Tahun 1982
Puisi Kemerdekaan
Kemerdekaan adalah nasi
Dimakan jadi tai
Puisi "Kemerdekaan", Agustus
1982
Tahun 1983
Jam
tak usah terkejut pun
putar jarum jam akan merajutmu
kisah lama yang selalu bisu
menabur belantara pertanyaan baru
Angke, 9 Maret 1983
Api
api yang bernama rahmat
tak mungkin dimatikan, tak akan kumatikan
maka kubiarkan menjilat mata batinku
membakar gelap tergelap perabot kamar impian
bisiknya:
:-korek saja rasa nyeri dari rongga benakmu
cukil saja lalu bakar abukan kosongkan bola mata
dari angan hitam kelabu
:-dunia kita dunia yang telanjur
:-mau apa lagi? mau apa lagi?
sebelum pergi rahmat mengecup kerut dahiku
dan jiwa pun penuh!
(dan pipiku kiri kanan masih merah bekas ciuman)
(dan wajahku masih merah dadu)
:-jalan, nak, anak lanang
suatu waktu siapa pun pasti tertegun
seperti kamu.
Angke, 9 Maret 1983
Semenjak Aku Berkenalan denganmu
semenjak aku berkenalan dengan-Mu
inilah yang kukerjakan
mengutungi lengan dan kaki
yang tumbuh di umur sekujur
inilah yang membikin pilu
bertemu dengan-Mu
tak perlu ke mana-mana
tapi inilah yang terjadi
lengan dan kakiku selalu tumbuh
sedang untuk memelukmu tak perlu jari ini
seribu lenganku
seribu kakiku
menjauhkanku pada-Mu
Palur, 23 November 1983, Solo
(Akasia Bercerita)
sebuah topi mahal jatuh di jalan raya
pada suatu sore sesudah hujan lebat
tak dipungut kembali oleh pemiliknya
akasia tepi jalan
dengan butiran air di pucuk-pucuk daunnya
akan bercerita dengan jujur
sedia apa kiranya sampai pipinya sipu-sipu malu
pipi akasia
pipi kotamu pula
tadi seorang gelandangan menyeberang jalan ini
lalu lintas ramai hingga agak lama dia di seberang
jalan sana
agak lama dia memondong anak bayinya
agak lama hujan tercurah memandikan mereka berdua
agak lama bayinya menangis dalam curah hujan
tapi tak ada topi di kepala mereka
dan orang-orang yang punya payung
bersiul-siul memuji kebesaran alam ciptaan tuhan
topi mahal itu jatuh di jalan itu juga
tapi hujan sudah reda lama
topi mahal itu tak dipungut kembali oleh pemiliknya
bukanlah harganya tak seberapa?
13 Desember 1983. 24.00.
Pasar Malam
belilah senapan sungguhan ini
agar tampak seperti tak kalah
ditembak sang waktu
yang tepat di keningmu sunyimu
belilah topeng-topeng ragam itu
pilihlan yang klop tapi cocok
agar tak tampak kalau kita menangis
pilihlah yang bibirnya lebar tapi murah senyum
tapi semuanya buta
belilah gambar perempuan setengah telanjang ini
atau perempuan sungguhan itu
benamkan kelaminmu paling dalam
kemudian bertanyalah pada sunyi siapa pun
-perjalanan ingat lupa ini
berapa jauhnya
buat sampai di rumah hakikat
belilah pupur awet muda ini, tuan
hari telah larut malam
mungkin besok kita tak ketemu lagi
bukankah waktu terus laju ke depan tuan
bukankah kita menuju kerentaan tuan
maka belilah pupur awet muda ini tuan
belilah perhiasan dan baju itu tuan
belilah ini tuan
sebelum penyakit atau maut merenggut nyawa tuan
ya, penyakit dan maut
menyentak perjalanan lupa ingat ini
15 Desember 1983
16 September
musim bunga bangun
bangkit tegar sang waktu
bentuk hidup pecah
jauh mendekat lebur menyatu
debur surut pasang gelombang
membalut rasa sakit mewujud rasa hidup
pertemuan perpisahan, kehilangan dan penemuan
pertemuan perpisahan, pengalaman manik-manik mata
setelah kandas menyelam di hatimu: bunga makna semi
jiwa mekar segar di lubuk perenungan
(kerajaan penjara bubar!)
lepas bebas datang dan pergilah
rasa sakit terentang arti merdeka
1983
Sajak Rambut
rambutku gondrong benakku adalah hutan
keinginan terkurung di dalamnya
di kegelapan aku berteriak: kebebasan!
sepanjang malam semakin ribut
jiwa siapa tak akan letih
menjelang pagi baru tertidur
hari hampir siang, matahari menegurku
hutanku kembali ribut minta dilayani.
inikah dirimu, di depan kaca aku bertanya
kening yang terlipat, mata yang nyalang
rambut yang gondrong dan debar jantungmu
menangkap bau warna putih: uban!
rambut yang panjang mendekati tanah
waktu memberat di tiap helai
berapa lagi bukit-bukit letih dan daki
sebelum sampai di sebuah pantai
melabuhkan lelah sementara
menyongsong badai kembali
11 Juni, 1983, Sorogenen, Surakarta
Supardini Matangguan Ini untukmu
kesabaran berdenyut seperti darah dan daging
sendiri bertahan pada lecutan musim.
kesabaran berdenyut seperti darah dan daging
melepaskan umur jadi hari-hari kemarin.
kesabaran berdenyut seperti darah dan daging
sedang nasib kucing liar yang tak peduli.
kesabaran berdenyut seperti darah dan daging
roh! roh! roh!
kekalkanlah pada tiap tiupan napasku, cinta hidup
antara kelahiran dan kematian, kehidupan
arti kelahiran dan kematian
tergantung pasti pada hidupku
Sorogenen 1983
Sajak Ini Mengajakmu tamasya
sajak ini mengajakmu tamasya
ke rumah sakit, menikmati sunyi
tanya pasiennya
ini darah yang menghuni di mana?
sajak ini mengajakmu tamasya
di keheningan hidup sehari-hari
tanya tentang bulan dan tahun lalu
bila ketemu bukankah tak lagi kau kenali
jalan-jalan yang membawamu ke mari
sajak ini mengajakmu tamasya
dan liburkan gelisah
sajak ini mengajakmu tamasya
dan cium dingin bibir mayat itu
bukan pejam matanya
cari napasnya
hilang di siapa
sajak ini mengajakmu tamasya
kita sering mengumbar mata hingga buta
hingga ternganga di dunia batas
di balik mata
4 November 1983
Tahun 1984
Nyanyian Abang Becak
jika harga minyak mundhak
simbok semakin ajeg berkelahi sama bapak
harga minyak mundhak lombok-lombok akan mundhak
sandang pangan akan mundhak
maka terpaksa tukang-tukang lebon
lintah darat bank plecit tukang kredit harus dilayani
siapa tidak marah bila kebutuhan hidup semakin mendesak
seribu lima ratus uang belanja tertinggi dari bapak untuk simbok
siapa bisa mencukupi
sedangkan kebutuhan hidup semakin mendesak
maka simbok pun mencak-mencak:
"pak-pak anak kita kebacut metu papat lho!"
bayaran sekolahnya anak-anak nunggak lho!"
si Penceng muntah ngising, perutku malah sudah
isi lagi dan suk Selasa Pon ana sumbangan maneh
si Sebloh dadi manten!"
jika BBM kembali menginjak
namun juga masih disebut langkah-langkah kebijaksanaan
maka aku tidak akan lagi memohon pembangunan
nasib
kepadamu duh pangeran duh gusti
sebab nasib adalah permainan kekuasaan
lampu butuh menyala, menyala butuh minyak
perut butuh kenyang, kenyang butuh diisi
namun bapak cuma abang becak!
maka apabila becak pusaka keluarga pulang tanpa membawa uang
simbok akan kembali mengajak berkelahi bapak.
solo, 1984
Tahun 1985
Seorang Lelaki Kelana di Dunia Batin
seorang lelaki kelana di dunia batin
sudah akrab dengan gelap
yang menuntun ke pusat cahaya
hanya kepadanya ia akan menyerah
seorang lelaki kelana di dunia batin
kembali tanya siapa nama dirinya
mata angin mana membimbing pulang
hanya kepadanya ia akan menyerah
seorang lelaki kelana di dunia batin
merambah gapura hakikat ada dan tiada
menganga menguak tabir nasib
melihat isi alam raya dalam manusia
bebas dan merdeka
1985
Biarkanlah Jiwamu Berlibur Hei Penyair
lupakanlah itu para kritikus sastra!
biarkan jiwamu berlibur hei penyair
segarkanlah paru-paru dengan pemandangan-
pemandangan baru
pergilah ke parangtritis menikmati gubug-gubug
penduduk yang
menangkap jingking atau makam imogiri berziarah ke
mataram
atau pergi menyelamlah ke keributan jalan raya kotamu
barangkali masih akan kautemukan polisi lalu lintas
yang seperti
maling, berdagang kesempatan dalam pasar lakon
aku kepingin ngopi di pinggir jalan
sambil menertawakan sejarah dan kebenaran
mengisap rokok mbako lintingan
menatap zaman yang makin mirip kebun
binatang!
begitu panjang riwayat bangsa tetapi hari ini kita baru
pandai memuja
masa lalu, mengelus-elus borobudur mendewakan nilai
ketimuran semu
tetapi sibuk dengan breakdance dan membiarkan
penyelewengan kekuasaan
membangun gedung-gedung melebarkan jalan raya dan
menyingkirkan kaki lima
iki jaman edan!
bukan! ini bukan zaman edan pak jika kita masih punya
malu pada diri
sendiri dan berhenti mengotori teluk jakarta dengan
kotoran industri
berhenti membabati hutan-hutan kalimantan dan
kemudian kembali kita
ber-sumpah pemuda: Indonesia! satu tanah airku satu
bangsaku satu
bahasaku
pulau kita di ujung sana dan pulau kita di ujung sana
adalah kepulauan kita
bukan lumbung padi jepang cina atau amerika
bangsa kita di ujung sana dan di sudut situ bukan hanya
milik para nelayan yang dibelit hutang juga bukan cuma
milik kaum petani yang
gagal panennya dikhianati kemarau panjang
bukan pula milik satu dua thaoke atau juragan atau
cukong!
bahasa kita adalah bahasa indonesia benar - bukan
bahasa yang gampang
dibolakbalik artinya oleh penguasa
BBM adalah singkatan dari Bahan Bakar Minyak
bukan Bolak Balik Mencekik
maka berbicara tentang nasib rakyat tidak sama dengan
PKI atau malah dicap
anti Pancasila
itu namanya manipulasi bahasa
kita harus berbahasa indonesia yang baik dan
benar, kata siapa
kepada siapa.
biarkanlah jiwamu berlibur hei penyair!
pergi tamasya ke mana saja lepaskan penat
tapi jangan pergi ke taman hiburan jurug di sana malam
sudah jadi tempat
praktik majalah sex
pergi saja kepada Gesang, katakan bahwa
bengawan Solo
semakin gawat.
biarkanlah jiwamu berlibur hei penyair!
lupakanlah hirukpikuk dunia pendidikan lupakanlah
jumlah spanduk universitas
swasta yang ditawarkan tahun ajaran baru ini lupakanlah
barisan penganggur
yang berbaris lulus dari bangku SMA
ya tinggalkan sementara waktu dunia lakon kita ini
baharui kembali Cinta di hati.
Mei 1985
Kidung di Kala Sedih
sebab harga diri tak bisa dibeli
biarkan nilai-nilai yang meragukanmu jadi sampah
bakar dan pergi
pasang telinga nyalangkan juga mata
tetapi untuk membaca ayat-ayat-Nya di dunia ini
tak cukup dengan sepasang telinga dan dua biji mata
tetapi bebaskan hati untuk menyaring batu-batu nilai
yang dilemparkan orang lain untukmu
hidup ini memang sulit buktinya: para filsuf
setiap orang pernah berkerut kening karena sedih
terharu atau tertawa karena tiba-tiba merasa lucu
dirinya disebut pahlawan padahal bajingan
setiap menatap diri sendiri dan orang lain
rasanya hidup ini semakin rawan
siapa bisa berhenti menipu orang lain?
kita tidak bisa setidaknya aku pun
aku sering merasa heran bila membaca kembali
kisah-kisah sokrates
yang mati gagah minum racun demi hukum dan kebenaran
dicatat di diktat-diktat filsafat di ensiklopedi
toh kepadanya kita lupa hikmahnya
buktinya: sengkon dan karta
agus menghamili tutik tapi agus minggat.
dan bah cu wi yang tak mengizinkan anaknya kimpoi
dengan jawa.
harga diri memang tak bisa dibeli
tetapi jika kita gampang percaya dan tidak curiga
berhati-hatilah saudaraku.
