Kebudayaan Suku Sebyar Di Teluk Bintuni Papua (Studi Kasus Desa Tomu)
Enos H. Rumansara*
Abstract
One reason that cause conflict between tribes, clan or family is the attendance
of companies in their area.
Sebyar tribe is one from 150 tribes in Papua. They inhabitate the the area of
Bintuni in Arandai District where BP, a British mining company, will be
operated.
In the next couple of years the company will be operated with almost 5000
people work on. That condition according to the author will affect the life of
the Sebyar especially people and nature interaction and the Sebyar social
and cultural systems.
The paper tries to show the Sebyar living condition, natural condition and
socio-cultural before the conact with the company.
1. Pendahuluan
Setiap kelompok masayarakat yang mendiami muka bumi memiliki sistem
social dan sistem budaya yang merupakan dasar hidup mereka, sehingga pola
perilaku hidup mereka selalu berpedoman pada system social dan budaya yang
dimilikinya. Sistem social dan budaya setiap kelompok masyarakat selalu
berbeda antara satu kelompok atau suku bangsa dengan suku bangsa lainnya.
Perbedaan tersebut adalah terkait dengan kondisi alam dan atau letak geografis
yang berbeda dari masing-masing kelompok. Perbedaan tersebut terkait dengan
kondosi alam atau letak geografir yang berbeda dari masing-masing wailayah
yang mereka diami.
Suku – suku yang mendiami propinsi Papua juga mengalami hal yang sama.
Ditinjau dari bahasa, masyarakat asli Papua terdiri dari 250 suku yang antara
satu suku dengan suku lainnya berbeda sistem sosial dan budaya walaupun ada
beberapa kesamaaan di dalamnya. Boelaars, Tukar dan laporan penelitian yang
dilakukan oleh "Lavalin Internasional Incorporate “ di Papua. Dalam Laporan
Penelitian dari "Lavalin Internasional Incorporated" yang bekerja sama dengan
* Doktorandus, Magister Antropolgi, Staf pengajar pada Jurusan Antropologi – FISIP
Universitas Cenderawasih, menjabat sebagai Kepala UPT Museum Etnografi Uncen-
Jayapura dan Staf Peneliti Pusat Studi Manusia dan Kebudayaan Papua.
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 48
"PT.Hasfarm Dian Konsultan" tentang Rencana Pembangunan Daerah Papua,
sektor Antropologis (1987), mengemukakan bahwa perbedaan system social
dan kebudayaan masyarakat Papua dipengaruhi oleh zona-zona ekologis di
Papua. Ada 4 (empat) zona ekologis utama, yaitu:
(a) Zona Rawa, Pantai dan Sepanjang Aliran sungai; meliputi: daerah
Asmat, Jagai, Awyu, Yagai Citak, Marind-Anim, Mimika / Kamoro
dan Waropen;
(b) Zona Dataran Tinggi; meliputi: meliputi ; orang Dani, Yali, Ngalun,
Amungme, Nduga, Damal, Moni dan orang Ekari / mee;
(c) Zona Kaki Gunung dan Lembah-Lembah Kecil; meliputi : daerah
Sentani, Nimboran, Ayamaru dan orang Muyu;
(d) Zona Dataran Rendah dan Pesisir; meliputi : Sorong sampai Nabire,
Biak dan Yapen.
Empat zona ekologis tersebut di atas, sangat mempengaruhi unsur-unsur budaya
pada kelompok-kelompok etnis / suku bangsa yang mendiami 4 zona ini, seperti :
sistem mata pencaharian sistem peralatan atau teknologi tradisional, sistem religi,
sistem pengetahuan, bahasa dan kesenian.
Kondisi sistem social dan budaya yang dimiliki secara tradisional oleh kelompok
masyarakat asli yang mendiami empat zona tersebut di atas dapat berubah
apabila terjadi suatu akulturasi, yaitu adanya kontak budaya antara budaya asli
dengan budaya asing / luar. Ada tiga factor yang menurut prof. Budi Santoso
dapat mempengaruhi atau merubah suatu kebudayaan yaitu : factor pendidikan,
Industri dan Pariwisata. Selain itu, kehadiran perusahan pada suatu tempat atau
wilayah tertentu dapat mempengaruhi pula kondisi social dan budaya
masyarakat sekitar perusahaan tersebut.
Suku Sebyar adalah salah satu dari 250 suku bangsa (dilihat dari bahasa) di
Papua yang mendiami wilayah operasi LNG Tangguh di Teluk Bintuni,
tepatnya di Kecamatan Arandai – kabupaten Manukwari. Perusahaan Gas ini
akan beroperasi dengan peralatan teknologi canggih dengan melibatkan 5000
pegawai dengan latar belakang budaya yang berbeda satu sama lainnya. Kondisi
demikian diperkirakan akan mempengaruhi kehidupan masyarakat suku Sebyar
terutama yang berhubungan dengan system social dan budaya mereka. Atas
dasar inilah yang mendorong penulis untuk menulis secara garis besar “rona
awal kondisi social budaya suku Sebyar di kecamatan Arandai – Kabupaten
Teluk Bintuni”. Ada pun beberapa aspek yang diuraikan dalam kondisi rona
awal tulisan ini adalah kondisi lingkungan alam, potensi alam dan budaya,
kependudukan dan beberapa unsur kebudayaan suku Sebyar.
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 49
2. Lingkungan Alam
2.1. Letak, Batas dan Luas Wilayah
Desa Tomu merupakan salah dari 9 desa dalam wilayah administratif kecamatan
Arandai. Desa ini letaknya di bagian utara dari areal wilayah kecamatan
Arandai. Jarak antara ibu kota Kecamatan dengan Ibu kota desa Tomu kurang
lebih 4 Km yang apabila menggunakan long boat mengikuti sungai ditempuh
dalam waktu 20 menit dan apabila jalan kaki jarak tersebut ditempuh dalam
waktu 35 menit. Desa di lalui sungai / anak sungai Gonggo yang membelah
lokasi pemukiman desa Tomu. Pola pemukimannya bejejer mengikuti bagian
kiri dan kanan dari anak sungai Gonggo. Anak Sungai yang membelah lokasi
pemukiman desa Tomu bermuara pada Sungai Sebyar yang merupakan tempat /
areal terdekat untuk mencari siput (bia), ikan sembilan, udang dan jenis ikan
lainnya.
Desa Tomu merupakan bagian dari wilayah kecamatan Arandai yang mempunya
batas-batas wilayah administrasi sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Mardey
- Sebelah Selatan berbatasan dengan desa Taroy dan desa Sebyar Rejosari
- Sebelah Barat berbatasan dengan desa Weriagar
- Sebelah Timur Berbatasan dengan desa Manunggal Karya, Kecap dan
desa Aranday
Luas wilayah desa Tomu secara keseluruhan 79.029,5 Ha. Yang terdiri dari :
- Lokasi Pemukiman …………………… 17 Ha.
- Hutan Kayu dan Sagu …………………….. 21.000 Ha.
- Tanah Tidak Subur / Kritis …………… 13 Ha.
- Padang Alang-Alang ………………….. 800 Ha
- Hutan Bakau …………………………….. 28.000 Ha.
- Lain-lain ………………………………… 29.199,5 Ha
2.2.Topografi dan Iklim
Desa Tomu berada pada ketinggian kurang - lebih 3 - 5 m di atas permukaan air
laut dan lokasi pada dataran rendah di sekitar teluk Bintuni yang kondisi
tanahnya berawa yang lahannya selalu pasang surut mengikuti air laut dengan
jenis tanah Allevium dan Gambut ( 2.500 Ha.) yang di tumbuhi Bakau, Sagu dan
jenis tanaman lainnya hingga sebagian areal menjadi hutan Bakau, sagu dan
lainnya. Hutan Bakau, sagu dan hutan kayu lainnya di lewati sungai-sungai kecil
yang bermuara ke sungai Sebyar dan sungai Weriagar.
Desa Tomu yang merupakan bagian dari kecamatan Arandai yang juga
berada pada kawasan teluk Bintuni memiliki iklim cukup berfariasi
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 50
namun menurut data yang diperoleh pada data monografi desa ( th. 2000 )
menunjukkan bahwa :
- Curah hujan rata-rata per tahun 2 – 500 mm,
- Temperatur bervariasi sekitar 22 – 32’ C.
Musim kemarau dan penghujan tidak ada perbedaan yang mutlak.
2.3.Kondisi Tanah
Desa Tomu memiliki kondisi tanah yang cukup bervariasi. Untuk sementara
Jenis tanahnya yang diketahui dilapangan yaitu : tanah Allevium, tanah Gambut
( 2.500 Ha). Tanah yang mengalami pasang surut 1 : 500 Ha. Selain itu,
menurut data desa ada memiliki 13 Ha tanah kritis.
3. Potensi Desa
Potensi yang dimiliki desa dalam meningkatkan pembangunan ekonomi desa
dapat dikemukakan sebagai berikut :
a. Potensi Budaya
- Masyarakat desa mesih menghargai adat istiadat mereka yang dapat
mendukung semua program, misalnya : masih mengakui pimpinanpimpinan
adat seperti kepala klen, dan telah membentuk satu lembaga
adat yang berdomisili di Ibu Kota Kecamatan.
- Kerjasama antara kerabat dalam Klen-Klen yang ada di desa Tomu
secara tradisional masih dipertahankan. Misalnya, anggota klen
Nawarisa dapat menokok sagu di Dusun sagu milik klen Kosepa;
kerjasa sama dalam melaksanakan upacara adat / perkawinan dan
lainnya.
- Menjalankan Norma Agama secara Baik dan sangat menghargai
pimpinan agama yang ada di desa ( Hasil Pengamatan / wawancara di
lapangan ).
- Memiliki lembaga adat, LKMD, Pemerintah desa, lembaga agama
dan lembaga pendidikan ( SD).
b. Potensi Ekonomi
- Setiap Klen yang ada mempunyai hak milik atas areal / dusun sagu
yang merupakan satu-satunya mata pencaharian utama bagi
masayarakat desa tersebut.
- Setiap Klen memiliki areal hutan kayu yang bernilai ekonomi yang
tinggi.
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 51
- Desa memiliki sungai yang penuh denga potensi ( ikan, udang, siput)
serta memiliki areal air tawar yang dapat digunakan untuk usaha /
budidaya ikan tawes, Mas, Nila, Lele, Mujair, udang, kepiting dan
lain-lainya.
- Memiliki obyek wisata yang dapat dikembangkan, misalnya
keindahan alam / sungai, flora dan fauna serta kesenian tradisional
yang ada.
