Saturday 19 February 2011

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG KETERTIBAN UMUM

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 8 TAHUN 2007
TENTANG
KETERTIBAN UMUM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
Menimbang
: a. bahwa dalam rangka mewujudkan tata kehidupan kota Jakarta yang tertib, tenteram, nyaman, bersih dan indah, diperlukan adanya pengaturan di bidang ketertiban umum yang mampu melindungi warga kota dan prasarana kota beserta kelengkapannya; b. bahwa penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat menjadi urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi yang dalam pelaksanaannya harus dijalankan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. bahwa Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1988 tentang Ketertiban Umum, Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta sudah tidak sesuai lagi dengan jiwa dan semangat penyelenggaraan Pemerintahan Daerah serta perubahan dan perkembangan tata nilai kehidupan bermasyarakat warga kota Jakarta;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Ketertiban Umum; Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
9. Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4441);
10. Undang-undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635);
11. Undang-undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4674);
12. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4428);
14. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1978 tentang Pengaturan Tempat dan Usaha serta Pembinaan Pedagang Kaki Lima Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1979 Nomor 15);
15. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1988 tentang Kebersihan Lingkungan Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1988 Nomor 31);
16. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1989 tentang Pengawasan Pemotongan Ternak, Perdagangan Ternak dan Daging di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1990 Nomor 2);
17. Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 1991 tentang Bangunan dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1992 Nomor 23);
18. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1999 Nomor 23);
19. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Bentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2001 Nomor 66);
20. Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2003 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan, Kereta Api, Sungai dan Danau serta Penyeberangan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2003 Nomor 87);
21. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2004 tentang Kepariwisataan (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2004 Nomor 65);
22. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2004 Nomor 50);
23. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2005 Nomor 4);
24. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pengendalian Pemeliharaan dan
Peredaran Unggas (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2007 Nomor 4);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
Dan
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
MEMUTUSKAN : Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH TENTANG KETERTIBAN UMUM
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksudkan dengan:
1. Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
4. Gubernur adalah Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
5. Ketertiban umum adalah suatu keadaan dimana Pemerintah dan rakyat dapat melakukan kegiatan secara tertib dan teratur.
6. Ketenteraman masyarakat adalah suatu keadaan dimana pemerintah dan rakyat dapat melakukan kegiatan secara tenteram dan nyaman.
7. Kepentingan dinas adalah kepentingan yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
8. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
9. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran.
10. Jalur hijau adalah setiap jalur-jalur yang terbuka sesuai dengan rencana kota yang peruntukkan penataan dan pengawasannya dilakukan oleh pemerintah daerah.
11. Taman adalah sebidang tanah yang merupakan bagian dari ruang terbuka hijau kota yang mempunyai fungsi tertentu, ditata dengan serasi, lestari dengan menggunakan material taman, material buatan, dan unsur-unsur alam dan mampu menjadi areal penyerapan air.
12. Tempat umum adalah sarana yang diselenggarakan oleh Pemerintah, swasta atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat, termasuk di dalamnya adalah semua gedung-gedung perkantoran milik Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, gedung perkantoran umum, mall dan pusat perbelanjaan.
13. Badan adalah perseroan terbatas, perseroan komanditer, badan usaha milik Negara atau Daerah, dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, firma, kongsi, perkumpulan, koperasi, yayasan atau lembaga dan bentuk usaha tetap.
14. Pedagang kaki lima adalah seseorang yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan jasa yang menempati tempat-tempat prasarana kota dan fasilitas umum baik yang mendapat izin dari pemerintah daerah maupun yang tidak mendapat izin pemerintah daerah antara lain badan jalan, trotoar, saluran air, jalur hijau, taman, bawah jembatan, jembatan penyeberangan.
15. Parkir adalah tempat pemberhentian kendaraan bermotor dan tempat untuk menurunkan serta menaikkan orang dan/atau barang yang bersifat tidak segera.
16. Hiburan adalah segala macam atau jenis keramaian, pertunjukan, permainan atau segala bentuk usaha yang dapat dinikmati oleh setiap orang dengan nama dan dalam bentuk apapun, dimana untuk menonton serta menikmatinya atau mempergunakan fasilitas yang disediakan baik dengan dipungut bayaran maupun tidak dipungut bayaran.
