Wednesday, 10 November 2010

Pemahaman Hak Asasi Manusia Dari Sisi Hukum dan Budaya

Pemahaman Hak Asasi Manusia Dari Sisi Hukum dan Budaya
Frans Reumi*
Abstract
One of the main issue on the Human Rights is understanding the Rights from
the perspectives of law and culture.
In the cultural perspectives according to the author, the rights are more ideal,
more abrstracts. In the positive law perspectives, the Rights is more real. It
has an assurance and standarisation on understanding the Rights.
I. PENDAHULUAN
Masalah Hak Asasi Manusia (HAM) muncul karena manusia yang satu
menindas, memperbudak manusia yang lain dari masa ke masa, sejak
manusia berada dipermukaan bumi. Perhatian terhadap masalah HAM,
sebenarnya telah dilakukan ribuan tahun yang silam oleh bangsa-bangsa
seperti Jahudi, Yunani, Babylonia, Romawi dan Inggris), dituangkan dalam
Al Quran, Alkitab, bahkan dilakukan dalam masyarakat-masyarakat adat.
Pertentangan atau perlawanan terhadap eksploitasi manusia yang satu
terhadap manusia lainnya, secara khusus dan tertulis, diawali dengan
lahirnya “Magna Charta” di Inggris, 15 Juni 1215. Kelahiran “Magna
Charta”, diikuti dengan pernyataan-pernyataan tentang HAM seperti :
“Hobeas Corpus Act, 1967”; “Bill Of Rights, 1689” ; Deklarasi
Kemerdekaan Amerika Serikat, 4 Juli 1776 yang kemudian dimasukkan
dalam Undang-Undang Dasar Amerika Serikat, 17 September 1787;
“Declaration Des Droits De L’Homme et du Cytoyen, 1787” dan
pernyataan-pernyataan lainnya.
Babak baru pada pertengahan abad XX adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) dengan Piagammnya, Pernyataan Umum Sedunia Tentang Hak Asasi
Manusia, yang telah dijabarkan dalam berbagai konvensi atau perjanjian
internasional, teristimewa International Convenstion On Civil And Polical
Rights dan International Convention On Economic, Social And Cultural
Rights tahun 1966. Di kawasan Eropa, Afrika, Amerika, dunia Arab juga
diumumkan konvensi dan deklarasi mengenai Hak Asasi Manusia.
* Frans Reumi, Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih Jayapura-Papua
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 67
Perang dunia kedua telah berakhir, maka terjadi perubahan peta politik
dunia, di mana negara-negara di belahan bumi Afrika, Asia, Timur Tengah,
dan Pasifik berangsur-angsur memperoleh kemerdekaan. Negara-negara
yang baru merdeka ini, sesuai perkembangan zaman mencantumkan
masalah HAM dalam undang-undang dasar negaranya masing-masing,
termasuk Indonesia.
Indonesia dengan Undang-Undang Dasar 1945nya (UUD 1945),
memasukkan masalah HAM di dalam undang-undang dasar tersebut,
walaupun tidak secara mendeteil. Pemerintah menaruh perhatian terhadap
masalah HAM di akhir masa penguasa Orde Baru dengan didirikannya
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tahun 1993.
Pemerintah masa reformasi juga mempunyai perhatian yang besar dan
serius terhadap masalah HAM. Wujudnya adalah Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Nomor XVII/MPR/1998 Tentang Hak Asasi
Manusia, yang telah dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia, bahkan dalam Kabinet Persatuan
Nasional, Presiden Abdulrachman Wahid telah membentuk suatu
Departemen yang khusus menangani masalah HAM yaitu Menteri Negara
Urusan HAM, kemudian bergabung menjadi satu Departemen dengan
Departemen Kehakiman (Departemen Kehakiman dan HAM).
II. PEMBAHASAN
1. Arti Hak Asasi Manusia
Apa yang dimaksud dengan "hak-hak asasi manusia ? Dengan
paham ini dimaksud hak-hak yang dimiliki manusia bukan karena
diberikan kepadanya oleh masyarakat, jadi bukan berdasarkan
hukum positif yang berlaku, melainkan berdasarkan martabatnya
sebagai manusia. Manusia memilikinya karena ia manusia. Dalam
paham hak asasi termasuk bahwa hak itu tidak dapat dihilangkan atau
dinyatakan tidak berlaku oleh negara. Negara dapat saja tidak
mengakui hak-hak asasi itu. Dengan demikian hak-hak asasi tidak
dapat dituntut di depan hakim. Tetapi, dan itulah yang menentukan,
hak-hak itu tetap dimiliki. Dan karena itu hak-hak asasi seharusnya
diakui. Tidak mengakui hak-hak yang dimiliki manusia sebagai
manusia itu menunjukkan bahwa dalam negara itu martabat manusia
belum diakui sepenuhnya. Itulah paham tentang hak-hak asasi manusia
(Franz Magnis Suseno, 1991:121-122).
Melalui hak asasi itu tuntutan moral yang prapositif dapat
direalisasikan dalam hukum positif. Di satu pihak hak-hak asasi
manusia mengungkapkan tuntutan-tuntutan dasar martabat manusia,
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 68
seperti apa yang diperjuangkan oleh Teori Hukum Kodrat. Tetapi di
lain pihak, karena tuntutan-tuntutan itu dirumuskan sebagai hak atau
kewajiban yang konkret dan operasional, tuntutan-tuntutan itu dapat
dimasukkan ke dalam hukum positif sebagai norma-norma dasar
dalam arti bahwa semua norma hukum lainnya tidak boleh
bertentangan dengan mereka. Dengan demikian tuntutan Teori Hukum
Positif terpenuhi, bahwa hanya norma-norma hukum positif boleh
dipergunakan oleh hakim untuk mengambil keputusan. Dari situ
dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin banyak dari tuntutantuntutan
dasar keadilan dan martabat manusia dimasukkan sebagai hak
asasi ke dalam hukum positif, semakin terjamin juga bahwa hukum itu
memang adil dan sesuai dengan martabat manusia (Franz Magnis
Suseno, 1991:122).
2. DASAR PENETAPAN HAK-HAK ASASI
Pertanyaan kedua yang timbul ialah: apa yang menjadi dasar bahwa
sesuatu dianggap merupakan hak asasi? Apakah penetapan suatu
tuntutan sebagai hak asasi mempunyai dasar objektif ? Untuk menjawab
pertanyaan itu kita harus bertolak dari fungsi paham hak asasi. Kita
mengartikan hak-hak asasi sebagai cara untuk mempositifkan
keyakinan-keyakinan prapositif tentang keadilan dan martabat
manusia. Jadi tuntutan Teori Hukum Kodrat agar hukum positif sesuai
dengan standar-standar moral prapositif dipenuhi dengan merumuskan
standar-standar itu dalam bentuk hak konkret yang dapat dimasukkan ke
dalam hukum positif sendiri sebagai jaminan bahwa hukum itu tidak
melanggar norma prapositif itu (Franz Magnis Suseno, 1991:134).
Maka agar sesuatu diakui sebagai hak asasi perlu disepakati perlakuan
macam apa yang tidak sesuai dengan martabat manusia dan bagaimana
keyakinan tentang martabat manusia dapat dirumuskan sebagai hak ?
Perlakuan terhadap seseorang yang tidak sesuai dengan martabatnya
sebagai manusia, itu diketahui oleh masyarakat. Perlakuan apa yang
akhirnya disepakati sebagai bertentangan dengan martabat manusia
harus disepakati oleh masyarakat. Jadi penetapan suatu tuntutan
sebagai hak asasi merupakan hasil suatu proses dialogal dalam
masyarakat yang sering berlangsung lama. Permulaan proses itu sering
berupa pengalaman negatif, misalnya suatu ketidakadilan, atau
perlakuan yang tak wajar. Pengalaman itu lama-lama dilihat bukan
sebagai peristiwa dalam isolasi melainkan sebagai pelanggaran prinsipil
terhadap apa yang wajar dan adil. Semakin disadari bahwa perlu
pelanggaran itu secara prinsipil dinyatakan sebagai tak adil dan jahat,
dan bahwa segenap orang berhak untuk tidak diperlakukan seperti itu.
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 69
Maka disadari bahwa perlakuan macam itu harus ditolak karena
bertentangan dengan martabat manusia.
