Sunday, 20 February 2011

REHABILITASI SOSIAL BERBASISKAN MASYARAKAT ( RBM)

RBM


KEMENTERIAN SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN DAN REHABILITASI SOSIAL



REHABILITASI BERBASISKAN MASYARAKAT
( R. B. M.)



I. PENDAHULUAN

1. Umum

a. Upaya untuk memperluas jangkauan pelayanan dan rehabilitasi terhadap penyandang masalah tuna sosial akan menghadapi banyak hambatan, mengingat adanya keterbatasan dana maupun sumberdaya lainnya yang dimiliki pemerintah. Dengan demikian perlu mencari alternatif lain agar kegiatan perluasan jangkauan pelayanan penyandang masalah tuna sosial dapat ditingkatkan.

b. Disisi lain, pembangunan nasional telah menunjukkan hasil-hasil yang cukup memadai, sehingga secara umum keadaan sosial ekonomi masyarakat relatif telah meningkat, dan telah menunjukkan adanya sebagian masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk dapat membantu kelompok masyarakat lainnya yang kurang beruntung.

c. Dengan demikian salah satu alternatif untuk dapat mendukung perluasan upaya peningkatan kesejahteraan penyandang masalah tuna sosial adalah dengan mengikut sertakan masyarakat, menggerakkan atau memobilisir potensi sumberdaya yang ada dalam masyarakat untuk mendorong kelompok masyarakat yang mampu untuk memiliki taraf kesetiakawanan sosial yang memadai terhadap kelompok mesyarakat yang kurang mampu atau kurang beruntung.

d. Upaya ini tentunya memerlukan inovasi untuk mampu mengubah sikap dan perilaku masyarakat agar kesadaran kesetiakawanan sosialnya menigkat. Berbagai upaya kearah ini telah dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat sendiri, melalui kegiatan-kegiatan bersama.

e. Bahkan diharapkan peran masyarakat akan lebih menonjol, sehingga keseluruhan kegiatan termasuk kegiatan rehabilitasi penyandang masalah tuna sosial, dapat diselenggarakan oleh masyarakat sendiri.

f. Kegiatan rehabilitasi sosial yang merupakan kegiatan oleh masyarakat, bersumber dari masyarakat, dan untuk masyarakat ini disebut Rehabilitasi Berbasiskan Masyarakat (RBM) atau Community Based Rehabilitation (CBR).

g. Beberapa permasalahan mengenai pencapaian penanganan tuna sosial antara lain :

1) Menurut estimasi, sekitar 60% - 70% orang tuna sosial berada di pedesaan (rural) dan jumlah tuna sosial yang dapat dilayani hanya sekitar 7.47% dari populasi tuna sosial.

2) Tuna sosial yang berada di sekitar perkotaan (urban). Fasilitas perpantian umumnya berada di daerah perkotaan saja sehingga sulit untuk di jangkau oleh tuna sosial yang tinggal di pedesaan (rural).

3) Sehingga pelayanan rehabilitasi yang dikerjakan, yang umumnya oleh panti-panti, hanya menjangkau tuna sosial yang ada diperkotaan yang jumlahnya jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan yang ada di daerah pedesaan.

4) Bila tetap dipertahankan pengembangan pelayanan rehabilitasi hanya difokuskan pada pengembangan perpantian, maka jumlah sasaran garapan sulit ditingkatkan karena pada tuna sosial pedesaan sulit menjangkau fasilitas yang hanya ada di perkotaan tersebut.

5) Untuk lebih meningkatkan jumlah sasaran garapan, maka pada dasawarsa terakhir telah dikembangkan suatu program pengoprasian Unit Rehabilitasi Sosial Keliling (URSK) atau Mobile Rehabilitation Unit (MRU), dengan harapan akan mampu menjangkau para tuna sosial yang sebagaian besar berada di daerah pedesaan.

6) Dalam tahun yang akan datang program-program pengoperasian URSK akan lebih ditingkatkan dan dikembangkan lebih lanjut dan lebih intensif. Diharapkan program URSK ini tidak hanya dimanfaatkan bagi pelayanan tuna sosial akan tetapi juga bagi para penyandang masalah tuna sosial lainnya (gelandangan/pengemis), ex-narapidana, WTS, waria, anak nakal, dan ex-korban narkotika), dan bahkan dapat juga digunakan bagi kegiatan bimbingan dan penyuluhan kepada para penyandang masalah tuna sosial lainnya, misalnya bagi masyarakat terasing, pembinaan kesejahteraan anak, keluarga dan lanjut usia, Karang Taruna dan sebagainya.

h. Pengembangan program RBM di lingkungan jajaran Kementerian Sosial, sebenarnya baru dikembangkan secara konsepsional untuk para tuna sosial, akan tetapi pada dasarnya konsep tersebut dapat berlaku untuk program RBM bagi penyandang masalah tuna sosial lainnya. Dengan demikian materi uraian dalam makalah ini, pada umumnya merupakan konsepsi dan pengalaman mengenai program RBM bagi tuna sosial.

i. kegiatan-kegiatan program Rehabilitasi Berbasiskan Masyarakat (RBM) atau Community Based Rehabilitation (CBR), akan lebih ditingkatkan dan dikembangkan, dimana antara lain masyarakat akan lebih disadarkan (melalui awareness campaign mengenai masalah kecacatan) bahwa penanganan para tuna sosial bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, akan tetapi juga menjadi tanggung jawab masyarakat.

j. Masyarakat akan lebih banyak dilibatkan dalam upaya-upaya pencegahan, penyuluhan, rehabilitasi sosial, resosialisasi, dan pembinaan lanjut.

k. Dalam menampung kegiatan-kegiatan masyarakat sebagai keikut sertaannya dalam rangka Rehabilitasi Berbasiskan Masyarakat ini, maka fasilitas-fasilitas yang ada, misalnya Loka Bina Karya (LBK), URSK (Unit Rehabilitasi Sosial Keliling) dan lainnya, dapat dimanfaatkan oleh masnyarakat setempat.

