Friday, 12 November 2010

Burung Merak dari Kapur

Burung Merak dari Kapur


Alkisah, ada sebuah desa yang kering kerontang. Tak ada yang bisa bercocok tanam disitu, akibatnya para penduduk desa itu hidup miskin, termasuk seorang pemuda bernama Wisnu. Wisnu hidup seadanya bersama kedua orangtuanya.

Kadang-kadang, Wisnu suka membantu seorang pemilik kedai teh, tempat para pelancong beristirahat. Walau tidak selalu mendapatkan imbalan, tapi setiap hari Wisnu selalu diberi segelas teh yang nikmat. Wisnu senang, tapi setelah beberapa lama ia merasa malu menerimanya.

Wisnu lalu memutuskan pergi ke kota untuk merubah nasibnya. Sebelum pergi, ia memutuskan untuk memberi sedikit kenang-kenangan untuk pemilik kedai teh. Karena pandai membuat kerajinan tangan, Wisnu membuat sebuah patung burung merak dari kapur. Wisnu lalu memberikannya kepada pemilik kedai teh,"Aku terlalu miskin untuk membalas semua kebaikanmu. Hanya patung ini yang bisa kuberikan. Saat aku sudah pergi, tepukkan tanganmu tiga kali di depan patung burung merak ini dan lihatlah perubahan yang terjadi. Perlakukan patung ini dengan baik dan kau akan mendapatkan keberuntungan." Begitu ucapnya.

Pemilik kedai menerimanya dengan senang hati, walau ia tidak begitu percaya pada apa yang dikatakan Wisnu. Ia lalu hanya meletakkan patung itu di rak dalam kedainya. Berhari-hari patung itu berada di situ. Sampai suatu ketika, si pemilik kedai teringat akan pesan Wisnu. Iseng-iseng, ia mengikuti pesan itu. Ia tepukkan tangannya tiga kali.

Tiba-tiba, patung burung merak itu bergerak dan berubah menjadi burung merak sungguhan. Bulunya yang mekar indah sekali. Pemilik kedai begitu takjub, apalagi ketika ada pelancong yang singgah, burung merak itu menari dengan anggunnya. Cerita burung merak itu lalu tersebar ke penjuru desa. Dari hari kehari, makin banyak orang yang berkunjung ke kedai teh itu. Mereka semua ingin minum teh dan melihat tarian si burung merak.

Kini kedai teh itu selalu ramai dan pemasukan si pemilik kedaipun jadi semakin besar. Namun, sayangnya, demikian juga dengan sifat serakahnya. Setiap hari, si pemilik kedai selalu memaksa burung meraknya itu untuk terus menari, tanpa istirahat. Hingga, suatu hari si burung merak tidak kuat lagi dan kembali berubah menjadi patung. Si pemilik kedai mencoba mencoba menepuk tangan sampai sakit, tapi tidak terjadi apa-apa.

Beberapa hari kemudian, Wisnu kembali ke desanya dan mendengar kabar matinya burung merak yang pandai menari di kedai teh. "Ah, burung merak itu mati. Pasti karena pemilik kedai tidak merawatnya. Aku harus ke kedai itu dan mengambilnya kembali."

Wisnu lalu segera ke kedai teh lalu menemui pemiliknya,"Karena kau tidak merawat burung merak pemberianku, maka lebih baik aku saja yang merawatnya."

Wisnu mengambil patung burung merak itu. Lalu ia keluarkan seruling yang dibuatnya sendiri dan mulai memainkannya. Tiba-tiba, burung merak itu kembali hidup dan mulai menari. Namun, kali ini burung merak hanya mau menari untuk Wisnu. Wisnu dan burung merak itu lalu pergi meninggalkan desa itu dan mencari nasib yang lebih baik bersama-sama.

[Dongeng ini diambil dari 101 Folktales From India, yang ditulis oleh Eunice de Souza]

Source:
http://www.femaleradio.net/2006/index.php?pg=2&nid=1608&ct=6









Hatiku selembar daun...

No comments: