Monday, 2 September 2013

PROGRAM DESAKU MENANTI

PROGRAM DESAKU MENANTI: REHABILITASI SOSIAL GELANDANGAN DAN PENGEMIS TERPADU BERBASIS DESA


Oleh : Arif Rohman


A. Latar Belakang
Berdasarkan data yang diperoleh dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Sosial, tercatat pada tahun 2010, jumlah gelandangan mencapai 25.662 orang, jumlah pengemis mencapai 175.478 orang. Data yang dikutip memang masih perlu ditanyakan kevaliditasannya, mengingat pendataan pada kelompok ini relatif sulit karena mobilitas mereka yang tinggi. Dapat dipastikan angka ini seperti fenomena puncak gunung es (tips of iceberg) dimana angka riilnya dimungkinkan dapat lebih tinggi. Angka gelandangan dan pengemis juga diperkirakan terus naik, mengingat daya tarik kota yang semakin kuat bagi orang-orang desa dan semakin susahnya mencari lapangan pekerjaan di desa.

Berbagai laporan menunjukkan bagaimana pemerintah kota, sebagai contohnya Jakarta, telah mengeluarkan berbagai peraturan daerah, seperti Perda DKI No. 11 Tahun 1988 tentang ketertiban umum, dan Perda DKI No. 8 Tahun 2007 yang melarang orang untuk menggelandang, mengemis dan melakukan aktivitas yang mengganggu ketertiban di jalan, termasuk larangan membeli pedagang asongan dan memberi sedekah pada pengemis di jalanan di Jakarta. Pemerintah DKI juga telah mengadakan kerjasama lintas sektoral yang melibatkan berbagai instansi seperti Tramtib, Kepolisian, maupun Dinas Sosial melalui operasi yustisi dalam penanganan gelandangan, untuk selanjutnya mendapatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial di panti-panti pemerintah. Namun demikian, permasalahan gelandangan dan pengemis masih tetap merebak di kota Jakarta dan kota-kota lainnya.

Penangan gelandangan dan pengemis selama ini telah dilakukan melalui sistem panti dan non panti, yang pada umumnya dilaksanakan oleh pemerintah. Terdapat beberapa model yang telah dikembangkan antara lain:
1. Panti
Merupakan bentuk penanganan gelandangan dan pengemis dengan menyediakan sarana tempat tinggal dalam satu atap yang dihuni oleh beberapa keluarga.
2. Liposos
Lingkungan Pondok Sosial (Liposos) merupakan bentuk penanganan gelandangan dan pengemis yang lebih mengedepankan sistim hidup bersama didalam lingkungan sosial sebagaimana layaknya kehidupan masyarakat pada umumnya.
3. Transit home
Merupakan bentuk penanganan gelandangan dan pengemis yang bersifat sementara sebelum mendapatkan pemukiman tetap di tempat yang telah disediakan.
4. Pemukiman
Merupakan bentuk penanganan gelandangan dan pengemis dengan menyediakan tempat tinggal yang permanen di lokasi tertentu.
5. Transmigrasi
Merupakan bentuk penanganan gelandangan dan pengemis dengan menyediakan fasilitas tempat tinggal baru di lokasi lain terutama di luar pulau Jawa.

Penanganan di masa lalu sebagai mana tersebut di atas sudah cukup baik, namun masih mengedepankan sistem panti dan belum optimal dalam melibatkan peran serta masyarakat. Model itu, sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan penanganan gelandangan dan pengemis saat ini. Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat dalam penanganan gelandangan dan pengemis dalam paradigma baru tidak lagi mengandalkan bantuan dan fasilitasi yang diberikan pemerintah namun lebih mengoptimalkan sumber-sumber atau potensi yang ada di masyarakat.

Berkenaan dengan fakta-fakta tersebut, Kementerian Sosial dalam hal ini Direktorat Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial berupaya mengembangkan sebuah model dalam penanganan gelandangan dan pengemis yang diberi nama “Program Desaku Menanti : Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis Terpadu Berbasis Desa”.

Mengingat program ini adalah program pengembangan model yang sifatnya inisiatif baru dalam bentuk pilot project yang nanti akan diujicobakan, maka diperlukan suatu buku pedoman yang nantinya akan menjadi acuan bagi pelaksanaan Program Desaku Menanti.


B. Maksud dan Tujuan
1. Maksud
Buku Pedoman Umum ini disusun sebagai panduan dalam pelaksanaan Program Desaku Menanti bagi para pihak terkait.

2. Tujuan
a. Mewujudkan kesamaan persepsi dan kesatuan langkah dari pihak terkait dalam pelaksanaan Program Desaku Menanti.
b. Melaksanakan Program Desaku Menanti sesuai dengan tahapan yang telah ditetapkan.
Catatan : Sesuaikan dengan buku pedoman yang lain.

C. Sasaran Pedoman
1. Kementerian Sosial RI
2. Kementerian/Lembaga terkait
3. Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota
4. Dinas/Instansi Sosial Provinsi/Kabupaten/Kota
5. Lembaga kesejahteran sosial (LKS)
6. Pendamping Sosial
7. Dunia Usaha
8. Perguruan Tinggi
9. Individu, kelompok dan masyarakat yang peduli

D. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat 2 , Pasal 28 H, dan Pasal 34
2. Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
3. Undang-Undang RI No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
4. Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
5. Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis
6. Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa
7. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
8. Keputusan Presiden RI No. 40 Tahun 1983 tentang Koordinasi Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis
9. Instruksi Presiden RI No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010.
10. Instruksi Presiden RI No. 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan Yang Berkeadilan
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 51 Tahun 2007 tentang Pembangunan Kawasan Pedesaan Berbasis Masyarakat.
12. Peraturan Menteri Sosial RI No. 06B/HUK/2010 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Kesejahteraan Sosial di 50 Kabupaten Daerah Tertinggal.
13. Peraturan Menteri Sosial RI No. 06B/HUK/2010 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Kesejahteraan Sosial di 50 Kabupaten Daerah Tertinggal.

