Showing posts with label Drama. Show all posts
Showing posts with label Drama. Show all posts

Tuesday 15 February 2011

Kapai-Kapai

Lakon Lima Babak
Kapai-Kapai
Arifin C. Noer (1970)






















DRAMATIC PERSONAE

Abu
Iyem
Emak
Yang Kelam
Bulan
Majikan
Kakek
Jin
Putri
Pangeran
Bel
Pasukan Yang Kelam
Kelompok Kakek
Seribu Bulan Yang Goyang-Goyang
Gelandangan
Tanjidor dll

































BAGIAN PERTAMA

DONGENG EMAK

Satu

EMAK
Ketika prajurit-prajurit dengan tombak-tombaknya mengepung istana cahaya itu, sang Pangeran Rupawan menyelinap diantara pokok-pokok puspa, sementara air dalam kolam berkilau mengandung cahaya purnama. Adapun sang Putri Jelita, dengan debaran jantung dalam dadanya yang baru tumbuh, melambaikan setangan sutranya dibalik tirai merjan, dijendela yang sedang mulai ditutup oleh dayang-dayangnya. Melentik air dari matanya bagai butir-butir mutiara.

ABU
Dan sang Pangeran, Mak ?

EMAK
Dan Sang Pangeran, Nak ? Duhai, seratus ujung tombak yang tajam berkilat membidik pada satu arah ; purnama di angkasa berkerut wajahnya lantaran cemas, air kolam pun seketika membeku, segala bunga pucat lesu mengatupkan kelopaknya, dan...

ABU
Dan Sang Pangeran selamat, Mak ?

EMAK
Selalu selamat. Selalu selamat.

ABU
Dan bahagia dia, Mak ?

EMAK
Selalu bahagia. Selalu bahagia.

ABU
Dan sang Putri, Mak ?

EMAK
Dan sang Putri, Nak ? Malam itu merasa lega hatinya dari tindihan kecemasan. Ia pun berguling-guling bersama Sang Pangeran dalam mimpi yang sangat panjang, diaman seribu bulan menyelimuti kedua tubuh yang indah itu penuh cahaya.

ABU
Dan bahagia, Mak ?

EMAK
Selalu bahagia. Selalu bahagia.

MAJIKAN
Abu !

EMAK
Sekarang kau harus tidur. Anak yang ganteng mesti tidur sore-sore.

ABU
Sang Pangeran juga tidur sore-sore, Mak ?

EMAK
Tentu. Sang Pangeran juga tidur sore-sore karena dia anak yang ganteng. Kau seperti Sang Pangeran Rupawan.

MAJIKAN
Abu !

ABU
Mak ?

MAJIKAN
Abu !

ABU
Bagaimana keduanya bisa senantiasa selamat ?

MAJIKAN
Abu !

EMAK
Berkat cermin tipu daya.

ABU
Berkat Cermin Tipu Daya, Mak ?

MAJIKAN
Abu !

EMAK
Semuanya berkat Cermin Tipu Daya.

ABU
Cuma berkat itu ?

MAJIKAN
Abu !

EMAK
Cuma berkat itu.

ABU
Cuma.

MAJIKAN
Abu ! Abu !

ABU
.... di mana cermin itu dapat diperoleh, Mak ?

EMAK
Jauh nun di sana kala semuanya belum ada (KELUAR)

MAJIKAN
Bangsat ! Tuli kamu ?

ABU
Mak ?

Dua

YANG KELAM
Ini adalah tahun 1930 dan bukan tahun 1919. Kau harus segera mengenakan pakaian pesuruhmu (Keluar)

Tiga

SETELAH IA MENGENAKAN PAKAIANNYA SEBAGAI PESURUH KANTOR TERDENGAR GEMURUH SUARA PABRIK

MAJIKAN
Abu !

ABU
Hamba, Tuan.

MAJIKAN
Abu !

ABU
Hamba, Tuan.

MAJIKAN
Abu !

ABU
Hamba, Tuan.

MAJIKAN
Abu !

ABU
Hamba, Tuan.

MAJIKAN
Abu !

ABU
Hamba, Tuan.

MAJIKAN
Abu !

ABU
Hamba, Tuan.

MAJIKAN
Abu !

ABU
Hamba, Tuan.

MAJIKAN
Bangsat kamu ! Kerja sudah hampir tiga tahun masih saja kamu melakukan kesalahan yang sama. Lebih bodoh kamu dari pada kerbau.

Empat

EMAK
Anak yang ganteng tidak boleh menangis. Apakah kau tidak malu kepada Sang Putri Rupawan ? Setelah mencuci kaki, kau harus mengenakan pakaianmu yang kotor, nanti emak akan mendongeng lagi. Sudah bersih kakimu ? Ketika Sang Pangeran turun dari kudanya yang putih bersinar, ia melihat gua itu dikejauhan. Namanya gua cahaya tapi lebih sering disebut gua hantu.


ABU (Ketakutan)

EMAK
Tidak usah takut. Ada Emak. Telah beratus-ratus ksatria dan raja-raja dan pangeran-pangeran yang mencoba menerobos gua itu, semuanya musnah dibunuh oleh hantu-hantu penjaga harta karun itu. Di angkasa serombongan mendung yang maha hebat membendung sang surya, sehingga alam yang siang menjadi gelap gulita. Sayup-sayup kelihatan pintu gua itu bagaikan mulut raksasa dengan sinar yang memancar dari dalam. Sang Pangeran menggeleng-gelengkan kepala kagum karena tahu sinar itu adalah sinar permata-permata yang tertimbun disana. Tatkala angin pun sirna, Sang Pangeran telah memacu kudanya ke arah mulut gua. Tak ada suara kecuali derap kuda dengan ringkiknya. Ketika kuda itu berada didepan pintu gua, sekonyong-konyong serombongan mendung yang tebal tadi menyerang mengepung Sang Pangeran. Tahulah kini Sang Pangeran bahwa mendung itu adalah hantu-hantu.

ABU
Dan Sang Pangeran, Mak ?

EMAK
Dan Sang Pangeran, Nak ?Amboi, berjuta kuku dan taring lancip bagai ujung-ujung belati rapat mengancam Sang Pangeran ; dari atas dari bawah, dari kiri dari kanan, dari muka dari belakang. Rupanya hantu- hantu itu berdengus sehingga seketika erjadi topan dasyat yang amat bacin baunya.

ABU
Dan Sang Pangeran, Mak ?

EMAK
Dan Sang Pangeran, Nak ? Dengan Cermin Tipu Daya, kuku-kuku dan taring-taring yang berjuta-juta itu seketika mencair sehingga hujan deraslah yang kini ada. Maka dalam kehujanan itu pun, Sang Pangeran mengacungkan cerminnya dan terbukalah pintu gua dengan sendirinya. Langit telah kembali sebagai wajarnya, yang penuh cahaya surya ketika Sang Pangeran memboyong harta permata itu ke Istana Cahaya dimana Sang Putri menanti dipelaminan.

ABU
Dan bahagia, Mak ?

EMAK
Selalu bahagia. Selalu bahagia.

ABU
Dan Sang Putri, Mak ?

EMAK
Sang Putri berdebar menanti dipelaminan, sementara rakyat seluruh kerajaan berpesta. Dan ketika Sang Pangeran muncul di gerbang Istana Cahaya dengan di iringi kuda-kuda yang mengangkut peti-peti harta, seketika bergetarlah dada Sang Putri yang baru tumbuh itu dan sekalian rakyat bersorak-sorak mengelu-elukan. Kedua mempelai itu telah berpadu dalam lautan permata yang sangat menyilaukan. Lautan harta seharga berjuta-juta nyawa manusia.

ABU
Keduanya bahagia, Mak ?

EMAK
Selalu bahagia. Selalu bahagia.

ABU
Berkat Cermin Tipu Daya, Mak ?

EMAK
Berkat Cermin Tipu Daya.

ABU
Dimana Cermin itu dapat dibeli, Mak ?

EMAK
Jauh nun di ujung dunia... disebuah toko milik Nabi Sulaiman...

ABU
Dan harganya, Mak ?

EMAK
Nanti kau sendiri pasti tahu. Nanti. Pasti.

ABU
Bahagia, Mak ?

EMAK
Pasti bahagia. Selalu bahagia. Sekarang bayangkan bagaimana kalau kau menjadi Sang Pangeran Rupawan. Kau niscaya dapat merasakan dengan lebih nyata apabila kau lelap tidur. Nah, sekarang pejamkan kedua matamu. Tidur. Burung-burung pun sudah tidur. Tidur. Matahari pun sudah tidur. Tidur. Pohon-pohon pun sudah tidur. Tidur seantero alam telah mendengkur. Tidur.

Lima

EMAK
Bulan !

BULAN
Ya, Mak.

EMAK
Selimuti keduanya.

BULAN
Kalau dia terbangun.

EMAK
Tidurkan lagi.

BULAN
Kalau dia terjaga lagi ?

EMAK
Mabukkan dia.

BULAN
Kalau sadar lagi ?

EMAK
Pingsankan dia.

BULAN
Kalau dia siuman lagi ?

EMAK
Itu urusan Yang Kelam. Sekarang Emak akan menyelesaikan karangan Emak yang terakhir. Aneh sekali dalam roman Emak kali ini Abu telah mulai menemukan kunci teka-teki kita. Ia semakin menginsyafi bagaimana selama ini ia kita perdayakan. Namun bagaimana pun, Emak tetap berharap ia akan tetap patuh kepada kita. Sudah menjadi kodratnya bagaimana pun ia memerlukan hiburan dan hanya kitalah yang mampu memenuhi kebutuhan itu. Tetapi juga ini tidak berarti bahwa kita bisa bekerja secara improvisasi seperti yang sudah-sudah. Di manakah Yang kelam ?

YANG KELAM
Saya di sini, Mak.

EMAK
Kau dengar apa yang baru Emak katakan ?

YANG KELAM
Tak satu kata pun lewat dari telingaku, Mak.

EMAK
Satu hal lagi; kita harus sistematik. Selama kita masing-masing tetap pada pos kita, Emak yakin tak satu pun pekerjaan kita yang meleset.

YANG KELAM
Dia tidur ?

EMAK
Tidur, tidak. Tidak tidur, tidak. Seperti yang sudah-sudah, seperti yang lain-lain juga, ia sudah mati tapi ia tidak tahu.

YANG KELAM
Saya beritahu dia ?

EMAK
Belum waktunya. Berapa umur kau ?

YANG KELAM
Dua puluh satu.

EMAK
Kita perpanjang amat panjang. Pada usiamu yang ke 70 beritahulah dia. Ingat jangan ulang cara yang usang.

BULAN
Beritahu sekarang saja dia.

EMAK
Kau selalu punya belas, Bulan.

BULAN
Dia orang miskin.

EMAK
Justru akan kita perkaya. Ah, sudahlah. Kau dapat menolongnya dengan cara yang menghiburnya. Waktu Emak habis. Emak harus mengarang.

Enam

BULAN (Menyanyi)
Andai kau tergoda jangan salahkan daku. Cahayaku memancar pun bukan milikku. Kecantikkanku pun bukan milikku.

YANG KELAM
Jangan nyanyikan nyanyian itu lagi nanti Emak marah lagi.

BULAN
Kau yang salah.

YANG KELAM
Tak ada yang salah.

BULAN
Kau yang salah. Kalau kau tak ada.

YANG KELAM
Adaku bukan minatku. Tapi kalau aku tak ada kau pun dan segala pun tak ada.

BULAN
Kenapa kau tidak memilih tidak ada ?

YANG KELAM
Karena kita ada. Dan begitu saja ada.

BULAN
Karena ada mula, karena ada mula.

YANG KELAM
Maka ada akhir dan akulah itu. Dia dan aku.

BULAN
Karena ada, itulah kesalahannya.

YANG KELAM
Kita hanya menjalani kodrat. Jalanilah kodrat maka kita akan selamat.

BULAN (Menyanyi)
Andai kau tergoda jangan salahkan daku. Cahayaku memancar pun bukan milikku.

YANG KELAM
Jangan menyanyi. Mengeramlah kalau bisa atau diam.

BULAN
Aku hanya bisa menyanyi. Pun begitu nyanyian buakn pula milikku.

YANG KELAM
Perempuan cengeng.

BULAN
Lelaki kejam. Kembalikan Cermin Tipu Daya itu.

YANG KELAM
Kau tak akan memilikinya lagi.

BULAN
Sudah satu abad kau pinjam.

YANG KELAM
Dan aku tak akan pernah mengembalikan kepadamu. Ya, sejak satu abad yang lalu Abu sudah mulai menginsyafi bahwa puncak bahagia ada pada diriku, tatkala ia melihat pada cerminku.

BULAN
Cerminku ! Cerminku !

YANG KELAM
Dulu. Sekarang milikku.

BULAN
Kau kejam. Kau tak punya kasihan. Kalau dia bercermin pada kau hanya malam yang kau tampilkan.

YANG KELAM
Memang dia hanya punya malam. Akulah dia. Ini pun kodrat. Ia tak dapat melepaskan diri dari kodrat ini.

BULAN
Konyolnya.

YANG KELAM
Itulah jawaban dari segalanya. Konyol.

ABU BANGUN, MENGIGAU. BULAN DAN YANG KELAM KELUAR.

BULAN (Menyanyi)
Kalau kau tergoda jangan salahkan daku. Cahayaku memancar pun bukan milikku. Andai kau mabuk jangan salahkan daku. Kecantikkanku pun bukan milikku.

Tujuh

IYEM
Monyong lu ! Lelaki macam lu ? Kerbau ? Babi ?

ABU (Bingung)
Jam berapa, Yem ?

IYEM
Jam berapa ? Beduk sampai coblos dipalu orang juga kau masih enak- enak ngorok. Apa kamu tidak mau kerja ?

ABU
Bukan begitu.

IYEM
Baik kalau kamu mau enak-enak ngorok biar saya yang kerja. Apa dikira tidak bisa ? Saya kira saya masih cukup montok untuk melipat seribu lelaki hidung belang di ketiak saya.

ABU
Kau jangan bicara sekasar itu.

IYEM
Kamu lebih kasar lagi. Tidur sama istri kamu masih mimpi yang tidak-tidak. Tuh lihat tikar basah begitu. Kalau kau sudah bosan dengan saya bilang saja terus terang. Jangan sembunyi-sembunyi. Ayo, kau mimpi dengan siapa ? Dengan si Ijah yang pantat gede itu ? Bangsat !

ABU
Mimpi ?

IYEM
Jangan main lenong (Menangis) Memang saya sudah peot. Habis manis sepah dibuang.

ABU
Jangan bicara begitu.

IYEM
Memang begitu.

ABU
Tidak seperti yang kau bayangkan.

IYEM
Memang begitu.

ABU
Diamlah, Yem.

IYEM
Memang begitu.

ABU
Iyem.

IYEM
Saya bunting kau tidak tahu.

ABU
Bunting ? Kau bunting ?

IYEM
Kata Emak.

