang dianggap cukup, mereka mulai membuat
tempe sendiri, ceriteranya mereka memberanikan diri membuka “pabrik tempe” sendiri
secara kecil-kecilan. Dengan tekun usaha ini dikerjakan berdua dan kadang-kadang kalau
ada pesanan yang agak banyak mereka mengajak tetangganya untuk membantu di
“pabrik”-nya itu.
Bertahun-tahun ibu Martini dengan suaminya mengerjakan pabrik itu berdua saja
dengan tekun. Setelah anak-anaknya bertambah besar, maka anak-anak itupun ikut
membantu bekerja di pabrik keluarga, jadilah usaha itu suatu usaha keluarga yang makin
marak. Usaha itu bertambah maju dan keluarga Ibu Martini akhirnya terpaksa
mempekerjakan anak-anak muda tetangganya.
Sebagai suatu usaha keluarga, pemasaran tempe selalu menjadi kewajiban
suaminya. Hanya kadang-kadang saja, pada waktu anak-anaknya mulai menginjak
remaja, usaha itu dibantu juga oleh Ibu Martini yang melayani langganan di pasar
maupun pesanan-pesanan lainnya di warung-warung yang ada di sekitarnya. Usaha yang
dikerjakan dengan tekun mulai dari proses pembuatan sampai pemasaran ini selain
menarik para tenaga muda menjadi pegawainya, juga merangsang tetangga-tetangganya
untuk kepingin meniru membuat tempe. Para tetangga yang semula hanya bekerja
sebagai karyawan di pabriknya mulai ada yang mencoba keberuntungannya sendiri dan
mendirikan semacam “pabrik” tandingan.
Pabrik tandingan ini semula hanya merupakan sempalan kecil yang tidak ada
artinya dan bukan saingan untuk Ibu Martini. Tetapi karena usaha tempe ini
mendatangkan untung, rupanya mereka yang mencoba keberuntungan untuk usaha tempe
ini bertambah banyak. Masing-masing “pabrik” kemudian dikelola oleh setiap keluarga
dan mulai terjadilah persaingan dengan para tetangganya. Persaingan ini mempunyai
akibat yang agak jauh dan membahayakan. Mulai ada kesulitan mendapatkan bahan baku
dan mulai timbul persaingan tidak sehat dalam memasang harga jual dan pasaran yang
diperebutkan.
Untuk menghindari persaingan tidak sehat yang lebih dahsyat, Ibu Martini yang
relatif dituakan dalam usaha tempe itu mengambil prakarsa untuk membentuk kelompok
pembuat dan pedagang tempe dengan mengajak para tetangganya yang sama-sama
mempunyai “pabrik” tempe untuk mempersatukan diri dalam suatu kelompok pembuat
dan penjual tempe. Karena Ibu Martini dituakan dan adalah yang paling gigih
memperkenalkan pembentukan kelompok untuk menghindari persaingan yang tidak sehat
itu, akhirnya dia terpilih sebagai ketua kelompok di desanya.
Cita-citanya tidak berhenti di situ saja. Kelompoknya mulai bergerak untuk
kemajuan bersama. Setiap bulan mereka mengadakan pertemuan dengan mengambil
tempat yang berpindah-pindah di rumah salah satu anggotanya. Dalam pertemuan itu
mereka selalu mengadakan arisan untuk keperluan bersama. Disamping itu mereka selalu
10
membicarakan keperluan bersama yang berhubungan dengan bahan baku, mengatur
harga dan tempat-tempat pemasaran yang strategis serta keperluan bersama lain yang
sifatnya menghindari persaingan yang tidak sehat.
Modal Bank Pembangunan Daerah (BPD) Yogyakarta
Sejak dua tahun terakhir ini Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Yogyakarta
menggalang kerjasama dengan Yayasan Damandiri di Jakarta. Dalam kerjasama itu
dikembangkan usaha untuk membina kelompok-kelompok usaha kecil yang ada di
pedesaan. Usaha yang dikembangkan itu adalah memberikan bimbingan dan bantuan
pendanaan kepada kelompok-kelompok yang dimasa lalu dibina dalam kelompok usaha
kegiatan yang tergabung dalam Kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga
Sejahtera atau UPPKS.
Kelompok-kelompok itu semula adalah kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan
Keluarga Akseptor atau UPPKA, atau kelompok untuk keluarga berencana, yang
anggotanya adalah para peserta keluarga berencana saja. Setelah berkembang lebih lanjut
mereka membentuk kelompok untuk mengusahakan kegiatan ekonomi mikro yang
anggotanya tidak saja terbatas pada para peserta keluarga berencana tetapi juga mereka
yang bukan peserta KB atau masyarakat yang memberi perhatian terhadap keluargakeluarga
miskin yang ingin mengentaskan dirinya dari lembah kemiskinan.
Semula kelompok-kelompok itu mendapatkan bimbingan dan bantuan kredit yang
dikelola oleh Bank BNI bersama-sama dengan BKKBN. Kredit yang diberikan kepada
kelompok UPPKS itu adalah kredit Kukesra yang besarnya dimulai dari Rp. 20.000,-
untuk setiap anggota sampai akhirnya maksimum sebesar Rp. 320.000,- untuk setiap
anggotanya. Kredit dan pendampingan itu sifatnya adalah latihan bagi kelompok dan
anggotanya untuk belajar mengatur usaha-usaha ekonomi mikro yang bersifat mandiri.
Kalau mereka berhasil dalam usaha ini diharapkan bisa diperkenalkan kepada Bank untuk
mendapatkan kredit dengan nilai uang yang lebih besar agar mereka bisa mengelola
usaha ekonomi produktip yang makin mandiri.
Di seluruh Indonesia terdapat sekitar 600.000 kelompok semacam itu. Di antara
ribuan kelompok itu sebagian besar masih berada pada tingkat belajar usaha bersama
yang meneruskan kegiatan dengan bantuan dana yang ada. Tetapi sebagian lagi telah
berhasil menelorkan pengusaha-pengusaha mandiri yang mampu berhubungan dengan
Bank secara komersial.
Untuk memacu mereka yang berada di antara yang mampu berdiri sendiri secara
mandiri dengan mereka yang masih sedikit memerlukan bantuan bimbingan itu, sejak
beberapa tahun terkahir ini Yayasan Damandiri mengadakan kerjasama dengan beberapa
Bank Pembangunan Daerah (BPD) menelorkan suatu skim pembinaan mandiri dengan
nama Pembinaan Usaha Mandiri atau PUNDI. Skim PUNDI ini selain memberikan
dukungan pembinaan dan pendampingan kepada kelompok untuk bisa berhubungan
dengan bank, juga menyediakan kredit untuk kelompok yang dianggap sudah mulai
berhasil. Kelompok ini diberikan kesempatan mendapatkan kredit bagi kelompok dan
11
anggotanya dimana masing-masing anggotanya bisa mengambil kredit dengan batas
plafond lebih besar dari Rp. 320.000,- yang tersedia dalam skim Kukesra sebelumnya.
Dengan skim yang lebih besar itu setiap kelompok bisa mendapatkan kredit
dengan jumlah yang lebih besar, bahkan setiap anggota bisa memperoleh jumlah kredit
sampai sebesar Rp. 5 juta, atau kalau sudah maju, bisa lebih besar dari jumlah tersebut.
Agunan untuk kredit ini mulai diperhitungkan seperti kredit komersial biasa dengan tetap
mengacu pada tanggung jawab renteng antar para anggotanya yang sudah sangat terkenal.
Kadang-kadang anggota yang relatif kaya di kelompoknya menyediakan agunan untuk
anggota lainnya. Kegotong royongan semacam ini memungkinkan anggota yang tidak
mempunyai harta benda yang pantas untuk dijadikan agunan bisa mendapatkan kerjasama
dari tetangganya yang lebih mampu.
Karena kelompok Ibu Martini dianggap sebagai kelompok yang berhasil,
kelompok ini mempunyai kesempatan untuk mendapatkan kredit PUNDI dari Bank
Pembangunan Daerah (BPD) di Yogyakarta yang diselenggarakan dalam kerjasama
dengan Yayasan Damandiri. Kredit dari BPD itu kemudian dipergunakan untuk membeli
bahan baku dan juga untuk menambah investasi dalam pembelian mesin-mesin untuk
“pabrik” tempe yang mereka kelola bersama.
Dengan modal yang lebih besar itu mereka yang tergabung dalam kelompok itu
mulai melakukan usaha yang relatif lebih besar. Mereka mulai mengatur pembelian
bahan baku secara bersama, sekaligus sebagai upaya mengurangi persaingan dalam
mendapatkan bahan baku diantara para anggotanya. Mereka juga saling mengatur
kualitas produksi dan pengolahan bahan baku dengan makin higienis. Yang lebih penting
lagi mereka mengatur pembagian wilayah pemasaran sehingga tidak ada bentrok antar
anggota yang berasal dari desa yang sama.
Dengan modal yang makin besar dan bersatunya mereka dalam kelompok yang
makin kompak, dirasakan bahwa usaha tempe ini membantu mereka membangun
keluarga yang makin sejahtera. Mereka merasa bahwa kepemimpinan Ibu Martini telah
membawa hikmah yang menarik karena hidup dalam kerukunan ternyata lebih baik
dibandingkan dengan hidup yang penuh persaingan yang tidak sehat. Dalam kelompok
yang dipimpin Ibu Martini ini, mereka merasa bahwa kebersamaan sangat diperlukan
bukan untuk saling menjatuhkan tetapi untuk menghadapi persaingan yang datang dari
luar. Mereka juga sadar bahwa tempe harus tetap dipromosikan sebagai lauk pauk yang
enak dan dibutuhkan oleh masyarakat luas serta harganya terjangkau oleh rakyat biasa di
pedesaan.
