Monday 20 December 2010

Datuk Ketumanggungan Dan Datuk Perpatih Nan Sabatang

Siapa tokoh ini?. Apakah mereka juga merupakan dua orang legendaris sejarah Minangkabau?. Atau apakah keduanya merupakan tokoh historis sejarah Minangkabau yang benar-benar ada dan hidup dalam sejarah Minangkabau pada masa dahulu. Penjelasan berikut ini dapat menjawab beberapa pertanyaan itu. Suku bangsa Minangkabau, dari dahulu hingga sekarang, mempercayai dengan penuh keyakinan, bahwa kedua orang tokoh itu merupakan pendiri Adat Koto Piliang dan Adat Bodi Caniago yang sampai sekarang masih hidup subur di dalam masyarakat Minangkabau, baik yang ada di Sumatera Barat sendiri maupun yang ada diperantauan. Demikian kokohnya sendi-sendi kedua adat itu sehingga tidak dapat digoyahkan oleh bermacam-macam pengaruh dari luar, dengan pengertian akan segera mengadakan reaksi membalik apabila terjadi perbenturan terhadap unsur-unsur pokok adat itu. Hal ini telah dibuktikan oleh perputaran masa terhadap kedua adat itu. Ada petunjuk bagi kita bahwa kedua tokoh itu memang merupakan tokoh sejarah Minangkabau. Pitono mengambil kesimpulan bahwa dari bait kedua prasasti pada bagian belakang arca Amogapasa, antara tokoh adat Datuk Perpatih Nan Sabatang dengan tokoh Dewa Tuhan Perpatih yang tertulis pada arca itu adalah satu tokoh yang sama. Dijelaskan selanjutnya bahwa pada prasasti itu tokoh Dewa Tuhan Perpatih sebagai salah seorang terkemuka dari raja Adityawarman yaitu salah seorang menterinya. Jadi tokoh Dewa Tuhan yang ada pada prasasti yang terdapat di Padang Candi itu adalah sama dengan Datuk Perpatih Nan Sabatang. Demikian kesimpulannya. Kalau pendapat ini memang benar, maka dapat pula dibenarkan bahwa tokoh Datuk Perpatih Nan Sabatang itu adalah merupakan salah seorang tokoh historis dalam sejarah Minangkabau, karena namanya juga tertulis pada salah satu prasasti sebagai peninggalan sejarah yang nyata-nyata ada. Bukti lain mengenai kehadiran tokoh tersebut dalam sejarah Minangkabau adalah dengan adanya Batu Batikam di Dusun Tuo Lima Kaum, Batusangkar. Dikatakan dalam Tambo, bahwa sebagai tanda persetujuan antara Datuk Perpatih Nan Sabatang dengan Datuk Ketumanggungan, Datuk Perpatih Nan Sabatang menikamkan kerisnya kepada sebuah batu, hal ini sebagai peringatan bagi anak cucunya dikemudian hari. Sebelum peristiwa ini terjadi antara kedua tokoh adat itu terjadi sedikit kesalah pahaman. Adanya Batu Batikam itu yang sampai sekarang masih terawat dengan baik, dan ini membuktikan kepada kita bahwa kedua tokoh itu memang ada dalam sejarah Minangkabau, bukan sekedar sebagai tokoh dongeng saja sebagaimana banyak ahli-ahli barat mengatakannya. Bukti lain dalam hikayat raja-raja Pasai. Dikatakan bahwa dalam salah satu perundingan dengan Gajah Mada yang berhadapan dari Minangkabau adalah Datuk Perpatih Nan Sabantang tersebut. Hal ini membuktikan pula akan kehadiran tokoh itu dalam sejarah Minangkabau. Di Negeri Sembilan, sebagai bekas daerah rantau Minangkabau seperti dikatakan Tambo, sampai sekarang juga dikenal Adat Perpatih. Malahan peraturan adat yang berlaku di rantau sama dengan peraturan adat yang berlaku di daerah asalnya. Hal ini juga merupakan petunjuk tentang kehadiran Datuk Parpatih Nan Sabantang dalam sejarah Minangkabau. Menurut pendiri adat Koto Piliang oleh Datuk Ketumanggungan dan Adat Budi Caniago oleh Datuk Perpatih Nan Sabatang. Sesudah ternyata terbukti bahwa kedua tokoh itu benar-benar hadir dalam sejarah Minangkabau, maka ada hal sedikit yang kurang benar yang dikemukakan oleh Pinoto. Dia mengatakan bahwa kedua tokoh itu merupakan pembesar dengan kedudukan menteri dalam kerajaan Adiyawarman. Tetapi pencantuman kedua tokoh itu dalam Prasasti Adityawarman tidaklah berarti bahwa menjadi menterinya, melainkan untuk menghormatinya, karena sebelum Adityawarman datang, kedua tokoh itu sudah ada di Minangkabau yang sangat dihormati oleh rakyatnya. Maka oleh Adityawarman untuk menghormati kedudukan kedua tokoh itu dicantumkan nama mereka pada prasastinya. Tidak sembarang orang yang dapat dicantumkan di dalam prasasti itu, kecuali tokoh yang betul-betul sangat terhormat. Walaupun Datuk Parpatih Nan Sabatang dan Datuk Ketumanggungan sudah merupakan tokoh historis dalam sejarah Minangkabau sesuai dengan bukti-bukti yang dikemukakan, akan tetapi keduanya bukanlah merupakan raja Minangkabau, melainkan sebagai pemimpin masyarakat dan penyusun kedua adat yang hidup dalam masyarakat Minangkabau sekarang ini, yaitu adat Koto Piliang dan Adat Bodi Caniago, bagi masyarakat Minangkabau sendiri kedudukan yang sedemikian, jauh lebih tinggi martabatnya dari kedudukan seorang raja yang manapun. Antara Datuk Parpatih Nan Sabatang dan Datuk Ketumanggungan adalah dua orang bersaudara satu Ibu berlainan Ayah. Karena ada sedikit perbedaan dari apa yang dikatakan Tambo mengenai siapa ayah dan ibu dari kedua orang itu, rasanya pada kesempatan ini tidak perlu dibicarakan perbedaan itu. Tetapi dari apa yang dikatakan itu dapat ditarik kesimpulan bahwa ayah Datuk Ketumanggungan adalah suami pertama ibunya (Indo Jati). Berasal dari yang berdarah luhur atau dari keturunan raja-raja. Sedangkan ayah dari Datuk Parpatih Nan Sabatang adalah Cati Bilang Pandai suami kedua ibunya yang berasal dari India Selatan juga. Perbedaan darah leluhur dari keduanya itu menyebabkan nantinya ada sedikit perbedaan dalam ajaran yang disusun mereka. Kesimpulannya adalah bahwa kedua orang itu yaitu Datuk Ketumanggungan dan Datuk Parpatih Nan Sabatang adalah dua tokoh historis dalam sejarah Minangkabau, bukan tokoh legendaris sebagaimana yang dianggap oleh kebanyakan penulis-penulis barat.

No comments:

Post a Comment