NEGERI BELIMBING YANG PUNAH
Wajah Asih terlihat gembira begitu tiba di kios milik Arifah, di Pasar Bintoro, Demak, Jawa Tengah. Buah yang diburu selama tiga bulan itu bisa didapatkan di kios ini. Bukan buah impor yang dicarinya, tapi belimbing kunir berwarna kuning dan berukuran besar. "Alhamdulillah, hari ini ada," ujar perempuan berusia 26 tahun yang tengah ngidam anak pertamanya ini. Tak perlu menunggu pulang ke rumah, Asih dengan lahap langsung menyantap buah yang telah diidam-idamkannya itu. Untuk mendapatkan buah yang dibeli dengan harga Rp 12.500 per kilogram ini, Asih dan suaminya perlu menempuh perjalanan cukup jauh dari rumahnya di Desa Gondang, Kecamatan Ngadsirejo, Kabupaten Temanggung. Belimbing yang dicari Asih memang khas Demak. Rasanya manis, hampir tak ada rasa sepat. Bentuknya montok, berwarna cerah, dan mudah dikenali. Lima tahun lalu belimbing Demak semacam itu banyak dijual di depan Masjid Agung Demak, kompleks makam Kadilangu, dan pasar-pasar. Tapi sekarang untuk mendapatkan belimbing ini sangatlah sulit. Demak kini lebih banyak dibanjiri belimbing Welahan, Jepara, Grobogan, atau daerah lainnya. Kondisi itu terjadi karena petani belimbing Demak tak bisa memenuhi permintaan pasar. Menurut Arifah, para pedagang terpaksa mendatangkan belimbing Welahan karena memiliki kemiripan dengan belimbing Demak, terutama besar dan tebal dagingnya. Selain rasa dan ukurannya, belimbing Demak banyak dicari karena kaitannya dengan sejarah penyebaran agama Islam di Pulau Jawa. Konon, dari belimbing Demak inilah Sunan Kalijaga, yang dimakamkan di Demak, menciptakan syair Ilir-ilir, sebuah lagu yang hingga kini banyak dinyanyikan di masjid-masjid dan musala-musala. Salah satu penggalan lagu itu adalah: Cah angon....cang angon....penekno belimbing kuwi. Lunyu-lunyu penekno kanggo mbasuh dadatira... (Hai anak gembala...tolong panjat dan ambilkan buah belimbing itu. Selicin-licinnya pohon itu, tolong tetap panjat dan ambilkan untuk membasuh kainku). Buah belimbing yang memiliki lima sudut atau linggir menjadi simbol ajaran Islam. Lima sudut itu diasosiasikan sebagai Rukun Islam, pokok ajaran bagi umat Islam yang juga berjumlah lima. Wilayah yang menjadi sentra belimbing Demak ada di empat kelurahan: Betokan, Tempuran, Singorejo, dan Bintoro. Ada tiga jenis belimbing yang dihasilkan dari Demak, yakni belimbing kunir (warna kuning), belimbing kapur (warna putih), dan belimbing jingga (warna merah). Bibit belimbing ini tidak jelas asal-usulnya. Namun, dapat berkembang dengan baik di Demak. Kartono, salah satu petani asal Batokan yang berhasil membudidayakan buah belimbing ini, mengatakan bahwa memelihara belimbing Demak tidak semudah yang dia bayangkan. Sekitar 15 tahun Kartono bergelut di kebun belimbing. Ia memiliki 146 pohon terhampar di atas tanah seluas sekitar 2.000 meter persegi. "Buah ini sudah dikenal luas, maka sangat sayang jika tidak dipelihara," ucapnya. Kartono mengaku, sejumlah instansi pemerintah dari luar Demak, antara lain Dinas Pertanian DKI Jakarta dan Makassar, Sulawesi Selatan, pernah melakukan studi banding ke kebunnya. "Banyak yang membeli bibit belimbing," ujar petani yang biasa menjual bibit seharga Rp 10 ribu per batang itu. Kendati buah dan bibitnya laku, Kartono prihatin dengan merosotnya produksi belimbing di Demak. Sudah hampir empat tahun terakhir ini produksi belimbing menurun tajam. Persoalan yang dihadapi adalah banjir yang sering merendam