Wednesday, 19 January 2011

Lagu di Atas Bus

Lagu di Atas Bus

Cerpen Hamsad Rangkuti


Sebuah bus malam jarak jauh meluncur dalam kecepatan sedang-sedang saja. Para penumpang baru saja makan malam di rumah makan tempat persinggahan bus malam itu di pertengahan perjalanannya Di luar, dalam kegelapan malam, tumbuh menyungkup di sisi kiri dan kanan jalan pepohonan. Lampu kendaraan itu menyorot di sepanjang jalan, tidak ubahnya satu per satu mereka memegang senter, berlarian di antara dua deretan pohon. Dan celah kegelapan sesekali muncul percik cahaya menandakan ada kehidupan di luar. Lampu bus itu tidak ubahnya sepotong kapur yang ditorehkan di atas papan tulis.Garis putih itu setiap saat dilahap kegelapan yang bersembunyi di bawah kolong, sementara itu garis yang baru terus tercipta. Begitu terus-menerus.

Orang-orang di dalam bus itu tidak tertidur. Mereka merasa segar. Sopir menghidupkan tape recorder. Para penumpang mendengarkan lagu yang berkumandang sambil berlena-lena. Namun, tiba-tiba terdengar orang berteriak:

"Bolehkah lagu itu ditukar? Saya ingin mendengarkan lagu jazz!" kata penumpang yang berteriak itu.

"Tolong Pak Sopir. Lagunya ditukar saja dengan irama jazz," kata penumpang yang lain memperkuat.

”Tetapi, saya tidak punya kaset jazz!" kata sopir.

"Aku membawa kaset lagu yang aku minta!" kata orang yang meminta lagu jazz. Sambil dia mengeluarkan kaset jazz yang dia maksud dari dalam saku bajunya. Kemudian berkumandanglah lagu jazz.

Tetapi, baru saja lagu jazz itu berkumandang, baru beberapa detik saja, terdengar pula orang berteriak:

"Bolehkah lagu itu ditukar?" teriakan itu ditujukan kepada orang yang meminta lagu jazz.

"Boleh!" kata orang yang meminta lagu jazz.

"Saya ingin irama disko,” kata orang yang meminta supaya lagu jazz itu diganti.

"Tolong Pak Sopir," kata orang yang meminta lagu jazz, "Bapak ini tidak suka dengan lagu kesenangan saya. Dia minta ditukar dengan irama disko."

“Tetapi, saya tidak punya kaset berirama disko," kata sopir.

"Saya punya. Saya membawa kaset lagu kesenangan saya,” kata orang itu. Dia pun mengeluarkan kaset dari dalam sakunya, sekejap kemudian berkumandanglah lagu berirama disko.

Para penumpang mendengar lagu itu hanya beberapa detik saja, sebab terdengar pula orang berteriak dari bangku yang lain.

"Bolehkah lagu itu ditukar?" isi teriakan itu, yang ditujukan kepada orang yang meminta lagu berirama disko.

“Boleh!” Kata orang yang meminta lagu berirama disko.

“Saya ingin lagu keroncong.”

“Tolong Pak Sopir. Bapak ini tidak suka dengan lagu disko kesenangan saya. Dia minta lagu keroncong."

"Tetapi, saya tidak punya kaset keroncong," kata sopir.

"Saya punya. Saya membawa kaset kesenangan saya "
Orang itu mengambil kaset dari dalam saku bajunya. Kemudian mengumandang lagu irama keroncong.

Para penumpang mendengar lagu itu hanya beberapa saat saja. Seseorang berteriak pula dari bangku yang lain.

"Bolehkah lagu itu ditukar?"

“Boleh!" kata orang yang meminta lagu keroncong.

"Saya ingin lagu dangdut."

"Tolong Pak Sopir. Bapak ini tidak suka dengan lagu keroncong, lagu kesenangan saya. Dia minta lagu dangdut”.

”Tetapi, saya tidak punya kaset dangdut," kata sopir.

"Saya punya. Saya membawa kaset kesenangan saya "

Orang itu mengambil kaset dari dalam saku bajunya. Ia menyerahkannya kepada sopir, dan berkumandanglah lagu dangdut.

Para penumpang mendengar lagu itu. Tetapi, beberapa saat kemudian, terdengar pula orang berteriak:

"Bolehkah lagu itu ditukar?"

"Boleh!"

"Saya ingin lagu pop Indonesia."

"Tolong Pak Sopir. Bapak ini tidak suka lagu dangdut kesenangan saya. Dia minta ditukar dengan lagu pop indonesia."

"Tetapi, saya tidak punya kaset pop Indonesia," kata sopir.

"Saya punya. Saya selalu membawa kaset lagu kesenangan saya."

Orang itu mengambil kaset dari dalam saku bajunya, Kemudian mengumandang lagu pop Indonesia. Tetapi, baru saja lagu itu mengumandang, terdengar pula orang berteriak:

"Bolehkah lagu itu ditukar?"

"Boleh”, kata orang yang meminta lagu pop Indonesia

"Saya ingin lagu gending Jawa."

"Tolong Pak Sopir. Bapak ini tidak suka lagu pop Indonesia, padahal lagu itu kesukaan saya. Dia minta ditukar dengan gending Jawa."

"Tetapi, saya tidak punya kaset gending Jawa," kata sopir.

"Saya punya. Saya tidak pernah meninggalkan kaset gending Jawa, kesenangan saya, setiap saya bepergian. Ini kaset lagu kesukaan saya. Gending Jawa! Katanya sambil menyerahkan kaset itu kepada sopir.

Para penumpang mendengarkan lagu itu. Tetapi, beberapa saat saja kemudian, terdengar orang berteriak:

"Bolehkah lagu itu ditukar?"

"Boleh!" kata orang yang meminta lagu gending Jawa.

"Saya ingin lagu kecapi Sunda!"

“Tolong Pak Sopir. Bapak ini tidak suka gending Jawa, padahal saya paling suka gending Jawa. Dia minta kecapi Sunda!"

"Tetapi, saya tidak punya kaset kecapi Sunda," kata sopir.

"Saya punya. Saya tidak pernah meninggalkan kaset kecapi Sunda, kesukaan saya. Ini kaset kesenangan saya. Saya selalu membawanya ke mana pun saya pergi!"

Orang itu mengeluarkan kaset dan saku bajunya. Dan, berkumandanglah lagu kecapi Sunda.

Para penumpang mendengar lagu itu. Tetapi, orang berteriak pula sebelum kaset kecapi Sunda berkumandang tiga puluh detik.

"Bolehkah lagu itu ditukar?"

"Boleh!" kata orang yang meminta lagu kecapi Sunda.

"Saya ingin irama Minang, saluang."

"Tetapi, saya tidak punya kaset irama Minang, saluang," kata sopir

"Den punya! Aden selalu membawa lagu kampuang den, saluang"

Orang itu menyerahkan kaset dari dalam saku bajunya. Dan, berkumandanglah lagu irama Minang, saluang. Dan, seperti tadi, orang pun berteriak pula beberapa saat kemudian.

"Bolehkah lagu itu ditukar?"

"Boleh!" kata orang yang meminta lagu saluang.

"Saya ingin lagu Tapanuli modern."

"Tolong Pak Sopir. Bapak ini tidak suka lagu saluang, lagu kesenangan saya. Dia minta lagu itu ditukar dengan lagu Batak!"

"Batak katamu? Kamu menyinggung, ya?!" orang itu memegang leher baju orang yang meminta lagu saluang.

"Oh, tidak. Maksud den, Tapanuli modern."

"Untung kita sama-sama dari Sumatera. Kalau tidak, Saudara telah saya pukul."

"Saya juga berpikir begitu, kita sama-sama dari Sumatera. Kalau tidak, Saudara telah saya pukul. Siapa yang bisa menahan kesabaran kalau leher baju kita direntap orang.
Maaf! Tolong Pak Sopir. Bapak ini minta lagu Tapanuli modern."

"Tetapi, saya tidak punya lagu Tapanuli modern."

"Aku punya! Aku selalu membawa lagu kesenanganku. Aku suka lagu daerahku sendiri. Putar Pak Sopir!"

Orang itu menyerahkan kaset dari dalam saku bajunya. Kemudian, mengumandang lagu Tapanuli modern. Tetapi, orang berteriak pula meminta lagu itu diganti.

"Bolehkah lagu itu ditukar?"

