Program Rumah Tat Twam Asi
Arif Rohman
School of Humanities and Social Sciences
Charles Sturt University
Cite:
Rohman, Arif.
2017. Program Peningkatan Aksesibilitas Tempat Tinggal Bagi Anak Gelandangan
dan Keluarga di Perkotaan. Disampaikan Dalam Acara
Konsultasi Direktorat Anak Tanggal 16 September 2017. Jakarta: Kementerian
Sosial RI.
A.
Latar Belakang
Permasalahan sosial di perkotaan
memang sangat kompleks dan selalu berkembang, dimana penanganannya membutuhkan keseriusan
dan totalitas dari seluruh pemangku kepentingan, serta inovasi-inovasi penanganan
yang dapat dituangkan dalam suatu program yang utuh, terpadu dan berkelanjutan.
Salah satu permasalahan sosial yang menjadi trend saat ini adalah issue tentang
anak yang menggelandang di jalanan bersama keluarganya yang disebabkan karena tidak
memiliki akses terhadap tinggal dikarenakan kemiskinan.
Publik di Indonesia pada
tanggal 14 Juni 2017 sempat dikejutkan dengan kasus pasangan Joni (55 tahun)
dan Isa (35 tahun) yang melahirkan anak ketiganya yang bernama Sari dengan
hanya beralaskan kardus di salah satu gang sempit di daerah Tambora, Jakarta
Barat. Meskipun anak dan keluarganya tersebut sudah ditangani secara baik oleh
Kementerian Sosial RI melalui Rumah Perlindungan Anak (RPSA), pertanyaan yang kemudian
muncul adalah bagaimana nasib anak-anak yang tinggal bersama keluarganya dan
menggelandang di jalanan karena tidak memiliki akses terhadap tempat tinggal
yang layak di perkotaan? Pertanyaan ini membutuhkan sebuah jawaban sekaligus
aksi sosial yang nyata dari pemerintah dan masyarakat. Fenomena keluarga
gerobak di kota-kota besar khususnya Jakarta mengisyaratkan perlunya sebuah
program yang bisa menjangkau sekaligus memecahkan permasalahan tersebut.
Pada Maret 2016, data dari
BPS menyebutkan bahwa jumlah orang miskin di Indonesia pada saat ini adalah 28
juta, dimana 40,22 persen (11,26 juta jiwa) adalah anak-anak. Dari total
angka tersebut, Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak, Kementerian Sosial RI
memperkirakan sekitar 4,1 juta anak dalam keadaan terlantar, dimana 1 dari 6
anak terlantar tinggal di dalam panti dan 25,4% dari anak terlantar tidak
memiliki tempat tetap untuk tidur.
Studi yang dilakukan oleh National Center on Family Homelessness pada tahun
2011 di Amerika mengungkapkan bahwa anak-anak yang menggelandang bersama dengan
keluarganya di jalanan beresiko mengalami gangguan kesehatan mental dan tumbuh
kembangnya. Disamping itu, anak-anak yang hidup menggelandang tersebut juga rawan
terhadap perlakuan yang salah dan keterpisahan dengan orang tua mereka (Anooshian,
2005; Haber & Toro, 2004). Anak-anak tersebut juga berpotensi mengalami
penyakit-penyakit kronis karena terbatasnya akses terhadap layanan kesehatan (Cutuli,
Herbers, Rinaldi, Masten, & Oberg, 2010; Perlman & Fantuzzo, 2010), kekerasan
dalam rumah tangga (Zlotnick, 2009), dan terpapar penyalahgunaan obat-obatan
sejak dalam kandungan oleh ibunya serta mengalami depresi (Lee et al., 2010).
Mobilitas anak gelandangan juga mempengaruhi prestasi akademik anak, kesulitan
ketika mendaftar sekolah dan mengalami gangguan ketika berinteraksi dengan
teman sebayanya di sekolah (Buckner, Bassuk, & Weinreb, 2001).
Studi yang dilakukan oleh Tischler, Rademeyer, &
Vostanis (2007) menyebutkan bahwa meskipun anak-anak gelandangan tersebut sudah
ditangani oleh rumah aman ataupun rumah perlindungan sosial sekalipun, kondisi
stress yang dialami anak pun bisa berlanjut. Sebagai contoh, kebijakan lembaga
yang menolak keberadaan ayah mereka, akomodasi dengan sistem barak dan
kebijakan dilarang mengkonsumsi makanan pribadi meskipun dengan alasan
keselamatan, pada dasarnya tidak mendukung pengasuhan yang positif dan
interaksi yang sehat dalam keluarga. Menurut Rohman (2005), minimnya akses
terhadap perumahan mengakibatkan anak-anak dan keluarganya terisolasi dari
lingkungan sosialnya, serta kebiasaan-kebiasaan atau tradisi-tradisi dalam
keluarga tidak dapat berjalan atau berfungsi dengan baik. Pendapat ini
menegaskan bahwa rumah merupakan unsur penting dalam kehidupan anak tidak hanya
sebagai ruang sosial, tetapi juga ruang sosialisasi dan pendidikan.
B.
