Saturday 19 February 2011

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1997
TENTANG
PENYANDANG CACAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, penyandang cacat merupakan bagian
masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama;
b. bahwa penyandang cacat secara kuantitas cenderung meningkat dan, oleh karena itu, perlu semakin
diupayakan peningkatan kesejahteraan sosial bagi penyandang cacat;
c. bahwa dalam rangka terwujudnya kesamaan kedudukan, hak, kewajiban, dan peran sebagaimana
tersebut di atas, dipandang perlu memberikan landasan hukum bagi upaya peningkatan kesejahteraan
sosial penyandang cacat di segala aspek kehidupan dan penghidupan dalam suatu Undang-undang;
Mengingat :
Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PENYANDANG CACAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat
mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya,
yang terdiri dari :
a. penyandang cacat fisik;
b. penyandang cacat mental;
c. penyandang cacat fisik dan mental.
2. Derajat kecacatan adalah tingkat berat ringannya keadaan cacat yang disandang seseorang.
3. Kesamaan kesempatan adalah keadaan yang memberikan pe-luang kepada penyandang cacat untuk
mendapatkan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
4. Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang cacat guna mewujudkan kesamaan
kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
5. Rehabilitasi adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan penyandang
cacat mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
6. Bantuan sosial adalah upaya pemberian bantuan kepada penyandang cacat yang tidak mampu yang
bersifat tidak tetap, agar mereka dapat meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya.
7. Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial adalah upaya perlindung-an dan pelayanan yang bersifat terus
menerus, agar penyandang cacat dapat mewujudkan taraf hidup yang wajar.
BAB II
LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN
Pasal 2
Upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.
Pasal 3
Upaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berasaskan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, manfaat, kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam
perikehidupan, hukum, kemandirian, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 4
Upaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang diselenggarakan melalui pemberdayaan penyandang
cacat bertujuan terwujudnya kemandirian dan kesejahteraan.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 5
Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan
penghidupan.
Pasal 6
Setiap penyandang cacat berhak memperoleh :
1. pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan;
2. pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan
kemampuannya;
3. perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya;
4. aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya;
5. rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; dan
6. hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampu-an, dan kehidupan sosialnya, terutama
bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.
Pasal 7
(1) Setiap penyandang cacat mempunyai kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaksanaannya disesuaikan dengan jenis dan derajat
kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya.
Pasal 8
Pemerintah dan/atau masyarakat berkewajiban mengupayakan terwujudnya hak-hak penyandang cacat.
BAB IV
KESAMAAN KESEMPATAN
Pasal 9
Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan
penghidupan.
Pasal 10
(1) Kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan
dilaksanakan melalui penye-diaan aksesibilitas.
(2) Penyediaan aksesibilitas dimaksudkan untuk menciptakan keadaan dan lingkungan yang lebih
menunjang penyandang cacat dapat sepenuhnya hidup bermasyarakat.
(3) Penyediaan aksesibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diselenggarakan oleh
Pemerintah dan/atau masyarakat dan dilakukan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.
Pasal 11
Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan pada satuan,
jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.
Pasal 12
Setiap lembaga pendidikan memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat
sebagai peserta didik pada satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan jenis dan derajat
kecacatan serta kemampuannya.
Pasal 13
Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan
jenis dan derajat kecacatannya.
Pasal 14
Perusahaan negara dan swasta memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat
dengan mempekerjakan penyandang cacat di perusahaannya sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan,
pendidikan, dan kemampuannya, yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah karyawan dan/atau kualifikasi
perusahaan.
Pasal 15
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 12, dan Pasal 14 diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB V
UPAYA
Pasal 16
Pemerintah dan/atau masyarakat menyelenggarakan upaya :
1. rehabilitasi;
2. bantuan sosial;
3. pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
Pasal 17
Rehabilitasi diarahkan untuk memfungsikan kembali dan mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan
sosial penyandang cacat agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sesuai dengan bakat,
kemampuan, pendidikan, dan pengalaman.
Pasal 18
(1) Rehabilitasi dilaksanakan pada fasilitas yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rehabilitasi medik, pendidikan, pelatihan, dan
sosial.
(3) Ketentuan mengenai penyelenggaraan rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
Bantuan sosial diarahkan untuk membantu penyandang cacat agar dapat berusaha meningkatkan taraf
kesejahteraan sosialnya.
Pasal 20
(1) Bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 diberikan kepada :
a. penyandang cacat yang tidak mampu, sudah direhabilitasi, dan belum bekerja;
b. penyandang cacat yang tidak mampu, belum direhabilitasi, memiliki keterampilan, dan belum
bekerja.