17. Ternak potong adalah hewan untuk keperluan dipotong yaitu sapi, kerbau, domba, babi, kuda dan hewan lainnya yang dagingnya lazim dikonsumsi.
18. Pemasukan ternak adalah kegiatan memasukkan ternak dari luar Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk keperluan dipotong dan/atau diperdagangkan.
19. Pencemaran adalah akibat-akibat pembusukan, pendebuan, pembuangan sisa-sisa pengolahan dari pabrik, sampah minyak, atau asap, akibat dari pembakaran segala macam bahan kimia yang dapat menimbulkan pencemaran dan berdampak buruk terhadap lingkungan, kesehatan umum dan kehidupan hewani/nabati.
20. Keadaan darurat adalah suatu keadaan yang menyebabkan baik orang maupun badan dapat melakukan tindakan tanpa meminta izin kepada pejabat yang berwenang untuk melakukan pencegahan, penanganan dan penyelamatan atas bahaya yang mengancam keselamatan jiwa manusia.
BAB II
TERTIB JALAN, ANGKUTAN JALAN DAN ANGKUTAN SUNGAI
Pasal 2
(1) Setiap pejalan kaki wajib berjalan di tempat yang telah ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Setiap orang yang akan menyeberang jalan wajib menggunakan sarana jembatan penyeberangan atau rambu penyeberangan/zebra cross yang telah disediakan.
(3) Setiap orang yang akan menggunakan/menumpang kendaraan umum wajib menunggu di halte atau tempat pemberhentian yang telah ditetapkan.
(4) Setiap pengemudi kendaraan umum wajib menunggu, menaikkan dan/atau menurunkan orang dan/atau barang pada tempat pemberhentian yang telah ditentukan.
(5) Setiap kendaraan umum harus berjalan pada setiap ruas jalan yang telah ditetapkan.
(6) Setiap orang atau badan dilarang membuat, merakit atau mengoperasikan angkutan umum kendaraan jenis empat yang bermesin dua tak.
(7) Kendaraan bermotor roda dua atau lebih dilarang memasuki jalur busway.
(8) Setiap orang atau badan dilarang membuat rakit, keramba, dan angkutan penyeberang lainnya di sepanjang jalur kendaraan umum sungai/water way.
Pasal 3
Kecuali dengan izin Gubernur atau pejabat yang ditunjuk, setiap orang atau badan dilarang: a. menutup jalan; b. membuat atau memasang portal;
c. membuat atau memasang tanggul jalan;
d. membuat atau memasang pintu penutup jalan;
e. membuat, memasang, memindahkan atau membuat tidak berfungsi rambu-rambu lalu lintas;
f. menutup terobosan atau putaran jalan;
g. membongkar trotoar dan memasang jalur pemisah, rambu-rambu lalu lintas, pulau-pulau jalan dan sejenisnya;
h. membongkar, memotong, merusak atau membuat tidak berfungsi pagar pengamanan jalan;
i. menggunakan bahu jalan (trotoar) tidak sesuai dengan fungsinya;
j. melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat berakibat merusak sebagian atau seluruh badan jalan dan membahayakan keselamatan lalu lintas.
k. menempatkan benda dan/atau barang bekas pada tepi-tepi jalan raya dan jalan-jalan di lingkungan permukiman.
Pasal 4
(1) Setiap orang yang menggunakan kendaraan roda 4 (empat) di kawasan pengendalian lalu lintas dilarang membawa orang/penumpang kurang dari 3 (tiga) orang pada jam-jam tertentu yang ditetapkan.
(2) Setiap orang dilarang menawarkan diri menjadi joki di pinggir jalan kepada pengendara kendaraan roda 4 (empat) yang akan memasuki kawasan pengendalian lalu lintas.
(3) Setiap orang yang menggunakan kendaraan roda 4 (empat) yang akan memasuki kawasan pengendalian lalu lintas dilarang menggunakan joki.
Pasal 5 Setiap orang atau badan dilarang: a. mengangkut bahan berdebu dan bahan berbau busuk dengan menggunakan alat angkutan yang terbuka. b. mengangkut bahan berbahaya dan beracun, bahan yang mudah terbakar, dan/atau bahan peledak dengan menggunakan alat angkutan yang terbuka.
c. melakukan galian, urugan dan menyelenggarakan angkutan tanah tanpa izin Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 6
Setiap orang atau badan dilarang memanfaatkan ruang terbuka di bawah jembatan atau jalan layang kecuali mendapat izin dari Gubernur.
Pasal 7 (1) Setiap orang atau sekelompok orang yang tidak memiliki kewenangan dilarang melakukan pengaturan lalu lintas pada persimpangan jalan, tikungan atau putaran jalan dengan maksud mendapatkan imbalan jasa. (2) Setiap orang atau sekelompok orang yang tidak memiliki kewenangan dilarang
melakukan pungutan uang terhadap kendaraan umum maupun angkutan barang.
Pasal 8
Setiap pengendara kendaraan bermotor dilarang membunyikan klakson dan wajib mengurangi kecepatan kendaraannya pada waktu melintasi tempat ibadah selama ibadah berlangsung, dan lembaga pendidikan serta rumah sakit.
Pasal 9
(1) Setiap orang yang menumpang kendaraan umum dilarang: a. membuang sampah b. membuang kotoran permen karet c. meludah d. merokok
(2) Setiap kendaraan umum harus menyediakan tempat sampah di dalam kendaraan.
Pasal 10
Setiap orang atau badan dilarang memungut uang parkir di jalan-jalan ataupun di tempat-tempat umum, kecuali mendapat izin dari Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 11
(1) Setiap Orang wajib memarkir kendaraan di tempat yang telah ditentukan.
(2) Setiap orang atau badan dilarang menyelenggarakan dan/atau mengatur perparkiran tanpa izin Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
BAB III
TERTIB JALUR HIJAU, TAMAN DAN TEMPAT UMUM
Pasal 12
Setiap orang atau badan dilarang: a. memasuki atau berada di jalur hijau atau aman yang bukan untuk umum; b. melakukan perbuatan atau tindakan dengan alasan apapun yang dapat merusak pagar, jalur hijau, atau taman, beserta kelengkapannya;
c. bertempat tinggal di jalur hijau, taman dan tempat-tempat umum;
d. menyalahgunakan atau mengalihkan fungsi jalur hijau, taman dan tempat-tempat umum;
e. berdiri dan/atau duduk pada sandaran jembatan dan pagar sepanjang jalan, jalur hijau, taman dan tempat-tempat umum;
f. melompati, atau menerobos sandaran jembatan atau pagar sepanjang jalan, jalur hijau, taman dan tempat-tempat umum;
g. memotong, menebang pohon atau tanaman yang tumbuh di sepanjang jalan, jalur hijau dan taman.
h. berjongkok dan berdiri di atas bangku taman serta membuang sisa permen karet pada bangku taman.
BAB IV
TERTIB SUNGAI, SALURAN, KOLAM DAN LEPAS PANTAI
Pasal 13
Kecuali dengan izin Gubernur atau pejabat yang ditunjuk, setiap orang atau badan dilarang: a. Membangun tempat mandi cuci kakus, hunian/tempat tinggal atau tempat usaha di atas saluran sungai dan bantaran sungai serta di dalam kawasan setu, waduk dan danau; b. Memasang/menempatkan kabel atau pipa di bawah atau melintasi saluran sungai serta di dalam kawasan setu, waduk dan danau.
Pasal 14
(1) Setiap orang dilarang mandi, membersihkan anggota badan, mencuci pakaian, kendaraan atau benda-behda dan/atau memandikan hewan di kolam-kolam kelengkapan keindahan kota.
(2) Setiap orang dilarang mengambil air dari air mancur, kolam-kolam kelengkapan keindahan kota dan tempat lainnya yang sejenis kecuali apabila hal ini dilaksanakan oleh petugas untuk kepentingan dinas.
(3) Setiap orang dilarang memanfaatkan air sungai dan danau untuk kepentingan usaha kecuali atas izin Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 15
Setiap orang atau badan dilarang mengambil, memindahkan atau merusak tutup got, selokan atau saluran lainnya serta komponen bangunan pelengkap jalan, kecuali dilakukan oleh petugas untuk kepentingan dinas.
Pasal 16
(1) Setiap orang atau badan dilarang menangkap ikan dan hasil laut lainnya dengan menggunakan bagan, bahan peledak atau bahan/alat yang dapat merusak kelestarian lingkungan di perairan lepas pantai. (2) Setiap orang atau badan dilarang mengambil pasir laut dan terumbu karang yang dapat merusak kelestarian lingkungan biota laut di perairan lepas pantai. (3) Setiap orang atau badan dilarang membuang limbah bahan berbahaya dan beracun ke saluran pemukiman, sungai dan laut sebatas 12 (dua belas) mil laut.
