Sunday 5 December 2010

SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERESMIAN PEMBUKAAN KONFERENSI REGIONAL TINGKAT MENTERI MENGENAI PENYELUNDUPAN MANUSIA, PERDAGANGAN MANUSIA, DAN KEJAHATAN LINTAS-NASIONAL TERKAIT DENPASAR, BALI, 27 FEBRUARI 2002

SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERESMIAN PEMBUKAAN KONFERENSI REGIONAL TINGKAT MENTERI MENGENAI PENYELUNDUPAN MANUSIA, PERDAGANGAN MANUSIA, DAN KEJAHATAN LINTAS-NASIONAL TERKAIT DENPASAR, BALI, 27 FEBRUARI 2002



Yang Mulia, Hadirin yang saya hormati,
Dengan perasaan yang sangat berbahagia, saya mengucapkan selamat datang kepada para Yang Mulia beserta rombongan di Bali, Indonesia. Saya percaya, banyak diantara Yang Mulia yang telah pernah, atau bahkan beberapa kali, berkunjung ke Indonesia. Namun demikian, melalui kesempatan ini saya sungguh menyampaikan terimakasih atas kesediaan Yang Mulia untuk kali ini berkunjung ke Indonesia, guna memenuhi undangan Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia, hadir dalam konferensi regional untuk membicarakan masalah yang sangat penting ini.
Hampir semua negara di dunia saat ini dilanda keprihatinan yang mendalam terhadap kian maraknya arus migrasi manusia dari satu negara ke negara lainnya secara tidak sah. Adapun yang menjadi sebab dan latar belakang kejadian itu, tampaknya semuanya tidak terlepas dari kondisi, atau tatanan, atau bahkan sistem nilai yang dianggap tidak memungkinkan berkembangnya potensi dan harapan manusia di tanah air mereka. Berbagai tekanan dalam masalah kependudukan, masalah ketimpangan dalam strategi atau tidak meratanya pembagian kesempatan dan hasil pembangunan sosial-ekonomi, ataupun terjadinya berbagai konflik dengan sebab yang beraneka ragam, telah lama dipahami sebagai sumber pemicu berlangsungnya arus migrasi yang tidak sah tadi.
Kita memang tidak perlu bersikap apriori dalam melihat potret permasalahan ini. Kondisi kehidupan dunia memang masih banyak memberi peluang bagi terjadinya migrasi tersebut. Dalam laporan yang dikeluarkan World Refugee Survey, hingga akhir tahun 2000 yang lalu terdapat sekitar 14 juta pengungsi yang tersebar di Afrika, Amerika dan Karibia, Eropa, Asia Timur dan Pasifik, serta di Asia Tengah dan Asia Selatan.
Sehalus apapun istilah yang dipilih dan dengan ungkapan bahasa apapun yang digunakan, para pengungsi tersebut bergerak dan bermigrasi dari tanah air mereka ke tempat yang lebih menjamin keamanan diri, nyawa, kekayaan, harapan dan masa depan mereka. Mereka adalah cermin dari hukum kemanusiaan yang paling dasar, pergi dan mencari masa depan yang lebih baik bagi mereka, anak-anak mereka, cucu-cucu mereka, dan keturunan mereka selanjutnya.
Kita mungkin marah dan mencela sumber dan penyebab itu semua. Tetapi satu hal juga jelas, yaitu dengan alasan apapun, kita memang tidak boleh campur tangan kedalam negara sumber penyebab urusan itu, apalagi dengan cara mengintervensi secara fisik dan memaksakan kehendak kita untuk menghilangkan sumber penyebab tadi. Seberapapun benarnya keyakinan dan keinginan kita untuk membantu memperbaiki keadaan di suatu negara, pengalaman selalu menunjukkan bahwa langkah yang berlebihan seringkali malah hanya menimbulkan masalah baru yang lebih sulit lagi.
Kita telah menyaksikan, beberapa pemerintah negara yang karena tidak sabar, secara unilateral lantas mengambil tindakan guna menjaga dan melindungi kepentingan nasionalnya. Berapapun luasnya lingkup adan batas yang kita berikan kepada pengertian kepntingan nasional kita, dan setebal apapun keyakinan kita dalam memberi pembenaran terhadap pembelaan kita atas kepentingan nasional itu, tetapi tetaplah hal itu tidak berarti kita lantas dapat berbuat sekehendak kita.