ABU
Kau bunting ?

IYEM
Kalau tidak apa namanya ?

ABU
Iyemku. Iyemku (Keduanya Menari)

IYEM
Pepaya bunting isinya setan.
Dimakan dukun dari Sumedang.
Perut aye bunting isinya intan.
Ditimang sayang anak disayang.

ABU
Pohon pisang tidak berduri.
Pagar disusun oleh rembulan.
Mohon abang lahir si putri.
Biar disayang setiap kenalan.
Iyemku. Iyemku.

IYEM
Abuku. Abuku (Keduanya Berpelukan) Kau masih cinta pada Iyem ?

ABU
Selalu cinta. Selalu cinta.

IYEM
Kau masih sayang pada Iyem ?

ABU
Selalu sayang. Selalu sayang.

IYEM
Iyem minta anu.

ABU
Minta apa, Yem ?

IYEM
Minta anu.

ABU
Anu apa ?

IYEM
Iyem ngidam.

ABU
Minta rujak asam, Yem ?

IYEM
Bukan.

ABU
Apa Iyem ?

IYEM
Kerupuk.

ABU
Kerupuk udang, Yem ?

IYEM
Bukan.

ABU
Kerupuk terigu, Yem ?

IYEM
Bukan.

ABU
Kerupuk plastik, Iyem ?

IYEM
Bukan. Iyem, bilang !

ABU
Iyem.

IYEM
Kepingin.

ABU
Kepingin.

IYEM
Kerupuk.

ABU
Kerupuk.

IYEM
Apa yo ?

ABU
Apa yo ?

IYEM
Apa ?

ABU
Apa ?

IYEM
Kerupuk.

ABU
Kerupuk.

IYEM
Kerbau !

ABU
Kerbau !

IYEM
Horee !

ABU
Berapa kilo, Iyem ?

IYEM
Satu biji.

ABU
Lainnya, Yem ?

IYEM
Anu.

ABU
Anu apa, Iyem ?

IYEM
Cium.

ABU
Berapa kali, Iyem ?

IYEM
Seribu kali (Mereka Berciuman)

ABU
Bau pete. Kau makan pete ?

IYEM
tadi di rumah si Ipoh. (Mereka Pun Berciuman)


Delapan

YANG KELAM BERSAMA PASUKANNYA MEMUKUL LONCENG EMAS KERAS SEKALI. ARUS WAKTU DERAS MELANDA KEDUANYA. IYEM MELAHIRKAN DAN SETERUSNYA. ABU TERPUTAR DALAM RODA KERJA RUTINNYA.

MAJIKAN
Abu !

ABU
Ya, Tuan.

MAJIKAN
Abu !

ABU
Ya, Tuan.

MAJIKAN
Abu !

ABU
Ya, Tuan.


SERIBU MAJIKAN MEMRINTAH ABU. MENJERAT LEHER ABU MENJERIT. SERIBU TANGAN MAJIKAN DI KEPALA ABU.

Sembilan

YANG KELAM
Ini adalah tahun 1941. Ini bukan tahun 1919. Dia dilahirkan di Salam, 6 km dari kota Solo. Dia dibesarkan di Semarang. Kemudian ia pindah ke Tegal. Kemudian ia pindah ke Cirebon. Kemudian ia pindah ke Jakarta. Kemudian ia akan mati pada tahun 1980.

IYEM
Tidak. Abu jangan hiraukan. Hidup saja hidup. Habis perkara. Terlalu banyak pertanyaan untuk terlalu sedikit waktu.


LAYAR









































BAGIAN KEDUA
(BURUNG, DI MANAKAH UJUNG DUNIA ?)

Satu

ABU
Burung, di manakah ujung dunia ?

BURUNG
Di sana.

ABU
Katak, di manakah ujung dunia ?

KATAK
Di sana.

ABU
Rumput, dia manakah ujung dunia ?

RUMPUT
Di sana.

ABU
Embun, di manakah ujung dunia ?

EMBUN
Di sana.

ABU
Air, di manakah ujung dunia ?

AIR
Di sana. (Semua Menertawakan Abu)

ABU
Batu, di manakah ujung dunia ?

BATU
Di sana. (Semua Menertawakan Abu)

ABU
Jangkerik, di manakah ujung dunia ?

JANGKERIK
Di sana. (Semua Menertawakan Abu)

ABU
Kambing, di manakah ujung dunia ?

KAMBING
Di sana.

ABU
Kambing, di manakah di sana ?

KAMBING
Di sana.

ABU
Pohon, di manakah di sana ?

POHON
Di sana.

ABU
Kakek, di manakah di sana ?

KAKEK
Di sini.

ABU
Di mana ?

KAKEK
Di sini.

ABU
Di sini ?

Dua

KAKEK
Di sana di sini sama saja. Semuanya tak berarti. Yang kau cari adalah agama. Tak ada obat yang paling mujarab selain agama.

ABU
Saya tidak sakit.

KAKEK
Tak ada tempat yang paling teduh dan tak ada obat pelelah selain agama.

ABU
Saya tidak cape.

KAKEK
Segala teka-teki silang pasti tertebak oleh agama.

ABU
Saya tak butuh semua itu. Saya butuh Cermin Tipu Daya.

KAKEK
Apa itu Cermin Tipu Daya ?

ABU
Cermin Tipu Daya adalah penangkis segala bala. Penyelamat segala Pangeran dalam dongeng purbakala.

KAKEK
Inilah dia. Cermin sejati. Bukan plastik. Terbuat dari air danau purbani. Lihatlah semua tampak jelas di sini. Lihatlah.

ABU
Wajah siapa itu ?

KAKEK
Wajahmu.

ABU
Wajah saya ?

KAKEK
Siapa lagi ?

ABU
begini tua ?

KAKEK
Kau begitu jernih cahayanya.

ABU
Begini tua. Lebih sengsara dari nyatanya. Begini miskin.

KAKEK
Di sini, kau miskin dan kaya sekaligus.

ABU
Saya tidak mengerti.

KAKEK
Tak lama lagi kau akan mengerti, kalau mau dengar apa yang saya baca.

ABU
Kalau saya tetap tidak mengerti ?

KAKEK
Kau adalah insan yang malang.

ABU
Kalau begitu cobalah bacakan satu baris.

KAKEK
Dia Tuhan.

ABU
Tuhan.

KAKEK
Tuhan.

ABU
Tuhan.

KAKEK
Yang menciptakan kita.

ABU
Tuhan.

KAKEK
Yakinlah.

ABU
Kalau begitu Dia yang memulai segala ini ?

KAKEK
Juga yang akan mengakhiri segalanya.

ABU
Mulai dan mengakhiri ?

KAKEK
Membangun dan meruntuhkan sekaligus.

ABU
Saya jadi bodoh.

KAKEK
Kau memang bodoh. Dan ketika kau dihidupkan ajal disisipkan dalam salah satu tulang igamu. Dialah-Tuhan.

ABU
Tuhan.

KAKEK
Dialah-Tuhan. Yang telah menciptakan jagad raya dan seisinya. Maka bersyukurlah kau kepadaNya. Maka bersembahlah kau kepadaNya. Maka patuhlah kau kepada firman-firmanNya. Maka perbuatlah segala perintah-perintahNya. Maka jauhilah segala larangan-laranganNya. Barang siapa melanggra neraka hukumannya. Barang siapa petuh sorga upahnya.

ABU
Neraka ?

KAKEK
Api sengsara yang menjilat-jilat.

ABU
Sorga ?

KAKEK
Bahagia di atas bahagia.

ABU
Barangkali itu ujung dunia ?

KAKEK
Memang salah satu ujungnya. Di sana Sorga. Di situ Neraka.

ABU
Di sana juga tinggal Nabi Sulaiman ?

KAKEK
Oya.

ABU
Kalau begitu ada juga Cermin Tipu Daya ?

KAKEK
Barangkali. Saya tidak begitu pasti.

ABU
Di jual ?

KAKEK
Kalau ada dengan cuma-cuma kua dapat memilikinya.

ABU
Kau pasti ?

KAKEK
Kalau ada.

ABU
Kau belum pernah kesana ?

KAKEK
Ke sana ke mana ?

ABU
Ke sorga.

KAKEK
Siapa pun belum.

ABU
Bagaimana kau tahu Nabi Sulaiman ada di sana ?

KAKEK
Kau memang buta huruf. Dalam kitab agama lengkap segala tanda-tanda.

ABU
Kalau begitu tunjukilah saya cara menuju sorga.

KAKEK
Bersembahlah kau KepadaNya.

ABU
Baik. Berapa lama saya mesti menyembah ?

KAKEK
Sampai kau mati.

ABU
Ha ?

KAKEK
Sampai kau mati. Atau dengan kalimat yang lebih baik ; sampai saat kau dilepaskan dari beban jasmani.

ABU
Lalu kapan saya sempat mengecap sorga ?

KAKEK
Ketika kau mati.

ABU
Ha ?

KAKEK
Begitulah. Ketika kau mati kau akan sampai ke sana.

ABU
Harus sampai ke batas mati untuk sampai ke sana ?

KAKEK
Harus sampai ke batas mati untuk samapai ke sana.

ABU
Harus tidak ada untuk ada ?

Tiga

LENGKING SULING TAJAM PANJANG.

IYEM
Abu, di mana kau ? Abu ? Abu ? Abu ?

KEKAK
Sudah waktu sembahyang. Sampai cahaya menimpa dirimu. ( Kelompok Kakek Dalam Koor)

KOOR
Inggih

KAKEK
Hai manusia.

KOOR
Inggih.

KAKEK
Hai manusia.

KOOR
Inggih

KAKEK
Tuhan Pencipta.

KOOR
Inggih.

KAKEK
Tuhan pengasih.

KOOR
Inggih.

KAKEK
Tuhan Penuntut.

KOOR
Inggih.

KAKEK
Turut perintahNya.

KOOR
Inggih

KAKEK
Ketawalah

KOOR
Inggih.

KAKEK
Menagislah

KOOR
Inggih.

KAKEK
Ketawalah dala menangis.

KOOR
Inggih.

KAKEK
Menangislah dalam ketawa

KOOR
Inggih.

KAKEK
Apa yang kau cari dalam hidup ini.

KOOR
Bahagia.

KAKEK
Apa yang kau cari dalam hidup ini.

KOOR
Bahagia.

KAKEK
Apa yang kau cari dalam hidup ini.

KOOR
Bahagia.

KAKEK
Apa yang kau cari dalam hatimu sendiri.

KOOR
Bahagia.

KAKEK
Apa yang di rindu. Apa yang di mau. Apa yang dituju. Bahagia.

KOOR
Laras dan padu. Laras dan padu. Diri yang alit dan Diri yang maha. Laras dan padu, pasrah, sembah, pasrah sembah Bergayut diri padaNya.

KAKEK
Mengandung diri dalam keagunganNya. Bahagia kita dalam kebahagianNya. Hai manusia.

KOOR
Inggih.

KAKEK
Hai manusia.

KOOR
Inggih.

KAKEK
Menyatulah dalam diriNya.

KOOR
Inggih.

KAKEK
Padulah dirimu dalam diriNya.

KOOR
Inggih. (Kelompok Kakek Berlalu Dalam Koor)

Empat

ABU TEPEKUR. HUTAN SUNYI DALAM BADAI

IYEM
Kau jangan diam saja kayak sandal dobol.

ABU
Ada apa ?

IYEM
Kau betul-betul sandal dobol. Hujan begini deras. Air sudah sampai ke lutut. Rumah ini seperti tak beratap. Ini bukan lagi bocor. Ya Tuhan. Dengan apa mesti kita hentikan hujan jahanam ini ? Terlalu banyak musuh kita. Di darat. Di udara. Tuhan. Tuhan.

ABU : ...

Iyem. Ya, Tuhan. Ya, Tuhan. Kau memang sandal dobol. Banjir. Banjir. Banjiiiir (Keluar)


Lima

ABU TEPEKUR

YANG KELAM
Ini adalah tahun 1960. ini bukan tahun 1919. Dia akan mati pada tahun 1980. Sudah waktunya kerut ditambah pada dahinya.

ABU
Tobat, apa yang telah kau lakukan ?

YANG KELAM
Menyobek kalender.

ABU
Hilang lagi.

Enam

ABU TEPEKUR, EMAK MUNCUL

EMAK
Kau tidak boleh duduk tepekur dengan wajah kusut seperti itu. Nanti kau lekas tua. Coba lihat. Apa yang terjadi pada wajahmu ?

ABU
Tiba-tiba matahari menyergap tadi dan memberi coreng pada wajah saya.

EMAK
Coba kau tengadah. Nah, ia telah memberikan luka terlalu banyak pada dahimu. Ia telah melipatkan jumlah yang sebenarnya. Kau menangis. Anakku, kau tak boleh seperti itu.

ABU
Aku telah mencarinya tapi aku tak menemukannya.

EMAK
Apa yang telah kau lakukan ?

ABU
Aku telah berusaha mencari ujung dunia.

EMAK
Buat apa ?

ABU
Aku perlu ke toko Nabi Sulaiman. Aku mau beli Cermin Tipu Daya.

EMAK
Kua pasti belum mendapatkannya.

ABU
Aku tidak mendapatkannya.

EMAK
Belum.

ABU
Aku tidak mendapatkan apa-apa.

EMAK
Belum. Ah, jangan suka beraduh kesah. Yang sangat kau perlukan sekarang adalah rekreasi banyak-banyak. Emak bawa oleh-oleh. (Tepuk)

Tujuh

ROMBONGAN LENONG

RAJA JIN
Hahaha. Akulah raja jin. Jin Bagdad namaku. Aku telah curi Putri Cina paling ayu. Aku mau persunting dia jadi permaisuriku.

PUTRI CINA
Akulah Putri Cina yang malang. Yang baru saja tidur bermimpi di atas ranjang. Mimpi bercumbu dengan seorang Pangeran dari Jepang. Begitu sedang meluap nafsuku dadanya yang lapang. Dan tangan Pangeran membelai rambutku yang panjang. Tiba-tiba si bandot Raja Jin dari Bagdad datang. Tak dinyana ia sekonyong bertengger di jendela, di atas permadani terbang. Aduh Tuhanku Yang Maha Kuasa, tolonglah hambamu yang maha malang. Dari cengkeraman dan ciuman Raja Jin yang berkumis panjang.

RAJA JIN
He Putri Cina Ayu.

PUTRI CINA
Tolong.

RAJA JIN
He Putri Cina Ayu.

PUTRI CINA
Tolong.

RAJA JIN
Lihatlah bulan di atas sahara dan bintang bertebar bagai pijar bara. Lihatlah daunan kurma melambai tanpa suara. Dan wahai jernih airnya tenang tak bertara. Itulah semua lambang aku punya gairah asmara. Kuadukan kini dendam nafsuku tanpa pura-pura. Dihadapanmu he Putri Cina bak Si Gahara.

PUTRI CINA
Tolong. Maling.

RAJA JIN
Akulah Gatotokoco gandrung.

