Monday 20 December 2010

SAMINISME EKONOMI

SAMINISME EKONOMI

A. KONSEP GERAKAN SAMINISME
Inilah potret sebuah gerakan perlawanan melawan penjajah yang di pandang sinisme oleh pemerintah, padahal ajaran-ajaran yang terwariskan hingga kini mencuatkan nilai-nilai kesederhanaan, kebersamaan, keadilan dan kerja keras. Setiap provinsi di Indonesia pasti memiliki Suku yang di anggap aneh atau terpinggirkan seperti Badui, Tengger dan juga suku suku pedalaman lainnya. Hal itu sama terjadi dengan suku SAMIN, ini lah potret suku Samin dan yang saya jadikan adopsi “Konsep Gerakan Saminisme “
Menyebut kata "Samin" di sekitaran Kabupaten Blora, Pati , Jawa Tengah, bisa dibilang sensitif. Sebagian kalangan, terutama pemerintah, masih alergi bila pembicaraan menyinggung perihal Samin. "Ah itu sebenarnya 'kan sudah tidak ada," tegas seorang Pamong di Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Blora. Ia lantas mengingatkan agar tak mengangkat soal Samin. Kalaupun masih berminat menulis masyarakat Samin, ia wanti-wanti agar mengurus izin langsung ke Bupati. Hah! Segenting itukah sehingga seorang Bupati harus repot-repot ikut campur?
Samin yang dalam makna sebenarnya adalah Sami – sami amin (apabila semua setuju maka akan di anggap sah ) Faktanya, Samin memang dipandang dengan kacamata buram. Ia identik dengan segolongan masyarakat yang tidak kooperatif, tak mau bayar pajak, enggan ikut ronda, suka membangkang, suka menentang. Bahkan tuduhan seram: atheis. Di masa Orde Baru misalnya, tanggalnya ajaran saminisme oleh sekelompok masyarakat dianggap sebagai tahapan yang patut diupacarakan. Pernikahan massal sembilan pasang warga Desa Karangrowo, Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, pada 3 Januari 1997, misalnya, diupacarakan sebagai tanda ditanggalkannya ajaran saminisme yang turun-temurun dianut oleh sembilan pasangan itu Tapi sebenarnya, ateiskah mereka?
Barangkali orang tidak memperoleh gambaran jernih tentang paham saminisme, yang acap dinamakan "Agama Nabi Adam". Menurut thesis yang dilakukan, Samin tidak seperti yang disangkakan orang, atheis. Mereka mengenal Sang Hyang Wenang, Tuhan. Dalam pemikiran , cap atheis muncul lantaran aparat kesulitan mengelompokkan masyarakat itu. Daripada susah-susah akhirnya digolongkan saja sebagai kelompok atheis. Sulit dipercaya bagaimana masyarakat kemudian cenderung lebih mempercayai gambaran negatif itu bila membicarakan soal Samin. Padahal , menurut saya saminisme adalah sebuah pergerakan melawan pemerintah Belanda yang berawal ketika Belanda melakukan pematokan tanah untuk kegiatan penanaman hutan jati tahun 1870.
1. Guru tanpa buku

Dalam buku Rich Forests, Poor People - Resource Control and Resistance in Java, Nancy Peluso , Pengamat Budaya dari Belanda menjelaskan, pergerakan Samin tumbuh tahun 1890 di dua desa hutan kawasan Randublatung, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Gerakan ini lantas dengan cepat menjalar ke desa-desa lainnya. Mulai dari pantai utara Jawa sampai ke seputar hutan di Pegunungan Kendeng Utara dan Kendeng Selatan. Atau di sekitar perbatasan Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur menurut peta sekarang.
Para pemimpinnya adalah guru tanpa buku, pengikut-pengikutnya tidak dapat membaca ataupun menulis. Perintisnya, Samin Surosentiko/Surosentika atau disebut singkat Samin Surontiko/Surontika (kelahiran Desa Ploso Kedhiren, Randublatung, tahun 1859, dan meninggal saat diasingkan ke Padang pariaman, 1914 di sebuah Oveersteed milik kolonial Belanda dan sampai saat ini masih ada kuburannya di Sawah lunto, seorang yang buta aksara. Dua tempat penting dalam pergerakan Samin: Desa Klopodhuwur di Blora sebelah selatan sebagai tempat bersemayam Samin Surosentiko, dan Desa Tapelan di Kecamatan Ngraho, Bojonegoro, yang memiliki jumlah terbanyak pengikut Samin.
Orang Samin di Tapelan memeluk saminisme sejak tahun 1890. Dalam Encyclopaedie van Nederlandsch Indie (1919) diterangkan, orang Samin seluruhnya berjumlah 2.300 orang tahun 1917, tersebar di Blora, Bojonegoro, Pati, Rembang, Kudus, Madiun, Sragen, dan Grobogan dan yang terbanyak di Tapelan Sebagai gerakan yang cukup besar saminisme tumbuh sebagai perjuangan melawan kesewenangan Belanda yang merampas tanah-tanah dan digunakan untuk perluasan hutan jati. Di masa sekitar tahun 1900, mandor hutan yang menjadi antek Belanda mulai menerapkan pembatasan bagi masyarakat dalam soal pemanfaatan hutan. Para mandor itu berbicara soal hukum, peraturan, serta hukuman bagi yang melanggar. Tapi para saminis, atau pengikut Samin, menganggap remeh perkara itu. Sosialisasi hukum itu lantas ditindaklanjuti pemerintah Belanda dengan pemungutan pajak untuk air, tanah, dan usaha ternak mereka. Pengambilan kayu dari hutan harus seijin mandor polisi hutan. Pemerintah Belanda berdalih semua pajak itu kelak dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Akal bulus itu ditentang oleh masyarakat pinggir hutan di bawah komando Samin Surosentiko yang diangkat oleh pengikutnya sebagai pemimpin informal. Samin Surosentiko, tanpa persetujuan dirinya, oleh para pengikutnya dianggap sebagai Ratu Tanah Jawi atau Ratu Adil Heru Cakra dengan gelar Prabu Panembahan Suryangalam. Para pengikut Samin berpendapat, langkah swastanisasi kehutanan tahun 1875 yang mengambil alih tanah-tanah kerajaan menyengsarakan masyarakat dan membuat mereka terusir dari tanah leluhurnya.
Sebelumnya, pemahaman pengikut Samin adalah: tanah dan udara adalah hak milik komunal yang merupakan perwujudan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Mereka menolak berbicara dengan mandor-mandor hutan dan para pengelola dengan bahasa krama. Sebagai gantinya para saminis memperjuangkan hak-haknya dalam satu bingkai, menggunakan bahasa yang sama, Jawa ngoko yang kasar alias tidak taklim. Sasaran mereka sangat jelas, para mandor hutan dan pejabat pemerintah Belanda. Ketika mandor hutan menarik pajak tanah, secara demonstratif mereka berbaring di tengah tanah pekarangannya sambil berteriak keras, "Kanggo!" (punya saya). Ini membuat para penguasa dan orang-orang kota menjadi sinis dan mengkonotasikan pergerakan tersebut sebagai sekadar perkumpulan orang tidak santun. Penguasa bahkan mendramatisasikan dengan falsafah Jawa kuno yang menyatakan "Wong ora bisa basa" atau dianggap tak beradab.