- Memiliki lembaga ekonomi, seperti koperasi, dan usaha nelayan yang
kerjasama dengan beberapa pengusaha udang yanng beroperasi di
Bintuni dan Sorong.
4. Penduduk
4.1. Jumlah
Penduduk desa Tomu sebelum dimekarkan menjadi dua desa berjumlah 733
Orang yang terdiri dari 124 KK. Jumlah tersebut 100 % beragama Islam.
Jumlah penduduk menurut usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel
berikut.
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
dan Jenis Kelamin, Tahun 2001
No. Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah
01.
02.
03.
04.
05.
06.
07.
08.
09.
10.
11.
12.
13.
14.
0 - 4 thn.
5 - 9 thn.
10 - 14 thn.
15 - 19 thn.
20 - 24 thn.
25 - 29 thn.
30 - 34 thn.
35 - 39 thn.
40 - 44 thn.
45 - 49 thn.
50 - 54 thn.
55 - 59 thn.
60 - 64 thn.
65 - ? thn .
78
60
52
32
27
40
24
13
12
13
9
3
7
4
68
73
52
33
31
45
15
22
7
6
4
1
2
1
146
133
104
65
58
85
39
35
19
19
13
4
8
5
J U M L A H 378 360 733
Sumber Data : Hasil Sensus, Maret 2001 ( Tim Peneliti AMDAL di Desa Tomu ).
4.2.Migrasi
Menurut data lapangan migrasi keluar tidak begitu terlihat karena penduduk desa
yang keluar hanya pergi berdagang ke kecamatan Bintuni, Kokas dan Babo.
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 52
Selain itu, sebagian masyarakat hanya keluar meninggalkan kampung ke
Margarina ( Tempat mencari udang yang berada di muara sungai Arandai .
Lamanya berdagang dan mencari udang 1 – 2 bulan dan kembali ke desa lagi.
Jumlah orang yang sering melakukan perdagangan sagu ke luar desa sekitar 2 –
10 orang ( 1 – 5 KK ). Begitu juga bagi mereka yang melakukan giatan mencari
udang di Manggarai.
4.3.Tingkat Kelahiran dan Kematian
Tingkat kelahiran yang terjadi di desa Tomu 2 - 4 / bulan. Sedangkan tingkat
kematian 2 – 8 / tahun.
5. Kebudayaan
Setiap etnis / suku bangsa memiliki Kebudayaan, begitu juga dengan orang /
suku Sebyar di desa Tomu kecamatan Arandai. Etnis ini memliki kebudayaan
yang secara turun temurun menjadi pedoman hidup mereka dan hingga saat ini
masih ada, namun mengalami pergeseran nilai akibat kontak dengan dunia luar
terutama agama. Untuk lebih memahami kondisi kebudayaan orang Sebyar
berikut ini akan diuraikan beberapa aspek yang di peroleh datanya di lapangan.
5.1. Sejarah Singkat Asal Usul Suku Sebyar Dan Akulturasi
a. Sejarah Asal Usul Suku Sebyar dan desa Tomu
Orang / suku Sebyar yang mendiami kecamatan Arandai menurut informasi /
data yang diberikan oleh setiap klen yang ada seperti Klen Kosepa, Kaitam,
Nawarisa, Inai dan lainnya mengemukakan hal yang sama, yaitu bersal dari
Gunung Nabi. Gunung Nabi adalah salah satu Gunung yang letaknya di antara
Kecamatan Bintuni dan Babo yang hampir semua etnis yang mendiami sekitar
teluk bintuni menganggapnya Gunung Sakral. Misalnya :
Sejarah asal usul Klen Kosepa
Dahulukala Suku Sebyar (suku Dambad dan suku Kemberan) bersama-sama
dengan suku lainnya, yaitu:
· Suku Kuri,
· Suku Wamesa,
· Suku Iraritu,
· Suku Simuri,
· Suku Manikion dan Kambatin,
Mendiami sepanjang sungai Narawasa disekitar Gunung Nabi. Suku-suku ini
melakukan migrasi karena terjadi Air Bah. Salah satu nenek moyang dari suku
Sebyar melakukan perjalanan meninggalkan tempat tinggalnya di Kuri Wamesa
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 53
sekitar Gunung Nabi dengan menggunakan RAKIT BAMBU ( Kosepa).
Pertama kali nenek moyangnya ( Kosepa) terdampar dengan rakit Bambu di
Sungai Kamaren yaitu sekitar muara Bintuni. Selanjutnya melakukan perjalanan
hingga mendiami lokasi Sasari kemudian bertemu dengan nenek moyang dari
Klen Nawarisa yang duluan mendimi muara sungai Sebyar. Nenek Moyang
Nawariasa mengajak Nenek moyang Kosepa untuk membuka pemukiman baru
yang di berinama Kampung Tomu ( desa Tomu sekarang ). Tomu artinya tempat
bertemu.