PUTRI CINA
Maling.

RAJA JIN
Akulah Romeo.

PUTRI CINA
Maling.

RAJA JIN
Akulah Pronocitro.

PUTRI CINA
Maling.

RAJA JIN
Akulah Qais yang dahaga di atas sahara.

PUTRI CINA
Tolong.

PANGERAN
Tenang, tuan-tuan. Tenang ! Jangan tajut. Jangan cemas. Tuan-tuan Pangeran Rupawan telah berada dihadapan tuan-tuan. Inilah lakon secara bahagia akan diselesaikan dengan pertarungan seru dan penuh ketegangan. Antara Raja Jin Bagdad dan aku Sang Pangeran Tampan. Tenang tuan-tuan. Putri Cina Ayu akan kuselamatkan. He hidung belang. Jangan ganggu wanita itu.

RAJA JIN
Ha, ini pula ikut campur nafsu orang. Minggir.

PANGERAN
Minggir.

RAJA JIN
Minggir atau kulempar ke laut Hindia. Atau kau ingin lumat karena kuludahi ? Haha.

PANGERAN
Ha ha ha.

RAJA JIN
Apa ketawa ? Moncong sekecil itu. Minggir.

PANGERAN
Tidak kau lihat apa yang terselip pada pinggangku ? Sudah rabun matamu ?

RAJA JIN
Bah ! Kupanggang kau ! Kusate kau ! Kurebus kau ! Kutumbuk kau !

PANGERAN
Tidak kau lihat apa yang terselip pada pinggangku ? Sudah rabun matamu ?

RAJA JIN
Bah ! Gua gampar lu ! Gua palu lu !

PANGERAN
Tidak kau lihat apa yang terselip pada pinggangku ? Sudah rabun matamu ?

RAJA JIN
Oh, oh, oh Cermin Tipu Daya. Cair aku. Cair aku oleh sinarnya. Tolong. Tolooong.

PUTRI CINA
Terima kasih, Tuan, terima kasih. Pertolongan tuan menyelamatkan diriku sebagai perawan. Terima kasih tua, oh saya masih tetap bersih. Tuan, maukah tuan, e e, saya ingin jadi istri tuan.

PANGERAN
Tentu. Tentu. Memang begitulah akhir lakon harus berlaku.

DUET
Senantiasa bahagia berkat Cermin Tipu Daya. Sekali lagi jangan lupa berkat Cermin Tipu daya.


ABU BERSUIT KEMUDIAN BERTEPUK TANGAN DENGAN GEMBIRA

Delapan

EMAK
Semangatmu kembali pulih.

ABU
Aku telah lahir kembali.

EMAK
Kau bahkan montok.

ABU
Aku kembali jadi bayi.

EMAK
Segar.

ABU
serasa pagi hari. Matahari. Angin pagi. Sisa embun. Udara yang bersih.

EMAK
Wajahmu merah karena darah yang padat gairah.

ABU
Aku sedikit pun tak goyah oleh pukulan-pukulan waktu.

EMAK
Kau tahu berkat apa ?

ABU
Berkat Emak.

EMAK
Tidak begitu. Kau harus menyebutnya berkat harapan.

DUET
Ya berkat harapan. Sekali lagi berkat harapan. Hanya harapan. Peganglah selalu harapan. Obat mujarab bagi seluruh anggota keluarga. Sekali lagi jangan lupa : Harapan.

Sembilan

MAJIKAN
Abu ! Abu !

ABU (Diam)

MAJIKAN
Anjing !

ABU (Merangkak)
Ya, Tuan.

MAJIKAN
Anjing !

ABU
Ya, Tuan.

MAJIKAN
Anjing !

ABU
Ya, Tuan.

MAJIKAN
Anjing !

ABU
Ya, Tuan. (Merangkak)

MAJIKAN
Ini pesangonmu ! Keluar ! Hancur perusahaan !


Sepuluh

IYEM MENANGIS MENUBRUK ABU

IYEM
Beras kita habis. Mamat dikeluarkan dari sekolahnya. Si Siti ternyata bunting. Lotre kita tidak kena lagi.


Sebelas

YANG KELAM
Satu-satunya kesalahannya adalah kelahirannya dan ia bernama manusia. Sekiranya Adam yang satu ini tidak memiliki apa yang di sebut impian, niscaya ia dapat merasa aman. Ia tak akan tahu apa-apa, tak akan pernah mengalami apa-apa, bahkan apa yang disebut mati. Tetapi semuanya seperti tinta yang terlanjur tumpah, dan lagi buah Kuldi itu pun Ia sajikan di hadapannya.




LAYAR















BAGIAN KETIGA

MATAHARI MELESAT, BULAN BERPUSING-PUSING

Satu

GEMURUH MESIN. SEBUAH KANTOR. PEKERJA-PEKERJA

MAJIKAN II
Jadi kau adalah ..-

ABU
Ya, Tuan.

MAJIKAN II
Kau jangan lupa. Kau adalah ..-

ABU
Saya, Tuan.

MAJIKAN II
Apa pun yang terjadi kau adalah ..-

ABU
Saya, Tuan.

MAJIKAN II
Siapa namamu ?

ABU
Abu, Tuan.

MAJIKAN II
Bukan. Kau adalah ..-

ABU
Saya, Tuan.

MAJIKAN II
Hafalkan itu.

ABU
Saya, Tuan.

MAJIKAN II
Bagaimana ?

ABU
..-

MAJIKAN
Bagus. Berapa jumlahnya ?

ABU
Dua pendek satu panjang.

MAJIKAN II
Bagus. Berapa ?

ABU
Dua pendek satu panjang.

MAJIKAN II
Bagus. Siapa namamu sebenarnya ?

ABU
..-

MAJIKAN II
Siapa ?

ABU
Dua pendek satu panjang.

MAJIKAN
Bagus (Menekan Bel ) Nama siapa ini ?

ABU
Bukan nama saya.

MAJIKAN II (Menekan Bel)
Ini siapa ?

ABU
Orang lain.

MAJIKAN II (Menekan Bel)
Ini ?

ABU (Ketawa)

MAJIKAN II
Siapa ?

ABU
Saya, Tuan.

MAJIKAN II
Kenapa ketawa ?

ABU
Gampang.

MAJIKAN II (Menekan Bel)

ABU
Saya, Tuan

MAJIKAN II (Menekan Bel)

ABU
Bukan saya, Tuan.

MAJIKAN II
Siapa ?

ABU
Tak peduli saya.

MAJIKAN II
Kau memang sekrup yang baik. (Ngebel)

ABU
Saya, Tuan.

MAJIKAN II (Menekan Bel)

ABU
Saya, Tuan.

MAJIKAN II (Menekan Bel)

ABU
Saya, Tuan.

MAJIKAN II
Cukup. Besok kau mulai bekerja.

ABU
Saya, Tuan.

Dua

ABU KETAWA. KELOMPOK KAKEK LEWAT. YANG KELAM LEWAT. ABU MEMANGGIL BEL.

BEL
Bagaimana ? Senang ?

ABU
Luar biasa. Banyak kau bantu saya.

BEL
Titik titik setrip

ABU
Ada apa ?

BEL
Tidak apa-apa. Saya hanya ingin memanggil namamu.

ABU
Senang saya.

BEL
Tet tet teeeeet.

ABU
Sangat merdu suaramu.

BEL
Tet tet teeeeet.

ABU
Saya yakin saya akan tetap gesit bekerja sampai umur saya 60 tahun. Selama kau tetap ada maksud saya.

BEL
Tentu. Saya akan tetap setia membantumu.

ABU
Sejak sekarang saya akan bergantung kepadamu.

BEL
Tentu.

ABU
Suaramu jelas lebih lantang daripada jerit Pak Direktur.

BEL
O ya.

ABU
Dulu waktu saya masih bekerja di percetakan betul-betul sial saya. Hampir setiap jam saya kena marah.

BEL
Kenapa begitu ?

ABU
Tuan saya dulu mempunyai mulut yang lebar tapi suaranya seperti cicit tikus. Setiap dia memanggil saya selalu seperti tersumbat lehernya. Tentunya saja saya sangat kerap tidak mendengar panggilannya dan akibatnya dia marah-marah. Padahal kalau dia tahu diri, satu-satunya yang patut dimarahi adalah lehernya.

BEL
Lucu juga.

ABU
Tapi menyakitkan. Bel.

BEL
Hm ?

ABU
Saya senang sama kamu.

BEL
Saya harap begitu.

ABU
Kehadiranmu sungguh-sungguh membantu pekerjaan saya. Kau telah membuat saya menjadi seorang yang gesit. Bel.

BEL
Hm ?

ABU
Saya senang sama kamu.

BEL
Tet tet teeeeet.

ABU
Ada apa ?

BEL
Saya senang sama kamu.


Tiga

KELOMPOK KAKEK LEWAT. YANG KELAM LEWAT. GEMURUH MESIN ROBOT ABU. BUNYI BEL.

ABU
Saya, Tuan.

BUNYI BEL

ABU
Saya, Tuan.

BUNYI BEL

ABU
Saya, Tuan.

BUNYI BEL DAN ABU MENARI

Empat

IYEM
Kita bunuh saja (Abu Meludah) Kita bunuh saja (Abu Meludah) Kita bunuh saja.

ABU
Siapa ?

IYEM
Entah (Iyem Meludah)

ABU
Saya ? (Iyem Meludah) Kau. Kita bunuh saja.

IYEM
Orok kita saja.

ABU
Kita harus tahan. Setidaknya satu hari lagi anggap saja puasa.

IYEM
Ini hari kelima. Lapar. Lapar. Lapar. Lapar.

ABU
Jangan hitung.

IYEM
Kita bunuh saja.

ABU
Kelinci yang malang.

IYEM
Kita bunuh saja.

ABU
Matanya.

IYEM
Jangan tatap. Kita bunuh saja. Kita bunuh saja.

ABU
Orok itu akan mati juga.

IYEM
Tapi secara perlahan.

ABU
Anakku yang malang, semoga kau yang terakhir.

IYEM
Tapi dia lahir juga.

ABU
Benih kita menetas.

IYEM
Tapi susuku kering.

ABU
Sekarang perlahan.

IYEM
Jangan bantal itu.

ABU
Kapuknya berceceran.

IYEM
Dengan telapak tangan kita.

ABU
Jangan tekan.

IYEM
Aku usap.

ABU
Aku saja.

IYEM
Aku akan mencium mulutnya.

ABU
Kita hisap nafasnya.

IYEM
Hangatnya.

ABU
Tutup matanya.

IYEM
Perlahan.

ABU
Capung itu menggelepar.

IYEM
Patah sayap-sayapnya.

ABU
Perlahan.

IYEM
Tak henti-henti.

ABU
Kita hisap nafasnya.

IYEM
Hangatnya.

DUET
Kita rampok nafasnya. Kira rampok udaranya. Kita rampok waktunya. Kita rampok hari-harinya. Kita rampok harapannya.

ABU
Kau jangan menangis.

IYEM
Hangatnya.

ABU
Orok itu pun tidak menangis.

IYEM
Kita harus berterimakasih kepadanya.

ABU
Maka anak itu tidak akan pernah kecapean.

IYEM
Kau jangan menangis. (Menangis Sangat)

ABU
Kau jangan menangis. (Menangis Sangat)

DUET
Beratus-ratus orok kita rampok nafasnya. Yang tinggal sesal dan kesunyian.

Lima

GEMURUH MESIN. ROBOT-ROBOT (ABU-ABU), BEL-BEL BUNYI BEL

KOOR ( Robot-Robot ).
Saya, Tuan. (Bunyi Bel) .
Saya, Tuan. (Bunyi Bel) .
Saya, Tuan. (Bunyi Bel) .
Saya, Tuan. (Bunyi Bel) .
Saya, Tuan. (Bunyi Bel) .
Saya, Tuan.

BUNYI KENTUT

KOOR
Saya, Tuan.

BUNYI BEL

KOOR
Inggih . (Bunyi Bel)
Inggih. (Bunyi Bel)
Inggih. (Bunyi Kentut)
Inggih. (Kentut)
Inggih. (Bel)

KOOR
(Capek) Inggih. (Bel)
(Sangat Capek) Inggih.
(Bunyi Bel) (Sakit) Inggih (Bel)
(Sangat Sakit) Inggih (Bel)
(Sangat Sakit) Inggih ( Bel)
(Sangat Sakit) Inggih (Bel)
(Tak Bertenaga) Inggih.


TEROR BERJUTA BEL. ROBOT-ROBOT DITEROR. BEL. RPBPT. REBAH. BEL. ROBOT DUDUK. BEL. ROBOT BERDIRI DST..


Enam

BULAN
Ya Abu, hanya sahwatlah hiburan sejati.

KEDUANYA BERPANDANGAN. KEDUANYA NAIK SAHWAT.

ABU
Iyem.

IYEM
Abu.

ABU
Iyem.

IYEM
Abu.

SUARA NAFAS BERDESA. SUARA DUA EKOR ANJING. SERIBU MENGELILINGI MEREKA.

SERIBU BULAN
Menyatu dalam nafas rembulan. Mengisap nafas harum rembulan. Goyang-goyangkan buah rembulan. (Keduanya Merangkak Mundur) Goyang-goyangkan buah rembulan. Pejam-pejamkan mata rembulan. Cecer-cecerkan peluh rembulan.

BULAN
Awan sepotong dalam kelabu. Membalut tubuh Adam dan Hawa. Tandas-tandaskan sampai pun tua. Sebelum musnah dirampok waktu.

SERIBU BULAN
Goyang-goyangkan buah rembulan. Pejam-pejamkan mata rembulan. Cecer-cecerkan peluh rembulan.

SUARA NAFAS BERDESA. SUARA DUA EKOR ANJING.

Tujuh

YANG KELAM DENGAN PASUKANNYA DATANG. KAMAR BEDAH.

YANG KELAM
Salibkan ! (abu disalib) Salibkan (iyem pun )

ABU
Akan di apakan saya ?

IYEM
Akan di apakan saya ?

YANG KELAM
Kalian selalu terlambat mengetahui. Ini adalah tahun 1974 dan bukan tahun 1919. Ini adalah saat kalian mengalami keajaiban dunia. Kalian akan menyaksikan karya besar dari Seniman besar (pada pasukannya) Yang perempuan dulu. Kurangi rambutnya. (iyem dicabuti rambutnya. Iyem berontak)

ABU
Kau apakan istri saya ? Kau gila !

IYEM
Luar biasa sakitnya. Kau jangan diam saja. Sakitnya.

YANG KELAM
Berhenti dulu. ( Pada iyem) Apa yang kau rasakan ?

IYEM
Saya merasa sedang dijerumuskan ke dalam sebuah jurang. Sangat gelap. Sangat dalam. Sedemikian mengawang tubuh saya meluncur. Serasa tubuh saya terbuat dari bulu jambu

YANG KELAM
Apalagi ?

IYEM
Matahari melesat. Bulan berpusing-pusing.