Solo, 1985
Tahun 1986
Peringatan
jika rakyat pergi
ketika penguasa pidato
kita harus hati-hati
barangkali mereka putus asa
kalau rakyat sembunyi
dan berbisik-bisik
ketika membicarakan masalahnya sendiri
penguasa harus waspada dan belajar mendengar
bila rakyat tidak berani mengeluh
itu artinya sudah gawat
dan bila omongan penguasa
tidak boleh dibantah
kebenaran pasti terancam
apabila usul ditolak tanpa ditimbang
suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
dituduh subversif dan mengganggu keamanan
maka hanya ada satu kata: lawan!
Solo, 1986
Apa Yang
Berharga Dari Puisiku
Apa yang berharga dari puisiku
Kalau adikku tak berangkat sekolah
karena belum membayar SPP
Apa yang berharga dari puisiku
Kalau becak bapakku tiba-tiba rusak
Jika nasi harus dibeli dengan uang
Jika kami harus makan
Dan jika yang dimakan tidak ada?
Apa yang berharga dari puisiku
Kalau bapak bertengkar dengan ibu
Ibu menyalahkan bapak
Padahal becak-becak terdesak oleh bis kota
Kalau bis kota lebih murah siapa yang salah?
Apa yang berharga dari puisiku
Kalau ibu dijiret utang?
Kalau tetangga dijiret utang?
Apa yang berharga dari puisiku
Kalau kami terdesak mendirikan rumah
Di tanah-tanah pinggir selokan
Sementara harga tanah semakin mahal
Kami tak mampu membeli
Salah siapa kalau kami tak mampu beli tanah?
Apa yang berharga dari puisiku
Kalau orang sakit mati di rumah
Karena rumah sakit yang mahal?
Apa yang berharga dari puisiku
Yang kutulis makan waktu berbulan-bulan
Apa yang bisa kuberikan dalam kemiskinan
Yang menjiret kami?
Apa yang telah kuberikan
Kalau penonton baca puisi memberi keplokan
Apa yang telah kuberikan
Apa yang telah kuberikan?
Semarang, 6 maret 86
Pasar
Malam Sriwedari
beli karcis di loket
pengemis tua muda anak-anak
mengulurkan tangan
masuk arena corong-corong berteriak
udara terang benderang tapi sesak
di stand perusahaan rokok besar
perempuan montok menawarkan dagangannya
di stand jamu tradisionil
kere-kere di depan video berjongkok
nonton silat mandarin
di dalam gedung wayang wong
penonton lima belas orang
ada pedagang kaki lima
yang liar tak berizin
setiap saat bisa diusir keamanan
solo, 28 mei 86
Ayolah
Warsini
Warsini !Warsini !
Apa kamu sudah pulang kerja Warsini
Apa kamu tak letih seharian berdiri di pabrik
Ini sudah malam Warsini
Apa celana dan kutangmu digeledah lagi
Karena majikanmu curiga kamu membawa bungkusan moto
Atau apakah kamu mampir di salon lagi
Berapa utangmu minggu ini
Apa kamu bingung hendak membagi gaji
Ayolah warsini
Kawan-kawan sudah datang
Kita sudah berkumpul lagi disini
Kita akan latihan drama lagi
Ayolah Warsini
Kamu nanti biar jadi mbok bodong
Si Joko biar menjadi rentenirnya
Jangan malu warsini
Jangan takut dikatakan kemayu
Kamu tak perlu minder dengan pekerjaanmu
Biar kamu Cuma buruh
Dan sd saja tak tamat
Ayolah Warsini
Mas Yanto juga tak sekolah Warsini
Iapun Cuma tukang plitur
Mami juga tak sekolah
Kerjanya mbordir sapu tangan di rumah
Wahyuni juga tidak sekolah
Bapaknya tak kuat bayar uang pangkal sma
Partini penjahit pakaian jadi
Di perusahaan milik tante Lili
Kita sama sama tak sekolah Warsini
Ayolah warsini
Ini sudah malam Warsini
Ini malam minggu warsini
Kami sudah menunggu di sini
(Surakarta 9/1986)
Pulanglah
Nang
pulanglah nang
jangan dolanan sama si kuncung
si kuncung memang nakal
nanti bajumu kotor lagi
disirami air selokan
pulanglah nang
nanti kamu manangis lagi
jangan dolanan sama anaknya pak kerto
si bejo memang mbeling
kukunya hitam panjang-panjang
kalau makan tidak cuci tangan
nanti kamu ketularan cacingan
pulanglah nang
kamu kan punya mobil-mobilan
kapal terbang bikinan taiwan
senapan atom bikinan jepang
kamu kan punya robot yang bisa jalan sendiri
pulanglah nang
nanti kamu digebugi mamimu lagi
kamu pasti belum tidur siang
pulanglah nang
jangan dolanan sama anaknya mbok sukiyem
mbok sukiyem memang keterlaluan
si slamet sudah besar tapi belum disekolahkan
pulanglah nang
pasti papimu marah lagi
kamu pasti belum bikin PR
belajar yang rajin
biar nanti jadi dokter
Solo, september 86
Asmaradana
mabura
mabura menyang ngendi
aku ora nggondheli
mabura
mabura tekan ngendhi
aku tetep nututi
tresnaku merdhika cah ayu!
semarang, feb 86
Warung
Kopi Yu Yen
”Mangga mampir mas!”
ngunjuk kopi napa jahe
sekul bothok napa oseng-oseng
nedhine
yen kebelet nguyuh
mang nguyuh ten mburi niku
yen kadhemen
mang kemulan
niki wonten kemul anyar
kemule saged ngentut
jenenge narti!
semarang, feb.86
Ing
Telenging Ning
Ing telenging ning
katon rupaku
merat
merat
ora memper rupa
naging aku ora pangling
Ing telenging ning
ora ono apa-apa
mung
luh
lan
dosa
Ing telenging ning
wewadi kang primpen
sumebar
kaya ara-ara
semarang, feb 86
Reportase
dari Puskesmas
barangkali karena ikan laut yang kumakan
ya
barangkali ikan laut. seminggu ini
tubuhku gatal-gatal ya.. gatal-gatal
karena itu dengan lima ratus rupiah aku daftarkan
diri ke loket, ternyata cuma seratus lima puluh
murah sekali oo.. murah sekali! lalu aku menunggu
berdiri. bukan aku saja. tapi berpuluh-puluh
bayi digendong. orang-orang batuk
kursi-kursi tak cukup maka berdirilah aku.
"sakit apa pak?"
aku bertanya kepada seorang baoak berkaos lorek
kurus. bersandal jepit dan yang kemusian mengaku
sebagai penjual kaos celana pakaian rombeng di pasar johar.
"batuk-pilek-pusing-sesek nafas
wah! campur jadi satu nak!"
bayangkan tiga hari menggigil panas tak tidur
ceritanya kepadaku. mendengar cerita lelaki itu
seorang ibu (40 th) menjerit gembira:
"ya ampun rupanya bukan aku saja!"
di ruang tunggu terjejal yang sakit pagi itu
sakit gigi mules mencret demam semua bersatu.
jadi satu. menunggu.
o ya pagi itu seorang tukang kayu sudah tiga hari
tak kerja. kakinya merah bengkak gemetar
"menginjak paku!" katanya, meringis.
puskesmas itu demokratis sekali, pikirku
sakit gigi, sakit mata, mencret, kurapan, demam
tak bisa tidur, semua disuntik dengan obat yang sama.
ini namanya sama rasa sama rasa.
ini namanya setiap warga negara mendapatkan haknya
semua yang sakit diberi obat yang sama!
semarang, 86
Monumen
Bambu Runcing
monumen bambu runcing
di tengah kota
menuding dan berteriak merdeka
di kakinya tak jemu juga
pedagang kaki lima berderet-deret
walau berulang-ulang
dihalau petugas ketertiban
semarang, 1 maret 86
Buruh-Buruh
di batas desa
pagi - pagi
dijemput truk
dihitung seperti pesakitan
diangkut ke pabrik
begitu seterusnya
mesin terus berputar
pabrik harus berproduksi
pulang malam
badan loyo
nasi dingin
bagaimana kalau anak sakit
bagaimana obat
bagaimana dokter
bagaimana rumah sakit
bagaimana uang
bagaimana gaji
bagaimana pabrik? mogok?
pecat! mesin tak boleh berhenti
maka mengalirlah tenaga murah
mbak ayu kakang dari desa
disedot
sampai pucat
(solo, 4-86)
Catatan
Hari Ini
aku nganggur lagi
semalam ibu tidur di kursi
jam dua lebih aku menulis puisi
aku duduk menghadap meja
ibu kelap-kelip matanya ngitung utang
jam enam sore:
bapak pulang kerja
setelah makan sepiring
lalu mandi tanpa sabun
tadi siang ibu tanya padaku:
kapan ada uang?
jam setengah tujuh malam
aku berangkat latihan teater
apakah seni bisa memperbaiki hidup?
Solo, juni 86
Tahun 1987-1988
Bunga Dan
Tembok
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau hendaki tumbuh
Engkau lebih suka membangun rumah dan merampas tanah
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau kehendaki adanya
Engkau lebih suka membangun jalan raya dan pagar besi
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang dirontokkan di bumi kami sendiri
Jika kami bunga
Engkau adalah tembok itu
Tapi di tubuh tembok itu telah kami sebar biji-biji
Suatu saat kami akan tumbuh bersama dengan keyakinan: engkau harus hancur!
Dalam keyakinan kami
Di manapun–tirani harus tumbang!
Solo, 1987
Sajak
Kepada Bung Dadi
ini tanahmu juga
rumah-rumah yang berdesakan
manusia dan nestapa
kampung halaman gadis-gadis muda
buruh-buruh berangkat pagi pulang sore
dengan gaji tak pantas
kampung orang-orang kecil
yang dibikin bingung
oleh surat-surat izin dan kebijaksanaan
dibikin tunduk mengangguk
bungkuk
ini tanah airmu
di sini kita bukan turis
Solo-Sorogenen
malam Pemilu 87
Sajak
Tikar Plastik-Tikar Pandan
tikar plastik tikar pandan
kita duduk berhadapan
tikar plastik tikar pandan
lambang dua kekuatan
tikar plastik bikinan pabrik
tikar pandan dianyam tangan
tikar plastik makin mendesak
tikar pandan bertahan
kalian duduk di mana?
solo, april 88
Sajak
sajakku adalah kata-kata
yang mula-mula menyumpal di tenggorokan
lalu dilahirkan ketika kuucapkan
sajakku adalah kata-kata
yang mula-mula bergulung-gulung
dalam perasaan
lalu lahirlah ketika kuucapkan
sajakku
adalah kebisuan
yang sudah kuhancurkan
sehingga aku bisa mengucapkan
dan engkau mendengarkan
sajakku melawan kebisuan
wiji thukul, solo, 1988
Catatan
Suram
kucing hitam jalan pelan
meloncat turun dari atap
tiga orang muncul dalam gelap
sembunyi menggenggam besi
kucing hitam jalan pelan-pelan
diikuti bayang-bayang
ketika sampai di mulut gang
tiga orang menggeram
melepaskan pukulan
bulan disaput awan meremang
saksikan perayaan kemiskinan
daging kucing pindah
ke perut orang!