(2) Ketentuan mengenai bentuk, jumlah, tata cara, dan pelaksanaan pemberian bantuan sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 21
Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial diarahkan pada pemberian perlindungan dan pelayanan agar
penyandang cacat dapat memelihara taraf hidup yang wajar.
Pasal 22
(1) Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 diberikan kepada
penyandang cacat yang derajat kecacatannya tidak dapat direhabilitasi dan kehidupannya bergantung
pada bantuan orang lain.
(2) Ketentuan mengenai bentuk, tata cara, dan syarat-syarat pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
PEMBINAAN DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal 23
(1) Pemerintah dan masyarakat melakukan pembinaan terhadap upaya peningkatan kesejahteraan sosial
penyandang cacat.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup segala aspek kehidupan dan penghidupan.
Pasal 24
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat
melalui penetapan kebijakan, koordinasi, penyuluhan, bimbingan, bantuan, perijinan, dan pengawasan.
Pasal 25
(1) Masyarakat melakukan pembinaan melalui berbagai kegiatan dalam upaya peningkatan kesejahteraan
sosial penyandang cacat.
(2) Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan dalam upaya peningkatan
kesejahteraan sosial penyandang cacat.
Pasal 26
Ketentuan mengenai pembinaan dan peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 27
(1) Pemerintah memberikan penghargaan kepada perusahaan yang mempekerjakan penyandang cacat.
(2) Penghargaan diberikan juga kepada lembaga, masyarakat, dan/atau perseorangan yang berjasa dalam
upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat.
(3) Ketentuan mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 28
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 14 diancam dengan
pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan/atau pidana denda setinggi-tingginya Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB VIII
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 29
(1) Barang siapa tidak menyediakan aksesibilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 atau tidak
memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama bagi penyandang cacat sebagai peserta didik pada
satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dikenakan sanksi
administrasi.
(2) Bentuk, jenis, dan tata cara pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 30
Dengan berlakunya Undang-undang ini, semua peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
penyandang cacat yang telah ada, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti
atau diubah berdasarkan Undang-undang ini.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1997 NOMOR
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1997
TENTANG
PENYANDANG CACAT
UMUM
Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiel dan
spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa
yang aman, tenteram, tertib, dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat,
tertib, dan damai.
Pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila yang mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa
diselenggarakan bersama oleh masyarakat dan Pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan
dan Pemerintah berkewajiban mengarahkan, membimbing, melindungi serta menumbuhkan suasana yang
menunjang. Kegiatan masyarakat dan kegiatan Pemerintah saling menunjang, saling mengisi dan saling
melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan nasional.
Sebagai warga negara Indonesia, kedudukan, hak, kewajiban, dan peran penyandang cacat adalah sama
dengan warga negara lainnya. Oleh karena itu, peningkatan peran para penyandang cacat dalam
pembangunan nasional sangat penting untuk mendapat perhatian dan didayagunakan sebagaimana
mestinya.
Hingga saat ini sarana dan upaya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap kedudukan, hak,
kewajiban, dan peran para penyandang cacat telah dilakukan melalui berbagai peraturan perundangundangan,
yaitu yang mengatur masalah ketenagakerjaan, pendidikan nasional, kesehatan, kesejahteraan
sosial, lalu lintas dan angkutan jalan, perkeretaapian, pelayaran, penerbangan, dan kepabeanan.
Namun demikian, upaya perlindungan saja belumlah memadai; dengan pertimbangan bahwa jumlah
penyandang cacat akan meningkat pada masa yang akan datang, masih diperlukan lagi sarana dan upaya
lain terutama dengan penyediaan sarana untuk memperoleh kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat
dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, khususnya dalam memperoleh pendidikan dan pekerjaan
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosialnya. Yang dimaksud dengan kesejahteraan sosial dalam
Undang-undang ini adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiel maupun spiritual yang
diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketenteraman lahir batin yang memungkinkan bagi setiap
warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial
yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak dan kewajiban
warga negara sesuai dengan Pancasila. Oleh karena itu, sesuai dengan ketentuan mengenai kedudukan, hak,
dan kewajiban warga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 perlu dilakukan
upaya-upaya yang lebih memadai, terpadu, dan berkesinambungan guna mewujudkan kemandirian dan
kesejahteraan penyandang cacat.