12
USAHA KREDIT PAKAIAN DI INDRAMAYU
Untuk menyambut bulan suci Ramadhan tahun 2002 lalu, Televisi Pendidikan Indonesia,
TPI, menayangkan kegiatan seorang Ibu bernama Ibu Hajah Dasminah, yang sederhana
dan semula sangat menderita. Ibu Hajah Dasminah berasal dari Desa Wirapanjunan,
Kandanghaur di Indramayu. Ibu Hajah Dasminah bukan seorang tokoh atau pahlawan
yang mampu menggerakkan desanya, tetapi adalah sebuah sosok yang dengan ibadahnya
yang kental dan ketekunannya yang tidak kenal menyerah telah mengubah hidupnya yang
semula sangat menderita menjadi suatu kehidupan yang penuh dengan kesibukan dan
mampu membangkitkan kesejahteraan diri dan masyarakat sekelilingnya.
Ibu Hajah Dasminah hidup dalam suatu masyarakat dan perkampungan yang
mayoritas warganya adalah nelayan. Kehidupan nelayan ini bukan merupakan kehidupan
yang menarik dan penuh kegelimpangan uang yang mengalir tanpa henti seperti ombak di
laut. Kehidupan mereka boleh dikatakan merupakan kehidupan keras yang harus dijalani
dengan tantangan dan cobaan. Para penduduk yang umumnya nelayan itu akan pergi
melakukan kegiatan mencari ikan di laut dengan harapan yang besar. Apabila mendapat
rejeki dengan hasil tangkapan yang besar, hasil tangkapan itu akan dijual di Tempat
Pelelangan Ikan atau TPI yang ada di desanya.
Namun hasil tangkapan yang dijual di Tempat Pelelangan Ikan atau TPI di desa
itu tidak begitu saja dengan mudah mendapatkan uang kontan. Pembayaran hasil
pelelangan itu hanya diberikan sekali dalam seminggu saja. Dengan cara pembayaran
yang ditunda itu kehidupan para nelayan dan keluarganya lebih banyak tergantung pada
belas kasihan para pedagang yang memberi pinjaman untuk keperluan sehari-hari.
Kehidupan mereka adalah suatu kehidupan yang sukar dan sangat tergantung dari belas
kasihan para pedagang dan bagaimana pembayaran yang tertunda itu akhirnya akan
mencair sesuai dengan perkembangan TPI yang ada.
Menurut penelitian Drs. Oos M. Anwas dari Yayasan Damandiri, di Desa
Wirapanjunan, Kandanghaur, Indramayu itu, biarpun kehidupan masyarakatnya keras dan
penuh perjuangan, ada kehidupan generasi muda yang sangat menarik. Di desa itu ada
suatu tempat yang disebut “Jaringan”, dimana anak -anak muda dapat saling bertemu,
bergaul, berpacaran dan kalau ada kecocokan, akhirnya bisa langsung menikah.
Kesempatan itu banyak dipergunakan oleh anak muda yang sederhana dari Desa tersebut.
Akibatnya banyak terjadi kawin muda. Kalau tidak ada kecocokan, pada umumnya kawin
muda itu akan berakhir dengan perceraian.
Namun lain halnya dengan Ibu Hajah Dasminah. Ibu Hajah ini sejak kecil hidup
dalam keluarga yang miskin, dan mempunyai saudara yang banyak. Biarpun miskin
orang tuanya mempunyai “pabrik genteng” yang sederhana untuk menopang kehidupan
seluruh keluarganya. Karena merupakan penopang kehidupan keluarganya, maka seluruh
anggota keluarganyalah yang bertanggung jawab ikut serta dalam proses produksi dan
pemasaran genteng hasil pabrik bapaknya itu. Setiap anggota keluarga sejak kecil harus
bisa membantu orang tuanya untuk memproses produksi genteng dan membantu orang
tuanya mencetak dan mengelola pabrik tersebut agar asap dapur keluarga itu tetap
mengepul.
13
Apabila ada anggota keluarga yang nakal dan tidak mau ikut serta dalam proses
produksi dari pabrik genteng orang tuanya, bapak yang bertanggung jawab atas
kelangsungan produksi itu akan memberikan sangsi yang keras. Kejadian itu pernah
menimpa Dasminah kecil yang karena kelelahan dan mengantuk mencoba mangkir dari
kewajiban keluarga itu. Ia tidak peduli akan hukuman yang akan menimpanya dan
mangkir dari kewajibannya. Biarpun orang tuanya sayang kepada anak perempuannya,
tetapi karena disiplin harus ditegakkan, Dasminah kecil disiram sekejur badannya oleh
orang tuanya dengan bahan genteng cair yang penuh dengan lumpur itu. Pelajaran
tersebut sungguh membekas di benak Dasminah dan merupakan pelajaran disiplin dan
kerja keras yang dalam kehidupannya kemudian dipegangnya sebagai pedoman utama
yang sangat berharga.
Dalam lingkungan masyarakat dan kehidupan sehari-hari, remaja muda Dasminah
tergolong cantik. Karenanya ia mempunyai pengalaman kehidupan remaja yang cukup
menarik dan sempat mempunyai beberapa pemuda yang menganggapnya sebagai pacar
atau kekasihnya. Ia bahkan sangat terkesan karena salah seorang pacarnya pernah
membelikan baju untuknya.
Namun sebagai seorang remaja desa kehidupannya tidak seluruhnya menjadi
miliknya pribadi tetapi masih diatur oleh orang tuanya. Dalam gejolak remaja itu ia telah
dirancang oleh orang tuanya untuk dijodohkan dengan pak Nuji, hasil pilihan antar para
orang tua. Biarpun ia berontak dan menolak dijodohkan dengan pak Nuji dengan cara
tidak menghiraukan calonnya yang sedang kunjung pacar, ia tidak menyambut, bahkan
ditinggalkan tidur saja dikamarnya, tetapi para orang tua tetap pada pendiriannya dan
menjodohkannya dengan pak Nuji, suaminya yang sekarang. Namun, biarpun perkawinan
itu tidak diawali dengan cinta seperti lazimnya anak muda jaman sekarang, perkawinan
mereka langgeng sampai sekarang.
Kehidupan keluarga Ibu Dasminah dan pak Nuji berlangsung dengan baik dan
mereka dikaruniai dengan anak-anak yang dicintai oleh orang tuanya dengan penuh kasih
sayang. Pak Nuji bekerja di pabrik dan memperoleh pendapatan yang dianggap cukup
untuk membiayai kehidupan keluarganya dengan baik. Sampai suatu hari pak Nuji dan
Ibu Dasminah, yang masih mempunyai anak-anak yang sangat kecil itu mendapat
musibah. Pak Nuji kena PHK oleh perusahaannya.
Untuk menopang kehidupan sehari-harinya pak Nuji mencoba berjualan padi dan
beras dengan cara memikul dan membawanya dari suatu tempat jualan ketempat lainnya,
atau dari satu pasar ke pasar lainnya, atau dari rumah ke rumah atau tempat-tempat yang
dipandang membutuhkannya. Karena memang tidak mempunyai pengalaman berjualan
seperti itu usaha pak Nuji mengalami kegagalan. Untuk menopang kehidupannya pak
Nuji justru terpaksa banyak berhutang kepada orang-orang yang dianggapnya bisa
menolong menopang kehidupannya.
Karena kegagalan itu akhirnya keluarga Ibu Dasminah tidak dapat membayar
hutang-hutangnya sesuai dengan janji yang telah ditetapkan. Dari hari ke hari yang
datang ke rumahnya bukan orang yang ingin membeli beras atau padi tetapi justru orang14
orang yang menagih hutang. Puncaknya, karena tidak bisa membayar hutang dan para
pemberi hutang tidak lagi bersedia mengulur waktu pembayaran, mereka tega mau
menyita harta benda seperti tempat tidur dan televisi yang masih tersisa pada keluarga
yang malang itu.
Peristiwa sedih itu sungguh sangat membekas di hati Ibu Dasminah, pak Nuji dan
keluarganya. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Ibu yang malang itu makin berusaha
mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa dengan cara meningkatkan ibadahnya,
berpuasa sampai 40 hari berturut-turut dan memohon petunjukNya.
Rupanya ketekunan ibadahnya didengar oleh Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
Ketika makin mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa itu seakan mereka mendapat
petunjukNya. Ketika itu saudaranya yang ada di Riau menitipkan uang sebesar Rp.
200.000,- untuk dibelanjakan pakaian. Namun sampai lama pakaian yang sudah dibeli itu
tidak diambil oleh saudaranya itu. Sambil menunggu pakaian itu diambil oleh
saudaranya, Ibu Dasminah iseng-iseng menawarkan pakaian yang dibelinya itu kepada
tetangganya. Ada yang mau membelinya.
Melihat pengalaman itu maka dengan cara menenteng pakaian-pakaian yang
belum diambil saudaranya itu, Ibu yang mulai tertarik pada usaha menjual pakaianpakaian
ini membawa beberapa potong kepada tetangga lain yang lebih jauh. Ternyata
usaha itu mendapat pasaran dan diminati oleh masyarakat sekelilingnya. Ibu Dasminah
juga mulai berani memberikan penjualan kredit kepada tetangganya yang dianggapnya
mampu membayar dengan sistem kredit tersebut.
Sistem kredit itu bersifat mingguan sesuai dengan pembayaran hasil nelayan yang
dibayarkan oleh Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sekali seminggu. Dengan cara itu Ibu
Dasminah makin bisa membaca peluang yang ada pada setiap nelayan yang ada di
desanya. Nelayan-nelayan yang hasil tangkapannya akan dibayar oleh TPI sekali
seminggu diberikan kesempatan untuk membeli pakaian jualannya dengan cara
pembayaran juga satu kali seminggu.