Akibatnya, para pengikut Samin yang kemudian disebut orang Samin, dicemooh dan dikucilkan dari pergaulan. Ketika pergerakan itu memanas dan mulai menyebar di sekitar tahun 1905, pemerintah Belanda melakukan represi. Menangkap para pemimpin pergerakan Samin, juga mengasingkannya. Belanda juga mengambil alih tanah kepemilikan dari mereka yang tak mau membayar pajak. Namun tindakan pengasingan dan tuduhan gerakan subversif gagal menghentikan aktivitas para saminis. Sekarang pun sisa-sisa para pengikut Samin masih ditemukan di kawasan Blora yang merupakan jantung hutan jati di P. Jawa.
Citra yang tidak sebenarnya
Gerakan ini selesai dengan sendirinya saat Belanda hengkang dan kemerdekaan RI diproklamasikan. Gerakan sudah tak mempunyai musuh. Kalaupun kemudian masyarakat masih mengendapkan citra buruk tentang Samin ini lantaran kesalahan aparat dalam mensosialisasikan inti gerakan ini. Akibatnya, banyak hal yang dulu dipandang sebagai bentuk perlawanan terhadap Belanda masih dianggap melekat di kalangan orang Samin.
Misalnya kebiasaan membangkang, tak mau bayar pajak, atau enggan ikut ronda. Padahal menurut saya dan survey yang pernah saya lakukan, penolakan membayar pajak dipakai sebagai media melawan Belanda. Mereka waktu itu memang menentang, tetapi di jaman republik mereka lebih taat.
Tetap saja, olok-olok tak bisa dihindarkan. Begitulah Orang Samin itu. Ketika Ditanya berapa lembunya, jawabnya dua, jantan dan betina. Walau kenyataannya punya banyak lembu. Ditanya pekerjaannya apa, jawabnya laki (kawin/sanggama), karena kalau yang dimaksud pekerjaan semacam profesi, orang Samin menyebutnya penggautan atau nafkah. Misalnya, bertani Perbedaan penafsiran karena bahasa, belakangan melebar ke hal lain di luar komunikasi. Misalnya, perilaku yang dianggap tidak sejalan dengan orang lain. Sampai-sampai, kepada orang non-Samin yang menunjukkan perilaku buruk, orang tak segan menyebut "nyamin" alias berperilaku seperti orang Samin.
Istilah berkonotasi ledekan itu menyebabkan orang Samin asli enggan menyebut diri Samin, melainkan "orang Sikep", yakni orang yang memegang teguh ajaran yang diturunkan secara turun-temurun. Beberapa ajaran yang dicatat misalnya angger-angger pratikel (hukum tindak-tanduk), angger-angger pengucap (hokum berbicara), dan angger-angger lakonana (hukum perihal yang perlu dijalankan). Hukum pertama berbunyi "Aja drengki srei, tukar padu, dahpen kemeren. Aja kutil jumput, mbedhog nyolong", yang artinya jangan berbuat jahat, berperang mulut, iri hati, dan dilarang mengambil milik orang lain. Hukum kedua berbunyi, "Pangucap saka lima bundhelane ana pitu lan pangucap saka sanga bundhelane ana pitu". Makna ungkapan simbolis itu, kita harus memelihara mulut kita dari kata-kata yang tidak senonoh atau menyakitkan hati orang lain. Sedangkan hukum ketiga berbunyi "Lakonana sabar trokal, sabare dieling-eling, trokale dilakoni". Maksudnya, orang Samin harus ingat pada kesabaran, "Bagaikan orang mati dalam hidup".
Bisa dipahami, orang Sikep, tinggal di Desa Sambongrejo, Kecamatan Sambong, Blora, sudah merasa menjadi bagian dari warganegara Indonesia sejak kemerdekaan RI. Tidak ada perbedaan dengan warga negara lain. Mulai detik kemerdekaan itu, apa yang jadi kewajiban masyarakat dipenuhi. Bayar pajak nomor satu, kerja bakti berangkat duluan.
Tidak antisekolah
Di Desa Sambongrejo, sekitar 8 km dari Cepu, masyarakat keturunan Samin hidup selayaknya warga biasa. Mereka bercocok tanam cabai, jagung, kacang, dsb. Di desa ini terdapat sebuah bangunan SD yang didirikan tahun 1960-an. Keberadaan SD ini juga menandakan orang-orang Sikep tidak antisekolah. Memang, ketika Belanda masih bercokol mereka menolak institusi sekolah. Sekolah dianggap menciptakan bendoro (kaum elitis) dan bukan lagi rakyat ( kawulo). Soalnya, kalau sudah sekolah akan menjadi manusia Monopolitis, kolutis dan mengajarkan kepandaian untuk membodohi rakyatnya.
Ketika Belanda pergi, ajaran lisan mereka masih tetap diturunkan. "Ana tulis tanpa papan, ana papan sakjeroning tulis", (ada tulisan tanpa papan, ada papan tulis didalamnya tulisan) menggambarkan ajaran itu ditularkan lewat ucapan disertai contoh keseharian. Salah satu hal yang bisa dicontoh dari ajaran Sikep adalah kesederhanaan. Bahkan, dalam manajemen keluarga, orang-orang Samin lebih teliti dibandingkan dengan non-Samin. Mereka tidak membelanjakan uang untuk hal-hal yang tidak perlu. Sehingga secara rata-rata mereka kaya. Lembunya saja bisa sampai 10, cukup banyak untuk ukuran rakyat biasa. kejujuran dan kerja keras merupakan nilai positif yang masih dipegang teguh oleh keturunan Samin. Walaupun kalau dirunut ke belakang, sulit diketahui bagaimana wujud penentangan terhadap Belanda itu lantas mengalami metamorfosa menjadi nilai-nilai positif yang masih berlaku hingga kini. Kadang dipegang dan diterapkan secara kaku, terlalu idealistis, bagai tak berkompromi dengan pandangan masa kini. Faktor itu yang masih sering disalahartikan oleh orang-orang yang tidak senang.
Misalnya soal anggapan bahwa tamu tidak akan diberi hidangan lagi kalau pernah menolaknya. Padahal menurut saya pandangan itu lebih didasari rasa tidak senang kepada orang Samin ketimbang penilaian objektif. Bagi orang samin, tamu atau dalam bahasa mereka disebut sedulur (saudara), mempunyai arti penting. Dari mana pun datangnya dianggap saudara. Saya punya pengalaman mengesankan. Suatu hari mobil yang kami tumpangi bersama empat orang lainnya mogok di tepi hutan. Atas jasa baik orang Samin, mobil itu didorong dan mesinnya berhasil hidup. Kemudian orang samin mengajak mampir ke rumahnya. Di situ saya dan teman-teman dijamu makan lengkap dengan lauk ayam, sayur lodeh, dan air.
Ketika salah astu teman mau memberikan tips berupa uang, orang-orang samin itu menolak. Apa jawabannya, ” Duwit iku ora sebrayane, apa duwit sampean iso dadheni wareg” (Apakah uang itu segalanya, apa uang anda bisa untuk Kenyang? Yang juga mengagetkan saya dan team saya barangkali adalah kerelaan untuk memberikan apa yang mereka miliki pada sesama orang yang membutuhkan. Padahal, dilihat dari sisi orang samin pemberian itu bukan berarti menghilangkan segala-galanya. Sebab mereka menggunakan istilah meminjamkan, bukan memberikan. Bagi yang akan meminjam mengatakan tak nggone sik (saya pakai duluan).
