Friday 1 August 2014

Raja dan Pemuda Sholeh

Suatu ketika anak surau yang berjumlah 35
orang itu dikumpulkan. Maklum, para pengabdi
itu pun sudah dewasa dan mereka juga
memikirkan ujung pengabdian. Mereka harus
ke mana, mereka harus hidup berumah tangga,
mencari pekerjaan dan lain-lain. Guru bila
bercerita sangat menarik, mempesona dan
membuat pendengar tak bergerak. Guru
berkata, “Ada murid yang baru tamat berguru
lalu ia pulang ke rumahnya. Di tengah jalan
dilihatnya ada seorang putri raja yang aduhai
cantiknya, sang putri sedang duduk di depan
rumahnya yang indah. Si murid ini sangat
terpesona dan tertarik dengan paras cantik
putri itu. Dalam hatinya ia berkata, “Alangkah
eloknya jika ia jadi istri dan pendamping hidup
saya…?”
Terangan-angan paras gadis sampai di
rumahnya, ia berkata kepada ibunya, “Ibu, anak
gadis yang saya jumpai di rumah indah di
pinggir jalan itu apa sudah ada yang punya?”
Ibu menjawab, “Apa maksudnya?” ujar ibu
menimpali pertanyaan anaknya. Anaknya
berkata, “Kalau belum ada yang punya, tolong
ibu lamarkan untuk saya.” “Sadar nak” begitu
sergah ibunya. “Dia putri raja, kaya raya,
sedangkan engkau anak orang biasa dan
miskin.”
Untuk tidak mengecewakan anaknya yang baru
lulus berguru dan pantas menikah itu. Sebagai
ibu yang bijaksana, sang ibu pergi mencoba
bertanya. Ia pergi ke rumah gadis tersebut.
Maka ibu mengetok pintu sambil mengucap
salam “Assalamu’alaikum!” “Wa’alaikum
salam”, jawab tuan rumah. “Ada apa bu?” kata
tuan rumah. “Ini anak saya kemarin lewat di
depan rumah raja kebetulan dilihatlah olehnya
seorang gadis manis putri raja dan ia merasa
tertarik. Si anak baru tamat berguru pada wali
Allah (tidak disebut nama si wali), dan maksud
kedatangan hamba kemari ingin melamar anak
gadis raja itu, bila raja berkenan dan bila putri
itu belum ada yang punya!”
Raja memang bijaksana, untuk menolak
dengan terang-terangan dan supaya tidak
menyakiti hati sebagian rakyatnya ia
menjawab, “Oh, ibu mau melamar untuk anak
ibu. Begini bu, saya tidak bisa memutuskan
sendiri, apakah lamaran itu diterima atau tidak.
Karena ini adalah masalah Negara maka saya
akan panggil dan mengumpulkan semua
menteri untuk memutuskan hal ini. Dan ibu
sebaiknya pulang dulu dan barang seminggu
sudah ada keputusan.”
Sesampainya di rumah, si anak bertanya
“Bagaimana bu, beritanya?” “Oh tunggu
seminggu lagi nak, karena raja tidak bisa
memutuskan seorang diri maka raja akan
panggil menteri-menterinya untuk membahas
masalah ini.” Raja memanggil menteri-menteri
dan memberitahukan bahwa anak si ibu yang
bernama Fulana telah datang menemui raja
dengan maksud ingin melamarkan si anak
pada putri raja dan bagaimana caranya supaya
lamaran di tolak, dengan tidak menyakiti hati
ibunya.” “Ah itu mudah raja” jawab menteri.
“Buat saja persyaratan yang berat kepadanya
yang sekiranya tidak dapat dipenuhi.” “Nah
apa itu?” kata raja. “Minta saja tujuh buah
mutiara sebesar telur, pasti ia tidak akan bisa
memenuhi dan karena itu persyaratan untuk
mempersunting putri raja menjadi gagal.” “Wah
pandai kau menteri. Aku setuju dengan caramu
itu, nanti akan aku katakan pada ibu si anak
itu jika ia datang ke sini untuk menanyakan
keputusan raja.” Benar saja seminggu
kemudian pintu raja terketuk dan terdengar
“Assalamu’alaikum.” “Wa’alaikum salam”,