Kesempatan untuk mendapatkan kesamaan kedudukan, hak, dan kewajiban bagi penyandang cacat hanya
dapat diwujudkan jika tersedia aksesibilitas, yaitu suatu kemudahan bagi penyandang cacat untuk mencapai
kesamaan kesempatan dalam memperoleh kesamaan kedudukan, hak, dan kewajiban sehingga perlu diadakan
upaya penyediaan aksesibilitas bagi penyandang cacat. Dengan upaya dimaksud, diharapkan penyandang
cacat dapat berintegrasi secara total dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya serta
meningkatkan kesejahteraan sosial penyandang cacat pada khususnya.
Penyelenggaraan upaya peningkatan kesejahteraan sosial yang antara lain dilaksana-kan melalui kesamaan
kesempatan bagi penyandang cacat pada hakikatnya menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah,
masyarakat, keluarga, dan penyandang cacat sendiri. Oleh karena itu diharapkan semua unsur tersebut
berperan aktif untuk mewujudkannya. Dengan kesamaan kesempatan tersebut diharapkan para penyan-dang
cacat dapat melaksanakan fungsi sosialnya dalam arti mampu berintegrasi melalui komunikasi dan interaksi
secara wajar dalam hidup bermasyarakat.
Kesamaan kesempatan dilaksanakan melalui penyediaan aksesibilitas baik oleh Pemerintah maupun
masyarakat, yang dalam pelaksanaannya disertai dengan upaya peningkatan kesadaran dan tanggung jawab
masyarakat terhadap keberadaan penyandang cacat, yang merupakan unsur penting dalam rangka
pemberdayaan penyandang cacat.
Berdasarkan hal tersebut, Undang-undang ini disusun dengan meletakkan masalah penyelenggaraan upaya
peningkatan kesejahteraan sosial dan kesamaan kesempatan sebagai materi pokok.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Cukup jelas
Angka 4
Cukup jelas
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Cukup jelas
Angka 7
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Yang dimaksud dengan penyandang cacat adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 yang terdiri
dari :
a. cacat fisik adalah kecacatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi tubuh, antara lain gerak
tubuh, penglihatan, pendengaran, dan kemampuan bicara;
b. cacat mental adalah kelainan mental dan/atau tingkah laku, baik cacat bawaan maupun akibat dari
penyakit;
c. cacat fisik dan mental adalah keadaan seseorang yang menyandang dua jenis kecacatan sekaligus.
(1) Yang dimaksud dengan aspek kehidupan dan penghidupan dalam Pasal ini meliputi antara lain aspek
agama, kesehatan, pendidikan, sosial, ketenagakerjaan, ekonomi, pelayanan umum, hukum, budaya,
politik, pertahanan keamanan, olah raga, rekreasi, dan informasi.
Pasal 6
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Cukup jelas
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Ketentuan ini dimaksudkan agar penyandang cacat anak memperoleh :
a. hak untuk hidup dan menjalani sepenuhnya kehidupan kanak-kanak, dalam suatu keadaan yang
memungkinkan dirinya meningkatkan martabat dan kepercayaan diri, serta mampu berperan aktif dalam
masyarakat;
b. hak untuk mendapatkan perlakuan dan pelayanan secara wajar baik dalam lingkungan keluarga
maupun masyarakat;
c. hak untuk sedini mungkin mendapatkan akses pendidikan, latihan, keterampilan, perawatan kesehatan,
rehabilitasi, dan rekreasi sehingga mampu mandiri dan menyatu dalam masyarakat.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Penyediaan aksesibilitas bagi penyandang cacat diupayakan berdasarkan kebutuhan penyandang cacat
sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan serta standar yang ditentukan.
Standardisasi yang berkenaan dengan aksesibilitas ditetapkan oleh instansi yang berwenang.
Penyediaan aksesibilitas dapat berupa fisik dan non fisik, antara lain sarana dan prasarana umum serta
informasi yang diperlukan bagi penyandang cacat untuk memperoleh kesamaan kesempatan.
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan agar penyandang cacat dapat memperoleh dan memanfaatkan kesamaan
kesempatan seperti anggota masyarakat lainnya dalam berbagai aspek kehidupan dan penghidupan
sehingga dapat menunjang mobilitas dan kemandirian penyandang cacat.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 11
Ketentuan ini mempertegas hak dan kesempatan yang sama bagi penyandang cacat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-undang ini yang berkaitan dengan bidang pendidikan.
Pasal 12
Perlakuan yang sama dimaksudkan agar penyandang cacat sebagai peserta didik mendapatkan kesamaan
perlakuan sebagaimana peserta didik lainnya, termasuk di dalamnya kesamaan perlakuan untuk mendapatkan
sarana dan prasarana pendidikan. Sedangkan yang dimaksud satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan
adalah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pasal 13
Ketentuan ini mempertegas hak dan kesempatan yang sama bagi penyandang cacat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-undang ini yang berkaitan dengan bidang ketenagakerjaan.