Zaman telah berubah, penjajah telah pergi, tapi setumpuk nilai luhur masih dijalani oleh sebagian orang samin. Waktu yang akan menguji, apakah akan jadi pegangan selamanya, atau terkikis pelan-pelan hingga tinggal slogan yang tidak sesuai kenyataan. Persepsi bahwa orang Samin itu aneh, nyleneh, dan banyak predikat lain yang berujung pada simpulan bahwa mereka hidup dengan cara yang berbeda dari masyarakat kebanyakan sudah acap terdengar.
Filosof Orang Samin Sikap Skeptis
Acap kali sebuah pertanyaan seolah menggantung karena jawaban-jawaban yang meluncur hampir selalu singkat, cenderung menutup diri dan skeptis dalam memandang sesuatu. Misalnya ketika ditanya, mengapa mereka menyebut diri sebagai wong Sikep? Wong lanang iku sikep rabi. Sira wong lanang, ya rabi karo wong wedhok. Wong wedhok ya sikep laki. Apa kang bedha? (Laki laki itu kewajibannya menikah, anda laki laki yah menikahlah dengan perempuan). Bukan tanpa alasan, mengapa perkawinan yang disebutnya sikep rabi atau sikep laki sebagai sesuatu yang sangat prinsip bagi mereka. Dalam ajaran saminisme, perkawinan itu sangat penting. Itu merupakan alat untuk meraih keluhuran budi yang seterusnya untuk menciptakan atmaja tama (anak yang mulia). Dalam perkawinan menurut adat mereka, pengantin laki-laki harus mengucapkan "syahadat" yang berbunyi (kalau ditejemahkan) lebih kurang, "Sejak Nabi Adam pekerjaan saya memang kawin. (Kali ini) mengawini seorang perempuan bernama ... Saya berjanji setia kepadanya. Hidup bersama telah kami jalani berdua".
Itu pula yang lalu memunculkan stigmatisasi tertentu. Orang Samin dianggap sebagai pemuja kumpul kebo. Tak sebagai pembenaran, bagi mereka menikah dengan seseorang adalah untuk selamanya. Jadi, tidak ada kamus perselingkuhan pada mereka. Kecuali, yen rukune wis salin, sebutan seorang lelaki yang istrinya telah meninggal, seorang Sikep baru boleh menikah lagi
Contoh lain, tanyakan jumlah anak, mereka serempak menjawab, "Loro, lanang lan wedok" (dua laki laki dan perempuan ). Jawaban yang bagi orang di luar penganut saminisme boleh jadi mengesalkan. Idiot atau apalah. Padahal, menurut saya, orang samin adalah orang-orang yang membaca kenyataan, membaca sesuatunya dari yang nyata. Dalam konteks itu, semua orang adalah sama. Semua orang itu bersaudara.
KEHIDUPAN

Sehari-hari orang Sikep di Dukuh Bombong, Desa Baturejo, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati dimulai pukul enam pagi. Saat langit masih cukup remang, apalagi bila sedang musim penghujan, mereka yang berusia remaja dan dewasa, sudah berduyun-duyun pergi ke ''sekolah''. Jangan berpikir itu sebuah bangunan berisi ruang-ruang kelas tempat seorang siswa belajar dan guru mengajar. Orang-orang Samin di situ tak memercayai pendidikan formal seperti yang dikenal umum. ''Sekolah'' yang dimaksud itu, hamparan sawah yang hampir setiap hari mereka datangi dan menjadi sumber utama penghidupan mereka. Apa yang disebut sekolah? Itu kan mengajarkan budi pekerti dan keterampilan.
Semua diajarkan di rumah orang Samin Keterampilan ya diajarkan di sawah-sawah Dan memang, betapa pentingnya sawah bagi kehidupan mereka. Bila musim penghujan, mereka menanam padi dan ketika kemarau mereka menanam jagung. '' Tetanen wis dadi uripe sedulur Sikep. Dagang ora kulina lan ora seneng. Wong dagang iku lak gelem nindakna goroh. Ingsun ora gelem goroh. Yen tetanen, sapa kang digorohi?" ( Bercocok tanam sudah menjadi hidupnya orang samin , berdagang tidak terbiasa dan tidak suka, orang dagang itu kalau yang mau melakukan kebohongan saya tidak mau berbohong). Begitulah semboyan orang samin.
Ya, pertanian telah menjadi sumber penghidupan, karena mereka tak suka berdagang yang disebutnya sebagai aktivitas yang tak luput dari kebohongan. Padahal, orang Sikep memiliki prinsip tak mau berbohong. Jadi boleh dibilang, kehidupan wong Sikep di situ, bergerak dari rumah ke sawah dalam siklus yang (barangkali) sangat monoton. Boleh dibilang pula, kehidupan orang Sikep di situ seolah-olah berada dalam bingkai rumah dan sawah. Tak ada warna lain selain itu. Kalau toh mereka bepergian dan itu sangat jarang dilakukan mereka hanya apabila mereka membutuhkan, misalnya untuk menjual sebagian panenan.
Dengan monotonitas seperti itu, dalam keyakinan wong Sikep, segalanya Serba bersahaja. Alam bagi mereka merupakan ajang yang demikian bermurah hati untuk penghidupan. Ya, mereka makan dari hasil panenan. Dan, ketika mereka membutuhkan lauk-pauk, alam pulalah yang menyediakannya buat mereka.
Banyaknya bonorawa (lahan yang menyerupai rawa-rawa kecil) yang terdapat di sekitar persawahan mereka adalah ekosistem yang baik untuk beberapa jenis ikan. Dan, pencarian ikan itu biasanya dilakukan pada malam hari oleh para lelaki muda, meskipun seharian tenaganya telah terperas oleh kerja di sawah
Kalau boleh diringkas, beginilah siklus hidup wong samin, Pagi hari mereka pergi ke sawah hingga siang atau bahkan sore hari. Dan, pada malam hari, hidup mereka diisi dengan mencari ikan untuk lauk-pauk Dengan kebersahajaan serupa itu, adakah mereka melakukan segalanya dengan cara yang serba tradisional dan menolak peranti teknologi yang tak bisa mereka buat sendiri? Tak selalu. Mereka bukan komunitas yang zakelijk dan mati-matian menolak peranti teknologi. Bahkan, peranti itu diterimanya sebagai pendukung cara hidup mereka.
Mau bukti? Selain rumah-rumah mereka telah berlistrik, untuk mencari ikan misalnya, banyak dari mereka yang menggunakan pancing setrum dengan tenaga aki. Bahkan, kini beberapa wong Samin telah memiliki motor untuk aktivitas sehari-hari. Kehidupan yang secara spesifik berbeda dari komunitas kebanyakan, tak terpungkiri lagi membuat komunitas orang samin sering didatangi orang dari luar. Tentu saja kedatangan mereka memiliki maksud berbeda-beda. Ada yang berupa tur studi, ada yang mempengaruhi dan belajar ilmu dan Ada yang datang untuk keperluan politis seperti yang sering terjadi menjelang pemilu.
