Monday 30 June 2008

PENGANTAR METODE PENELITIAN

Pendekatan Kwalitatif *)


PARSUDI SUPARLAN


UNIVERSITAS INDONESIA




1. Penelitian dan Metode Ilmiah


Penelitian dapat digolongkan dalam dua, sesuai dengan ukuran kwalitasnya yaitu penelitian ilmiah dan penelitian tidak ilmiah atau yang dilakukan oleh orang awam. Penelitian tidak ilmiah mempunyai ciri-ciri dilakukan tidak sistematik, data yang dikumpulkan dan cara-cara pengumpulan data bersifat subyektif yang sarat dengan muatan-muatan emosi dan perasaan dari si peneliti. Karena itu penelitian tidak ilmiah adalah penelitian yang coraknya subyektif. Sedangkan penelitian ilmiah adalah suatu kegiatan yang sistematik dan obyektif untuk mengkaji suatu masalah dalam usaha untuk mencapai suatu pengertian mengenai prinsip-prinsipnya yang mendasar dan berlaku umum (teori) mengenai masalah tersebut. Penelitian yang dilakukan, berpedoman pada berbagai informasi (yang terwujud sebagai teori-teori) yang telah dihasilkan dalam penelitian-penelitian terdahulu, dan tujuannya adalah untuk menambah atau menyempurnakan teori yang telah ada mengenai masalah yang menjadi sasaran kajian.


Berbeda dengan penelitian tidak ilmiah, penelitian ilmiah dilakukan dengan berlandaskan pada metode ilmiah. Metode ilmiah adalah suatu kerangka landasan bagi terciptanya pengetahuan ilmiah. Dalam sains dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan, eksperimen, generalisasi, dan verifikasi. Sedangkan dalam ilmu-ilmu sosial dan budaya, yang terbanyak dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dan pengamatan; eksperimen, generalisasi, dan verifikasi juga dilakukan dalam kegiatan-kegiatan penelitian oleh para ahli dalam bidang-bidang ilmu-ilmu sosial dan pengetahuan budaya untuk memperoleh hasil-hasil penelitian tertentu sesuai dengan tujuan penelitiannya. Metode ilmiah berlandaskan pada pemikiran bahwa pengetahuan itu terwujud melalui apa yang dialami oleh pancaindera, khususnya melalui pengamatan dan pendengaran. Sehingga jika suatu pernyataan mengenai gejala-gejala itu harus diterima sebagai kebenaran, maka gejala-gejala itu harus dapat di verifikasi secara empirik. Jadi, setiap hukum atau rumus atau teori ilmiah haruslah dibuat berdasarkan atas adanya bukti-bukti empirik.


Sebuah teori, sebenarnya adalah bagian yang utama dari metode ilmiah. Sebuah kerangka teori menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasi dan menginterpretasi hasil-hasil penelitian, dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang dibuat sebelumnya. Dalam hal ini peranan dari metode ilmiah adalah untuk menghubungkan penemuan-penemuan ilmiah dari waktu dan tempat yang berbeda. Peranan ini melandasi corak pengetahuan ilmiah yang sifatnya kumulatif.


Dalam ilmu-ilmu sosial, masalah obyektivitas dari data yang dikumpulkan dalam penelitian merupakan suatu isyu yang utama dalam metode ilmiahnya. Sebab, berbeda dengan sains, data yang dikumpulkan itu berasal dari dan mengenai kegiatan-kegiatan manusia sebagai mahluk sosial dan budaya, sehingga dapat melibatkan hubungan perasaan dan emosional antara peneliti dengan yang diteliti. Untuk menjaga obyektivitas tersebut, dalam ilmu-ilmu sosial berlaku prinsip-prinsip sebagai berikut:


1. Ilmuwan harus mendekati segala sesuatu yang menjadi sasaran kajiannya dengan penuh keraguan dan skeptik;


2. Ilmuwan harus obyektif dalam menilai segala sesuatu, yaitu harus membebaskan dirinya dari sikap-sikap pribadinya, keinginan-keinginannya, dan kecenderungan-kecenderungannya untuk menolak atau menyukai data yang telah dikumpulkannya;