solo 1987
Meditasi
Membaca Buku
Buku membuat aku jadi pribadi sendiri
Aku terpisah dari orang-orang
Yang bekerja membangun dunia
Dengan pukul palu peluh dan tenaga
Aku merasa lebih mulia
Karena memiliki pengetahuan dan
mampu membeli
Aku merasa plus dan tak rendah diri
Lebih dari yang lain
Biarpun tak menindakkan apa-apa
Aku bisa membuat alasan
Aku jadi lebih pintar berargumentasi
Dan diskusi panjang lebar
Biarpun tidak menindakkan apa-apa
Aku kenal penyair-penyair besar
Dan merasa lebih berarti
Aku mengangguk-angguk saja ngantuk
Mengagumi orang-orang besar
Pikiranku meloncat-loncat
Mencekal rumus-rumus
Dengan kepercayaan yang tulus
Lalu merasa lain dari yang kemarin
Dan lebih ilmiah
Biarpun tidak menindakkan apa-apa
Dan tak berani menolak printah
Apalagi membangkang si pemerintah
Yang tak berakal sehat
Buku membuat tanganku tak kotor
Aku merasa takut kotor
Dan disebut tukang
Biarpun aku ini sama saja
Dengan kalian yang bekerja
Menggali jalan-jalan untuk telephone
Yang bekerja dengan pukul palu peluh
dan tenaga
Mendirikan gedung-gedung bagus dan
kantor negara
Buku-buku mendudukkan aku di
tempat yang tak boleh diganggu
Saudara-saudara bangunkan aku!
sorogenen, 14 maret 1988
Sajak
sajakku gerakan
bahasaku perlawanan
kata-kataku menentang
ogah diam
ucapanku protes
suaraku bergetar
tidak! tidak!
sajakku
adalah keluh-kesah dari kegelapan
sajakku adalah ketidakpuasan
yang dari tahun ke tahun
hanya jadi guman
sajakku
adalah kritik-kritik
yang hilang dalam bisik-bisik
sajakku mencari mahasiswa
aku ingin bicara
kehidupan sehari-hari
makin menekan
aku ingin membacakannya
bersama suara-suara perempuan
yang menggapai-gapai jendela kaca
sambil menawarkan salaknya
kepadamu
di stanplat
aku ingin membacakan sajakku
dalam diskusi-diskusi ilmiah
dalam rapat-rapat gelap
dalam pentas-pentas sandiwara
di depan penyair
aku ingin menuliskan sajakku
dan mengucapkan kembali
kata-kata kita
yang hilang dicuri di depan
matamu
solo- desember 1987
Nyanyian
Tanah Ibu
siapa yang menggetarkan suaraku
yang menggetarkan udara
getaran menyalakan pita mulutku
mulutku bicara
sama-sama mereka
yang jongkok menghadap selokan
rakyat biasa yang tenaganya luar
biasa
siang malam membangun
maka jadilah otot-otot kota
berdirilah gedung-gedung
menghamparlah jalan raya
rakyatku menggali
ditimbuni batu-batu
mengaspal jalan-jalan mobil
rakyatku diam
tak disebut-sebut
rakyatku bisu
(tapi di dalam gelap piye-piye
kadang melenguh seperti sapi
diperah
tanpa waktu
seperti kuda beban digebug
tanpa waktu)
rakyatku adalah pencipta sorga di
dunia
meski ia sendiri tak pernah mencicipi
sebab sorga telah dijilat habishabisan
sampai
hutan-hutan ikut terbakar
rakyatku adalah pelayan setia
yang hanya bekerja dengan gembira
dan bangun pagi: lunasi utang!
19 januari 1988
Kenangan
Anak-Anak Seragam
pada masa kanak-kanakku
setiap jam tujuh pagi
aku harus seragam
bawa buku harus mbayar
ke sekolah
katanya aku bodoh
kalau tidak bisa menjawab
pertanyaan guru
yang diatur kurikulum
aku dibentak dinilai buruk
kalau tidak bisa mengisi dua kali dua
aku harus menghapal
mataku mau tak mau harus dijejali huruf-huruf
aku harus tahu siapa presidenku
aku harus tahu ibukota negaraku
tanpa aku tahu
apa maknanya bagiku
pada masa kanak-kanakku
aku jadi seragam
buku pelajaran sangat kejam
aku tidak boleh menguap di kelas
aku harus duduk menghadap papan di depan
sebelum bel tidak boleh mengantuk
tapi
hari ini
setiap orang boleh memberi pelajaran
dan aku boleh mengantuk
Sarang Jagat Teater
19 Januari '88
Jangan
Lupa Kekasihku
jangan lupa kekasihku
jika terang bulan
kita jalan-jalan
yang tidur di depan rumah
di pinggir selokan
itu tetangga kita kekasihku
jangan lupa kekasihku
jika pukul lima
buruh-buruh perempuan
yang matanya letih
jalan sama-sama denganmu
berbondong-bondong
itu kawanmu kekasihku
jangan lupa kekasihku
jika kau ditanya siapa mertuamu
jawablah: yang menarik becak itu
itu bapakmu kekasihku
jangan lupa kekasihku
pada siapa pun yang bertanya
sebutkan namamu
jangan malu
itu namamu kekasihku
Solo-Sorogenen, 14 Maret '88
Catatan
Harian
setiap hari
mengulur waktu
mengulur waktu
bikin alasan
begini
begitu
pembenaran
pembenaran
membenarkan diam
di kampus
di rumah
di pentas
takut tidak
membenarkan ya
ya
ya
kapan bebas ya
kapan berani tidak
solo- des ‘87
Sajak
Anak-Anak
anak-anak kecil
bermain di jalan-jalan
kehilangan tanah lapang
pohon tumbang
tembok didirikan
kiri kanan menyempit
anak-anak terhimpit
anak-anak itu anak-anak kita
ingatlah ketika kau mendirikan rumah
ingatlah ketika kau menancapkan
pipa pabrik
anak-anak kecil berdesakan
sepak bola di jalan-jalan
bila jendela kacamu berantakan
tengoklan anak-anak itu
pandanglah pagar besimu
sungguh luas halaman rumahmu
Solo, 9 Juni '87
Riwayat
seperti tanah lempung
pinggir kampung
masa laluku kuaduk-aduk
kubikin bentuk-bentuk
patung peringatan
berkali-kali
kuhancurkan
kubentuk lagi
kuhancurkan
kubentuk lagi
patungku tak jadi-jadi
aku ingin sempurna
patungku tak jadi-jadi
lihat!
diriku makin belepotan
dalam penciptaan
kalangan, oktober 87
Peluk
Sekuat Cintamu
kehadiran kita nanti
akan diterima dunia yang kabur
perkawinan kita nanti
perayaan kemiskinan besar-besaran
anakmu nanti
akan lahir ke dunia juga
diperas kerja keras
tapi ucapkan selamat kekasihku
semoga terang
biar kemiskinan menempatkan diri
di pojok-pojok
kita harus ambil bagian
ucapkan selamat kekasihku
mari ke depan maju
kecupi rahmat
peluk ! peluk sekuat cintamu
tegalmade bekonang, 15 maret 1988
Aku Lebih
Suka Dagelan
di radio aku mendengar berita
katanya partisipasi politik rakyat kita sangat menggembirakan
tapi kudengar dari mulut seorang kawanku
dia diinterogasi dipanggil gurunya
karena ikut kampanye PDI
dan di kampungku ibu RT
tak mau menegor sapa warganya
hanya karena ia Golkar
ada juga yang saling bertengkar
padahal rumah mereka bersebelahan
penyebabnya hanya karena mereka berbeda tanda gambar
ada juga kontestan yang nyogok
tukang-tukang becak
akibatnya dalam kampanye banyak
yang mencak-mencak
di radio aku mendengar berita-berita
tapi aku jadi muak karena isinya
kebohongan yang tak mengatakan kenyataan
untunglah warta berita segera bubar
acara yang kutunggu-tunggu datang: dagelan!
solo, 87
(Puisi
Ngamen)*
inilah puisi
jalanan, puisi ngamen,
puisi yang tidak butuh legitimasi
dari dewan kesenian
7/9/1987
....................
*Puisi tanpa judul
Geguritan
Iki Mung Pengin Kandha
geguritan iki mung pengin kandha
ing njaba ana wong sambat ngaluara
sajake bubar dipulasara
swarane ora cetha
gremeng-gremeng ing petengan
cangkeme pecah
awak sekojur abang biru
apa kowe ora krungu?
coba lirihna omonganmu
mbok menawa kowe ngerti
apa karepe
geguritan iki mung aweh kabar
ing njaba bathang bosok pirangpirang
apa irungmu ora mambu
thok! thok! thok!
sing teka aku kana
lawangmu ngakna
solo, 8.6.87.
7 Agustus
1987
isih turu aku digugah adhiku
dheweke mbengak: aku klebu
sipenmaru!
maca koran sing didudahake
”Endi?”
adhiku nggregeli
drijine nduding jenenge
”Iki lho…….”
adhiku bungahe ora karuan
(sida dadi mahasiswa!)
simbok melu bingung
pamer tangga kiwo tengen
”Mbayar pira?”
”Satus telung puluh lima ewu!”
simbok ndomblang
nyawang isen-isen omahe.
sorogenen, solo
Suara
Dari Rumah-Rumah Miring
di sini kamu bisa menikmati cicit tikus
di dalam rumah miring ini
kami mencium selokan dan sampan
bagi kami setiap hari adalah kebisingan
di sini kami berdesak-desakan dan berkeringat
bersama tumpukan gombal-gombal
dan piring-piring
di sini kami bersetubuh dan melahirkan
anka-anak kami
di dalam rumah miring ini
kami melihat matahari menyelinap
dari atap ke atap
meloncati selokan
seperti pencuri
radio dari segenap penjuru
tak henti-hentinya membujuk kami
merampas waktu kami dengan tawaran-tawaran
sandiwara obat-obatan
dan berita-berita yang meragukan
kami bermimpi punya rumah untuk anak-anak
tapi bersama hari-hari pengap yang menggelinding
kami harus angkat kaki
karena kami adalah gelandangan
solo, oktober 87
Reco
Ngglandag
reco nggladag
coba takona
bocah-bocah kuwi anake sapa
apa kupingmu ora risi
krungu cekikikane bocah-bocah kuwi
coba takonana omahe ngendi
iki wis bengi
coba tamatna sopir-sopir becak kae
turu angler ora sarungan
apa sing dienteni? rejeki?
reco nggladag
tulung
jawilna sutinah
sing rambute dawa diklebang loro
kuwi
mengko esuk arep turu ngendhi?
solo, 4.8.87
Asih Punk
Rock
”Aja takon ngendi omahku mas!”
Bapakku pegatan kawin maneh karo
prawan
Adhiku papet sekolahe berantakan
saben ndina usrek aku ora kerasan
”Aja takon pira umurku mas!”
Telung taon kepungkur aku kelas
loro smp
Prawanku ilang dimaling lanangan
”Aja takon iki jam pira mas!
Wengi iki aku kelonana
Ora bakal ana wong nggoleki
(Asu! ning apa kowe ora kandha
yen lagi bulanan Asih?)