Akhirnya tercetus rumusan bahwa setiap orang, berdasarkan
martabatnya sebagai manusia, berhak atas perlakuan tertentu, misalnya
atas kemerdekaannya. Jadi hak-hak asasi tidak diciptakan dari udara
kosong, melainkan mengungkapkan sejarah pengalaman sekelompok
orang yang secara mendalam mempengaruhi cara seluruh masyarakat
menilai kembali tatanan kehidupannya dari segi martabat manusia.
Sejarah itu berwujud penderitaan, ketidakadilan, dan pemerkosaan. Atas
pertanyaan: Atas dasar apa tuntutan itu kau tetapkan sebagai hak asasi ?,
mereka menjawab: karena kami tidak tega melihat seorang manusia
diperlakukan tidak seperti itu (Franz Magnis Suseno, 1991:136).
Hak-hak sosial mencerminkan sejarah perjuangan kaum buruh yang
membawa mereka dari keadaan melarat dan terhisap menjadi golongan
masyarakat yang percaya diri dan terhormat. Begitu pula dengan
perjuangan demi hak-hak asasi manusia masa kini lahir dari pengalaman
kezaliman. Setiap hak asasi merupakan hasil perkembangan kesadaran
umum dalam salah satu golongan masyarakat.
3. UNIVERSALITAS DAN RELATIVITAS HAM
Pertanyaan yang barangkali paling menentukan dan sekaligus
problematis: apakah hak-hak asasi harus dianggap berlaku universal
dan dengan mutlak atau secara relatif belaka?
Di satu pihak hak-hak asasi nampaknya mesti berlaku dengan mutlak
dan di mana-mana karena hak-hak itu melekat pada manusia karena ia
manusia dan bukan karena salah satu cirinya yang sektoral atau
regional. Maka hak-hak asasi nampaknya berlaku bagi setiap orang
tanpa kekecualian dan diskriminasi. Anggapan itu secara eksplisit
diungkapkan dalam pembukaan banyak daftar hak-hak asasi. Di lain
pihak kita telah melihat bahwa kesadaran akan hak asasi manusia
selalu timbul dalam situasi sosial tertentu dan diperjuangkan oleh satu
atau beberapa kelas sosial atau golongan tertentu pula. Jadi baik bagi
universalitas maupun bagi relativitas hak-hak asasi manusia terdapat
alasannya (Franz Magnis Suseno, 1991:138).
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 70
4. ISTILAH HAM
a. Istilah Hak Asasi Manusia (HAM)
1) Istilah Hak Asasi Manusia (HAM)
Istilah HAM berasal dari terjemahan : “Droits de L’Homme”
(Perancis); “Menselijke Rechten, Fundamentele Rechten,
Grond Rechten” (Belanda); “Human Rights” (Inggris). Di
Amerika Serikat sering disebut dengan istilah “Civil Rights”.
2) Pengertian dan Ruang Lingkup HAM
Pernyataan-pernyataan tentang HAM yang begitu banyak, baik
secara internasional maupun nasional, tidak terdapat suatu
definisi yang menggambarkan tentang apa itu HAM, tetapi di
dalam naskah-naskah pernyataan tentang HAM dan pendapat
para sarjana dan pakar dapat dipahami tentang materi atau ruang
lingkup dari Hak Asasi Manusia.
Beberapa rumusan pengertian tentang HAM di bawah ini,
sebagai pedoman atau tuntunan bagi kita dalam mempelajari
masalah HAM lebih lanjut.
a) Dalam buku “Human Rights, Quistions And Answers”,
tertulis :
Human rights could be generally defined as those rights which
are inherent in our nature and without which we can not live as
human beings.
Human rights and fundamental freedom allow us to fully develop
and use our human qualities, our in telligence, our talents and our
science and to satisfy our spiritual and other needs. They are
based on mankind’s increasingly demand for a life in which the
inherent dignity and worth of each human being will receive
respect and protection.
b) Piagam HAM Indonesia merumuskan pengertian Hak Asasi
Manusia sebagai berikut :
Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada
diri manusia secara kodrati, universal dan abadi sebagai
anugerah Tuhan Yang Maha Esa, meliputi hak untuk hidup,
hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak keadilan,
hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan dan
hak kesejahteraan yang oleh karena itu tidak boleh
diabaikan atau dirampas oleh siapapun.