YANG KELAM
Kerjakan keduanya. Mulai mulai dari tulang-tulang sendinya (abu dan iyem dipukuli. Mereka berontak) garap rambutnya. Kurang. Sekarang dahinya. Lengkap wajahnya. Gorok sedikit lehernya. Jangan lupa giginya ! Sekarang matanya

Delapan

IYEM
Kita terlalu amat lelah.

ABU
Bukan main. Langit seolah menekan pundak.

IYEM
Tiga orang mayat anak kita.

ABU
Seorang lagi mayat cucu kita.

IYEM
Kita terlalu amat lelah.

ABU
Bukan main, siapa pula menusuk-nusuk ini lutut, pinggang seperti digerogoti semut. Jam berapa sekarang ? (serentak lonceng, bel berbunyi. Mereka berpacu dengan sang waktu). Kalau begitu kita harus bergegas. Segera.

IYEM
Ke mana ?

ABU
Ikut saja. Pasti gembira.

IYEM
Jauhnya. Kemana ?

ABU
Ikut saja.

IYEM
Saya ingin tahu kemana ?

ABU
Ke ujung dunia.

IYEM
Buat apa ?

ABU
Menjumpai Nabi Sulaiman.

IYEM
Apa perlunya ?

ABU
Membeli sesuatu.

IYEM
Apa ?

ABU
Cermin Tipu Daya.

IYEM
Apa itu ?

ABU
Penangkis segala bala. Pembalas dendam.

IYEM
Kepada siapa ?

ABU
Entah. Setidak-tidaknya pada Sang Waktu.


Sembilan

YANG KELAM
Tangkap. Bawa ke kantor.

MAJIKAN
..-

ABU
Saya, Tuan.

MAJIKAN
Bersama ini kami semua menyatakan penghargaan atas jasa anda yang telah dengan setia bekerja disisni. Bersama ini kami menyatakan rasa terima kasih kami atas bantuan anda selama bekerja disini. Bersama ini kami menyatakan bahwa anda telah mendapat hak pensiun.

Sepuluh

EMAK
Bulan.

BULAN
Iya Mak.

EMAK
Yang Kelam.

YANG KELAM
Saya, Mak.

EMAK
Pekerjaan kita hampir selesai.

YANG KELAM
Sepuluh putaran lagi, Mak.




LAYAR











BAGIAN KEEMPAT

ABU DAN IYEM KEHUJANAN

Satu

ABU
Derasnya air hujan.

IYEM
Anginnya, anginnya.

ABU
Derasnya hujan.

IYEM
Anginnya, anginnya.

ABU
Sebagian bernama rahmat.

IYEM
Sebagian lagi sudah laknat.

ABU
Semua pintu tertutup.

IYEM
Mata itu melotot memenuhi jendela.

ABU
Tapi kita harus terus melangkah.

IYEM
Kemana ?

ABU
Ke ujung dunia.

IYEM
Masih jauh ?

ABU
Masih ada waktu.

IYEM
Sampai dimana kita ?

ABU
Sampai di sini.

IYEM
Letihnya. Letihnya.

ABU
Tapi kita tak bisa pulang.

IYEM
Kamu yang salah

ABU
Yang punya rumah yang salah.

IYEM
Tidak. Surat perjanjian sewa rumah yang salah.

ABU
Kita tak akan pernah pulang.

IYEM
Anak-anak pun sudah lenyap entah kemana.

ABU
Sebagian di kubur, sebagian kabur.

IYEM
Kita berteduh.

ABU
Di mana ?

IYEM
Tak penting di mana.

ABU
Seluruh teras toko sudah penuh dengan gelandangan, bekas tetangga kita juga.

IYEM
Itu ada teras restoran cina.

ABU
Lumayan.

IYEM
Babi haram.

ABU
Dulu.

IYEM
Sekarang ?

ABU
Halal. Pohon kita makan.

IYEM
Tanah kita makan.

ABU
Besi kita makan.

IYEM
Kehormatan kita makan.

ABU
Kata kita makan.

IYEM
Kalau babi pun musnah kita makan lengan sendiri, ya ?

ABU
Setuju.

IYEM
Jari-jari sendiri kita sate.

ABU
Kuping sendiri kita goreng.

IYEM
Jempol kita rebus.

ABU
Setuju.

IYEM
Setuju.

ABU
Kenapa senyum ?

IYEM
Nggak. Kenapa ketawa ?

ABU
Lucu.

IYEM
Kenapa ?

ABU
Dulu kamu tidak percaya Cermin Tipu Daya.

IYEM
Dulu tidak ada waktu. Anak-anak selalu bengal. Sekarang aku sudah tua. Sudah waktunya mencoba percaya.

ABU
Tu dia.

IYEM
Apa ?

ABU
Pelabuhan. Aku tidak mau ke sana. Aku tidak mau ke sana. Aku cape, aku cape. Lalu bagaimana.

IYEM
Mari kita bunuh diri saja.

ABU
Aku tidak berani.

IYEM
Kalau begitu kita disini saja menadahkan tangan, mengemis meminta-minta.

ABU
Tidak. Kita harus melangkah terus. Harus semakin yakin kita. Kita akan mendapatkannya, tak peduli apa. Kita lebih dulu harus sampai di ujung dunia.

IYEM
Aku cape, aku cape.

ABU
Surya di atas kepala.

IYEM
Sengatnya, sengatnya.

ABU
Pelu langit betapa asemnya.

IYEM
Ke mana kita ?

ABU
Tanya lagi. Ke toko Nabi Sulaiman.

IYEM
Lebih baik kita hentikan saja permainan ini. Ini permainan anak-anak muda. Tubuh kita terlalu lembek dan tak akan bisa tahan terhadap sengatan sang surya. Kita berhenti di sini saja. Kita mengemis saja. Kita akan dapat makan juga.

YANG KELAM MUNCUL LALU MENEMPELENG IYEM. BEBERAPA GELANDANGAN MENGELILINGI MEREKA. ABU DAN IYEM DIGARI MEREKA DISERET. SUNYI. YANG KELAM MEMBACA PIAGAM TANPA SUARA. ORKES TANPA SUARA. TEPUK TANGAN TANPA SUARA.



LAYAR






































BAGIAN KELIMA

(Pintu)

Satu

GELANDANGAN UMUMNYA CACAT BADAN. SEMUA MENYUARAKAN NAFAS MEREKA. MEREKA LAPAR. SANGAT LAPAR. MEREKA HAUS. SANGAT HAUS. SANGAT CAPE.

A
Mari kita mengheningkan cipta bagi arwah-arwah pahlawan kita yang telah gugur di medan juang. Mengheningkan cipta mulai. (Musik) Mengheningkan cipta selesai. Terima kasih.

MEREKA MENYUARAKAN NAFAS. LAPAR. HAUS. CAPE SEKALI.

B
Mari kita bertempur.

SEMUA
Mari.

B
Kita bertempur mati-matian.

SEMUA
Setuju.

B
Kita musnahkan musush kita.

SEMUA
Setuju.

B
Kita gigit tengkuknya.

SEMUA
Setuju.

B
Majuuuuu !

SEMUA
Majuuuuu !

B
Gempuuuuur !

SEMUA
Gempuuuuur !

B
Serbuuuuu !

SEMUA
Sipa musuh kita ?

B
Siapa, ya ? (semua ketawa) Mana kambingnya ?

SEMUA
Yang hitam warnanya ?

B
Siapa ?

SEMUA
Malam turun.

B
Kita pun berlindung.

SEMUA
Siang tiba.

B
Terserak kita.

Dua

YANG KELAM KONTROL. GELANDANGAN MENJERIT. YANG KELAM HILANG. SEMUA MENYANYI BERULANG-ULANG

SEMUA
Tawur ji tawur. Selamat dawa umur.

Tiga

G
Horee ! Horee ! (Nyanyi Henti) Saya pura-pura nemu dompet.

SEMUA
Pura-pura nemu dompet.

G
Tebal sekali.

SEMUA
Apa isinya ?

..
Kartu penduduk.

SEMUA
Siapa punya ?

..
Tidak bernama. E, ada tulisannya. Alias Subroto.

SEMUA
Apa lagi isinya ?

..
Banyak. Surat-surat. Surat-surat.

SEMUA( Marah)
Apa lagi isinya ?

..
O iya. Uang.

SEMUA
Begitu dong. Berapa ?

..
Seperak.

SEMUA(Marah)
Berapa ?

..
O iya, sejuta.

SEMUA
Begitu, dong.

..
Tapi saya punya.

SEMUA (marah)
Apa ?

..
Saya punya.

SEMUA (marah)
Bilang lagi !

..
Bukan kalian punya.

SEMUA
Apa ? Perampok !

Empat

ABU
Iyem. Iyem (kelompok kakek lewat dengan koor. iyem ikut dibelakangnya) Sendiri. Persetan ! Itu pasti pintu gua itu.


Lima

GELANDANGAN MUNCUL. MEREKA BARU SAJA MAKAN DAGING ENTAH. MEREKA MEROKOK PENUH ASAP.

..
Serang !

SEMUA
Maju !

..
Gempur !

..
Jangan beri ampun !

..
Siapa musush kita ?

SEMUA
Brengsek ! (tertawa)

Enam

ABU
Siapa kamu ? (H Menggelengkan Kepala) Bisu ? (H Menggelengkan Kepala) Lalu siapa kamu ? (H Menggelengkan Kepala) Siapa kamu ?

SEMUA
Abu.

ABU
Sedang apa kalian ?

SEMUA
Mencari kambing hitam.

ABU
Persetan buat apa ? Setelah kalian temukan pangkal kemelaratan kalian, lalu kalian cincang-cincang, setelah puas kalian muntahkan, dendam purba itu, apa yang kalian dapatkan ? Bahkan kalian habiskan tenaga sia-sia. Persoalannya sangat menyakitkan sekali ; kenapa kalian terlempar kesini ? Barangkali sunyi yang mendorong Ia menciptakan kita.

SEMUA
Kenapa ?

ABU
Kita dikutuk !

SEMUA
Kenapa ?

ABU
Sunyi biang keladinya.

SEMUA
Kenapa ?

ABU
Tak ada waktu untuk Kenapa. Lebih baik kalian ikut saja. Kita pergi menuju kaki langit.

SEMUA
Kemana ?

ABU
Ke ujung dunia.

SEMUA
Ke mana ?

ABU
Ke toko Nabi Sulaiman.

SEMUA
Buat apa ?

ABU
Untuk membebaskan kita dari kutuk ini.

SEMUA
Bahagia.

ABU
Ya itu nama khasiatnya.

SEMUA
Setuju.

ABU
Kita berangkat sekarang. Kita seberangi samudera itu. Sudah kulihat pintu gua itu.

SEMUA
Kami setuju.

ABU
Kita masuki gua itu. Kita pungut pusaka itu.

SEMUA
Ya.

ABU
Kita berangkat.

SEMUA
Kita berangkat.

ABU
Pintu gua.

SEMUA
Ya.

ABU
Ada pintu yang lain.

SEMUA
Ya.

ABU
Kita masuki.

SEMUA
Ya.

ABU
Ada pintu yang lain.

SEMUA
Ya.

ABU
Kita masuki.

SEMUA
Ya.

ABU
Ada pintu yang lain.

SEMUA
Ya.

ABU
Kita masuki.

SEMUA
Ya.

ABU
Ada pintu yang lain.

SEMUA
Ya.

ABU
Kita masuki.

SEMUA
Ya. (SUNYI)

ABU
Itu dia.

SEMUA
Pintu.

ABU
Itu dia.

SEMUA
Pintu.

ABU
Itu dia.

SEMUA
Pintu.

ABU
Itu dia.

SEMUA
Pintu.

ABU
Itu dia.

SEMUA
Pintu.

ABU
Itu dia.

SEMUA
Semuanya pintu.

ABU
Semuanya cahaya.

SEMUA
Semuanya pintu.

ABU
Cermin Tipu Daya.

SEMUA
Pintu. Pintu. Pintu.

ABU
Cahaya.

SEMUA
Pintu.

ABU
Mak !

SEMUA
Mak !

ABU
Mak !

SEMUA
Mak !

ABU
Emak datang ! Emak datang !

SEMUA
Emak datang ! Emak datang !

Tujuh

BERSAMA ABU MEREKA GEMBIRA.SEMUANYA BERPESTA. EMAK, YANG KELAM, DAN BULAN MUNCUL. ABU MENGUCAPKAN PIDATO. SEBELUMNYA IA MENDAPATKAN MAHKOTA DARI EMAK.

Yang Kelam (setelah menyerahkan cermin tipu daya)
Ini adalah tahun 1980, dan bukan tahun 1919 sudah waktunya kau mati.

SEMUA BERTEPUK TANGAN. MUNCUL BEL DENGAN GOLOKNYA. EMAK MENMBAKKAN PISTOLNYA KE ARAH ABU DAN MENYERETNYA. HIRUK RIUH SEMUANYA BERTEPUK TANGAN MENGIKUTI ABU YANG DISERET.

Delapan

HAMPIR BERSAMAAN KELOMPOK KAKEK DAN JENAZAH ABU LEWAT. IYEM DI BELAKANG. SEMUANYA LARUT DALAM KOOR. CAHAYA MENYUSUT. SANDIWARA BERAKHIR DENGAN AWAL ADEGAN PERTAMA.




TAMAT

Sunday 14 November 2010

KOOR Kidung Orang-orang Rakus

Lakon

KOOR Kidung Orang-orang Rakus

Oleh Teater Lembaga




ADEGAN 1

Musik.Orang-orang berperut buncit bermunculan dalam aktivitas mereka, tenggelam dalam irama dan nyanyian gembira. hingga satu moment, gerakan mereka membeku. kurop, menyibak keramaian, bicara pada penonton.

KUROP
Koor? Kedengerannya aneh gak, sih? Tapi di sini, di negeri kami yang bernama Negri Durjanasia ini, anda boleh bilang kalo setiap kami semua adalah penganut koor yang taat. Karena koor adalah nilai luhur warisan para leluhur. Anda bisa buktikan semua itu dengan melihat bagaimana cara kami memelihara dan membuncitkan perut-perut kami. Karena perut buncit adalah lambang kegagahan kami, kewibawaan, kesuksesan, kesejahteraan dan kesempurnaan hidup kami. Jadi sudah sewajarnya kalo kami mengarahkan semua tindakan-tindakan kami- tanpa terkecuali, demi perut-perut buncit kami ini. Lantas, anda semua mungkin akan bertanya... bagaimana cara kami melestarikan koor yang luhur itu secara turun-temurun? Ahaa...inilah negeri kami, rumah kami...kami akan terus ada dan berkembang dalam...tradisi!

orang-orang yang tadi membeku dalam aktivitas mereka, tiba-tiba mencair kembali, menyanyi dan menari, riang.

ORANG-ORANG (Nyanyi)
Tradisi!...Koor!...Tradisi!...Koor!...Tradisi!... Koor! Lestarikanlah tradisi!...Koor!...