Pernah suatu hari seorang Bupati terpilih ingin memberikan bantuan tetapi ditolak mentah mentah dengan alasan sudah memiliki, begitu merah padamnya muka sang Bupati, Dalam perkara administratif pemerintahan, bukan hal mudah bagi pemerintah untuk mengajak mereka patuh aturan. Lihat saja, seperti yang dilakukan penganjur saminisme yang menolak pajak pada Belanda, mereka pun tak mau mengeluarkan pajak. Akan tetapi, bukan berarti tak ada yang bisa ditarik dari mereka. Istilahnya saja yang harus diganti. Kalau disuruh bayar pajak mereka bilang harta yang mereka punyai itu atas usaha mereka yang diwarisi sejak zaman Adam. Namun katakan saja 'iuran hasil panen' sebagai alih-alih pajak, mereka akan bersedia.
KTP bagi warga Samin sebatas tata cara dalam berhubungan dengan orang di luar komunitas itu. Jika Kades dan Camat tidak mau menulis bahwa agama (Samin) adalah Adam ya bukan salah mereka. Karena aturan yang mereka pegang memang hanya mengenal lima agama.
Jangan dikira warga Samin itu bodoh dan kumpul kebo. Mereka memiliki teknologi tinggi dalam soal pertanian. Warga Samin sangat menjunjung tinggi tanah mereka sebagaimana menghormati ibunya. Tanah bagi mereka adalah ibu. Mana ada warga Samin yang menjual tanah atau sawahnya ? Sementara itu, bila ada yang berpandangan bahwa warga Samin penakut atau minder dalam bergaul, itu sama sekali tidak benar. Warga Samin itu egaliter. Mereka tidak takut dengan Jenderal sekalipun. Mereka akan duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi.
Sebagaimana paham lain yang dianggap oleh pendukungnya sebagai agama, orang Samin juga memiliki "kitab suci". "Kitab suci" itu adalah Serat Jamus Kalimasada yang terdiri atas beberapa buku, antara lain Serat Punjer Kawitan, Serat Pikukuh Kasajaten, Serat Uri-uri Pambudi, Serat Jati Sawit, Serat Lampahing Urip, dan merupakan nama-nama kitab yang amat populer dan dimuliakan oleh wong Samin.
Dengan memedomani kitab itulah, wong Samin hendak membangun sebuah negara batin yang jauh dari sikap drengki srei, tukar padu, dahpen kemeren (dengki, iri hati, bercekok pendapat, besar kepala ). Sebaliknya, mereka hendak mewujudkan perintah "Lakonana sabar trokal. Sabare dieling-eling. Trokali dilakoni" (berlakulah sabar, sabarnya diingat- ingat bagai orang mati dalam hidup).
Sikap yang Apa adanya , sikap yang jujur , sederhana dan berkata sesuai dengan apa yang di lihat dan lakukan adalah sebuah realita orang samin. Realita yang telah hilang dalam masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Jawa pada khususnya yang katanya menganggukkan sikap jujur dan sederhana ternyata masih tersekat dengan istilah PRIYAYI , DARAH BIRU , KAUM BANGSAWAN dan ELITE, bahkan dalam kontemporer sikap tersebut lebih Kontarproduktif di dunia POLITIK DAN BISNIS.
2. Samin , Melawan Hegemoni Kekuasaan Yang Absolute

Orang yang Samin akan bersikap seperti Bilung (tokoh pewayangan yang selalu mengiyakan kata kata kurawa dengan maksud merendahkan kemampuan kurawa dalam melawan pandawa), yang selalu mengiyakan dan bahkan menyangatkan semua pernyataan Kurawa dalam dunia pewayangan. Hegemoni dan arogansi Kurawa menyebabkan Bilung memilih sikap itu, karena merasa kekuasaan tidak lagi bisa diberi saran, diingatkan, dikritik, dan disadarkan. Kekuasaan sudah mencapai tingkat tidak dapat lagi mendengar dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Machiavelisme , Kapitalisme , begitulah...
Mbilung, dengan begitu sudah menjadi kata kerja. Mirip dengan nyamin yang berasal dari kata samin. Semua itu merupakan bentuk perlawanan terhadap hegemoni kekuasaan, seperti perlawanan terhadap penjajah Belanda yang dilakukan orang-orang Suku Badui di Banten dan Suku Tengger di Jawa Timur.
Dalam konteks yang lebih serius, sikap itu tentu saja perwujudan dari ketidakberdayaan melawan hegemoni kekuasaan. Sikap yang lahir dari kebuntuan mencari jalan keluar, solusi untuk membenahi keadaan yang sudah amburadul. Sikap ini adalah wajah lain dari perlawanan diam yang dilakukan Mahatma Gandhi dengan gerakan Ahimsa, melawan penjajah Inggris.
PERTANYAANNYA sekarang, apakah mbilung bisa efektif memperbaiki keadaan? Saya agak pesimistis. Mengapa ? Karena, penguasa-penguasa biasanya mengidap oost-indisch doof, yang secara harfiah berarti "tuli gaya Hindia-Timur". Istilah itu ditudingkan pemerintahan Hindia-Belanda kepada orang-orang Jawa yang sering berpura-pura tidak mendengar karena malas diberi tugas. Jadi, "tuli gaya Hindia- Timur " merupakan penyakit tinggalan penjajah. Bagaimana keadaan bisa diperbaiki, kalau orang-orang yang sedang mengenyam kekuasaan selalu berpura-pura tidak mendengar? Bagaimana pembusukan bisa terjadi, kalau mereka justru menikmati hal-hal yang busuk? Absurd, memang Jangan-jangan, orang-orang yang berkuasa pun sedang melancarkan mbilung menurut versi mereka sendiri. Mereka bersikap “ luweh-luweh”, tidak mau mengerti aspirasi rakyat, tuntutan orang kebanyakan, dan asyik-masyuk dengan dunianya sendiri.
Pertanyaan berikutnya, masih mampukah orang-orang yang berkuasa memahami bahasa-bahasa simbol? Mbilung selalu sarat dengan bahasa simbol dan plesetan-plesetan, yang dilandasi oleh pendekatan substansial-kritis. Sementara itu, banyak orang yang berkuasa justru masih terkungkung oleh pendekatan formalisme positivistik. Mbilung menggunakan otak kanan yang lateral-simultan, sedangkan orang-orang yang berkuasa memakai otak kiri, yang linear.
Bangsa ini sudah kering simbol, sukar memahami pra lambang, sehingga sulit mengerti makna di balik kata. Kita hanya mengerti makna kata-kata secara huruf per huruf; a, i, u, e, o. Sangat verbalistik. Samin adalah sebuah simbol ikon perjuangan kaum Terpinggirkan yang merasa terusik dengan kehadiran kapitalisme ala Kolonial belanda dengan sikap Mbilung , Nyamin , Luweh luweh. Namun demikian Etos / sikap yang perlu diangkat adalah bagaimana seorang samin berkata jujur, sederhana, apadanya, tidak berbohong, tidak ada iri dan dengki namun tegas, eligater , berani melawan arus karena mempertahankan sebuah keyakinan yang selama bertahun tahun di yakini kebenarannya.
Di era sekarang ini yang lebih lebih transformasi data dan komunikasi serba instan mungkin akan terbawa arus pelan tapi pasti akan tetapi untuk nilai nilai luhurnya tidak akan pernah hilang begitu saja.