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 71
c) Marbangun Hardjowirogo dalam bukunya, menulis “Hak
asasi manusia adalah hak-hak yang diperlukan manusia bagi
kelangsungan hidupnya di dalam masyarakat dan hak-hak
itu meliputi hak-hak ekonomi, sosial dan kultural, demikian
juga hak-hak sipil dan politik”.
d) Penulis buku “Bantuan Hukum Dan Hak Asasi Manusia”,
menulis : “Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki
manusia bukan karena diberikan kepadanya oleh
masyarakat, juga bukan berdasarkan hukum positif,
melainkan berdasarkan martabatnya sebagai manusia”.
e) Pakar Hukum Humaniter Internasional, C.P.H.
Haryomataram mengemukakan pendapatnya sebagai
berikut:
Hukum HAM Internasional mencakup semua
peraturan dan prinsip-prinsip yang bertujuan
melindungi (protection) dan menjamin (safeguarding)
hak-hak individu apapun status hukum mereka, yaitu :
penduduk sipil, anggota angkatan bersenjata, warga
negara, orang asing, pria ataupun wanita, pada setiap
saat baik dalam keadaan damai maupun keadaan
perang (atau perang saudara, pemberontakan), baik
dalam wilayah negara sendiri maupun di luar negeri.
Definisi-definisi mengenai HAM sebagaimana terkutip di atas,
ruang lingkupnya meliputi hak-hak sipil (pribadi), ekonomi,
sosial, budaya maupun politik. Penulis lain menambahkannya
dengan hak-hak pembangunan, perdamaian dan hak atas
lingkungan hidup. Apabila hak-hak tersebut dijabarkan, maka
masalah HAM itu luas sekali, mencakup hampir seluruh aspek
kehidupan manusia (akan diuraikan pada bagian selanjutnya).
HAM berlaku untuk semua umat manusia dan tidak mengenal
batas waktu (baik pada masa damai maupun perang).
b. Pengertian HAM
Beberapa rumusan pengertian tentang HAM di bawah ini sebagai
pedoman atau tuntutan bagi kita dalam mempelajari masalah HAM
lebih lanjut.
1) Piagam HAM Indonesia merumuskan pengertian Hak Asasi
Manusia sebagai berikut :
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri
manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia
Tuhan Yang Maha Esa dan berfungsi untuk menjamin
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 72
kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan manusia dan
masyarakat, yang tidak boleh diabaikan, dirampas, atau
diganggu gugat oleh siapapun.
2) Marbangun Hardjowirogo dalam bukunya menulis; “Hak-hak
asasi manusia adalah hak-hak yang diperlukan manusia bagi
kelangsungan hidupnya di dalam masyarakat dan hak-hak itu
meliputi hak-hak ekonomi, sosial dan kultural, demikian juga
hak-hak sipil dan politik”.
3) Penulis buku “Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia”,
mengatakan : “Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang dimiliki
manusia bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat,
jadi bukan berdasarkan hukum positif, melainkan berdasarkan
martabatnya sebagai manusia”.
Pengertian HAM sebagaimana terkutip di atas, ternyata ruang
lingkupnya luas mencakup hak-hak sipil (pribadi), ekonomi, sosial,
budaya maupun politik. Perincian mengenai masalah HAM
diatur dalam Pernyataan Umum Sedunia tentang Hak Asasi
Manusia, 10 Desember 1948, sebagai berikut :
Hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan pribadi; bebas dari
perbudakan dan penghambatan; bebas dari penyiksaan atau
perlakuan maupun hukuman yang kejam, tak berperikemanusiaan
ataupun yang merendahkan derajat kemanusiaan; hak untuk
memperoleh pengakuan umum dimana saja sebagai pribadi; hak
untuk pengampunan hukum yang efektif; bebas dari penangkapan,
penahanan atau pembuangan yang sewenang-wenang; hak untuk
peradilan yang adil dan dengar pendapat yang dilakukan oleh
pengadilan yang independen dan tidak memihak hak untuk praduga
tak bersalah, sampai terbukti bersalah; bebas dari campur tangan
sewenang-wenang terhadap keleluasaan pribadi, keluarga, tempat
tinggal maupun surat-surat; bebas dari serangan terhadap
kehormatan dan nama baik; dan hak atas perlindungan hukum
terhadap serangan semacam itu; bebas bergerak; hak untuk
memperoleh suaka; hak atas suatu kebangsaan; hak untuk menikah
dan membentuk keluarga; hak untuk mempunyai hak milik; bebas
berpikir dan menyatakan pendapat; hak untuk berhimpun dan
berserikat; hak untuk ambil bagian dalam pemerintahan dan hak atas
akses yang sama terhadap pelayanan masyarakat; hak atas jaminan
sosial; hak untuk bekerja; hak atas upah yang sama untuk pekerjaan
yang sama … .
