Tuesday, 15 February 2011

Manequin

Manequin

Monolog karya Jonathan H.
Kelas XII Bhs, No. Absen: 6


(Sory Jo, naskah monolog-mu saya posting di sini untuk contoh dalam pengajaran teater)

Suasana sebuah etalase sebuah toko pakaian. Ada sebuah manequin separuh badan (MSB) dan manequin laki-laki (ML).

(semua lampu menyala)

Ting… ting… ting… ting… (suara bel masuk)

“Perhatian kepada semua pengunjung Rembulan Department Store, Rembulan Department Store akan tutup kurang lebih dua menit lagi. Harap para pengunjung yang terhormat segera menyelesaikan aktivitas pembayaran. Kami mengucapkan terimakasih karena sudah berbelanja di Rembulan Department Store. Kami beritahukan bahwa besok, Minggu, 24 Juni 2015 akan ada diskon sampai dengan 70 % di Rembulan Department Store. Terima kasih dan selamat malam.”
Ting… ting… ting… ting… (suara bel masuk)

(Lampu dipadamkan, hanya di atas pemain yang menyala)

ML :
Ah… akhirnya semua orang udah gak ada. Jadi bisa bersantai. Mematung dan membeku selama 12 jam sangat membosankan. Hanya bisa memperhatikan dari etalase ini. Hah… di luar sana ada dunia yang katanya begitu luas, tapi aku hanya terjebak di sebuah balok kaca berukuran 3 x 2 m. Terdiam, terpaku, termanequin. Hah… Kenapa kalau ada manusia aku gak bisa bergerak. Coba kalau gak ada manusia, aku bisa bersenda gurau, aku bisa berlari dan gak berhenti, dan bahkan aku bisa seperti manusia. Tapi tentu saja lebih dari manusia. Aku abadi, sedangkan manusia… ha… ha… ha… kemarin lahir, besok mati!

(Mendekati MSB)

Ups… I’m sorry. Bukannya nglupain kamu. Sejak pertama kali aku sadar aku bisa bergerak kala gak ada orang, kamu sudah ada di sampingku. Aku tahu kamu gak bisa bergerak apalagi berbicara. Kepala, gak ada; tangan, invisible; kaki, ada sih, tapi bentuknya stick. Ha… ha… ha… Tapi entah kenapa aku merasa kamu bisa berbicara padaku. Am I already crazy? Harus segera diperiksa nih!

Menjadi manequin sangat enak, ya kan? Tiap dua bulan sekali bisa ganti gaya. Tiap ada acara khusus, bisa dipajang di etalase. Semua mata memandang, semua merek terpasang. Dari merk terbaru: Glue, Lava, dan Vella, sampai merk lama kayak Polo, Versace, Planet Surf, Nevada, udah pernah tak pakai. Disainer terkenal dari Luis Vitton sampai Ivan Gunawan sudah pernah melekat di aku dengan gagahnya. Look at me! Aku punya banyak gaya. (berpose seperti model) I’m very fashionable, you know!

Tapi aku merasa muak dan bosan juga. Aku dipakai untuk menyombong. Baju biasa aja, dilekatkan padaku agar semua pengunjung bisa melihat. Dasar sombong! Aku benci kesombongan, berbeda dengan aku, sudah tampan, rendah hati pula.

(jeda, mendengarkan MSB)

Nah, mulai lagi kan. Aku merasa kamu bisa ngobrol dengan aku. Tapi please deh, kalau mau ngobrol mikir dulu. Kamu bilang aku sombong? Heh… yang punya sifat sombong itu di mana-mana juga manusia. Tiap hari hilir mudik ke sini cuma buat nyombong. Entah cuma punya anting berlian baru atau punya nama yang terkenal, datang ke sini untuk mengangkat derajat mereka atau sekedar bikin heboh. Mending kita, tubuh berisi kehampaan tapi tetap merasa sederajat antar manequin. Sedangkan mereka, hah… katanya punya hati tapi kok menimbulkan kesenjangan.

(jeda, mendengarkan MSB)

OK! Nih buktinya. Inget ga cerita ibu-ibu di café depan etalase kita. Tiap hari bolak balik ke café, cuman pesen es capucino, tapi bisa ngobrol berjam-jam. Kalau diperhatikan, tiap kali datang selalu aja ada yang baru. Dua hari yang lalu, si ibu A punya gelang baru. Kemarin, dianya punya tas kulit beruang baru, hari ini punya bulu mata palsu baru. Eh, inget gak, tiap ada cowok muda keren, mereka langsung berbincang mengenai kekayaan mereka dengan suara yang bisa didenger satu lantai. And the conclusion is mereka sombong, manusia sombong.

Trap… trap… trap… (suara langkah sepatu).

Aduh satpam datang lagi. Berarti sebentar lagi kit… (tiba-tiba mematung)

(Pemain berganti peran menjadi seorang satpam dengan gaya 70-an, lampu di atas etalase mati dan semua lampu menyala)

(Satpam datang lalu sambil memandang etalase, menyisiri rambutnya)

Satpam:

Roger… Roger… kamu kok ganteng banget sih? Rambut rapi, postur tubuh tegap bersahaja, paras… wah sudah tidak usah diragukan lagi. Untuk mengomentari parasmu, Roger, semua kata di dunia tidak bisa menggambarkannya. Serba terlalu, terlalu tampan, terlalu keren, terlalu top, terlalu…

Heh… manequin! Ngapain liat-liat? Tar naksir lo! Kamu tuh aneh, tiap siang posenya sama. Tapi kalau malam posemu selalu berubah, seperti sedang berbicara. Hi… serem! Aduh Roger, walau mukamu menunjukkan ekspresi takut, tapi mukamu tetap ganteng. (Pergi ke samping panggung)

(Pemain kembali menjadi manequini, semua lampu mati, kecuali di atas etalase)

ML:
Bener kan. Capek deh… kalau lagi asyik chit-chat lalu muncul manusia. Lihat satpam tadi, jaga mall apa asik nyombong. Muka abstrak gitu, dibilang ganteng. Karena terlalu asyik nyombong, pasti dia gak tahu kalau-kalau ada pencuri. Telalu percaya pada keheningan. Manusia, manusia, gak orang hebat, gak satpam, manusia selalu sombong.