l. Hakekatnya RBM merupakan suatu kegiatan di bidang rehabilitasi sosial tuna sosial dari, oleh dan untuk masyarakat. Ini berarti bahwa kekuatan utama untuk cacat dari, oleh dan untuk masyarakat, ini berarti bahwa kekuatan utama untuk menopang kegiatan-kegiatan tersebut bersumber dari masyarakat sendiri.

m. Untuk menyongsong kegiatan-kegiatan rehabilitasi sosial tuna sosial, maka diperlukan kesadaran, kesediaan dan kesiapan masyarakat untuk menerima, mengelola, dan mengembangkan kegiatan-kegiatan dimaksud.

n. Unit Rehabilitasi Sosial Keliling (URSK) merupakan suatu sarana yang dapat digunakan secara efektif untuk menumbuhkembangkan kesadaran dan kesiapan masyarakat sebagaimana dimaksud di atas.

o. Peranan pemerintah dalam hal ini ialah membina mengawasi dan ikut serta memelihara hasil-hasil yang dicapai oleh kegiatan-kegiatan dimaksud agar dapat dimanfaatkan sejauh mungkin oleh masyarakat.

2. Maksud dan tujuan

a. Maksud diterbitkannya Buku Pedoman RBM ini, adalah sebagai penjelasan yang diharapkan merupakan pembakuan dari suatu kegiatan RBM, baik dalam artian pengertian, prosedur maupun langkah-langkah pelaksanaannya di lapangan.

b. Dengan tujuan agar terdapat keseragaman jalan pikiran, sikap dan langkah dalam pelaksanaan RBM secara nasional, sehingga terdapat efisiensi dan efektivitas kerja, serta merupakan suatu kegiatan yang terpadu dan utuh.





3. Dasar-dasar
1. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2, pasal 28 h, pasal 34.
2. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
3. Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap Perempuan.
4. Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azazi Manusia.
5. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
6. Undang-Undang RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
7. Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
8. Undang–Undang RI Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.
9. Peraturan Pemerintah RI Nomor 31 Tentang Koordinasi Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis.
10. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1983 tentang Koordinasi Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis.
11. Keputusan Bersama Menteri Kehakiman Republik Indonesia, Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia dan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 01-PK.0301/1984; KEP 354/MEN/84; 63/HUK/X/1984, tentang Penyelenggaraan Pelayanan Rehabilitasi Narapidana dan Bekas Narapidana.
12. Keputusan Menteri RI Sosial RI Nomor 20/HUK/1999 tentang Rehabilitasi Sosial Bekas Penyandang Masalah Tuna Susila.
13. Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 82/HUK/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial RI.


4. Sistematika Penguraian

I. Pendahuluan

II. Pengertian RBM

III. Organisasi dan Mekanisme Kerja

IV. Tata Laksana Kegiatan RBM

V. Bagan Visual Pelaksanaan RBM

VI. Penutup





II. PENGERTIAN RBM


1. “RBM adalah rehabilitasi sosial yang dilaksanakan di dalam keluarga para tuna sosial atau masyarakatnya yang bertujuan merubah perilaku dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk dapat berperan aktif secara optimal dalam upaya kesejahteraan sosial bagi tuna sosial dengan menggunakan sumberdaya dan potensi masyarakat dengan koordinasi dan atau kerjasama antara swasta/partisipasi masyarakat dan atau pemerintah.”

2. Mungkin dari satu segi dan bagi kepentingan saat penerbitan Buku Petunjuk Teknis Pelaksanaan tersebut, definisi diatas sudah memadai. Akan tetapi dalam pengembangannya lebih lanjut, mungkin definisi tersebut di atas perlu penyesuaian, terlebih lagi bila ada upaya untuk memperluas program RBM bagi penyandang masalah tuna sosial lainnya. Untuk hal tersebut maka salah satu saran penyesuaian tentang definisi ini adalah sebagai berikut:

“RBM adalah suatu sistem pelayanan rehabilitasi terhadap penyandang masalah tuna sosial, dengan menggunakan berbagai perangkat dan sarana lainnya yang ada pada masyarakat, terutama melalui mobilisasi potensi sumberdaya dalam masyarakat, baik dana, personil, maupun sarana, untuk menengani kesejahteraan sosial penyandang masalah tuna sosial yang ada di lingkungannya.”

3. Konsep sistem RBM, mengandung pengertian bahwa:

a. Rehabilitasi sosial penyandang masalah tuna sosial tuna sosial tersebut dilakukan dan melibatkan secara penuh peran keluarga dan masyarakat lingkungannya, bagi kesejahteraan sosial secara fisik maupun psikologis keseluruhan penyandang masalah tuna sosial, dan mencangkup seluruh tingkatan penyandang masalah tuna sosial, mulai dari saat kelahirannya, masa balita, umur sekolah, dewasa sampai dengan manula.

b. Rehabilitasi sosial penyandang masalah tuna sosial pada pelaksananya difokuskan pada peran dan keterlibatan masyarakat secara penuh, bagi masyarakat lingkungannya sendiri, atau dari masyarakat untuk masyarakat keikutsertaan masyarakat ini mencakup tanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan RBM tersebut, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasinya.

c. Rehabilitasi sosial penyandang masalah tuna sosial ini mengupayakan agar terhadap perubahan sikap masyarakat kearah sikap yang lebih peduli dan rasa setiakawan terhadap kesejahteraan sosial penyandang masalah tuna sosial, sehingga masyarakat merasakan dan menghayati perlunya dan manfaatnya RBM ini untuk kesejahteraan sosial warganya yang menyandang masalah tuna sosial.

d. Rehabilitasi sosial penyandang masalah tuna sosial dilakukan melalui upaya mobilisasi sumberdaya dan potensi masyarakat, dan dengan memperhatikan faktor sosial ekonomi, budaya, geografi dan demografi masyarakat serta keadaan penyandang masalah tuna sosial setempat, serta melaui koordinasi sebaik-baiknya dengan berbagai sektor terkait, agar keutuhan pelayanan termasuk pelayanan rujukan antar sektor terkait.