E. Batasan Pengertian
1. Gelandangan
adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta hidup mengembara ditempat umum (Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1980).

2. Pengemis
adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharap belas kasihan orang lain ( PP No. 31 Tahun 1980).

3. Rehabilitasi Sosial
adalah serangkaian kegiatan pemulihan dan pemberian bantuan untuk :
a. Memperbaiki kemampuan orang untuk melaksanakan fungĂ­s sosialnya secara wajar dalam masyarakat.
b. Memperbaiki kemampuan orang dan lingkungan sosial dalam memecahkan masalah-masalah sosial.
c. Memperbaiki status dan peranan sosial orang sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

4. Desa
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia (PP No. 72 Tahun 2005).

5. Rehabilitasi Sosial Terpadu Berbasis Desa
adalah rehabilitasi sosial yang mencakup serangkaian kegiatan yang terkait dengan penanganan gelandangan dan pengemis, seperti preventif, rehabilitatif, pemberdayaan, jaminan dan perlindungan sosial, dengan menjadikan masyarakat dan desa sebagai potensi dan sumber kesejahteraan sosial.












A. Gelandangan dan Pengemis
Istilah gelandangan berasal dari kata gelandangan, yang artinya selalu berkeliaran atau tidak pernah mempunyai tempat kediaman tetap (Suparlan, 1993 : 179). Pada umumnya para gelandangan adalah kaum urban yang berasal dari desa dan mencoba nasib dan peruntungannya di kota, namun tidak didukung oleh tingkat pendidikan yang cukup, keahlian pengetahuan spesialisasi dan tidak mempunyai modal uang. Sebagai akibatnya, mereka bekerja serabutan dan tidak tetap, terutamanya di sektor informal.

Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharap belas kasihan orang lain. Weinberg (1970 : 143-144) menggambarkan bagaimana gelandangan dan pengemis yang masuk dalam kategori orang miskin di perkotaan sering mengalami praktek diskriminasi dan pemberian stigma yang negatif. Dalam kaitannya dengan ini, Rubington & Weinberg (1995 : 220) menyebutkan bahwa pemberian stigma negatif justru menjauhkan orang pada kumpulan masyarakat pada umumnya.

Gelandangan dan Pengemis pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu mereka yang masuk dalam kategori menggelandang dan mengemis untuk bertahan hidup, dan mereka yang menggelandang dan mengemis karena malas dalam bekerja. Gelandangan dan pengemis pada umumnya tidak memiliki kartu identitas karena takut atau malu dikembalikan ke daerah asalnya, sementara pemerintah kota tidak mengakui dan tidak mentolerir warga kota yang tidak mempunyai kartu identitas. Sebagai akibatnya perkawinan dilakukan tanpa menggunakan aturan dari pemerintah, yang sering disebut dengan istilah kumpul kebo (living together out of wedlock). Praktek ini mengakibatkan anak-anak keturunan mereka menjadi generasi yang tidak jelas, karena tidak mempunyai akte kelahiran. Sebagai generasi yang frustasi karena putus hubungan dengan kerabatnya di desa.

Gelandangan dan pengemis adalah salah satu kelompok yang terpinggirkan dari pembangunan, dan di sisi lain memiliki pola hidup yang berbeda dengan masyarakat secara umum. Mereka hidup terkonsentrasi di sentra-sentra kumuh di perkotaan. Sebagai kelompok marginal, gelandangan dan pengemis tidak jauh dari berbagai stigma yang melekat pada masarakat sekitarnya. Stigma ini mendeskripsikan gelandangan dan pengemis dengan citra yang negatif. Gelandangan dan pengemis dipersepsikan sebagai orang yang merusak pemandangan dan ketertiban umum seperti : kotor, sumber kriminal, tanpa norma, tidak dapat dipercaya, tidak teratur, penipu, pencuri kecil-kecilan, malas, apatis, bahkan disebut sebagai sampah masyarakat.

Pandangan semacam ini mengisyaratkan bahwa gelandangan dan pengemis, dianggap sulit memberikan sumbangsih yang berarti terhadap pembangunan kota karena mengganggu keharmonisan, keberlanjutan, penampilan, dan konstruksi masyarakat kota. Hal ini berarti bahwa gelandangan dan pengemis, tidak hanya menghadapi kesulitan hidup dalam konteks ekonomi, tetapi juga dalam konteks hubungan sosial budaya dengan masyarakat kota. Akibatnya komunitas gelandangan dan pengemis harus berjuang menghadapi kesulitan ekonomi, sosial psikologis dan budaya. Namun demikian, gelandangan dan pengemis memiliki potensi dan kemampuan untuk tetap mempertahankan hidup dan memenuhi kebutuhan keluarganya. Indikasi ini menunjukkan bahwa gelandangan dan pengemis mempunyai sejumlah sisi positif yang bisa dikembangkan lebih lanjut.



B. Program Desaku Menanti
Kota bagaikan magnet yang menarik kaum migran yang disebabkan pesatnya pembangunan ekonomi yang ditandai dengan tumbuhnya pusat-pusat kegiatan ekonomi seperti pasar, industri, perumahan, transportasi, pusat hiburan, pusat pendidikan, pusat pelayanan publik dan yang lain. Situasi ini membawa sebagian orang yang datang ke kota mendapatkan cerita sukses, namun ada sebagian diantaranya yang kecewa tidak mendapatkan kebahagiaan dan menikmati manisnya hidup di kota. Kelompok yang kurang beruntung inilah kemudian karena keterpaksaan akhirnya menjadi gelandangan dan pengemis.

Kelompok gelandangan dan pengemis ini setelah lama tinggal di kota merasa terputus hubungan dengan kerabatnya yang ada di desa, hal ini disebabkan mereka tidak memiliki kemampuan keuangan untuk pulang ke desa. Sedangkan kerabatnya juga tidak memperdulikan keadaan saudaranya yang tinggal di kota, situasi ini berlangsung bertahun-tahun, akibatnya mereka sudah melupakan desanya.