Dengan cara demikian usaha Ibu Dasminah makin diminati oleh para langganan
yang ada di desanya. Ia mulai memikirkan bagaimana memperluas usahanya dan
mendapatkan modal yang lebih besar. Secara kebetulan Ibu yang mulai menjadi terkenal
di desanya itu mendengar adanya Bank BPR Nusamba yang bisa memberikan bantuan
untuk usaha semacam itu. Dan kebetulan pula para petugas dari BPR Nusamba segera
mendatanginya dengan memberikan keterangan yang jelas tentang apa saja yang dapat
diperoleh dari Bank BPR Nusamba.
Pada tingkat awal Bank BPR Nusamba memberikan kesempatan kepada Ibu
Dasminah untuk mengambil pinjaman yang cukup untuk menambah modal membeli
pakaian yang lebih banyak kepada langganannya. Apabila nanti terbukti bisa
menghasilkan keuntungan dengan baik, jumlah pinjamannya akan ditingkatkan.
15
Dengan modal yang lebih besar itu ia bisa membantu langganan yang lebih
banyak. Untuk mendapatkan dan memelihara langganan dan selera yang lebih langgeng
Ibu Dasminah terpaksa harus mengikuti kegiatan yang ada pada jamannya. Dengan rajin
ia mengikuti mode-mode yang dimunculkan oleh para selebritis melalui tayangan
sinetron di berbagai acara televisi. Model-model yang muncul dalam sinetron
Tersanjung, Pernikahan Dini, dan lainnya, selalu menjadi permintaan para pelanggannya.
Dengan mengikuti mode yang paling mutakhir itu langganannya dapat terus dipelihara
untuk tetap membeli pakaian yang dijualnya dengan setia.
Usaha Ibu Dasminah tidak luput dari suka dan duka. Sukanya, untuk memelihara
persaudaraan dan sekaligus memelihar langganan ia rajin mengadakan silurahturahmi
kepada langganannya, terutama dalam keadaan langganan itu mempunyai hajatan,
melahirkan, atau terkena musibah seperti sakit atau meninggal dunia. Kunjungan seperti
ini banyak membawa berkah. Dalam keadaan langganannya meninggal dunia, ia tidak
perlu terlalu merisaukannya. Kebiasaan di desa itu adalah bahwa sisa hutang para
pelanggan yang meninggal dunia dibayar oleh sanak keluarganya. Dengan demikian
kerajinan berkunjung kepada langganan itu juga mengurangi kemungkinan langganan
macet membayar hutangnya.
Dalam keadaan tertentu, apabila langganannya mendapat kesukaran mencari ikan
di laut dan pendapatannya berkurang, akibatnya adalah kredit para langganannya bisa
juga macet. Menghadapi musibah seperti itu biasanya ia sabar dan menunggu sampai
yang bersangkutan mendapatkan kembali rejekinya untuk dapat membayar hutangnya.
Dengan kesabaran semacam itu biasanya membuat mereka yang berhutang berusaha
keras untuk membayar hutangnya manakala usahanya melaut mendapatkan hasil yang
memuaskan. Namun ada kalanya bahwa yang bersangkutan tetap selalu tidak
mendapatkan rejeki yang diharapkannya. Dalam keadaan semacam itu, biarpun
kejadiannya tidak terlalu banyak, Ibu Dasminah merelakannya dengan anggapan bahwa
rejeki itu datangnya dari Tuhan Yang Maha Kuasa juga.
Dengan pendekatan seperti itu, usaha Ibu Dasminah yang semula dilakukan
dengan cara iseng-iseng itu mengalami kemajuan yang sangat pesat. Semua anakanaknya
berhasil disekolahkan dengan baik. Rumah yang tadinya sederhana sudah mulai
diperbaiki. Kedua suami isteri yang sangat taat beribadah itu sudah berhasil menunaikan
ibadah haji. Kesempatan itu membuat mereka berdua makin taat menjalankan agamanya.
Disamping itu ternyata usaha yang dijalankan dengan tekun itu juga membawa
keuntungan yang lumayan sehingga usaha menjual padi dan beras yang dijalankan oleh
suaminya juga terkena limbahnya. Keuntungan yang diperoleh dari berjualan pakaian itu
bisa juga untuk membantu suaminya membeli mesin penggiling padi yang merupakan
sarana yang baik untuk mampu bersaing dengan penggilingan milik orang lain. Ketaatan
beribadah dan usaha yang gigih dari suami isteri itu bisa menjadi suri tauladan
masyarakat sekitarnya.
16
PERANAN IBU MEMPERKUAT USAHA KELUARGA
Setiap tanggal 22 Desember kita memperingati Hari Ibu. Untuk melihat
betapa peranan seorang ibu bisa memperkuat kehidupan sebuah keluarga, dibawah
ini dikisahkan pengalaman Ibu Sahribulan dari Gowa, Sulawesi Selatan,
memperkuat usaha suaminya, Bapak Daeng Masiga, dengan hasil yang
mengesankan. Semula, pak Daeng dengan isterinya yang pertama mulai dengan
kehidupan secara mandiri pada tahun 1988 di daerah Gowa.
Pak Daeng yang sejak kecil telah membantu orang tuanya mengerjakan usaha ukir
mengukir kerajinan benda-benda perhiasan kuno mulai berusaha membuat dan menjual
sovenir kepada banyak turis yang mengunjungi daerahnya. Namun usaha ini nampaknya
tidak membawa hasil dan mengalami banyak kegagalan. Pukulan itu ditambah lagi
karena isteri pak Daeng meninggal dunia. Dalam keadaan sedih, pada sekitar tahun 1993
pak Daeng Masiga diperkenalkan oleh adiknya kepada seorang gadis cantik yang siap
untuk menggantikan isterinya. Setelah dicapai kecocokan, Daeng Masiga melamar gadis
itu menjadi isterinya. Sejak itu rupanya kehidupan dan karier keluarga Daeng Masiga
menanjak. Keluarga Masiga berkembang menjadi keluarga yang mampu melestariskan
budaya nenek moyangnya.
Pak Daeng Masiga dari Sungguminasa, Gowa, Sulawesi Selatan, konon masih
keturunan para ahli pembuat perhiasan untuk raja-raja dan keluarganya di jaman jayajayanya
kerajaan Bone, Sulawesi Selatan. Keahlian yang dimiliki oleh pak Daeng Masiga
dengan saudara-saudaranya diperoleh secara turun temurun dari nenek moyang yang
memang biasa mengerjakan perhiasan yang dimasa lalu menjadi hiasan dan kegemaran
keluarga kerajaan.
Menurut penelitian Drs. Oos M. Anwas dari Yayasan Damandiri dan para ahli
lainnya dari TPI, keahlian itu diturunkan melalui praktek kerja sehari-hari. Anak-anak
jaman dahulu kala, sejak kecil telah membantu orang tuanya mengerjakan apa saja yang
sedang dikerjakan oleh orang tuanya. Tidak terkecuali Daeng Masiga muda harus pula
mengerjakan pekerjaan membuat kerajinan dan perhiasan yang dikerjakan oleh orang
tuanya tersebut. Dengan bekerja setiap hari membantu orang tuanya itu, saudara-saudara
pak Daeng semuanya menjadi “ahli” pengrajin seperti orang tuanya.
Dengan keahliannya itu, semenjak belajar mandiri sekitar tahun 1988, pak Daeng
muda yang mulai berkeluarga mencoba keberuntungannya untuk melayani para touris di
sekitar kampung halamannya di Bone. Dengan modal seadanya, diterimanya pesanan dari
orang-orang yang datang kepadanya untuk membuat perhiasan atau barang-barang apa
saja yang dapat dibuat dari tembaga atau bahan-bahan lainnya. Uang muka pesanan
dipergunakannya untuk membeli bahan baku yang diperlukan. Dengan model usaha
seperti itu, yang sifatnya sangat kecil, rupanya tidak membawa keberuntungan yang
diharapkan. Modal kecil yang didapatkan dari uang muka para pemesan nampaknya tidak
cukup menimbulkan gairah kreativitas pak Daeng yang hanya sempat mengecap sekolah
dasar itu. Dengan dana seadanya itu Pak Daeng tidak mampu mengembangkan inovasi
atau tidak sempat menjual ide-idenya yang dianggapnya laku jual kepada para touris
maupun para pemesan yang datang kepadanya.
17
Usaha seadanya itu makin terpukul pada waktu isteri pertamanya meninggal
dunia. Padahal saat itu keluarga Daeng sudah dikaruniai dua orang anak. Pukulan itu
membuat pak Daeng harus banting tulang menerima pekerjaan apa saja. Usaha yang
semula mengagungkan kepandaian turun temurun sebagai pengrajin perhiasan atau
pembuat barang-barang kebutuhan sehari-hari dari bahan tembaga, perak atau emas,
menjadi usaha bekerja apa saja tergantung adanya kesempatan di pasar kerja. Cita-cita
melanjutkan usaha yang lebih bersifat seni turun temurun dan sudah digeluti oleh nenek
moyangnya kandas dan tidak dapat dilanjutkan dengan sungguh-sungguh.
Untuk beberapa waktu pak Daeng boleh dikata hidup terombang ambing tidak
menentu. Suatu hari adiknya memperkenalkannya kepada Sahribulan yang cantik. Gadis
ini ternyata adalah teman dari pacar adiknya, sehingga dengan mudah diketahui
kesiapsiagaannya untuk menggantikan isteri pak Daeng yang telah tiada. Tanpa
menunggu terlalu lama, setelah dicapai kata sepakat, segera dilakukan peminangan, dan
keduanya menikah.
Untuk memulai hidup baru, keluarga Daeng dan Sahribulan pindah tempat lain
masih di sekitar Gowa. Ditempat baru ini keluarga dengan semangat baru itu membuka
usaha melayani pesanan kerajinan perhiasan bergaya Bone atau pesanan perhiasan lain
menurut selera masyarakat. Mereka juga mencoba mereka-reka minat touris yang ada di
sekitar kabupaten Gowa. Sementara rumah dan tempat usahanya yang lama diteruskan
oleh anak pak Daeng yang telah menginjak dewasa.