III. ORGANISASI DAN MEKANISME KERJA

1. Dalam rangka penyelenggaraan berbagai kegiatan RBM, perlu dilakukan pengorganisasian kegiatan itu sendiri secara jelas, termasuk kejelasan tentang:

(1). Kegiatan-kegiatan RBM yang akan dilakukan.
(2). Bagan struktur organisasi pelaksana RBM.
(3). Personil yang akan mengawaki RBM.
(4). Perlengkapan dan peralatan, termasuk sarana mobilitas atau perangkat opersional operasi RBM.
(5). Tatalaksana atau prosedur serta pentahapan pelaksanaan kegiatan RBM
(6). Sumber biaya opersional RBM
(7). Dan sebagainya.

2. mekanisme kerja RBM di berbagai tingkat:

a. Sektor pemerintah:

1). Tingkat Pusat

a) Kementerian Sosial sebagai lembaga pemerintah tertinggi dalam pembinaan masalah kesejahteraan sosial, dalam hal ini Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial sebagai pembina pelayanan rehabilitasi penyandang masalah tuna sosial (tuna sosial, tuna susila, anak nakal dan korban narkotika) menyelenggarakan pembinaan dalam bentuk menentukan kebijaksanaan, strategi, langkah-langkah dan program, termasuk kegiatan RBM.

b) Dalam pembinaan masalah kesejahteraan sosial tersebut, khususnya bagi pengaturan dan penunjangan pelaksanaan RBM secara nasional, diharapkan Staf Kementerian Sosial yang terkait khususnya Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, melakukan koordinasi inter maupun intra Kementerian/Lembaga yang terkait, khususnya melalui Tim Koordinasi Usaha Kesejahteraan Sosial bagi Tuna sosial maupun bagi Gelandangan Pengemis serta penyandang masalah tuna sosial lainnya.



2). Tingkat Provinsi

a) Dinas/Instansi Sosial Provinsi, menyusun rencana penyelenggaraan dan pelaksanaan kegiatan RBM di wilayah yang bersangkutan.

b) Dalam penyusunan dan peyelenggaraan kegiatan RBM tersebut, dalam rangka menunjang kebijaksanaan dan arahan yang ditentukan pusat, diharapkan jajaran Dinas/Instansi Sosial tingkat Kabupaten/Kota, melakukan koordinasi inter maupun intra instansi/lembaga yang terkait, baik pemerintah maupun non-pemerintah, khususnya dengan aparat Pemerintah Provinsi.

3). Tingkat Kabupaten/Kota

a) Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota menyusun rencana pelaksanaan dan pengoperasian RBM di wilayah yang bersangkutan, sesuai hasil koordinasi dengan berbagai pihak termasuk dengan kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat yang terkait dengan kegiatan RBM.

b) Dalam penyusunan rencana pelaksanaan dan pengoperasian RBM tersebut di wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan, pembinaan masalah kesejahteraan sosial tersebut, diharapkan jajaran Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota, melakukan koordinasi inter maupun intra instansi/lembaga yang terkait, baik pemerintah maupun non-pemerintah, khususnya dengan aparat Pemerintah Kabupaten/Kota.

4). Tingkat Kecamatan

a) Jajaran Dinas/Instansi Sosial yang ada di Kecamatan melaksanakan pengaturan dan menunjang pelaksanaan operasional RBM di Kecamatan yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan yang diarahkan dari tingkat Kabupaten/Kota.

b) Dalam pelaksanaan pengaturan dan penunjangan pelaksanaan RBM di daerah kecamatan ini, diharapkan TKSK setempat berperan secara aktif, disertai koordinasi dengan aparat lain baik pemerintah maupun non-pemerintah yang terkait, khususnya dengan aparat Pemerintah Daerah Tingkat Kecamatan.

5). Tingkat Desa

a) Petugas jajaran Dinas/Instansi Sosial di desa, khususnya para PSM berperan aktif dalam membantu pelaksanaan pengoperasian RBM didesanya.

b) Dalam pelaksanaan RBM di desa yang bersangkutan, diharapkan para PSM setempat berperan secara aktif, disertai koordinasi dengan aparat pemerintah yakni para aparat desa, maupun dengan unsur non-pemerintah khususnya para kader RBM, organisasi-organisasi PKK, LKMD, Karang Taruna, dan kelompok-kelompok masyarakat, para alim ulama, para ketua RT/RW, dan anggota masyarakat lainnya yang melakukan kegiatan-kegiatan sosial.



b. Sektor masyarakat:

1). Masyarakat secara umum dapat ikut membantu penyelenggaraan program RBM sebagai berikut:

a) Membantu mengembangkan dan menunjang kegiatan organisasi non pemerintah dan kegiatan-kegiatan peningkatan taraf kesejahteraan sosial penyandang masalah tuna sosial.

b) Membantu mendukung biaya bagi kegiatan-kegiatan rehabilitasi penyandang masalah tuna sosial.

c) Membantu pelaksanaan kegiatan pencegahan munculnya penyandang permasalahan sosial.

d) Memberikan perawatan rumah bagi penyandang masalah tuna sosial.

e) Mendeteksi dan melaporkan tentang adanya penyandang masalah tuna sosial yang membutuhkan pelayanan jajaran kesehatan maupun jajaran lainnya yang terkait.

f) Membantu kegiatan pelatihan ketrampilan bagi penyandang masalah tuna sosial dilingkungan desanya.

g) Membantu penyaluran dan penempatan kerja bagi tuna sosial terutama dilingkungan desanya.

