Sunday, 19 July 2009

Dua Wanita Tua

Dua Wanita Tua


Arif Rohman



Petang itu dua orang wanita tua menyambutku di depan pintu. Dari wajahnya tergurat keceriaan. Mereka mengundangku dinner di rumahnya di Moshmann St. Jarang sebenarnya seseorang mengundang makan malam jika tidak mengenal betul personality orang yang diundang. Mereka berumur sekitar 70 'an. Yang satu adalah pensiunan social worker dari Deakin University dan yang satunya lagi adalah lawyer dari University of Sydney. Mereka tidak menikah dan tidak punya saudara. Hidup sendiri. Aktivitas mereka hanya membaca novel, memasak, berkebun, menulis diary dan mendengarkan musik.

Dua orang wanita tua duduk melingkar di sebuah meja yang bersih dan putih. Dibentangkannya garpu besar dan garpu kecil disebelah kiriku sementara sendok besar, sendok kecil dan pisau makan di sebelah kananku. Sebuah lilin besar dinyalakan, lampu dimatikan membuat suasana jadi tambah mengesankan. Dua buah kartu ucapan selamat diberikan kepadaku. Disisipkannya sebuah kado kecil. Aku membuka kartu-kartu dan kado itu dengan meminta ijin sebelumnya. Mereka sepertinya gembira dan meminta aku untuk segera membukanya. Yang pertama adalah sebuah kartu berwarna biru langit dengan isinya yang bertuliskan 'Wishing you a very happy birthday' dan yang satunya kartu seukuran dua ujung jemariku bergambar rose dengan tulisan 'Happy birthday and Love'. Indah sekali.. Dua kata sederhana tapi mengingatkanku kalau masih ada cinta di dunia ini. Kubuka kado kecil itu, isinya sebuah pena merek parker yang indah. Katanya, sekarang jaman modern dan komputer tapi kamu masih butuh pulpen untuk menulis. Pulpen yang berwarna perak, indah, elegan itu dibelikan khusus untukku.. Aku terharu dengan kedua wanita tua itu. Aku mengagumi kedua wanita itu. Yang satu menguasai bahasa France, Germany dan sebuah dictionary selalu terbuka di salah satu mejanya. Hal yang tidak pernah aku lihat di Indonesia yang kecintaan akan bahasanya sendiri mulai diragukan. Hampir setiap rumah memiliki Oxford Dictionary. Aku hanya tersenyum kecut.. Tidak pernah kulihat seseorang di Indonesia menyimpan Kamus Bahasa Indonesia di rumahnya. Sedangkan nenek tua yang satunya walaupun sudah berkepala tujuh tapi masih sekolah dan mengambil jurusan ilmu komputer. Sekali lagi aku tersenyum pelan.. Di Indonesia nenek tua dianggap tidak tahu diri kalau masih kuliah dan paling-paling kerjaannya hanya momong cucu.

Dua wanita tua menemani aku berbincang ditemani segelas kecil rum, segelas anggur merah dan secawan teh buatan Cina. Kehangatan minuman itu semakin menambah kehangatan diantara kami. Makanan dan minuman terkadang bisa menjembatani pertemanan diantara beberapa manusia. Diantara senyum, gelak tawa, menyusup susana kehangatan yang mengingatkanku pada Ibu dan keluargaku.. Secuil keju kumasukkan ke dalam mulutku yang menambah gairah persaudaraan di malam itu.

Dua orang wanita tua berbisik ingin mendengarkan harapanku. Di sini sebuah mimpi, sebuah harapan, sebuah cita-cita sekecil apapun itu selalu dihargai.. Aku bercerita tentang bintang dan rembulan. Tentang angin, api dan sejuknya air. Aku bercerita tentang laut-laut, pohon, dedaunan dan gunung-gunung. Mereka terpesona mendengarkan ceritaku. Dan entah kenapa dua nenek tua itu menangis. Aku tidak tahu kenapa mereka harus menangis. Bukankah ini hari ulang tahunku? Tak seharusnya mereka menangis.. Bukankah bintang, rembulan, angin, api, air, laut-laut, pohon, dedaunan dan gunung-gunung adalah sesuatu yang biasa kita temui dalam hidup? Mengapa harus menangis? Dan dari kedua bibir mungil dua wanita tua itu keluarlah beberapa patah katanya kepadaku, 'For I know the plans I have for you declares the Lord, plans to prosper you and not to harm you. Plans to give you hope and a future..'

Akankah do'a dua wanita tua akan mengubah jalan hidupku? Akankah do'a dua wanita tua itu mampu mengetuk jiwa sang maha pencipta? Aku tidak tahu.. Benar-benar tidak tahu.. Kucium kedua tangannya, sebagaimana akar budaya Jawa yang kuat tertanam dalam jiwaku.. Mereka terharu akan budaya ketimuran yang luhur dan merekapun kemudian memberikan ciuman sayang padaku. Hangat sekali. Aku merasakan nuansa kehangatan dan ketulusan. Kehangatan yang menyeruak di dinginnya malam pada pukul sepuluh. Akupun berunjuk pamit. Dua wanita tua itupun menangis.. Menangisi kepergianku dengan doa-doanya.. Kulihat dari jauh mereka masih berdiri di depan pintu rumah dengan ribuan air mata yang mengalir di sela-sela pipinya. Kugenggam tanganku erat-erat, kupaksakan terus melangkah, walaupun dinginnya kota menyergapku dari segala arah. Heaven knows...

Armidale, March 2009.


No comments:

Post a Comment