Program Rumah
Tat Twam Asi
Merujuk pada keprihatinan akan kondisi anak-anak yang
hidup menggelandang bersama keluarga mereka tanpa tempat tinggal yang pasti,
dan perwujudan semangat dalam menghargai, melindungi serta memenuhi hak-hak
anak, terutama anak yang menggelandang bersama orang tuanya di jalanan,
diperlukan sebuah program alternatif untuk mengisi ruang kosong dalam praktek
pelayanan dan rehabilitasi sosial.
Menyikapi hal tersebut, program yang diajukan ke Kementerian Sosial RI cq.
Direktorat Rehabilitasi Sosial Anak adalah ‘Program Peningkatan Aksesibilitas Perumahan
Bagi Anak Gelandangan dan Keluarga di Perkotaan’ yang disingkat dengan ’Program Rumah Tat Twam Asi’.
Program Rumah Tat Twam Asi merupakan pengembangan program
penanganan anak yang menggelandang bersama keluarganya di perkotaan agar hilang
secara permanen di kota-kota besar. Program ini adalah inovasi sekaligus complementary dari program-progran yang telah
dilakukan oleh Kementerian Sosial selama ini, sekaligus sebagai wadah bagi
seluruh komponen masyarakat seperti pemerintah daerah, pengusaha (CSR), LKSA
dan tokoh masyarakat untuk berbuat aksi nyata dengan mengedepankan prinsip
kepentingan terbaik untuk anak (the best
interest of the child).
Inti dari Program Rumah Tat Twam Asi adalah
menciptakan keteraturan sosial melalui peningkatan akses perumahan bagi anak
gelandangan dan keluarganya tanpa menjauhkan dari mata pencahariannya
sehari-hari, serta peningkatan kontrol sosial masyarakat agar lebih peduli dan
terlibat dalam proses pelayanan dan rehabilitasi terhadap anak gelandangan di
perkotaan. Pemberian akses tempat tinggal dalam konteks Program Rumah Tat Twam
Asi adalah entry point untuk
intervensi-intervensi sosial (pelayanan dan rehabilitasi sosial) yang sesuai
dengan kebutuhan mereka.
C.
Sasaran
Adapun yang menjadi sasaran dalam ‘Program Rumah Tat
Twam Asi’ adalah sebagai berikut:
1.
Anak Gelandangan.
2.
Keluarga Anak
Gelandangan.
3.
Kementerian Sosial RI.
4.
Kementerian/Lembaga
Terkait.
5.
Pemerintah Provinsi//Kota.
6.
Dinas/Instansi Sosial
Provinsi/Kota.
7.
Lembaga Kesejahteraan
Sosial Anak (LKSA).
8.
Lembaga Pendidikan.
9.
Dunia Usaha (CSR).
10. Individu, kelompok dan masyarakat yang peduli.
D.
Landasan Hukum
1.
Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 27 ayat 2, Pasal 28 H, dan Pasal 34.
2.
Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 Nomor 47, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
3.
Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967);
4.
Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5235);
5.
Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5585);
6.
Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak;
7.
Peraturan Pemerintah
Nomor 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis;
8.
Peraturan Pemerintah
Nomor 2 Tahun 1988 tentang Usaha Kesejahteraan Sosial Bagi Anak yang Mempunyai
Masalah;
9.
Keputusan Presiden RI
Nomor 40 Tahun 1983 tentang Koordinasi Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis;
10. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention On The Rights Of The Child
(Konvensi tentang Hak-Hak Anak);
11. Peraturan Menteri Sosial Nomor 30/HUK/2011 tentang Standar Nasional
Pengasuhan Anak;
12. Peraturan Menteri Sosial Nomor 14 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Hibah
Langsung Dalam Negeri Dalam Bentuk Uang (Berita Negara Republik Indonesia Nomor
723);
13. Permenkeu 228 /2016 tentang perubahan atas PMK 254/2015 tentang Belanja
Bantuan Sosial Pada Kementerian Lembaga;
14. Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia, Nomor: 15A/HUK/2010 Tentang
Panduan Umum Program Kesejahteraan Sosial Anak;
E.
Ruang Lingkup Program
Rumah Tat Twam Asi
1.
Prinsip Dasar
Dalam penyelenggaraan Program Rumah Tat Twam Asi, para pelaksana
kegiatan hendaknya berpegang pada prinsip-prinsip pekerjaan sosial, sebagai
berikut:
a.
Prinsip Umum
1) Individualisasi
Setiap anak gelandangan dan keluarga tidak disamaratakan begitu saja,
tetapi harus dipahami secara khusus sesuai dengan keunikan pribadi dan masalah
mereka masing-masing.
2) Penghargaan terhadap harkat dan martabat
Anak gelandangan dan keluarga sebagai manusia untuk diterima dan
dihargai sebagai pribadi yang utuh dalam kehidupan masyarakat (bersosialisasi
kembali ke masyarakat).
3) Penerimaan
Prinsip ini mengedepankan upaya dan perlakuan terhadap anak gelandangan
dan keluarga, secara apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka
sebagai manusia biasa. Demikian juga, anak gelandangan dan keluarga diberi
kesempatan yang sama seluas-luasnya untuk mengembangkan diri dan berperanserta
dalam berbagai aktivitas kehidupan tanpa membedakan suku, agama, ras dan
golongan.
b.