3. Ilmuwan harus secara etika bersikap netral atau terbebas dari membuat penilaian-penilaian menurut nilai-nilai budayanya mengenai hasil-hasil penemuannya, atau dengan kata lain, menghindarkan diri dari kecenderungan untuk menghakimi secara moral para informannya berdasarkan hasil-hasil penemuannya. Dalam hal ini dia hanya dapat memberikan penilaian mengenai data yang diperolehnya mengenai palsu atau tidaknya data yang diperolehnya itu. Begitu juga dalam kesimpulan-kesimpulannya si peneliti tidak boleh menganggap bahwa datanya tersebut adalah data akhir, mutlak, merupakan kebenaran universal. Karena kesimpulan-kesimpulan yang dibuatnya hanya berlaku secara relatif sesuai dengan waktu dan tempat dimana penelitian itu dilakukan, dan sesuai dengan masalah yang diteliti dan dengan kerangka teori yang menjadi landasan penelitian itu.


Untuk menjaga obyektivitas dari data yang dikumpulkan, setiap kegiatan penelitian biasanya dilakukan dengan berpedoman pada metode ilmiah yang ketentuan-ketentuannya mencakup hal-hal sebagai berikut:


1. Prosedur penelitian harus terbuka untuk diperiksa oleh peneliti lainnya; karena itu dalam setiap laporan hasil penelitian selalu disebutkan metode apa yang digunakan dan bagaimana menggunakan metode tersebut.


2. Definisi-definisi yang dibuat adalah benar dan berdasarkan atas konsep-konsep dan teori-teori yang sudah ada/baku; karena itu dalam setiap laporan hasil penelitian selalu dinyatakan/didefinisikan konsep-konsep dan teori-teori yang digunakan dan referensi atau kerangka acuannya.


3. Pengumpulan data digunakan secara obyektif, yaitu dengan menggunakan metode atau metode-metode penelitian ilmiah yang baku.


4. Hasil-hasil penemuannya akan ditemukan ulang oleh peneliti lainnya, bila sasaran atau masalah penelitiannya sama dan pendekatan serta prosedur penelitiannya juga sama. Contohnya adalah hasil penemuan penelitian saya mengenai pola hubungan patron-klien pada komuniti gelandangan yang saya teliti di Jl. Tanah Abang pada tahun 1961, yang juga ditemukan ulang oleh Drs. Haswinar Arifin dalam penelitiannya mengenai komuniti gelandangan di Bendungan Hilir pada tahun 1984 (Skripsi Sarjana Antropologi UI).


5. Tujuan dari kegiatan penelitian adalah untuk pembuatan teori, interpretasi atas teori atau teori-teori yang sudah ada dan untuk membuat prediksi-prediksi berdasarkan atas gejala-gejala yang diteliti. Jadi bukan hanya untuk mengumpulkan data saja.




2. Pendekatan Kwalitatif


Secara garis besarnya ada dua golongan pendekatan yang berlaku dalam ilmu-ilmu sosial, yaitu: (1) pendekatan kwalitatif, dan (2) pendekatan kwalitatif. Pendekatan kwantitatif memusatkan perhatiannya pada gejala-gejala yang mempunyai karakteristik tertentu dalam kehidupan manusia, yang dinamakan variabel. Pendekatan kwalitatif memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia, atau pola-pola. Dalam pendekatan kwantitatif hakekat hubungan diantara variabel-variabel dianalisis dengan menggunakan teori yang obyektif. Sedangkan dalam pendekatan kwalitatif yang dianalisis gejala-gejala sosial dan budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku, dan pola-pola yang ditemukan tadi dianalisis lagi dengan menggunakan teori yang obyektif.


Karena sasaran kajian dari pendekatan kwantitatif adalah pada gejala-gejala, sedangkan gejala-gejala yang ada dalam kehidupan manusia itu tidak terbatas banyaknya dan tidak terbatas pula kemungkinan-kemungkinan variasi dan hierarkinya, maka juga diperlukan pengetahuan statistik. Statistik yang kwantitatif berguna untuk menggolong-golongkan dan menyederhanakan variasi dan hierarki yang ada dengan ketepatan yang dapat diukur, termasuk juga penyimpangan-penyimpangannya; begitu juga dalam penganalisisan dari data yang telah dikumpulkan. Sedangkan dengan pendekatan kwalitatif sasaran kajiannya adalah pola-pola yang berlaku dan merupakan prinsip-prinsip yang secara umum dan mendasar berlaku dan menyolok berdasarkan atas perwujudan dari gejala-gejala yang ada dalam kehidupan manusia, maka juga analisis terhadap gejala-gejala tersebut tidak dapat tidak harus menggunakan kebudayaan yang bersangkutan sebagai kerangka acuannya. Karena kalau menggunakan kebudayaan lain atau kerangka acuan lainnya maka maknanya adalah menurut kebudayaan lain; tidak obyektif. Sehingga pendekatan kwantitatif menjadi tidak relevan.


Untuk dapat memperoleh data mengenai pola-pola yang ada, sesuai dengan sasaran atau masalah penelitian, diperlukan informasi yang selengkap dan sedalam mungkin mengenai gejala-gejala yang ada dalam kehidupan masyarakat yang diteliti. Gejala-gejala tersebut dilihat sebagai satuan-satuan yang masing-masing berdiri sendiri tetapi yang satu sama lainnya saling berkaitan merupakan suatu kesatuan yang bulat dan menyeluruh. Pendekatan seperti ini dinamakan pendekatan holistik. Dalam pendekatan tersebut tidak dikenal adanya sampel. Yang dikenal adalah kasus, yang diteliti secara mendalam dan menyeluruh untuk memperoleh gambaran mengenai pola-polanya. Contoh dari penelitian kasus adalah yang dilakukan oleh Dr. Boedhisantoso mengenai keluarga matrifokal di Cibuaya, Kerawang, Jawa Barat (Disertasi Doktor Antropologi UI, 1977).


Seperti yang disajikan oleh Dr. Boedhisantoso dalam disertasinya, yang menggunakan metode studi kasus, dapat disimpulkan bahwa studi kasus: (1) Menyajikan deskripsi yang mendalam dan lengkap, sehingga dalam informasi-informasi yang disampaikannya nampak hidup sebagaimana adanya dan pelaku-pelaku mendapat tempat untuk memainkan peranannya; (2) Bersifat grounded atau berpijak di bumi yaitu betul-betul empirik sesuai dengan konteksnya; (3) Bercorak holistik; (4) Menyajikan informasi yang terfokus dan berisikan pernyataan-pernyataan yang perlu-perlu saja, yaitu mengenai pola-polanya; (5) Mempunyai kemampuan untuk berbicara dengan para pembacanya karena disajikan dengan bahasa biasa dan bukannya dengan bahasa teknis angka-angka.


Studi kasus dapat juga dinamakan sebagai studi etnografi, sebagaimana dikenal dalam Antropologi. Dalam penelitian dengan menggunakan pendekatan kwalitatif dan dengan metode studi kasus atau etnografi syarat utamanya adalah si peneliti itu sendiri harus hidup diantara mereka yang ditelitinya untuk suatu jangka waktu yang relatif cukup untuk si peneliti tersebut dapat hidup terintegrasi dengan masyarakat yang ditelitinya agar dia dapat mengembangkan kepekaannya dalam berpikir, merasakan, dan menginterpretasikan hasil-hasil pengamatannya dengan menggunakan konsep-konsep yang ada dalam pemikiran, perasaan-perasaan, dan nilai-nilai dari yang ditelitinya. Bersamaan dengan itu juga dia harus menginterpretasikan hasil interpretasinya tersebut berdasarkan pengetahuan teorinya. Dalam pendekatan kwalitatif ini peneliti adalah 'instrumen penelitian'. Keunggulan hasil penelitian, karena itu banyak sedikitnya ditentukan oleh kwalitas dari si peneliti sebagai 'instrumen penelitian'.


Dalam penelitian kwalitatif metode-metode penelitian yang umum digunakan adalah:
1. Metode pengamatan; yang digunakan untuk mengamati gejala-gejala yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari dari masyarakat yang diteliti. Dengan menggunakan metode pengamatan, seorang peneliti dapat dengan lengkap memperoleh gambaran mengenai gejala-gejala (tindakan, benda, peristiwa, dsb) dan kaitan hubungan antara satu gejala dengan gejala atau gejala-gejala lainnya yang bermakna bagi kehidupan masyarakat yang diteliti.


2. Metode pengamatan terlibat; sebuah tehnik pengumpulan data yang mengharuskan si peneliti melibatkan diri dalam kehidupan dari masyarakat yang diteliti untuk dapat melihat dan memahami gejala-gejala yang ada, sesuai maknanya dengan yang diberikan atau dipahami oleh para warga masyarakat yang ditelitinya. Termasuk dalam pengertian metode pengamatan terlibat adalah wawancara dan mendengarkan serta memahami apa yang didengarnya.


3. Wawancara dengan pedoman; adalah tehnik untuk mengumpulkan informasi dari para anggota masyarakat yang diteliti mengenai suatu masalah khusus dengan tehnik bertanya yang bebas tetapi berdasarkan atas suatu pedoman yang tujuannya adalah untuk memperoleh informasi khusus dan bukannya untuk memperoleh respon atau pendapat mengenai sesuatu masalah. Contoh dari penggunaan metode wawancara dengan pedoman adalah mengumpulkan data mengenai sistem kekerabatan yang didalamnya tercangkup informasi mengenai aturan-aturan berkenaan dengan struktur kedudukan dan peranan dari mereka yang tergolong sebagai sekerabat. Karena itu pemberi informasi atau keterangan dalam penelitian kwalitatif, dinamakan informan. Ini dibedakan dari penelitian dengan menggunakan kwesioner, yang pada dasarnya adalah mengumpulkan data mengenai respon atau pendapat dari orang yang diwawancarai mengenai sesuatu gejala atau peristiwa dimana si pemberi keterangan atau respon dinamakan responden.


Sahih dan dapat Dipercayanya Data. Sahih dapat didefinisikan sebagai adanya hasil penelitian, data, yang mencerminkan secara jelas sesuatu situasi tertentu. Sedangkan dapat dipercayanya data adalah suatu penilaian mengenai dapat tidaknya data hasil penelitian tersebut dilihat sebagai replika dari kenyataan yang ada. Kesahihan dan dapat dipercayanya data bersifat relatif, tergantung pada tujuan penelitian dan metode serta instrumen penelitian yang digunakan.
Dalam penelitian kwalitatif atau penelitian etnografi, yang tujuannya adalah mengungkapkan pola-pola yang ada dan mema-hami suatu situasi sebagaimana dipahami oleh mereka yang diteliti, masalah kesahihan dan dapat dipercayanya data berbeda dengan yang dihadapi dalam penelitian kwantitatif.


Dan masalah yang terutama dihadapi oleh peneliti adalah masalah kesahihan data. Langkah-langkah yang diambil oleh si peneliti dalam penelitiannya untuk menjamin kesahihan datanya adalah dengan cara mendekripsikan secara tepat pola-pola yang ditemukannya dan menjamin bahwa gambaran dari situasi yang dideskripsikannya itu mencerminkan kenyataan yang sebenarnya yang ada di lapangan. Walaupun langkah ini telah diambilnya, seorang peneliti dengan pendekatan kwalitatif masih juga was-was akan kesahihan datanya. Ini disebabkan oleh kenyataan bahwa terdapat sudut pandang yang berbeda-beda mengenai sesuatu situasi sosial. Ini lebih-lebih lagi ditambah dengan kenyataan mengenai hakekat situasi sosial yang selalu berubah, yaitu bertambah atau berkurang unsur-unsurnya. Sehingga sebuah situasi sosial pada saat tertentu bisa berbeda dengan situasi sosial yang sama pada saat yang lain.


Masalah lain yang menyebabkan pertanyaan mengenai kesahihan data adalah yang berkaitan dengan masalah pendeskripsian laporan yang sifatnya manusiawi. Yang dalam hal ini menggunakan keterangan-keterangan yang diperoleh informan. Sehingga masalahnya terletak pada pemilihan informan yang tepat. Yang terbaik adalah memilih informan yang dalam berhubungan dengan si peneliti tidak merasa tegang, rikuh, atau sungkan, tetapi apa yang bersikap bebas dan leluasa seperti layaknya teman. Yang juga tidak tergesa-gesa atau yang cukup waktunya untuk mendampingi si peneliti. Disamping itu juga, yang sifatnya terbuka dan jujur, yang dapat memberikan keterangan secara pasti dan terperinci, yang tidak mencla-mencle, dan yang bersedia untuk menunjukkan dengan bukti-bukti mengenai apa yang dikatakannya.


*) Program Metode Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Universitas Indonesia 19-24 Januari 1986

No comments: