Sedikit penjelasan dr. Bahdar T. Johan, Sp.PD.,
dari RS Internasional Bintaro, Tangerang, Banten
Istilah awam seringkali berbeda dengan istilah medis. Meskipun demikian, masih bisa ditelusuri apa penyakitnya.
Banyak istilah penyakit yang beredar di masyarakat yang tidak dikenal dalam dunia kedokteran. Seperti angin duduk, masuk angin, darah kotor, atau darah manis. Menurut dr. Bahdar T. Johan, Sp.PD., dari RS Internasional Bintaro, Tangerang, Banten, meskipun banyak istilah awam yang tidak ditemukan dalam dunia kedokteran, tapi pihak medis bisa menelusuri apa yang dimaksud. Biasanya lewat gejala-gejala yang dikeluhkan pasien.
Menurutnya, istilah awam ini muncul dari berbagai pengalaman yang dirasakan secara langsung. Angin duduk misalnya, menggambarkan angin yang terkurung dalam organ pencernaan. Lalu, jika bisul sering muncul di bagian tubuh tertentu saja, maka awam akan mengaitkannya dengan darah kotor.
Berikut istilah awam yang sering kita dengar.
ANGIN DUDUK
Yang dimaksud angin duduk oleh awam adalah perut kembung yang disertai rasa sakit menusuk, seperti ada gas atau udara yang terperangkap dalam rongga pencernaan. Gas ini mendesak dinding-dinding perut sehingga membuat anak sesak napas.
Angin duduk, seperti dijelaskan Bahdar, tidak memiliki padanan istilah dalam ilmu medis. Gejalanya, anak mengalami kesulitan mengeluarkan gas dari saluran cernanya. Penyebabnya bisa jadi gangguan di saluran usus yang bersifat ileus atau penyumbatan total.
Penyumbatan total bisa terjadi akibat gumpalan cacing, tumor, atau invaginasi pada anak yang biasanya disertai kolik (kembung) hebat, muntah-muntah, dan kadang-kadang demam. Ileus bisa juga disebabkan gangguan usus secara paralitik, yakni usus tidak mampu bekerja secara baik, kering, sehingga sulit mengeluarkan sisa hasil pencernaan, termasuk gas, melalui anus. Kemungkinan berikutnya, anak kekurangan kalium.
Gas yang terperangkap dalam organ pencernaan ini masuk ke perut berbarengan dengan makanan/minuman atau hasil dari pencernaan. Biasanya, setelah makan atau minum anak akan bersendawa atau buang angin. Kalau tidak, bisa berlanjut dengan gejala yang disebut angin duduk.
Seringkali pula awam mengaitkan kematian mendadak seseorang akibat terserang angin duduk. Hal ini memang mungkin terjadi, tetapi prosesnya tidak seperti yang dibayangkan awam. Bahdar menjelaskan, bila angin atau gas tidak dapat dikeluarkan segera, bakteri yang ada dalam usus akan berkembang dengan cepat. Selanjutnya, bakteri tersebut akan menyebar dan menembus sistem pertahanan di daerah usus, lalu masuk ke dalam aliran darah dan menimbulkan infeksi yang berat ke seluruh tubuh. “Hal inilah yang akan menyebabkan kematian,” jelas Bahdar.
Cara mengatasinya tergantung pada penyebab. Bila ileus, maka usus harus dibebaskan dari sumbatan dengan cara dibedah. Bila paralitik cukup dengan obat-obatan untuk merangsang pengeluaran gas. Kalau kekurangan kalium, maka diberi tambahan kalium.
“Pemberian obat-obatan biasanya dibarengi dengan tindakan konservatif, yakni memasukkan selang dari hidung masuk ke lambung untuk membuang gas dan makanan yang masih ada di atas lambung,” paparnya. Bila ada penyakit dasar lain, seperti radang pankreas atau kolik ginjal yang menyebabkan usus tidak berfungsi dengan baik, maka penyakit-penyakit tersebut harus diatasi secara bersamaan.
Memang, aku Bahdar, gejala serangan angin duduk hampir sama dengan serangan penyakit jantung, yang dinamakan sindroma serangan jantung. Gejalanya memang sulit dibedakan: perut kembung, nyeri di ulu hati, perih menusuk, sering bersendawa, dan sesak napas. “Pasien merasa sedang masuk angin, padahal dia mungkin terserang penyakit jantung.”
Untuk membedakan apakah gejala tersebut angin duduk atau serangan jantung bisa dibedakan dari masa serangannya. Angin duduk biasanya berproses cukup lama, bisa mencapai satu minggu, sedangkan sindroma serangan jantung, biasanya singkat, bisa satu atau dua hari. Namun, bila sebelumnya pasien sudah menderita penyakit jantung, bisa saja serangan angin duduk merupakan pemicu terjadinya serangan jantung.
MASUK ANGIN
Istilah ini pun tak dijumpai dalam ilmu kedokteran. Namun, pemakaiannya sudah sangat memasyarakat. Ketika otot pegal-pegal atau mengeras misalnya, masyarakat menganggapnya masuk angin. Padahal, setelah diteliti, di otot yang pegal tersebut tidak ada angin yang terperangkap.
Bahdar menjelaskan, mungkin yang dimaksud awam adalah gejala terperangkapnya angin di dalam rongga pencernaan yang kemudian mempengaruhi perasaan pasien yang akhirnya membuat badan terasa pegal dan tidak enak. Adanya udara yang terasa di seluruh tubuh, mungkin inilah yang dikatakan masuk angin. Namun, Bahdar mengakui, begitu pasien dipijat atau dikerok, keluhan masuk angin itu hilang. “Hal ini memang unik, karena dari apa yang terjadi tidak bisa dibuktikan secara medis.”
Berbagai penelitian kesehatan juga membuktikan, pijat dan kerok tidak secara langsung mengeluarkan angin dari bagian-bagian tubuh yang masuk angin. Pijat atau kerok sebenarnya merupakan rangsangan refleks terhadap rongga pencernaan untuk mengeluarkan udara, yang pengeluarannya bisa berupa sendawa atau buang angin. Selain itu, masuk angin biasanya terjadi pada orang yang terlalu letih atau stres, yang menimbulkan rasa nyeri di otot. Otomatis pijat dan kerok bisa merelakskan otot-otot yang tegang.
Namun, Bahdar mengingatkan, agar berhati-hati saat melakukan pengobatan sendiri. “Pijat bolehlah, tapi harus dilakukan oleh orang yang benar-benar pandai melakukannya.” anjur Bahdar, “Namun, kalau mengerok, jangan.”
Masalahnya, kerok menyebabkan lubang pori-pori menjadi lebih besar. Kerok pun dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah kapiler. “Warna merah yang muncul setelah kulit dikerok bukanlah tanda bahwa angin sudah keluar, tetapi tanda kalau pembuluh darah kapiler sudah pecah.” Sulitnya, kerokan sudah sangat memasyarakat dan sering dijadikan pengobatan alternatif untuk menyembuhkan penyakit yang diduga sebagai masuk angin tersebut.
DARAH KOTOR
Istilah darah kotor, kata Bahdar, merupakan persepsi salah yang sudah memasyarakat di kalangan awam. Masyarakat beranggapan bahwa darah yang kotor akan menimbulkan bisul, jerawat, kulit kemerahan, dan sebagainya. Persepsi ini semakin diperkuat oleh iklan produk obat tradisional di televisi.
Padahal, dalam dunia kedokteran, darah tidak ada yang kotor. Semua darah bersih dan dapat digunakan dengan baik. Memang, ada darah yang mengandung banyak CO2 (karbon dioksida, hasil dari metabolisme tubuh) dan sedikit O2 (oksigen), biasanya darah yang berada dalam pembuluh darah balik. Dalam dunia medis, darah ini harus melalui proses pembersihan sebelum digunakan untuk metabolisme kembali. “Proses pembersihan ini bukan berarti darah itu kotor, tetapi darah tersebut harus dibebaskan dari CO2 dan harus diisi O2,” tegas Bahdar.
Proses pembersihannya, setelah menyuplai beragam zat ke seluruh tubuh, darah kemudian balik ke jantung. Darah yang mengandung banyak CO2 kemudian masuk ke dalam bilik kanan jantung, kemudian dipompa ke paru-paru. Di paru-paru, darah tersebut disaring, CO2 dikeluarkan lewat napas yang keluar dan diisi O2. Setelah itu, darah akan masuk ke bilik kiri jantung dan dipompa ke ginjal. Di ginjal darah dibersihkan lagi dari kandungan racun, seperti kreatinin. Setelah dibersihkan, darah akan menyebar ke seluruh bagian tubuh.
Namun, bila terjadi masalah pada jantung, paru-paru, dan ginjal, kebersihan darah sangat mungkin terganggu. Dalam situasi seperti ini, bisa saja darah menjadi kotor. Misalnya, kebocoran pada jantung bisa menyebabkan tercampurnya darah yang belum dibersihkan dengan darah yang sudah bersih, TBC bisa menyebabkan kadar CO2 menumpuk, dan gagal ginjal bisa menyebabkan zat racun menetap di dalam darah. Tak heran bila orang berpenyakit paru yang sudah kronis, kadar CO2-nya sangat tinggi.
Namun, anggapan darah yang kotor ini tidak seperti yang dibayangkan oleh awam. “Awam, kan, membayangkan darah kotor akan menyebabkan bisul, jerawat, atau yang lainnya, padahal tidak demikian.” Tumbuhnya bisul atau jerawat bukan karena darah yang kotor melainkan karena kulit yang bermasalah. Misalnya, infeksi kelenjar minyak pada kulit, yang akhirnya membuat kuman masuk ke dalam dan timbullah bisul atau yang lainnya, atau juga karena alergi.
DARAH MANIS
Seringkali awam mengidentikkan darah manis dengan mudahnya anak terluka akibat gigitan nyamuk. Padahal, menurut Bahdar, persepsi ini salah.
Bila anak mudah bentol, teriritasi, terinfeksi, dan sulit sembuh kala digigit serangga, hal ini bukan karena darahnya manis, melainkan lebih karena asma kulit. Mungkin anak menderita prurigo, semacam alergi kulit, yang membuatnya mudah sekali bentol, teriritasi, atau terinfeksi.
Seringkali darah manis ini dihubungkan dengan penyakit kencing manis/diabetes. Alasannya, penderita diabetes pun punya kecenderungan hampir sama, yaitu luka pada tubuhnya sulit sembuh. Namun, tidak begitu dengan darah manis.
RABUN AYAM
Rabun ayam memang istilah awam, tetapi ada padanan istilah kedokterannya, yaitu rabun senja. Ketika senja, ayam sulit melihat dengan baik. Nah, gangguan seperti itu disebut rabun ayam.
Rabun ayam atau rabun senja disebabkan kekurangan vitamin A. Bila kekurangan ini dibiarkan saja, tanpa ada perawatan yang baik, kemungkinan lanjutannya adalah anak menjadi buta. “Namun, proses kebutaan tidak terjadi secara langsung. Kasusnya pun sudah sangat jarang ditemui.”
Untuk mengatasinya diperlukan konsumsi vitamin A yang cukup. Sumbernya bisa suplemen vitamin A atau buah-buahan yang banyak mengandung vitamin A, seperti tomat dan wortel. Konsumsi vitamin A secara baik biasanya akan menyembuhkan anak dari rabun senja. Rabun senja ini bersifat tidak permanen.
PARU-PARU BASAH
Istilah ini mungkin muncul karena awam beranggapan paru-paru anak memang benar-benar basah. “Memang,” aku Bahdar, “ada semacam cairan di rongga pleura bagian bawah, yang dinamai efusi pleura, jadi bukan di paru-paru.”
Pleura adalah satu rongga yang memiliki dua selaput. Rongga ini berada di luar paru-paru, tepatnya di sekeliling paru-paru. Bila ada radang di pleura ini, maka akan muncul cairan. Cairan yang banyak akan menumpuk di dalam rongga tersebut dan sulit untuk dikeluarkan.
Peradangan pleura di Indonesia paling sering disebabkan penyakit TBC. Radang di dalam paru-paru ini akan menembus pleura yang lalu menimbulkan cairan. Selain TBC, cairan bisa muncul bila paru-paru terkena bronkhitis, tumor, bahkan masalah di luar paru-paru, seperti demam berdarah, kekurangan albumin, dan lain-lain.
Cairan muncul karena peradangan paru-paru mengganggu permeabilitas (keadaan zat yang memungkinkan lewatnya zat lain)pembuluh darah dan saluran getah bening di daerah tersebut sehingga cairan merembes masuk. “Perlu diingat, cairan tersebut bukan merupakan lendir dari saluran napas atas yang turun ke bawah, tetapi muncul karena peradangan,” tandas Bahdar. Rongga pleura sama sekali tidak tersambung ke rongga napas bagian atas sehingga sulit untuk dikeluarkan.
Tingkat bahaya penyakit ini tergantung pada penyakit dasarnya. Bila disebabkan tumor atau kanker, maka sangat berbahaya. Sedangkan bila karena TBC, infeksi nonspesifik, kekurangan albumin, atau kuman demam berdarah, biasanya tidak terlalu serius.
Cara menanggulanginya bisa dengan pengobatan antibiotik untuk meredakan peradangan, penguatan daya tahan tubuh, serta meredakan sesak. “Biasanya kalau sudah menimbulkan gejala sesak napas akan dilakukan penyedotan cairan pleura, karena cairan ini tidak bisa dikeluarkan lewat batuk,” tandas Bahdar