Berbeda dengan usahanya dimasa lalu, kali ini Ibu Sahribulan ikut aktip bekerja
membantu suaminya. Setiap hari isterinya bekerja keras menjual hasil kerajinan
suaminya ke tempat-tempat yang dipandang membutuhkan hasil kerajinan itu. Tempattempat
berkumpulnya para touris didatangi dan barang dagangan hasil produksi suaminya
dijual dengan harga bersaing. Tanpa malu-malu tidak jarang Ibu yang gesit ini mencoba
mempengaruhi pegawai dari berbagai kantor untuk ikut membeli barang-barang yang
“berbau” antik produksi suaminya. Bahkan tidak jarang dia berkilah bahwa barang -
barang produksi itu bisa menjadi souvenir untuk tamu-tamu resmi dari kantor-kantor
yang ada di Gowa atau Makassar.
Untuk mendapatkan pasaran yang lebih luas, barang-barang itu dititipkan juga ke
toko atau warung yang kiranya bakal mendatangkan pembeli barang-barang perhiasan
yang nampak sangat antik sesuai dengan peninggalan leluhur kerajaan Bone di Gowa dan
Makassar tersebut. Untuk menarik langganan dan kesediaan menjual barang-barang
produksinya, tidak jarang diberikannya korting yang cukup menarik kepada warungwarung
atau toko yang dititipi produk hasil pekerjaan suaminya itu.
Guna menarik perhatian masyarakat, keluarga Daeng memberi pelajaran dan
kesempatan kepada anak-anak muda dari kampung atau daerah sekitarnya ikut dalam
proses produksi mengerjakan pesanan-pesanan yang datang kepadanya. Anak-anak
sekolah menengah yang ada di sekitarnya diberi juga kesempatan untuk praktek di
bengkelnya. Kegiatan kemasyarakatan semacam ini menolong makin mempopulerkan
produk-produk yang dihasilkannya. Kegiatan ini juga merangsang diciptakannya variasi18
variasi baru yang kiranya bisa makin meningkatkan pasar dan keinginan para touris untuk
membeli produk hasil kerajinan yang dikerjakannya.
Sementara itu untuk menambah variasi dari produk-produk hasil kerajinannya,
Ibu Sahribulan juga rajin mengikuti berbagai pameran di Makassar atau tempat-tempat
lainnya. Bahkan tidak jarang Ibu yang banyak akalnya ini ikut serta pameran diluar kota
sambil menjual barang-barang produksi dengan harga promosi. Akal-akalan semacam ini
ada kalanya merangsang pembeli dari toko-toko yang ingin mendapatkan harga pameran
yang relatif lebih murah. Usaha ini juga menarik para pembeli yang biasanya datang dari
konsumen yang merasa bahwa harga pameran memang terasa lebih murah.
Dengan cara pemasaran yang lebih gencar itu terasa usaha dari keluarga Daeng
bertambah semarak. Tenaga kerja yang bekerja pada usahanya juga bertambah banyak.
Isteri pak Daeng, Ibu Sahribulan, yang bekerja penuh ternyata mampu menjadi
penghubung yang lincah dengan para pembeli dan langganan. Para touris maupun para
pembeli lokal makin memberikan penghargaan terhadap usahanya. Mereka mulai tertarik
melengkapi koleksinya dengan “barang -barang antik” mirip peninggalan para nenek
moyang kerajaan Bone.
Karena usahanya yang makin maju itu, kegiatan mereka menarik perhatian Dinas
Perindustrian setempat. Sebagai bagian dari upaya pemerintah memajukan industri rumah
tangga, Dinas setempat memberikan bantuan peralatan kepada usaha yang makin
semarak itu. Dengan peralatan baru itu usaha mereka makin bertambah baik. Produkproduk
yang dihasilkannya makin dapat diolah dengan lebih cermat dan meningkatkan
kualitas barang-barang yang dihasilkannya. Otomatis mutu dan penjualan barang-barang
produksinya naik. Jaringan pemasaran juga makin bertambah luas.
Dengan perluasan pemasaran dan makin banyaknya barang-barang yang
dititipkan pada toko-toko souvenir dengan pembayaran sistem kredit, terasa diperlukan
tambahan modal yang semakin besar. Pada saat yang bersamaan Yayasan Damandiri
menggalang kerjasama dengan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sulawesi Selatan
untuk membantu usaha-usaha dari keluarga yang semula kurang mampu tetapi sekarang
telah dapat mulai tumbuh. Bantuan itu dikembangkan dalam program pembinaan dan
pemberian dukungan kredit PUNDI atau pemberdayaan keluarga mandiri.
Mereka yang berhak mendapatkan dukungan PUNDI adalah para pengusaha
mikro yang berhasil dan ingin memperluas usahanya dengan menambah tenaga kerja
yang berasal dari anak-anak muda dari keluarga kurang mampu. Mereka bisa saja
menjadi pemegang pemilikan atau bekerja pada usaha yang dikelola oleh pengusaha yang
telah berhasil di desanya. Dengan cara demikian program PUNDI dapat menolong
memberikan kesempatan kerja kepada anak-anak muda dari keluarga kurang mampu dan
akhirnya bisa ikut membantu mengentaskan kemiskinan di daerah yang bersangkutan.
Setelah usahanya diteliti secara cermat oleh staf dari BPD Sulsel, akhirnya
keluarga ini mendapat kepercayaan mendapatkan dukungan pembinaan dan kredit yang
diperlukannya. Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan kredit, keluarga Daeng
harus menyediakan agunan yang cukup. Keluarga Daeng diundang untuk mengadakan
19
wawancara ke kantor BPD Sulsel. Sebagai seorang desa yang lugu, pada waktu
memasuki kantor BPD, sandal yang dipergunakannya dilepas dipintu dan diletakkannya
secara sopan di pinggiran pintu masuk. Tingkah laku itu tidak menyurutkan
kredibilitasnya. Karena keluarga Daeng mempunyai rumah yang bersertifikat, rumah itu
cukup dijadikan agunan dan keluarga itu memperoleh kredit yang dibutuhkannya dengan
mudah dari BPD.
Dengan modal yang lebih besar pak Daeng dan Ibu Sahribulan dapat memperluas
usahanya. Dia menambah tenaga kerja yang ada dalam “bengkel” di rumahnya. Ibu
Sahribulan mempunyai kesempatan memperluas pasar dengan lebih banyak mengikuti
berbagai pameran, baik di Gowa, Makassar, maupun tempat-tempat lainnya. Pada setiap
pameran mereka menambah model-model produk baru yang disesuaikan dengan selera
pasar. Pak Daeng, yang berkonsentrasi pada design dan produksi, mempunyai
kesempatan yang luas untuk menambahkan pada barang-barang baru atau model baru
dengan nuansa tradisional gaya kerajaan Bone. Dengan sentuhan tradisional itu, setiap
produk yang dihasilkannya selalu memberikan kesan kuno, tradisional dan anggun
seakan seperti perhiasan yang dikenakan oleh raja dan permaisurinya di masa lampau.
Dengan kemampuan yang lebih besar itu, jangkauan pameran dan pemasaran
produk-produknya bertambah luas. Setelah dicoba dengan berhasil dalam suatu pameran
dan penjualan di Jakarta, kini makin sering saja Ibu Sahribulan bepergian sendirian ke
Jakarta untuk mengadakan “pameran tunggal” yang disertai dengan penjualan di pasar -
pasar Senin atau Blok M di Jakarta.
Untuk memperluas jangkauan pemasaran, pernah dicoba bekerja sama dengan
perusahaan lain untuk membantu memasarkan produk-produknya. Disamping penjualan
di dalam negeri perusahaan ini juga membantu pemasaran ke luar negeri seperti
Singapura, Malaysia dan Brunei. Namun nampaknya bantuan pemasaran di dalam negeri
kurang menguntungkan. Ibu Sahribulan, biarpun dalam kapasitas yang terbatas, merasa
lebih nyaman dan bebas melakukan pemasarannya sendiri. Agen perusahaan itu akhirnya
hanya diserahi tugas untuk membantu menyalurkan dagangannya dalam kegiatan ekspor
yang dirasakan lebih rumit prosedurnya.
Dengan kemampuan dan kapasitasnya yang makin tinggi, Bapak Daeng Masiga
dan Ibu Sahribulan, yang tetap bergaya hidup sederhana di desanya, bisa melayani
pembelian partai besar dengan harga bersaing. Dengan bantuan modal dari BPD Sulsel
yang dianggap cukup, dan peranan ibu rumah tangga yang dinamis. Akhirnya keluarga
Daeng Masiga menjadi salah satu penggerak usaha ekonomi di desanya dan sekaligus
melestarikan budaya peninggalan nenek moyang kerajaan Bone di Gowa, Sulawesi
Selatan.
20
MEMANFAATKAN AIR DERAS UNTUK
KESEJAHTERAAN
Menurut Menko Kesra, Drs. Jusuf Kalla, upaya UKM yang tahun lalu telah mendapat
penyediaan dana sebesar Rp. 30 trilliun, tahun ini jumlah dana yang disediakan itu akan
ditingkatkan menjadi sekitar Rp. 40 trilliun. Penyediaan dana tersebut akan disalurkan
melalui berbagai Bank, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Dana itu juga
akan disediakan melalui berbagai lembaga keuangan mikro yang ada di daerah, di
kecamatan maupun yang ada di desa-desa seperti BPR atau lembaga keuangan mikro
lainnya. Sebagaimana tujuannya, program UKM itu harus menguntungkan rakyat kecil di
pedesaan. Untuk itu diperlukan kejelian Bank dan Lembaga Keuangan Mikro di Pedesaan
sebagai lembaga penyalur, dan juga kesiapan masyarakat yang membutuhkan bantuan
yang dimaksudkan.
Menurut Menko Kesra dan Gubernur Bank Indonesia, kedua instansi dan lembaga
terkait lainnya telah dan sedang berusaha memasyarakatkan ketersediaan dana yang ada
dengan mengundang berbagai Bank dan lembaga keuangan mikro penyalur kredit UKM
yang disediakan tersebut. Pemerintah juga telah menghimbau masyarakat, melalui
lembaga-lembaga yang bergerak dalam kegiatan ekonomi usaha kecil, menengah dan
usaha mikro, dan aparat pemerintah daerah, agar mensosialisasikan kemungkinankemungkinan
yang makin terbuka tersebut.
Disamping itu, sebagai upaya untuk menggerakkan ekonomi mikro di pedesaan,
program UKM itu harus disertai dengan upaya pemberdayaan masyarakat di pedesaan
untuk mulai berkenalan dengan sistem perbankan dan lebih dari itu harus ada upaya
menggerakkan masyarakat mengenal upaya kegiatan ekonomi yang produktip. Kalau
masyarakat tidak dapat menggerakkan dirinya dalam kegiatan ekonomi yang produktip,
maka penyediaan dana itu hanya akan menguntungkan kalangan tertentu yang memang
selalu bergerak dalam bidang ekonomi yang produktip tersebut.
Disamping diperlukan upaya untuk memberdayakan masyarakat, diperlukan pula
pengembangan dan perluasan lembaga keuangan mikro di kecamatan dan pedesaan yang
bisa menjangkau masyarakat yang membutuhkan pelayanan sampai ke desa-desa dan
perkampungan yang terpencil tetapi mempunyai potensi ekonomi untuk maju. Salah satu
contoh adalah masyarakat Dusun Rempuk Pancor, Desa Sigrongan, Kecamatan Lingsar,
Lombok, Nusa Tenggara Barat. Masyarakat ini hidup di daerah pertanian yang tanahnya
subur. Tetapi masyarakat yang sangat agamis itu umumnya tidak memiliki tanah garapan.
Untuk kehidupan sehari-harinya mereka bekerja sebagai buruh tani. Karena kehidupan
yang sangat sederhana, mereka terpaksa hidup dalam keadaan yang terbatas dan
umumnya tergolong dalam keluarga pra sejahtera atau keluarga sejahtera I atau dapat
dianggap sebagai keluarga kurang mampu.
Untuk mendongkrak kehidupannya yang sangat sederhana, banyak dari keluarga
kampung itu telah mencoba berbagai kegiatan tambahan dengan memanfaatkan keadaan
tanah yang subur dan banyak berumput itu dengan memelihara sapi. Tetapi karena modal
21
dan pengalaman yang sangat terbatas, usaha ini pada umumnya gagal dan tidak bisa
mendongkrak kehidupan keluarga yang sangat sederhana tersebut.
Menurut penelitian Drs. Oos M. Anwas dari Yayasan Damandiri, masyarakat di
kampung itu, di pinggiran rumah mereka umumnya mengalir air yang langsung dari mata
airnya. Air tetap mengalir lancar, baik dalam musim kemarau, maupun lebih-lebih dalam
musim hujan, airnya tidak pernah berhenti. Lebih-lebih lagi, sejak tahun 1977 dibangun
irigasi sehingga air bisa diatur dengan debit air yang tetap, baik pada musim kemarau
maupun pada musim hujan. Selain untuk mengairi sawah, saluran air yang jernih ini juga
dimanfaatkan untuk mandi dan keperluan rumah tangga lainnya.
Dengan penggunaan yang terbatas itu air kurang memberi makna kepada
kehidupan ekonomi rakyat biasa yang tidak mempunyai sawah. Namun, mengacu
pengalaman desa-desa lain sebelumnya, mulai tiga tahun lalu ada beberapa keluarga di
desa itu yang memanfaatkan aliran air itu untuk keperluan yang bersifat ekonomi yaitu
dengan mengembangkan pemeliharaan ikan dalam keramba. Upaya itu dimulai oleh
prakarsa keluarga-keluarga yang semula tergabung dalam kelompok di desanya. Mereka
yang beberapa tahun lalu mengikuti gerakan KB membentuk kelompok Usaha
Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS). Kelompok tersebut, yang
dipimpin antara lain oleh Ibu Hernayati, mendapat dukungan kuat dari suaminya Bapak
Darmawan. Dibawah kepemimpinan mereka, tokoh kampung yang kaya dengan ide itu,
kelompok mereka mampu mengajak masyarakat desanya untuk maju.
Sebagai tokoh penggerak, keluarga ini mengajak anggota kelompoknya mencoba
beberapa kegiatan yang bisa mendongkrak kehidupan ekonomi yang lebih baik. Dalam
kelompoknya, mereka bersama-sama belajar kegiatan-kegiatan yang bisa memberi
kesibukan kepada ibu-ibu anggota kelompok masyarakatnya. Dalam kegiatan awal usaha
ekonomi produktip, para ibu ini belajar usaha seperti dagang gado-gado untuk dijual dan
melayani kebutuhan tetangganya.
Dalam usaha yang lebih menguntungkan, keluarga-keluarga anggota kelompok di
dusun itu belajar anyam menganyam kerajinan bambu untuk kemudian dikembangkan
menjadi usaha ekonomi produktip yang dapat diselenggarakan sambil mengurus rumah
tangganya. Dengan modal Kukesra, yaitu kredit usaha keluarga sejahtera, yang dananya
disediakan oleh Bank BNI dan BKKBN bekerjasama dengan Yayasan Damandiri sejak
enam tahun lalu, keluarga pedesaan anggota kelompok itu mulai mengembangkan
kegiatan kerajinan anyam menganyam tersebut sebagai kegiatan pemberdayaan ekonomi
rumah tangga.
Dengan bimbingan ketua dan pengurus kelompok, usaha itu bertambah maju.
Karena kemajuan itu masyarakat makin menyatu mencari usaha-usaha lain untuk lebih
meningkatkan usahanya mendongkrak kehidupan yang masih sangat sederhana. Dengan
bantuan para suaminya, para ibu ini melirik air yang mengalir sekitar rumah-rumah
mereka. Mereka meniru kemampuan keluarga-keluarga lain dari desa sekitarnya yang
terlebih dahulu telah memanfaatkan air mengalir itu untuk memelihara ikan dalam
keramba. Mereka ingin meniru, tetapi karena lilitan kemiskinan, mereka tidak
mempunyai modal untuk memulai usaha tersebut.
22
Beruntung mereka telah membentuk kelompok di desanya. Dalam program
peningkatan peran kelompok masyarakat yang diselenggarakan oleh pemerintah, apabila
kelompok UPPKS itu mengalami kemajuan, kelompok tersebut diberi insentip yaitu bisa
dipertimbangkan mendapat modal tambahan dari Bank BNI atau sumber lainnya. Sebagai
kelompok yang berhasil, kelompok ini akhirnya mendapat tambahan modal yang tidak
kecil, yaitu sebesar Rp. 15 juta. Dengan modal itu, usaha kegiatan kerajinan menganyam
bertambah marak. Dengan jumlah produksi yang lebih banyak, hasil produksi kelompok
ini cukup banyak bisa dijual ke tempat-tempat yang lebih jauh dari kampung
halamannya. Dengan produksi yang makin bervariasi, mereka juga menjual hasil
produksi kerajinan anyaman itu ke tempat-tempat yang menjadi pusat para turis yang
berdatangan di Lombok.
Dengan maraknya usaha ekonomi keluarga itu, kemampuan kelompok dan
anggotanya bertambah baik. Dengan modal yang berasal dari sisa-sisa keuntungan
membuat anyaman, lirikan untuk mengusahakan pemeliharaan ikan dalam keramba mulai
dikerjakan. Usaha yang relatip mudah mulai bisa dikerjakan karena ada modal, biarpun
masih terbatas, yaitu untuk membeli bibit dan pakan ikan. Dengan makin tersedianya
sarana itu mereka mengolah ikan dalam keramba yang diusahakan bersama dengan
sungguh-sungguh.
Biarpun dilakukan dengan sungguh-sungguh upaya pemeliharaan ikan dalam
keramba sebenarnya bisa dilakukan sebagai pekerjaan yang santai sehingga upaya
membuat anyam-anyaman tetap dapat dilakukan tanpa gangguan yang berarti. Dalam
satu keramba bisa ditanam satu kwintal bibit ikan. Dengan pemeliharaan yang baik bibit
satu kwintal itu dalam waktu dua sampai tiga bulan bisa berkembang menjadi ikan-ikan
siap panen yang beratnya bisa mencapai empat kwintal. Pemeliharaannya setiap hari
umumnya dilakukan oleh para ibu dan anak-anak yang memberi makan tiga kali sehari.
Karena itu pekerjaan ini dapat dilakukan dengan tetap melakukan pekerjaaan menganyam
kerajinan bambu yang telah digeluti sebelumnya.
Dengan usaha yang lebih maju, kelompok yang anggotanya tidak kurang dari 25
orang itu mulai merasakan kebutuhan modal yang lebih besar untuk memperluas usaha
pemeliharaan ikan dalam keramba. Mereka merasa bahwa kesempatan untuk memperluas
usaha itu ada, tetapi modal yang ada tidak mencukupi. Pengalaman warga tetangganya
adalah meminjam uang melalui sistem rentinir dengan bunga yang mahal. Kalau mereka
meniru pengalaman itu, mereka akan terjerat pada hutang yang mungkin saja sukar
dilunasi. Karena itu kelompok dan anggotanya terpaksa harus berfikir keras untuk
mencari peluang usaha dengan modal yang lebih ringan bebannya.
Secara kebetulan, Yayasan Damandiri sejak dua tahun yang lalu meningkatkan
usahanya di propinsi NTB dengan menggalang kerjasama dengan Bank Pembangunan
Daerah (BPD) NTB dengan Skim baru yang disebut Pembinaan Usaha Mandiri atau
PUNDI. Karena kelompok itu dianggap berhasil, sebenarnya secara teoritis mereka bisa
mempergunakan kesempatan memanfaatkan pembinaan dan kredit PUNDI tersebut.
23
Dibawah bimbingan Pimpinannya, mereka memberanikan diri mendapatkan
informasi dari BPD NTB. Selanjutnya, BPD NTB yang memang komited dan sudah siap
meluncurkan program PUNDI melayani kelompok itu mendapatkan dukungan modal
untuk usahanya yang sangat menjanjikan tersebut. Disini jelas bahwa lembaga keuangan
bisa membantu masyarakat kalau memang ada komitmen. Akhirnya, dengan modal lebih
banyak, kelompok itu tidak lagi tergantung pada pinjaman dengan sistem rentenir yang
umumnya terpaksa harus dipergunakan oleh penduduk yang memerlukan modal dan
pendampingan usaha. Karena adanya modal itu, produksi dan penjualan ikan keramba
lebih bervariasi. Ada ikan hasil keramba potongan untuk konsumsi, dan ikan pancingan
untuk konsumsi pancingan ikan, yang harga jualnya berbeda-beda. Dengan berbagai
usaha itu kesejahteraan masyarakat bertambah baik. Kerjasama antara kelompok dengan
lembaga keuangan mikro yang memihak masyarakat di desa dapat menjadi jembatan
untuk membangun kesejahteraan bersama.
24
MEMBANGUN DESA RAMBAK
Desa Klesong, di Tulung Agung, yang dikiri dan kanannya dipisahkan oleh sungai dari
desa lainnya, adalah sebuah desa yang terisolir. Daerahnya miskin, tidak ada lahan
pertanian yang subur, sehingga masyarakatnya hidup dirundung kemiskinan. Beberapa
tahun yang lalu datanglah seseorang dari Solo, yang kemudian mulai membuka usaha
industri rumah tangga, membuat krupuk rambak dari kulit kerbau. Karena langkanya
kegiatan yang menguntungkan di desa itu, usaha industri rumah tangga secara kecilkecilan
tersebut mengundang masyarakat untuk belajar dan menjadi pekerja.
Sejak itu banyak warga setempat ikut-ikutan mendirikan “pabrik” pembuat
krupuk rambak. Kalau “orang Solo” yang pendatang itu bisa berhasil karena ulet dan
berpengalaman, dengan pengalaman yang sangat terbatas, umumnya kegiatan “pabrik”
lokal milik penduduk setempat mengalami kegagalan. Kegagalan pada umumnya adalah
karena kesulitan mendapatkan bahan baku, mengolah rambak dengan kualitas yang
memadai, serta menjual hasil produksinya dengan harga yang menguntungkan ke pasaran
yang luas.
Namun sejak beberapa tahun terakhir ini mulai muncul produksi krupuk rambak
lokal yang kualitasnya makin baik dan dijual ke pasar yang lebih luas. Krupuk rambak
tersebut ternyata diproduksi secara lokal oleh sebuah kelompok yang dikelola oleh anakanak
muda yang mengembangkan dirinya dalam suatu kelompok, mengelola usahanya
dengan tingkat efisiensi yang tinggi serta sangat memperhatikan kualitas krupuk rambak
yang dihasilkannya.
Untuk mengetahui rahasia pengembangan kelompok dengan usahanya yang
berhasil itu, Yayasan Damandiri menugaskan Drs. Oos M. Anwas dan para ahli TPI
berkunjung ke desa Klesong untuk merekam kegiatan mereka. Rekaman itu untuk
ditayangkan dalam bulan suci Ramadhan sebagai ungkapan rasa syukur atas karuniaNya.
Salah satu yang menarik perhatian adalah kegigihan dari kelompok keluarga muda yang
dipimpin oleh Ibu Masfufah, lulusan SMEA, 32 tahun, dan suaminya, Bapak Waluyo,
lulusan SMA, 32 tahun, yang setelah mengelana di Jakarta, akhirnya berani memutuskan
pulang kampung untuk membangun keluarga sejahtera dan desa Klesong menjadi desa
Rambak yang makin terkenal.
Sebagai anak kampung dari desa Klesong, Waluyo sejak kecil memang telah
biasa melihat dan ikut membantu orang tuanya atau keluarga lain membuat krupuk
rambak dari kulit kerbau atau kulit sapi di desanya. Sejak SMP dia juga biasa bekerja
sambilan membuat krupuk rambak itu membantu orang tuanya di rumah atau ikut
menjual krupuk itu ke warung-warung di desanya atau ke pasar-pasar yang lebih jauh
jaraknya.
Namun demikian setelah selesai dengan pendidikan SMA-nya, Waluyo muda
merasa bahwa membuat krupuk rambak di desanya tidak akan membawa kebahagiaan
dan memberi masa depan yang cerah. Dia putuskan untuk ke Jakarta dan bekerja pada
perusahaan mebel milik swasta yang diharapkannya memberi kesempatan berkembang
lebih baik. Pada mulanya, setelah bekerja di Jakarta dia merasa bisa bekerja yang lain
25
dibandingkan dengan pekerjaan yang selama ini digeluti oleh orang tuanya sebagai
pembuat krupuk rambak.
Di perusahaan ini dia bertemu dengan pacarnya, yang adalah isterinya yang
sekarang, Masfufah. Mereka berpacaran dengan mesra selama dua tahun. Selama masa
pacaran calon isterinya sering diajaknya pulang ke kampungnya, diperkenalkan kepada
orang tuanya, dan melihat bagaimana orang tuanya bekerja keras pada “pabrik krupuk
rambak” seperti umumnya keluarga di Desa Kresong lainnya. Melihat orang tua dan
penduduk lainnya yang bekerja sangat gigih di desanya itu, biarpun mereka belum
menikah, timbul dalam pikiran mereka untuk bekerja keras dan membangun keluarga
yang lebih bahagia dan sejahtera. Mereka mulai menabung dan bercita-cita pada suatu
hari nanti mendirikan suatu usaha yang mandiri, mungkin juga lebih maju dibandingkan
dengan usaha yang digeluti oleh orang tuanya.
Setelah menikah di Jakarta, kebiasaan menabung itu mereka teruskan. Mereka
juga tetap bekerja di pabrik yang sama, tetapi lama kelamaan karena sudah berumah
tangga, mereka mulai merasa bahwa bekerja sebagai karyawan rasanya kurang membawa
kamajuan, dan tidak sesuai dengan cita-citanya. Mereka mulai menghargai orang tuanya
yang bekerja keras secara mandiri yang nampaknya lebih berbahagia dibandingkan
dengan dirinya yang bekerja sebagai karyawan di perusahaan bukan miliknya atau
menjadi karyawan gajian yang tidak mandiri.
Setelah ditimbang-timbang secara matang, dan mempunyai tabungan yang cukup,
keluarga Waluyo muda memutuskan pulang ke kampung isterinya di Gresik. Dengan
persetujuan bersama dan modal yang mereka tabung selama mereka bekerja di pabrik,
mereka mulai membuka usaha sendiri membuat krupuk rambak di Gresik. Hasil krupuk
itu dijual ke beberapa tempat. Ada yang dijual di warung, dijual di pasar atau dijual ke
tempat-tempat penitipan di tetangganya. Tidak jarang suami isteri itu berkeliling dengan
sepeda menawarkan dagangannya ke warung-warung di desa tetangganya.
Untuk mendapatkan bahan baku keluarga muda itu menggantungkan dirinya pada
orang tuanya yang sudah mempunyai usaha terlebih dulu di Tulung Agung. Mereka
hanya berkonsentrasi pada proses pembuatan dan pemasarannya saja di Gresik. Dengan
cara demikian pekerjaan yang dikerjakan oleh keluarga muda ini relatip ringan karena
bahan baku dan keperluan lainnya masih menggantungkan diri kepada orang tuanya di
Tulung Agung.
Kegiatan mondar mandir antara Gresik dan Tulung Agung untuk mendapatkan
bahan baku itu rupanya cukup merepotkan. Orang tua Waluyo di Tulung Agung
menganjurkan agar kedua anaknya, yang kemudian sudah beranak itu, pindah saja
bekerja bersama orang tuanya di Tulung Agung. Setelah ditimbang masak-masak
akhirnya keluarga Waluyo pindah ke kampung orang tuanya di Klesong, Tulung Agung.
Di Desa Klesong ini Ibu Masfufah, yang memang mempunyai banyak akal,
membentuk kelompok UPPKS bersama para tetangganya. Di kelompok ini dilakukan
kerjasama untuk membangun kegiatan usaha bersama dengan ibu-ibu dari keluarga
lainnya. Mereka bersatu dibawah bimbingan Ketua Kelompok Usaha Peningkatan
26
Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) dalam rangka pengentasan kemiskinan.
Keluarga-keluarga kurang mampu diajak bekerja bersama untuk menambah pendapatan
keluarganya agar bisa dientaskan dari lembah kemiskinan.
Kepada anggotanya, seperti pengalamannya selama bekerja di Jakarta, Ibu
Masfufah mengajari mereka untuk belajar menabung. Pelajaran menabung itu juga
merupakan gerakan belajar menabung melalui tabungan Takesra yang dikelola bersama
antara BKKBN dengan Bank BNI. Kelompoknya juga diajak untuk bersama-sama mulai
mengerjakan usaha ekonomi produktip dengan bersama-sama secara gotong royong
membuat krupuk rambak.
