KOMPASIANA
Tentang Penjara Swasta: Akankah kita mengarah
ke sana?
Arif
Rohman
Private
Prison - Junee NSW Australia
Beberapa
waktu yang lalu publik di Indonesia sempat dikejutkan oleh kisruh di beberapa
lembaga pemasyarakatan (penjara), yang disinyalir karena fasilitas lembaga
pemasyarakatan yang tidak memadai serta kapasitas penjara yang terlalu penuh(overcrowded). Pertanyaan
yang kerap muncul adalah bagaimana sebenarnya pengelolaan institusi penjara di
negeri kita dan tidak adakah terobosan-terobosan baru yang bisa dipakai untuk
menjawab persoalan tersebut?
Sebenarnya
persoalan penjara yang kapasitasnya berlebihan dan fasilitasnya yang minim,
tidak hanya dialami negara kita saja. Negara maju semacam Amerika, Inggris dan
Australia juga sebenarnya dipusingkan oleh masalah ini. Puncaknya adalah pada
tahun 1992 di Inggris, dibangunlah private prison atau biasa
disebut dengan istilah penjara swasta. Konsep penjara swasta dianggap sebagai
alternatif solusi terhadap pandangan miring seputar penjara negara (public
prison). Dibanding Inggris, Amerika sebenarnya lebih dulu menggagas
konsep penjara ini pada tahun 1980-an dan pada tahun 1984 mulai dibangun
penjara-penjara swasta yang lebih modern. Di Australia, pada awal tahun 2013
diberitakan Queensland akan memprivatisasi seluruh penjara public yang ada di
wilayahnya. Terkait dengan hal ini, sebenarnya bagaimanakah konsep penjara
swasta itu sendiri?
Penjara
swasta dapat diartikan, pemerintah mendelegasikan upaya rehabilitasi para
narapidana (corrections) kepada pihak swasta melalui semacam
tender. Di sini, pemerintah akan membuat semacam kesepakatan dan kontrak
terkait dengan pembinaan para narapidana. Lazimnya, pemerintah akan memilih
lembaga atau penyedia layanan sosial (social provider) yang
bonafid dan terpercaya, yang diukur dengan fasilitas yang memadai, staf yang
kompeten, administrasi organisasi yang baik, dan mampu menjalankan proses
pembinaan dengan biaya yang lebih murah. Biasanya kontrak tersebut disepakati
selama 5 tahunan.
Ada
beberapa manfaat atau keuntungan yang diyakini tidak dapat ditemukan dalam
penjara publik. Pertama, penjara publik terlalu penuh sementara pemerintah
untuk membangun gedung atau penjara baru dalam rangka peningkatan kapasitas,
umumnya membutuhkan waktu yang relatif panjang mengingat sistem administrasi
kenegaraan yang memang sedikit rumit. Sementara itu, pihak swasta mampu
menyediakan atau membangun penjara dengan waktu yang lebih cepat. Pihak swasta
juga mampu membangun penjara-penjara yang memiliki lokasi strategis secara
ekonomi, sehingga nantinya para narapidana bisa terlibat dalam sistem ekonomi
pasar dan mencegah terjadinya pengangguran.
Keuntungan
lain dengan adanya penjara swasta adalah biaya operasional yang lebih murah dan
bisa menghemat anggaran negara. Tidak dipungkiri bahwa biaya operasional yang
tinggi biasanya dipakai untuk membayar gaji pegawai dan membeli alat-alat
perlengkapan. Melalui penjara swasta, alat-alat perlengkapan dijamin oleh
lembaya penyedia layanan dan umumnya lembaga tersebut memiliki staff yang
profesional (tidak terlalu gemuk) sehingga tidak terjadi overlap atau tumpang
tindih pekerjaan. Karena itu, penjara swasta adalah solusi untuk menghemat
anggaran publik, sehingga bisa dipakai untuk pembiayaan lainnya yang menjadi
prioritas.
Keuntungan
berikutnya dari adanya penjara swasta adalah layanan rehabilitasi sosial yang
dilakukan akan lebih berkualitas karena diawasi dan dievaluasi oleh pemerintah
sebagaimana tercantum dalam kontrak. Karena aspek kompetisi antar lembaga
penyedia layanan inilah biasanya penjara-penjara swasta berusaha untuk
mengefektifkan seluruh layanan dan program yang ada mengingat kepercayaan dan
nama baik yang disandangnya setelah mendapatkan kontrak. Pada akhirnya layanan
koreksional dengan standar tinggi akan bisa ditampilkan dalam pembinaan
narapidana. Studi yang dilakukan Blakely & Bumphus (2004) menyebutkan bahwa
para narapidana korban penyalahgunaan narkoba di penjara swasta memiliki angka partisipasi
yang lebih tinggi dalam mengikuti program rehabilitasi narkoba yaitu sekitar
28% dibanding dengan partisipasi di penjara publik yang hanya sekitar 14% alias
separuh sendiri dari penjara swasta.
Alasan
terakhir kenapa penjara swasta yaitu dengan maraknya pembangunan penjara swasta
yang didisain dengan baik, fasilitas yang mendukung, sistem keamanan yang
mumpuni, pengadministrasian dan pengoperasionalan yang fleksibel, kewenangan
yang didesentralisasi, pembinaan yang dilandasi semangat antusiasme dan moral
yang tinggi, kepemimpinan yang memadai, maka diyakini performa penjara swasta
dalam memberikan pelayanan akan meningkat. Dan tak kalah pentingnya adalah para
narapidana dipekerjakan dan mendapat upah dari perusahaan yang
mempekerjakannya.
Tentu
saja masih banyak pro dan kontra terkait dengan konsep penjara swasta ini.
Banyak pihak yang apatis dan mempertanyakan sejauh mana sistem keamanan bisa
menyerupai atau bahkan melebihi penjara public mengingat masyarakat butuh rasa
aman dan kekhawatiran jika para narapidana melarikan diri. Oleh sebab itu,
perlu adanya studi-studi lebih lanjut mengenai penjara swasta dalam konteks
masyarakat Indonesia, termasuk keuntungan dan kerugiannya. Tapi untuk menuju ke
sana, sepertinya perjalanan masih sangat panjang.
Penulis
adalah pengamat masalah sosial tinggal di Australia.
Kompasiana adalah Media Warga. Setiap
berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota
Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas
validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.
No comments:
Post a Comment