Solo, 24.7.87
Megatruh
Solidaritas
akulah bocah cilik itu
kini aku datang kepada dirimu
akan kuceritakan masa kanak-kanakmu
akulah bocah cilik itu
yang tak berani pulang
karena mencuri uang simbok
untuk beli benang layang-layang
akulah bocah cilik itu
yang menjual gelang simbok
dan ludes dalam permainan dadu
akulah bocah cilik kurus itu
yang tak pernah menang bila berkelahi
yang selalu menangis bila bermain sepak-sepong
aku adalah salah seorang dari bocah-bocah kucel
yang mengoreki tumpukan sampah
mencari sisa kacang atom
dan sisa moto buangan pabrik
akulah bocah bengal itu
yang kelayapan di tengah arena sekaten
nyrobot brondong dan celengan
dan menangis di tengah jalan
karena tak bisa pulang
akulah bocah cilik itu
yang ramai-ramai rebutan kulit durian
dan digigit anjing ketika nonton telepisi
di rumah Bah Sabun
ya engkaulah bocah cilik itu
sekarang umurku dua puluh empat
ya akulah bocah cilik itu
sekarang aku datang kepada dirimu
karena kudengar kabar
seorang kawan kita mati terkapar
mati ditembak mayatnya dibuang
kepalanya koyak
darahnya mengental
dalam selokan
solo, 31 januari 1987
Jalan
Magelang Tengah Wengi
bakul-bakul genthong
genteyongan mikul dagangan
baris ing petengan
kaya budhak mangkat kerja rodi
bakul-bakul genthong
genteyongan munggah-mudhun
saka desa mlebu kutha
golek pasar
bakul-bakul genthong
genteyongan
mburu pulukan upa
kartasura, 2.8.87
Balada
Pak Bejo
pak Bejo membentak bininya:
-hari ini sepi!
mbok Bejo tak mau kalah:
-anak-anak minta baju seragam!
pak Bejo juga:
-aku sudah keliling kota
aku sudah kerja keras
tapi kalah dengan bis kota
hari ini aku cuma dapat uang setoran
mbok Bejo tak mau mendengar
mbok Bejo tetap marah
mbok Bejo terus ngomel
pak Bejo kesal
nyaut sarung kabur ke warung
nenggak ciu-bekonang
minum segelas
lalu segelas lagi
kemudian hanyut dalam gending Sarung Jagung
bersama pak Kromo
bersama pak Wiryo
bersama pak Kerto
njoget tertawa mabuk
benak yang sumpeg dikibaskan
lepas bebas
lupa anak lupa hutang
lupa sewa rumah
lupa bayaran sekolah
lepas bebas
lenggak-lenggok gumpalan awan
bersama bintang-bintang
ketika bulan sudah miring
pak Bejo mendengkur di depan pintu
sampai terang pagi
lalu istrinya melotot lagi
Solo, Juli '88
Kampung
bila pagi pecah
mulailah sumpah serapah
anak dipisuhi ibunya
suami istri ribut-ribut
bila pagi pecah
mulailah sumpah serapah
kiri kanan ribut
anak-anak menangis
suami istri bertengkar
silih berganti dengan radio
orang-orang bergegas
rebutan sumur umum
lalu gadis-gadis umur belasan
keluar kampung menuju pabrik
pulang petang bermata kusut
keletihan menjalani hidup
tanpa pilihan
dan anak –anak terus lahir berdesakan
tak mengerti rumahnya di pinggir selokan
bermain di muka genangan sampah
di belakang tembok-tembok
menyumpal gang-gang
berputar dalam bayang-bayang
mencari tanah lapang
solo, sorogenen, juli 1988
Sajak
Bapak Tua
bapak tua
kulitnya coklat dibakar matahari kota
jidatnya berlipat-lipat seperti sobekan luka
pipinya gosong disapu angin panas
tenaganya dikuras
di jalan raya siang tadi
sekarang bapak mendengkur
dan ketika bayanga esok pagi datang
di dalam kepalaku
bis tingkat itu tiba-tiba berubah
jadi ikan kakap raksasa
becak-becak jadi ikan teri
yang tak berdaya
solo, juni 1987
Kuburan
Purwoloyo
di sini terbaring
mbok Cip
yang mati di rumah
karena ke rumah sakit
tak ada biaya
di sini terbaring
pak Pin
yang mati terkejut
karena rumahnya tergusur
di tanah ini terkubur orang-orang yang
sepanjang hidupnya memburuh
terhisap dan menanggung hutang
di sini
gali-gali
tukang becak
orang-orang kampung
yang berjasa dalam setiap Pemilu
terbaring
dan keadilan masih saja hanya panji
di sini
kubaca kembali
: sejarah kita belum berubah
Jagalan, kalangan solo, 25 oktober 88
Pemandangan
aku pangling betul
pada ini jalan jendral Sudirman
balaikota makin berubah
sampai Slamet Riyadi-Gladag
reklame rokok berkibar-kibar
spanduk show band
pameran rumah murah
(tapi harganya jutaan!)
kehingaran jalan raya
menyolok mata
Jendral Sudirman
dihiasi slogan-slogan pembangunan
tapi kantor pos belum berubah
bank-bank dan gereja makin megah
di pojok Ronggowarsito
ada aturan baru
becak dilarang terus
(bis kota turah-turah penumpang!)
solo, desember 87
Puisi
Untuk Adik
apakah nasib kita akan seperti
sepeda rongsokan karatan itu
o, tidak, dik!
kita akan terus melawan
waktu yang bijak-bestari
kan sudah mengajari kita
bagaimana menghadapi derita
kitalah yang akan memberi senyum
kepada masa depan
jangan menyerahkan diri pada ketakutan
kita akan terus bergulat
apakah nasib kita akan seperti
sepeda rongsokan karatan?
o, tdak, dik!
kita harus membaca lagi
agar bisa menuliskan isi kepala
dan memahami dunia
solo 25 mei 87
Catatan
88
saban malam
dendam dipendam
protes diam-diam
dibungkus gurauan
saban malam
menyanyi menyabarkan diri
bau tembakau dan keringat di badan
campur aduk dengan kegelisahan
saban malam
mencoba bertahan menghadapi kebosanan
menegakkan diri dengan harapan-harapan
dan senyum rawan
saban malam
rencana-rencana menumpuk jadi kuburan
solo-sorogenen, 1 september 88
Istirahatlah
Kata-Kata
istirahatlah kata-kata
jangan menyembur-nyembur
orang-orang bisu
kembalilah ke dalam rahim
segala tangis dan kebusukan
dalam sunyi yang mengiris
tempat orang-orang mengingkari
menahan ucapannya sendiri
tidurlah kata-kata
kita bangkit nanti
menghimpun tuntutan-tuntutan
yang miskin papa dan dihancurkan
nanti kita akan mengucapkan
bersama tindakan
bikin perhitungan
tak bisa lagi ditahan-tahan
solo, sorogenen,
12 agustus 1988
Gunungbatu
gunungbatu
desa yang melahirkan laki-laki
kuli-kuli perkebunan
seharian memikul kerja
setiap pagi makin bungkuk
dijaga mandor dan traktor
delapan ratus gaji sehari
di rumah ditunggu
gunung batu
desa yang melahirkan laki-laki
pencuri-pencuri
menembak binatang di hutan lindung
mengambil telur penyu
di pantai terlarang
demi piring nasi
kehidupan sehari-hari
gunungbatu
desa terpencil jawa barat
dipagari hutan
dibatasi pantai-pantai cantik
ujung genteng, cibuaya, pangumbhan
sulit transportasi
-jakarta dekat-
sulit komunikasi
sejarah gunungbatu
sejarah kuli-kuli
sejak jaman kolonial
sampai republik merdeka
sejarah gunungbatu
sejarah kuli-kuli
gunungbatu
masih di tanah air ini
november 87
Untuk
D
kopi tinggal ampas
asbak penuh puntung rokok
bibir pecah habis muntah-muntah
mari pulang saja
sebelum tipu-menipu tambah seru
malam makin beku
aku tidak betah, aku ingin masuk
aku tak terhibur lagi
oleh percakapan-percakapan
yang menyelamatkan kita bukan omong besar
bukan mimpi bukan ketakutan
mari tidur
persiapkan
perlawanan, esok pagi
solo, 17 Juni 1987
P E N Y A
I R
jika tak ada mesin ketik
aku akan menulis dengan tangan
jika tak ada tinta hitam
aku akan menulis dengan arang
jika tak ada kertas
aku akan menulis pada dinding
jika aku menulis dilarang
aku akan menulis dengan
tetes darah!
sarang jagat teater
19 januari 1988
Catatan
udara AC asing di tubuhku
mataku bingung melihat
deretan buku-buku sastra
dan buku-buku tebal intelektual terkemuka
tetapi harganya
Ooo.. aku ternganga
musik stereo mengitariku
penjaga stand cantik-cantik
sandal jepit dan ubin mengkilat
betapa jauh jarak kami
uang sepuluh ribu di sakuku
di sini hanya dapat 2 buku
untuk keluargaku cukup buat
makan seminggu
gemerlap toko-toko di kota
dan kumuh kampungku
dua dunia yang tak pernah bertemu
solo, 87-88
Kemerdekaan
kemerdekaan
mengajarkan aku berbahasa
membangun kata-kata
dan mengucapkan kepentingan
kemerdekaan
mengajar aku menuntut
dan menulis surat selebaran
kemerdekaanlah
yang membongkar kuburan ketakutan
dan menunjukkan jalan
kemerdekaan
adalah gerakan
yang tak terpatahkan
kemerdekaan
selalu di garis depan*
Solo, 27-12-1988
Nyanyian
Akar Rumput
jalan raya dilebarkan
kami terusir
mendirikan kampung
digusur
kami pindah-pindah
menempel di tembok-tembok
dicabut
terbuang
kami rumput
butuh tanah
dengar!
Ayo gabung ke kami
Biar jadi mimpi buruk presiden!
juli 1988
Suti
Suti tidak kerja lagi
pucat ia duduk dekat amben-nya
Suti di rumah saja
tidak ke pabrik tidak ke mana-mana
Suti tidak ke rumah sakit
batuknya memburu
dahaknya berdarah
tak ada biaya
Suti kusut-masai
di benaknya menggelegar suara mesin
kuyu matanya membayangkan
buruh-buruh yang berangkat pagi
pulang petang
hidup pas-pasan
gaji kurang
dicekik kebutuhan
Suti meraba wajahnya sendiri
tubuhnya makin susut saja
makin kurus menonjol tulang pipinya
loyo tenaganya
bertahun-tahun dihisap kerja
Suti batuk-batuk lagi
ia ingat kawannya
Sri yang mati
karena rusak paru-parunya
Suti meludah
dan lagi-lagi darah
Suti memejamkan mata
suara mesin kembali menggemuruh
bayangan kawannya bermunculan
Suti menggelengkan kepala
tahu mereka dibayar murah
Suti meludah
dan lagi-lagi darah
Suti merenungi resep dokter
tak ada uang
tak ada obat
solo, 27 februari 88
Catatan
Malam
anjing nyalak
lampuku padam
aku nelentang
sendirian
kepala di bantal
pikiran menerawang
membayang pernikahan
(pacarku buruh harganya tak lebih dua ratus rupiah per jam)
kukibaskan pikiran tadi dalam gelap makin pekat
aku ini penyair miskin
tapi kekasihku cinta
cinta menuntun kami ke masa depan
solo-kalangan, 23 februari 88
Tahun 1989
Jam Dua
Malam Dingin Sampai ke Tulang
jam dua malam
dingin sampai ke tulang
air naik
ya air naik!
jam dua malam
orang-orang bangun
dan berbisik-bisik
air naik
ya air naik!
kesibukan mendadak
siap-siap
banjir datang
air naik
ya air naik!
kalau aku kaya
akan kubangun rumahku tinggi-tinggi
si Gareng bergurau
menertawai kemiskinannya sendiri
kalau emoh kebanjiran
jangan bikin rumah di pinggir bengawan
teriak yu Tomblok
sambing nggugah bojonya yang kemulan sarung
air naik
ya air naik!
si Kenthus kegirangan
membayangkan: besok pagi berenang
air naik
ya air naik!
kotoran-kotoran naik ke permukaan
lapangan di depan mulai tenggelam
dengarlah suara kenthongan dipukul
gemanya memantul-mantul
air naik
ya air naik!
jam dua malam
dingin sampai ke tulang
jagalan, kalangan
5 januari 1989
Syair
Keadaan
kalimat-kalimat kotor
menghambur dalam gelap
membawa bau minuman
keringat tengik
dan kesumpekan
ibu-ibu megap-megap
mengurus dapur suami dan anaknya
harga barang-barang kebutuhan makin tinggi
kaum penganggur sambung-menyambung
berbaris setiap hari
dan parpol-parpol
sibuk sendiri
mengurus entah apa
leleran keringat dan kacaunya pikiran
keputusasaan dan harapan
yang dipompakan iklan-iklan
siang malam membikin tegang
dan disana kaum tani
dipaksakan menyerahkan tanahnya
dan disana pabrik-pabrik memecat
buruhnya, memanggil tentara
karena ada aksi mogok
di depan kantornya
dan parpol-parpol
sibuk sendiri
mengurus entah apa
hujan turun
got-got meluap
banjir datang
bingunglah rakyat
gunung-gunung digunduli
hutan-hutan dibabati
cukong-cukong kongkalikong
para birokrat mengantongi uang komisi
karena memberi lisensi
dan para pemilik modal besar
terus mengaduk-aduk
menguras mengisap isi perut bumi
dan parpol-parpol
halo!
selamat pagi!
hujan turun
got-got meluap banjir datang
menenggelamkan rumah-rumah rakyat
dan parpol-parpol
hallo!
kita nanti ketemu
dalam Pemilu
lima tahun lagi!
Solo, Jagalan
Kalangan, 02-02, 1989.
Gumam
Sehari-hari
di ujung sana ada pabrik roti
kami beli yang remah-remah
karena murah
di ujung sana ada tempat penyembelihan sapi
dan kami kebagian bau
kotoran air selokan dan tai
di ujung sana ada perusahaan daging abon
setiap pagi kami beli kuahnya
dimasak campur sayur
di pinggir jalan
berdiri toko-toko baru
dan macam-macam bangunan
kampung kami di belakangnya
riuh dan berjubel
seperti kutu kere kumal
terus berbiak!
membengkak tak tercegah!
jagalan, kalangan solo, 29 januari 1989
Tanah
tanah mestinya di bagi-bagi
jika cuma segelintir orang
yang menguasai
bagaimana hari esok kamu tani
tanah mestinya ditanami
sebab hidup tidak hanya hari ini
jika sawah diratakan
rimbun semak pohon dirubuhkan
apa yang kita harap
dari cerobong asap besi
hari ini aku mimpi buruk lagi
seekor burung kecil menanti induknya
di dalam sarangnya yang gemeretak
dimakan sapi
1989-solo
Tong
Potong Roti
tong potong roti
roti campur mentega
belanda sudah pergi
kini datang gantinya
tong potong roti
roti campur mentega
belanda sudah pergi
bagi-bagi tanahnya
tong potong roti
roti campur mentega
belanda sudah pergi
siapa beli gunungnya
tong potong roti
roti campur mentega
belanda sudah pergi
kini indonesia
tong potong roti
roti campur mentega
belanda sudah pergi
kini siapa yang punya
solo, kalangan, april 89
* diilhami sebuah tembang rakyat dari Madura
Tentang
Sebuah Gerakan
tadinya aku pengin bilang
aku butuh rumah
tapi lantas kuganti
dengan kalimat:
setiap orang butuh tanah
ingat: setiap orang!
aku berpikir tentang
sebuah gerakan
tapi mana mungkin
aku nuntut sendirian?
aku bukan orang suci
yang bisa hidup dari sekepal nasi
dan air sekendi
aku butuh celana dan baju
untuk menutup kemaluanku
aku berpikir tentang gerakan
tapi mana mungkin
kalau diam?
1989
Tahun 1990
Jalan
aspal leleh tengah hari
silau aku oleh sinar matahari
gedung-gedung baru berdiri
arsitektur lama satu-satu hilang
dimakan pembangunan
jalan kiri kanan dilebarkan
becak-becak melompong di pinggiran
yang jalan kaki
yang digenjot
yang jalan bensin
semua ingin jalan
solo, 22 november 90
Tahun 1991
Lumut
dalam gang pikiranku menggumam
seperti kemarin saja
kini los rumah yang dulu kami tempati
jadi bangunan berpagar tembok tinggi
aku jalan lagi
melewati rumah yang pernah disewa
Riyanto buruh kawan sekerjaku
ke mana lagi dia sekeluarga
rumah itu kini gantian di sewa
keluarga mbak Nina
kampung ini tak memiliki tanah lapang lagi
tanah-tanah kosong sudah dibeli orang
dalam gang
setengah gelap setengah terang
aku menemukan perumpamaan:
kita ini lumut
menempel di tembok-tembok bangunan
berkembang di pingir-pinggir selokan
di musim kemarau kering
diterjang banjir
tetap hidup
kalau keadaan berubah
perumpamaan boleh berubah
menurutmu sendiri
kita ini siapa?
kalangan solo, 8 februari 91
Lingkungan
Kita si Mulut Besar
lingkungan kita si mulut besar
dihuni lintah-lintah
yang kenyang menghisap darah keringat tetangga
dan anjing-anjing yang taat beribadah
menyingkiri para panganggur
yang mabuk minuman murahan
lingkungan kita si mulut besar
raksasa yang membisu
yang anak-anaknya terus dirampok
dan dihibur film-film kartun amerika
perempuannya disetor
ke mesin-mesin industri
yang membayar murah
lingkungan kita si mulut besar
sakit perut dan terus berak
mencret oli dan logam
busa dan plastik
dan zat-zat pewarna yang merangsang
menggerogoti tenggorokan bocah-bocah
yang mengulum es
limapuluh perak
kampung kalangan-solo, desember 1991
Tetangga
Sebelahku
tetangga sebelahku
pintar bikin suling bambu
dan memainkan banyak lagu
tetangga sebelahku
kerap pinjam gitar
nyanyi sama-sama anaknya
kuping sebelahnya rusak
dipopor senapan
tetangga sebelahku
hidup bagai dalam benteng
melongok-longok selalu
membaca bahaya
tetangga sebelahku
diteror masa lalu
Kalangan-Solo,
November 1991
Hujan
mendung hitam tebal
masukkan itu jemuran
dan bantal-bantal
periksa lagi genting-genting
barangkali bocornya pindah
udara gerah
ruangan gelap
listrik tak nyala
mana anak kita?
hujan akan lebat lagi nampaknanya
semoga tanpa angin keras
burung-burung parkit itu
masih berkicau juga dalam kandangnya
burung-burung parkit itu
apakah juga pingin punya rumah sendiri
seperti kami?
kalangan-solo, 25 november 91
Sajak
Tapi Sayang
kembang dari pinggir jalan
kembang yang tumbuh di tembok
tembok selokan
kupindah kutanam di halaman depan
anakku senang bojoku senang
tapi sayang
bojoku ingin nanam lombok
anakku ingin kolam ikan
tapi sayang
setelah sewa rumah habis
kami harus pergi
terus cari sewa lagi
terus cari sewa lagi
alamat rumah kami punya
tapi sayang
kami butuh tanah
25 januari 91 – solo
Jalan
Slamet Riyadi Solo
dulu kanan dan kiri jalan ini
pohon-pohon asam besar melulu
saban lebaran dengan teman sekampung
jalan berombongan
ke taman sriwedari nonton gajah
banyak yang berubah kini
ada holland bakery
ada diskotik ada taksi
gajahnya juga sudah dipindah
loteng-loteng arsitektur cina
kepangkas jadi gedung tegak lurus
hanya kereta api itu
masih hitam legam
dan terus mengerang
memberi peringatan pak-pak becak
yang nekat potong jalan
"hei hati hati
cepat menepi ada polisi
banmu digembos lagi nanti!"
solo, mei-juni 1991
Ceritakanlah
Ini Kepada Siapa Pun
panas campur debu
terbawa angin ke mana-mana
koran hari ini memberitakan
kedungombo menyusut kekeringan
korban pembangunan dam
muncul kembali ke permukaan
tanah-tanah bengkah
pohon-pohon besar malang-melintang
makam-makam bangkit dari ingatan
mereka yang dulu diam
kali ini
cerita itu siapa akan membantah
dasar waduk ini dulu dusun rumah-rumah
waktu juga yang menyingkap
retorika penguasa
walau senjata ditodongkan kepadamu
walau sepatu di atas kepalamu
di atas kepalaku
di atas kepala kita
ceritakanlah ini kepada siapa pun
sebab cerita ini belum tamat
solo, 30 agustus 91
Batas
Panggung
kepada para
pelaku
ini adalah daerah kekuasaan kami
jangan lewati batas itu
jangan campuri apa yang terjadi di sini
karena kalian penonton
kalian adalah orang luar
jangan rubah cerita yang telah kami susun
jangan belokkan jalan cerita yang telah
kami rencanakan karena
kalian adalah penonton
kalian adalah orang luar
kalian harus diam
panggung seluas ini hanya untuk kami
apa yang terjadi d sini
jangan ditawar-tawar lagi
panggung seluas ini hanya untuk kami
jangan coba bawa pertanyaan-pertanyaan berbahaya
ke dalam permainan ini
panggung seluas ini hanya untuk kami
kalian harus bayar kami untuk membiayai apa yang kami kerjakan di sini
biarkan kami menjalankan kekuasaan kami
tontonlah
tempatmu di situ
solo, 21 november 91
Tahun 1992
Bukan
Kata Baru
ada kata baru
kapitalis, baru? Ah tidak, tidak
sudah lama kita dihisap
bukan kata baru, bukan
kita dibayar murah
sudah lama, sudah lama
sudah lama kita saksikan
buruh mogok dia telpon kodim, pangdam
datang senjata sebataliyon
kita dibungkam
tapi tidak, tidak
dia belum hilang kapitalis
dia terus makan
tetes ya tetes tetes keringat kita
dia terus makan
sekarang rasakan kembali jantung
yang gelisah memukul-mukul marah
karena darah dan otak jalan
kapitalis
dia hidup
bahkan berhadap-hadapan
kau aku buruh mereka kapitalis
sama-sama hidup
bertarung
ya, bertarung
sama-sama?
tidak, tidak bisa
kita tidak bisa bersama-sama
sudah lama ya sejak mula
kau aku tahu
berapa harga lengan dan otot kau aku
kau tahu berapa upahmu
kau tahu
jika mesin-mesin berhenti
kau tahu berapa harga tenagamu
mogoklah
maka kau akan melihat
dunia mereka
jembatan ke dunia baru
dunia baru ya dunia baru.
tebet 9/5/1992
Makin
Terang Bagi Kami
tempat pertemuan kami sempit
bola lampu kecil cahaya sedikit
tapi makin terang bagi kami
tangerang - solo - jakarta kawan kami
kami satu : buruh
kami punya tenaga
tempat pertemuan kami sempit
di langit bintang kelap-kelip
tapi makin terang bagi kami
banyak pemogokan di sanasini
tempat pertemuan kami sempit
tapi pikiran ini makin luas
makin terang bagi kami
kegelapan disibak tukar-pikiran
kami satu : buruh
kami punya tenaga
tempat pertemuan kami sempit
tanpa buah cuma kacang dan air putih
tapi makin terang bagi kami
kesadaran kami tumbuh menyirami
kami satu : buruh
kami punya tenaga
jika kami satu hati
kami tahu mesin berhenti
sebab kami adalah nyawa
yang menggerakkannya
Bandung 21 mei 1992
Aku
Menuntut Perubahan
Seratus lobang kakus
Lebih berarti bagiku
Ketimbang mulut besarmu
Tak penting
Siapa yang menang nanti
Sudah bosen kami
Dengan model urip kayak gini
Ngising bingung, hujan bocor
Kami tidak butuh mantra
Jampi-jampi
Atau janji
Atau sekarung beras
Dari gudang makanan kaum majikan
Tak bisa menghapus kemlaratan
Belas kasihan dan derma baju bekas
Tak bisa menolong kami
Kami tak percaya lagi pada itu
Partai politik
Omongan kerja mereka
Tak bisa bikin perut kenyang
Mengawang jauh dari kami
Punya persoalan
Bubarkan saja itu komidi gombal
Kami ingin tidur pulas
Utang lunas
Betul-betul merdeka
Tidak tertekan
Kami sudah bosan
Dengan model urip kayak gini
Tegasnya:
Aku menuntut perubahan
9 April 92
Edan
Sudah dengan cerita mursilah?
Edan…!!!!
Dia dituduh maling karena mengumpulkan serpihan kain
Dia sambung-sambung jadi mukena untuk sembahyang
Padahal mukena tak dibawa pulang
Padahal mukena dia taroh di tempat kerja
Edan…!!!
Sudah diperas dituduh maling pula
Sudah dengan cerita santi?
Edan…!!!
Karena istirahat gaji dipotong
Edan…!!!
Karena main kartu lima kawannya langsung dipecat majikan
Padahal tak pakai wang
Padahal pas waktu luang
Edan…!!!