BAB V
TERTIB LINGKUNGAN
Pasal 17
(1) Setiap orang atau badan dilarang menangkap, memelihara, memburu, memperdagangkan atau membunuh hewan tertentu yang jenisnya ditetapkan dan dilindungi oleh undang-undang. (2) Setiap pemilik binatang peliharaan wajib menjaga hewan peliharaannya untuk tidak berkeliaran di lingkungan pemukiman. (3) Setiap orang atau badan pemilik hewan peliharaan wajib mempunyai tanda daftar/sertifikasi.
Pasal 18
Setiap orang atau badan dilarang merusak hutan mangrove.
Pasal 19
Setiap orang atau badan dilarang: a. membuat, menjual dan menyimpan petasan dan sejenisnya. b. membunyikan petasan dan sejenisnya kecuali atas izin Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 20
Setiap orang atau badan dilarang membangun dan/atau bertempat tinggal di pinggir dan di bawah jalan layang rel kereta api, di bawah jembatan tol, jalur hijau, taman dan tempat umum.
Pasal 21 Setiap orang atau badan dilarang: a. mencoret-coret, menulis, melukis, menempel iklan di dinding atau di tembok, jembatan lintas, jembatan penyebrangan orang, halte, tiang listrik, pohon, kendaraan umum dan sarana umum lainnya; b. membuang dan menumpuk sampah di jalan, jalur hijau, taman, sungai dan tempat-tempat lain yang dapat merusak keindahan dan kebersihan lingkungan;
c. membuang air besar dan kecil di jalan, jalur hijau, taman, sungai dan saluran air.
Pasal 22
Setiap orang atau badan dilarang: a. merusak jaringan pipa air minum; b. membalik arah meter air dengan cara merusak, melepas, dan/atau menghilangkan segel pabrik dan segel dinas;
c. menyadap air minum langsung dari pipa distribusi atau pipa dinas sebelum meter air;
d. menjual air minum persil lapangan;
e. mengubah ukuran dan/atau menambah bak penampungan air minum pada hydrant;
f. mendistribusikan air minum dari hydrant dengan segala jenis pipa kepada pihak lain.
Pasal 23
(1) Setiap pengambilan air permukaan dan air tanah untuk keperluan air minum komersial, industri, peternakan dan pertanian, irigrasi, pertambangan dan untuk kepentingan lainnya yang bersifat komersial hanya dapat dilaksanakan setelah mendapat izin Gubernur atau dari pejabat yang ditunjuk.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari izin pemboran air tanah dan izin pemakaian air tanah dan air permukaan.
BAB VI
TERTIB TEMPAT DAN USAHA TERTENTU
Bagian Kesatu
Tempat Usaha
Pasal 24
(1) Setiap orang atau badan yang dalam, melakukan kegiatan usahanya menimbulkan dampak terhadap lingkungan wajib memiliki izin tempat usaha berdasarkan Undang-Undang Gangguan.
(2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Gubernur atau pejabat yang ditunjuk setelah memenuhi persyaratan.
Pasal 25
(1) Gubernur menunjuk/menetapkan bagian-bagian jalan/trotoar dan tempat-tempat kepentingan umum lainnya sebagai tempat usaha pedagang kaki lima.
(2) Setiap orang atau badan dilarang berdagang, berusaha di bagian jalan/trotoar, halte, jembatan penyebrangan orang dan tempat-tempat untuk kepentingan umum lainnya di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Setiap orang dilarang membeli barang dagangan pedagang kaki lima sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 26
(1) Setiap pedagang kaki lima yang menggunakan tempat berdagang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) harus bertanggung jawab terhadap ketertiban, kebersihan dan menjaga kesehatan lingkungan serta keindahan di sekitar tempat berdagang yang bersangkutan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur penetapan tempat usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Kedua
Usaha Tertentu
Pasal 27
(1) Setiap orang/badan dilarang menempatkan benda-benda dengan maksud untuk melakukan sesuatu usaha di jalan, dipinggir rel kereta api, jalur hijau, taman dan tempat-tempat umum, kecuali di tempat-tempat yang telah diizinkan oleh pejabat berwenang yang ditunjuk oleh Gubernur.
