Thursday, 6 January 2011

IBU DAN ANAKNYA YANG CACAT

Dua puluh tahun yang lalu saya melahirkan seorang anak laki-laki,


wajahnya lumayan tampan namun terlihat agak bodoh. Sam, suamiku,


memberinya nama Eric. Semakin lama semakin nampak jelas bahwa anak ini


memang agak terbelakang. Saya berniat memberikannya kepada orang lain


saja.


Namun Sam mencegah niat buruk itu. Akhirnya terpaksa saya


membesarkannya juga. Di tahun kedua setelah Eric dilahirkan saya pun


melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik mungil. Saya


menamainya Angelica. Saya sangat menyayangi Angelica, demikian juga


Sam. Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan dan


membelikannya pakaian anak-anak yang indah-indah.


Namun tidak demikian halnya dengan Eric. Ia hanya memiliki beberapa


stel pakaian butut. Sam berniat membelikannya, namun saya selalu


melarangnya dengan dalih penghematan uang keluarga. Sam selalu


menuruti perkataan saya. Saat usia Angelica 2 tahun, Sam meninggal


dunia. Eric sudah berumur 4 tahun kala itu. Keluarga kami menjadi


semakin miskin dengan hutang yang semakin menumpuk. Akhirnya saya


mengambil tindakan yang akan membuat saya menyesal seumur hidup. Saya


pergi meninggalkan kampung kelahiran saya beserta Angelica. Eric yang


sedang tertidur lelap saya tinggalkan begitu saja. Kemudian saya


tinggal di sebuah gubuk setelah rumah kami laku terjual untuk membayar


hutang. Setahun, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun.. telah berlalu sejak


kejadian itu.


Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria dewasa. Usia


Pernikahan kami telah menginjak tahun kelima. Berkat Brad, sifat-sifat


buruk saya yang semula pemarah, egois, dan tinggi hati, berubah


sedikit demi sedikit menjadi lebih sabar dan penyayang. Angelica telah


berumur 12 tahun dan kami menyekolahkan dia di asrama putri sekolah


perawatan. Tidak ada lagi yang ingat tentang Eric dan tidak ada lagi


yang mengingatnya.


Tiba-tiba terlintas kembali kisah ironis yang terjadi dulu seperti


sebuah film yang diputar dikepala saya. Baru sekarang saya menyadari


betapa jahatnya perbuatan saya dulu.tiba-tiba bayangan Eric melintas


kembali di pikiran saya. Ya Eric, Mommy akan menjemputmu Eric. Sore


itu saya memarkir mobil biru saya di samping sebuah gubuk, dan Brad


dengan pandangan heran menatap saya dari samping. “Mary, apa yang


sebenarnya terjadi?”


“Oh, Brad, kau pasti akan membenciku setelah saya menceritakan hal


yang telah saya lakukan dulu.” aku menceritakannya juga dengan


terisak-isak. Ternyata Tuhan sungguh baik kepada saya. Ia telah


memberikan suami yang begitu baik dan penuh pengertian. Setelah tangis


saya reda, saya keluar dari mobil diikuti oleh Brad dari belakang.


Mata saya menatap lekat pada gubuk yang terbentang dua meter dari


hadapan saya. Saya mulai teringat betapa gubuk itu pernah saya


tinggali beberapa bulan lamanya dan Eric.. Eric…


Namun saya tidak menemukan siapapun juga di dalamnya. Hanya ada


sepotong kain butut tergeletak di lantai tanah. Saya mengambil seraya


mengamatinya dengan seksama… Mata mulai berkaca-kaca, saya mengenali


potongan kain tersebut sebagai bekas baju butut yang dulu dikenakan


Eric sehari-harinya. Saya sempat kaget sebab suasana saat itu gelap


sekali. Kemudian terlihatlah wajah orang itu yang demikian kotor.


Ternyata ia seorang wanita tua. Kembali saya tersentak kaget manakala


ia tiba-tiba menegur saya dengan suaranya yang parau.


“Heii…! Siapa kamu?! Mau apa kau kemari?!”


Dengan memberanikan diri, saya pun bertanya, “Ibu, apa ibu kenal


dengan seorang anak bernama Eric yang dulu tinggal di sini?”


Ia menjawab, “Kalau kamu ibunya, kamu sungguh tega, Tahukah kamu, 10


tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini, Eric terus


menunggu ibunya dan memanggil, ‘Mommy…, mommy!’ Karena tidak tega,


saya terkadang memberinya makan dan mengajaknya tinggal Bersama saya.


Walaupun saya orang miskin dan hanya bekerja sebagai pemulung sampah,


namun saya tidak akan meninggalkan anak saya seperti itu! Tiga bulan


yang lalu Eric meninggalkan secarik kertas ini. Ia belajar menulis


setiap hari selama bertahun-tahun hanya untuk menulis ini untukmu…”


Saya pun membaca tulisan di kertas itu…


“Mommy, mengapa Mommy tidak pernah kembali lagi…? Mommy marah sama


Eric, ya? Mom, biarlah Eric yang pergi saja, tapi Mommy harus berjanji


kalau Mommy tidak akan marah lagi sama Eric. Bye, Mom…”


Saya menjerit histeris membaca surat itu. “Bu, tolong katakan…


katakan di mana ia sekarang? Saya berjanji akan meyayanginya sekarang!


Saya tidak akan meninggalkannya lagi, Bu! Tolong katakan..!!”


Brad memeluk tubuh saya yang bergetar keras.


“Nyonya, semua sudah terlambat. Sehari sebelum nyonya datang, Eric


telah meninggal dunia. Ia meninggal di belakang gubuk ini. Tubuhnya


sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya demi menunggumu ia rela bertahan


di belakang gubuk ini tanpa ia berani masuk ke dalamnya. Ia takut


apabila Mommy-nya datang, Mommy-nya akan pergi lagi bila melihatnya


ada di dalam sana… Ia hanya berharap dapat melihat Mommy-nya dari


belakang gubuk ini… Meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang


lemah ia terus bersikeras menunggu Nyonya di sana.”

















Aihh... Berat3x...





Hatiku selembar daun...

No comments:

Post a Comment