Purok masuk, sosoknya nampak paling kurus, penampilannya ganjil dibandingkan yang lain. purok celingukan, seperti orang linglung.

ORANG 1 (Nyanyi)
Dengan tradisi koor...kita tau kapan kita mesti tidur...

ORANG 2 (Nyanyi)
...kita tau kapan mesti bangun...

ORANG-ORANG (Nyanyi)
Tradisi!...Koor!...Tradisi!..Koor!...Makmur....!

ORANG-ORANG (Nyanyi)
Jangan jadi orang jujur...hidupnya nanti malah mundur!

ORANG-ORANG (Nyanyi)
Tau sama tau...itu jurus yang paling manjur!

PEREMPUAN 1 (Nyanyi)
Mau belanja di pasar, jangan cuma bawa uang...ajak saudara atau teman, biar bisa bersekongkolan...

PEJABAT 1 (Nyanyi)
Kedudukan tinggi, jadi mentri, atau polisi...cukup pake koneksi.

ANAK-ANAK KECIL (Nyanyi)
Umur tiga tahun kami mulai belajar curang...umur lima tahun belajar tipu-tipuan...

ANAK-ANAK REMAJA (Nyanyi)
Umur lima belas mulai praktek lapangan...curi-curi waktu...cari-cari kesempatan. Jilat sana-jilat sini...rebut kedudukan orang!

ORANG-ORANG (Nyanyi)
Itulah nilai luhur warisan para leluhur...

sekelompok orang-orang sedang melakukan transaksi di pasar dengan saling mencurangi. kurop hadir di antara mereka.

KUROP (Pada penonton)
Beginilah cara kami hidup dalam adab kesantunan yang terpelihara dengan baik. Dari generasi ke generasi. Saling menjegal satu sama lain, sikut sana-sikut sini, saling curang-mencurangi- dengan arif. Dan dengan begitu kebersamaan kami terus tumbuh, tercipta oleh satu kebutuhan yang sama...yaitu; kebutuhan membuncitkan perut pribadi!

Black Out


Gelap. Hanya sebulat cahaya menerangi wajah purok. purok tercekam sendirian. suara-suara berita tentang purok, sang koruptor terdengar dari berbagai siaran membuat suara dari berita itu menjadi saling bertumpuk. lampu follow masih menyorot wajah purok yang duduk di sebuah kursi dengan wajah yang pucat dan bibir yang bergetar. tiba-tiba terdengar suara ketukan palu menghentikan suara berita-berita tentang koruptor itu.

SUARA HAKIM
Terdakwa PUROK terbukti melakukan penggelapan uang sehingga negara mengalami kerugian sebesar 15 trilyun. Dan terdakwa Purok berhak atas hukuman 10 tahun penjara!

Lampu tiba-tiba terang semua. suasana pasar di negeri durjanasia, riuh oleh semua penduduk negeri yang semuanya berperut buncit.
purok masih duduk di kursinya memandangi sekeliling dengan rasa heran melihat berbagai kecurangan yang ada di pasar itu. seorang penjual mengusir purok dari bangkunya.

PENJUAL
Minggir! Kursi ini buat langganan saya. Enak aja maen dudukin!

PUROK
Maaf, maaf...

Seorang penjual beras sedang menempelkan besi pada timbangannya supaya jadi berat sebelah.

PENJUAL BERAS
Bagus. ( pada pembeli) Ayo, beras murah, beras murah....

seorang pemuda sudah selesai membeli sehelai kain selendang.

PENJUAL SELENDANG (Menamparkan uang ke selendang)
Laris manis, laris manis...

Si pemuda langsung mendekati pacarnya, memberikan kain itu dengan sikapnya yang romantis. si gadis tersenyum senang dan kaget melihat lipatan kain itu bolong. si gadis langsung menampar si pemuda dan langsung pergi. si pemuda memandang si penjual kain. si penjual kain nampak puas.

PENJUAL KAIN
Selendang sutra, selendang sutra...

Kecurangan terjadi di mana-mana. purok selalu merespon dan mencoba mencegah para pembeli untuk tidak belanja di situ. kurop, seorang petugas polisi, memperhatikan tingkahnya. Purok semakin kebingungan menghadapi keadaan negri yang menurutnya kacau balau. Kurop, terus mengamati tingkah purok yang semakin aneh.

KUROP
Hei, kamu! Sini!

Purok celingukan, bingung.

KUROP
Kamu! Iya! Kamu, sini!

PUROK
Saya pak?

KUROP
Iya, kamu! Kamu pikir saya ngomong sama malaikat?... Sini!

Purok tegang dan dengan terpaksa menghampiri Kurop.

KUROP
Kenapa badan kamu kurus?

PUROK
Hah? Ooo...(Menganehi keadaan sekeliling)

KUROP (Mengacungkan pentungan)
Kenapa badan kamu kurus?

PUROK (Takut)
Ii...iya, pak...Ee...eee…emang udah dari sononya, Pak…

KUROP
Kamu pasti bukan orang sini!

PUROK (Gugup)
Mmmm…ii...iya, pak.

KUROP
Darimana asal kamu?

PUROK
Endonesa.


KUROP
Oo…Endonesa. Tau, tau, tau. Pantes. Keliatan. Jelas!

PUROK
Apanya, pak?

KUROP
Gampang terhasut, bisanya cuma ngeluh, suka besar-besarin masalah, susah dimengerti!…Tapi saya kagum sama kamu dalam satu hal.

PUROK
Apa itu?

KUROP
Mimpinya selangit!

PUROK
Ah…bapak bercanda.

KUROP
Serius saya.

PUROK
Seberapa serius bapak menangani masalah?

KUROP
Tergantung. Masalah apa dulu?

PUROK
Kenapa kejahatan didiamkan? Pedagang curang itu juga. Itu kan masalah.

KUROP
Masalah? Curang? Kenapa memangnya? Bagus, kan?

PUROK
Hah! Aneh!

KUROP
Kamu yang aneh!

PUROK
Lho, kok saya?

KUROP
Ya, kamu. Kejahatan, kecurangan, ngakal-ngakalin orang, semua itu termasuk masalah yang baik. Justru kalau kamu tidak melakukan semua itu, kamu bisa ditangkap! Mau kamu ditangkap?

PUROK
Saya ditangkap justru karena saya gak ngelakuin kecurangan? Ah, bapak bercanda! Bapak mau mempermainkan saya, ya? Bapak pikir saya idiot?

KUROP
Kamu pikir kamu ada di mana? Endonesa? Ini negri Durjanasia.

PUROK
Durjanasia? (Pada diri sendiri) Durjanasia? Di mana ada Durjanasia, ya?

KUROP
Ah, payah!…Masak sama tetangga negara sendiri aja gak tau. Keterlaluan! Bisa mati konyol kamu di sini! Udah, sana pulang!…Pulang sana…pulang!...Pulang ke Endonesa!

PUROK
Tapi pak…

KUROP
Pulang! Daripada mati konyol?

PUROK
Mati konyol karena apa?

KUROP
Karena kamu kurus, Endonesa!

PUROK
Ah!...Memang saya kurus...saya akuin...tapi saya sehat walafiat, pak. Saya bisa jamin, saya bisa hidup di sini sampai 7 turunan- kalau saya mau!

KUROP
Kamu? 7 turunan? Gak mungkin!

PUROK
Saya punya uang di mana-mana.

KUROP
Di mana?

PUROK
Swises.

KUROP (Meremehkan)
Kamu yang bercanda sama saya. Mau mempermainkan saya? Saya ini penegak hukum di sini. Saya bisa penjarakan kamu kapan saja saya mau! Termasuk kebohongan kamu tadi.

PUROK
Kebohongan yang mana?

KUROP
Yang 7 turunan tadi! Dengan begitu kamu udah menghina Durjanasia! Kamu tidak tau kan Durjanasia? Tau gak sih Durjanasia itu apa? Wah, wah, wah...ayo, ikut!…Ikut!…Ikut!

PUROK
Kemana pak?

KUROP
Menjarain kamu!

PUROK (Shock)
Iii...iya, pak…kan itu…tadi kan yang...yang saya ucapkan tadi itu kan cuman pengandaian aja, pak…hanya perumpamaan. Seandainya, seumpama, misalkan- ya, maunya saya sih, gitu. Tapi…itu kan cuma istilah, pak. Tapi sumpah, pak…saya hanya gak ingin diusir dari negara bapak yang santun ini.

KUROP (Tersinggung)
Apa kamu bilang? Santun?

PUROK
Santun, pak.

KUROP
Sekali lagi kamu berani bilang begitu, saya pentung kepala kamu!

PUROK
Tapi santun kan pujian, pak. Bapak gak suka dipuji?

KUROP
Itu hinaan paling keji dan biadab!

PUROK
Lho, tapi itu...

KUROP
Udah, udah...cukup! Saya udah kehabisan akal buat ladenin kamu! Ayo, ikut! Orang kayak kamu emang pantesnya dikerangkeng supaya gak nyusahin orang!


PUROK
Waduh, pak…tapi...apa itu salah?

KUROP
Salah! Fatal! Kamu udah mencoreng dan mempermalukan wibawa bangsa saya! Dan hukumannya adalah penjara seumur hidup!

PUROK
Saya gak terima ini! Bapak sudah mempermainkan saya, mengintimidasi saya, memperlakukan saya seolah saya telah melakukan tindak kriminal! Saya juga bisa mengadukan bapak karena sudah berusaha mencemarkan nama baik saya!

KUROP (Terbahak)
Haha...dasar Endonesa! Endonesa…Endonesa… (Langsung paksa) Ayo, ayo!...Ayo, ikut saya! Daripada kamu ngoceh terus gak karuan kayak gitu! Karena semakin banyak yang kamu ocehin semakin banyak juga kesalahan yang bisa memberatkan hukuman kamu!

PUROK
Waduh, pak...tapi, pak…maap, maap...baik, oke. Saya akuin, saya salah. Maap, pak. Tapi saya mohon pengertian bapak...mm...maksud saya....tolong, urusan ini hanya sampai di sini aja. Mmm...maksud saya...kalo bapak gak keberatan....dan apabila bapak bersedia...apakah sudi kiranya bapak tunggu saya sebentar aja di sini...mmm...maksud saya...saya mau nyiapin dulu segala sesuatunya supaya urusan di antara kita bisa selese. Bentar ya, pak. (Bicara pada penonton) Pantas gak, ya...saya lakuin ini? Kalo di negri saya, sih...cara ini ampuh banget buat nyelesain masalah. Ah, coba dulu deh. (Mengambil segepok uang dari tasnya dan menaruh uangnya di pojokan, lalu kembali menghampiri KUROP) Pak... mmm...bapak liat pohon itu...batu! Di samping kiri batu…daun. Nah, yang di bawahnya itu untuk bapak!

KUROP (Menoyor kepala Purok dengan kesal)
Aduh! Pinter banget sih Kamu!

PUROK (Tersanjung)
Ah, bapak bisa aja…

KUROP
Duuuh...! Kamu bisa mikir gak, sih? Coba pikir! Pantesnya orang kayak kamu itu diapain, sih?

PUROK
Waduh...salah lagi saya ya, pak?

KUROP (Menggeram, habis kesabaran)
Gggrrr....

PUROK (Gemetar)
Maap, maap, pak...tapi bukan maksud saya begitu.

KUROP
Kalo bukan begitu apa lagi? Selain kamu mempermalukan saya, kamu udah menghina adab dan budaya bangsa ini!

PUROK
Ya, tapi...ini kan cuman sekedar cara...hanya cara. Nggak lebih buruk dari nipu kan, Pak? Kenapa saya harus dituduh sebagai penghina budaya bangsa?!

KUROP
Karena adab kesantunan di sini sudah terpelihara dengan baik sejak dari jaman nenek moyang! Kalo kamu melanggarnya berarti kamu telah memberaki nenek moyang saya! Dan saya gak akan diam saja melihat ada orang asing menodai nilai luhur warisan moyang saya! Saya akan hukum kamu seberat-beratnya atas perbuatan kamu ini! Kamu akan saya gantung sampe leher kamu putus! Ayo, ikut!

PUROK
Ampun, pak...tobaat! Tolong, jangan hukum saya karena kesalahpahaman ini. Jangan gantung saya, pak. Saya cuma orang asing bodoh yang gak tau apa-apa soal adab kesantunan negeri bapak yang...yang luhur ini. Moga-moga nenek moyang bapak juga mau memaafkan saya atas kelancangan saya ini. Tapi saya bener-bener gak tau mesti gimana lagi agar masalah di antara kita bisa selesai dengan baik. Dan soal yang di bawah daun itu...saya ikhlas, pak...itu memang untuk bapak. Walaupun cara saya itu bapak nilai telah mencoreng budaya bangsa...tapi sumpah, pak... cara itu cara yang terbaik dari yang saya tau.

KUROP (Sambil bergerak ke arah uang yang diletakan Purok) Ini...nih...walaupun kamu nyebelin...tapi kamu jago ngeles juga, ya. Itu salah satu lagi yang bikin saya suka sama kamu. Cukup licik! Dengan modal itu kamu bisa mulai hidup di negri ini. Ya, paling-paling cuma butuh waktu dan sedikit proses untuk jadi seperti saya. (Ngambil uang yang ditaruh Purok di bawah daun, menimang-nimang sebentar) Eh, sini!

PUROK
Saya?

KUROP
Iya, pinter! Sini!

Purok menghampiri kurop, mengeluarkan catatan.

KUROP
Nama kamu siapa?

PUROK
Purok, Pak.

KUROP
Lumayan. Keperluan?

PUROK (bingung)
Aaa..eee...tt...tamasya, Pak.

KUROP
Mmm...tamasya. Ada berapa ginian yang kamu bawa?

PUROK
Oh. Ya, cukuplah, Pak.

KUROP
Cukup buat apa aja? 7 turunan?

PUROK
O, enggak, Pak. Tadi itu kan cuman istilah aja. Ya, salah satunya...cukuplah buat nambahin bapak.

Purok memberikan uang segepok lagi, Kurop menerimanya, menghitung-hitung. tak lama kemudian muncul kadus.

KADUS
Ehem, Ehem..Ehemm....

KUROP
Wah, Pak Kadus. Abis belanja, Pak?

KADUS
Mmm. Gimana pendapatan hari ini?

KUROP
So Far So Goodlah, Pak.

KADUS
Good...good. (Melihat Purok) Siapa ini?

PUROK
Saya…saya…Purok, pak. (Mengulurkan tangan, ngajak salaman)

KADUS
Ngapain kamu di sini? Sana, sana! Gembel!

PUROK
Lho, tapi saya lagi ada urusan sama bapak ini, pak.

KUROP
Ah, urusan apa? Enggak. Yang mana?

PUROK
Batu, Pak. Yang di bawah daun...

KUROP
Daun yang mana?

PUROK
Yang saya tambahin barusan.

KADUS
Daun? Daun apaan, sih?

KUROP
Oh…enggak, pak. Cuma recehan. Gak penting.

KADUS
Oo...(Pada Purok) Bener, gak penting?

PUROK (Mau protes)
Mm...tapi dua gepok...(diplototin Kurop)...iya, iya. Bener, pak. Gak penting.

KADUS
Mencla-mencle kamu!! (Kepada Purok) Udah, sana kamu. Kami tidak terima orang-orang seperti kamu. Udah kurus, mencla-mencle lagi. Kamu bisa memperburuk wajah Durjanasia dan mengganggu stabilitas nasional. Sana! (Menarik Kurop ke sisi lain). Saya liat prestasi kamu tidak meningkat, Kurop. Perut kamu juga tidak bertambah besar. Ada apa sebenarnya?

KUROP
Begini, pak. Kemarin-kemarin saya agak kalah cepat dengan si Kurap dan teman-temannya. Tapi saya akan berusaha mengalahkan mereka di proyek berikutnya.

Purok bingung mendengar percakapan mereka.

KADUS
Ya, harus gitu. Apalagi si Kurap bakal dinobatkan jadi Warga Durjanasia paling berprestasi tahun ini.

KUROP
Wah, gawat! Emang proyek apaan aja yang dia dapat?

KADUS
Oo, banyak!… Aspal Jalan di selatan, Babat hutan, Iklan calon pejabat, export minyak mentah, terus...

KUROP
Wah, berapaan tuh pak?

KADUS
Buanyak!

KUROP
Pantas aja kalo dia bakal dinobatkan jadi tokoh paling berprestasi di negri ini.

KADUS
Ya, iyalah! Dia lebih licik dan berhati batu dibandingin kamu! Lha, kamu? Gampang kasihan! Gak tegaan! Masih doyan recehan! Padahal sebagai penegak hukum seharusnya kamu memberikan contoh yang baik dan bisa menjadi suri tauladan buat masyarakat. Payah kamu!

KUROP
Kan tadi saya bilang saya ingin menyaingi si Kurap.

KADUS
Dengan cara apa?

KUROP
Santunan Orang Miskin, Pak.

KADUS
Wah…oke, tuh. Berapaan?

KUROP
Walaupun cuma regional, pak…tapi, yaah...kalo diitung-itung bisa nyampe 17 triyunan kuriah lah, pak.

KADUS
Mmm...Good!…Kalo gitu, 50% jangan lupa kamu siapin buat saya.

KUROP
Bisa diatur, pak. Tapi 20% aja ya, pak. Ntar yang lain pasti minta bagian juga. Nanti saya dapet apa?

KADUS
Ya, diatur dong!…Katanya mau jadi tokoh masyarakat? (Pada Purok) Eh, Gembel! Liat ini! Kamu denger barusan, kan? Ini calon tokoh berprestasi berikutnya di negri ini. Kamu mesti banyak belajar dari orang-orang kayak dia!

PUROK
Oo, iya, iya, pak. Pasti, pasti.

KADUS
Pasti, pasti. Mencla-mencle kamu. (Kepada Kurop) Jangan Lupa yang 50%!…

kadus pergi.

KUROP
Waduh, nasib!…Proyek belom jalan, udah ilang 50%! (Lalu berjalan keluar)

Purok ternganga, lalu bicara pada penonton.

PUROK
Durjanasia? Walaupun saya baru pertama kali denger ada negri bernama Durjanasia, tapi dengernya saja udah bikin tentram hati saya. Yess! Sekarang saya udah gak perlu takut lagi sama kejaran aparat dari negeri saya. Karena dengan menjadi warga negara ini, saya akan terbebas dari dakwaan sebagai koruptor buronan. Ini, negri seperti ini yang saya cari. Saya bukan hanya dapat tempat sembunyi, tapi sekaligus saya mendapatkan kehidupan yang saya dambakan. Ah, kalo tau gini, gak perlu repot-repot nyamar jadi turis. Karena adab dan budaya curang sangat dijunjung tinggi di sini. Dan dengan ilmu dan pengalaman saya sebagai koruptor, saya yakin, saya bisa jadi warga Durjanasia yang baik. (melihat ke perutnya) Nah, tinggal ini yang perlu dipikirin. (Lalu tersenyum)

Transisi. Di belakang Purok sudah nampak orang-orang mengantri di departemen tenaga kerja. Purok melihat ke arah mereka.

PUROK
Nah! Dari sinilah saya akan mulai!

Adegan 2

Fade up
departemen tenaga kerja. Down right, meja petugas pengambilan nomer antrian. right centre, terdapat meja 1 surat rekomendasi. up center, kursi antrian yang tersusun dengan sangat rapi. left center, meja 2 petugas stempel. dan down left, pintu ke ruang lain.

Purok terus mengamati dan mempelajari situasi aktifitas yang sedang terjadi dan bergerak menepi, berdiri tidak jauh dari kerumunan orang–orang yang sedang mengantri.

Beberapa orang sedang bergerombol di dekat meja rekomendasi untuk mendapatkan surat rekomendasi.

Bebrapa yang lain sedang mengantri untuk mendapatkan stempel pengesahan dari petugas stempel.

PETUGAS ADMINISTRASI (mengabsen)
128..!

Kalbun maju ke depan meja, lalu duduk.

PETUGAS ADMINISTRASI
Nama?

KALBUN
Kalbun, Pak.

PETUGAS ADMINISTRASI
Lamaran kerja; Dinas Kesehatan. Posisi; Kepala Staf Bagian Keuangan. Sogokan?

KALBUN
5 Juta, Pak.

PETUGAS ADMINISTRASI
Good. Ini surat rekomendasinya. (Menunjuk ke meja 2) Stempel di sana.

KALBUN
Yes! Makasih, Pak.

Kalbun langsung bergegas mengantri di meja stempel, langsung nyelak ke antrian paling depan. di depannya, seorang wanita duduk di hadapan petugas.

PETUGAS ADMINISTRASI
129...!

SODID
Saya, Pak.

PETUGAS ADMINISTRASI (Berteriak)
Nyingkir! Saya gak terima sogokan ratusan ribu!

SODID
Tapi ini udah sesuai dengan lamarannya. Saya kan melamar kerjanya cuma jadi OB.

PETUGAS ADMINISTRASI
Mau OB, kek...biayanya sejuta dua ratus!

SODID
OB, pak...cuma OB. Masa sampe jutaan?

PETUGAS ADMINISTRASI
Kamu pikir gampang apa nyalurin kerja? (Memanggil) Satpam!...

dua orang satpam mendekat.

PETUGAS ADMINISTRASI
Setorin nih gembel ke polisi!

SODID
Bentar, Pak. Sogokan yang tadi...

SATPAM
Banyak cingcong! Ikut!

Kedua satpam itu menyeret sodid. Di meja stempel, judam yang ada di belakang kalbun tampak geram, ia lalu membalikan tubuh kalbun.

JUDAM
Heh, enak aja maen nyelak. Gua udah ngantri dari tadi, neh. Nomer antrian lo berapa?

KALBUN
Apa? Kenapa? Sogokan lo berapa?

JUDAM
2 juta.

KALBUN
Ya, udah. Lo di belakang gua. Sogokan gua 5 juta. Minggir, minggir, minggir. Sogokan seiprit aja mau di depan!

Purok yang dari tadi memperhatikan orang-orang di situ, tampak cerah seperti dapat ide melihat apa yang dilakukan kalbun.

PUROK
Ini yang paling asyik. Saya paling suka ambil jalur cepat.

Purok langsung bergegas menuju antrian stempel, langsung menyelak di tengah-tengah antrian itu.hursur yang berada di belakang purok tampak tersinggung karena diselak sama orang kurus.

HURSUR
Ehm...Ehm...

Purok hanya nengok, mengangguk dan tersenyum padanya kemudian mengantri kembali.

HURSUR
Ehm!...

PUROK (Mengangguk)
Pak...

HURSUR
Mau ambil posisi saya? 30 juta, mau?

PUROK (Terkejut)
Waduh!

HURSUR
Minggir!

Purok pun kemudian menyingkir ke belakangnya, tapi tetap tak ada celah untuknya. purok akhirnya berdiri paling belakang. purok berusaha kembali menyelak antrian, tapi semua orang yang antri menyingkirkan purok hingga ia terpelanting ke tempat asalnya.

PUROK
Gila! Gimana caranya saya bisa nembus?

Purok mengamati lagi situasi sekitar.

PETUGAS ADMINISTRASI
Nama dan alamat?

ABIDIN
Abidin. Kampung Pulo Tiud, no 313 Kelurahan Durjanasia Barat.

PETUGAS ADMINISTRASI
Berapa uang administrasi yang kamu siapkan?

ABIDIN
15 juta pak.

PETUGAS ADMINISTRASI
Baik. Kamu memberi diatas 10 juta, berarti masuk kategori 3. Ini kamu dapat nomer 51 dan tanda tangan disini.

ABIDIN
Terimakasih, pak.

PETUGAS ADMINISTRASI (Teriak)
Next!…

Siti bagiyatun tampak sedang merayu petugas stempel.

PETUGAS STEMPEL
Siti Bagiyatun...ini gimana? Kok, gak ditulis sogokannya?

SITI BAGIYATUN
Ah, bapak...malulah, pak. Masa kayak gini aja harus ditulis.

PETUGAS STEMPEL
Oh, harus. Untuk bukti. Kalo kamu gak nepatin janji gimana?

SITI BAGIYATUN
Tapi kan ini sogokannya laen.

PETUGAS STEMPEL
Saya ngerti. Saya tahu. Saya paham. Tapi kamu mau ngasih berapa malem? Itu kan harus ditulis. Ayo, berapa malem kamu mau sama saya?

SITI BAGIYATUN
Ah, Bapak...gituan mah gak usah pake ditulis segala. Yang penting kan kita bisa...oho-oho.

Siti Bagiyatun melakukan gerakan yang erotis, kemudian membelai petugas dengan mesra.

PETUGAS STEMPEL
Nggak bisa. Kamu harus tulis. Ini untuk bukti.

SITI BAGIYATUN
Oke. Berapa malem Bapak mau sama saya?

PETUGAS STEMPEL
Ya, kamu mau ngasih saya berapa malem?

SITI BAGIYATUN
Satu.

PETUGAS STEMPEL
Wah! Cuma semalam? Tambahin lagi, dong! Biar semuanya bisa lancar!

SITI BAGIYATUN (Menunjukan dadanya)
Bapak mau nyicip gak, nih? Kalo mau...dipercepat dong!...Jangan dilama-lamain kayak gini.

PETUGAS STEMPEL
Aduh, pusing saya! Ya, udah. Tapi...malam ini, ya!

SITI BAGIYATUN
Beres, Pak. Dateng aja jam delapanan. Mumpung laki saya nggak ada.

Siti Bagiyatun mulai membelai dagu petugas. petugas gemetaran sambil memberikan stempel. setelah menerima stempel, Siti Bagiyatun langsung pergi, sementara petugas masih gemetaran dengan mukanya yang mesum. tanpa sepengetahuannya, kalbun sudah duduk di depannya.

KALBUN
Pak...Pak...Pak...sadar, Pak.

Petugas stempel masih saja menghayal. kalbun tak sabar, ia langsung mengambil stempelnya petugas. petugas stempel baru sadar setelah terdengar stempel itu digebrakan oleh kalbun di mejanya.

PETUGAS STEMPEL (Latah)
Eh, kuntul-kuntul-kuntul...berani-beraninya kamu! Emang berapa sogokan kamu? Maen stempel aja!

Kalbun langsung mengacungkan uang segepok di muka petugas stempel.

KALBUN
Nih! Untuk kencan nanti malam. Kalo saya lulus, 50% gaji pertama saya buat Bapak.

PETUGAS STEMPEL
Oh...bagus, bagus, bagus. Kamu pasti lulus.

Kalbun bangkit dari tempat duduknya, menoleh ke judam yang ada di belakangnya lalu meledekinya. judam down, langsung duduk di depan petugas stempel.

Saam dan sariq tampak lebih fokus dari yang lainnya, berusaha mencari sasaran.

SAAM
Oke. Kalo gitu, deal. Saya bantu kamu, kamu bantu saya. Tinggal nyari sasaran.

SARIQ
Tenang aja. Ayam itu bakal datang sendiri.

Di meja stempel, tiba-tiba dudat yang baru nyampe dari meja rekomendasi langsung menyelak purok.

DUDAT
Minggir lo, gembel!

Purok hendak protes.

DUDAT
Apa? Mau protes? Emang sogokan kamu berapa? Kurus dekil kayak kamu itu nggak layak ada di sini. Sana, sana, sana...gembel!

PUROK
Eh, jangan main-main ya! Saya emang kurus tapi saya bukan gembel.

Tiba-tiba baal sudah ada di belakang purok. dia langsung mendorong purok hingga mental.

BAAL
Minggir. Gembel aja protes lo!

PUROK
Apa-apaan ini?

BAAL
Lo gak bakal bisa ngantri kalo nggak punya ini!

PUROK
Apaan, tuh?

BAAL
Ini, ginian! (Menunjukan Surat Rekomendasi). Udah, sana. Capek gua ladenin gembel.

PUROK
Duuuh...apaan ya, tadi?

Baal dan dudat langsung berdiri di antrian. sementara itu, purok yang berada di tengah panggung, merasa sudah mulai mengerti aturan mainnya.

PUROK
Ooo...surat rekomendasi. Rekomendasi apaan? Rekomendasi dari siapa? Aha...ketebelece, nih! Oke. Kalo aturan mainnya gitu, saya ikutin aturan mainnya. Saya bakal ikutin semuanya. Gak tau apa mereka siapa saya!

Purok langsung bergegas menuju orang yang bergerombol di meja administrasi.

PETUGAS ADMINISTRASI
Enak aja! Belom punya nomer antrian udah minta rekomendasi! Sana, ambil dulu nomor antriannya!

PUROK
Tanpa nomor antrian juga bisa kan, pak?

PETUGAS ADMINISTRASI
Oo, bisa, bisa. 100 juta. Mau?

PUROK
Busyet!

PETUGAS ADMINISTRASI
Itu baru buat ganti rugi orang-orang yang udah pada ngantri. Belom buat saya, belom buat waktu saya yang udah kamu rugikan sekarang ini. Jadi total 250 juta!

PUROK
Busyet!

PETUGAS ADMINISTRASI
Kalo gak mau busyet, ambil jalur normal. Itupun udah kena denda 50 juta.

PUROK
Denda? Denda apaan, pak?

PETUGAS ADMINISTRASI
Ya, buat denda waktu saya yang udah kamu rugikan sekarang. Cepat! Ayo, bayar...bentar lagi naik dua kali lipat, nih! Cepet! Satu, dua...

PUROK
Iya...iya, pak.

PETUGAS ADMINISTRASI
...tiga! 55 juta!

PUROK
Busyet!

PETUGAS ADMINISTRASI
Mau tambah busyet?

PUROK
Cukup, pak. Cukup!

PETUGAS ADMINISTRASI
Kalo gitu cepet bayar!

PUROK
Bayar administrasi?

PETUGAS ADMINISTRASI
Bayar denda, pinter!

PUROK
Tapi, pak...

PETUGAS ADMINISTRASI
60 juta!

PUROK
Iya, iya....

Purok langsung buru-buru mengeluarkan uangnya dan terpaksa bayar.

PETUGAS ADMINISTRASI
Nah, gitu! Sana, sekarang ambil nomer antriannya.

PUROK
Maap, pak. Tapi di mana ya pak, ngambilnya?

PETUGAS ADMINISTRASI
Pake nanya, lagi! Mau busyet lagi kamu! Sana ambil di laut!

PUROK (Menggerutu)
Busyet! Belom apa-apa udah lewat 60 juta!

SAAM (Jijik)
Makanya jadi gembel jangan belagu! Saya aja yang kaya susah dapet kerja, apalagi gembel.

PUROK
Apa kamu bilang?

SAAM
Udah gembel, budek lagi.

PUROK
Oke. Liat aja nanti. Saya memang kurus, tapi jiwa saya gemuk.

Saam dan sariq tertawa dan bergegas ke antrian stempel, Purok tidak sabar untuk mendaftar, memberanikan untuk menyelak para pengantri. sedangkan reaksi yang diberikan para pengantri hanya melihat aneh.

PUROK
Permisi. Saya mau daftar. Saya mau minta nomer antrian.

Petugas nomer antrian cuek tidak meladeni purok dan memandang aneh.

PETUGAS NOMER ANTRIAN (Teriak)
Next…

PUROK
Pak, pak...pak, saya di sini. Saya mau daftar dan saya juga bawa uang untuk daftar, sama seperti yang lain.

PETUGAS NOMER ANTRIAN (Teriak)
Next!…

PUROK
Pak. Saya memang bukan asli warga sini. Tapi saya sudah bertekad untuk bekerja di sini dan mengabdi pada negri ini!

PETUGAS NOMER ANTRIAN (Teriak)
Next!…

PUROK
Saya janji akan bekerja dengan giat dan banyak menghasilkan keuntungan yang akan bisa membanggakan negri ini. Ini pak uang administrasi saya… (memberikan 5 juta).

PETUGAS NOMER ANTRIAN (Teriak)
Next!…

PUROK
Lima juta, pak!

PETUGAS NOMER ANTRIAN (Teriak)
Next!…

PUROK
Sepuluh...sepuluh juta, pak!

PETUGAS NOMER ANTRIAN (Melemah)
Next…

PUROK
Lima belas, pak...lima belas juta!

PETUGAS NOMER ANTRIAN (Menoleh)
Hhhmmm?

PUROK
Lima belas juta!

PETUGAS NOMER ANTRIAN
Ya, cukuplah! Ini nomernya. Nama? Alamat?

PUROK (Kaget)
Sebentar, pak. Nomer 550? Kok, jauh sekali? Tadi perasaan, saya denger belom nyampe 130-an, deh. Kok, saya dapet nomer 550?

PETUGAS NOMER ANTRIAN
Ada daftar tarif untuk nomer! Uang administrasi yang kamu berikan masuk dalam rating 60-100, nomernya ratusan. Rating top ten, nomer antriannya puluhan, nah...kalo top five, nomer antriannya satuan. Paham? Ada minat?!

PUROK
Kalo top five, berapaan pak?

PETUGAS NOMER ANTRIAN
Ya, sesuai dengan sebutannyalah! Untuk dapet nomer satuan, harganya milyaran. Nomer puluhan, harganya ratusan jutaan. Nah, kalo nomer ratusan, yaaa... kayak kamu tadilah. Masih minat?

PUROK
Seperti tekad saya tadi, pak…saya...

PETUGAS NOMER ANTRIAN
Maunya yang berapaan?

PUROK
Waduh...berapa, ya? Mmmm...ada saran?

PETUGAS NOMER ANTRIAN
Lha, tekad kamu berapa? Udalah gak usah pake tekad-tekatan segala. Kalo gak mampu gak usah punya tekad. Yang ratusan aja, ya?

PUROK
Tolong jangan hina tekad saya, pak! Selain tekad saya juga punya uang!

PETUGAS NOMER ANTRIAN
Sudah jangan cerewet. Nama dan alamat ?

PUROK
Purok Bachir. Alamat...alamat...

PETUGAS NOMER ANTRIAN (Agak kesal)
Kamu tinggalnya di mana?

PUROK
Saya...saya...mmm...begini, pak. Kebetulan saya...saya belom punya tempat tinggal, pak.

PETUGAS NOMER ANTRIAN
Waduh! Ya, udah. Alamat ditulis GEMBEL aja.

PUROK
Kok, gembel pak? Saya emang kebetulan belom punya tempat tinggal. Tapi abis ini saya berniat mau nyari rumah dan...

PETUGAS NOMER ANTRIAN
Udah, udah...cukup! Kamu ini…udah jelek, gembel, bawel, sok bertekad dapet nomer top five!

PUROK
Tapi, pak...

PETUGAS NOMER ANTRIAN
Kamu gak punya tempat tinggal, kan?

PUROK
Iya, pak. Tapi saya...

PETUGAS NOMER ANTRIAN
Ya, udah. Terima. Tanda tangan di sini. Sana antri!

Purok melangkah ke posisi berikutnya yang sudah tampak banyak orang yang sedang menunggu panggilan.

ALITA
Eh…mahluk aneh, nomernya berapa?

PUROK
550.

ALITA
Kalo gitu jangan duduk di sini! Tuh, di deretan paling belakang. Nomer urutan besar mau duduk di depan. Sana, pindah!

PUROK
Bukannya duduknya bebas?

ALITA
Ini bangku top five!

PUROK
Oh..maaf. permisi.

Purok pun langsung pindah kederetan bangku paling belakang dan tampak hanya dia sendiri.
administrasi sedang asyik melayani kliennya.

PETUGAS ADMINISTRASI (Teriak)
Nomer 135!...

ABBE
Saya, pak. Ini biodata saya, ini surat lamaran saya.

PETUGAS ADMINISTRASI
Abbe Sanusius. Mau melamar sebagai kepala sekolah dasar. Benar?

ABBE
Benar pak. Saya baru saja dipecat sebagai guru dan saya sangat berambisi untuk menjadi kepala sekolah.

PETUGAS ADMINISTRASI
Hmm, Good! Harganya 35 juta.

ABBE
Waduh, bisa kurang gak pak ?

PETUGAS ADMINISTRASI
Ah, payah kamu…punya ambisi tapi gak mau rugi. Kamu punya dana berapa?

ABBE
Cuma 35 juta pak.

PETUGAS ADMINISTRASI
Waduh…berat itu. Itu Cuma harga untuk jadi guru dan uang sukses saja. Udah jadi guru aja lagi!

ABBE
Saya udah bosan jadi guru pak. Ayolah pak, tolong dibantu.

PETUGAS ADMINISTRASI
Maaf, tidak bisa. Udah harga mati.

ABBE
Tapi saya boleh milih jadi guru apa aja kan, pak?

PETUGAS ADMINISTRASI
Emang kamu mau jadi guru apa?

ABBE
Tata boga, pak.

PETUGAS ADMINISTRASI
Ok. Sebagai mantan guru, kamu dapat potongan harga 10%, jadi 28 juta. Tapi...karena kamu ada request khusus jadi biayanya ditambah 4 juta plus requestnya 3 juta, jadi totalnya 7 juta. Dan kamu tentu mau proses yang cepat, kan? Tinggal tambah 5 juta. Nah, pas kan 37 juta 200 rebu. Mau? Saya akan tanda tangan dan kamu tinggal ngurus stempel di sebelah dan menunggu panggilan. Next!

Musik. para petugas menyuarakan “next! next! next!” yang ritmik hingga menjadi musik yang bersahutan.
para pelamar bergerak secara mekanis mengikuti irama yang tercipta.

NYANYIAN
Kamu ingin kerja, kamu harus usaha...cari dana ini, kumpulkan dana itu...
lobby sana-sini...bayar semua koneksi.
Birokrasi...sungguh indah sekali!
Next! Next! Next!

PETUGAS ADMINISTRASI
Nomer 550!

PUROK
Ya, pak. Saya.

PETUGAS ADMINISTRASI (Kaget)
Kamu lagi. Mana nomernya?

PUROK
Ini, pak.

PETUGAS ADMINISTRASI
Surat lamaran?

PUROK
Surat lamaran? Maksud bapak?

PETUGAS ADMINISTRASI
Kamu mau kerja, kan?

PUROK
Iya, pak.

PETUGAS ADMINISTRASI
Mana surat lamarannya? Mau kerja apa dan jabatan apa?

PUROK
Harus ya, pak? Pake omongan aja bisa kan, pak?

PETUGAS ADMINISTRASI
Kamu ini mahluk paling pinter, ya! Kalo gak ada surat lamaran, mana bisa kamu kerja! Logika tetap dipake, dong!

PUROK
Begini pak. Gimana kalo saya pake omongan aja...dan untuk surat lamaran, saya percayakan pada bapak.

PETUGAS ADMINISTRASI
Enak aja kamu! Emang kamu berani bayar berapa untuk kepercayaan saya!

PUROK
Saya...begini, pak...

PARA PENGANTRI (Gaduh)
Pak…duuh! Kok, lama banget sih! Panjang nih antriannya.

Suara-suara para pengantri kian gaduh, lama-kelamaan terdengar rampak membentuk musik dan nyanyian.

NYANYIAN
Panjang...panjang sekali antriannya...
Antri...antri...Yang bayar paling kecil
Antrinya paling pinggir...dst, dst...

Dalam nyanyian, purok terpental-pental sampe bangkrut dan terpuruk.

PUROK
Kenapa nasib saya jadi sial begini? Seluruh uang yang ada di tas saya langsung ludes begitu aja. Ternyata uang adalah segalanya di negri ini. Untung simpanan saya masih aman di bank Swises. Dengan uang, saya bisa jadi apa aja di sini. Tinggal atur langkah...susun strategi...lalu masuk menyelusup ke zona strategis negeri ini. Mmm...dari situ saya akan mulai menancapkan akar saya. Lalu saya akan tumbuh, menjalar ke mana-mana, lalu berkibar-kibar...tak tergoyahkan! Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung! Hah...baru ngerti saya arti pepatah itu sekarang!

Black Out

NYANYIAN ANGSA

NYANYIAN ANGSA

Anton P.Chekov

Pelaku :
Vasili Svietlovidoff : Seorang komedian berumur 68 tahun
Nikita Ivanitch : Seorang promter (pembisik), orang tua


Skene ini terjadi di atas sebuah teater daerah. Malam hari setelah pementasan. Si sebelah kanan keadaannya tidak teratur dan ada pintu usang tak bercat ke kamar-kamar pakaian. Di sebelah kiri dan latar belakang pentas diseraki oleh bermacam-macam barang usang. Di bagian tengah ada sebuah kursi polos terjungkir.


1. SVIETLOVIDOFF:
(dengan sebuah lilin ditangan, keluar dari kamar pakaian dan tertawa)
ya, ya ini gila sekali! Sungguh ini lelucon yang sangat bagus. Aku jatuh dari kamar pakaian setelah pementasan habis, dan di situ aku dengan tenang ngorok setelah semua orang meninggalkan gedung teater ini. Ah! Aku memang orang tua yang tolol, si tua yang sialan! Kiranya aku telah minum lagi sehingga aku tertidur di dalam sana, tergeletak. Sungguh pintar! Selamatlah kau pemuda gaek! (memanggil) Yeghorka! Petruskha! Di mana engkau setan, Petruska? Kedua bajingan itu tentulah sudah tidur, dan meskipun gempa tak akan bisa membangunkan mereka sekarang!

Yekhorka (mengambil kursi polos, lalu duduk setelah meletakkan lilin di atas lantai) tak ada suara! Hanya gema yang menyahutku.

Aku beri Yegorkha dan Petruskha persen setiap hari dan mereka telah hembus dan mungkin sekali telah mengunci gedung teater ini. (menggoyang-goyangkan kepalanya). Aku mabuk.

Ugh, pementasan malam ini sungguh menggembirakan, dan alngkah gilanya jika dipikir. Berapa banyak bir dan anggur yang telah kutuang ke dalam tenggorokan untuk menghormati peristiwa ini. Luar biasa! Rasanya tubuhku ikut tenggelam seluruhnya dan kurasa ada dua puluh macam lidah didalam mulutku. Sungguh gila! Tolol sekali! Si jahanam yang malang dan gaek ini telah mabuk lagi dan tidak tahu apa sebenarnya yang dia Tuhankan! Ugh kepalaku remuk, seluruh tubuhku menggeletar dan aku m,erasa dingin serta gelap bagaikan dalam kolong bawah tanah. Bahkan jika aku tidk lupa hancurnya kesehatanku, seharusnyalah aku ingat umurku. Betul-betul si gaek yang tolol aku ini. Yah! Umurku yang telah tua, tak ada gunanya lagi. dan aku yang berlaku dengan tolol, pongah, dan pura-pura muda padahal hidupku sekarang telah usai. Kuciumi juga tanganku yang telah enampuluh depalan tahun berlalu dan tak mungkin kulihat kembali. Aku kosongkan botol itu. Hanya tinggal beberapa tetes lagi di dasar, itupun cuma kerak-kerak. Ya, ya demikianlah halnya, Vasili, pemuda gaek. Waktu telah tiba bagimu untuk meltih peranan sebagai orang mati, suka atau tidak. Kematian kini sedang diperjalanan menujumu (melotot ke atas).

Aneh sekali, meskipun aku telah berada di pentas 40 tahun selama ini, baru kali pertama inilah aku menyaksikan gedung teater ini malam hari, setelah lampu-lampu dipadamkan. Untuk kali pertama! (berjalan bangkit ke arah lampu kaki) alangkah gelapnya di sini. Aku tak dapat melihat apa-apa. Oh ya, aku dapat melihat lubang sipembisik dan mejanya, terbaring di dalam liang yang gelap, hitam tak berdasar, macam kuburan dimana maut mungkin sedang bersembunyi. Brrrrr …….. betapa dinginnya ini. Angin berhembus dari tetater kosong ini seperti keluar dari terowongan batu. Ini tempat hantu! Tengkukku jadi begidik (menggigil). Yegorkha! Petruskha! Dimana kalian berdua? Apa yang menyebabkan aku merasa benda-benda yang ada di sekitarku menyeramkan? Aku semestinya diberi minuman, aku seorang tua. Aku tidak akan hidup lebih lama lagi. pada usia 68 orang pergi ke tempat beribadah, dan bersiap-siap untuk kematian. Tetapi aku di sini. Ya tuhan! Anak yatim tua ini mabuk dalam pakaian tololnya. Aku tidak pantas lagi kelihatan begini. Aku mestinya pergi untuk menukarnya.
…………. Ini memang tempat maut dan aku tentu akan mampus ketakutan kalau di sini semalaman. (keluar menuju kamar pakaian). Ketika itu juga muncul nikita ivanitch, muncul dengan pakaian serba putih dari kamar pakaian di ujung pentas.