Dalam pembuatan krupuk rambak ini setiap anggota mendapat kewajiban yang
berbeda-beda. Ada anggota yang ditugasi untuk mencari bahan baku, membeli kulit
kerbau atau kulit sapi di desa sekitar, atau bahkan ke propinsi-propinsi di luar propinsi
Jawa Timur. Ada anggota yang ditugasi meredam kulit dalam air kapur, membersihkan
kulit kerbau atau kulit sapi yang masih mentah. Ada pula yang ditugasi untuk mencabut
bulu-bulu yang ada di kulit-kulit itu. Ada pula yang ditugasi untuk merendam kulit-kulit
itu agar mudah untuk dipotong-potong dan disisir dalam lembaran tipis dan ukuran kecilkecil.
Ada pula yang ditugasi untuk merebus kulit-kulit tersebut sebelum di sayat menjadi
potongan bahan rambak yang siap digoreng. Ada pula yang memisah-misah kulit yang
ada itu menurut kualitasnya. Seluruh proses pembuatan itu bisa mencapai waktu sampai
dua minggu tergantung cuaca yang ada.
Seluruh jalur proses produksi dikerjakan secara gotong royong dengan rapi.
Kepemimpinan Ibu Masfufah sungguh sangat diikuti oleh anggotanya karena dengan cara
demikian mereka bisa mengontrol kualitas produksinya dengan baik. Bahkan setelah
dijemur dan digoreng, proses kerjasama antar kelompok itu tetap berlanjut. Secara teratur
para anggota itu melakukan pilihan rambak yang bakal di bungkus. Kualitas rambak yang
dianggap nomor satu dikumpulkan dengan rambak sejenis. Rambak pilihan ini dibungkus
dalam bungkus tersendiri dan dijual dengan harga yang relatif tinggi. Sebaliknya rambak
yang pecahannya kecil-kecil dikumpulkan dengan rambak sejenisnya. Rambak dengan
ukuran dan kualitas ini harganya relatif lebih rendah dibandingkan dengan rambak yang
ukurannya lebih besar, lebih bersih atau jernih.
Dengan cara gotong royong kelompok, keluarga Waluyo sebagai pimpinan dapat
mengatur alur produksi dengan baik. Akibatnya tingkat efisiensi dapat ditingkatkan dan
kemampuan produksi menjadi tinggi. Akibat lainnya adalah bahwa mereka dapat menjual
krupuk rambak dengan pemasaran yang lebih luas. Karena kemampuan mereka semakin
meningkat, maka mereka makin mampu memproduksi dengan jumlah yang lebih besar
lagi. Tetapi kemudian mereka mendapatkan kendala karena modal yang mereka miliki
sangat terbatas.
Dalam suasana seperti itu, Bank BPD Jatim yang kerjasama dengan Yayasan
Damandiri, secara kebetulan mengembangkan upaya pemberdayaan keluarga untuk
membantu kelompok-kelompok UPPKS yang dianggap maju. Kelompok yang dipimpin
oleh Ibu Masfufah dianggap maju dan mendapat kesempatan untuk mempergunakan
kredit khusus untuk menyediakan sovenir untuk PON di Jatim beberapa tahun yang lalu.
27
Setelah melalui seleksi yang ketat dengan jaminan usaha yang makin maju,
kelompok ini yang anggotanya telah mencapai 25 orang, berhak mendapatkan pinjaman
sebesar Rp. 15 juta. Dengan pinjaman yang lebih besar itu kelompok bisa membeli bahan
baku yang lebih banyak, asalnya lebih jauh, harganya dapat dikuasai, serta bisa melayani
kegiatan selama PON berlangsung.
Dengan pelayanan yang baik kredit sebesar itu dapat dilunasi dengan baik pula.
Setelah pinjaman dapat dilunasi, mereka bergabung dengan kegiatan baru yaitu usaha
pemberdayaan keluarga secara mandiri atau PUNDI KENCANA. Untuk usaha ini
mereka memperoleh pembinaan dan pinjaman baru yang lebih besar. Pinjaman baru
diterimanya adalah sekitar Rp. 55 juta untuk seluruh anggota kelompoknya. Dengan
pinjaman baru itu setiap anggota yang dianggap mampu bisa mengembangkan semacam
“pabrik” sendiri -sendiri. Mereka juga mulai mempekerjakan tenaga tambahan tidak
kurang dari 25 orang. Mereka bisa membeli bahan baku yang lebih banyak untuk
persediaan musim paceklik. Mereka juga bisa memasarkan produknya ke tempat-tempat
yang lebih jauh lagi. Sebagai kelompok mereka juga mulai menjual krupuk rambaknya di
toko khusus yang menjual oleh-oleh khas dari Tulung Agung.
Dengan kerjasama kelompok itu, mereka merombak manajemen yang selama ini
diterapkan oleh para leluhurnya. Kebersamaan kelompok mampu meningkatkan efisiensi
produksi sekaligus manajemen penjualan. Harga yang ditawarkan oleh kelompok ratarata
lebih tinggi dari harga yang biasanya dijual di masa lalu, tetapi kelompok ini
menjamin kualitas produknya. Karena mutunya yang tinggi, rambak Tulung Agung itu
sudah dijual juga di toko-toko swalayan dengan kemasan yang lebih rapi dan standard
kualitas yang terjamin.
Untuk persediaan bahan baku mereka mulai mencari bahan baku dari tempattempat
yang relatif jauh seperti dari Bali, Lombok, dan NTT. Persediaan bahan baku ini
sangat penting karena selama musim-musim tertentu persediaan bahan baku ini bisa
sangat menipis. Bahkan mereka menitipkan pesan agar daerah-daerah yang menghasilkan
banyak kulit kerbau atau kulit sapi, bisa mengadakan kerjasama dengan kelompok dari
desa Klesong tersebut. Mereka juga mulai mengadakan persediaan untuk musim hujan,
karena umumnya pada saat musim hujan produksi rambak memakan waktu yang relatif
lebih panjang sehingga perlu diantisipasi lebih dini.
Untuk mengimbangi kegiatan ekonomi yang makin marak, kelompok ini juga
mengadakan berbagai kegiatan kemasyarakatan untuk memelihara keakraban antar warga
di kampung yang makin maju itu. Setiap waktu tertentu semua anggota kelompok
berkumpul di mushola atau di tempat-tempat lain secara berganti-ganti untuk membahas
masalah kemasyarakatan yang aktual. Mereka mengadakan pengajian bersama, arisan
antara warga secara teratur, dan merancang kegiatan bersama yang dapat dilakukan di
desanya. Mereka juga bekerja sama membantu anak-anak yatim piatu yang bersekolah
dengan bantuan yang diambil dari sebagian keuntungan memproduksi krupuk rambak
tersebut.
28
KEMBALI KE DESA MENANAM
GURAME DAN KOI
Kenaikan harga beberapa komoditas akibat dicabutnya subsidi minyak, harga dasar listrik
dan telepon pada awal tahun ini memberi tanda bahwa tahun 2003 masih akan tetap
bertahan sebagai suatu periode yang sulit atau bahkan lebih sulit dibandingkan dengan
periode sebelumnya. Biarpun ada penyesuaian yang dilakukan, momok kenaikan harga
beberapa komoditas yang sangat vital bagi rakyat akan tetap menjadi hantu yang
menakutkan. Lebih-lebih lagi bagi tenaga kerja kita, yang keahliannya sangat terbatas,
tahun 2003 bisa menjadi tahun yang sangat mengerikan. Karena investasi terbatas,
kesempatan kerja yang terbuka menjadi sangat langka. Lebih-lebih lagi, tahun ini adalah
awal dari pelaksanaan AFTA yang merupakan kesempatan yang terbuka bagi negaranegara
tetangga dan tenaga kerjanya untuk secara bebas mengadu nasib di tanah air yang
kita cintai. Ini berarti bahwa tenaga kerja bangsa kita yang kualitasnya rendah itu harus
berhadapan dan bersaing dengan tenaga kerja dari berbagai negara untuk memperebutkan
“kuweh” yang makin terbatas.
Dalam keadaan krisis multidemensi yang berkepanjangan seperti sekarang ini,
dimana mencari pekerjaan untuk sekedar menghidupi keluarga menjadi sangat sulit,
lebih-lebih di daerah perkotaan, pemerintah dan kita semua harus segera mencari
berbagai terobosan. Salah satu kemungkinan yang belum banyak dikerjakan adalah
mengembangkan gerakan yang mengajak sebanyak mungkin tenaga muda bermutu
kembali ke desa dan bersama-sama membangun daerah pedesaan yang potensial menjadi
pusat pengembangan baru yang menjanjikan. Untuk suksesnya gerakan itu diperlukan
komitmen politik, dukungan operasional dan dana yang mencukupi agar pilihan itu bisa
mengantar keluarga muda yang dinamis membangun masa depannya yang lebih
sejahtera. Dibandingkan dengan kebutuhan dana untuk daerah perkotaan, investasi yang
dibutuhkan untuk membangun di daerah pedesaan relatif lebih sedikit, tetapi penduduk
yang bisa menikmati investasi itu akan jauh lebih besar jumlahnya.
Dengan makin beratnya tingkat persaingan di daerah perkotaan, dan makin
maraknya otonomi daerah yang harus memberikan pengayoman dan dukungan terhadap
pembangunan daerahnya, pilihan pulang kampung untuk membangun daerah sendiri, dan
sekaligus membangun keluarga sejahtera, nampaknya makin bisa menjadi alternatif yang
menjanjikan. Pengalaman beberapa pemuda remaja yang berhasil melakukan keputusan
seperti itu nampaknya perlu diangkat ke permukaan untuk dijadikan contoh dan motivasi
generasi muda lainnya. Membangun kampung halaman sendiri bisa mempunyai
keuntungan ganda, meratakan kemakmuran dan membangun dengan kekuatan yang
mandiri.