Nama desa Tomu diangkat dari nama Kampung Tomu yang artinya tempat
bertemu klen Nawarisa dengan Kosepa, yang selanjut di susul oleh klen-klen
lainnya seperti : Inai dan Klen Kaitam yang tadinya mendiami muara sungai
Sebyar yaitu di Kampung Margarina.
b. Sejarah Akulturasi
Sejarah akulturasi atau sejarah kontak dengan dunia luar, yaitu sejarah dimana
terjadi pertemuan antara kebudayaan suku Sebyar di desa Tomu dengan
kebudayaan luar. Data yang diperoleh dilapangan menunjukkan bahwa kontak
pertama yang terjadi adalah penyebaran agama Kristen yaitu pada tahun 1932
dan kemudian di susul dengan agama Islam yang disebarkan oleh para pedagang
dari Ternate dan Arab yaitu pada tahun 1939. Dan kemudian masuklah
pemerintah Belanda dan kemudian Pemerintah Indonesia yang disertai dengan
perusahaan-perusahan seperti perusahaan kayu, perusahaan Sagu ( Dayanti )
1989, perusahaan Udang, Minyak dan kegiatan Access Map dari ARCO serta
hadirnya warga transmigran dari Jawa di kecamatan Arandai (1989).
5.2. Kepercayaan
Kepercayaan tradisional orang Sebyar yang mendiami desa Tomu hingga saat ini
masih ada dan mempengaruhi pola kehidupan masyarakatnya. Masih adanya
kepercayaan tradisional ini memungkinkan orang Tomu untuk mempertahankan
norma budaya dan adat istiadat mereka sebagai pedoman dalam mejalankan
kehidupannya. Norma kepercayaan tradisional atau norma budaya yang hingga
saat ini ada, dan masih mengatur hubungan antar manusia yang satu dengan
manusia lainnya dan antara manusia dengan lingkungan alamnya.
Orang / suku Sebyar di desa Tomu masih percaya adanya roh halus, roh nenek
moyang, kekuatan gaib dan benda sakral seperti patung. Kepercayaan tersebut
masih memperkuat norma budaya yang mengatur semua aktifitas kehidupun
mereka. Misalnya, norma budaya yang mengatur hubungan mereka dengan
lingkungan alam yaitu jangan mebakar hutan sagu, jangan menjual tanah adat
tanpa sepengetahuan ketua klen pemiliknya dan larangan-larangan lainnya.
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 54
Apabila seseorang warga melanggar larangan tersebut maka orang tersebut akan
mati.
Selain norma budaya yang mengatur hubungan mereka dengan lingkungan alam,
adapula norma budaya yang penjadi pedoman dalam hubungan seseorang
dengan orang lain dan antara satu kelompok dengan kelompok lain. Misalnya,
norma budaya yang mengtur perkawinan ( exogami klen, besarnya maskawin,
orang yang berhak memberi dan menerima mas kawin dan lain-lainnya ), siapa
pemimpin upacara adat, sistem yang mengatur pola pemilikan tanah, pola
mencari makan dan lain-lainnya. Selin itu, norma budaya yang mengatur tentang
tata cara hidup dalam keluarga dan kelompok / suku mereka. Misalnya, sopan
santun dimana anak muda menghargai orang tua dalam mengemukakan
pendapat, menghargai pimpinan adat dan ketua-ketua klen dan juga mereka
menghargai dan menghormati siapa saja yang dianggapnya sebagai orang baik
atau berbuat hal yang baik untuk mereka.
5.3. Organisasi Sosial Dan Sistem Kekerabatan
a. Rumah Tangga
Dalam pola kehidupan rumah tangga orang Sebyar di desa Tomu terlihat bahwa
kebersamaan ( kehidupan sosial ) dan rasa peduli terhadap saudara-saudaranya
atas dasar hubungan darah dan hubungan perkawinan masih kuat sehingga
apabila ada anggota keluarganya yang kawin tetapi belum punya rumah, maka
kelurga baru ini tinggal bersama orang tuanya. Di dalam sistem ini dapat di
tentukan bahwa masyarakat / suku Sebyar di Tomu menganut sistem patrilokal
dan matrilokal. Karena mereka menganut kedua adat / tersebut maka pada setiap
rumah dapat di huni oleh 2 – 5 KK.
Di dalam mengurus dapur rumah tangga, mereka menggunakan satu tungku
sehingga dapat dikategorikan sebagai keluarga luas. Di dalam rumah tangga
seperti ini terjadi pembagian tugas pada setiap anggota rumah tangga, yaitu :
- Ayah dan anak laki selalu melakukan pekerjaan, seperti :
- Mencari ikan dan udang,
- Berburuh,
- Membangun atau memperbaiki rumah,
- Membuat perahu,
- Menebang sagu.
- Ibu dan anak-anak perempuan selalu melakukan kegiatan atau
pekerjaan , seperti:
- Menokok sagu (pekerjaan ini selalu dibantu oleh laki-laki atau
ayah untuk menebang pohon sagu),
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 55
- Mencari ikan dan udang,
- Memasak,
- menjaga dan merawat anak.
Dua kegiatan yang selalu dikerjakan bersama-sama antara Ayah, Ibu dan anak
laki-laki dan perempuan adalah kegiatan menokok sagu dan mencari ikan/
udang.
b. Prinsip Kekerabatan
Suku Sebyar di Tomu menganut sistem keturunan patrilineal, sehingga hak
waris selalu jatuh kepada anak laki-laki dan anak perempuan hanya memiliki
hak pakai. Namun demikian ada pemberian hak khusus dari orang tua sebagai
rasa kasih sayang kepada anak perempuan berupa sebidang tanah untuk
membangun rumah dan lain-lain. Selain itu, anak / saudara perempuan selalu
dilibatkan dalam semua kegiatan yang berhubungan dengan adat, terutama
upacara-upacara adat.
c. Kelompok kekerabatan
Sebyar adalah satu kelompok manusia yang di sebut suku. Sebyar artinya Suku
yang menyebar. Suku ini memiliki 26 klen ( data lapangan). Dari 26 klen yang
ada dibagi menjadi dua bagian yaitu: sub suku Dambad dan Sub Suku Kembran.