2. SVIETLOVIDOFF:
(melihat Ivanitch, kemudian menjerit kaget sambil mundur ke belakang) Siapa kau? Apa, apa perlumu? (menghentakkan kaki) siapa kau?

3. IVANITCH :
Ini aku, Tuan…!

4. SVIETLOVIDOFF :
Siapa kau? Ivanitch?

5. IVANITCH :
(Datang mendekat perlahan-lahan) Ini aku,Tuan, si pembisik!

6. SVIETLOVIDOFF :
(Terhuyung-huyung ke kursi, bernafas sesak lalu menggeletar hebat) Ya Tuhan! Siapakah kau? Itu kau… kaukah itu Nikituskha? Apa…apa yang kau kerjakan di sini?

7. IVANITCH :
Aku menginap malam ini di lemari pakaian. Mohon sekali tuan jangan beritahukan Alexi Komitch. Aku tak punya tempat tinggal lain untuk menginap malam ini. Aku sungguh-sungguh tak punya.

8. SVIETLOVIDOFF :
Ah! Nikituskha? Cobalah pikir, mereka menyeruku 16 kali. Mereka memberiku tiga bungkus bunga dan banyak lagi benda-benda yang lain. Antusias mereka sudah melonjak-lonjak.Namun tiada sebuah hatipun datang setelah pementasan selesai, untuk membangunkan orang tua yang malang ini dan membawanya pulang ke rumah. Dan aku, akulah… orang tua itu Nikituskha! Usiaku telah 68,sakit-sakitan lagi, dan aku tak punya harapan lagi untuk hidup. (Jatuh memeluk leher IVANITCH dan menangis). Jangan pergi jauh NIKITUSKHA! Aku sudah uzur, tak ada harapan lagi, dan kurasa inilah saatnya aku mati. Oh ini sangat mengerikan! Mengerikan sekali!

9. IVANITCH :
(Kasihan dan penuh hormat) Tuan, kini sebaiknya Tuan pulang saja.

10. SVIETLOVIDOFF :
Aku tak mau pulang. Aku tak punya rumah. Tidak! Tidak! Tidak!

11. IVANITCH :
Oh Masak Tuan lupa di mana Tuan tinggal?

12. SVIETLOVDOFF :
Aku tak mau kesana, aku tak mau! Aku cuma sendirian di sana. Aku tak punya keluarga. Nikituskha! Tak punya istri, tak punya anak. Aku seperti angin yang berhembus melintasi padang-padang yang sepi. Aku akan mati dan tak seorangpun akan mengikuti. "Sungguh mengerikan kesendirian ini.Tak ada yang membahagiakanku, tak ada yang mengasihiku. Tak ada yang mau menolong aku ketempat tidur kalau aku mabuk. Punya siapakah aku ini? Siapa yang membutuhkan aku? Dan siapakah yang mencintai aku? Tak sebuah hatipun, Nikituskha.

13. IVANITCH :
(Menangis) Penonton mencintai Tuan.

14. SVIETLOVIDOFF :
Penonton sudah pulang. Mereka semua sudah tidur dan melupakan si badut tuanya. Tidak seorangpun membutuhkan aku, tak ada yang mencintaiku. Aku tak punya istri dan tak punya anak.

15. IVANITCH :
Oh Tuan.oh Tuan! Jangan jadi begitu murung karenanya.

16. SVIETHLOVIDOFF :
Tetapi aku seorang laki-laki dan masih hidup segar. Darah masih terus mengalir dalam nadiku, darah warisan bangsawan. Aku seorang Aristokrat Nikithuskha! Aku telah mengabdi dalam ketentaraan dibagian artileri sebelum jatuh aku jatuh hina. Betapa gagahnya aku sewaktu muda. Tampan gagah dan berani! Kemanakah itu semua pergi? Apa jadinya itu semua dimasa tua? Tentulah ada liang yang telah menelan itu semua! Aku mengenang itu semua sekarang.
Telah 45 tahun hidupku tenggelam disitu. Hidup apa itu Nikituskha?Aku dapat melihatnya dengan jelas seperti melihat wajahmu : remaja yang riang , bersemangat, gairah pujaan wanita. Wanita Nikituskha!

17. IVANITCH :
Sebaiknya Tuan tidur saja sekarang!

18. SVIETLOVIDOFF :
Ketika baru-baru aku naik ke pentas, semasih gairah remaja bergejolak, aku ingat seorang wanita yang jatuh cinta karena aktingku. Dia sangat cantik, tinggi semampai, muda, suci, tak bercela, berseri-seri laksana fajar musim panas. Semuanya dapat tembus menyinari kegelapan malam.
Masih kuingat sekali ketika aku berdiri di depannya seperti sekarang aku berdiri didepanmu.Dia kelihatan begitu mencintaiku, tidak seperti kenyataan kemudian. Berkatalah ia kepadaku supaya memandang dengan pandangan demikian! Pandangan yang tidak dapat kulupakan, tidak bahkan sampai kekubur seklipun. Begitu kasih, begitu lembut, begitu dalam, begitu bersinar ceria!
Dengan sangat riang mabuk kepayang, aku berlutut di hadapannya. Lalu aku mohon demi kebahagiaan, dan berkatalah ia: " tinggalkan pentas".
Kau mengerti? Dia dapat mencintai akting. Tetapi, buat mengawininya tidak! Aku sedang berlakon pada suatu ketika. Ya, aku ingat, aku berperan sebagai badut yang tolol. Setelah berlakon aku merasa mataku jadi terbuka karena melihat apa yang pernah kuanggap pemujaan kepada seni begitu suci, sebenarnya adalah khayalan dan impian kosong belaka. Bahwa aku adalah badut yang tolol dan menjadi permainan yang asing dan sia-sia.
"Akhirnya aku mengerti tentang penonton. Sejak saat itu aku tak percaya lagi pada tepukan tepukan mereka, atau pada bungkusan bunga mereka atau pada ketertarikan mereka. Ya, Nikituskha!orang memuja aku, membeli gambarku, tetapi aku tetap asing bagi mereka. Mereka memburu-mburu supaya dapat bertemu dengan aku tetapi melarang adik perempuan atau putrinya untuk kawin denganku, seorang yang hina dina. Tidak! Aku tak yakin lagi kepada mereka. (terhenyak dalam kursi polos) Tak yakin lagi kepada mereka.

19. IVANITCH :
Oh Tuan!Kau kelihatan begitu pucat pasi. Kau dekati aku dengan kematian. Ayolah, kasihani aku!

20. SVIETLOVIDOFF :
Ketika aku telah mengetahui segalanya dan pengetahuan itu telah dibeli tunai, Nikituskha! Setelah itu…jika gadis itu…nah, kumulailah penggambaran tanpa tujuan hidup dari hari kehari, tanpa tujuan apa-apa.Akupun mengambil peranan pelawak murahan. Membiarkan diriku hancur.Oh, mestinya aku dulu adalah seorang artis yang besar namun perlahan-lahan aku buang jauh-jauh bakatku dan memainkan banyolan-banyolan tolol, kehilangan pegangan, kehilangan kekuatan ekspresi diri. Lalu, akhirnya hanya menjadi seorang banci Marry Andrew dari pada seorang laki-laki. Aku telah ditelan seluruhnya kedalam liang besar yang gelap. Namun, malam ini ketika aku terbangun kulihat kebelakang. Di sana , di sampingku terbentanglah waktu68 tahun.
Barulah aku menyadari betapa lamannya itu sudah. Dan, semua itu telah berlalu… (tersedu-sedu)…semuanya telah berlalu…..

21. IVANITCH :
Di sana, di sana, Tuan! Diamlah….mudah-mudahan! (Memanggil) Petrushka! Yegorhka!

22. SVIETLOVIDOFF :
"Tetapi, betapa jeniusnya aku. Aku tidak bisa membayangkan kemampuanku, betapa fasih, bagaimana menariknya aku, betapa peka, dan betapa hebat tali senar (menepuk-nepuk dada) menggetar di dalam dada ini. Sungguh berdebar perasaanku memikirkannya!
Dengarlah sekarang! Tunggu! Biar aku tarik napas dulu. Yah, sekarang dengarkanlah ini:
Berlindung darah ivan kini kembali
Terkipas dari bibirku pemberontakan berkobar
Akulah Dimitri yang buta! Di dalam kobaran apiu
Boris akan musnah diatas tahta yang kutuntut
Cukup! Pewaris tsar tak tampak lagi
Berlutut ke sana ke ratu Polanbdia yang congkak"
(dari : Boris Gonudof, karya Pushkin)

Jelekkah itu, ha? (cepat) Tunggu! Nah ini sesuatu dari Raja Lear. Langit gelap, kelihatan hujan turun deras, guruh mengguntur, kilat … zzz zzz zzz … menerangi seluruh permukaan langit, dan kemudian dengarkanlah :
Tiuplah angin, hancurkan pelipismu! Amuk! Tiupkan!
Sehingga kau basahi puncak menara kami, tenggelamkanlah ayam-ayam Kau berlekang pikiran yang pasti membakar
Patung disambar petir
Hanguskan kepalaku yang ubanan!
Dan kau segala guruh
Yang menggelegar pukul ratakan bentuk dunia yang gemuk!
Hancurkan kesuburan dunia, segala kecambah leburkan sekali
Itulah yang membuat orang tak bersyukur!
(Tak sabar) Sekarang, peran si tolol. (Menghentakkan kakinya) Lekas ambil peran si tolol! Cepat! Aku tidak bisa menunggu.

23. IVANITCH :
(Mengambil peran si tolol) Nunolo, air suci istana di dalam rumah gersang lebih baik daripada air hujan di rumah ini. Bagus, Nunolo, masuklah. Mintalah anugerah putrimu : ini adalah malam belas kasihan bagi orang-orang bijaksana maupun orang tolol.

24. SVIETLOVIDOFF :
Menggunturlah sesuka hatimu! Muntahkan kabar! Luncurkanlah hujan! Bukan cuma hujan. Angin, kilat, api adalah putri-putrimu. Aku bukan menuntutmu, kau anasir-anasir, dengan kejahatan aku tak pernah beri kau kerajaan, kunamakan kau anak-anak nada
Ah! Sungguh mampu dan berbakat kau! Dan, aku memang artis ulung! Selanjutnya kini, iniloah sesuatu lagi semacam tadi, untuk mengembalikan masa mudaku lagi. Umpamanya, ambillah ini, dari Hamlet aku akan mulai … biarkan aku … bagaimana mulainya? Oh ya, inilah dia. (Mengambil peran Hamlet) Oh! Para pencacat, biarkan aku sendirian! Kembalikan kalian! Mengapa kalian bermaksud mencari bauku? Sehingga kalian masuk dalam jebakan.

25. IVANITCH :
Oh Tuanku, jikalau tugasku begitu garang, maka kekasihku begitu curang

26. SVIETLOVIDOFF :
Aku sungguh-sungguh tak mengerti itu

27. IVANITCH :
Tuanku, aku tak pandai.

28. SVIETLOVIDOFF :
Kuharap kau.

29. IVANITCH :
Percayalah, aku tak pandai.

30. SVIETLOVIDOFF :
Aku mohon padamu!

31. IVANITCH :
Aku tak pandai memegangnya, Tuanku.

32. SVIETLOVIDOFF :
Ini mudah saja seperti berbaring-baring : tutuplah lubang-lubang itu dengan jari, keluarkan napas dari mulutmu, dan nanti akan terdengar musik yang amat merdu. Perhatikan, itu penutupnya.:

33. IVANITCH :
Tetapi, itulah yang aku tidak bisa memakainya agar cocok : aku tak ahli.

34. SVIETLOVIDOFF :
Mengapa? Ingatlah betapa tak bergunanya kau lakukan untukku, kau harus nampak paham akan istirahatku, kau harus menangkap hakekat dari kegaibanku, kau harus mendengar dari catatanku yang mula-mula hingga puncak pedomanku.
Dan di situlah terdapat berbagai musik, suara yang indah di dalam alat yang kecil ini, meskipun kau tak bisa meniupnya hingga berbunga. Astaga! Kau pikir aku hanya muda meniup suling itu saja? Sebetulnya, alat instrumen mana yang kau kehendaki? Meskipun kau tak yakin kepadaklu, kau memang tak bisa melakukannya untukku
(Tertawa dan bertepuk) Hebat! Hebat sekali! Di manakah setan yang bersarang di dalam usia tua ini? Aku bukan orang tua, semuanya itu omong kosong. Arus tenaga masih mengalir di dalam diriku. Inilah hidup, gairah, dan muda!
Usia tua dan jenius tentulah tidak berdampingan bersama-sama. Kau nampak membisu saja. Nikitushka. Tunggulah sejenak sampai kekuatanku pulih.
Oh! Rumah! Sekarang perhatikan! Pernahkah kau mendengar lembut seperti:
Bulan telah lenyap, tiada lagi cahaya
Mendampingi gugusan bintang kesepian yang meratap pucat
Di cakrawala ada yang tiba-tiba bercahaya
Bunga putih bersih di tengah-tengah lembah bunga mawar
Disusupi kunang-kunang,
Yang cahayanya suram berkedip-kedip,
Bagai harapan yang enggan menjelma
(Suara-suara pintu terdengar) Apakah itu?

35. IVANITCH :
Itu tentu Petrushka dan Yegorhka pulang. Ha, engkau memang jenius, Tuan.

36. SVIETLOVIDOFF :
(Memanggil, berpaling ke arah suara-suara tadi) Kasihanilah anak-anak. (Kepada IVANITCH) Ayolah kita pergi tukar pakaian. Aku bukan orang tua. Semua itu tolol, omong kosong! (Tertawa gembira)Apa yang kau tangisi? Ini bukan … kemauan! Ya, ya, segalanya ini bukan kemauan! Mari, mari orang tua, jangsan terbeliak bigitu! Apa sebab kau terbeliak begitu? Ya, ya, (memeluk sambil menangis) Jangan menangis! Di mana ada seni dan jenius di situ pasti tidak ada segala ketentuan, kesepian, atau penyakitan … hanya kematian itu yang semakin dekat. (Tersedu-sedu)Tidak! Tidak, Nikitushka!
"Segalanya itu telah berlalu dari kita sekarang! Betapa jeniusnya aku!
Aku seperti uap lemin, botol pecah. Dan, kau, kau adalah tikus tua gedung teater … pembisik, ayolah!
(Mereka pergi) Aku bukanlah jenius. Aku hanyalah cocok disamakan dengan promter. Bahkan, untuk itupun aku terlalu tua. Ya … kau ingatkan baris-baris ini dari Othelo, Nikitushka!
Selamat tinggal kenangan damai!
Maha perang
Yang mengalahkan angin unggul!
Oh, selamat tinggal!
Selamat tinggal ringkik kuda, dan sangkakala terompet
Pukulan genderang bersemangat
Suling yang menembus pendengaran




Diterjemahkan oleh : Djohan A. Nasution