B. GERAKAN KAPITALISME

Kapitalisme sebagai sebuah faham telah jauh melampaui batas-batas awalnya. Ia bukan lagi salah satu konsep pemikiran tentang ekonomi. Di era modern, kapitalisme sebagai konsep diperkenalkan kembali di zaman kolonialisme, saat Inggris Raya menjadi empire kekuasaan dan kekayaan. Kapitalisme menjadi erat dengan Imperialisme karena kapitalisme adalah salah satu produk revolusi industri pasca renaissance, seiring dengan munculnya, individualisme, empirisme, positivisme, eksistensialisme, pragmatisme, liberalisme dalam filsafat, psiko-analisa dalam psikologi, dan banyak faham dan aliran di bidang lain seperti seni, logika dan moral.
Bedanya Kaum Samin dengan kaum kapitalis adalah antara bumi dan langit antara minyak dan Air yang menjadi “spaling partner” sejati. Kaum Kapitalisme asing dari segala macam bentuk transendensi (ta’aali). Kenapa? Karena rasionalitas menurut mereka adalah faham kekuasaan, di mana yang kuat harus (secara alami) mencaplok yang lemah. Jika ada yang menentang konsep semacam itu, maka ia tidak waras, (samin, Mbilung , Luweh, Menyun , Waleng dll ) terhalusinasi dan pembangkang karena “ingin merusak tatanan ko-eksistensi”. Lebih dari itu, itulah keadilan.
Tujuan utama menurut mereka adalah kenikmatan (material). Orang yang tidak mencari kenikmatan material itu tidak realistis. Dalam faham itu, sistem nilai ditentukan oleh keuntungan fisik. Mereka memberi teminologi tersendiri, lalu menggembar-gemborkannya dengan keuatan propaganda di segenap pelosok dunia.
Terminologi itu menjelaskan bahwa yang bukan liberal adalah totalitarian, anti plural, pembangkang, utopian, fanatik dan fascis. Dan tentunya teroris. Jelas dalam konsep semacam itu, Tuhan tidak diberi peran. Segala sesuatu yang menuju ke arahNya sia-sia. Membahas kapitalisme bisa dari segi sejarah kemunculannya, dari segi faham filosofisnya, kaitannya dengan konsep pemikiran lain dan seterusnya. Namun, bagi saya, kapitalisme tidak signifikan dari segi argumentasi, namun kuat dan besar dari sisi fenomena. Permunculannya sangat gemerlap. Oleh karena itu membahasnya sebagai fenomena dan ciri-cirinya lebih penting.
Masyarakat Amerika saat ini adalah bentuk terakhir peradaban umat manusia. masyarakat manapun yang hendak melanjutkan kemajuan akan berkahir pada bentuk masyarakat Amerika saat ini. Jika ada yang berharap manusia bisa mencapai sebuah peradaban yang lebih dari itu, ia seorang utopian. Perlu diingat bahwa masyarakat Amerika melihat satu manusia dibunuh dalam setiap delapan menit dan seorang wanita diperkosa dalam setiap enam menit. Tentu mereka berdua menjadi begitu tersohor dan ‘di-tersohor-kan’ tidak lepas dari rekayasa di balik layar.
Faham kapitalisme dan produk sejenis, tentu diadopsi oleh elit tertentu demi mempersiapkan umat manusia dijadikan batu bata bangunan imperial yang mereka bangun. Karena segala sesuatu dinilai dari uang dan uang adalah kekuasaan, mereka merambah dalam setiap bentuk kekuasaan, modal, pendidikan dan media massa.
Siapa itu kapitalis tulen?
Tanpa saya ingin berbicara panjang soal konsep kapilatisme, saya langsung hendak berbicara tentang kapitalisme sebagai sebuah kenyataan di alam luar. Sejak dahulu kala, kaum yahudi telah mengokohkan reputasi dalam bidang kapitalisme. Bentuk moderennya muncul di zaman kolonial, di Inggris terdapat beberapa keluarga yahudi yang salah satunya bernama Rotchild. Puncak keluarga itu adalah Baron Rotchild. Mereka begitu dekat dengan kerajaan. Inggris menjajah dua pertiga dunia dengan menggunakan serbuk mesiu dan modal dari Baron. Tentu, setelah mereka menguasai tanah-tanah itu, Baron mendapat bagian dari jutaan pound hasil rampasan mereka dari kekayaan India, Afrika dan kontinen Amerika.
Dengan itu mereka menjadi lebih kaya dari sebelumnya. Semenjak runtuhnya komunisme di dekade 90-an, Amerika hendak memerankan 'hansip’ bagi pusat-pusat kekuasaan dan kaum kapitalis multinasional. Untuk itu mereka rela mengorbankan kepentingan rakyat Amerika sekalipun. Walaupun Amerika dan Rusia masih merupakan dua adidaya militer, namun berbeda dengan sebelumnya mereka kali ini lebih banyak bekerjasama dalam rangka menjaga new world order, misalnya semasa perang teluk.
Menengok arti new world order (tatanan dunia baru), kita dapat menafsirkan arti yang mereka kehendaki adalah setelah runtuhnya komunisme, dunia harus kembali ke pangkuan adidaya tunggal yaitu AS. Teratur di bawah hegemoni tatanan kapitalisme. Oleh sebab itu muncul istilah global village atau globalisasi, yang menurut plesetan salah seorang kawan global-shitasi. Artinya dunia harus mengadopsi satu cara berpikir, budaya, sistem nilai. Kapitalisme. Sekali lagi kapitalisme tidak hanya memakan korban di luar Amerika.
Masyarakat Amerika sejak lama telah dibius untuk digunakan dalam rangka melestarikan logika “yang kaya makin kaya”. Sejumlah pemikir semacam Noam Chomsky telah lama membuka betapa ‘nilai-nilai’ yang digembar-gemborkan Amerika nyatanya sangat semu, bahkan di dalam negeri.
Dana perang dan senjata menjadi tak terkontrol lagi, sehingga bangsa Amerika tenggelam dalam hutang dan telah mengorbankan berbagai macam jasa sosial. Tidak mungkin sekaligus membayar perlombaan senjata dan memberi makan rakyat. Seperti di zaman Ronald Reagan dan kemudian George Bush.
Kini dana yang diambil dari jasa keamanan sosial (social security), gaji orang-orang pensiun dinganggap sebagai sebab defisit negara dan kemudian pemerintah melihatnya sebagai harta karun yang dapat menutup defisit tahunan yang mencakup 385 milyar, disebabkan oleh biaya produksi senjata dollar, sementara yang diakui secara resmi hanya 152 milyar dollar.
Dari sisi lain, praktis 25 persen dari rakyat Amerika buta huruf. Dari segi jumlah pelajar, Amerika berada di tingkatan keenam. Tentang harapan hidup (panjang umur) pada tingkatan ketujuh. Kualitas pendidikan di tingkatan kesepuluh. Kesejahteraan hidup di tingkatan kesepuluh, kematian anak di bawah umur di ukuran kedua puluh. Agar rakyat Amerika rela untuk berkorban, pemerintah selalu berpropaganda bahwa semua orang di dunia musuh mereka dan berbahaya. Jika di dekade 60an ada komunisme Castro, dekade 70an isu obat bius, kini amerika berpropagand mengenai terorisme. Rakyat Amerika diharap membayar ‘kebesaran’ mereka dengan nyawa putra-putra bangsa yang mati di medan perang tanpa mengetahui kebenaran sejatinya. Lihat bagaimana tentara Amerika sudah jenuh dengan perang di Afghanistan dan Irak , yang dikirim tanpa sebab musabab yang jelas.