Dalam hal ini, lagi-lagi kita menyaksikan betapa dalam dunia yang sedang berubah ini, banyak sekali faktor yang kemudian membuat tindakan unilateral seperti itu bukan saja tidak berhasil, tetapi malah menuai penilaian negatif dari banyak pihak lainnya. Pelajaran berharga yang tampaknya perlu kita simak dari fenomena itu adalah, perlunya pemikiran bersama dan usaha bersama untuk memecahkan sumber permasalahan tadi.
Sebagaimana kita semua juga megnetahui, sumber penyebab dan latar belakang permasalahan sangatlah beragam. Namun sesuai dengan prinsip-prinsip universal yang kita terima, seperti kesamaan derajat, penghormatan terhadap kedaulatan dan kemerdekaan, non-intervensi, penghormatan terhadap hak untuk menentukan nasib sendiri, dan lain-lainnya termasuk penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia, tetaplah tidak membenarkan keinginan satu pihak untuk berbuat semau sendiri.
Masalahnya, sikap acuh terhadap keadaan tersebut ternyata juga sama tidak menguntungkannya dengan ketidak-pedulian terhadap submer penyebab terjadinya masalah itu sendiri. Dalam dunia yang semakin terbuka, hampir tidak satu negarapun dapat sepenuhnya terbebas dari imbas kejadian yang berlangsung di negara lainnya. Kondisi saling membutuhkan yang kian berkembang dalam hubungan antar negara, semakin membuat suatu negara rentan terhadap pengaruh peristiwa yang terjadi di negara lainnya, apalagi yang terletak dalam kawasan yang sama. Sekali lagi, sumber penyebab itu banyak, dan diluar jangkauan negara lainnya untuk meniadakannya, atau walau mungkin untuk sekedar mempengaruhinya.
Yang Mulia,
Hadirin yang saya hormati,
Beranjak dari soal sumber penyebab dan serba keterbatasan yang melingkupi kemungkinan untuk mengatasinya tadi, marilah kita perhatikan sejenak bagaimana arus migrasi yang timbul dari lahinya pengungsian tadi. Sebagian datang untuk minta perlindungan, sebagian minta ijin untuk tinggal secara permanen, sebagian lagi datang untuk minta penampungan sementara sampai diperolehnya kesempatan untuk melanjutkan perjalanan ke tujuan akhir, atau kembali ke negara asal mereka. Sudah barang tentu, semua itu juga hanya mungkin terjadi bila negara yang menjadi tujuan sementara ataupun tujuan tetap, dapat memberi akomodasi kepada mereka.
Selama inipun kita semua juga mengetahui, bahwa diluar skema pengungsian tadi, migrasi juga sering berlangsung dengan jalan dan melalui cara yang tidak sah. Ditengah kehidupan kita seakarng marak berlangsung praktek penyelundupan manusia, yang kemudian malah mengarah kepada kejahatan terbesar terhadap kemanusiaan, terhadap harkat dan martabat manusia, yaitu memperdagangkannya. Lebih dari sekedar keprihatinan, sejak beberapa waktu terakhir sebagian diantara kita malahan telah menghadapi banyak kesulitan karena praktek tadi. Sekarang kita semua juga kian mengetahui, betapa dibelakang semua itu ternyata memang berlangsung kejahatan yang terorganisasi, yang beroperasi secara lintas-nasional.
Dampak dari praktek tersebut terkait dengan aspek-aspek yang luas dan menimbulkan banyak permasalahan dalam hubungan antar negara. Tumbuh sikap saling curiga yang akhirnya berbuntut ketegangan antar negara. Saya dapat mengemukakan dengan pasti hal-hal seperti ini, karena Indonesia telah dan masih mengalaminya. Pada saat ini, di Indonesia terdapat kurang
lebih 3.500 imigran gelap dari berbagai kewarganegaraan dan asal-usul yang ditampung dinas karantina keimigrasian. Sementara itu, sampai dengan akhir 2001 yang lalu perwakilan UNHCR di Jakarta menerima permintaan asylum dari 2111 orang.
