Monday 14 February 2011

SURABAJA

SURABAJA

Oleh: Agam Wispi

Disadur dari: Kepada Partai, kumpulan sandjak; Yayasan Pembaruan,

Jakarta 1965. (Terima kasih kepada Perhimpunan Dokumentasi Indonesia

atas naskah puisi yang berharga ini)





tiap kita djumpa

surabaja

aku selalu remadja

gembira kepada kerdja

pasti kepada harapan

surabaja

laut dan kota

rata



surabaja bau keringat

bau kerdja

ketegarannja harum semerbak

dan malamnja malam bertjinta

deritanja

terisak-isak

dalam dengus napas

darah bergelora

tjemara bersiut

meliut semampai

wilo merunduk

merenung sungai

besok ke laut

dia akan sampai



tapi ini!

malam pelaut

buih hidup

jang menggapai!

surabaja

lebih remadja

dalam bantingan usia



kutjinta surabaja

sebab dia kota
kelasi

kurindukan surabaja

sebab trem berlari-lari

(djakarta? Term diganti impala!)

kusukai surabaja

sebab betja dan taman

ditepi kali

kubanggakan surabaja

sebab dia kota
berani

kusenangi surabaja

sebab kedjantanan bernjanji

kepahlawanan bergolak

dari kantjah-kantjah jang menggelegak

dan tahun-tahun kenangan

jang diwariskan

mogok pertama

buruh kereta api

zeven provincien

buruh pelabuhan dan pelaut

bersatu hari

disiram hudjan peluru

dan dentjing belenggu

rantai besi, bendera pertama

internasionalisme proletar

dipantjangkan

proklamasi ? sitiga-warna diturunkan

dan dalam pelukan sang saka

dipandjatkan kepuntjak perlawanan

kemudian

diantara serpihan bom

jang mengojak

dan kota jang
terbakar

terbakarlah semangat pertempuran

njalanja

tak terpadamkan

hingga kini

nanti

dan kapanpun

njalanja panas menempa

badja kemerdekaan

badja kehidupan

ketika kita tidak lagi bertanja

pilih njala atau pilih badjanja?

dan kita merebut

kedua-duanja!

djauh mengatasi segala

pekik pilu dan djerit sendu

ratapan kehilangan dan erang kesakitan

adalah bagai ibu jang melahirkan baji

jang kemudian memeluk dan menjusui

serta mengusap-usapnja dengan kesajangan kebahagiaan

disitu Hari Pahlawan

dilahirkan

kko pesiar

menunggu trotoar

kelasi-kelasi

melambaikan dasi

jang bernama “kesenangan” memperpandjang umurnja

maka itu djadi terlambat

tapi bus dan truk tidak menunggu

ajo, pulang djalan kaki!

tjinta sudah ketinggalan

ditembok-tembok kota

o, ketika kapal merapat lego djangkar

pelabuhan mengulurkan tangannja

dan lampu kota
mengerdipkan matanja

dan bus-bus kadet menderu

megah

dan di tundjungan sikadet melangkah

gagah

putih-putih

dan gadisnja dua

jang satu pedang jang satu wanita

dan si gadis punja mata kedjut pelita

dan si pedang punja mata gelegak darah mudah

si kadet djua permata dari lautan

bukan main!

namun adakah permata berkilau

tanpa sebersit tjahja mentjekau?

dan tiadalah angkatan perang

tak bertulang-punggung

kukuh

merekalah

kelasi dan pradjurit

darat laut udara

polisi

milisia dari rakjat pekerdja

tangan-tangan badja jang keras menghentam

tidak perduli bom nuklir

tapi tangan!

tangan jang menentukan

jang menghajunkan pedang kemenangan

selama di djantungnja

debur-mendebur

gelora repolusi

mengabdi rakjat pekerdja

sokoguru

buruh

tani

matahari tenggelam

di djembatan wonokromo

surabaja berdandan

bagi malam berdesau

tjemara

tjadar kota

jang disingkapkan

surabaja

napas merdeka

jang dipertaruhkan

pahlawan-pahlawan lahir

pada djamannja dan diukur

oleh pengabdiannja

kepada rakjat

dan hari depannja

djaman lampaupun berlalu

djaman baru datang

melahirkan pahlawan baru

namun pahlawan sebenarnja

hanja tumbuh dalam lumpur dan debu

pembesar-pembesar boleh bermatian

orang-orang besar boleh berlahiran

tenaga segar dari kepahlawanan

djuga sekarang

djika muda-mudi berperasaan

merasakan hidup sampai ke tulang-sumsumnja

dan jang tua-tua teguh

membatu karang oleh hempasan gelora

merekalah orangnja

dan kebanjakannja

tak bernama

merekalah petani jang dirampas tanahnja

kembali merebutnja dari setan-setan desa

mereka jang berdjuang membebaskan dirinja

dari belenggu perbudakan tanah

dan buruh-buruh pelabuhan buruh pabrik

jang beruntun-rutun pagi hari

berkilat-kilat oleh keringat

dan hitam oleh matahari

pengangkut pasir jang menunggu

perahu menghajut ke gunung sari

betja jang berkerumun di lubuk djalanraya

kko – kelasi – pradjurit

jang ingat kepada asalnja

pegawai-pegawai jang sadar kepada klasnja

(bukan pemabok “karyawan jang mengingkari “makan-gadji”)

si miskin-kota jang kehilangan desanja

dan mengisi sudut-sudut gelap kota

dengan kerdap-kerdip pelita

petani-petani jang dirampok panennja

dan tepat menghidjaukan bumi, memerahkan tanah

pemuda peladjar mahasiswa jang membakar buku USIS*

dan mengusir setan-setan ilmu dari amerika imperialis

untuk mematahkan belenggu kebodohan

ratjun kemerdekaan jang berbungkus kenikmatan hampa

dan surabaja

berderap dalam tempik-sorak

meski bau tengik dan sarang malaria

sama banjak njamuk dan lalat dimana saja

tunggu! suatu hari pernjataan perang

djuga kepadamu!