Klen-klen yang mesuk dalam suku Dambad dan Suku Kembran dapat
dikemukakan sebagai berikut.
Klen-klen Dalam Suku Sebyar
Dibagi Menurut Sub Suku Damban dan Kembran
Klen-klen Damband Klen-klen Kembran
1. Nawarisa
2. Kosepa
3. Kaitam
4. Inai
5. Gegetu
6. Efun
7. Kinder
1. Tabyar
2. Iribaram
3. Urbon
4. Nabi
5. Bauw
6. Braweri
7. Sorowat
8. Hindom
9. Patiran
10. Kutanggas
11. Frabun
12. Rumatan
13. Eren
14. Tonoy
15. Kokop
16. Ibimbong
17. Buranda
18. Kambori
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 56
Klen-klen tersebut di atas tersebar pada 7 desa , termasuk desa Tomu. Untuk
lebih jelas dapat dilihat pada tabel penyebaran klen-klen suku Sebyar menurut
desa berikut ini.
Penyebaran Klen-klen Suku Sebyar
Menurut Desa di Kecamatan Arandai
NAMA DESA NAMA KLEN
1. T o m u 1. Nawarisa
2. Kosepa
3. Kaitam
4. Inai
5. Gegetu
6. Efun
7. Kinder
2. W e r i a g a r
( Sekarang desa Weriagar
dan desa Mogotiran)
1. Bauw
2. Hindom
3. Sorowat
4. Patiran
5. Kutanggas
6. Braweri
7. Frabun
3. Kali Tami 1. Tabyar
2. Iribaram
3. Iriwanas
4. Urbon
5. Nabi
6. Bauw
4. T a r o i 1. Sorowat
2. Bauw
3. Urbon
4. Nabi
5. K e c a p 1. Bauw
2. Rumantan
3. Eren
4. Tonoy
6. Arandai 1. Kokop
2. Imbimbong
3. Buranda
4. Kambori
5. B auw
6. Romantan
7. Kampong Baru 1. Imbimbong
2. Bauw
3. Kokop
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 57
Dari tabel penyebaran tersebut di atas, desa Tomu di diami oleh 7 klen, yaitu :
· Nawarisa,
· Kosepa,
· Kaitam,
· Inai,
· Gegetu,
· Efum,
· Kinder
Klen-klen tersebut masing-masing mengetahui hak ulayat mereka, terutama
dusun sagu yang merupakan mata pencaharian pokok mereka sehingga apabila
salah satu warga yang bukan pemilik menokok sagu di dusun klen lain maka
harus memberitahukan kepada klen pemiliknya. Selain itu, ada hutan / dusun
sagu yang dapat di gunakan oleh ke- 7 ( tujuh ) klen tersebut.
Klen-klen tersebut di atas memiliki kerja sama yang baik dalam semua hal
terutama dalam usaha-usaha menokok sagu, melakukan upacara adat seperti
upacara kawin, membayar maskawin, mengurus orang meninggal, membuat
kelompok nelayan dan koperasi.
d. Istilah Kekerabatan
Untuk melihat hak dan kewajiban seseorang dan hubungan-hubungan
kekerabatan dalam kebudayaan suatu kelompok masyarakat perlu diketahui
struktur sosial dan istilah kekerabatan. Untuk mempermudah pemahaman kita
dapat dilihat pada bagan berikut ini.
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 58
BAGAN : ISTILAH KEKERABATAN SUKU DEBYAR
DI DESA TOMU
1 2 3 4
5 6 7 8 9 10 11 12
Ego 13 14
15 16
17
Keterangan Simbol :
= Laki – laki = Saudara
= Perempuan / wanita = kawin
= Laki-laki / Perempuan = keturunan
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 59
Keterangan Istilah pada Bagan :
Nomor
Kode Nama Lokal Istilah
Antropologi.
Bahasa Indonesia
1.
2.
3.
4.
5,11
6
7
8
9,10
12
13
14
15
16
17
Anin
Akawo
Tate
Tatof
Pepe
Nano
Aitakat
Aite
Yayo
Abob
Nakeden
Nakado
Akot Keden
Akot Rabin
Akot Tagar
Fa Fa
Fa Mo
Mo Fa
MoMo
FaSiHa; MoBr
FaSi
FaBr
Fa
Mo; MoSi
MoBrWi
Wi
Si
Da
So
SoSo
- Ayah dari ayah
- Ibu dari ayah
- Ayah dari Ibu
- Ibu dari Ibu
- Suami dari Saudara perempuan
ayah; Saudara laki-laki dari Ibu,
- Saudara perempuan dari ayah,
- Saudara laki-laki dari ayah,
- Ayah,
- Ibu;
- Saudara perempuan ibu,
- Istri dari saudara laki-laki ibu,
- Istri,
- Saudara perempuan
- Anak perempuan,
- Anal laki-laki
- Anak (perempuan / laki-laki) dari
anak laki-laki.