2). Anggota masyarakat yang telah mempunyai keterampilan khusus, dapat ikut membantu secara lebih khusus bagi suatu pelayanan rehabilitasi tertentu, khususnya dalam:

a). Membantu melakukan tindakan rehabilitasi sederhana, misalnya memberikan latihan berjalan kepada tuna sosial, membantu pembuatan alat batu cacat buatan sendiri/rumah, dan memberikan nasihat mengenai cara-cara penggunaannya; memberikan bimbingan dan penyuluhan dalam rangka upaya merehabilitasi keadaan psikologi, sosial, edukasi, vokasional yang sesuai dengan kondisi setempat dan kemampuan yang ada.

b). Menyebarkan informasi mengenai berbagai hal mengenai penyandang masalah tuna sosial, memberikan motivasi dan pelatihan kepada anggota masyarakat lainnya mengenai usaha pencegahan dan rehabilitasi permasalahan sosial.

c). Menunjukkan cara-cara perolehan pelayanan rujukan bagi penyandang masalah tuna sosial yang perlu memperoleh pelayanan rehabilitasi lebih lanjut.

d). Melakukan monitoring, pencatatan, pelaporan dan memberikan umpan-balik bagi rencana pengembangan dan peningkatan program RMB selanjutnya.

3. Perangkat-perangkat yang dibentuk dalam pelaksanaan operasional RBM antara lain adalah:

a. Tim Rehabilitasi Berbasiskan Masyarakat

1). Tim RBM yang dibentuk dengan Surat Keputusan Gubernur, yang bertugas melakukan perencanaan dan monitoring serta evaluasi pelaksanaan RBM diseluruh Provinsi.
2). Tim RBM yang dibentuk dengan Surat Keputusan Gubernur, yang bertugas mengkoordinir pelaksanaan RBM di wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

b. Fasilitas pelayanan rehabilitasi sosial sistem luar-panti:

1). Unit Rehabilitasi Sosial Keliling (URSK), yang bertugas melaksanakan kegiatan pelayanan rehabilitasi secara bergerak atau mobile, yang terdiri dari:

a). Anggota Tim URSK:

2). Tim URSK (Unit Rehabilitasi Sosial Keliling) yang dibentuk dengan Surat Keputusan Gubernur.

3). Tim URSK yang dibentuk Bupati/Walikota dalam mengawaki operasi URSK ditingkatkan kabupaten/kota dan melaksanakan kegiatan langsung di lapangan.

b). Peralatan pemeriksaan dan pelayanan rehabilitasi keliling.

c). Beberapa kendaraan URSK sebagai sarana angkutan bagi Tim URSK dan peralatannya.

2). Loka Bina Karya (LBK), yang berfungsi sebagai fasilitas non-bergerak di suatu lokasi (kecamatan/desa) sebagai tempat rujukan untuk penyandang masalah tuna sosial yang memerlukan pelayanan rehabilitasi lanjutan yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya.

3). UEP (Usaha Ekonomis Produktif) bagi penyandang masalah tuna sosial, yang berfungsi sebagai suatu kelompok para penyandang masalah tuna sosial yang hendak melaksanakan kegiatan usaha sendiri secara berkelompok di suatu lokasi (kecamatan/desa) yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya.

c. Kelompok masyarakat yang melaksanakan kegiatan pelayanan sosial bagi kesejahteraan sosial penyandang masalah tuna sosial:

1). Organisasi masyarakat desa, diantaranya PKK, LKMD, Karang Taruna, Organisasi kepemudaan, para ibu-ibu Dharma Wanita, kelompok alim-ulama dan organisasi keagamaan, TKSK/PSM, Pramuka Saka Bina Sosial dan sejenisnya.

2). Organisasi non-pemerintah yang bergerak dibidang kesejahteraan sosial penyandang masalah, yayasan-yayasan yang menangani para penyandang masalah tuna sosial, termasuk organisasi-organisasi para penyandang masalah tuna sosial itu sendiri, dan lainnya.

d. Fasilitas-fasilitas lainnya yang menunjang RBM:

1). Fasilitas berbagai jajaran pelayanan yang terkait, misalnya fasilitas kesehatan yang mencakup Rumah Sakit, Puskesmas, Posyandu dan sejenisnya: fasilitas Balai Latihan Kerja (BLK) dari jajaran departeman tenaga kerja; sekolah luar biasa dari jajaran Kementerian pendidikan serta berbagai piranti lunaknya, dan sejenisnya.

2). Personil koordinasi berbagai jajaran Kementerian:

a). Jajaran Kemeterian Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk tenaga pelatih ketrampilan.

b). Jajaran Kemeterian Pendidikan Nasional untuk tenaga pengajar/instruktur belajar bagi anak/orang berkelainan.

c). Kemeterian Komunikasi dan Informasi untuk tenaga juru penerang dalam rangka pemberian bimbingan dan penyuluhan mengenai hal-hal mengenai penyandang masalah tuna sosial.

d). Perguruan tinggi untuk tenaga psikologi, tenaga kesehatan, pekerja sosial, dan sebagainya, yang umumnya para mahasiswa tingkat akhir.

e). Dan sebagainya.

IV. TATALAKSANA KEGIATAN RBM

Proses pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat penyandang masalah tuna sosial dilaksanakan dengan alur tahapan sebagai berikut (sesuai pengalaman pada program RBM bagi tuna sosial).


1. Persiapan administrasi

a. Pembentukan Tim Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat tingkat Provinsi, melalui Surat Keputusan Gubernur, dimana anggotanya terdiri dari para staf/petugas dari Kementerian/instansi/organisasi terkait, dan diketahui oleh Kepala Dinas Sosial Propinsi.

b. Melaksanakan Rapat Koordinasi Tim Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat dalam rangka:

1). Persiapan penyelenggaraan Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat untuk periode Tahun Kerja yang bersangkutan di wilayah propinsi yang bersangkutan.