Prinsip Khusus
1) Partisipasi
Anak gelandangan dan keluarga diikutsertakan dan dapat berperan optimal
dalam upaya pelayanan dan rehabilitasinya kembali ke masyarakat.
2) Rehabilitasi berbasis keluarga
Penanganan anak gelandangan dan keluarga melalui program rehabilitasi
sosial berbasis non lembaga/panti lebih di titik beratkan pada fungsi
preventif, perlindungan dan pemberdayaan yang lebih mengedepankan sumber daya
dan potensi yang ada di keluarga.
3) Kapasitas kelembagaan lokal
Jaringan dan keterlibatan kelembagaan lokal yang ada di kota diarahkan
dapat memberikan dukungan materi maupun non materi untuk meningkatkan
keberhasilan program ini.
4) Keluarga sebagai pelaku
Program ini menyakini bahwa keluarga kekuatan basis dan pelaku utama
program ini.
5) Potensi modal sosial
Program ini mendorong penguatan nilai-nilai, norma, kepercayaan (trust) serta jaringan sosial yang sudah
ada di kota.
2.
Tujuan
Tujuan dari Program Rumah Tat Twam Asi adalah sebagai berikut :
a. Meningkatnya akses tempat tinggal bagi anak gelandangan dan keluarga.
b. Meningkatnya kapasitas anak gelandangan dan keluarga.
c. Terciptanya kesempatan berusaha dan bekerja bagi keluarga anak
gelandangan.
b. Meningkatnya kualitas kehidupan anak gelandangan dan keluarga.
c. Meningkatnya akses anak gelandangan dan keluarga terhadap pelayanan
sosial dasar.
d. Memberikan jaminan sosial dan rasa aman.
3.
Penerima Manfaat
Penerima manfaat dari Program Rumah Tat Twam Asi adalah sebagai berikut
:
a. Anak usia di bawah 18 tahun.
b. Menggelandang bersama keluarganya.
c. Menjadi gelandangan karena keterpaksaan.
d. Tidak memiliki tempat tinggal tetap.
e. Tidak memiliki tanda identitas resmi.
4.
Kebijakan
Kebijakan dalam Program Rumah Tat Twam Asi antara lain sebagai berikut :
a. Perlindungan hak-hak dasar anak gelandangan dan keluarganya.
b. Profesionalitas dari pendamping Program Rumah Tat Twam Asi.
c. Peningkatan peran aktif warga dalam Program Rumah Tat Twam Asi.
b. Peningkatan kualitas manajemen pelaksana Program Rumah Tat Twam Asi.
5.
Tahapan Kegiatan
a. Tahap Persiapan
1) Pemetaan Sosial
Pemetaan sosial adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka
memperoleh gambaran mengenai kondisi obyektif dari suatu fenomena yang hasilnya
akan dijadikan acuan dalam upaya penanganan ke depan. Pemetaan sosial berupaya
mengidentifikasi para anak gelandangan dan keluarganya meliputi kantong-kantong
anak gelandangan dan keluarganya, lama menggelandang, pekerjaan keluarganya,
kondisi kesehatan, dsb. Kegiatan ini dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh
Kementerian Sosial RI.
2) Studi Kelayakan
Setelah diadakan pemetaan sosial dan telah diketahui kantong-kantong anak
gelandangan dan keluarganya, maka diadakan studi kelayakan. Tim studi kelayakan
akan berkoordinasi dengan pihak Pemerintah Daerah Propinsi/ Kota untuk melihat
kemungkinan program akan diselenggarakn di sana, dengan memperhatikan aspek
keseriusan dan dukungan untuk menjadi lokasi ujicoba Program Rumah Tat Twam
Asi.
3) Workshop Rumah Tat Twam Asi
Workshop akan dilakukan dengan mengundang pihak-pihak terkait seperti
pemerintah daerah yang potensial menjadi lokasi ujicoba Rumah Tat Twam Asi,
lembaga kesejahteraan sosial anak yang potensial menjadi penyelenggara
pendampingan, serta pihak-pihak terkait yang dirasa memiliki perhatian pada isu
kesejahteraan anak gelandangan di perkotaan. Workshop ini bertujuan menjajagi
kemungkinan daerah mana yang potensial dipilih sebagai lokasi ujicoba.
4) Penandatanganan MoU
Setelah ada kesepakatan tentang lokasi penyelenggaraan Program Rumah Tat
Twam Asi, akan diadakan rapat-rapat koordinasi dalam rangka penyusunan MoU. MoU
ini bersifat mengikat dan sebagai salah satu syarat keberlangsungan program.
Penandatanganan Mou akan dilaksanakan sekaligus sebagai tanda bahwa Program Rumah
Tat Twam Asi telah dilaunching di daerah tersebut.
5) Pemilihan LKSA
Langkah selanjutnya setelah penandatanganan MoU yaitu seleksi lembaga
kesejahteraan sosial anak (LKSA) yang nantinya akan membantu pelaksanaan
Program Rumah Tat Twam Asi, terkait dengan aspek pendampingan terhadap para
penerima manfaat. LKSA yang akan dipilih harus memiliki kelengkapan
administrasi yang cukup, direkomendasikan oleh Pemerintah Daerah Propinsi, dan
memiliki pengalaman yang cukup dalam pendampingan masyarakat.
6) Perekrutan Pendamping Sosial
Perekrutan pendamping dilaksanakan bersamaan dengan perekrutan LKSA yang
akan menyelenggarakan layanan. Pendamping yang akan dipilih harus sesuai dengan
kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Perekrutan pendamping ini sangat
penting mengingat merekalah yang nantinya menjadi ujung tombak dalam
pendampingan Program Rumah Tat Twam Asi.
7) Pembekalan Pendamping
Setelah pendamping sosial ditetapkan oleh Kementerian Sosial, mereka
akan mendapatkan pembekalan atau pengarahan terkait dengan pelaksanaan Program Tat
Twam Asi. Pada pembekalan ini akan diundang pakar-pakar yang dapat menularkan
pengetahuan dan keterampilan praktisnya pada para pendamping.
b. Tahap Pelaksanaan
1) Penjangkauan
Penjangkauan adalah kegiatan kunjungan pekerja sosial/pendamping ke
kantong-kantong anak gelandangan dan keluarganya sebagai upaya menciptakan
kontak pendahuluan dan persahabatan dengan mereka. Adapun tujuan dari
penjangkauan yaitu :
a) Memperoleh dan memahami kondisi tempat/kantong-kantong anak gelandangan
dan keluarganya sebagai wilayah binaan.
b) Mendapatkan kantong anak gelandangan dan keluarga yang akan di bina.
c) Memperoleh kepercayaan dari anak gelandangan dan keluarganya.
2) Registrasi dan Identifikasi
Serangkaian kegiatan administratif maupun teknis yang meliputi
registrasi dan identifikasi dalam rangka seleksi dan penetapan calon penerima
manfaat.
3) Asesmen
Upaya untuk menelusuri dan menggali data penerima manfaat, faktor-faktor
penyebab masalahnya, tanggapannya, serta kekuatan-kekuatan dalam dirinya. Semua
hal tersebut dikaji, dianalisa dan diolah guna menentukan layanan yang tepat
bagi penerima manfaat, dan dapat digunakan dalam mendukung upaya rehabilitasi
sosial yang akan dilakukan.
4) Penentuan Rencana Pelayanan
Rencana pelayanan adalah rencana tindakan/kegiatan pelayanan yang akan
dilakukan oleh penerima manfaat atas dasar hasil asesmen. Recana pelayanan
ditujukan sebagai acuan jenis pelayanan yang diperlukan penerima manfaat dalam
upaya memecahkan masalah yang dihadapinya.
5) Pemberian Layanan Sosial
Serangkaian kegiatan teknis operasional yang diarahkan untuk memulihkan
harga diri, kepercayaan diri, disiplin, kemampuan integrasi, kesadaran dan
tanggung jawab sosial, kemampuan penyesuaian diri, penguasaan satu atau lebih
jenis keterampilan sebagai bekal untuk mendapatkan mata pencaharian yang layak
dan hidup normal sesuai norma-norma dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam
masyarakat. Layanan sosial yang diberikan meliputi:
a) Penjangkauan anak gelandangan dan keluarga.
b) Bimbingan fisik, mental dan sosial.
c) Bimbingan keterampilan kerja.
d) Pemberian bantuan stimulan usaha ekonomi produktif (UEP).
e) Pemberian bantuan stimulan tempat tinggal.
f) Pemberian jaminan hidup (jadup).
g) Pengembalian anak gelandangan ke sekolah.
h) Pemberian advokasi dan aksesibilitas.
i) Temu penguatan kapasitas anak dan keluarga (TEPAK).
6) Pembinaan Lanjut
Serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan kepada klien dan
masyarakat guna lebih dapat memantapkan, meningkatkan dan mengembangkan
kemandirian penerima manfaat di masyarakat. Kegiatan ini meliputi :
a) Bimbingan peningkatan peran serta dalam kehidupan bermasyarakat.
b) Bantuan pengembangan usaha/bimbingan peningkatan keterampilan.
c) Bimbingan pemantapan kemandirian/peningkatan usaha.
7) Monitoring dan Evaluasi
Untuk memastikan apakah proses rehabilitasi sosial anak gelandangan dan keluarga
melalui Program Rumah Tat Twam Asi berlangsung sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Monitoring dan evaluasi dilakukan pada setiap tahapan dan pada
akhir pelaksanaan Program Rumah Tat Twam Asi untuk masukan guna perbaikan
program di masa mendatang.
c. Tahap Terminasi
Tahap pemutusan hubungan layanan. Ini berarti penerima manfaat sudah
menuntaskan proses pelayanan dan telah mencapai kemandirian dan hidup normal
dalam masyarakat, atau penerima manfaat dirujuk atau dilimpahkan kepada
lembaga/organisasi sosial atau pelayanan lain yang tidak dapat di berikan oleh
pekerja sosial/pendamping, seperti instansi pemerintah, instansi sosial,
kepolisian, Rumah Sakit, LKSA lokal maupun internasional, masyarakat dan
lain-lain.
6.
Jenis Kegiatan Rehabilitasi Sosial
Kegiatan rehabilitasi sosial selama ini dilakukan melalui panti-panti
gelandangan pengemis milik Kementerian Sosial maupun Pemerintah Daerah. Namun
demikian, penanganan berbasis lembaga tersebut tidak bisa mengakomodir
kebutuhan akan tempat tinggal dalam jangka waktu yang lama. Berkenaan dengan
hal tersebut, sudah seyogyanya apabila kegiatan rehabilitasi sosial dilakukan
secara terpadu di perkotaan dalam bingkai rumah dan keluarga, serta difokuskan
pada penguatan ketahanan ekonomi keluarga dan kontrol sosial masyarakat.
a. Penjangkauan Anak Gelandangan dan Keluarga
Kementerian Sosial bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dalam melakukan
penjangkauan. Anak gelandangan dan keluarganya yang akan ditangani adalah hasil
dari operasi yustisi yang dilakukan oleh Kementerian Sosial, Dinas Sosial dan
Satuan Polisi Pamong Praja ataupun mereka yang sudah keluar dari panti-panti
rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis milik pemerintah ataupun Rumah
Aman dan RPSA.
b. Bantuan Stimulan Tempat Tinggal
Layanan ini diberikan pada mereka yang telah diassesment dan lolos
seleksi untuk mendapatkan Rumah Tat Twam Asi. Rumah Tat Twam Asi yang dimaksud
di sini adalah rumah sederhana yang slayak ditempati dan sengaja disewakan untu
anak gelandangan dan keluarganya. Nilai bantuan untuk Rumah Tat Twam Asi
berkisar antara 15-20 juta per tahun maksimal selama 3 tahun.
Kegiatan ini untuk sementara dibiayai oleh Kementerian Sosial ataupun
Dinas/Instansi Sosial di Propinsi/Kabupaten/kota, mengingat sifat program yang
lingkupnya masih kecil bentuknya masih program ujicoba. Ke depan, jika program
ini berhasil dan siap direplikasikan secara nasional, Program Rumah Tat Twam
Asi akan bekerja sama dengan Kementerian Perumahan dan Permukiman atau
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, baik yang ada di tingkat Pusat
maupun Propinsi/Kota. Melalui bantuan perumahan ini diharapkan para anak gelandangan
dan keluarga kembali memahami arti sebuah rumah yaitu sebagai simbol utama
dalam keluarga, sehingga nilai-nilai sosial dan kemasyarakatan juga dapat
timbul dengan sendirinya.
c. Bimbingan Fisik, Mental dan Sosial
Para anak gelandangan dan keluarga yang lolos seleksi dan persyaratan,
akan diberikan bimbingan fisik, mental dan sosial. Bimbingan fisik diarahkan
pada tuntunan untuk pengenalan dan praktek cara-cara hidup sehat, secara
teratur dan disiplin, agar kondisi badan/fisik dalam keadaan selalu sehat.
Bimbingan mental diarahkan pada tuntunan untuk memahami diri sendiri dan orang
lain, dengan belajar tentang keagamaan, cara berpikir positif dan keinginan
untuk berprestasi. Bimbingan sosial diarahkan pada tatanan kerukunan dan
kebersamaan hidup bermasyarakat, sehingga diharapkan dapat menimbulkan
kesadaran dan tanggung jawab sosial baik di lingkungan keluarga maupun di
lingkungan masyarakat.
d. Bimbingan Keterampilan
Para keluarga anak gelandangan mendapatkan pelatihan keterampilan sesuai
minat dan bakatnya di ’Rumah Kerja Tat Twam ASI’ (RKTTA) yang ada di Dinas
Sosial Propinsi/Kota. Biaya pelatihan ditanggung oleh Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah (cost sharing).
Bagi mereka yang telah lulus pelatihan keterampilan akan diberikan bantuan
stimulan untuk modal usaha sesuai dengan keterampilan yang dimilikinya ataupun
dirujuk ke tempat kerja bila dimungkinkan. Namun demikian mereka diharuskan
menandatangani surat perjanjian tidak menggelandang lagi.
e. Bantuan Stimulan Usaha Ekonomis Produktif
Karakteristik gelandangan memang beragam. Ada diantara mereka yang
membutuhkan pelatihan keterampilan, namun ada juga dari mereka yang membutuhkan
modal untuk usaha. Penerima manfaat yang hanya butuh modal untuk usaha dan
tidak mengikuti pelatihan keterampilan melalui ’Rumah Kerja Tat Twam ASI’ (RKTTA)
yang ada di Dinas Sosial Propinsi/ Kota juga akan mendapatkan bantuan stimulan
langsung. Bantuan ini berupa bantuan stimulan usaha ekonomi produktif (UEP)
yang jenis bantuannya disesuaikan dengan minat, bakat, dan pangsa pasar di
daerah setempat. Bagi mereka yang telah mendapatkan bantuan modal usaha juga
harus menandatangani surat perjanjian tidak menggelandang lagi.
f. Jaminan Hidup
Sementara keluarga anak gelandangan mengikuti layanan yang ada, otomatis
mereka tidak bekerja (menggelandang dan mengemis). Sebagai konsekuensinya
mereka akan mendapatkan jaminan hidup (jadup) yang waktunya disesuaikan dengan
situasi kondisi serta dana yang ada. Jaminan hidup akan dihentikan ketika para
penerima manfaat diperkirakan sudah hidup mandiri dan dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya.
g. Pengembalian Anak-Anak Gelandangan ke Sekolah
Kegiatan ini berupa bantuan stimulan seperti peralatan sekolah untuk
anak-anak yang meliputi seragam, sepatu, tas, buku dan alat tulis dalam satu
paket. Besarnya bantuan stimulan disesuaikan dengan alokasi dana yang tersedia.
Pendamping juga melakukan advokasi ke lembaga pendidikan baik formal maupun
nonformal agar mau menerima anak kembali bersekolah.
h. Advokasi sosial dan pengembangan aksesibilitas
Terbatasnya kemampuan dan sumberdaya yang dimiliki anak gelandangan dan keluarga
sangat berdampak pada ketidakmampuan dalam mengakses sumber daya sosial yang
dapat dimanfaatkan dalam meningkatkan taraf hidupnya melalui pengelolaan
aktifitas sosial ekonomi. Para penerima manfaat perlu difasilitasi agar mereka
dapat menjangkau berbagai sistem sumber yang tersedia. Ketidakmampuan
gelandangan dan pengemis dalam mengatasi masalah yang dihadapi dan rentannya
kondisi sosial ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, perlu dilakukan
advokasi sosial untuk memberikan perlindungan dalam pemenuhan hak-hak dasar
sebagai warga negara.
i. Temu penguatan kapasitas anak dan keluarga (TEPAK).
Temu Penguatan Kapasitas Anak dan Keluarga (TEPAK) merupakan kegiatan
berbagi informasi dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam
pengasuhan dan perawatan anak.
F.
Indikator
Keberhasilan
- Umum
Indikator yang menjadi ukuran umum keberhasilan dalam kegiatan ini
mencakup:
a. Ada kesamaan pola pikir dan pola tindak para pemangku kepentingan dalam
rehabilitasi sosial anak gelandangan dan keluarga yang berbasis non-panti.
b. Ada realisas/implementasi dalam rehabilitasi sosial anak gelandangan dan
keluarga berbasis non-panti yang memenuhi standar pelayanan minimal.
c. Ada Implementasi rehabilitasi sosial anak gelandangan dan keluarga memenuhi
tertib administrasi dan manajemen.
- Khusus:
a. Semakin banyaknya LKSA yang terlibat dalam rehabilitasi sosial anak gelandangan
dan keluarga berbasis non-panti.
b. Makin banyaknya para pemangku kepentingan yang turut berperan serta
aktif dalam rehabilitasi sosial anak gelandangan dan keluarga berbasis non-panti.
c. Makin banyaknya dukungan anggaran dari berbagai pihak dalam penanganan anak
gelandangan dan keluarga berbasis non-panti.
d. Ada kesediaan dari anak gelandangan dan keluarga untuk mengikuti secara
aktif dan tuntas rehabilitasi sosial berbasis non-panti.
e. Ada perubahan sikap dan perilaku dari anak gelandangan dan keluarga dari
yang negatif ke positif.
f. Makin berkurangnya stigma masyarakat terhadap anak gelandangan dan keluarga.
g. Makin berkurangnya jumlah anak gelandangan dan keluarga secara bertahap.
G.
Pembiayaan
Pembiayaan kegiatan ini bersumber dari:
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi/kota.
3. Sumber lain yang tidak mengikat.
H.
Sistem
Pengendalian
Pengendalian adalah serangkaian kegiatan yang berlangsung secara terus
menerus yang dilakukan oleh semua unsur pengendali terhadap aktivitas program
atau kegiatan mulai dari tahap perencanaan sampai dengan pelaksanaan dalam
rangka mengupayakan tercapainya tujuan dan sasaran program atau kegiatan.
Pengendalian dalam Program Rumah Tat Twam Asi terdiri dari empat kegiatan,
yaitu: Supervisi, Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan.
1. Supervisi
a. Pengertian
Supervisi merupakan rangkaian proses bimbingan teknis terhadap seluruh
kegiatan pelaksanaan operasional Program Rumah Tat Twam Asi.
b. Tujuan
1) Mengetahui sejauh mana pelaksana mengerti, menghayati dan memahami
bidang tugas masing-masing, serta mampu melaksanakan tugas yang menjadi
tanggung jawabnya.
2) Meningkatkan dan memantapkan kerjasama serta etos kerja pelaksana.
3) Menjamin agar proses kegiatan berjalan secara benar dan tujuan tercapai
secara optimal sesuai dengan rencana.
c. Sasaran
Sasaran kegiatan supervisi Program Rumah Tat Twam Asi adalah semua
pelaksana Program Tat Twam Asi yang meliputi.
1) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.
2) Penerima manfaat.
3) Pendamping.
d. Pelaksana
1) Petugas/penanggung jawab program secara berjenjang dari Pusat, Provinsi,
dan Kota.
2) Pimpinan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA).
3) Tim Asistensi Program.
e. Komponen Supervisi
1) Aspek Administrasi.
2) Aspek Kelembagaan.
3) Aspek Teknis Pelaksanaan.
f. Langkah-Langkah
1) Merumuskan tujuan supervisi.
2) Mempersiapkan instrumen supervisi.
3) Menentukan tempat, waktu, dan target.
4) Melaksanakan kegiatan supervisi.
g. Indikator Keberhasilan Supervisi
1) Jumlah pertemuan supervisi yang dilakukan selama kegiatan Program Rumah
Tat Twam Asi berlangsung
2) Jumlah sasaran supervisi yang hadir dalam setiap pertemuan.
3) Jumlah permasalahan yang terungkap dan teratasi.
4) Adanya laporan hasil supervisi.
2. Monitoring
a. Pengertian
Monitoring atau pemantauan merupakan rangkaian kegiatan pengamatan
secara terus menerus untuk mengetahui tingkat perkembangan kegiatan, hambatan
yang dihadapi serta dukungan yang diperoleh dari berbagai pihak. Monitoring
dilakukan pada setiap tahap kegiatan Program Rumah Tat Twam Asi, mulai dari
tahap awal sampai tahap akhir kegiatan.
b. Tujuan
1) Mengetahui apakah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan
rencana.
2) Melaksanakan identifikasi masalah yang timbul agar langsung dapat
diatasi.
3) Mengetahui apakah pola kerja dan manajemen yang digunakan sudah tepat
untuk mencapai tujuan kegiatan.
4) Menyesuaikan kegiatan dengan lingkungan yang berubah, tanpa menyimpang
dari tujuan yang telah ditetapkan.
c. Sasaran
1) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak tempat Program Rumah Tat Twam Asi
dilaksanakan.
2) Pendamping kegiatan Program Rumah Tat Twam Asi.
3) Penerima manfaat.
4) Setiap tahapan dalam pelaksanaan kegiatan Program Tat Twam Asi.
5) Seluruh komponen kegiatan Program Tat Twam Asi.
d. Pelaksana
1) Petugas/penanggung jawab program secara berjenjang dari Pusat, Provinsi,
dan Kota.
2) Pimpinan Lembaga Kesejahteraan Sosial tempat Program Rumah Tat Twam Asi dilaksanakan.
3) Pendamping Program Tat Twam Asi.
e. Komponen Monitoring
1) Komponen Konteks (berkaitan dengan landasan hukum, kebijakan, peraturan
perundang-undangan.
2) Komponen Input (sumber daya manusia, dana, peralatan, bahan).
3) Komponen Proses (proses kegiatan, interaksi dengan lingkungan,
pengelolaan SDM, partisipasi).
4) Komponen Output (kondisi penerima manfaat setelah menerima program,
ketercapaian sasaran, jumlah dan kualitas termasuk masalah yang terjadi jika
sasaran tidak tercapai).
5) Komponen Hasil (merupakan kelanjutan dari keluaran yang terkait dengan
peningkatan kemampuan lembaga, tingkat kepercayaan masyarakat, apresiasi atau
dukungan dari pihak lain).
f. Langkah-Langkah
1) Mempelajari secara seksama gambaran umum/profil penerima manfaat
2) Mempersiapkan instrumen pemantauan.
3) Menentukan tempat, waktu dan target.
4) Melaksanakan kegiatan pemantauan.
g. Indikator Keberhasilan Monitoring
1) Jumlah kegiatan monitoring.
2) Adanya laporan hasil monitoring.
3. Evaluasi
a. Pengertian
Evaluasi merupakan rangkaian kegiatan penilaian dan pengukuran terhadap
seluruh kegiatan pendampingan Program Rumah Tat Twam Asi mulai perencanaan sampai
kepada hasil kegiatan. Dari evaluasi dapat diperoleh berbagai data dan
informasi tentang hasil yang dicapai pada setiap tahapan kegiatan (formatif)
dan hasil seluruh kegiatan (sumatif), baik dukungan maupun hambatan yang
dihadapi.
b. Tujuan
1) Memberikan penilaian apakah pada setiap tahapan kegiatan dapat mencapai
hasil sebagaimana yang telah ditetapkan.
2) Memberikan penilaian apakah keseluruhan hasil kegiatan dapat dicapai
sesuai yang direncanakan.
3) Memberikan informasi untuk membuat perencanaan dan pengambilan
keputusan.
c. Sasaran
1) Lembaga pelayanan sosial dimana Program Rumah Tat Twam Asi dilaksanakan.
2) Pendamping Program Rumah Tat Twam Asi.
3) Hasil seluruh kegiatan.
4) Penerima Manfaat.
d. Pelaksana
1) Petugas/penanggung jawab program secara berjenjang dari Pusat, Provinsi,
dan Kabupaten/ Kota.
2) Pimpinan Lembaga Kesejahteraan Sosial dimana Program Rumah Tat Twam Asi
dilaksanakan.
3) Pendamping Program Rumah Tat Twam Asi.
e. Komponen Evaluasi
1) Evaluasi proses, untuk menilai kesesuaian seluruh proses dengan
ketentuan yang telah ditetapkan dalam dokumen program.
2) Evaluasi hasil, untuk menilai apakah pelaksanaan program kegiatan itu
berhasil atau gagal, dengan menggunakan instrument yang telah disiapkan
sebelumnya.
f. Langkah-Langkah
1) Merumuskan tujuan penilaian yang ingin dicapai.
2) Menentukan tempat, waktu dan tenaga pelaksana untuk pelaksanaan.
3) Mempersiapkan instrumen penilaian.
4) Pelaksanaan evaluasi.
g. Indikator Keberhasilan Evaluasi
1) Jumlah kegiatan evaluasi.