Para gelandangan dan pengemis ini sebenarnya sudah mendapatkan perhatian dari pemerintah terlihat dari berbagai program yang sudah disediakan untuk mereka, antara lain rehabilitasi sosial melalui Panti, Liposos, Transit Home, Pemukiman, dan Transmigrasi. Penanganan yang telah dilaksanakan selama ini belum mampu menjawab pemenuhan kebutuhan individu yang terlibat di dalamnya yang meliputi; pemenuhan kebutuhan fisik (sandang, pangan, papan, kesehatan), psikis, sosial dan spritual. Pada dasarnya pemenuhan kebutuhan itu akan terpenuhi apabila orang dimaksud mampu mendapatkan nafkah yang memadai. Namun demikian karena tidak memiliki ketrampilan yang mampu mencukupi kebutuhan, sikap mental yang kurang mendukung, sikap sosial yang tidak adaptif, maka mereka melakukan menggelandang dan mengemis.

Namun demikian program rehabilitasi sosial tersebut belum menyentuh akar permasalahan yaitu kemiskinan. Artinya apabila daerah-daerah miskin yang menjadi pengirim, tidak ditangani dengan baik maka persoalan gelandangan dan pengemis akan terus berlanjut. Program Desaku Menanti merupakan alternatif penanganan yang ditawarkan dengan maksud untuk memberikan sentuhan baik sebelum menjadi gelandangan dan pengemis, setelah menjadi gelandangan dan pengemis, dan pemberdayaan di kampung halaman (desa). Program ini tidak hanya menyentuh aspek rehabilitatif saja, tetapi juga memperhatikan aspek preventif, jaminan dan perlindungan sosial, pemberdayaan, baik di daerah asal maupun di daerah tujuan. Kegiatan Desaku Menanti berfokus kepada penanganan keluarga gelandangan dan pengemis termasuk di dalamnya anak,dan orang tuanya. Untuk itu dukungan terbesar dari keberhasilan program ini adanya ketersediaan potensi dan sumber yang ada di desa dimanfaatkan secara optimal.

Program Desaku Menanti adalah program terobosan dalam penanganan gelandangan dan pengemis di perkotaan yang komprehensif dan mengedepankan keterpaduan dalam rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis. Oleh karena itu kegiatan-kegiatan yang ada, baik yang sifatnya rehabilitatif, preventif, maupun suportif, dilakukan secara bersamaan, simultan, dan berkesinambungan. Mengingat program ini adalah uji coba pengembangan model, untuk keberlanjutannya (sustainability), diharapkan pada tahap replikasi dapat mengadvokasi pemerintah daerah supaya program ini ke depan dapat dibiayai dengan menggunakan APBD. Untuk tahun pertama, kegiatan akan difokuskan pada rehabilitasi sosial untuk para gelandangan dan pengemis. Untuk tahun kedua, kegiatan masih akan difokuskan pada rehabilitasi sosial yang sifatnya pengembangan, bagi para gelandangan dan pengemis di lingkungan desaku menanti. Untuk tahun ketiga, kegiatan akan diarahkan pada upaya preventif untuk masyarakat sekitar lingkungan desaku menanti yang rawan menggelandang dan mengemis.



A. Prinsip Dasar
Dalam penyelenggaraan Program Desaku Menanti, para pelaksana kegiatan hendaknya berpegang pada prinsip-prinsip pekerjaan sosial, sebagai berikut :

1. Prinsip Umum

1) Individualisasi
Setiap gelandangan dan pengemis tidak disamaratakan begitu saja, tetapi harus dipahami secara khusus sesuai dengan keunikan pribadi dan masalah mereka masing-masing.

2) Penghargaan terhadap harkat dan martabat
Gelandangan dan pengemis sebagai manusia untuk diterima dan dihargai sebagai pribadi yang utuh dalam kehidupan masyarakat (bersosialisasi kembali ke masyarakat).

3) Penerimaan
Prinsip ini mengedepankan upaya dan perlakuan terhadap gelandangan dan pengemis, secara apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka sebagai manusia biasa. Demikian juga, gelandangan dan pengemis diberi kesempatan yang sama seluas-luasnya untuk mengembangkan diri dan berperanserta dalam berbagai aktivitas kehidupan tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan.

2. Prinsip Khusus
1) Partisipasi
Gelandangan dan pengemis beserta orang terdekatnya diikutsertakan dan dapat berperan optimal dalam upaya pelayanan dan rehabilitasinya kembali ke masyarakat.

2) Rehabilitasi berbasis desa
Penanganan gelandangan dan pengemis melalui program rehabilitasi sosial lebih di titik beratkan pada fungsi preventif, perlindungan dan pemberdayaan yang lebih mengedepankan sumber daya dan potensi yang ada di desa.

3) Kapasitas kelembagaan lokal
Jaringan dan keterlibatan kelembagaan lokal yang ada di desa diarahkan dapat memberikan dukungan materi maupun non materi untuk meningkatkan keberhasilan program ini.

4) Keluarga sebagai pelaku
Program ini menyakini bahwa keluarga kekuatan basis dan pelaku utama program ini baik keluarga dari para gelandangan dan pengemis maupun keluarga lainnya.

5) Potensi modal sosial
Program ini mendorong penguatan nilai-nilai, norma, kepercayaan (trust) serta jaringan sosial yang sudah ada di desa.

B. Tujuan
Tujuan dari Program Desaku Menanti adalah sebagai berikut :
1. Meningkatnya kapasitas gelandangan dan pengemis.
2. Terciptanya kesempatan berusaha dan bekerja.
3. Memperkuat peran gelandangan dan pengemis dalam pengambilan keputusan.
4. Meningkatnya kualitas kehidupan gelandangan dan pengemis.
5. Meningkatnya akses gelandangan dan pengemis terhadap pelayanan sosial dasar.
6. Memberikan jaminan sosial dan rasa aman.




C. Sasaran
Sasaran dari Program Desaku Menanti adalah sebagai berikut :
1. Gelandangan :
a) Kelompok umur dibawah 55 tahun
b) Memiliki keluarga/kerabat di desa
c) Menjadi gelandangan karena keterpaksaan
d) Tidak memiliki tempat tinggal tetap
e) Tidak memiliki tanda identitas resmi

2. Pengemis
a) Kelompok umur dibawah 55 tahun
b) Memiliki keluarga/kerabat di desa
c) Menjadi pengemis karena keterpaksaan
d) Tidak memiliki tempat tinggal tetap
e) Tidak memiliki tanda identitas resmi

D. Kebijakan
Kebijakan dalam Program Desaku Menanti antara lain sebagai berikut :
1. Perlindungan hak-hak dasar gelandangan dan pengemis.
2. Profesionalitas dari pendamping Program Desaku Menanti.
3. Peningkatan peran aktif warga dalam Program Desaku Menanti.
4. Peningkatan kualitas manajemen pelaksana Program Desaku Menanti.

E. Tahapan Kegiatan
1. Tahap Persiapan
a. Pemetaan Sosial
Pemetaan sosial adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka memperoleh gambaran mengenai kondisi obyektif dari suatu fenomena yang hasilnya akan dijadikan acuan dalam upaya penanganan ke depan. Pemetaan sosial berupaya mengidentifikasi para gelandangan dan pengemis meliputi daerah asal, lama menggelandang dan mengemis, pekerjaan, kondisi kesehatan, dsb. Kegiatan ini dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh Kementerian Sosial RI.

b. Studi Kelayakan
Setelah diadakan pemetaan sosial dan telah diketahui kantong-kantong pengirim gelandangan dan pengemis (daerah potensial pengirim), maka diadakan studi kelayakan ke daerah potensial pengirim tersebut. Tim studi kelayakan akan berkoordinasi dengan pihak Pemerintah Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota untuk melihat kemungkinan progeram akan diselenggarakn di sana, dengan memperhatikan aspek keseriusan dan dukungan untuk menjadi lokasi ujicoba Program Desaku Menanti.

c. Workshop Desaku Menanti
Workshop akan dilakukan dengan mengundang pihak-pihak terkait seperti pemerintah daerah yang potensial menjadi lokasi ujicoba desaku menanti, lembaga kesejahteraan sosial yang potensial menjadi penyelenggara pendampingan, serta pihak-pihak terkait yang dirasa memiliki perhatian pada isu gelandangan dan pengemis di perkotaan. Workshop ini bertujuan menjajagi kemungkinan daerah mana yang potensial dipilih sebagai lokasi ujicoba.

d. Penandatanganan MoU
Setelah ada kesepakatan tentang lokasi penyelenggaraan Program Desaku Menanti, akan diadakan rapat-rapat koordinasi dalam rangka penyusunan MoU. MoU ini bersifat mengikat dan sebagai salah satu syarat keberlangsungan program. Penandatanganan Mou akan dilaksanakan sekaligus sebagai tanda bahwa Program Desaku Menanti telah dilaunching di daerah tersebut.

e. Pemilihan LKS
Langkah selanjutnya setelah penandatanganan MoU yaitu seleksi lembaga kesejahteraan sosial (LKS) yang nantinya akan membantu pelaksanaan Program Desaku Menanti, terkait dengan aspek pendampingan terhadap para penerima manfaat. LKS yang akan dipilih harus memiliki kelengkapan administrasi yang cukup, direkomendasikan oleh Pemerintah Daerah Propinsi, dan memiliki pengalaman yang cukup dalam pendampingan masyarakat.

f. Perekrutan Pendamping Sosial
Perekrutan pendamping dilaksanakan bersamaan dengan perekrutan LKS yang akan menyelenggarakan layanan. Pendamping yang akan dipilih harus sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Perekrutan pendamping ini sangat penting mengingat merekalah yang nantinya menjadi ujung tombak dalam pendampingan Program Desaku Menanti.

g. Pembekalan Pendamping
Setelah pendamping sosial ditetapkan oleh Kementerian Sosial, mereka akan mendapatkan pembekalan atau pengarahan terkait dengan pelaksanaan Program Desaku Menanti. Pada pembekalan ini akan diundang pakar-pakar yang dapat menularkan pengetahuan dan keterampilan praktisnya pada para pendamping.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Penjangkauan
Penjangkauan adalah kegiatan kunjungan pekerja sosial/pendamping ke kantong-kantong gelandangan dan pengemis sebagai upaya menciptakan kontak pendahuluan dan persahabatan dengan mereka. Adapun tujuan dari penjangkauan yaitu :
1) Memperoleh dan memahami kondisi tempat/kantong-kantong gepeng sebagai wilayah binaan.
2) Mendapatkan gepeng yang akan di bina.
3) Memperoleh kepercayaan dari gepeng.

b. Registrasi dan Identifikasi
Serangkaian kegiatan administratif maupun teknis yang meliputi registrasi dan identifikasi dalam rangka seleksi dan penetapan calon penerima manfaat.

c. Asesmen
Upaya untuk menelusuri dan menggali data penerima manfaat, faktor-faktor penyebab masalahnya, tanggapannya, serta kekuatan-kekuatan dalam dirinya. Semua hal tersebut dikaji, dianalisa dan diolah guna menentukan layanan yang tepat bagi penerima manfaat, dan dapat digunakan dalam mendukung upaya rehabilitasi sosial yang akan dilakukan.

d. Penentuan Rencana Pelayanan
Rencana pelayanan adalah rencana tindakan/kegiatan pelayanan yang akan dilakukan oleh penerima manfaat atas dasar hasil asesmen. Recana pelayanan ditujukan sebagai acuan jenis pelayanan yang diperlukan penerima manfaat dalam upaya memecahkan masalah yang dihadapinya.