pohon belimbing akibat belum adanya gorong-gorong untuk menyalurkan air hujan. Genangan air menyebabkan tanaman belimbing tidak produktif, lalu sebagian besar petani beralih ke tanaman jambu air. "Kalau jambu tergenang air masih bisa berbuah meski sedikit. Tapi untuk belimbing pasti mati," ujar Ramisah, petani asal Batokan yang memiliki 100 lebih pohon belimbing. Merosotnya produksi juga dipengaruhi sulitnya perawatan. Setiap 2-3 bulan petani harus menyemprot obat antihama. Pohon belimbing juga butuh pengairan yang cukup dan peremajaan ranting. Kartono dan Ramisah berharap belimbing Demak dapat berjaya kembali. Kedua petani ini masih ingat, pada 1990-an pohon belimbing mampu membuat mereka naik haji dan menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi. Namun, kini belimbing Demak terancam punah karena kian sedikitnya petani yang mau menanamnya. Buah belimbing asli Demak, yang selama ini menjadi ikon Kabupaten Demak, Jawa Tengah, terancam punah karena petani cenderung beralih ke budi daya jambu. "Sekarang sudah merosot jauh, karena bahan-bahan untuk memelihara seperti pupuk semakin mahal, sehingga hasilnya tidak bagus," katanya seorang petani belimbing Demak, Kastolani, di Demak, Sabtu. Ia mengakui budi daya belimbing asli daerah itu butuh ketelitian dan perhatian yang lebih besar ketimbang buah lainnya. Ia menyebut pada era 1990-an budi daya belimbing Demak mencapai puncak kejayaan. Hingga saat ini, katanya, dirinya memiliki kebun seluas dua ribu meter persegi yang ditanami 146 pohon belimbing. Pada masa lalu, katanya, kebunnya menjadi tempat studi banding berbagai instansi seperti Dinas Pertanian Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Sulawesi Selatan. Seorang pedagang belimbing di Pasar Bintoro, Demak, Arafah, mengatakan, belimbing asli daerah itu semakin sulit diperoleh sehingga dirinya mendatangkan dari daerah lain seperti Welahan, Jepara, dan Grobogan. "Di Kabupaten Demak sendiri sudah jarang yang menanam, pohonnya kebanyakan ditebangi dan beralih ke pohon jambu, kami harus mendatangkan dari daerah lain yang hampir mirip besarnya dan rasanya," katanya. Sekitar lima tahun lalu, katanya, belimbing Demak relatif masih banyak dijual para pedagang di depan Masjid Agung Demak, Kompleks Makam Kadilangu, dan pasar-pasar setempat. Kini, katanya, petani setempat tak mampu lagi memenuhi permintaan pasar sehingga para pedagang mendatangkan dari daerah lain. Ia menyebutkan beberapa ciri khas belimbing Demak antara lain rasanya lebih enak dan bentuknya lebih besar ketimbang belimbing dari daerah lain. Selain itu, katanya, masyarakat memiliki anggapan khusus tentang belimbing Demak. Buah itu terkait dengan sejarah penyebaran agama Islam di Pulau Jawa. "Yang banyak mencari dan membeli belimbing Demak justru pengunjung dari daerah lain," katanya. Seorang tokoh agama Islam di Desa Bintoro, Kecamatan Demak, Musyafak (50), menyatakan membenarkan bahwa belimbing Demak terkait dengan sejarah penyebaran agama Islam. Ia menjelaskan, Sunan Kalijaga, salah satu di antara sejumlah tokoh penyebar agama Islam di Pulau Jawa, menciptakan lagu berjudul "Ilir-Ilir" sebagai salah satu sarana penyebaran agama Islam. Hingga saat ini, lagu tersebut masih sering dilantunkan umat Islam dalam berbagai kesempatan di masjid dan musala. Syair lagu itu menyebut kata "belimbing". "Syair ini adalah salah satu hal yang menjadikan belimbing Demak menjadi terkenal dan dijadikan ikon