Kita mah bukan sekrup
Bandung, 21 Mei 1992
Leuwigajah
Masih Haus
leuwigajah tak mau berhenti
dari pagi sampai pagi
bis-bis-mobil pengangkut tenaga murah
bikin gemetar jalan-jalan
dan debu-debu tebal membumbung
mesin-mesin tak mau berhenti
membangunkan buruh tak berkamar-mandi
tanpa jendela tanpa cahaya matahari
jejer berjejer alas tikar
lantai dinding dingin lembab pengap
mulut lidah-lidah penghuni rumah kontrak
terus bercerita buruk
lembur paksa sampai pagi
tubuh mengelupas-jari jempol putus - upah rendah
mogok - pecat
seperti nyabuti bulu ketiak
tubuh-tubuh muda
terus mengalir ke leuwigajah
seperti buah-buah disedot vitaminnya
mesin-mesin terus menggilas
memerah tenaga murah
satu kali duapuluhempat jam
masuk - absen - tombol ditekan
dan truk-truk pengangkut produksi
meluncur terus ke pasar
leuwigajah tak mau berhenti
dari pagi sampai pagi
asap crobong terus kotor
selokan air limbah berwarna
mesin-mesin tak mau berhenti
terus minta darah tenaga muda
leuwigajah makin panas
berputar dan terus menguras
Bandung 21 mei 1992
Satu
Mimpi Satu Barisan
di lembang ada kawan sofyan
jualan bakso kini karena dipecat perusahaan
karena mogok karena ingin perbaikan
karena upah ya karena upah
di ciroyom ada kawan sodiyah
si lakinya terbaring di amben kontrakan
buruh pabrik teh
terbaring pucet dihantam tipes
ya dihantam tipes
juga ada neni
kawan bariyah
bekas buruh pabrik kaos kaki
kini jadi buruh di perusahaan lagi
dia dipecat ya dia dipecat
kesalahannya : karena menolak
diperlakukan sewenang-wenang
di cimahi ada kawan udin buruh sablon
kemarin kami datang dia bilang
umpama dironsen pasti nampak
isi dadaku ini pasti rusak
karena amoniak ya amoniak
di cigugur ada kawan siti
punya cerita harus lembur sampai pagi
pulang lunglai lemes ngantuk letih
membungkuk 24 jam
ya 24 jam
di majalaya ada kawan eman
buruh pabrik handuk dulu
kini luntang lantung cari kerjaan
bini hamil tiga bulan
kesalahan : karena tak sudi
terus diperah seperti sapi
dimana-mana ada sofyan ada sodiyah ada bariyah
tak bisa dibungkam kodim
tak bisa dibungkam popor senapan
di mana-mana ada neni ada udin ada siti
di mana-mana ada eman
di bandung – solo – jakarta – tangerang
tak bisa dibungkam kodim
tak bisa dibungkam popor senapan
satu mimpi
satu barisan
Bandung, 21 Mei '92
Tahun 1993
Habis
Upahan
barusan
lenyap
upah kerja sebulan
sekejap
lenyap
sekejap saja mampir di kantong
dipotong spsi
sewa rumah bon di warung
odolshampo dan ini itu
kantong kembali kosong
di lantai lembab bertopang dagu
di paku-paku bergelantungan
anduk basah dan cucian
dalam tempurung kepala
jelas terbayang
hasil kerja memenuhi bak mobil
mobil angkutan
dibawa kapal menyeberangi lautan
memasuki toko toko sudut sudut
benua
dan tiap akhir bulan
kami yang mengupas kapas
jadi wujud kain
kain kain serupa pelangi
tiap akhir bulan
di bawah lampu penerang
rumah kontrakan
yang remang-remang
mengotak-atik
kertas slip *
seperti anak SD
mencari jawaban
soal matematika
Solo, 4 Agustus 1993
*) rincian upah
Mendongkel
Orang-Orang Pintar
kudongkel keluar
orang-orang pintar
dari dalam kepalaku
aku tak tergetar lagi
oleh mulut-mulut orang pintar
yang bersemangat ketika berbicara
dunia bergerak bukan karena omongan
para pembicara dalam ruang seminar
yang ucapannya dimuat
di halaman surat kabar
mungkin pembaca terkagum-kagum
tapi dunia tak bergerak
setelah surat kabar itu dilipat
Kampung halaman solo, 8 september 1993
Supar
tersiar
di halaman kabar
supar dipecat
ya supar dipecat
kabar tersebar lalu dari mulut ke
mulut
masuk dan meluas di bilik-bilik
sempit
rumah kontrakan buruh-buruh
si lancang mulut bilang
”nah rasain lu
karena ngurus orang lain
diri sendiri kehilangan pekerjaan!”
supar tak goyah
supar tak gentar
pihak majikan bilang
supar suka bikin onar
kawan-kawannya membantah
”majikan cuma cari-cari alasan
mereka takut karena kita punya
kekuatan!”
nah, itulah yang benar
supar dipecat
ya supar dipecat
pada siapa yang tanya
supar menjelaskan
”kami dipecat karena pabrik
kewalahan
karena buruh sekarang melawan!”
majikan gentar
itulah yang benar
supar dipecat
ya supar dipecat
kerja lain aku bisa cari
tapi kebangkitan buruh
tak bisa kalian halangi lagi
si lidah jahil
mungkin bilang
: sudahlah lebih baik kalian diam!
tapi siapa bisa membungkam supar
dan kaum buruh sadar
—lihatlah kapitalis terus cari akal!
supar dipecat
ya supar dipecat
tapi apakah pabrik bisa berproduksi
kalau kita mogok sepuluh hari lagi?
supar dipecat
ya supar dipecat
tapi apakah mesin-mesin sanggup
beputar
tanpa kami?
18 mei 1993
Maklumat
Penyair
pernah bibir pecah
ditinju
tulang rusuk
jadi mainan tumit sepatu
tapi tak bisa mereka
meremuk: kata-kataku!
seperti rampok
mereka geledah aku
darah tetes di baju
tapi tak bisa mereka
rebut senjataku: kata-kataku!
ketika aku diseret
diancam penjara
si kerdil yang bernama ketakutan
kutendang keluar
dan kuserukan maklumat”
”kalian bisa bikin tubuhku lebam
membiru
tapi tak bisa kalian padamkan
marahnya kepalan kata-kataku!”
jakarta, nov. 1993
Teka Teki
yang Ganjil
Pada malam itu kami berkumpul dan berbicara,
Dari mulut kami tidak keluar hal-hal yang besar..
Masing-masing berbicara tentang keinginannya
yang sederhana dan masuk akal
Ada yang sudah lama sekali ingin bikin dapur
di rumah kontraknya
Dan itu mengingatkan yang lain
bahwa mereka juga belum punya panci, kompor
gelas minum dan wajan penggoreng
Mereka jadi ingat bahwa mereka pernah
ingin membeli barang-barang itu
tetapi keinginan itu dengan cepat terkubur
oleh keletihan kami,
Dan upah kami dalam waktu singkat telah berubah
menjadi odol-shampo-sewa rumah
dan bon-bon di warung yang harus kami lunasi
Ternyata banyak di antara kami yang masih susah
menikmati teh hangat
Karena kami masih pusing bagaimana mengatur
letak tempat tidur dan gantungan pakaian
Ada yang sudah lama ingin mempunyai kamar mandi sendiri
Dari situ pembicaraan meloncat ke soal harga semen
dan juga cat tembok yang harganya tak pernah turun,
Kami juga berbicara tentang kampanye pemilihan umum
yang sudah berlalu
Tiga partai politik yang ada kami simpulkan
Tak ada hubungannya sama sekali dengan kami: buruh
Mereka hanya memanfaatkan suara kami
demi kedudukan mereka
Kami tertawa karena menyadari
Bertahun-tahun kami dikibuli
dan diperlakukan seperti kerbau
Akhirnya kami bertanya
Mengapa sedemikian sulitnya buruh membeli sekaleng cat,
padahal tiap hari ia bekerja tak kurang dari 8 jam
Mengapa sedemikian sulitnya bagi buruh
untuk menyekolahkan anak-anaknya
Padahal mereka tiap hari menghasilkan
berton-ton barang
Lalu salah seorang di antara kami berdiri
Memandang kami satu-persatu kemudian bertanya:
‘Adakah barang-barang yang kalian pakai
yang tidak dibikin oleh buruh?’
Pertanyaan itu mendorong kami untuk mengamati
barang-barang yang ada di sekitar kami:
neon, televisi, radio, baju, buku…
Sejak itu kami selalu merasa seperti
sedang menghadapi teka-teki yang ganjil
Dan teka-teki itu selalu muncul
ketika kami berbicara tentang panci-kompor-
gelas minum-wajan penggoreng
Juga di saat kami menghitung upah kami
yang dalam waktu singkat telah berubah
menjadi odol-shampo-sewa rumah
dan bon-bon di warung yang harus kami lunasi
Kami selalu heran dan bertanya-tanya
Kekuatan macam apakah yang telah menghisap
tenaga dan hasil kerja kami?
Kalangan, Solo, 21 September 93
Tahun 1994
Dengan
Apa Kutebus Anakku
anak kami lahir
kemarin malam
di rumah sakit
di bangsal murah ya di bangsal murah
berjubel
bersama bayi-bayi lain
di bangsal murah ya di bangsal murah
pagi ini
mestinya aku di sana
membantu biniku cucicuci popok
atau memapahnya ke kamar mandi
tapi mana bisa
sebab aku harus berangkat kerja
tak kerja tak terima upah tak punya
uang
dengan apa kutebus bayiku?
hari ini mestinya aku di sana
membopong bayiku yang dikembani
jarik
agar biniku bisa enak beristirahat
tapi mana bisa
sebab jam delapan tepat
aku harus sudah tiba di tempat
kerja kerja ya kerja
tak kerja tak terima upah tak punya
uang
dengan apa kutebus bayiku?
sekarang aku mestinya di sana
mencium pipi bayiku yang merah
memeluk biniku yang masih lelah
tapi aku tak bisa
sebab aku harus lembur
aku lelah aku lelah
anak kami lahir
kemarin malam
di rumah sakit
di bangsal murah ya di bangsal murah
berjubel
bersama bayi-bayi lain
di bangsal murah ya di bangsal murah
karena kami buruh
bayi kami berjubel di bangsal murah
tidak seperti bayi di ruang sebelah
ruangannya lain baunya lain
hawanya lain cahayanya lain
kamarnya lapang suasananya tenang
karena kami buruh
bayi kami berjubel di bangsal murah
jejer jejer seperti para korban perang
kata perawat yang kemarin malam
tugas jaga
tarif kamar bayi kami itu murah
tapi tetap masih mencekik juga
sebab untuk nebus bayi kami
kami harus mengganti
dengan kerja
8 jam x 40 hari
8 jam
setiap hari
8 jam dari umur kami setiap hari
dicuri
puluhan tahun kami bekerja
setiap hari
kalian merampas sarinya
sari-sari peluh kami
kalian terus peras kami
kalian terus peras
sari-sari bebuahan
vitamin
susu
dan gizi-gizi
yang dibutuhkan tulang-tulang
otot dan jantung bayi
buah hati kami
kampung kalangan 26/5/94
Sehari
Saja Kawan
Satu kawan bawa tiga kawan
Masing-masing nggandeng lima kawan
Sudah berapa kita punya kawan
Satukawan bawa tiga kawan
Masing-masing bawa lima kawan
Kalau kita satu pabrik bayangkan kawan
Kalau kita satu hati kawan
Satu tuntutan bersatu suara
Satu pabrik satu kekuatan
Kita tak mimpi kawan!
Kalau satu pabrik bersatu hati
Mogok dengan seratus poster
Tiga hari tiga malam
Kenapa tidak kawan
Kalau satu pabrik satu serikat buruh
Bersatu hati
Mogok bersama sepuluh daerah
Sehari saja kawan
Sehari saja kawan
Sehari saja kawan
Kalau kita yang berjuta-juta
Bersatu hati mogok
Maka kapas tetap terwujud kapas
Karena mesin pintal akan mati
Kapas akan tetap berwujud kapas
Tidak akan berwujud menjadi kain
Serupa pelangi pabrik akan lumpuh mati
Juga jalan-jalan
Anak-anak tak pergi sekolah
Karena tak ada bis
Langit pun akan sunyi
Karena mesin pesawat terbang tak berputar
Karena lapangan terbang lumpuh mati
Sehari saja kawan
Kalau kita mogok kerja
Dan menyanyi dalam satu barisan
Sehari saja kawan
Kapitalis pasti kelabakan!!