2). Persiapan pembentukan Tim RBM tingkat Kabupaten/Kota, dan instruksi Gubernur kepada Bupati/Walikota untuk menerbitkan Surat Keputusan pembentukan Tim Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat di Kabupaten/Kota, yang di ketahui oleh Kepala Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota atau yang setingkat.

c. Persiapan administrasi surat menyurat mengenai penyusunan berbagai petunjuk pelaksanaan operasi RBM tingkat provinsi oleh Staf Dinas/Instansi Sosial Provinsi, sebagai hasil koordinasi Tim Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat Pemerintah Provinsi.

d. Persiapan berbagai perangkat operasional RBM, antaranya kesiapan URSK, LBK dan KUP dan lainnya, yang terkait dengan kegiatan operasi Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat, melalui rapat koordinasi Tim Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat dan pertemuan pembicaraan dengan Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota yang terkait.

e. Rapat Tim Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat Kabupaten/Kota yang terkait, dalam rangka:

1). Mempersiapkan pelaksanaan operasi Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat di wilayahnya, melalui rapat koordinasi Tim Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat Kabupaten/Kota serta dengan memperhatikan instruksi dari Tim Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat Provinsi dan atau Kepala Dinas Sosial Provinsi selaku Ketua Tim Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat Provinsi.

2). Memantapkan lokasi-lokasi yang akan digarap oleh kegiatan RBM, sesuai dengan rencana lokasi Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat yang telah ditentukan oleh Tim RBM Provinsi.





3). Mempersiapkan kelengkapan operasi Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat, antara lain:

a). Tim URSK beserta peralatan dan kendaraannya, yang akan melaksanakannya kegiatan operasi Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat di lapangan atau lokasi/desa yang telah ditentukan.

b). Kesiapan perangkap Pemerintah Daerah, khususnya aparat desa yang terkait, untuk menerima operasi Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat di desanya, termasuk upaya pra-operasi RBM misalnya pemberian penyuluhan mengenai akan adanya operasi RBM, dan perlunya masyarakat memahami mengenai pentingnya pelayanan rehabilitasi bagi penyandang masalah tuna sosial di daerahnya.

c). Kesiapan LBK, KUP, termasuk Puskesmas, Posyandu dan Fasilitas lain dari instansi/lembaga lainnya yang akan terlibat dengan operasi Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat.

2. Tahapan kegiatan pengoperasian Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat

Dengan memperoleh bimbingan dan pengarahan serta sesuai dengan rencana operasi yang sudah ditentukan, maka Tim Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat Kabupaten/Kota (bila perlu dibantu Tim RBM Propinsi) melaksanakan tahap-tahap kegiatan sebagai berikut:

a. Pengiriman petugas bimbingan dan penyuluhan ke lokasi/desa yang menjadi sasaran Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat untuk memberikan penjelasan mengenai rencana operasi Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat dan memberikan penerangan mengenai rencana operasi RBM dan penjelasan masalah penyandang masalah tuna sosial kepada aparat pemerintahan desa. Kegiatan ini dapat dilakukan beberapa minggu sebelum operasi Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat.

b. Sesuai dengan rencana yang sudah ditentukan maka pada hari-hari yang sudah ditentukan, maka operasi Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat secara fisik dapat dilakukan, yang mencangkup tahapan-tahapan kegiatan:

1) PERSIAPAN OPERASI Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat:

a). Pendataan awal:

(1) Pendataan mengenai potensi sumber dana, personil, fasilitas, keadaan geografis sosial budaya, sosial ekonomi, keamanan dan sebagainya yang ada dalam masyarakat setempat, yang sekiranya dapat digerakkan untuk mendukung upaya Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat.

(2) Kegiatan pengumpulan informasi ini dilakukan melalui berbagai macam cara, termasuk pengumpulan data/informasi dari rumah ke rumah maupun dengan cara lain, yaitu dari berbagai kelompok masyarakat, instansi/aparat pemerintah desa, dan sebagainya.

b). Informasi tersebut selanjutnya diinventarisir, diidentifikasi, dan disortir, dalam rangka pencatatan mengenai distribusi potensi tersebut pengelompokan jenis potensi (fasilitas, personil, dana dan sebagainya), dan relevansinya dengan kegiatan Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat, dalam dalam rangka penentuan penyandang masalah tuna sosial calon penerima calon penerima pelayanan RBM.

c). Tahapan kegiatan dalam rangka pendataan (bila perlu dengan kunjungan rumah atau home visit) tersebut mencakup:

(1) Registrasi, Registrasi ini mencakup pencatatan kondisi desa tentang jenis permasalahan sosial, populasi penyandang masalah tuna sosial yang ada, penyandang masalah tuna sosial yang telah ditangani, keberhasilan penanganan penyandang masalah tuna sosial, organisasi non-pemerintah dibidang pelayanan bagi penyandang masalah tuna sosial, dan sebagainya yang terkait.

(2) Identifikasi, Identifikasi permasalahan sosial dilakukan dengan tahapan yang mencakup penyiapan formulir isian identifikasi, pengolahan data dari formulir tersebut, penentuan penyandang masalah tuna sosial yang membutuhkan pelayanan Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat.

d) Tatacara pendataan dilakukan antara lain dengan cara:

(1). Wawancara/interview, yang dilakukan melalui kontak langsung dengan penyandang masalah tuna sosial dan atau keluarganya.

(2). Questionaire, melalui isian formulir yang diisi oleh penyandang masalah tuna sosial, dari atau keluarganya.

(3). Observasi, yang merupakan kegiatan pengamatan selama periode tertentu terhadap penyandang masalah tuna sosial, keluarganya serta lingkungan terdekatnya.

(4). Dokumentasi, yang merupakan kegiatan pencatatan data/informasi penyandang masalah tuna sosial dari berbagai cacatan atau dokumentasi yang ada setempat misalnya dari RT/RW, kelurahan dan kecamatan.