(jeda, mendengarkan MSB)

Munafik? Bagaimana bisa?

(jeda, mendengarkan MSB)

Apa? I was a human? Heh… buntung, jangan samakan aku dengan manusia! Aku jelas-jelas manequin yang keren dan abadi! Bagaimana mungkin aku manusia! Dasar buntung!
(jeda, mendengarkan MSB)

Sifat manusiaku keluar? Aku ini manequin, dari dulu juga maneguin. Tapi baiklah, sekedar untuk hiburan dan tambah-tambah pengetahuan, coba jelaskan teori anehmu itu, buntung!

(jeda, mendengarkan MSB)

Gak masuk akal! It’s impossible! Kamu bilang aku fenomena di dunia manusia dan manequin? Aku adalah manequin yang masa lalunya manusia? How come?

(jeda, mendengarkan MSB)

Di tahun 2005 aku adalah model? Pantas aku tampan, lalu saat itu aku menjadi terlalu sombong? So what?

(jeda, mendengarkan MSB)

Lalu suatu hari saat aku di mall ini… Apa? Saat aku menyombongkan diriku di depan semua orang, kulitku mengeras, mataku membeku, mulutku terdiam, dan aku tiba- tiba jadi manequin? Ih… gak masuk akal banget!

(jeda, mendengarkan MSB)

Bagaimana tanggapan manusia?

(jeda, mendengarkan MSB)

Seorang tetua berkata bahwa kejadian seperti ini pernah terjadi di seluruh dunia. Ada kala di mana kesombongan sudah merajai manusia maka manusia tersebut akan berubah. Lalu para manusia manequin dijadikan legenda bagi anak-anak agar jangan terlalu sombong. Sama seperti cerita Malin Kundang yang menjadi patung karena durhaka. Bila manusia terlalu sombong, maka mereka akan terkena ganjarannya, menjadi manequin.

(jeda, mendengarkan MSB)
Berarti ada manequin lain yang kayak aku?
(jeda, mendengarkan MSB)
Hah? Manequin di lantai 5 dan lantai 6 dan kamu ? Heh, kalau kamu manusia manequin, kenapa kamu buntung? Selain itu, manequin di lantai 5 dan 6 semuanya buntung kan?
(jeda, mendengarkan MSB)

Kamu dan manusai manequin yang lain terlalu sombong dan kelihatan dari ekspersi wajahmu. Para manusia membencinya dan memutuskan untuk memotong kepala kalin bertahun-tahun yang lalu. Ha… ha… ha… so pathetic. Makanya, jangan sombong. Kayak aku ini lho, rendah hati.
(jeda, mendengarkan MSB)

Apa? Se… sebentar lagi aku pasti akan… akan dipotong dan jadi kayak kalian? Kenapa?
(jeda, mendengarkan MSB)
Mukaku… mukaku sudah menunjukkan keangkuhan? Dan itu berarti, mukaku sudah gak layak untuk dipajang?

(jeda, mendengarkan MSB)

Gak mungkin! Aku hanya berhalusinasi! Kamu gak nyata! Kamu berdusta! Kamu kan hanya imajinasiku! Kamu khayalan! Kamu kepalsuan. Kamu…

(jeda, mendengarkan MSB)

Aku akan dipotong? Kepalaku hilang? Aku buntung? Aku…

(jeda, mendengarkan MSB)

Aku seorang manusia yang sombong? Bukan… Bukan… Aku lebih parah! Aku manequin yang terlalu sombong! Dan kini aku akan dipotong karena aku manequin sombong. Shut up! Jangan berteriak-teriak! Jangan mengejek aku! Aku manequin, titik!

(berpura-pura memukul kaca etalase)

Keluarkan… Keluarkan aku dari etalase ini! Aku mau menyelamatkan wajah tampanku!

(berpura-pura memukul kaca etalase)

Diam buntung! Jangan menghina aku! Cukup… Cukup…

(menjatuhkan manequin separuh badan lalu memukul-mukul kaca etalase)

Let me go! Biarkan aku lari! Keluarkan aku dari sini!

(berpura-pura memukul kaca etalase)

Aku… Aku manusia sombong… Aku manequin sombong… Aku sombong… Aku sombong… Aku sombong… (menjadi manequin kembali dengan ekspresi menangis dan takut)

(Lampu di atas etalase dimatikan dan semua lampu menyala)

(Pemain menjadi sylist dengan gaya kebencong-bencongan, semua lampu dinyalakan)

(Stylist datang dan langsung memperhatikan etalase)

Stylist:
Semuanya kumpul! Catet! Segera ganti manequin ini. Atau paling gak, potong kepalanya. Tampangnya udah out of date dan ekspresinya aneh.

(semua lampu dimatikan, lampu di atas etalase dikedip-kedipkan)

ML:
Aku… Aku manusia sombong… Aku manequin sombong… Aku sombong… Aku sombong… Aku sombong…

Catatan:
Naskah ini digunakan untuk Ujian Praktik Mata pelajaran Seni teater

No comments:

Post a Comment