e. Pemberian Layanan Sosial
Serangkaian kegiatan teknis operasional yang diarahkan untuk memulihkan harga diri, kepercayaan diri, disiplin, kemampuan integrasi, kesadaran dan tanggung jawab sosial, kemampuan penyesuaian diri, penguasaan satu atau lebih jenis keterampilan sebagai bekal untuk mendapatkan mata pencaharian yang layak dan hidup normal sesuai norma-norma dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Layanan sosial yang diberikan meliputi:
1) Layanan pemulangan ke daerah asal.
2) Bimbingan fisik, mental dan sosial.
3) Bimbingan keterampilan kerja.
4) Pemberian bantuan stimulan usaha ekonomi produktif (UEP).
5) Pemberian bantuan stimulan rumah.
6) Pemberian jaminan hidup (jadup).
7) Pengembalian anak ke sekolah.
8) Pemberian advokasi dan aksesibilitas.

f. Pembinaan Lanjut
Serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan kepada klien dan masyarakat guna lebih dapat memantapkan, meningkatkan dan mengembangkan kemandirian penerima manfaat di masyarakat. Kegiatan ini meliputi :
1) Bimbingan peningkatan peran serta dalam kehidupan bermasyarakat.
2) Bantuan pengembangan usaha/bimbingan peningkatan keterampilan.
3) Bimbingan pemantapan kemandirian/peningkatan usaha.

g. Monitoring dan Evaluasi
Untuk memastikan apakah proses rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis melalui Program Desaku Menanti berlangsung sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Monitoring dan evaluasi dilakukan pada setiap tahapan dan pada akhir pelaksanaan Program Desaku Menanti untuk masukan guna perbaikan program di masa mendatang.

3. Tahap Terminasi
Tahap pemutusan hubungan layanan. Ini berarti penerima manfaat sudah menuntaskan proses pelayanan dan telah mencapai kemandirian dan hidup normal dalam masyarakat, atau penerima manfaat dirujuk atau dilimpahkan kepada lembaga/organisasi sosial atau pelayanan lain yang tidak dapat di berikan oleh pekerja sosial/pendamping, seperti instansi pemerintah, instansi sosial, kepolisian, Rumah Sakit, Lembaga Swadaya Masyarakat lokal maupun internasional, masyarakat dan lain-lain.

F. Ruang Lingkup Kegiatan
1. Rehabilitasi Sosial
Kegiatan rehabilitasi sosial selama ini dilakukan di kota-kota besar melalui panti-panti gelandangan pengemis milik Kementerian Sosial maupun Pemerintah Daerah. Namun demikian, jumlah gelandangan dan pengemis tidak berkurang secara signifikan. Berkenaan dengan hal tersebut, sudah seyogyanya apabila kegiatan rehabilitasi sosial dilakukan secara terpadu di daerah asal gelandangan dan pengemis, serta difokuskan pada penguatan ketahanan ekonomi keluarga dan kontrol sosial masyarakat.

a. Penjangkauan dan Pemulangan Gelandangan dan Pengemis
Kementerian Sosial bekerja sama dengan Pemerintah Daerah menyediakan alokasi dana untuk pemulangan gelandangan dan pengemis ke daerah asal. Gelandangan dan pengemis yang akan dipulangkan adalah hasil dari operasi yustisi yang dilakukan oleh Kementerian Sosial, Dinas Sosial dan Satuan Polisi Pamong Praja ataupun mereka yang sudah keluar dari panti-panti rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis milik pemerintah. Dalam pemulangannya, Kementerian Sosial berkoordinasi lembaga kesejahteraan sosial, Dinas/Instansi Sosial di tingkat propinsi dan kabupaten/kota, bahkan sampai dengan tingkat kecamatan dan desa. Pemulangan dilakukan sampai di tingkat desa dengan mengundang tokoh masyarakat setempat. Pemulangan ini juga sekaligus sebagai upaya diseminasi dan penyuluhan sosial yang sifatnya preventif untuk masa mendatang. Kegiatan ini dapat menggugah kepedulian masyarakat mengenai kondisi ekonomi warganya, dan untuk menerima kembali mantan gelandangan dan pengemis dengan baik (reintegrasi sosial).

b. Bimbingan Fisik, Mental dan Sosial
Para gelandangan dan pengemis yang lolos seleksi dan persyaratan, akan diberikan bimbingan fisik, mental dan sosial. Bimbingan fisik diarahkan pada tuntunan untuk pengenalan dan praktek cara-cara hidup sehat, secara teratur dan disiplin, agar kondisi badan/fisik dalam keadaan selalu sehat. Bimbingan mental diarahkan pada tuntunan untuk memahami diri sendiri dan orang lain, dengan belajar tentang keagamaan, cara berpikir positif dan keinginan untuk berprestasi. Bimbingan sosial diarahkan pada tatanan kerukunan dan kebersamaan hidup bermasyarakat, sehingga diharapkan dapat menimbulkan kesadaran dan tanggung jawab sosial baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat.

c. Bimbingan Keterampilan
Para gelandangan dan pengemis yang sudah dipulangkan kemudian mendapatkan pelatihan keterampilan sesuai minat dan bakatnya di ’Rumah Kerja Desaku Menanti’ (RKDM) yang ada di Dinas Sosial Propinsi/Kabupaten/Kota. Biaya pelatihan ditanggung oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (cost sharing). Bagi mereka yang telah lulus pelatihan keterampilan akan diberikan bantuan stimulan untuk modal usaha sesuai dengan keterampilan yang dimilikinya ataupun dirujuk ke tempat kerja bial dimungkinkan. Namun demikian mereka diharuskan menandatangani surat perjanjian tidak menggelandang atau mengemis lagi.

d. Bantuan Stimulan Usaha Ekonomis Produktif
Karakteristik gelandangan dan pengemis memang beragam. Ada diantara mereka yang membutuhkan pelatihan keterampilan, namun ada juga dari mereka yang membutuhkan modal untuk usaha. Penerima manfaat yang hanya butuh modal untuk usaha dan tidak mengikuti pelatihan keterampilan melalui ’Rumah Kerja Desaku Menanti’ (RKDM) yang ada di Dinas Sosial Propinsi/Kabupaten/Kota juga akan mendapatkan bantuan stimulan langsung. Bantuan ini berupa bantuan stimulan usaha ekonomi produktif (UEP) yang jenis bantuannya disesuaikan dengan minat, bakat, dan pangsa pasar di daerah setempat. Bagi mereka yang telah mendapatkan bantuan modal usaha juga harus menandatangani surat perjanjian tidak menggelandang atau mengemis lagi.