"Boleh saja! Mengapa? Kamu tidak suka lagu Tapanuli modern?"

"Saya minta lagu mars perjuangan!" kata orang berseragam hijau. Dia membawa pistol.
"Tolong Pak Sopir. Bapak ini tidak suka lagu Tapanuli modern, padahal lagu itu lagu kesenangan saya. Bapak ini minta diputarkan lagu mars perjuangan."

"Tetapi, saya tidak punya lagu mars perjuangan," kata sopir.

"Saya punya! Saya selalu membawa ke mana pun saya pergi lagu-lagu kesenangan saya. Mars perjuangan. Ayo putar! Sampai selesai! Tidak boleh diputus sebelum selesai! Aku membawa pistol."

Tetapi, baru saja lagu mars perjuangan itu mengumandang, terdengar pula orang berteriak meminta lagu itu ditukar.

"Bolehkah lagu itu ditukar?" kata orang yang berseragam hijau pula. Dia membawa dua
pistol.

Orang yang meminta lagu mars perjuangan melihat kepadanya. Dia melihat dua pistol di pinggang orang itu. Akhirnya dia berkata:

"Boleh! Mengapa tidak? Boleh! Lagu itu boleh ditukar."

"Saya ingin diputar lagu Indonesia Raya!" katanya membentak.

"Tolong Pak Sopir. Bapak ini tidak suka lagu mars perjuangan. Padahal, lagu itu membangkitkan semangat perjuangan pada diri saya. Bapak ini minta diputar lagu Indonesia Raya."

"Tetapi, saya tidak punya kaset lagu Indonesia Raya."

"Kaset lagu apa saja yang kau punya?" kata orang yang berseragam hijau lengkap dengan dua pistol di pinggangnya.

Sopir itu gugup. Dia membuka laci tempat penyimpan kaset. Tetapi, dia tidak menemukan yang dia cari.

"Kau harus punya kaset lagu Indonesia Raya. Cari! Dan, mesti kau dapatkan!"
Sopir terus membongkar tempat penyimpan kaset. Dia tiba-tiba tersentak. Dia seperti mengingat sesuatu.

"Saya pernah punya kaset lagu Indonesia Raya itu! Tetapi, di mana kaset Indonesia Raya itu sekarang? Oh, biarkan aku mengingat-ingatnya sejenak. Ya, sekarang aku baru ingat. Tujuh belas Agustus yang lalu, pernah serombongan Veteran Perang Kemerdekaan menyarter bus ini. Mereka merayakan Hari Kemerdekaan itu di atas bus ini. Mereka menyusuri rute perjuangan mereka. Rute Jenderal Sudirman. Mereka memutar lagu-lagu mars perjuangan. Dan, memutar lagu Indonesia Raya. Suatu saat, di tengah perjalanan menyusuri rute Jenderal Sudirman itu, mereka meminta aku menghentikan kendaraan. Mereka kulihat mengheningkan cipta. Aku terharu melihat mereka. Mereka menitikkan air mata. Kurasa mereka mengenang rekan-rekan mereka yang gugur dalam pertempuran melawan penjajah. Mereka meminta aku memutar ulang lagu Indonesia Raya itu. Di mana, ya, sekarang kaset lagu Indonesia Raya itu. Aku ingat betul, mereka tidak meminta kaset lagu Indonesia Raya itu waktu mereka kuantar kembali ke Gedung Veteran Empat Lima sepulang dari menyusuri rute Jenderal Sudirman itu. Kuingat apa pesan mereka saat menyerahkan kaset lagu Indonesia Raya itu. 'Sekali-sekali, di tengah perjalananmu, setiap tanggal tujuh belas Agustus, tolong kau putar lagu Indonesia Raya ini untuk didengar para penumpangmu.' Ya, sekarang aku ingat. Mereka berkata begitu sambil menyerahkan kaset lagu Indonesia Raya itu. Tetapi, di mana kaset lagu Indonesia Raya itu sekarang? 0 iya... Mungkin mereka. Kenek-kenekku selalu bertukar-tukar. Mereka suka memutar lagu-lagu kegemaran mereka. Apa mungkin mereka...? Mungkin! Itu mungkin! Mereka umumnya datang dan daerah. Ya! Itu mungkin!"