2) KEGIATAN MOTIVASI, BIMBINGAN DAN PENYULUHAN

Kegiatan motivasi ini mencakup:

a) Pemberian penyuluhan lisan secara langsung (tatap muka) maupun secara kelompok/dalam kelas, oleh petugas PSM atau yang ditunjuk.

b) Ceramah tentang masalah penyandang masalah tuna sosial khususnya yang menyangkut tentang RBM, dan peran keluarga serta masyarakat dalam kegiatan RBM, yang diberikan kepada kelompok-kelompok organisasi sosial, kelompok remaja, kelompok ibu-ibu, tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh agama, kelompok yang tergabung pada PKK atau LKMD, dan sebagainya. Kegiatan ceramah dan penyuluhan lisan diatas adalah dalam rangka mendorong masyarakat untuk lebih memahami potensi yang dimilikinya dan mendorong masyarakat agar ikut berpartisipasi, bahkan mampu mengambil peran utama dalam pelayanan rehabilitasi bagi penyandang masalah tuna sosial yang ada di linkungannya.

c) Pembentukan kelompok-kelompok kecil pelaksana Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat (7-10 orang), yang juga merupakan kader Rehabilitasi Sosial Berbasiskan Masyarakat yang akan bertugas untuk:

(1) Mengupayakan pengalihan dan mobilisasi sumber daya (dana, tenaga manusia, fasilitas/peralatan) yang ada dalam masyarakat untuk mendukung kegiatan Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat.

(2) Melakukan upaya motivasi kepada penyandang masalah tuna sosial dan keluarganya untuk mau direhabilitasi.
(3) Melakukan deteksi dini terhadap kemungkinan adanya kecendrungan munculnya permasalahan sosial, misalnya kecacatan pada anak atau seseorang.

(4) Melakukan koordinasi kerja antara petugas pendataan, motivator, dan deteksi dini, dengan LKMD, dalam rangka mengupayakan rujukan bagi penderita yang membutuhkan pertolongan lebih lanjut, baik ke fasilitas kesehatan, sekolah luar biasa, maupun perpantian atau lainnya.

(5) Melakukan koordinasi dengan kader-kader Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat dan pihak-pihak terkait untuk melakukan bimbingan fisik, mental dan sosial,serta pelatihan keterampilan kepada penyandang masalah tuna sosial.

(6) Melakukan upaya pemberian bantuan sosial kepada penyandang masalah tuna sosial yang membutuhkan.

(7) Melakukan koordinasi dengan PKK/LKMD dalam rangka upaya penyaluran kerja dan pembinaan lanjut penyandang masalah tuna sosial.

(8) Mengadakan pendataan dan pengumpulan informasi mengenai penyandang masalah tuna sosial.

(9) Kegiatan motivasi dilaksanakan terutama oleh TKSK dan bekerjasama dengan petugas setempat.

3) KEGIATAN MOBILISASI POTENSI MASYARAKAT

Kegiaan mobilisasi potensi masyarakat ini merupakan kegiatan pengalihan dan pendayagunaan sumberdaya yang ada dalam masyarakat, baik dalam bentuk dana, personil/tenaga kerja, fasilitas kerja, termasuk data mengenai keadaan geografis dan sebagainya. Kegiatan ini mencakup:

a) Mempelajari hasil pengumpulan data/informasi yang telah dilakukan pada tahapan pengumpulan data awal di atas.

b) Melaksanakan kegiatan pengumpulan sumberdaya yang berbentuk:

(1) Fasilitas/material, misalnya dalam bentuk jemputan beras setiap rumah, sumbangan peralatan, sumbangan konsumsi dan sebagainya sebagai bantuan dari sukarelawan penduduk dan donatur tertentu.

(2) Tenaga kerja sukarela misalnya tenaga kader Rehabilitasi Sosial Berbasiskan Masyarakat, PSM, TKSK, PKK, LKMD, pramuka saka bina sosial, Karang Taruna, dan lain-lain tenaga sukarela dalam pelaksanaan kegiatan Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat, yang dapat berbentuk satu kelompok kerja Rehabilitasi Sosial Berbasiskan Masyarakat Desa.

(3) Sumber dana dari sumbangan potongan uang arisan, bantuan sukarela penduduk, donatur tertentu, hasil pameran produksi para penyandang masalah tuna sosial, hasil keuntungan koperasi peyandang masalah tuna sosial atau organisasi tertentu, zakat, infaq, sodakoh, dan sebagainya.


4) KEGIATAN DETEKSI DAN STIMULASI DINI

a) Kegiatan deteksi dan stimulasi dini ini merupakan kegiatan untuk mengetahui secara dini atau awal tentang adanya penyandang masalah tuna sosial dalam masyarakat misalnya anak-anak balita yang secara visual belum menampakkan adanya kecacatan akan tetapi dengan pemeriksaan atau deteksi dini ini diharapkan anak cacat tersebut secara awal dapat diketahui kecacatannya dan dapat segera dilakukan langkah-langkah penanganan yang diperlukan, serta memberikan bimbingan dan penyuluhan stimulatif untuk kecacatan pada anak-anak. Deteksi dini inipun menyangkut permasalahan sosial lainnya, misalnya kemunkinan adanya wanita atau remaja rawan sosial yang akan mudah terjerumus pada pekerjaan prostitusi, kenakalan dan penyalahgunaan narkotika.

b) Langkah-langkah kegiatan ini pada pelaksanaanya memerlukan kerja bersama dengan petugas sektor lain antara lain dengan aparat Pemda, serta petugas dari sektor agama, pendidikan tenaga kerja, kesehatan perindustrian, pertanian dan instansi lain, yang antara lain mencakup kegiatan untuk:

(1) Memeriksa dan memberi bimbingan dan penyuluhan mengenai permasalahan sosial, misalnya kecacatan anak dan kecacatan lainnya kepada pasangan suami istri dan ibu hamil, yang mempunyai anak cacat, atau yang diperkirakan mungkin akan memberikan keturunan anak cacat, tentang kebiasaan hidup sehat dan peningkatan gizi dalam rangka pencegahan kecacata, keluarga yang mempunyai masalah anak nakal/korban narkotika, wanita rawan sosial, rawan ekonomi, dan lainnya, yang mempuyai kecenderungan untuk terjerumus ke dalam permasalahan sosial yang lebih buruk.

