CINTAKU DI ANDALUSIA
hari kau dilahirkan
matahari tentu akan berduka
oleh munculnya tandingan
dari dirinya lebih bercahaya
kembang mawar kembang anyelir
demikian pun cengkeh yang wangi,
menyertai bibirmu
ketika kau tersenyum
matamu, wahai si kulit sawomatangku
demikian bijak bestari
pembunuhmu pun merunduk
memberikan salut
wajahmu bernama
Sierra Morena
dan matamu, para pencuri
yang melintasinya
- dengan gerangan apa
wajah kau basuh maka warna kencana?
- kubasuh dia dengan air jernih
selebihnya tuhanlah yang lakukan
nafasmu, nafasmu bunga
nafas limau, mungil:
di dadamu ada
sebuah limau semarak bunga
aku tak tahu gimana dan pabila
ia datang ke kalbu
cercah api pelan menyala
tapi tak nampak lidah cahayanya
sebuah derita lembut kecil
di sini kupunyai bernama cinta
dari mana gerangan ia masuk tiba
maka sampai tak terasa?
bukan salahku tentu saja
kalau mawar jadi milikmu
sedangkan wanginya berasal dari diriku
kau menatapku dan kau kupandang
kepalamu merunduk, demikianpun aku:
tak tahu apa yang kau harapkan
akupun tak tahu apa yang kutunggu
para pastur padaku berkata
agar aku jangan mencintaimu
kepadanya kukatakan: “ah, pasturku
andaikan kau melihatnya…!”
andaikan cinta yang kukandung ini
menjelma jadi gandum
di sevilla tak kan ada
lumbung tak menyimpannya
kalau kau berangkat perang
gantungkan fotoku di dada
ketika peluru melanda abang
kita terbunuh bersama-sama
kau memandangku dan kau kupandang
sedang apa yang ingin kau bilang
melalui pandang
kudengar dengan terang
kau adalah cinta pertamaku
kaulah yang mengajarku cinta
tapi jangan ajarkan aku lupa
yang tak ingin kutahu
kalau kau ingin melupakan aku
lebih baik kau membunuhku
yang kuminta adalah kematian
samasekali bukan melupakan
bawalah hatiku ke sana ;
kalau mau bunuh saja, jika bisa;
tapi karena kau juga di dalamnya ,
membunuhnya kau ikut binasa.
ambillah belati kecil ini,
buka dadaku maka wajahmu
di situ kau dapati
sempurna tertata rapi.
ambillah jeruk ini, o perempuan
demi cinta kepadamu kuberikan
tapi jangan belah dengan belati
kerna jantungku di dalamnya ada.
kulempar ke langit sebuah limau
ingin tahu apakah ia berobah merah;
naik hijau dan jatuhpun hijau;
seperti harapanku warna hijau
pada laut kucari limau
tapi laut tak punya;
ke dalam air tangan kucelup
harapan memberiku rasa hidup.
kalau boleh mencintaimu
wangikan diriku dengan pandan
penghapus semerbak
cinta-cintamu semula
kau satu dan juga dua
juga tiga dan empatpuluh
kau juga bagai gereja
di mana berbondong orang tiba
pinjamkan matamu kepadaku
hingga mataku jadi empat
karena dengan dua aku tak bisa
menangiskan duka-petaka
gitar yang kupetik ini
punya mulut dan bisa bicara;
hanya yang kurang adalah mata
yang membantuku untuk menangis.
terasa ada perih di dada, ku tak tahu di mana,
lahir dari mana pun aku juga alpa;
ketika sembuh akupun lupa
penyembuhnya pun aku tak tahu siapa.
kuterjuni air
dalam sepinggang
tunanganku dibawa orang
dan dingin tiba-tiba menyusup belulang
ketidakmungkinan membunuhku
aku terbunuh oleh ketidakmungkinan;
ketidakmungkinan pun sampai tepian
ketidakmungkinan yang kurindukan.
"Coplas. Poemes de l'Amour Andalou", Edition
Allia, Paris,1998.
No comments:
Post a Comment