e. Sistem Perkawinan
Suku Sebyar yang mendiami desa Tomu menganut sistem Exogami Klen (
kawin keluar klen). Dalam memperoleh istri orang sbyar mengenal 3 bentuk,
yaitu :
- Minang; yaitu apabila seorang pemuda ingin kawin dengan seorang gadis
maka orang tua dari si pemuda pergi kerumah orang tua si gadis yang
diingininya untuk meminta secara baik. Apabila disetujui maka mereka
menanyakan besar harta Maskawin yang di minta oleh orang tua si Gadis
tersebut. Dengan mengethui besar harta maskawin yang di minta maka
orang tua dari si pemuda menghubungi kerabatnya terutama klennya lalu
mereka mengumpulkan harta maskawin yang dibebankan oleh orang tua si
gadis. Dan kemudian upacara pekawinan ( Arane) untuk mengukuhkan
perkawin tersebut dilaksanakan.
- Pencurahan Tenaga (Kawin Masuk ); perkawinan masuk ini terjadi
apabila si pemuda tidak mempunyai maskawin maka si pemuda harus
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 60
masuk tinggal di tempat tinggalnya si gadis untuk membantu orang tuanya
bekerja mencari nafkah.
- Kawin Tukar; yaitu: perkawinan dimana si pemuda yang mau kawin
tidak mempunyai harta maskawin tetapi mempunyai saudara perempuan
(gadis) sehingga digunakan untuk menukarkan calon istrinya.
Benda-benda Maskawin yang dimiliki dan digunakan dalam perkawinan adat
orang / suku Sebaya di Tomu adalah sebagai berikut :
- Lantaka ( sejata / meriam Portugis),
- Guci
- Piring Porseling besar,
- Piring makan,
- Perahu
- Dan lain-lainnya.
Perkawinan antar klen dalam suku mereka sekarang mengalami perubahan
dimana pemuda / orang Sebyar dapat kawin keluar sukunya. Sekarang Orang
sebyar dapat kawin keluar sukunya, misalnya sekarang orang Sebyar kawin
dengan orang Sorong, Babo dan Jawa.
f. Sistem Kepemimpinan.
Sistem kepemimpinan yang mereka anut adalah sistem kepemimpinan
campuran, yaitu mereka menganggap bahwa yang memimpin mereka adalah
kepala Klen ( seorang yang dianggap tertua dalam klen). Mengapa dianggap
pemimpin karena dialah yang mengetahui asal usul klen, norma budaya dan hak
milik klennya. Di desa Tomu sekarang yang menjadi pemimpin adat atau
pemimpin klen adalah sebagai beriku :
- Klen Nawarisa ,pemimpin adatnya adalah Haji Alim Nawarisa.
- Klen Kosepa , pemimpin adatnya adalah Sale Kosepa.
- Klen Kaitam, pemimpinnya adatnya adalah Salim Kaitam.
- Klen Inai, klen Gegetu, Kinder dan Efun pemimpin adatnya adalah Cereti
Inai. Mengapa demikian ? Karena Gegetu, Kinder dan Efun merupakan
bagian dari Klen Inai.
Kondisi sekarang, mereka mengangkat Kepala Suku yang sebenarnya secara
tradisional tidak ada. Hal yang mendorong masyarakat Sebyar di Tomu dan
Arandai untuk mengangkat seseorang Kepala suku adalah untuk
memperjuangkan aspirasi masyarakat ke Perusahaan dan Pemerintah. Jadi
seseorang yang di angkat sebagai kepala suku adalah orang tersebut harus pintar
bicara dan berani menyuarakan aspirasi masyarakat.
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 61
g. Sistem Pemilikan Tanah
Sistem pemilikan tanah, dusun sagu, hutan kayu secara komunal, yaitu hak milik
Klen. Sedangkan hak pakai adalah siapa saja dalam suku Sebyar boleh
memanfaatkan tanah atau hasilnya yang penting menta izin kepada klen pemilik.
Misalnya, salah satu anggota klen Nawarisa dapat menokok sagu pada dusun
sagu milik klen Kosepa, namun sebelunya harus minta izin kepada klen Kosepa.
Karena menurut mereka apabila tidak minta izin maka roh halus yang menjaga
dusun sagu akan mengganggunya pada saat melakukan aktivitas menokok sagu
di dusun tersebut.
Pemilikan tanah, dusun sagu, hutan, laut dan sungai berdasarkan tempat tinggal
dari enek moyang klen. Untuk itu, maka kepala klen sangat penting perannya
dalam menentukan hak ulayat klen berdasarkan cerita atau sejarah asal usul klen
tersebut. Misalnya, Sumur Gas yang berada di Muara Sungai Sebyar berada
pada hak ulayat Klen Nawarisa.
h. Konflik dan Penyelesaiannya
Konflik yang sering terjadi di desa adalah konflik tentang masalah perempuan
dan yang akhir-akhir ini terjadi adalah konflik terhadap perusahaan karena janji
perusahan hingga saat ini belum dipenuhi.
Penyelesaian konflik dalam kebudayaan suku Sebyar harus menghadirkan
kepala-kepala klen yang ada terutama klen yang konflik. Dan sebagai mediator
disini adalah tokoh agama / imam. Apa bila tidak diselesaikan mereka laporkan
ke Kepala desa dan seterusnya ke kecamatan. Sedangkan konflik antara
masyarakat dengan perusahan dapat diselesaikan apabila perusahan menghargai
hak-hak ulayat mereka dan menepati janjinya. Hingga saat ini, orang Tomu
walaupun menerima perusahaan masuk namun mereka masih menuntut
perusahaan untuk membayar hak-hak ulayat mereka yang pernah dirusak oleg
ARCO saat melakukan Access Map dahulu.