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 73
Permasalahan HAM yang lama itu, ruang lingkupnya dapat
dikelompokkan menjadi:
a. hak asasi pribadi;
b. hak asasi ekonomi;
c. hak asasi mendapatkan pengayoman dan perlakuan yang sama
dalam keadilan dan pemerintahan;
d. hak asasi politik;
e. hak asasi sosial dan kebudayaan; dan
f. hak asasi perlakuan yang sama dalam tata peradilan dan
perlindungan hukum.
Para penulis ada yang membagi menjadi tiga kelompok saja, yaitu
hak asasi di bidang sipil dan politik; ekonomi, sosial dan
kebudayaan serta hak asasi manusia di bidang pembangunan.
5. SIFAT HAM
Masalah HAM dewasa ini menjadi isu global, sebab bersifat universal
dan transparan.
Masalah HAM bersifat universal, sebab masalah ini terdapat di segala
tempat dan waktu. Pada masa Junani Kuno, Kekaisaran Romawi, bangsa
Mesir, bangsa Jahudi, masyarakat-masyarakat adat, negara-negara
moderen di seluruh dunia, dalam tata krama, norma-norma
kehidupannya, undang-undang dasar negaranya serta peraturan
pelaksanaannya, selalu saja mengandung atau mengatur masalah HAM.
HAM bersifat transparan, sebab apabila terjadi pelanggaran terhadap
salah satu aspek HAM di suatu negara atau pada kawasan dunia tertentu,
maka negara-negara lain atau seluruh dunia akan berbicara atau
mengecamnya seakan-akan terjadi di negaranya masing-masing.
Masalah HAM dapat berpengaruh terhadap hubungan politik, ekonomi,
teknologi dan sebagainya antar negara dan atau kawasan dunia.
Misalnya pada awal tahun 1990an, masyarakat (Ekonomi) Eropa pernah
menolak impor pakaian jadi dari Indonesia dengan alasan upah
karyawan pada pabrik-pabrik pakaian jadi di Indonesia sangat rendah.
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 74
6. DASAR HUKUM DAN SUMBER HUKUM HAM
a. Dasar Hukum
1. TAP MPR RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asai
Manusia.
2. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia.
3. Keputusan Presiden RI Nomor 129 Tahun 1998 tentang
Rencana Aksi Nasional Hak-hak Asasi Manusia.
4. Keputusan Presiden RI Nomor 134 Tahun 1999 tentang
Pembentukan Kementerian Negara.