2) Laporan hasil evaluasi.
4. Pelaporan
a. Pengertian
Pelaporan pendampingan merupakan serangkaian kegiatan penyusunan dan
penyampaian hasil kegiatan pendampingan Program Rumah Tat Twam Asi yang sedang
dan telah dilakukan. Pelaporan digunakan sebagai bahan dokumentasi,
pertanggungjawaban sekaligus menjadi bahan masukan bagi upaya optimalisasi
kegiatan Program Rumah Tat Twam Asi.
b. Tujuan
Tersedianya data dan informasi yang lengkap tentang pelaksanaan
kegiatan, hasil yang dicapai pada setiap tahapan kegiatan maupun hasil seluruh
kegiatan, faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan kegiatan.
c. Sasaran
1) Input kegiatan (SDM, fasilitas, kegiatan dan dana).
2) Seluruh pelaksanaan pada setiap tahapan kegiatan.
3) Keberhasilan yang dicapai, baik pada setiap tahap kegiatan maupun hasil
dari seluruh kegiatan
4) Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan kegiatan.
d. Pelaksana
1) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak tempat Program Rumah Tat Twam Asi
dilaksanakan.
2) Pendamping Program Rumah Tat Twam Asi.
e. Komponen Pelaporan
1) Tahapan pelaksanaan
2) Hasil yang dicapai dalam setiap tahapan maupun dalam seluruh kegiatan
3) Faktor pendukung dan penghambat
4) Upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan dukungan dan mengatasi
hambatan
f. Periode Laporan
1) Laporan awal merupakan laporan yang berisikan uraian kegiatan yang akan
dilakukan dalam program yang telah ditentukan.
2) Laporan antara merupakan laporan yang berisikan perkembangan kegiatan
yang sedang dijalankan.
3) Laporan akhir merupakan laporan keseluruhan kegiatan dari mulai
persiapan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dari kegiatan yang telah
dilaksanakan.
g. Sistematika Pelaporan
1) Pendahuluan
2) Tujuan
3) Manfaat
4) Pelaksanaan Kegiatan (Pemantauan dan Evaluasi)
5) Hasil yang dicapai
6) Faktor Pendukung dan Penghambat
7) Rekomendasi
8) Lampiran :
a) Foto kegiatan,
b) Daftar hadir pertemuan,
c) Administrasi keuangan, dll.
h. Langkah-Langkah
1) Mengumpulkan laporan kegiatan pelayanan sosial setiap tahap.
2) Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan pelayanan sosial yang meliputi
aspek teknis administrasi dan operasional.
3) Mengirim kepada yang berkepentingan dan menyimpan kedalam file.
i. Indikator Keberhasilan Pelaporan
1) Terkumpulnya bahan seluruh kegiatan.
2) Teranalisisnya hasil kerja sebagai bahan perumusan program kerja ke arah
yang lebih baik.
3) Terkirimnya laporan secara berkala maupun insidental.
I.
Penutup
Program Rumah Tat Twam Asi fokus pada
rehabilitasi sosial untuk anak gelandangan dan keluarga di perkotaan. Program
ini berusaha menjawab persoalan tentang bagaimana menangani masalah anak yang
menggelandang, namun sekaligus memberikan penguatan pada keluarga. Pelibatan
pemerintah, dunia usaha, lembaga kesejahteraan sosial
anak, tokoh-tokoh masyarakat, dan masyarakat umum secara aktif menjadi kekuatan
program ini, dalam mendukung para penerima manfaat agar tidak menggelandang
lagi. Berbagai intervensi dilakukan agar para penerima manfat dapat hidup
mandiri dan kembali hidup normal sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai
sosial yang berlaku dalam masyarakat.
Kehadiran Program Rumah Tat Twam Asi diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
anak akan tempat tinggal yang layak, sekaligus mengubah pola pikir dan perilaku
anak gelandangan dan keluarganya, sehingga dapat berpikir dan berperilaku
positif serta dapat mengoptimalkan layanan yang disediakan oleh pemerintah dan
lembaga kesejahteraan sosial anak yang ada di Indonesia. Memang diakui bahwa
perubahan pola pikir dan perilaku membutuhkan waktu yang panjang, biaya yang
besar, dan menuntut kesabaran yang tinggi. Walaupun demikian, kita harus
optimis bahwa kita bisa melakukan dan mewujudkannya. Ini adalah tanggung jawab
kita bersama dan bukan semata-mata tanggung jawab sektor sosial.
Bibliography:
Rohman, Arif. 2005. 'Menggagas Perumahan Layak Bagi Keluarga Miskin Perkotaan', dalam Menuju Indikator Keluarga Sejahtera. Jakarta: Departemen Sosial. pp. 31-37.
Bibliography:
Rohman, Arif. 2005. 'Menggagas Perumahan Layak Bagi Keluarga Miskin Perkotaan', dalam Menuju Indikator Keluarga Sejahtera. Jakarta: Departemen Sosial. pp. 31-37.
*Diajukan sebagai wujud kontribusi dalam inovasi dan pengembangan model penanganan anak-anak
gerobak dan anak-anak yang menggelandang bersama keluarganya di perkotaan.
No comments:
Post a Comment