disini ketegaran berkata sederhana

keras dan langsung kehulu-hatimu

jang sudah mati, ja sudah!

jang hidup sekarang, menjiapkan repolusi

dimana masing-masing beri djanji

merdeka atau mati!

bagi keringat kaum buruh

bagi tanah-tanah petani

bagi kepertjajaan kepada harapan

MANUSIA

ja, sekarang kita bertanja

sudahkan tanah bagi petani?

sudahkan keringat bagi kaum buruh?

jang sudah – sedikit!

jang belum – banjak!

menteri-menteri tetaplah turun naik

jang belum, kepingin djadi menterei

jang djelek, tak mau turun

jang baik, masih di podium

dan rakjat tetap menuntut: kabinet nasakom!

dan kabir-kabir main sunglap dengan peluru, wang, dan senjum

dengan tuantanah dan imperialis?

seketurunan! satu medja-makan dan sama-sama minum dan
pemimpin-pemimpin munafik menghamburkan budi ikut berteriak “ganjang malaysia!
Berdiri di atas kaki sendiri!”

kemak-kemik pantjasila, manipol, djarek, sukarnoisme

tapi main mata dengan modal monopoli

gudang ratjun komunisto-phobi

buruh phobi

tani phobi

partai phobi

imperialisme amerika? Tunggu dulu!

dan sardjana-sardjana membalik-balik bukunja

tapi tak mengenal aspirasi tanahairnya sendiri

dan seniman memabokkan diri dengan kepuasan murah

tak tahu kemelaratan dan kebangkitan rakjatnja sendiri

dan politikus mentjatut teori dengan “ala indonesia”

munafik-munafik ini mau melupakan sumbangan dunia

kepada sedjarah dan perdjuangan klas

sungguh, kekerdilan yang memalukan dan hina

adalah mereka jang mau menutup laut dengan telapak tangannja

laut daripada kebenaran perdjuangan klas

o, sudahkah keringat bagi kaum buruh?

sudahkah tanah bagi kaum tani?

jang menggarap!

jang menggarap!

jang menggarap!

betapa berbelit-belit

plintat-plintut

tapi adakah jang lebih tegas dari kebenaran?

sebab dia tak dapat digeser dari relnja repolusi?

abad-abad telah menjumbangkan lokomotip-lokomotip raksasa

jang menderu kentjang menembus belantara kegelapan

dengan perdjuangan klas dan repolusi

dengan marx, engels, dan lenin

dengan mau tje-tung, bung karno, dan aidit

dengan diri sendiri; rakjat tertindas

antara sabang dan sukarna-pura

di seluruh dunia dimana sadja



o, djanganlah hanja membaca hurup-hurup

tapi tak menangkap hakekat dan arti

o, djanganlah sungai lupa kepada laut

dan kemerdekaan tinggal abu tanpa api

sebab kami

surabaja

sudah banjak mati



sebab kepahlawanan sehari-hari

tidak pada jang sudah mati

berkata pemimpin besar repolusi

djaman ini djaman konfrontasi

pemimpin tengahan bitjara lain lagi

katanja: perdamaian universil dan konsepsi



dan perdamaian djadilah dewi ketjantikan

dan pedang kemerdekaan ditumpulkan



maka konsepsipun berlahiran diatas kertas

dan kertas-kertas berhamburan setjepat inflasi

mereka jang bekerdja dilaparkan oleh djandji

mereka jang malas berpikir tanpa batas



jang tak tahu ekonomi politik

mau bikin ekonomi politik

maka begitu naik djadi menteri

harga beras melambung tinggi

maka berkatalah rakjat suatu hari

bisa sekarang bisa nanti

stop!

mau konsepsi apa lagi?

kami sudah banting kemudi ke u.u.d empatlima

kami sudah bikin manipol dan nasakom

land reform dan dekon

ajo, konfrontasi

melawan tudjuh setan-desa

imperialis amerika

atau

sebelum roda ini melindas

minggir!



kami mau repolusi

kami mau buku dan pedang ditangan

kami mau tanah dan bedil dibidikkan

kami mau palu dan meriam didentumkan

kami mau pukat dan kapal-selam berkeliaran

kami mau indonesia
dan rakjatnya jang gesit berlawan

bagi repolusinya dan bagi dunianya

bagi dunia dan bagi repolusinya



dan surabaja

senatiasa remadja

dalam bantingan usia

berdjuang

beladjar

kerdja



kutjinta surabaja

dia kota kelasi

kurindukan surabaja

sebab trem berlari-lari

kusukai surabaja

betja dan taman ditepi kali

kubanggakan surabaja

kota berani mati

kusenangi surabaja

kedjantanan jang bernjanji



surabaja

menghadang pukulan

menghantam

bertubi-tubi

disini tjemara bersiut

meliuk semampai

dan wilo merunduk

merenung sungai



kelasi, djika besok kelaut

djangan lupa kepada pantai







Keterangan:

USIS adalah United States Information Service, aparatus
propagandanya Amerika Serikat untuk mengedepankan kepentingan nasionalnya ke
negara-negara asing.

No comments:

Post a Comment