Memang, secara teoritis, para pemuda desa yang lulus dari sekolah dasar atau
sekolah menengah di desanya, kalau beruntung bisa melanjutkan pendidikan yang lebih
tinggi di kota. Mereka bisa dan harus melanjutkan pendidikan pada sekolah menengah
umum yang umumnya juga ada di kota. Mereka harus juga mendapat kesempatan untuk
melanjutkan kuliah pada perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi swasta sesuai
29
dengan kemampuan akademis atau kemampuan ekonomi orang tuanya, yang umumnya
juga hanya ada di daerah perkotaan.
Dimasa lalu, anak-anak muda desa yang bisa menikmati sekolah tinggi seperti itu,
setelah lulus dari lembaga pendidikan tinggi, umumnya tidak lagi kembali ke desanya
tetapi mencari peluang dan bekerja di kota. Kalau beruntung mereka bisa menjadi
pegawai negeri atau pegawai swasta, atau bahkan membuka usaha ekonomi produktip
secara mandiri di perkotaan. Celakanya, kalau tidak beruntung, mereka umumnya “tidak
bersedia pulang kampung”, dan tetap “ngotot” mencari kerja apa saja asal bisa tetap
tinggal di kota. Usaha-usaha yang dikerjakan untuk mengajak generasi muda yang
bermutu kembali ke desa dengan menyediakan fasilitas-fasilitas kredit dan dukungan lain
di pedesaan agak sukar dikerjakan.
Namun, dalam dua tahun terakhir ini, dengan makin gencarnya otonomi daerah,
masing-masing daerah mulai mengembangkan usaha pembangunan di daerahnya. Sejalan
dengan itu lembaga Bank seperti Bank Pembangunan Daerah (BPD), mulai pula
ditugaskan untuk memikirkan berbagai investasi yang bisa menarik tenaga kerja dan
menguntungkan ekonomi daerahnya. Dengan pendekatan seperti ini, berbagai usaha
pembangunan mulai dikembangkan untuk mulai menarik perhatian tenaga muda yang
bermutu dan mempunyai masa depan yang gemilang.
Untuk mengetahui perkembangan terakhir, pada akhir tahun 2002 yang lalu
Yayasan Damandiri mengadakan beberapa penelitian kasar di daerah pedesaan. Dari
Yayasan Damandiri dikirim Drs. Oos M. Anwas yang sekaligus didampingi petugas dari
TPI dan petugas lain untuk meneliti dan mencoba mengangkat contoh-contoh yang
berhasil itu ke layar kaca. Salah satu yang menarik perhatian adalah kegigihan beberapa
anak muda, yang baru saja lulus dari perguruan tinggi yang digelutinya ternyata “berani”
pulang kampung dan membangun keluarga dan masyarakat di desanya.
Salah satu anak muda yang berani itu adalah Ibu Munifatul Zahro, yang baru saja
menginjak umur 35 tahun, sarjana lulusan UNISMA, dan suaminya, Bapak Runggu,
berumur 40 tahun, sarjana lulusan IAIN. Semula, sebagai mana anak muda sebayanya,
pasangan ini mencoba keberuntungannya di daerah perkotaan. Namun, seperti jutaan lain
yang belum bernasib mujur, kedua sejoli ini juga kurang beruntung di perkotaan. Setelah
mendapat kesukaran mencoba kehidupan yang sangat dipenuhi persaingan yang keras di
daerah perkotaan itu, keduanya memutuskan untuk pulang ke kampungnya di Kampung
Bakulan, Desa Bendosewu, Kecamatan Talun, di Kabupaten Blitar.
Seperti ratusan tahun sebelumnya, masyarakat Bakulan tetap saja merupakan
masyarakat agraris yang kehidupan pada umumnya adalah dalam bidang pertanian yang
sangat tradisional. Pada waktu pulang kampung mereka sadar bahwa merekapun akan
memasuki kehidupan masyarakat di Kampungnya, Bakulan, yang sebagian besar masih
tetap bertani. Biarpun kehidupan masyarakatnya adalah petani tradisional, mereka
mengetahui bahwa di kampung halamannya ini, biarpun di musim kering airnya sangat
terbatas, tetapi telah memiliki sistem irigasi yang teratur. Kebutuhan air untuk mengaliri
sawah telah bisa diatur secara gotong royong oleh masyarakatnya.
30
Sebagai kampung dengan sistem irigasi yang baik, di kampung itu masyarakat
mempunyai banyak kolam ikan yang dikelilingi oleh beberapa pohon rambutan yang
rindang. Karena itu masyarakatnya secara turun temurun telah biasa memelihara ikan,
ikan gurame atau ikan lainnya, baik sebagai kegiatan utama atau kegiatan sambilan
disamping kehidupan sebagai petani yang merupakan mata pencahariannya yang utama.
Sebagai masyarakat tradisional yang sederhana mereka rajin beribadah dan hidup dalam
suasana kehidupan yang tenteram.
Suasana dan lingkungan yang menyenangkan itu rupanya memberi semangat
kepada Ibu Munifatul Zahro dan suaminya untuk pulang ke kampungnya. Di kampung
itu, bersama teman-teman sesama keluarga muda, Ibu Manifatul Zahro membentuk
kelompok yang anggotanya adalah keluarga yang mempunyai kegiatan memelihara ikan
gurame di kolam-kolam di sekitar rumah masing-masing. Dia berpendapat bahwa dengan
bersatu dalam kelompok banyak kegiatan dapat dilakukan dengan saling membantu dan
banyak persoalan yang dapat diselesaikan bersama.
Untuk itu kelompoknya diajak bertemu sekali setiap bulan. Dalam pertemuan
yang dilakukan secara bergiliran di tempat-tempat yang terpisah, dan dipimpin oleh salah
seorang anggota yang dituakan, mereka membicarakan “strategi” mengembangkan
pengelolaan kolam-kolam ikan gurame yang mereka miliki. Mereka menambah jenis ikan
yang dipelihara dengan ikan lainnya seperti koi dan lainnya. Mereka juga mengatur dan
bersatu mendapatkan bibit dengan kualitas tinggi dan harga yang menguntungkan.
Biarpun tiap anggota harus memelihara kolam masing-masing, tetapi kelompok
juga mengatur bantuan bagaimana anggota bersama-sama bisa mengatur aliran air yang
dibutuhkan, memperbaiki kolam yang bocor, membantu menyiangi kolam yang ada serta
kalau perlu membantu membeli pakan ikan dengan harga yang bersaing.
Sebelum dibentuk kelompok, setiap keluarga di desa yang mempunyai kolam
biasanya menjual bibit ikan atau nener sebelum usia 7 hari. Tetapi semenjak kelompok
itu terbentuk, nener baru dijual setelah berumur 4 bulan dengan harga yang tinggi, bisa
sampai tiga kali lipat. Kelompok juga berfungsi meningkatkan kemampuan tawar
sehingga penjualan ikan hasil produksi bersama dapat dijual dengan harga yang lebih
menguntungkan.
Kelompok yang dibentuk ternyata bisa juga berfungsi sebagai forum untuk
mengundang dinas-dinas terkait, antara lain dinas perikanan, yang memberikan
penyuluhan tentang pemeliharaan ikan gurame dan koi. Mereka mendapatkan petunjuk
tehnis bagaimana memelihara ikan gurame dan koi itu untuk menghasilkan ikan-ikan
dengan kualitas yang lebih baik dan bisa dijual dengan lebih menguntungkan. “Program
pulang kampung” yang semula merupakan prakarsa prib adi, kalau mendapat dukungan
dari pejabat lokal dengan baik, ternyata bisa menjadi suatu program yang cukup
mengasyikkan. Para pejabat Pemerintah Daerah sebenarnya bisa berperan lebih gigih lagi
dalam merangsang pemuda bermutu lainnya untuk menggali kekayaan kampung yang
masih mentah dan melimpah.
31
Dengan usaha gotong royong yang skalanya makin membesar akan ternyata
bahwa hasilnya juga akan bertambah besar. Lebih dari itu tenaga kerja di pedesaan yang
dapat dilibatkan juga sangat banyak. Namun, usaha yang membesar itu membutuhkan
tambahan modal yang tidak sedikit. Disinilah peran lembaga keuangan mikro dapat
ditingkatkan untuk menjemput dan membantu nasabah muda yang potensial tersebut.
Secara kebetulan Yayasan Damandiri sejak beberapa tahun terakhir ini menggelar
kerjasama dengan Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Jawa Timur. Dalam kerjasama
itu ditawarkan bantuan untuk pengembangan usaha mandiri yang disertai dengan
kemungkinan mendapatkan kredit PUNDI KENCANA. Dengan adanya kerjasama dan
dukungan itu kesulitan modal yang dialami oleh kelompok di kampung Bakulan dapat
diatasi dengan bekerjasama Bank BPD Jatim di Blitar.
Dengan adanya saling pendekatan, antara BPD dan kelompok yang ada, akhirnya
kelompok yang sekarang beranggota sekitar 25 orang itu mendapatkan kepercayaan
untuk mendapatkan modal tambahan yang dipergunakan bersama untuk membeli bibit
ikan gurame dan bahan pakan untuk anggotanya. Kredit ini sifatnya sangat luwes karena
kalau jumlah itu dapat dicicil dan dilunasi dengan baik, ada kemungkinan kelompok yang
anggotanya makin maju itu bisa mendapatkan jumlah pinjaman yang lebih besar.
Kerjasama antara lembaga Bank dengan kelompok yang tekun ternyata dapat ikut
mengatasi masalah yang timbul di daerah perkotaan. Anak-anak muda yang bermutu
dapat kembali ke desa, membangun desa dengan komitmen dan dukungan yang positip
dari segala kekuatan pembangunan yang ada, utamanya lembaga keuangan mikro yang
memang peduli terhadap pemberdayaan masyarakat di pedesaan.
No comments:
Post a Comment