(12-11-94)
Tahun 1995
Catatan
lagi
kau tangkap aku
kucatat
lagi
kau puntir tanganku
kucatat
lagi
kau rotan tempurung kepalaku
kucatat
lakukan
sampai aku berludah darah
biar terkumpul bukti
lakukan
di depan orang ramai
tunjukkan kepada mereka
pistol dan pentungan kalian
biar mereka lihat sendiri
lagi
kau aniaya aku
kucatat
tubuhku adalah bukti
ketika kau pukul berkali-kali
orang ramai melihat sendiri
kucatat
aku terus mencatat
6 Mei 1995- kampung kalangan solo
Tahun 1996
Hari Ini
Aku Akan Bersiul-siul
pada hari coblosan nanti
aku akan masuk ke dapur
akan kujumlah gelas dan sendokku
apakah jumlahnya bertambah
setelah pemilu bubar?
pemilu oo.. pilu pilu
bila hari coblosan tiba nanti
aku tak akan pergi kemana-mana
aku ingin di rumah saja
mengisi jambangan
atau mananak nasi
pemilu oo.. pilu pilu
nanti akan kuceritakan kepadamu
apakah jadi penuh karung beras
minyak tanah
gula
atau bumbu masak
setelah suaramu dihitung
dan pesta demokrasi dinyatakan selesai
nanti akan kuceritakan kepadamu
pemilu oo.. pilu pilu
bila tiba harinya
hari coblosan
aku tak akan ikut berbondong-bondong
ke tempat pemungutan suara
aku tidak akan datang
aku tidak akan menyerahkan suaraku
aku tidak akan ikutan masuk
ke dalam kotak suara itu
pemilu oo.. pilu pilu
aku akan bersiul-siul
memproklamasikan kemerdekaanku
aku akan mandi
dan bernyanyi sekeras-kerasnya
pemilu oo.. pilu pilu
hari itu aku akan mengibarkan hakku
tinggi tinggi
akan kurayakan dengan nasi hangat
sambel bawang dan ikan asin
pemilu oo.. pilu pilu
sambel bawang dan ikan asin
10 november 96
Merontokkan
Pidato
bermingu-minggu ratusan jam
aku dipaksa
akrab dengan sudut-sudut kamar
lobang-lobang udara
lalat semut dan kecoa
tapi catatlah
mereka gagal memaksaku
aku tak akan mengakui kesalahanku
karena berpikir merdeka bukanlah kesalahan
bukan dosa bukan aib bukan cacat
yang harus disembunyikan
kubaca koran
kucari apa yang tidak tertulis
kutonton televisi
kulihat apa yang tidak diperlihatkan
kukibas-kibaskan pidatomu itu
dalam kepalaku hingga rontok
maka terang benderanglah
:ucapan penguasa selalu dibenarkan
laras senapan!
tapi dengarlah
aku tak akan minta ampun
pada kemerdekaan ini
11 september 96
Busuk
derita sudah matang bung
bahkan busuk
: tetap di telan?
17 Nopember 96
Buron
baju lain
celana lain
potongan rambut lain
buku yang dibaca lain
bahan percakapan lain
nama lain
identitas lain
ekspresi lain
menjadi
diri
sendiri
adalah tindakan
subversi
di negeri ini
maka
selalu siaga
polisi
tentara
hukum dan penjara
bagi siapa saja
yang menolak
menjadi orang lain
20 september 96
Malam di
Kota Khatulistiwa
bulan membayang di pelabuhan yang tak capek-capek.
di dermaga
mesin kapal gemetar mempermainkan sinar lampu
warna-warni
berkelok-kelok di kilatan lidah sungai kapuas. sebentar
lagi bau ikan segar akan beredar. dari keranjang di
gudang kapal ke daratan
dijunjung punggung kuli-kuli ke tenda-tenda pasar.
"jangan lewatkan malam dingin sendirian abang..."
di sudut-sudut deretan toko-toko tutup. warung-warung gelap
menyediakan kopi pangku, bir dan bau bedak.
seorang reserse mabuk
sepatunya mengkilat mulutnya basah. ada losmen di dekat
situ, pilih mana suka. yang rok mini atau tanpa beha -
yang gemuk hangat langsing sintal atau susunya besar.
"cuma sepuluh ribu abang..."
wilayah ini tak tercantum di buku-buku panduan untuk
turis. peta kota kita sangat indah dan indah. kota kita
terdiri dari jalan raya
gereja masjid kelenteng vihara kantor gubernur taman
kota toko-toko souvenir restoran masakan tradisional
museum air terjun dan
taman makam pahlawan. kota kita sangat indah dan lebih
indah. "ayolah seteguk lagi abang...."
ayolah, sebelum toko-toko buka sebelum hari baru.
sebelum bau nangka
durian sawi tahu tempe ikan asin dan petai dan rebung
bambu dan
belacan dan tempoyak menguasai pasar ini. sebelum kota
ini ganti baju kehormatan dan hukum yang lain.
"tanggalkan celanamu abang!"
28 Desember '96
Kucing,
Ikan Asin dan Aku
seekor kucing kurus
menggondol ikan asin
laukku untuk siang ini
aku meloncat
kuraih pisau
biar kubacok dia
biar mampus!
ia tak lari
tapi mendongak
menatapku
tajam
mendadak
lunglai tanganku
-aku melihat diriku sendiri
lalu kami berbagi
kuberi ia kepalanya
(batal nyawa melayang)
aku hidup
ia hidup
kami sama-sama makan
14 oktober 1996
Hukum
semua bengkok
mana yang lurus?
: juga hukum
17.11.96
Momok
Hiyong
momok hiyong si biang kerok
paling jago bikin ricuh
kalau situasi keruh
jingkrakjingkrak ia
bikin kacau dia ahlinya
akalnya bulus siasatnya ular
kejamnya sebanding nero
sefasis hitler sefeodal raja kethoprak
luar biasa cerdasnya
di luar batas culasnya
demokrasi dijadikan bola mainan
hak azazi ditafsir semau gue
emas doyan hutan doyan
kursi doyan nyawa doyan
luar biasa
tanah air digadaikan
masa depan rakyat digelapkan
dijadikan jaminan utang
momok hiyong momok hiyong
apakah ia abadi
dan tak bisa mati?
momok hiyong momok hiyong berapa ember lagi
darah yang ingin kau minum?
(30 september 96)
Baju Loak
Sobek Pundaknya
siang tadi aku beli baju
harganya murah
harganya murah bojoku
di pedagang loak
di pedagang loak bojoku
pundaknya sedikit sobek
sedikit sobek bojoku
bisa dijahit tapi
nanti akan kubeli benang
akan kubeli jarum
untuk menjahit bajumu bojoku
untukmu bojoku
baju itu untukmu
tadi siang kucuci baju itu
kucuci bojoku
tapi aku bimbang
aku bimbang bojoku
kutitip ke kawan
atau kubawa sendiri
nanti kalau aku pulang
kalau aku pulang bojoku
karena sekarang aku buron
diburu penguasa
karena aku berorganisasi
karena aku berorganisasi bojoku
baju itu kulipat bojoku
di bawah bantal
tak ada setrika bojoku
tak ada setrika
agar tak lusuh
agar tak lusuh
karena baju ini untukmu bojoku
22 Januari 96
Ibunda
akhirnya menjengukku juga
datang ke penjara
dari kampung ke ibukota
melihat anak tersayang
babak belur dianiaya tentara
ibunda akhirnya angkat bicara
menggugat tuan jaksa
yang menjebloskan anaknya
berbulan-bulan
di penjara negara
tak jelas pasal kesalahannya
kejahatan apakah
yang direncanakan oleh anaknya
hingga kalian pukuli dia
siang malam
seperti anjing-anjing liar saja
kejahatan macam apakah
yang dijalani oleh anakku
hingga kalian main strom seenaknya
sampai anakku demam
tinggi suhu tubuh badannya
durhaka apakah
yang diperbuat oleh anakku
hingga tubuhnya mati rasa kalian siksa
hak istimewa apakah yang kalian miliki
begitu sewenang-wenang kalian
main hakim menjalankan pengadilan
tanpa undang-undang
undang-undang apakah yang kalian praktikkan?
tuan jaksa jawab tuan jaksa
undang-undang mana bikinan siapa
yang mengizinkan pejabat negara
menganiaya rakyat
dan menginjak hak-haknya
tuan jaksa jawab tuan jaksa
tanyakan kepada para ibunda
di mana pun juga
siapa rela
bila anaknya
terancam keselamatan jiwanya
tuan jaksa jawab tuan jaksa
tanyakan kepada para ibunda
siapa saja
siapa rela
melihat si jantung hati darah dagingnya dicederai
biar pun yang melakukannya penguasa
maka sekalian aku menempuh bahaya
demi keadilan si buah hati
aku menuntut
tuan jaksa – bebaskan dia!
16 november 96
Derita
Sudah Naik Seleher
kaulempar aku dalam gelap
hingga hidupku menjadi gelap
kausiksa aku sangat keras
hingga aku makin mengeras
kau paksa aku terus menunduk
tapi keputusan tambah tegak
darah sudah kau teteskan
dari bibirku
luka sudah kau bilurkan
ke sekujur tubuhku
cahaya sudah kau rampas
dari biji mataku
derita sudah naik seleher
kau
menindas
sampai
di luar batas
17 November 96
Nonton
Harga
ayo keluar keliling kota
tak perlu ongkos tak perlu biaya
masuk toko perbelanjaan tingkat lima
tak beli tak apa
lihat-lihat saja
kalau pingin durian
apel-pisang-rambutan-anggur
ayo..
kita bisa mencium baunya
mengumbar hidung cuma-cuma
tak perlu ongkos tak perlu biaya
di kota kita
buah macam apa
asal mana saja
ada
kalau pingin lihat orang cantik
di kota kita banyak gedung bioskop
kita bisa nonton posternya
atau ke diskotik
di depan pintu
kau boleh mengumbar telinga cuma-cuma
mendengarkan detak musik
denting botol
lengking dan tawa
bisa juga kau nikmati
aroma minyak wangi luar negeri
cuma-cuma
aromanya saja
ayo..
kita keliling kota
hari ini ada peresmian hotel baru
berbintang lima
dibuka pejabat tinggi
dihadiri artis-artis ternama ibukota
lihat
mobil para tamu berderet-deret
satu kilometer panjangnya
kota kita memang makin megah dan kaya
tapi hari sudah malam
ayo kita pulang
ke rumah kontrakan
sebelum kehabisan kendaraan
ayo kita pulang
ke rumah kontrakan
tidur berderet-deret
seperti ikan tangkapan
siap dijual di pelelangan
besok pagi
kita ke pabrik
kembali bekerja
sarapan nasi bungkus
ngutang
seperti biasa
18 november 96
Puisi di
Kamar
sepasang burung dara berkasihan
tiga meter di depanku
seharian tak ada matahari
langit kelabu
bayangan tumpukan buku pulpen kertas abu rokok bau
bantal
setiap hari aku menyimak perubahan cuaca
waktu aku masuk ruangan ini lagi
mencicit burung dara bayi
kelahiran tak mungkin dihentikan tak mungkin
rindu kenangan kecemasan kuendapkan
keraguan ketakutan kupisahkan
kugerakkan tanganku kugerakkan pikiranku
aku membaca menyalin mendengar aku bergerak
tak menyerah aku pada tipudaya bahasamu
yang keruh dan penuh genangan darah
aku menulis aku penulis terus menulis
sekalipun teror mengepung
11 November '96
Terus
Terang Saja
apakah aku ini tepung terigu atau gumpalan kapas
atau cabe busuk yang merosot harganya sehingga harus
ditolong
atau kayu gelondongan bahan baku plywood kwalitas
eksport
dari hutan-hutan
yang kini botak
karena hph dan gergaji mesin pembangunan keadilan
berkemakmuran
dan kemakmuran berkeadilan
siapakah aku ini
kaki kursikah
atau botol kosong
atau rakyat lebak yang harus bekerja bakti mencabuti
rumput
halaman kadipaten
karena tuan pejabat gupermen mau lewat
apakah aku ini rakyat yang berdebar-debar di sekitar hari
proklamasi
menyimak pidato soekarno
apakah aku ini si bagero yang sudah merdeka?
ataukah tetep jugun aianfu yang tak henti-henti diperkosa
perusahaan
multinasional
yang menuntut kenaikan upah
ditangkap
dan dijebloskan
ke dalam penjara?
apakah aku ini cuma angka-angka
yang menarik untuk bahan disertasi
dan meraih gelar doktor
yang tidak berotak
tidak bermulut
yang secara rutin dilaporkan kepada bank dunia
sebagai jaminan utang
dan landasan
tinggal landas?
sekarang demokrasi sudah 100%
bulat
tanpa debat
tapi aku belum menjadi aku sejati
karena aku dibungkam oleh demokrasi 100%
yang tidak bisa salah
namun aku sangsi
karena kemelaratan belum dilumpuhkan
aku sangsi pada yang 100% benar
terus terang saja!