1. Esensi Kapitalisme
Melihat kinerja kapitalisme dalam dua abad kiprahnya, kita dapat menyimpulkan bahwa sebenarnya kapitalisme adalah faham konservatif. Ia didesain untuk menjaga kondisi yang ada. Memproteksi status quo. Jangan peduli dengan jargon mereka tentang new world order. ‘New’ di sini berarti mengembalikan dunia pada bentuk kekuasaan tunggal, mengingatkan kita pada kekaisaran romawi pada puncak kejayaannya dan Inggris pada zaman kolonial.
Dalam rangka mencapai tujuan itu, pertama mereka harus melembagakan sebuah asumsi; akhir kesempurnaan adalah yang ada saat ini. Mereka sangat alergi dengan segala gerakan perbaikan hakiki.
Segala protes sosial, akarnya selalu dicari di keluhan-keluhan psikologis. Mereka yang revolusioner adalah manusia kalah. Mereka yang memegang prinsip agama, berpikiran dangkal dan anti pluralisme. Baik di luar Amerika maupun di dalam.
Keragaman kultural Amerika menunjukkan fakta adanya pembatasan terhadap segala usaha perbaikan hakiki. Lucu, pemerintahan di Amerika, dibagi antara hanya dua partai demokrat dan republikan. Jika satu memenangkan pemilihan presiden, maka yang lain otomatis memegang kongres. Walaupun kekuasaan di Amerika berada di tangan segelintir industrialis raksasa yang mengontrol kedua partai tersebut. Dalam pemilihan Presiden terakhir hanya yang kontroversial itu hanya 35% dari yang memiliki hak suara berpartisipasi. Itu menunjukkan bagaimana bangsa Amerika muak dan putus asa akan perbaikan kondisi politik Amerika. Lalu, di mana posisi kita berkaitan dengan fenomena kapitalisme? Ada beberapa kemungkinan:
Jika kita membekali diri dengan pandangan dunia yang dapat membendung pikiran kita dari hegemoni mereka, kita bisa berharap dalam prakteknya kita bertahan dalam perjuangan menyampaikan pandangan pandangan “Samininsme “ yaitu puncak kemanusian yang tiada lain adalah kehambaan terhadap Pangkal keberadaan dan bukan mendefinisikan manusia hanya pada sisi mortalnya. Tentu dengan bantuan Pemilik agama.
Jika tidak, artinya kita gagal mengadopsi sebuah pandangan dunia yang kokoh, dengan bekal pengetahuan agama, kita dapat mengisi bagian tertentu dari bangunan kapitalisme. Kita bisa mengambil posisi sebagai justifikator kekuasaan dan hegemoni kebatilan. Dengan demikian, kita membangun struktur hegemoni 'mini' dengan seorang raja 'kerdil' di atasnya, kita sendiri.
Atau dalam gambaran ketiga, kita menjadi manusia pasif yang pokoknya merasa ada yang dikerjakan. Untuk siapa? apa tujuannya? Tak usah dipersulit! Yang realistis saja!
Dari ke cenderungan di atas saya lebih memilih opini yang kedua Konservatif , kokoh dalam pendirian dan lebih suka “membilungkan diri “atau menyaminkan diri dalam tatanan ekonomi yang baru di bawah hati nurani. Hegemoni kekuasaan yang begitu absolutme itulah yang menyebabkan Amerika Serikat begitu dominan dalam percaturan Perekonomian dunia termasuk mempengaruhi percaturan ekonomi Indonesia ini. akhirnya Indonesia sangat rentan untuk praktek kapitalisme yang di bungkus Pancasila, Hak asasi manusia dan Neo demokrasi yang mengusung Liberalisme sehingga membuat para penguasa, politisi dan elite politik Indonesia begitu dominan dalam “Membilungkan diri” versi Pemerintah dan Wakil Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat.
Dengan kata Lain Mbilung Versus Mbilung , samin Versus samin , dimana Neo kapitalis kita lawan dengan sikap Samin.
C. Samin dan Uni Eropa
Menilik ke belakang orang orang Samin sudah sangat jenuh dengan penjajahan Neo kapitalisme dari Belanda sehingga mereka melakukan sebuah perlawanan yang konteporer pada jaman itu sehingga dianggap Orang aneh atau nyimpang. Namun ternyata sikap tersebut juga dimiliki oleh Kaum Eropa Tulen atau kaum Eropa yang tidak mau didikte Hegemoni Amerika Serikat yang begitu dominan sehingga menyebabkan dapat mengatur negara dengan Absolute of Power- nya.
Hal hal di atas lah yang menjadikan uni eropa adalah salah satu kekuatan baru yang benar benar akan “Menyamini” hegemoni Amerika serikat dengan Konsep kapilasime yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin. Karena melihat secara langsung sebuah realita yang dihadapi mengenai orang samin membuat darah/ide mengulirkan Konsep saminisme untuk menjadi “kekuatan penyeimbang” di dunia bisnis dan ekonomi yang saat ini tengah dikuasai oleh pihak konglomerat yang tidak mau berbagi suka dan duka dengan pengusaha “jelata” yang masih dengan enaknya menekan harga dan menentukan sebuah tarif berdasarkan keuntungan semata.
Dengan dimotori Perancis, Belanda, Jerman dan Uni Eropa menabihkan diri sebagai kekuatan baru symbol kekuatan dunia ke dua selain Amerika Serikat, dimana kekuatan itu lebih bersifat EKONOMI ketimbang kekuatan militer. Mereka sadar bahwa cara yang paling hebat untuk menjatuhkan Hegemoni Amerika Serikat hanya dengan sikap “SAMIN , MEMBILUNGKAN DIRI , LUWEH-LUWEH atau Cuek” ala mereka.
SAMINISME EKONOMI
1. Amerika Serikat Vs Uni Eropa
Amerika berasal dari Mars dan Eropa berasal dari Venus adalah gambaran tepat untuk menunjukkan bahwa Amerika dan Eropa itu adalah dua karakter yang berbeda karena mereka memang berasal dari dua planet yang berbeda.
Belakangan ini, baik Eropa dan Amerika diketahui memiliki perbedaan pandangan yang sulit untuk disatukan. Oleh karena itu, dalam percaturan politik global, mereka sering berseteru. Perbedaan pandangan tersebut pula yang kerap kali menyebabkan konflik muncul di antara keduanya. Hal ini bisa kita lihat dari sikap kedua aktor tersebut dalam menanggapi sejumlah masalah internasional.
Dalam menyelesaikan masalah Irak tersebut, Amerika dan Eropa memiliki pandangan yang berbeda. Eropa tidak setuju dengan tindakan Amerika yang unilateral dengan melakukan invasi ke Irak tanpa persetujuan dari Dewan Keamanan (DK) PBB. Lembaga PBB dianggap tidak ada oleh negara adi daya itu. Mereka mencela sikap AS yang mengesampingkan forum kerja sama multilateral.
Bagi Eropa, semua masalah harus diselesaikan dalam kerangka international cooperation. Sedangkan Amerika, sebaliknya, apa pun bisa dilakukan guna merealisasikan kepentingannya. Eropa meyakini bahwa kerja sama multilateral bisa mengeliminasi peperangan atau konflik. AS sebaliknya, apa pun meski itu perang halal dilakukan, selama itu ditujukan untuk melindungi kepentingan nasional negara adidaya tersebut.