Kabupaten Demak," katanya. Ia mengatakan, belimbing memiliki lima "lingir" dan hal itu sesuai dengan ajaran tentang Rukun Islam. Ia menyebutkan beberapa tempat yang menjadi pusat budi daya belimbing asli Demak antara lain Kelurahan Batokan, Tempuran, Singorejo, dan Bintoro. Belimbing Demak terdiri atas tiga jenis yakni belimbing kuning (warna kuning), kapur (putih), dan jingga (merah). Pemerintah Kabupaten Demak saat ini berupaya keras membangkitkan kembali ikon buah segar belimbing. Buah belimbing saat ini pamornya anjlok, dan diperkirakan tinggal 20 persen saja pohon belimbing yang masih dipelihara petani dari total jumlahnya pernah mencapai 71.500 pohon. Sejak 2005, komoditas belimbing ditinggalkan oleh petani. Mereka beramai-ramai beralih ke pohon jambu delima merah, setelah diketahui pohon jambu itu bisa menghasilkan panen minimal 120 kg per tahun untuk satu pohon. "Produksi yang menggiurkan dengan harga jual rata-rata Rp 6.000 per kg," kata Kepala Seksi Holtikultura Dinas Pertanian Kabupaten Demak, Djoko Budhiono, Rabu (9/12) di Demak. Djoko Budhiono mengatakan, bila belimbing Demak pernah jaya era 1990-an dan sempat menjadi buah kesayangan yang pernah selalu tersaji di Istana Presiden, kini belimbing ditinggalkan petani maka petani. Saat petani beralih ke jambu delima, puluhan ribu pohon belimbing ditebang dan lahannya ditanami pohon jambu. Untuk itu, pihaknya kini berupaya keras untuk mengembalikan pola budidaya belimbing supaya buah bersegi lima yang warnanya cerah kuning dengan daging empuk dan rasa manis itu tidak punah. Caranya, akan segera dilakukan penyebaran benih pohon belimbing untuk petani di sentra-sentra belimbing yang dulu pernah jaya. Petani di Demak, Atmin mengaku, dulu pernah memiliki pohon belimbing sampai 25 pohon. Namun kini pohon belimbing sudah ditebang dan diganti pohon jambu. Dengan menanam pohon jambu, pihaknya bisa panen jambu per pohon minimal 70 kg per tahun. "Kalau harga jual minimal Rp 6.000 per kg saja, pendapatan dari panen jambu itu mencapai Rp 420.000 per pohon. Sekarang saya memiliki 25 pohon jambu dengan usia rata-rata empat tahun dan bisa panen terus selama enam bulan," kata Atmin.
BELIMBING DEMAK KUNIR
Family: Oxalidaceae
Deskripsi:
Berasal dari daerah yang sama dengan belimbing demak kapur. Jenis belimbing ini juga sudah dilepas sebagai varietas unggul oleh Menteri Pertanian. Buahnya berwarna kuning keemasan merata. Rasanya sangat manis dengan kandungan air banyak dan tekstur daging buahnya agak halus. Aromanya cukup harum dan tajam. Keadaan biji buahnya tak jauh berbeda dengan belimbing demak kapur. Beratnya rata-rata 200-350 g per buah. Produktivitas buahnya cukup tinggi, antara 15.0-350 buah/tahun. Pada umur 2-3 tahun belimbing ini mulai berbuah dan mampu berbuah terus menerus.
BELIMBING DEMAK KAPUR
Family: Oxalidaceae
Deskripsi:
Belimbing manis ini berasal dari Demak, Jawa tengah, dan telah dilepas oleh Menteri Pertanian sebagai varietas unggul. warna buah putih merata dan rasanya manis menyegarkan karena mengandung banyak air. Tekstur daging buahnya agak halus dengan aroma yang cukup harum, tetapi kurang tajam. Bijinya sedikit, antara 5-10 biji per buah dengan bentuk lonjong, pipih kecil, dan ujungnya meruncing. Ukuran buah cukup besar, berat rata-rata per buah antara 200-400 g. Produksi buah per pohon antara 150-300 buah/ pohon/tahun. Mulai berbuah pada umur 2-3 tahun dan dapat berbuah terus menerus sepanjang tahun.