2 Oktober '96
Tahun 1997
Aku Masih
Utuh dan Kata-Kata Belum Binasa
ku bukan artis pembuat berita
Tapi aku memang selalu kabar buruk buat penguasa
Puisiku bukan puisi
Tapi kata-kata gelap
Yang berkeringat dan berdesakan mencari jalan
Ia tak mati-mati, meski bola mataku diganti
Ia tak mati-mati, meski bercerai dengan rumah
Ditusuk-tusuk sepi, ia tak mati-mati
telah kubayar yang dia minta
umur-tenaga-luka
Kata-kata itu selalu menagih
Padaku ia selalu berkata, kau masih hidup
Aku memang masih utuh
dan kata-kata belum binasa
18 juni 1997
Tujuan
Kita Satu Ibu
kutundukkan kepalaku,
bersama rakyatmu yang berkabung
bagimu yang bertahan di hutan
dan terbunuh di gunung
di timur sana
di hati rakyatmu,
tersebut namamu selalu
di hatiku
aku penyair mendirikan tugu
meneruskan pekik salammu
"a luta continua."
kutundukkan kepalaku
kepadamu kawan yang dijebloskan
ke penjara negara
hormatku untuk kalian
sangat dalam
karena kalian lolos dan lulus ujian
ujian pertama yang mengguncangkan
kutundukkan kepalaku
kepadamu ibu-bu
hukum yang bisu
telah merampas hak anakmu
tapi bukan hanya anakmu ibu
yang diburu dianiaya difitnah
dan diadili di pengadilan yang tidak adil ini
karena itu aku pun anakmu
karena aku ditindas
sama seperti anakmu
kita tidak sendirian
kita satu jalan
tujuan kita satu ibu:pembebasan!
kutundukkan kepalaku
kepada semua kalian para korban
sebab hanya kepadamu kepalaku tunduk
kepada penindas
tak pernah aku membungkuk
aku selalu tegak
4 Juli 1997
Catatan
gerimis menderas tengah malam ini
dingin dari telapak kaki hingga ke sendi-dendi
dalam sunyi hati menggigit lagi
ingat
saat pergi
dan pipi kananmu
kucium
tak sempat mencium anak-anak
khawatir
membangunkan tidurnya (terlalu nyenyak)
bertanya apa mereka saat terjaga
akau tak ada (seminggu sudah itu
sebulan sesudah itu
dan ternyata lebih panjang dari dari yang kalian harapkan)
dada mengepal perasaan
waktu itu
cuma terbisik beberapa patah kata
di depan pintu
kaulepas aku
meski matamu tak terima
karena waktu sempit
aku harus gesit
genap ½ tahun aku pergi
aku masih bisa merasakan
bergegasnya pukulan jantung
dan langkahku
karena penguasa fasis
yang gelap mata
aku pasti pulang
mungkin tengah malam ini
mungkin subuh hari
pasti
dan mungkin
tapi jangan
kau tunggu
aku pasti pulang dan pasti pergi lagi
karena hak telah dikoyak-koyak
tidak di kampus
tidak di pabrik
tidak di pengadilan
bahkan rumah pun mereka masuki
muka kita sudah diinjak
kalau kelak anak-anak bertanya mengapa
dan aku jarang pulang
katakan ayahmu tak ingin jadi pahlawan
tapi di paksa menjadi penjahat
oleh penguasa
yang sewenang-wenang
kalau mereka bertanya
“apa yang kau cari?”
jawab dan katakan
dia pergi untuk merampok
haknya yang dirampas dan dicuri
(catatan, 15 Januari 1997)
Riwayat
- untuk r
sungai ini merah dulu airnya
oleh genangan darah
kakek nenek kami
sungai ini berbuncah dulu
oleh perlawanan
disambut letusan peluru
bangkai-bangkai mengapung
hanyut dibawa arus ke hilir
bangkai kakek nenek kami
bangkai-bangkai jepang mengambang
dibabat parang kakek nenek kami
demi hutan tanah air
ibu bumi kami
gagah berani
kakek nenek kami
menyerahkan riwayatnya
pada batang-batang pohon
sebesar seratus dekapan
pada sampan-sampan lincah
dari hulu ke hilir
memburu dada penjajah
bukan siapa-siapa
kakek nenek kamilah
yang merebut tanah air
tanyakan kepada yang mampu membaca
tanyakan kepada yang tak pura-pura buta
siapa
sekarang
saat aku berdiri di tepi sungai
yang mahaluas ini
kusaksikan hutan-hutan roboh
dan kayu-kayu gelondong berkapal-kapal itu
akan diangkut kemana
siapa punya
riwayat kita pahit di mulut
getir diucap buram di mata
akankah berhanti riwayat sampai di sini
1997
Masihkah
Kau Membutuhkan Perumpamaan?
Untuk Prof. Dr. W.F. Wertheim pada ulang tahun yg ke-90
(11-11-1997)
Waktu aku di geladak kapal
di tengah Laut Jawa
bersama para TKW dari Malaysia
pulang hendak berlebaran di kampungnya
ingin aku menulis puisi
dengan pembukaan: hidup ini sepert laut
dan aku ini penumpang yang…
tapi apakah hidupku ini masih butuh perumpamaan
Waktu aku hendak ke Yogya
lewat Ponorogo Jatisrono terus Wonogiri
dan di Pracimoloyo mampir mandi
di mata air bersama satu-satunya
untuk beberapa desa
waktu naik bis umum
bersama penduduk yang membawa ember
kain baju cucian
berkilo-kilo meterjarak rumah ke
mata air
akan bertanya-tanya
masihkah aku membutuhkan perumpamaan
untuk mengungkapkan ini?
Waktu mataku ditendang tentara
dalam pemogokan buruh
dalam hati aku bilang mereka lebih ganas dari serigala
tapi aku masih ragu apakah perumpamaan ini
kupahami
Waktu aku jadi buronan politik
karena bergabung dengan Partai Rakyat Demokratik
namaku diumumkan di koran-koran
rumahku digrebek – biniku diteror
dipanggil Koramil diinterogasi diintimidasi
(anakku –4 th—melihatnya!)
masihkah kau membutuhkan perumpamaan
untuk mengatakan : AKU TIDAK MERDEKA
Jakarta, 1 Nopember 1997
Puisi
Menolak Patuh
Walau penguasa menyatakan keadaan darurat
dan memberlakukan jam malam
kegembiraanku tak akan berubah
seperti kupu-kupu
sayapnya tetap akan indah
meski air kali keruh
Pertarungan para jenderal
tak ada sangkut pautnya
dengan kebahagiaanku
seperti cuaca yang kacau
hujan angin kencang serta terik panas
tidak akan mmempersempit atau memeperluas langit
lapar tetap lapar
tentara di jalan-jalan raya
pidato kenegaraan atau siaran pemerintah
tentang kenaikan pendapatan rakyat
tidak akan mengubah lapar
dan terbitnya kata-kata dalam diriku
tak bisa di cegah
bagaimana kau akan membungkamku?
penjara sekalipun
tak bakal mampu
mendidikku menjadi patuh
17 Januari 1997
Hayati
anak kecil
perempuan -2 tahun
pulas berpeluk bapak mamak
tidur berdinding bangku miring
berlampu minyak
disebuli angin berkabut
rumahmu kedai kopi
mandimu air kali
sahabatmu bapak ibu tani
bergurau di kedai
selepas panen harum durian
nanas manis
dari hutan
satu jam
perjalanan kaki
hayati
bapak mamak ingin bawa kau
ke madura
tanah bapaknya bapakmu
tanah mamaknya mamakmu
tapi kapal-kapal sudah berangkat hayati
dari pontianak
ke madura
ratusan kali
pulang pergi
tapi kapal-kapal sudah berangkat hayati
karena beaya
selalu tertunda-tunda
karena beaya hayati
lebaran sepuluh hari lagi
6 Januari '97
Kemarau
ember kosong
gentong melompong
baju jemuran
seng atap rumah
menyilaukan mata
bumi menguap
blingsatan anjing
kucing kurap
dan gelandangan
berjingkat-jingkat
melewati restoran
dan super market
yang mewah dan angkuh
ada bau bensin
di parkiran mobil
ada bau parfum
setelah pintu dibanting
ada lalat hijau
mendengung
berputar-putar
di kotamu ini
mencari bangkai
barangkali itu
dirimu
atau diriku
siapa tahu
kita telah membusuk
diam-diam
1 januari 1997
Tikus
seekor tikus
pecah perutnya
terburai isinya
berhamburan dagingnya
seekor tikus mampus
dilindas kendaraan
tergeletak
di tengah jalan
kaki dan ekor terpisah dari badan
darah dan bangkainya
menguap
bersama panas aspal hitam
siapa suka
melihat manusia dibunuh
semena-mena
ususnya terburai tangannya terkulai
seperti tikus selokan
mampus
digebuk
dibuang di jalan
dilindas kendaraan
kekuasaan sering jauh lebih ganas
ketimbang harimau hutan yang buas
korbannya berjatuhan
seperti tikus-tikus
kadang tak berkubur
tak tercatat
seperti tikus
dilindas kendaraan lewat
siapa suka
harkat manusia
senilai tikus
diburu
digebuk
ditembak
seperti tikus
siapa mau
disamakan dengan tikus
didudukkan di kursi terdakwa
dituding tuan jaksa
ingin menggulingkan negara
hanya karena berorganisasi
dan punya lain pendapat
kau bersedia
diumpamakan
seperti tikus?
6 Januari 97
Gentong
Kosong
parit susut
tanah kerontang
langit mengkilau perak
matahari menggosongkan pipi
gentong kosong
beras segelas cuma
masak apa kita hari ini
pakis-pakis hijau
bawang putih dan garam
kepadamu kami berterima kasih
atas jawabanmu
pada sang lapar hari ini
gentong kosong
airmu kering
ciduk jatuh bergelontang
minum apa hari ini
sungai-sungai pinggir hutan
yang menolong di panas terik
dan kalian pucuk-pucuk muda daun pohon karet
yang mendidih bersama ikan teri di panci
jadilah tenaga hidup kami hari ini
dengan iris-irisan ubi keladi
yang digoreng dengan minyak
persediaan terakhir kami
gentong kosong
botol kosong
marilah menyanyi
merayakan hidup ini
6 Januari 97
Puisi
Sikap
maumu mulutmu bicara terus
tapi tuli telingamu tak mau mendengar
maumu aku ini jadi pendengar terus
bisu
kamu memang punya tank
tapi salah besar kamu
kalau karena itu
aku lantas manut
andai benar
ada kehidupan lagi nanti
setelah kehidupan ini
maka aku kuceritakan kepada semua makhluk
bahwa sepanjang umurku dulu
telah kuletakkan rasa takut itu di tumitku
dan kuhabiskan hidupku
untuk menentangmu
hei penguasa zalim
24 januari 97
Harimau
aku pernah menyaksikan
banyak orang mendirikan kandang
untuk memelihara harimau
yang mereka hidupkan dari ketakutan
sehingga harimau itu pun
beranak-pinak
di dalam tempurung kepalanya
tapi aku
ogah
memelihara
aku telah membakarnya
dulu
waktu aku bosan
dan tak mau lagi
ditakut-takuti
karena geli
dan hari ini
aku semakin geli
melihat orang-orang kebingungan
karena harimau itu
tak mampu mengaum lagi
mungkin karena capek
sebagai gantinya
di mana-mana
sekarang aku mendengar semakin banyak
suara tawa
tapi
penguasa
risi rupanya
karena itu orang yang berani tertawa
diancam dengan undang-undang subversi
dan hukuman mati
tapi
meskipun para terdakwa
sudah dimasukkan bui
dan diadili
suara tawa itu tak juga kunjung berhenti
meskipun surat kabar radio dan televisi
telah menyiarkan ke seluruh sudut negeri
bahwa tertawa terbahak-bahak
itu liberal
bertentangan dengan budaya nasional
dan merongrong stabilitas negara
karena itu
orang yang berbicara
tertawa
berpendapat
dan berserikat
harus mencantumkan apa azasnya
kalau nekat
tembak di tempat
sekarang
hanya hakimlah yang kelihatannya tak berpura-pura
karena kalau ia ikutan tertawa
akan punahlah harimau
yang tinggal satu-satunya
karena itu
harus ada yang didakwa
dan dipersalahkan
agar tuntutan jaksa
nampak serius
dan tak menggelikan
sebab
kalau seluruh rakyat tertawa
dan buruh-buruh mogok kerja -apa jadinya?
27 Januari '97