Selain kasus Irak, kasus lainnya, yaitu masalah ratifikasi Protokol Kyoto ( Kyoto Protocol) yang merupakan perjanjian di antara sejumlah negara di dunia untuk mengurangi emisi gas buang. Kembali AS dan Eropa mempunyai pandangan yang berbeda mengenai emisi gas buang. Eropa menyadari bahwa tumbuhnya industri telah berkontribusi kuat terhadap terjadinya pemanasan global ( global warming) dan perubahan iklim udara. Sekarang saja, sebagian dari efek pemanasan global itu sudah kita rasakan, yaitu suhu yang semakin meningkat. Jika hal ini terus dibiarkan, peningkatan suhu akan memberikan pengaruh buruk terhadap sejumlah sektor kehidupan manusia, seperti pertanian, ketersediaan air, dan lain-lain.
Oleh karena itu, keberadaan Protokol Kyoto merupakan hal yang harus direspons secara positif. Sayangnya, Amerika yang semula ikut meluncurkan perjanjian itu, tiba-tiba di tengah jalan menolak untuk meratifikasinya. Akhirnya bisa ditebak, sejak ide awal itu diluncurkan di Brasil pada 1992 lalu, sampai kini Protokol Kyoto belum bisa diratifikasi. Penarikan mundur AS dari protokol tersebut pada 1997 membuat perjanjian mengurangi emisi gas buang itu terkatung-katung. Untungnya pada pertengahan 2004, Rusia sepakat untuk menandatangani protokol itu. Sehingga pada Februari 2005, Protokol Kyoto akan segera diimplementasikan. Tentunya ini adalah kemenangan bagi pihak-pihak yang mengutamakan kerangka multilateralisme. Kasus ratifikasi Protokol Kyoto menunjukkan kepada kita bahwa semangat multilateralisme harus ditempatkan di atas segalanya. Sayangnya hal ini tidak dimiliki AS yang lebih suka menggunakan tindakan sepihak (unilaterlisme) untuk menggolkan kepentingannya. Dari kasus tersebut, bisa dilihat bahwa Eropa lebih suka memilih kerja sama internasional sedangkan Amerika sebaliknya. Unilateralisme Kedua contoh kasus di atas cukup menjelaskan bahwa Amerika dan Eropa adalah dua dunia yang berbeda. Perbedaan pandangan antara Eropa yang lebih mengedepankan kerja sama multilateral dan Amerika yang lebih suka tindakan unilateral, telah menyebabkan mengapa Eropa dan Amerika belakangan ini sering kali berseberangan.
Tidak dapat disangkal, para pemimpin Eropa selama ini sering terganggu oleh implementasi kebijakan dan aksi AS di luar negeri. Akibatnya, ketegangan hubungan pun terjadi di antara keduanya. Sekali lagi dapat disimpulkan bahwa begitu lebarnya jurang perbedaan antara Eropa dan Amerika, mau tidak mau keduanya harus berjalan dengan cara masing-masing. Tentu saja dengan kebangkitan Uni Eropa, maka Uni Eropa pun harus siap berhadapan dengan AS yang dasar tabiatnya kerap kali memarginalkan perjanjian-perjanjian internasional yang sangat dihargai orang-orang Eropa.
Pengabaian Eropa terhadap militer ini juga berkontribusi terhadap semakin melebarnya gap antara Eropa dan Amerika. Eropa selalu mengatakan bahwa uang mereka tidak cukup untuk membeli belanja militer seperti yang diinginkan AS. Sebagai gantinya, uang Eropa lebih banyak dipakai untuk membiayai sejumlah program pembangunan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.
Amerika dan Eropa berasal dari dua planet berbeda. Amerika mengadopsi dunia hobbesian di mana power adalah segalanya untuk menghalalkan segala cara. Hal inilah yang membuat AS dalam menghadapi ancaman, kerap kali menggunakan kekuatan militer dimana Eropa lebih memilih jalan damai melalui diplomasi dan perangkat hukum yang ada. Akibat dari banyaknya perbedaan di antara Eropa dan Amerika maka hal ini pun mengurangi rasa solidaritas di antara mereka. Tidak heran apabila mereka bersikeras mempertahankan pendapatnya masing-masing. Perspektif Eropa dan Amerika, tidak dapat disangkal, kini memang sedang berubah dimana AS masih tetap meyakini bahwa penambahan kekuatan harus terus dilakukan karena bagaimanapun dalam pandangan AS, kelestarian keamanan dan kebebasan masih bergantung terhadap penggunaan kekuatan militer, sedangkan Eropa meyakini bahwa perdamaian dan kemakmuran hanya bisa dijamin kelestariannya melalui penguatan hukum dan diplomasi dan kerangka ekonomi.
2. Saminisme Ekonomi
Menyadari yang dihadapi adalah raksasa ekonomi dunia Uni Eropa berusahaa merangkul Dunia ketiga yaitu Asia untuk berkolaborasi menciptakan tatanan baru yang berdasarkan sendi dan norma yang lebih puitis dan epologi dalam sebuah bingkai kerjasama yang multilateral. Dalam satu sisi saya sependapat untuk melakukan sebuah revolusi perdagangan dengan metode yang baru, dimana sebuah KESEWENANG- WENANGAN hanya akan dilawan dengan sikap “mbilung” samin dan Luweh.
Jika sebuah Konsep saminime digulirkandan dikembangkan maka akan mematikan sebuah konsep perekonomian Global yang sudah ada di dunia ini termasuk kapitalisme, Machivalisme , Aneksasime, Liberalisme, Sosio Komuniksme, Marxisme dan lain-lain.
Hal hal yang sangat mendasar jika Saminisme digulirkan maka akan terjadi revolusi perekonomian makro secara menyeluruh. Perusahaan mana yang tidak akan setuju jika barang yang seharusnya baik di katakan baik dan yang kuaalitasnya jelek di katakan jelek. Hal itulah yang mendasari orang samin untuk tidak mau berdagang karena takut untuk berbohong karena akan bertentangan dengan hati nurani sendiri .
Dengan adanya SAMINISME EKONOMI maka tidak diperlukan lagi perusahaan jasa antara konsumen dan produsen, karena dengan demikian pihak produsen bisa menghitung berapa nilai jual barang dan berapa keuntungan yang akan di peroleh, terlebih juga konsumen akan merasa tidak dibohongi karena barang tersebut dan mendapatkan jaminan pasokan barang yang continue. Ada 4 yang menjadi pokok terpenting yang selalu saya garis bawahi :
a). Perusahaan yang besar sekalipun tidak akan mampu melawan Industri Hilir yang dikembangkan dengan metode SAMIN dikarekanan BISNIS BUKAN LANTARAN UANG, MELAINKAN SEBUAH TATA CARA bagaimana konsumen/pelanggan merasa save dalam keterjaminan mutu , dan kuantitas barang yang dihasilkan sehingga dengan sendirinya timbul Trusting yang akhirnya membuat aliran dana/regulasi perdagangan secara natural.
b.) Karena trusting tersebut maka timbul yang namanya kerja sama/cooperation antara satu institusi perusahaan dengan institusi perusaaan yang lain dalam bingkai Perdagangan, sehingga ketika perusahaan Produsen membutuhkan Pasokan dapat memperoleh dari pasokan Produsen lainnya di lingkup yang dikehendakinya.

c.) Karena sebab dan akibat di atas akan menimbulkan Short Distribution sehingga cost value production akan terpotong dengan sendirinya karena tidak memperlukan media/jasa, ibarat multi level marketing maka jasa/media penyampaian menggunakan kecanggihan teknologi yang lebih efisien dan signifikan sesuai dengan kebutuhan yang dihadapi perusaahaan masing masing.

d.) Dan yang lebih penting dalam mengolah bisnis adalah SAMIN (JUJUR, APA ADANYA, TERBUKA, FAKTUALISTIK, dan KAREKTERISTIK) sehingga ketika peurusahaan dari belahan eropa menggambil sumber daya alam perusahaan konsumen maka harus mempertimbangan suplay garansi dengan mempelihara ekosistem alam dan juga pertumbuhan ekonomi perusahan produsen sebaik baiknya. Sehingga Tidak ada Keuntungan yang Absolute dan Kerugian yang abnormal. Semua berdasarkan Asas Adil dan Merata berdasarkan Fungsi dan Tugas masing masing perusahaan/institusi tersebut dengan upaya yang di atas akan tercipta kesinambungan antara Buyer/ Konsumen dan produsen/pemilik barang dalam bingkai perdagangan International yang Futuristik. Buyer puas dengan hasil product produsen, dan produsen mampu memberikan kepastian barang dan ketepataan barang/suplay garansi product.
Sebagai-mana orang orang Samin yang menganggap Guru tanpa Buku maka di sini pun saya adaptasi sistem itu lebih “tajam” dimana SDM yang akan mengawal konsep baru ini tidak perlu DOCTOR, PROFESOR atau Ahli sekalipun. Yang diperlukan dalam konsep ini adalah orang yang mau bersikap SAMIN, karena orang Samin itu berkata berdasarkan apa yang menjadi kenyataan, tidak akan berkata yang bukan jadi kenyataan/berbohong. Orang Samin menggangap guru meraka adalah alam melalui areal persawahaan itu bermasksud bahwa Guru/pelajaraan yang paling cepat dicerna adalah pelajaran realita bukan di PERGURUAN TINGGI, BUKAN MENJADI DOCTOR atau bagaimana Menjadi Profesor akan tetapi bagaimana memahami kodrat alam dalam sebuah realita. Hal ini pun saya adopsi lebih signifikan dalam SAMINISME EKONOMI dengan lebih mengedepankan realita Studies, dari pada teoritical Studies.
Bakat Alam lah yang menuntut Orang Samin untuk melawan Pergerakan kolonial belanda. Keadaanl ah yang memaksa mereka melawan penguasa, maka di sini pun sama realita lah yang mengajarkan perubahaan ekonomi bukan ditentukan oleh Doctor, bukan ditentukan banyaknya gelar, bukan ditentukan lulusan Universitas mana atau bukan, tetapi ditentukan SIAPA ANDA .
Ekonomi Samin dan implikasinya
Di kalangan Ekonomi Eropa/barat mulai terjadi kejenuhan dengan gaya perekonomian yang menampilkan power of corporate, atau masih adanya dominasi Liberalis, kapitalis dan Egocentris dari pengusahaan yahudi dan non yahudi yang membuat kehidupan hanya materialistik dan paternalistik dalam pluralisme dan manusia dipacu untuk mengatakan sesuatu yang tidak menjadi wewenangnya.
Istilah Ekonomi samin saya ambil dari Suku di daerah tempat tinggal saya ( karisidenan Pati – Jawa tengah ). Perbedaan yang pasti antara sikap pebisnis saminis dengan pebisnis ala kapitalis .
Samin Kapitalis
Berbicara apa adanya dan memilih bersikap Aneh/Nyeleneh dalam memerangi ketidak samaan Berbicara berdasarkan Logika dan lebih berdasar kepada kebendaan
Uang bukan segala galanya, melainkan sebuah kekeluargaan/persaudaraan Siapa yang menguasai Pasar uang dialah raja , Yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin
Bersandarkan Filosofi kembali dari alam untuk alam dari manusia untuk manusia Dan dari Tuhan untuk Tuhan Materilistik dan lebih memandang Kebendaan segalanya
Egaliter dan bersikap Sama rata dan adil terhadap semua manusia Bersikap Ambivalen seperti mata pisau yang tajamnya ke bawah, ke atas / Penguasa lebih Tumpul kebawah lebih tajam
Memiliki Keyakinan Sesuatu yang dianggap betul oleh dirinya sampai mati akan dipertahankan selamanya Lebih Kontra produktif, Lebih Equvalence terhadap situasi dan kondisi yang di hadapi masyarakat Liberal dan Kapital
Yang di hadapi masyarakat Segelintir orang dan lebih terkesan sosio hegemonial semata tidak menyeluruh
Tidak memiliki pamrih apapun untuk mencapai tujuan bisnisnya , melakukan bersarkan hati dan nurani mereka Memiliki keinginan ambisi dan tujuan tertentu untuk mencapai tujuannya
Selalu berseberangan dengan penguasa yang Kontra produktif dengan masyarakat kecil dan terpinggirkan karena kesewenangan yang dilakukan penguasa Selalu menjadi Jargon penguasa untuk mencapai Tujuan Bisnis politik dan kekuasaan
Jujur, sederhana, polos, lugu dan memegang teguh keyakinan warisan orang tua/Nenek moyang Korup , Lebih jetset/bersikap Konglomerasi, glamour dan lebih mengedepankan penampilan fisik.
Lebih memanusiakan manusia Lebih mengedepankan Liberalisme demokrasi kemanusiaan sebagai symbol
Nyeleneh dan Dianggap tidak wajar oleh sebagian masyarakat Umum lainnya dan dianggap ANTI KEMAPANAN Dianggap pusat dunia keglamoran kebebasan dan liberal
Tentunya kita tidak perlu Menjadi orang samin namun kita perlu menanamkan jiwa saminisme untuk membangun Ekonomi kerakyataan yang selama ini digembar-gemborkan pemerintah.
Pokok pokok garis besar Ekonomi Kerakyataan yang berbasis Saminisme:
1 Egaliter dalam memimpin
2 Tidak ada yang diistimewakan
3 Memegang Teguh Anggaran pendapatan belanja dan pengeluaraan
4 Meyakini apa yang perlu diyakini
5 Lugu dalam menyampaikan sikap
6 Polos dalam bertindak
7 Jujur dalam menyampaikan opini publik
8 Menanamkan sikap kaku namun lugas dan fleksibel berdasarkan factualisme yang terjadi
9 Memiliki jaringan yang handal dalam menguatkan bisnis, karena Ibarat Jaringan Partner adalah Saudara, anggaplah seperti itu, tidak ada kawan sejati yang ada kepentingan Sesaat ,namun dengan Flasback Nurani yang berjiwa Enterpreneur maka bisnis yang bercorak Liberal akan terkikis dengan sendirinya.
Kritikus terhadap kebijaksanaan publik menyangkut Hajat masyarakat, ibarat masyarakat Samin melakukan apa yang perlu dilakukan untuk menyangga ekonomi keluarga dengan berocok tanam dan bertani sebagai landasan hidupnya, maka dalam Konteks Kontemporer ini sikap seperti itu lebih Fleksibel, majemuk dan berbasis perekonomian kerakyataan karena tidak ada dalam Acuan buku buku Top dunia lainnya .

No comments:

Post a Comment