Pasal 14
Perusahaan negara meliputi badan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD),
sedangkan perusahaan swasta termasuk di dalamnya koperasi.
Perusahaan harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang cacat yang memenuhi
persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang bersangkutan, untuk setiap 100 (seratus) orang karyawan.
Perusahaan yang menggunakan teknologi tinggi harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang
penyandang cacat yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang bersangkutan walaupun
jumlah karyawannya kurang dari 100 (seratus) orang.
Perlakuan yang sama diartikan sebagai perlakuan yang tidak diskriminatif termasuk di dalamnya kesamaan
pengupahan untuk pekerjaan dan jabatan yang sama.
Pasal 15
Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam Pasal ini diupayakan dalam waktu tidak terlalu lama sudah dapat
diundangkan.
Mengenai penyediaan aksesibilitas khususnya sarana dan prasarana umum yang sebelum diundangkannya
Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya belum ada, diberikan kesempatan mengadakan
penyesuaian dengan ketentuan Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya selambat-lambatnya 5
(lima) tahun sejak Peraturan Pemerintah diundangkan.
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Yang dimaksud dengan fungsi sosial adalah kemampuan dan peran seseorang untuk berintegrasi melalui
komunikasi dan interaksi dalam hidup bermasyarakat secara wajar.
Pasal 18
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan fasilitas dalam ayat ini adalah sarana dan prasarana pelayanan rehabilitasi, misalnya
panti sosial, balai latihan kerja, rumah sakit, dan unit rehabilitasi sosial keliling.
Ayat (2)
Rehabilitasi medik adalah kegiatan pelayanan kesehatan secara utuh dan terpadu melalui tindakan medik
agar dapat mencapai kemampuan fungsional semaksimal mungkin.
Rehabilitasi pendidikan adalah kegiatan pelayanan pendidikan secara utuh dan terpadu melalui proses
belajar mengajar agar dapat mengikuti pendidikan secara optimal sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuannya.
Rehabilitasi pelatihan adalah kegiatan pelayanan pelatihan secara utuh dan terpadu agar penyandang cacat
dapat memiliki keterampilan kerja sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
Rehabilitasi sosial adalah kegiatan pelayanan sosial secara utuh dan terpadu melalui pendekatan fisik,
mental, dan sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara optimal dalam hidup bermasyarakat.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 19
Bantuan sosial dapat berbentuk materiel, finansial, fasilitas pelayanan, dan informasi yang bersifat mendidik
dan mendorong tumbuhnya kesadaran dan tanggung jawab sosial penyandang cacat. Bantuan sosial ini
diberikan sewaktu-waktu sesuai dengan maksud dan tujuannya.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 21
Perlindungan dan pelayanan sosial dalam Pasal ini dapat dilaksanakan melalui keluarganya, keluarga
pengganti, panti sosial, dan organisasi sosial yang merawat penyandang cacat tersebut.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Pembinaan adalah kegiatan untuk mengarahkan agar upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang
cacat dapat dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kebijakan Pemerintah.
Ayat (2)
Pembinaan pada segala aspek kehidupan dan penghidupan dilaksanakan agar penyandang cacat dapat
hidup mandiri dan sejahtera. Khusus pada aspek agama diarahkan pada peningkatan penghayatan dan
pengamalan nilai-nilai spiritual.
Pasal 24
Pembinaan melalui perijinan dan pengawasan dalam Pasal ini mencakup pula evaluasi dan pengendalian
terhadap kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi sosial yang menerima bantuan, baik dari dalam maupun
luar negeri, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 25
Ayat (1)
Pembinaan oleh masyarakat dilaksanakan sesuai dengan lingkup kegiatan yang dilakukan berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan kebijakan Pemerintah.
Ayat (2)
Peran masyarakat dapat berbentuk sumbangan pemikiran, tenaga, sarana dan prasarana, dana, dan lain-lain.
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan lembaga pada ayat ini adalah lembaga Pemerintah dan lembaga masyarakat.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Bentuk sanksi administrasi dapat berupa teguran, baik lisan maupun tertulis, dan denda administrasi, yang
pelaksanaannya dilakukan oleh instansi yang berwenang.
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Kutipan : MEDIA ELEKTRONIK SEKRETARIAT NEGARA TAHUN 1997

No comments:

Post a Comment