pintu dibukakan dan si ibu pun dipersilakan
masuk untuk menanyakan bagaimana kabar
beritanya. “Begini, lamaran ibu diterima
asalkan anak ibu menyiapkan tujuh butir
mutiara sebesar telur lalu diserahkan pada
raja. Itu persyaratannya.” jelas raja. “Kalau
begitu saya beritahukan pada anak saya,
sanggup atau tidak.” jawab ibu. “Oh ya, ya
silakan.”
Si ibu pun pulang dari rumah raja, di pintu dia
sudah disambut oleh anak itu sambil bertanya,
”Bagaimana kabarnya bu?” ”Aduh itu nak, tujuh
turunan dari kakek sampai anak cucu, mencari
duit untuk tidak dibuat makan, tatapi dibuat
untuk membeli tujuh butir mutiara sebesar
telur ayam itu tidak akan bisa terkumpul.” “Oh
itu rupanya yang menjadi persyaratan
diterimanya lamaran saya Bu?” “Betul nak, itu
mana mungkin.” “Ah, Itu soal kecil, Bu!”
tanggap anaknya. “Ha, soal kecil?” ibunya
terheran. “Allah Ta’ala kan kaya bu” kata si
anak, dan si ibu dibuat bingung
mendengarnya. Si anak berkata, “Mutiara
sebesar dan sebanyak itu hanya ada di Laut
Cina Selatan.”
Diam-diam si anak keluar dengan membawa
tempurung kelapa dan pergi ke Laut Cina
Selatan. Dia kuras laut itu dengan batok kelapa
(tempurung kelapa) sambil membaca: laa
ilaaha illa Allah pada tiap kurasan, sehingga
hampir habis air laut itu(secara gaib). Tiba-
tiba geger penghuni-penghuni laut, berupa jin-
jin penjaga laut itu dan mereka berteriak,
“Stop…stop…! jangan kau teruskan nanti kering
laut ini dan matilah anak buah kami.
Sebenarnya apa yang engkau cari?” “Saya
akan mencari tujuh butir mutiara sebesar telur
ayam dan mutiara itu hanya ada di laut ini.
Karena itu saya harus menguras dan
mengeringkan laut ini.” begitu kata si murid
wali itu dengan tegas.
Panglima jin penghuni laut itu berkata, “Kalau
soal itu gampang, nanti saya akan
memerintahkan anak buahku untuk mencari
mutiara-mutiara itu dengan menyelami laut ini,
dan tidak usah kau teruskan untuk menguras
laut.” “Nah kalau kau sudah menjamin begitu,
baiklah akan saya hentikan menguras laut ini.”
Sesaat kemudian anak buah penghuni Laut
Cina Selatan itu diperintahkan menyelam ke
dasar laut sampai ditemukan ketujuh batu
mutiara, lalu oleh penghulu jin mutiara itu
disampaikan pada anak tadi dan ketujuh butir
mutiara itu dibawa pulang oleh anak tadi.
Sesampainya di rumah, ibu menyapa “Sudah
datang nak?” “Ya sudah datang dan ini tujuh
buah mutiara yang diminta raja” kata anaknya.
Oleh ibunya ketujuh butir mutiara itu di ambil
dan ditimang-timang, dibalik-balik setengah
tidak percaya. Lalu si anak menyeletuk, “Itu
mutiara asli, bukan batu atau plastik bu!”
meyakinkan pada ibunya. Sang ibu pun
terdiam.
Esok harinya si ibu mengantarkan ketujuh butir
mutiara itu kehadapan raja.” Assalamu’alaiku”
“Wa’alaikum salam. Apa kabar bu?” “Kabar
baik, dan ini tujuh butir mutiara yang raja
minta dari anak saya, saya disuruh untuk
mengantarkannya ke hadapan raja dan
menyerahkannya.
Ketujuh butir mutiara itu pun diterima oleh
raja, si raja terbelalak kedua matanya,
terheran-heran hampir tidak percaya, seolah-
olah dalam mimpi saja. Di balik-balik mutiara-
mutiara itu, terheran melebihi kehendaknya.
Raja terkagum diam. lalu si ibu berkata, “Tak
usah khawatir raja, itu asli mutiara, bukan
palsu, batu, atau plastik mainan, kata anak
saya.” Raja pun terhentak dan akhirnya
perkawinan pun dilaksanakan

No comments:

Post a Comment