e. Jaminan Hidup
Sementara gelandangan dan pengemis mengikuti layanan yang ada, otomatis mereka tidak bekerja (menggelandang dan mengemis). Sebagai konsekuensinya mereka akan mendapatkan jaminan hidup (jadup) yang waktunya disesuaikan dengan situasi kondisi serta dana yang ada. Jaminan hidup akan dihentikan ketika para penerima manfaat diperkirakan sudah hidup mandiri dan dapat memenuhi kebutuhan dasarnya.

f. Bantuan Stimulan
Layanan ini diberikan pada mereka yang masuk dalam kategori usia produktif, dianggap mempunyai mental kuat untuk mengubah diri, diperkirakan tidak mempunyai kerabat di desa, dan membutuhkan lingkungan tempat tinggal baru. Mereka yang serius mengikuti Program Desaku Menanti akan dibangunkan rumah sederhana yang layak ditempati di daerah asalnya. Kegiatan ini untuk sementara dibiayai oleh Kementerian Sosial ataupun Dinas/Instansi Sosial di Propinsi/Kabupaten/kota, mengingat sifat program yang lingkupnya masih kecil bentuknya masih program ujicoba. Ke depan, jika program ini berhasil dan siap direplikasikan secara nasional, Program Desaku Menanti akan bekerja sama dengan Kementerian Perumahan dan Permukiman atau Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, baik yang ada di tingkat Pusat maupun Propinsi/Kabupaten/Kota. Melalui bantuan perumahan ini diharapkan para gelandangan dan pengemis kembali memahami arti sebuah rumah yaitu sebagai simbol utama dalam keluarga, sehingga nilai-nilai sosial dan kemasyarakatan juga dapat timbul dengan sendirinya.

g. Pengembalian Anak-Anak Gelandangan dan pengemis ke Sekolah
Kegiatan ini berupa bantuan stimulan seperti peralatan sekolah untuk anak-anak yang meliputi seragam, sepatu, tas, buku dan alat tulis dalam satu paket. Besarnya bantuan stimulan disesuaikan dengan alokasi dana yang tersedia. Pendamping juga melakukan advokasi ke lembaga pendidikan baik formal maupun nonformal agar mau menerima anak kembali bersekolah.

h. Advokasi sosial dan pengembangan aksesibilitas
Terbatasnya kemampuan dan sumberdaya yang dimiliki gelandangan dan pengemis sangat berdampak pada ketidakmampuan dalam mengakses sumber daya sosial yang dapat dimanfaatkan dalam meningkatkan taraf hidupnya melalui pengelolaan aktifitas sosial ekonomi. Para penerima manfaat perlu difasilitasi agar mereka dapat menjangkau berbagai sistem sumber yang tersedia. Ketidakmampuan gelandangan dan pengemis dalam mengatasi masalah yang dihadapi dan rentannya kondisi sosial ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, perlu dilakukan advokasi sosial untuk memberikan perlindungan dalam pemenuhan hak-hak dasar sebagai warga negara.

2. Kegiatan Preventif
Kegiatan preventif dilakukan di sekitar lingkungan Desaku Menanti, yang notabene adalah tempat-tempat yang potensial menjadi daerah pengirim gelandangan dan pengemis. Kegiatan ini dipandang penting dengan asumsi mencegah lebih baik daripada mengobati. Kegiatan pencegahan akan difokuskan pada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) atau Wanita Rawan Sosial Ekonomi.

a. Kampanye Sosial
Kampanye sosial dilakukan di lingkungan sekitar Desaku Menanti, dengan harapan mereka mendapatkan informasi dan gambaran yang cukup tentang susahnya hidup di ibu kota dan kota-kota besar lainnya tanpa pendidikan, modal dan keterampilan yang cukup. Adapun kegiatan dalam kampanye sosial ini meliputi :
1) Pemutaran film dokumenter yang berhubungan dengan gelandangan dan pengemis di kota-kota besar.
2) Penyebaran pamflet dan leaflet tentang gelandangan dan pengemis, serta bahaya merantau ke kota tanpa bekal keterampilan, pendidikan dan modal.
3) Gelar panggung/drama yang berkisah tentang kesulitan hidup di kota besar.
4) Penyuluhan sosial dengan melibatkan tokoh agama dan tokah masyarakat yang peduli pada permasalahan gelandangan dan pengemis.

b. Pemberian Bantuan Ekonomi Langsung
Kegiatan ini berupa pemberian bantuan stimulan usaha ekonomi produktif (UEP) yang jenis bantuannya disesuaikan dengan mata pencaharian penduduk setempat. Sasarannya adalah RTSM dan wanita rawan sosial ekonomi.

c. Pemberian Bantuan Peralatan Sekolah
Kegiatan ini berupa pemberian bantuan stimulan berupa peralatan sekolah untuk anak-anak yang rawan putus sekolah atau rawan turun ke jalan. Bantuan peralatan sekolah tersebut meliputi seragam, sepatu, tas, buku dan alat tulis dalam satu paket. Besarnya disesuaikan dengan alokasi yang tersedia.

2. Indikator
1. Umum
Indikator yang menjadi ukuran umum keberhasilan dalam kegiatan ini mencakup:
a. Ada kesamaan pola pikir dan pola tindak para pemangku kepentingan dalam rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis yang berbasis masyarakat
b. Ada realisas/implementasi dalam Rehabilitasi Sosial gelandangan dan pengemis berbasis masyarakat yang memenuhi standar pelayanan minimal
c. Ada Implementasi rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis memenuhi tertib administrasi dan manajemen.

2. Khusus:
a. Makin banyaknya LKS yang terlibat dalam rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis berbasis masyarakat
b. Makin banyaknya para pemangku kepentingan yang turut berperan serta aktif dalam rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis berbasis masyarakat
c. Makin banyaknya dukungan anggaran dari berbagai pihak dalam penanganan gelandangan dan pengemis berbasis masyarakat
d. Ada kesediaan dari gelandangan dan pengemis untuk mengikuti secara aktif dan tuntas rehabilitasi sosial berbasis masyarakat
e. Ada perubahan sikap dan perilaku dari gelandangan dan pengemisan dari yang negatif ke positif.
f. Makin berkurangnya stigma masyarakat terhadap gelandangan dan pengemis
g. Makin berkurangnya jumlah gelandangan dan pengemis secara bertahap.

3. Pembiayaan
Pembiayaan kegiatan ini bersumber dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi, kabupaten/kota
c. Sumber lain yang tidak mengikat





















Pengendalian adalah serangkaian kegiatan yang berlangsung secara terus menerus yang dilakukan oleh semua unsur pengendali terhadap aktivitas program atau kegiatan mulai dari tahap perencanaan sampai dengan pelaksanaan dalam rangka mengupayakan tercapainya tujuan dan sasaran program atau kegiatan. Pengendalian dalam Program Desaku Menanti terdiri dari empat kegiatan, yaitu : Supervisi, Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan.

A. Supervisi

1. Pengertian
Supervisi merupakan rangkaian proses bimbingan teknis terhadap seluruh kegiatan pelaksanaan operasional Program Desaku Menanti.

2. Tujuan
a. Mengetahui sejauh mana pelaksana mengerti, menghayati dan memahami bidang tugas masing-masing, serta mampu melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
b. Meningkatkan dan memantapkan kerjasama serta etos kerja pelaksana.
c. Menjamin agar proses kegiatan berjalan secara benar dan tujuan tercapai secara optimal sesuai dengan rencana.

3. Sasaran
Sasaran kegiatan supervisi Program Desaku Menanti adalah semua pelaksana Program Desaku Menanti yang meliputi.
a. Lembaga Kesejahteraan Sosial.
b. Penerima manfaat.
c. Pendamping.

4. Pelaksana
a. Petugas/penanggung jawab program secara berjenjang dari Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/ Kota.
b. Pimpinan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS).
c. Tim Asistensi Program.

5. Komponen Supervisi
a. Aspek Administrasi
b. Aspek Kelembagaan
c. Aspek Teknis Pelaksanaan

6. Langkah-Langkah
a. Merumuskan tujuan supervisi.
b. Mempersiapkan instrumen supervisi.
c. Menentukan tempat, waktu, dan target.
d. Melaksanakan kegiatan supervisi.

7. Indikator Keberhasilan Supervisi
a. Jumlah pertemuan supervisi yang dilakukan selama kegiatan Program Desaku Menanti berlangsung
b. Jumlah sasaran supervisi yang hadir dalam setiap pertemuan.
c. Jumlah permasalahan yang terungkap dan teratasi.
d. Adanya laporan hasil supervisi.

B. Monitoring

1. Pengertian
Monitoring atau pemantauan merupakan rangkaian kegiatan pengamatan secara terus menerus untuk mengetahui tingkat perkembangan kegiatan, hambatan yang dihadapi serta dukungan yang diperoleh dari berbagai pihak. Monitoring dilakukan pada setiap tahap kegiatan Program Desaku Menanti, mulai dari tahap awal sampai tahap akhir kegiatan.

2. Tujuan
a. Mengetahui apakah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan rencana.
b. Melaksanakan identifikasi masalah yang timbul agar langsung dapat diatasi.
c. Mengetahui apakah pola kerja dan manajemen yang digunakan sudah tepat untuk mencapai tujuan kegiatan.
d. Menyesuaikan kegiatan dengan lingkungan yang berubah, tanpa menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan.

3. Sasaran
a. Lembaga Kesejahteraan Sosial tempat Program Desaku Menanti dilaksanakan.
b. Pendamping kegiatan Program Desaku Menanti.
c. Penerima manfaat.
d. Setiap tahapan dalam pelaksanaan kegiatan Program Desaku Menanti.
e. Seluruh komponen kegiatan Program Desaku Menanti.

4. Pelaksana
a. Petugas/penanggung jawab program secara berjenjang dari Pusat, Propinsi, dan Kabupaten/ Kota.
b. Pimpinan Lembaga Kesejahteraan Sosial tempat Program Desaku Menanti dilaksanakan.
c. Pendamping Program Desaku Menanti.

5. Komponen Monitoring
a. Komponen Konteks (berkaitan dengan landasan hukum, kebijakan, peraturan perundang-undangan.
b. Komponen Input (sumber daya manusia, dana, peralatan, bahan)
c. Komponen Proses (proses kegiatan, interaksi dengan lingkungan, pengelolaan SDM, partispasi)
d. Komponen Output (kondisi penerima manfaat setelah menerima program, ketercapaian sasaran, jumlah dan kualitas termasuk masalah yang terjadi jika sasaran tidak tercapai)
e. Komponen Hasil (merupakan kelanjutan dari keluaran yang terkait dengan peningkatan kemampuan lembaga, tingkat kepercayaan masyarakat, apresiasi atau dukungan dari pihak lain)

6. Langkah-Langkah
a. Mempelajari secara seksama gambaran umum/profil penerima manfaat
b. Mempersiapkan instrumen pemantauan.
c. Menentukan tempat, waktu dan target.
d. Melaksanakan kegiatan pemantauan.

7. Indikator Keberhasilan Monitoring
a. Jumlah kegiatan monitoring.
b. Adanya laporan hasil monitoring.

C. Evaluasi
1. Pengertian
Evaluasi merupakan rangkaian kegiatan penilaian dan pengukuran terhadap seluruh kegiatan pendampingan Program Desaku Menanti mulai perencanaan sampai kepada hasil kegiatan. Dari eva¬luasi dapat diperoleh berbagai data dan informasi tentang hasil yang dicapai pada setiap tahapan kegiatan (formatif) dan hasil seluruh kegiatan (sumatif), baik dukungan maupun hambatan yang dihadapi.

2. Tujuan
a. Memberikan penilaian apakah pada setiap tahapan kegiatan dapat mencapai hasil sebagaimana yang telah ditetapkan.
b. Memberikan penilaian apakah keseluruhan hasil kegiatan dapat dicapai sesuai yang direncanakan.
c. Memberikan informasi untuk membuat perencanaan dan pengambilan keputusan.

3. Sasaran
a. Lembaga pelayanan sosial dimana Program Desaku Menanti dilaksanakan.
b. Pendamping Program Desaku Menanti.
c. Hasil seluruh kegiatan.
d. Penerima Manfaat.

4. Pelaksana
a. Petugas/penanggung jawab program secara berjenjang dari Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/ Kota.
b. Pimpinan Lembaga Kesejahteraan Sosial dimana Program Desaku Menanti dilaksanakan.
c. Pendamping Program Desaku Menanti.

5. Komponen Evaluasi
a. Evaluasi proses, untuk menilai kesesuaian seluruh proses dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam dokumen program.
b. Evaluasi hasil, untuk menilai apakah pelaksanaan program kegiatan itu berhasil atau gagal, dengan menggunakan instrument yang telah disiapkan sebelumnya.

6. Langkah-Langkah
a. Merumuskan tujuan penilaian yang ingin dicapai.
b. Menentukan tempat, waktu dan tenaga pelaksana untuk pelaksanaan.
c. Mempersiapkan instrumen penilaian.
d. Pelaksanaan evaluasi.

7. Indikator Keberhasilan Evaluasi
a. Jumlah kegiatan evaluasi.
b. Laporan hasil evaluasi.

D. Pelaporan
1. Pengertian
Pelaporan pendampingan merupakan serangkaian kegiatan penyusunan dan penyampaian hasil kegiatan pendampingan Program Desaku Menanti yang sedang dan telah dilakukan. Pelapor¬an digunakan sebagai bahan dokumentasi, pertanggung¬jawa¬ban sekaligus menjadi bahan masukan bagi upaya optimalisasi kegiatan Program Desaku Menanti.

2. Tujuan
Tersedianya data dan informasi yang lengkap tentang pelaksanaan kegiatan, hasil yang dicapai pada setiap tahapan kegiatan maupun hasil seluruh kegiatan, faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan kegiatan.

3. Sasaran
a. Input kegiatan (SDM, fasilitas, kegiatan dan dana).
b. Seluruh pelaksanaan pada setiap tahapan kegiatan.
c. Keberhasilan yang dicapai, baik pada setiap tahap kegiatan maupun hasil dari seluruh kegiatan
d. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan kegiatan.

4. Pelaksana
a. Lembaga Kesejahteraan Sosial tempat Program Desaku Menanti dilaksanakan.
b. Pendamping Program Desaku Menanti.

5. Komponen Pelaporan
a. Tahapan pelaksanaan
b. Hasil yang dicapai dalam setiap tahapan maupun dalam seluruh kegiatan
c. Factor pendukung dan penghambat
d. Upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan dukungan dan mengatasi hambatan

6. Periode Laporan
a. Laporan awal merupakan laporan yang berisikan uraian kegiatan yang akan dilakukan dalam program yang telah ditentukan.
b. Laporan antara merupakan laporan yang berisikan perkembangan kegiatan yang sedang dijalankan.
c. Laporan akhir merupakan laporan keseluruhan kegiatan dari mulai persiapan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dari kegiatan yang telah dilaksanakan.

7. Sistematika Pelaporan
a. Pendahuluan
b. Tujuan
c. Manfaat
d. Pelaksanaan Kegiatan (Pemantauan dan Evaluasi)
e. Hasil yang dicapai
f. Faktor Pendukung dan Penghambat
g. Rekomendasi
h. Lampiran :
1) Foto kegiatan,
2) Daftar hadir pertemuan,
3) Administrasi keuangan, dll.
8. Langkah-Langkah
a. Mengumpulkan laporan kegiatan pelayanan sosial setiap tahap.
b. Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan pelayanan sosial yang meliputi aspek teknis administrasi dan operasional.
c. Mengirim kepada yang berkepentingan dan menyimpan kedalam file.
9. Indikator Keberhasilan Pelaporan
a. Terkumpulnya bahan seluruh kegiatan.
b. Teranalisisnya hasil kerja sebagai bahan perumusan program kerja ke arah yang lebih baik.
c. Terkirimnya laporan secara berkala maupun insidental.













BAB V

PENUTUP

Program Desaku Menanti dengan fokus pada rehabilitasi sosial untuk gelandangan dan pengemis terpadu berbasis desa. Program ini berusaha menjawab persoalan tentang bagaimana menangani masalah gelandangan dan pengemis, namun sekaligus memutus arus migrasi desa kota. Pelibatan pemerintah, dunia usaha, lembaga kesejahteraan sosial, tokoh-tokoh masyarakat, dan masyarakat umum secara aktif menjadi kekuatan program ini, dalam mendukung para penerima manfaat agar tidak menggelandang dan mengemis lagi. Berbagai intervensi dilakukan agar para penerima manfat dapat hidup mandiri dan kembali hidup normal sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat.

Kehadiran Program Desaku Menanti diharapkan dapat mengubah pola pikir dan perilaku para gelandangan dan pengemis, sehingga dapat berpikir dan berperilaku positif serta dapat mengoptimalkan layanan yang disediakan oleh pemerintah dan lembaga kesejahteraan sosial yang ada di Indonesia. Memang diakui bahwa perubahan pola pikir dan perilaku membutuhkan waktu yang panjang, biaya yang besar, dan menuntut kesabaran yang tinggi. Walaupun demikian, kita harus optimis bahwa kita bisa melakukan dan mewujudkannya. Ini adalah tanggung jawab kita bersama dan bukan semata-mata tanggung jawab sektor sosial.


For Full Text Pdf Naskah Asli Program Desaku Menanti Download Here

No comments:

Post a Comment