(2) Melaksanakan pemeriksaan secara awal atau dini pada para penyandang masalah tuna sosial, misalnya bagi anak-anak balita, dan mengambil langkah-langkah untuk mengupayakan penanganan terhadap masalah kecacatannya (termasuk tindakaan rujukan) ke fasilitas kesehatan pemeriksaan masalah psikologi-ekonomi-sosial penyandang masalah tuna sosial lainnya.

(3) Melaksanakan upaya untuk memperbaiki atau meningkatkan fungsi sosial para penyandang masalah tuna sosial, misalnya memperbaiki bagian tubuh tuna sosial dengan memberikan stimulasi agar bagian tubuh yang kurang berfungsi dapat dirangsang atau distimulasi secara awal untuk dapat lebih berfungsi: memberikan bantuan peralatan ekonomis produktif agar mampu menjadi manusia yang produktif dan mampu menghidupi dirinya atau keluarganya.

(4) Memeriksa permasalahan sosialnya, misalnya memeriksa kecacatan pada anak umur sekolah dan tuna sosial usia produktif, serta memberikan bimbingan dan penyuluhan mengenai kemungkian perolehan tindakan perbaikan yang diperlukan terhadap fungsi tubuhnya yang cacat, agar anak tersebut memperoleh kesempatan yang lebih besar untuk bersekolah, melanjutkan sekolah, memperoleh pelatihan keterampilan dan perolehan lapangan pekerjaan; memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada penyandang masalah tuna sosial lainnya, agar tidak terjerumus ke dalam permasalahan sosial yang lebih buruk.

(5) Memberikan pelatihan kader RBM atau menambah pengetahuan kepada kader RBM yang pernah memperoleh pelatihan Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat (melalui kegiatan URSK).

5) KEGIATAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN KEPADA PENYANDANG MASALAH TUNA SOSIAL

a) Kegiatan penyuluhan dan bimbingan kepada penyandang masalah tuna sosial ini, dimaksudkan agar penyandang masalah tuna sosial dan keluarganya memperoleh informasi mengenai berbagai hal yang menyangkut permasalahan sosial, dalam rangka meningkatkan peran sertanya pada upaya Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat.

b) Pelaksanaan kegiatan ini mencakup:

(1) Pemberian bimbingan dan penyuluhan yang bersifat motivasi:

(a) Secara langsung/lisan/tatap muka kepada penyandang masalah tuna sosial dan atau keluarganya.

(b) Secara informatif dalam pertemuan desa atau kelompok/arisan/pengajian selebaran atau cara lain, kepada kelompok masyarakat lainnya, mengenai manfaat dari usaha kesejahteraan sosial penyandang masalah tuna sosial melalui Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat.

(c) Secara selebaran dan komunikasi radio maupun mass media lainnya.

6) KEGIATAN KOSULTASI DAN RUJUKAN

a) Kegiatan konsultasi dan rujukan ini, merupakan pemberian nasehat yang lebih teknis profesional sesuai bidangnya, antaranya dalam bidang kosultasi kedokteran/rehabilitasi medik, psikologi, permasalahan sosial, perolehan latihan kerja dan penyaluran kerja, serta lainnya yang terkait, yang kemudian bila tidak dapat ditangani ditingkat setempat maka permasalahan tersebut dirujuk ke instansi/lembaga lain yang dapat memberikan pelayanan yang lebih memadai.

b) Kegiatan konsultasi ini antaranya mencakup:

(1). Kegiatan deteksi dini terhadap masalah tuna sosial yang diarahkan selain untuk memberikan bimbingan dan penuyuluhan, adalah juga untuk memerlukan perlu tidaknya yang bersangkutan untuk dirujuk ke fasilitas yang lebih lanjut.




(2). Kegiatan rujukan ini antara lain adalah:

(a). Untuk memperoleh tindakan lanjutan, baik dibidang rehabilitasi medik tindakan pengobatan, fisioterapi, opersi cacat, dan lainnya.

(b). Untuk memperoleh kesempatan pendidikan formal, misalnya bagi tuna sosial.

(c). Untuk memperoleh pelayanan rehabilitasi di panti sosial sesuai dengan permasalahan sosialnya.

(d). Untuk memperoleh pelatihan di LBK, kemungkinan ikut program Liposos, peyaluran kerja di perusahaan, penyaluran melalui PBK, pelatihan integratif di LBK, ikut pada kegiatan KUP, dan pembinaan lanjut lainnya.

(3). Kegiatan wawancara untuk mengetahui riwayat yang lebih rinci mengenai sebab timbulnya kecacatan.

(4). Upaya untuk mencari alternatif penanganan permasalahan sosialnya maupun keadaan sosial dari penyandang masalah yang bersangkutan.

c). Dengan demikian:

(1). Para penyandang masalah tuna sosial siap untuk ikut dan mau memperoleh pelayanan terhadap masalah tuna sosialnya, baik yang menyangkut kesempatan perolehan berbagai rehabilitasi sosial, antara lain rehabilitasi edukasional, rehabilitasi/pelatihan vokasional, rehabilitasi medik, bimbingan lanjut, penyaluran kerja, maupun rehabiliasi lain-lainnya.

(2). Keluarga penyandang masalah tuna sosial dan lingkungan terdekatnya siap untuk ikut berperan serta untuk memahami, memikirkan dan melakukan langkah-langkah untuk menangani dan meningkatkan taraf kesejahteraan sosial penyandang masalah.

7) KEGIATAN REHABILITASI SOSIAL

a). Di dalam program ke SDLB dan atau SLB, rehabilitasi sosial dan penanganan bagi masalah tuna sosial yang terdapat ditingkat dasar atau dilingkungan desa yang bersangkutan, yang sekiranya dapat ditangani sendiri, diharapkan untuk dapat dilakukan sendiri oleh masyarakat setempat, dengan bimbingan perangkat pemerintah (LKMD/PKK), dan/serta jajaran Depsos setempat antara lain (PSM, TKSK, Tim MRU, Tim RBM).

b). Kegiatan persiapan pelaksanaan rehabilitasi sosial ditingkat dasar/desa ini secara lansung bertahap yang menyangkut:

(1). Kegiatan pengumpulan dana, melalui cara-cara yang disepakati bersama, khususnya potensi dana yang dimiliki masyarakat setempat.