Sopir itu menghentikan mobil itu. Di luar tampak lampu mobil itu diam di atas aspal. Kapur tulis itu terhenti menconteng papan hitam di depan kelas. Sopir itu beranjak dari balik lingkaran kemudi. Orang-orang memperhatikannya. Dua orang yang mengenakan uniform hijau terpaku memperhatikannya. Sopir itu mengais-ngais tong sampah. Mengangkat keranjang sampah itu dan menuang-kannya di atas lantai. Dikais-kaisnya sesaat. Mereka akhirnya melihat sopir itu mengangkat sepotong kutang, celana dalam, pembalut wanita, serenteng bekas teh celup, sobekan kain, kertas bernoda, daun pisang bekas pembungkus dan sebuah kaset.

"Aku menemukannya! Apa kataku! Mereka membuangnya!" teriak sopir itu.

"Putar! Putar segera!" kata orang berseragam hijau lengkap dengan dua pistol di pinggangnya.

Sopir itu kembali duduk di belakang kemudi. Dia memasukkan kaset itu ke dalam tape recorder. Lagu Indonesia Raya itu terdengar mengumandang, dan bus malam itu kembali bergerak. Tetapi, baru beberapa detik saja lagu Indonesia Raya itu mengumandang, terdengar pula orang berteriak:

"Bolehkah lagu itu ditukar?" kata teriakan itu. Orang itu berseragam hijau. Dia membawa tiga pistol. Satu teracung di tangan kanannya, dua tergantung di pinggang sebelah kiri dan kanan.

Orang yang meminta lagu Indonesia Raya itu memandang orang dengan tiga pistol. Sejenak kemudian dia memandang orang yang membawa satu pistol. Dia kemudian beralih memandang orang dengan tiga pistol. Lalu dengan tegas dia berkata:

"Tidak! Lagu Indonesia Raya itu tidak boleh ditukar. Kita harus mendengarnya sampai selesai!"

"Tetapi, telingaku sakit mendengarnya!" kata orang yang berseragam hijau dengan tiga pistol di pinggangnya.

"Apa katamu? Sakit telingamu mendengarnya? Itu artinya kau tidak cinta pada Tanah Airmu!"

"Tetapi, tidak saatnya lagu kebangsaan itu diputar sekarang!"

"Sekarang adalah saat yang tepat! Tidak kau lihat mereka sudah mulai berkelahi. Masing-masing telah meminta lagu daerah mereka sendiri-sendiri."

"Tetapi, telingaku sakit mendengar lagu Indonesia Raya itu."

"Berarti kau dari jenis para pengkhianat! Sebaiknya kau keluar dan dalam bus ini!"

"Tetapi...," kata orang berseragam hijau dengan tiga pucuk pistol.

"Tetapi, kau sudah membayar ongkos? Itu yang mau kau katakan," kata orang yang berseragam hijau dengan dua pistol di pinggangnya.

"Saya akan ganti uang sisa ongkos perjalananmu. Lagu Indonesia Raya ini harus mengumandang sampai tujuan akhir. Kalau kau tidak suka, kau boleh keluar dari dalam bus ini! Tak ada tempat bagi yang tidak suka lagu kebangsaannya sendiri. Siapa yang tidak suka dengan lagu kebangsaannya sendiri?"

"Saya suka!" kata orang yang berseragam hijau dengan sebuah pistol di pinggangnya. Dia bergeser ke dekat orang yang membawa dua pistol. Mereka berdua memiliki tiga pistol.

Orang yang memakai seragam hijau dengan dua pistol di pinggangnya berdiri di atas tempat duduk. Dia diikuti orang yang berseragam dengan satu pucuk pistol di pinggangnya.

"Cepat katakan! Siapa yang tidak suka dengan lagu kebangsaannya sendiri?!"

"Kami suka!" teriak para penumpang bergemuruh

"Tidak ada tempat untuk orang yang tidak suka dengan lagu kebangsaannya sendiri, di sini!"

"Saya suka!" kata sopir.

Kapur putih di atas papan hitam terus menconteng di sepanjang jalan beraspal. Kegelapan di bawah lantai terus juga melahapnya. Begitu terus-menerus. ***

1 comment:

Unknown said...

Mau tanya karakter nya gimana y