BELIMBING DEMAK JINGGA
Family: Oxalidaceae
Deskripsi:
Belimbing jenis ini juga berasal dari daerah- Demak, Jawa Tengah. Bentuk buah lonjong dengan lima buah rusuk. Belinabingan lebar memipih dengan daging buah tipis. Warna buah kuning kemerahan. Rasa buah manis agak sepet dan mengandung sedikit air. Namun demikian, aromanya merangsang selera. Berat rata-rata 200-400 g/buah. Produktivitas kira-kira 150-350 buah/pohon. Meskipun ada sedikit rasa sepet, namun belimbing ini cukup digemari. Hal ini antara lain disebabkan oleh warnany a yang menarik dan aromanya yang merangsang. Sehingga tidak mengherankan jika kekurangan pada rasanya tertutupi dengan penampilannya yang menarik.
Manfaat:
Buah-buahan
Syarat Tumbuh:
Tanaman belimbing akan tumbuh baik di tempat dengan ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut dengan curah hujan tinggi dan mendapat cukup cahaya matahari. Jenis tanah yang sesuai adalah tanah yang gembur, berdrainase baik, dan dapat menahan air.
Pedoman Budidaya:
Memperbanyak tanaman dengan: biji cangkokan okulasi. - Dengan biji. Ada bahayanya, sebab kemungkinan akan diperoleh pohon yang mempunyai sifat lain daripada induknya. Kalau ingin memperbanyak dengan biji, maka biji-biji blimbing dideder dulu, 6 minggu kemudian dipindahkan ke pesemaian dengan jarak 30x 30 cm. Pesemaian mendapatkan perlindungan ringan. Pada umur 1 tahun bibit dipindahkan ke kebun: - Dengan cangkokan. Untuk cabang cangkokan dipilih cabang yang tumbuhnya tegak ke atas. Kalau tidak ada cabang yang demikian, maka salah satu cabang yang mendatar dipotong. Nanti akan tumbuh cabangcabang yang tegak tumbuhnya. Dari salah satu cabang tersebut dibuat cangkokan. - Dengan okulasi. Blimbing manis hanya diokulasi dengan jenisnya sendiri. Waktu bertanam yang baik ialah pada permulaan musim hujan dengan jarak 6 x 6 m. Pohon-pohon perlu disemprot dengan obatobatan.
Pemeliharaan:
Untuk menjaga jangan sampai buah blimbing mendapat gangguan hama, seperti lalat buah, burung, kalong dsb., maka sebaiknya buah-buah tersebut dibungkus secara rapi dengan kertas, daun, kain dll. Bersamaan pembungkusan itu dilakukan penjarangan buah. Dengan penjarangan akan diperoleh buah yang besar. Penjarangan dan pembungkusan dilakukan pada waktu buah sebesar telur ayam.
Hama dan Penyakit:
Penyakit becak daun (Cercospora averrhoa) dan penyakit lembayung (Corticium) menyerang tanaman belimbing di Asia Tenggara, tetapi penyakit busuk pasca panen lebih gawat lagi, setidak-tidaknya pada buah belimbing manis; cacat kulit sedikit saja akan mengundang serangan jamur-jamur Ceratocystis, Colletotrichum, Dothoriella, dan Phomopsis. Ulat-ulat (Pingasa, Pseudoterpna, Diacotrichia) menyerang bunga dan daun muda. Buah belimbing manis sangat parah terserang lalat buah dewasa, terutama Dacus dorsalis (di Asia Tenggara), dan oleh ngengat penghancur buah (Othreis spp. di Australia); pembungkusan buah dapat mencegah serangan.
Panen dan Pasca Panen:
Pohon blimbing manis dapat berbunga sepanjang tahun, hingga dapat dipungut 3x setahun, yakni: pada akhir musim kemarau, musim labuh dan permulaan inusim hujan: Waktu berbuah paling lebat ialah pada permulaan musim hujan.
HIDUP DEMAAAKKK!!!
Hatiku selembar daun...
No comments:
Post a Comment