6. Sistem Ekonomi
a. Mata Pencaharian
Orang Sebyar di desa Tomu memiliki sistem mata pencaharian hidup sebagai
berikut:
1) Meramu ( Menokok Sagu )
Meramu merupakan mata pencaharian pokok / utama masyarakat suku Sebyar di
desa Tomu. Aktvitas meramu ini di lakukan pada dusun-dusun sagu dan hutan
sagu yang merupakan hak milik klen mereka, dan tidak menutup kemungkinan
untuk meramu di dusun sagu atau hutan sagu milik klen lain. Dalam kegiatan
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 62
meramu ini dilakukan bersama oleh ayah dan ibu ( laki-laki dan perempuan)
dengan pembagian kerja dimana laki-laki yang menebang sedangkan wanita (
ibu atau perempuan besar) yang menokok dan meramasnya hingga menjadi
tepung dan mebawanya pulang ke rumah.
Hasil dari kegiatan menokok sagu ( tepung sagu) ini di isi ke dalam noken dan
menjadi tuman sagu. Sagu Noken dan tuman di bagi dua ada yang dimakan dan
ada yang di jual. Dijual di desa Tomu, Aranday, Sebyar Rejosari harganya
berkisar antara 20.000,- - 25.000,- rupiah. Dan apabila dijual ke Bintuni, Babo
dan Kokas harganya berkisar antara 35.000,- - 50.000,- rupiah.
2) Nelayan ( Menagkap Ikan dan Udang)
Kegiatan nelayan juga merupakan mata pencaharian pokok utama yang
dilakukan oleh masyarakat suku Sebyar. Ada masyarakat yang berangkat
lengkap dengan keluarganya pergi meninggalkan desa ke muara sungai Sebyar (
Manggarina) menangkap udang dan ikan selama 2 – 4 minggu. Kegiatan
menangkap ikan dan Udang juga dilakukan bersama oleh kaum pria maupun
wanita. Dan apa bila diamati secara cermat kegiatan penangkapan udang / ikan
ini pada umumnya dilakukan oleh kaum pria namun kenyataannya yang
dominan untuk menangkap udang adalah perempuan.
Peralatan yang digunakan untuk menangkap ikan dan udang boleh dikatakan
modern walaun alat transpotasinya sebagian besar masih menggunakan perahu
tradisional. Sadangkan alat menakapnya modern, misalnya, jala, jaring, pancing.
Dan untuk mengawetkannya menggunakan Es batu yang didistribusikan oleh
perusahaan.
Hasil penangkapan ikan dan udang ada jenis yang dimakan dan juga di jual. Ikan
Yu hanya diambil siripnya untuk di jual. Sirip Super harganya Rp. 1.200.000,- /
kg dan Sirip kelas dua harganya Rp. 750.000,- / kg. Sedangkan Udang di jual
ke perusahaan harga nya berkisar antara 25.000,- - 30.000,- rupiah / Kg.
3) Berburu
Kegiatan ini merupakan salah satu sitem mata pencaharian hidup, namun mereka
lakukan hanya dilakukan secara kontemporer dan hanya dilakukan oleh kaum
pria. Jenis binatang yang diburu, antara lain : buaya, rusa, dan berbagai jenis
burung yang berada / hidup di hutan sekitar desa mereka.
b. Lembaga Ekonomi
Lembaga ekonomi yang di desa ada 2 (dua) koperasi, yaitu :
- Koperasi Unit Desa (KUD), lembaga ini sudah macet karena
manejemen keuangannya tidak jelas (data menurut tokoh masyarakat),
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 63
- Koperasi Ayut (TKBM), koperasi bergerak pada bidang usaha kayu.
Koperasi tersebut hingga saat ini masih ada namun untuk sementara belum
lancar usahanya.
Selain itu, ada Kios milik orang bugis di desa Tomu, yang hingga saat ini masih
berjalan baik. Kios tersebut dapat menampung semua kebutuhan masyarakat
desa Tomu
7. Kesimpulan
Berdasarkan data-data yang telah diuraikan di atas tentang rona awal kondisi
social budaya suku Sebyar yang dilakukan di desa Tomu, kecamatan Arandai
2001 disimpulkan bahwa :
1. Kondisi Alam sekitar desa Tomu-kecamatan Arandai masih banyak areal
hutan yang walaupun telah beroperasi beberapa perusahan22 di kawasan ini,
namun hingga saat ini (2001) Hutan Mangrove masih lebat dan arealnya
cukup luas. Hutan Mangrove hingga kini masih dihuni oleh berbagai jenis
hewan antara lain: udang, kepiting dan berbagai jenis kerang, dan ikan.
Selain itu, terdapat pula jenis jenis hewan lain, seperti burung, buaya, kuskus,
dan kasuari yang hidupnya di hutan di luar Bakau.
2. Sistem mata pencaharian mereka sebagai manusia rawa hingga saat
dilakukan studi masih terlihat, seperti menokok sagu dan mencari ikan, udang
, kerang dan jenis hewan lainnya dengan menggunakan transportasi perahu
masih ada.
3. Hubungan social antar kerabat maupun anggota masyarakat yang berada di
desa Tomu,maupun desa-desa lainnya di kecamatan Arandai sangat baik.
Mereka masih menghargai adat-istiadat mereka, mengakui pimpinan adat
mereka, mengakui hak milik anggota masayarakt secara adat. Selain itu,
hubungan antar agama ( Kristen protestan, Islam dan Katholik) sangat baik.
Hal demikian terlihat dalam kegiatan pembangunan gedung ibadah (Gereja
dan Mesjid) dimana mereka saling membantu saat kerja membangun dan
membersihkannya.
4. Setiap klen yang mendiami desa Tomu memiliki cerita asal usul sama yaitu
mereka berasal dari Kuri Wamesa - Gunung Nabi Bintuni. Sedangkan sejarah
kontak budaya diawali sejak tahun 1932 ( agama Kristen) dan tahun 1939
22 perusahaan kayu dan Sagu (Dayanti 1989). keculi beberapa areal yang pernah dilalalui kegiatan
Access Map dari ARCO.
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 64
(agama Islam). Kecuali, beberapa klen dari suku Sebyar yang mendiami desa
Weriagar, Mogotiran, Taroi dan Kali Tami.
5. Suku Sebyar menganut system / prinsip keturunan Patrilineal dan memiliki
25 klen. Klen ini dibagi dalan dua sub suku, yaitu : sub suku Dambad dan
sub suku Kembran yang biasa disebut juga Sebayar Luar. Klen-klen yang
masuk kelompok sub suku Dambad ada 7 klen, yaitu : klen Nawarisa, klen
Kosepa, klen Kaitam, klen Inai, klen Gegetu, klen Efum dan klen Kinder.
Sedangkan, kelompok klen yang masuk sub suku Kembran ada 18 klen, yaitu
: Tabyar, Iribaram, Urbon, Nabi, Bauw, Braweri, Sorowat, Hindom, Patiran,
Kutanggas, Frabun, Rumatan, Eren, Tonoy, Kokop, Ibimbong, Buranda,
Kambori
6. Potensi ekonomi yang hingga saat ini memberikan pendapatan besar adalah
usaha penangkapan udang. Khusus masyarakat Sebyar di desa Tomu
penangkapan dilakukan di Manggarina dekat muara sungai Sebyar. Hasil dari
kegiatan penangkapan udang ini dijual ke beberapa perusahan udang ( Usaha
Nina dan lain-lainnya) yang beroperasi di Teluk Bintuni dengan harga
berkisar anatara Rp. 25.000,00 - Rp. 30.000,00 / 1 kg.
Daftar Kepustakaan
Beanal, Lydya. N., (1999). Arti Tanah Menurut Suku Amungme. Forum
Lorentz, Timika.
Boelaars, Jan. (1992) Manusia Irian: Dahulu, Sekarang, Masa Depan.
Gramedia. Jakarta.
Griapon, Alexander, dkk., (1986). Nimboran dan Sekitarnya Dalam Relegi:
Antara Dongeng dan Kebenaran. LITBANG GKI. Jayapura.
Godschalk, Jan. A., (1993)., Sela Valley: An Ethnography of a Mek Society in
the Eastern Highlands, Irian Jaya, Indonesia. CIP-Gegevens Koninklijke
Bibliotheek, Den Haag.
Keesing, Roger M. (1992) Antropologi Budaya: Suatu Perspektif Kontemporer.
Edisi 1,2. (terjemahan). Erlangga. Jakarta.
Koentjaraningrat, (1993) Irian Jaya: Membangun Masyarakat Majemuk.
Djambatan. Jakarta.
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 65
Laksono, P.M., dkk., (2000) Menjaga Alam Membela Masyarakat : Komunitas
Lokal dan Pemanfaatan Mangrive di Teluk Bintubi. PSAP-UGM dan
KONPHALINDO Yogyakarta.
Mansoben, J.R. (1995), Sistem Politik Tradisional di Irian Jaya. Jakarta. LIPI.
Jakarta, dan Leiden University, Netherlands.
Pusat Penelitian UNCEN, (1997). Pemetaan Sosial Budaya di Kabupaten
Daerah Tingkat II Merauke, Fakfak, dan Jayawijaya. PUSLIT-UNCEN.
Samaduda, M. dkk., (2000). Profil Kawasan Teluk Berau dan Teluk Bintuni.
UNCEN-YPMD, Jayapura.
Widjojo, Muridan. S., (1997). Orang Kamoro dan Perubahan: Lingkungan
Sosial Budaya di Timika Irian Jaya. LIPI Jakarta.
Walker, Malcoln., dkk. (1987). Regional Development Planning for Irian Jaya.
Anthropology Sector Report. Lavalin International Inc. PT. Hasfarm Dian
Konsultan. Jayapura.
Miedema, Jelle (1986). Pre-capitalism and Cosmology : Description and
Analysis of the Meybrat Fihery and kain Timur Complex. Forish.Pubh.
Dordrecht-Holland /Riverton-USA.
Raharjo, Yufita. (1995). Proseding Seminar : Membangunan Masyarakat Irian
Jaya. LIPI, PPT-LIPI, Jakarta.
Haviland, William .A. (1988) Antropologi (Terjemahan). Erlangga Jakarta.
No comments:
Post a Comment