Kehadiran mereka tidak saja memberatkan pemerintah yang saat ini sedang berusaha keras untuk keluar dari demikian banyak masalah domestik, tetapi juga menimbulkan berbagai masalah baru dengan masyarakat kami. Sudah jelas, kami sangat berkepentingan bagi segera selesainya masalah imigran yang tidak sah itu. Pada saat yang sama, dengan penuh keprihatinan kami juga selalu mewaspadai bahwa masih besarnya angka pengangguran yang sekarang ini kami hadapi, juga mendatangkan kerawanan yang timbul dari kemungkinan penyelundupan warganegara kami ke luar negeri.
Tetapi bagaimanapun beratnya beban yang harus kami pikul dalam mengahadapi permasalahan yang pelik tersebut, saya ingin menegaskan bahwa pemerintah kami tetap apada komitmen untuk mengahdapi masalah migrasi yang tidak sah, khususnya penyelundupan dan perdagangan manusia itu. Hanya saja, sebagaimana tadi saya jelaskan, kami juga sangat menyadari bahwa permasalahan tersebut tidak sepenuhnya dapat selesai melalui upaya kami sendiri. Dalam kaitannya dengan praktek penyelundupan, dan perdagangan manusia yang dioperasikan secara terorganisasi, kami juga menyadari hal itupun tidak akan mungkin selesai di tingkat bilateral. Denganmemperhatikan pola operasi pada organisasi seperti iut, saya sangat percaya bahwa langkah penyelesaian hanya dapat berjalan efektif bila langkah penyelesaianya juga dapat diletakkan diatas kerangka multilateral, atau setidaknya dalam kerangka regional.
Memperteguh komitmen tersebut, perlu agaknya saya sampaikan bahwa pemerintah kami telah ikut serta menandatangani Konvensi PBB tentang Kejahatan Transnasional Terorganisasi, berikut dua Protokol yang menyertainya yaitu Protokol Menentang Penyelundupan Para Migran Melalui Jalur Darat, Laut, dan Udara, serta protokol untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum Perdagangan Manusia, Khususnya Wanita dan Anak-anak. Sebagaimana langkah awal. Dalam lingkup ASEAN, bersama-sama negara-negara ASEAN lainnya kami mengembangkan kerjasama dalam melakukan penanggulangan kejahatan tersebut.
Saya juga mengetahui, seiring dengan telah disahkannya Konvensi PBB berikut dua Protokolnya tadi, masyarakat internasional melalui PBB juga telah mencanangkan Global Programmes Against Trafficking in Human Beings. Pada tataran regional, seperti OSCE (Organization for Security and Cooperation in Europe) dan ASEAN, telah dicanangkan sebuah Rencana Aksi untuk memerangi kejahatan lintas negara itu.
Demikianlah, dengan mengemukakan pandangan tadi, saya ingin menyampaikan harapan semoga melalui konferensi ini kita dapat saling betukar fikiran dan informasi mengenai masalah bersama yang sekarang kita hadapi. Saya menyadari, konferensi ini tidak dimaksudkan untuk mengganti berbagai forum atau mekanisme kerjasama yang telah terbina. Namun demikian, bilamana kita dapat memperoleh pemahaman dan pemikiran yang sama, serta dapat mengarah pada upaya-upaya yang lebih efektif dalam menanggulangi penyelundupan dan perdagangan manusia ini, saya kira hal itu sunggul luar biasa manfaatnya. Karenanya, saya mengucapkan selamat bekerja, dan dengan ini saya nyatakan Konferensi Regional Tingkat Menteri mengenai Penyelundupan Manusia, Perdagangan Manusia, dan Kejahatan Lintas-Nasional Terkait, secara resmi dibuka.
Terima kasih.

Denpasar, Bali, 27 Februari 2002
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI



Sumber: http://www3.itu.int/MISSIONS/Indonesia/state/st020305pres.htm
Koleksi: Perpustakaan Nasional RI, 2006

No comments:

Post a Comment