Wednesday, 30 April 2014

DIA YANG LAHIR, MENANGIS, DAN DIBERI NAMA SESEPUH DESA

Novel Kehidupan (Gadjah Mada)



Seorang Ibu tersenyum bahagia. Telah lahir anaknya yang ketiga. Bayi yang mungil dan lucu. Laki-laki. Menangis kencang sekali. Si ibu merengkuhnya. Memberikan air susunya untuk si bayi. Bayi itu diam dari tangisnya. Bayi itu memandangi sang ibu lekat-lekat. Dia seperti menerka. Apakah ibunya menangis bahagia atau menangis sedih. Dia berusaha memahami. Tapi tak bisa. Dia belum tahu jawabnya. Dia masih terlalu kecil. Mungkin kelak dengan berjalannya waktu dia akan mendapatkan jawaban itu.

Sang ibu tergopoh-gopoh pergi ke sesepuh desa. Orang yang sudah tua dan sangat disegani di kampung. Si ibu minta kepada orang tua itu untuk memberikan nama pada si bayi yang baru lahir. Dia minta orang tua itu untuk memberikan nama yang bagus. Tak harus indah. Tapi bagus. Bukankah nama adalah harapan? Dia berkata dia orang bodoh tapi dia ingin nama yang bermakna. Nama yang kelak bisa memuluskan jalan hidupnya. Nama yang tidak sekedar nama. Nama yang tidak asal ambil. Nama yang tidak asal nama. Nama yang mencerminkan takdir, doa dan harapan. Sang sesepuh desa pun tersenyum lembut. Nama yang enak didengar seperti ksatria. Biar dia ksatria. Biar dia kelak menjadi orang berani dan bijaksana. Orang berilmu. Katanya, "Kalau engkau bodoh, engkau tidak akan meminta nama seperti itu... Baiklah kuberi nama Gadjah Mada. Semoga berjiwa ksatria dan bijaksana seperti harapanmu. Tapi menurutku perlu ditambah Mada. Supaya dia memiliki sifat pengasih. Suka berderma. Suka membantu orang lain...". Si Ibu senang bukan main. Sang sesepuh berkata, "Tanggal kelahiran anak ini bagus. Wetonnya (tanggal kelahiran Jawa) anak ini adalah Gendruwo. Anak ini besok akan suka menuntut ilmu. Kisah hidupnya akan seperti Arjuna yang meminta ilmu memanah pada Durna. Arjuna yang selalu semangat dan penuh antusias. Arjuna yang selalu mengatakan dia lemah. Arjuna yang selalu mengatakan dia bodoh. Tapi dia belajar untuk menjadi kuat. Dia belajar untuk bisa pintar seperti guru-guru yang menjadi panutannya. Semoga bisa membawa manfaat bagi orang sekitarnya. Terus anak ini pekerja keras. Kuat mentalnya. Banyak kesulitan akan menerpanya. Dia akan diuji. Kebaikan hatinya dan keteguhan hatinya akan membuatnya lolos dari setiap ujian. Dia orangnya sederhana. Tapi kalau disakiti, kekuatan dalam tubuhnya akan keluar. Dia gendruwo. Tak terkalahkan. Dia tidak punya rasa takut. Dia tidak punya rasa lelah. Dia akan selalu mengejar mimpi-mimpinya. Setiap mimpinya satu per satu akan direngkuhnya. Semakin dia direndahkan dia akan berusaha menjulang tinggi. Semakin dia dihina dia akan semakin meningkat derajatnya. Energi itu adalah semangat. Anak ini memiliki bara dalam tubuhnya. Bara yang akan semakin membara ketika bertemu angin. Anak ini sepert punya aji rawa rontek (ilmu yang semakin dipukul semakin kuat). Kebaikan dan ketulusan. Rasa cinta kasih anak ini pada ibunya. Dan doa ibu pada anak ini akan membuat anak ini kebal terhadap kesulitan dan rintangan. Yang di atas lama kelamaan juga bosan mengujinya bahkan menjadi mengasihinya. Dia akan mengirim malaikat-malaikat untuk menjaga dan melindunginya. Anak ini akan bertemu orang-orang hebat. Orang-orang hebat itu akan menjadi dekat dengannya. Tidak tahu kenapa. Mungkin anak ini jujur dan berlaku apa adanya. Dia akan mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah dengan caranya sendiri. Cara yang sulit dimengerti. Seperti ayam berkokok walaupun mengganggu tidur pagi hari namun orang tidak marah dan mengagumi suaranya yang nyaring indah. Dia akan belajar menjadi hebat. Ilmu yang dimilikinya akan beda dan unik karena dia memakai hati nuraninya. Mukanya tidak tampan tapi menarik. Semua orang akan menyukainya. Tidak tahu entah kenapa. Semua orang akan dekat dan mengasihinya. Jiwanya yang penuh kasih akan terus memancar tak padam. Hanya orang-orang iri dan cemburu yang tidak senang padanya. Tapi suatu saat orang tersebut akan berbalik menyayanginya. Karena setiap detik, menit, bibirnya akan mengucapkan lafal kasih sayang dan kedamaian di bumi...".

Si ibu pun tersenyum gembira. Ketika dia pulang kemudian berpikir, sesepuh adalah orang berilmu. Mungkin Tuhan dekat dengannya. Mungkin kata-kata sesepuh adalah takdir untuk sang bayi. Atau mungkin yang berkata bukan sesepuh, tapi sang pencipta lewat perantaranya yaitu sang sesepuh itu sendiri. Bukankah orang tua dekat dengan liang lahat? Pastilah tidak akan berbohong. Ibu itu percaya saja dengan kata-kata sesepuh desa. Toh kata-kata itu baik. Bisa menyemangati sang ibu untuk merawat dan membesarkan sang bayi. Bukankah setiap kata-kata adalah doa? Ketika dia berangkat ke pasar, teman-temannya berkata, "Siapa nama anak ini?'. Gadjah Mada. Jawab Ibu itu. Mereka memandangi anak itu dan berkata, anaknya ganteng dan menarik. Namanya indah. Namanya indah. Selamat ya... Di suatu malam ibu itu pun menimang-nimang sang bayi. Jadilah anak yang baik. Anak yang belajar tekun. Anak yang bisa membawa nama harum buat ibu dan keluarga. Anak yang tidak kalah dengan teman-temannya. Anak yang menyayangi ibu dan saudara-saudaranya, keluarga dan orang di sekelilingnya. Ibu itu tersenyum kemudian pulas tertidur sambil menyusui si kecil. Mendapat nama dari sesepuh desa baginya adalah berkah. Walaupun sebuah nama. Tapi bak mendapat berkah dari langit. Sang ibu yang terlelap. Dia lindungi bayinya dengan doa dan puja-pujinya kepada Tuhan pencipta langit dan bumi. Hujan rintik-rintik bernyanyi di atap genting seakan berucap riang: Damai...Damai...Damailah di bumi.

No comments:

Post a Comment