(2). Kegiatan persiapan dan pengadaan peralatan (untuk pemeriksaan dan konsultasi) dan fasilitas (gedung atau ruangan atau lokasi kegiatan) yang diperlukan bagi kegiatan-kegiatan RBM setempat.

(3). Kegiatan pengarahan tenaga pelakasana Rehabilitasi Sosial Berbasiskan Masyarakat yang mencakup tenaga inti pemeriksa/konsultan/instruktur pelatih keterampilan, tenaga pembimbing/penyuluh, tenaga kader Rehabilitasi Sosial Berbasiskan Masyarakat, dan tenaga administrasi, tenaga pembantu, serta tenaga sukarela lainnya termasuk tenaga Tim URSK dan atau Tim Rehabilitasi Sosial Berbasiskan Masyarakat terutama Pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang diperlukan.

(4). Peralatan administrasi dan logistik, yang menyangkut alat tulis kantor, formulir-formulir Rehabilitasi Sosial Berbasiskan Masyarakat dan atau Tim URSK, buku-buku petunjuk Rehabilitasi Sosial Berbasiskan Masyarakat dan atau URSK, termasuk dokumen Rencana Acuan Operasi serta jadwalnya, dan lain-lain kelengkapan administrasi serta logistik lainnya.

(5). Koordinasi dengan pejabat pemerintah, termasuk Dinas Sosial dan Instansi terkait lainnya, dan khsusnya dengan pejabat Pemda Desa/Kecamatan, termasuk organisasi-organisasi desa (LKMD, PKK) dan Orsos setempat.

c). Langkah berikutnya adalah pelaksanaan kegiatan Rehabilitasi Sosial Berbasiskan Masyarakat secara fisik di lokasi yang menyangkut:

(1). Persiapan lokasi: yang mecakup antara lain:

(a). Persiapan gedung/ruang, misal dengan meminjam balai desa, Puskesmas, Posyandu, gedung sekolah dan sebaginya.

(b). Persiapan perangkat URSK, kendaraan Tim URSK, dan peralatan URSK, serta personil pendukung lainnya.

(2). Pelaksanaan kegiatan yang mencakup:

(a). Registrasi penyandang masalah tuna sosial yang akan ditangani.

(b). Pemeriksaan dan konsultasi kesehatan umum, dalam rangka menetukan keadaan kesehatan penyandang masalah tuna sosial secara umum.

(c). Konsultasi psikologis dalam rangka memeriksa kemungkinan adanya gangguan kejiwaan atau kelainan psikologis, termasuk kemungkinan adanya cacat mental (retardasi maupun psikotik).

(d). Konsultasi sosial dalam rangka meneliti keadaan sosial ekonomi-budaya dari penyandang masalah tuna sosial yang bersangkutan dan atau keluarganya.

(e). Pemeriksaan lebih rinci mengenai kualitas atau berat-ringan permasalahan sosial, misalnya berat-ringannya kecacatan seseorang tuna sosial, dalam rangka penentuan langkah pelayanan rehabilitasinya.

(f). Penentuan rujukan bila dibutuhkan, karena penanganan rehabilitasi setempat tidak memadai.

(g). Pelatihan singkat keterampilan kerja tertentu yang memungkinkan dan akan segera bermanfaat bagi penyandang masalah tuna sosial, agar yang bersangkutan dapat menjadi warga yang produktif dan dapat hidup normatif.

(h). Pemberian alat bantu cacatnya yang akan dapat digunakan di lingkungan kehidupannya, baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat sekitarnya.

(i). Pemberian bantuan sosial, yang dapat berupa bantuan uang maupun peralatan kerja, untuk memulai bekerja dan berproduksi.

(j). Penyaluran dan pembinaan lanjut agar penyandang masalah tuna sosial memperoleh pekerjaan dan atau peningkatan kemampuan kerjanya.

(k). Saresehan dengan kelompok-kelompok masyarakat terutama para pramuka masyarakat, para kader RBM dan petugas terkait, dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai permasalahan sosial penyandang masalah tuna sosial, dan meningkatkan peran sertanya untuk ikut menangani permasalahan sosial tersebut.

(l). Kegiatan monitoring dan evaluasi keseluruhan kegiatan Rehabilitasi Sosial Berbasiskan Masyarakat dan atau kegiatan URSK, sebagai tolak ukur keberhasilan serta sebagai bahan peningkatan pengoperasian Rehabilitasi Sosial Berbasiskan Masyarakat dan atau URSK selanjutnya.

d). Kegiatan Rehabilitasi Sosial Berbasiskan Masyarakat di lapangan dilakukan oleh Kelompok Kerja (Pokja) atau Satuan Karya (Saka) yang terdiri dari tenaga kader RBM, anggota Karang Taruna, PSM, PKK, LKMD, tokoh masyarakat, pramuka saka bina sosial, petugas Posyandu/Puskesmas, tenaga dari panti, BLK, LBK, dan lainnya yang terkait.

e). Kegiatan-kegiatan diatas dikoordinasikan dan di arahkan oleh Kepala Pemda/Desa/Kecamatan, yang pelaksanaan hariannya dikoordinasikan oleh LKMD setempat.

V. BAGAN VISUAL PELAKSANAAN RBM

Bagan visual pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Berbasiskan Masyarakat, periksa lampiran.

VI. PENUTUP

1. Dengan adanya Buku Pedoman mengenai RBM ini, diharapkan akan terdapat kesamaan jalan pikiran dan langkah-langkah pelaksanaannya, sehingga akan terdapat efisiensi dan efektifitas kerja dan hasil yang akan di harapkan bersama.

2. Hal-hal yang belum diatur dan memerlukan kejelasan lebih lanjut akan di tuangkan dalam ketentuan atau uraian tersendiri.





For Full Text Pdf Program Desaku Menanti Download Here

No comments:

Post a Comment