b. Sumber-Sumber Hukum HAM
1. Sumber-sumber Hukum HAM Nasional :
a. Undang-undang Dasar 1945
b. TAP MPR RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi
Manusia
c. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHP
d. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokokpokok
Kekuasaan Kehakiman yang telah diubah oleh
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986
e. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN
f. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Kejaksaan
g. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan
Anak
h. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian
Negara RI
i. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan
Militer
j. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
k. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM
l. Peraturan lain yang terkait dan berpengaruh terhadap HAM
c. Sumber-sumber Hukum HAM Internasional :
1. Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa
2. Deklarasi Universal HAM
3. Konvensi Jenewa 1949
4. Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Militer
5. Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya
6. Konvensi Internasional tentang Penghapusan Semua Bentuk
Diskriminasi Rasial
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 75
7. Konvensi Internasional tentang Anti Penindasan dan
Penghukuman kejahatan Apartheid
8. Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Terhadap Wanita
9. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman
yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat
Manusia Lainnya
10. Konvensi tentang Pencegahan dan penghukuman kejahatan
Genocide
11. Konvensi Mengenai Status Pengungsi
12. Konvensi tentang Suaka Politik
13. Konvensi tentang Hak-hak Anak
14. Konvensi tentang Kebebasan Berkumpul dan Perlindungan Hak
Berorganisasi
15. Konvensi tentang Penduduk Asli dan Penduduk Suku di
Negara-negara Merdeka
16. Konvensi tentang Lingkungan Hidup
17. Instrumen HAM internasional lainnya yang bersifat universal
7. Perkembangan HAM
Secara umum di dunia internasional pembidangan HAM mencakup hakhak
sipil dan hak-hak politik (generasi I), hak-hak bidang ekonomi,
sosial dan budaya (generasi II) serta hak-hak atas pembangunan
(generasi III). Hak-hak tersebut bersifat individual dan kolektif.
a. Hak-hak sipil mencakup, antara lain :
1) Hak untuk menentukan nasib sendiri
2) Hak untuk hidup
3) Hak untuk tidak dihukum mati
4) Hak untuk tidak disiksa
5) Hak untuk tidak ditahan sewenang-wenang
6) Hak atas peradilan yang adil
b. Hak-hak bidang politik, antara lain :
1) Hak untuk menyampaikan pendapat
2) Hak untuk berkumpul dan berserikat
3) Hak untuk mendapat persamaan di depan hukum
4) Hak untuk memilih dan dipilih
c. Hak-hak bidang sosial dan ekonomi, antara lain :
1) Hak untuk bekerja
2) Hak untuk mendapatkan upah yang sama
3) Hak untuk tidak dipaksa bekerja
4) Hak untuk cuti
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 76
5) Hak atas makanan
6) Hak atas perumahan
7) Hak atas kesehatan
8) Hak atas pendidikan
d. Hak-hak bidang budaya, antara lain :
1) Hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan kebudayaan
2) Hak untuk menikmati kemajuan ilmu pengetahuan
3) Hak untuk memperoleh perlindungan atas hasil karya cipta (hak
cipta)
e. Hak-hak bidang pembangunan, antara lain :
1) Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang sehat
2) Hak untuk memperoleh perumahan yang layak
Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai
8. Pelanggaran HAM
a. Pelanggaran HAM dapat disebabkan oleh 4 (empat) hal :
1) kesewenangan (abuse of power) yaitu tindakan penguasa atau
aparatur negara terhadap masyarakat di luar atau melebihi batasbatas
kekuasaan dan wewenangnya yang telah ditetapkan dalam
perundang-undangan.
2) Pembiaran pelanggaran HAM (violation of omission) yaitu tidak
mengambil tindakan atas suatu pelanggaran HAM
3) Sengaja melakukan pelanggaran HAM (violation of commision)
yaitu melakukan tindakan yang menyebabkan pelanggaran
HAM
4) Pertentangan antar kelompok masyarakat
b. Penyelesaian Pelanggaran HAM
1) Penyelidikan Pelanggaran HAM
Kewenangan penyelidikan terhadap pelanggaran HAM hanya
dilakukan oleh Komisi Nasional HAM (Komnas HAM)
Penyelesaian hasil penyelidikan :
a) Pelanggaran HAM dapat diselesaikan oleh Komnas HAM
dalam fungsi mediasi (perdamaian, konsultasi, negoisasi,
konsiliasi, saran, rekomendasi dan lain-lain)
b) Pelanggaran HAM berat diteruskan ke Kejaksaan Agung
2) Penyidikan Pelanggaran HAM
Penyidikan terhadap pelanggaran HAM yang berat dilakukan
oleh Jaksa Agung atau Tim Penyidik Ad-hoc yang diangkat oleh
dan di bawah koordinasi Jaksa Agung.
3) Penuntutan Pelanggaran HAM
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 77
Penuntutan pelanggaran HAM yang berat dilakukan oleh Jaksa
Agung atau Jaksa penuntut Umum Ad-hoc yang diangkat oleh
Jaksa Agung
4) Sidang Pengadilan pelanggaran HAM
Pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum dibentuknya
Pengadilan HAM, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Adhoc.
Pelanggaran HAM berat yang terjadi sejak dibentuknya
Pengadilan HAM, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM
9. HAM dan Budaya1
Persoalan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam pandangan budaya sangat
identik dengan nilai-nilai budaya dalam struktur sosial masyarakat.
Budaya sebagai sistem kebiasaan, norma, keyakinan dan nilai-nilai yang
dimiliki bersama oleh sekelompok masyarakat yang membicara dengan
bahasa yang sama, agama dan juga hidup dalam atau berasal dari
wilayah (teritorial) yang sama pula. Jadi pandangan budaya tersebut
diatas, terkandung dua makna penting yaitu :
1) Berkenaan dengan makna sosial budaya suatu masyarakat,
keyakinan dan nilai-nilai bersama yang mencerminkan dan
dicerminkan oleh norma-norma (perilaku yang dipebolehkan) dan
kebiasaan ( perilaku riil masyarakat).
2) Berkaitan dengan kelompok sosial riil yang menklaim bahwa dirinya
khas secara budaya.
Ini biasanya adalah kelompok yang memiliki bahasa, agama dan sejarah
yang sama sebagai garis keturunan yang sama (genealogis) baik yang riil
maupun mitos.
Jadi pemahaman budaya menggambarkan nilai-nilai dan praktek-praktek
sosial kelompok nasional atau etnis yang bersangkutan.
Nilai dasar HAM adalah semua manusia lahir dengan hak-hak yang
sama dan mutlak serta dengan kebebasan fundamental. Oleh karena itu
dalam kebudayaan lokal semua pikiran, tindakan, hasil karya dalam
kehidupan masyarakat dijadikan milik melalui praktek belajar pada
setiap kelompok suku-suku bangsa.
1 Naffi Sanggenafa : HAM Dalam Tingkat Budaya. (Makalah) Pelatihan HAM Kepada
Security PT. Freeport Indonesia, Tahun 2000.
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 78
Untuk itu, HAM dan kebudayaan harus dipahami, sebab berkaitan
dengan nilai-nilai budaya dan norma-norma ideal pada suku-suku
bangsa yang ada di setiap belahan dunia.
Pada tingkat lokal (masyarakat adat) masalah HAM tidak mendapat
perhatian serius. Pada hal justru banyak hal tidak terungkap karena
“tidak berdaya”. Dan masih dijumpai nilai-nilai budaya setempat yang
tidak mendapat bagian yang layak.
Ada beberapa ciri HAM secara normatif dibandingkan dengan
kebudayaan lokal.2
HAM Nilai Budaya
1) Pernyataan (deklarasi)
tertulis yang diterima oleh
bangsa di dunia
2) Hak-hak dasar keadilan
manusia
3) Hak-hak dasar meliputi :
Politik, Ekonomi, Sosial
Budaya
4) Pandangan bersifat
individual dan tertulis
5) Tidak simbolik
1) Norma-norma diakui bersama dalam
kehidupan kesukuan
2) Biasanya tidak tertulis diakui dan
diwarisi secara turun-temurun
3) Norma terdiri dari : Sosial Budaya,
Ekonomi, dan Politik
4) Pandangan kolektif/bersama
5) Simbolik
III. KESIMPULAN
a. Bahwa masalah pemahaman Hak Asasi Manusia (HAM) selama ini
disoroti dengan cara yang sama kepada semua lapisan masyarakat.
Sehingga dampaknya kini terdapat tendensi kuat untuk menolak setiap
usaha pengsosialisasian HAM secara rasional. Oleh karena prinsipprinsip
umum HAM lebih terfokus pada konsep HAM nasional dan
HAM internasional dari pada HAM lokal (Budaya).
b. Jika HAM nasional, HAM internasional dan HAM lokal (Budaya)
didasarkan atas dasar adanya martabat manusia, maka dapat disimpulkan
bahwa sifat hak-hak manusia itu universal dan transparan, karena
martabat manusia selalu dan dimana-mana sama. Sehingga terjadi
pelanggaran HAM, semua negara akan menyoroti dari segi sifatnya
HAM itu sendiri.
c. Penerimaan HAM tidak merupakan suatu tindakan irasional, karena
dapat diberi suatu pemahaman mendasar secara rasional, oleh karena
2 Naffi Sanggenafa, Ibid, 2000
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 79
HAM menjadi sesuatu yang bersifat tetap, teguh dan universal serta
transparan. Untuk itu HAM selalu dijalankan dalam suatu konteks
historis, kultural dan situasional dalam mengantisipasi HAM secara
dinamis.
IV. DAFTAR PUSTAKA
Bahar Saafroedin, Hak Asasi Manusia, Analisis Komnas HAM dan Jajaran
HAMKAM/ABRI, Sinar Harapan Jakarta, 1997.
Human Rights Status of International Instruments, United Nations, New York,
1987.
Human Rights A Compilation of International Instrument. United Nations. New
York, 1988.
Hasbani Firsty, Pengakuan Terhadap Hak dan Eksistensi Masyarakat Adat
Terhadap Pengelolaan Sumber Daya Alam Dalam Peratur Perundang-
Undangan. (Dalam Jurnal Hukum Lingkungan) Tahun IV No. 1 September
1997.
Hutauruk M, Tentang dan Sekitar Hak-Hak Asasi Manusia dan Warga negara.
Penerbit Erlangga. Jakarta, 1985.
Karet M.F, Hak-Hak Asasi Manusia, Suatu Tinjauan Juridis (Makalah), Fakultas
Hukum Uncen, 1998.
Kompisasi Deklarasi Hak Asasi Manusia, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum,
Jakarta, 1988.
Marbangun Hardjowirogo. Hak-Hak Manusia, Yayasan Idayu, Jakarta, 1981.
Mulyana W. Kusumah. Hukum dan Hak-Hak Asasi Manusia Suatu Pemahaman
Kritis, Penerbit Alumni Bandung, 1981.
Mohammad Burhan Tsani. Hukum dan Hubungan Internasional. Penerbit
Liberty Yogyakarta, 1990.
Pengetahuan Dasar Mengenai Perserikatan Bangsa-Bangsa Deparlu, Jakarta,
1993.
Reumi Frans dkk, Hukum Adat Suku Amungme dan Kamoro. Fakultas Hukum
Uncen, 1999.
Sanggenafa Naffi, HAM Dalam Tingkat Budaya, (Makalah) Pelatihan HAM
Kepada Security PT. Freeport Indonesia, tahun 2000.
ISSN: 1693-2099
ANTROPOLOGI PAPUA, Vol. 2 No. 4, Agustus 2003 80
Starke J.G. Pengantar Hukum Internasional, Jilid 2. Penerbit Aksara Persada
Indonesia, Jakarta, 1984.
Majalah Berita Mingguan Tempo, Hak Asasi dan TIM-TIM. Nomor 7 Tahun
XXIII-17 April 1993.
Majalah Berita Mingguan Gatra, Kontraversi Temuan KOMNAS HAM, Nomor
44 Tahun II 1996, 14 September 1996.
Majalah Investigasi dan Analisa, Detektif dan Romantika Nomor 07/XXVIII/28
September 1996.
Pengakuan Hak-Hak Masyarakat Adat; Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan,
1994 (makalah).
Kajian Peraturan Perundang-Undangan Indonesia tentang Hak dan Akses
Masyarakat Lokal pada Sumberdaya Hutan; Program Penelitian dan
Pengembangan Antropologi Ekologi Universitas Indonesia; 1995 (makalah).
UU nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
UU nomor 4 tahun 1982 jo 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
UU nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya.
UU nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
PP nomor 69 tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk
dan Tatacara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang.
PP nomor 21 tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak
Pemungutan Hasil Hutan.
Keputusan Menteri Kehutanan nomor 251/Kpts-II/1992 tentang Ketentuan Hak
Pemungutan Hasil Hutan oleh Masyarakat Hukum Adat atau
Anggotanya di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan.
Instruksi Presiden nomor 1/1976 tentang Sinkronisasi Pelaksanaan
Tugas Bidang Keagrariaan dengan Bidang Kehutanan,
Pertambangan, Transmigrasi dan Pekerjaan Umum.

No comments:

Post a Comment