(2) Setiap orang/badan dilarang menjajakan barang dagangan, membagikan selebaran atau melakukan usaha-usaha tertentu dengan mengharapkan imbalan di jalan, jalur hijau, taman dan tempat-tempat umum, kecuali tempat-tempat yang ditetapkan oleh Gubernur.
(3) Setiap orang dilarang membeli barang dagangan dan menerima selebaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 28
(1) Setiap orang/badan dilarang melakukan pekerjaan atau bertindak sebagai perantara karcis kendaraan umum, pengujian kendaraan bermotor, karcis hiburan dan/atau kegiatan lainnya yang sejenis tanpa izin dari Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Setiap orang atau badan dilarang memanfaatkan/mempergunakan perantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 29
(1) Setiap orang atau badan dilarang:
a. melakukan usaha pembuatan, perakitan, penjualan dan memasukkan becak atau barang yang difungsikan sebagai becak dan/atau sejenisnya.
b. mengoperasikan dan menyimpan becak dan/atau sejenisnya.
c. mengusahakan kendaraan bermotor/tidak bermotor sebagai sarana angkutan umum yang tidak termasuk dalam pola angkutan umum yang ditetapkan. (2) Kendaraan bermotor/tidak bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dapat dijadikan sebagai sarana angkutan umum setelah mendapat izin dari Gubernur atau pejabat yang ditunjuk. (3) Setiap orang dilarang menggunakan jasa kendaraan bermotor/tidak bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c kecuali ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah mendapat izin dari Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
(4) Setiap orang atau badan yang menyelenggarakan jasa angkutan kendaraan umum wajib mengoperasikan kendaraan umum pada malam hari, yang pengaturannya ditetapkan oleh Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 30
(1) Setiap usaha pemotongan hewan ternak wajib dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan yang ditetapkan oleh Gubernur.
(2) Pemotongan hewan ternak dapat dilakukan di luar rumah pemotongan hewan untuk keperluan peribadatan atau upacara-upacara adat setelah mendapat izin dari Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 31
(1) Setiap orang atau badan yang melakukan tata niaga daging yang dikonsumsi oleh konsumen muslim wajib mencantumkan label halal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Setiap orang atau badan dilarang menjual, mengedarkan, menyimpan, mengelola daging dan/atau bagian-bagian lainnya yang:
a. berupa daging gelap;
b. berupa daging selundupan;
c. tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan dan tidak layak dikonsumsi.
(3) Setiap orang atau badan yang menyelenggarakan usaha restoran/rumah makan yang makanannya dikonsumsi oleh konsumen muslim wajib mencantumkan label halal sesuai lengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 32
Setiap pengusaha daging, pemasok daging, penggilingan daging dan pengolahan daging wajib memiliki izin dari Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 33
(1) Setiap usaha untuk memasukkan dan/atau mengeluarkan ternak ke dan dari Daerah harus mendapat rekomendasi dari pejabat berwenang yang ditunjuk oleh Gubernur.
(2) Setiap pemasukan ternak ke Daerah harus disertai surat kesehatan hewan dan tujuan pengiriman dari pejabat instansi yang berwenang dari daerah asal ternak.
Pasal 34
Setiap orang/badan dilarang melakukan usaha pengumpulan, penampungan, penyaluran tenaga kerja atau pengasuh tanpa izin dari Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 35
Setiap orang atau badan dilarang melakukan usaha pengumpulan, penampungan barang-barang bekas dan mendirikan tempat kegiatan usaha yang menimbulkan pencemaran serta mengganggu ketertiban umum.
BAB VII
TERTIB BANGUNAN
Pasal 36
(1) Setiap orang atau badan dilarang: a. mendirikan bangunan atau benda lain yang menjulang, menanam atau membiarkan, tumbuh pohon atau tumbuh-tumbuhan lain di dalam kawasan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTET) pada radius sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan; b. mendirikan bangunan pada ruang milik jalan, ruang milik sungai, ruang milik setu, ruang milik waduk, ruang milik danau, taman dan jalur hijau, kecuali untuk kepentingan dinas;
c. mendirikan bangunan di pinggir rel kareta api dan di bawah jembatan kereta api. (2) Setiap orang atau badan wajib menjaga serta memelihara lahan, tanah, dan bangunan di lokasi yang menjadi miliknya. (3) Setiap orang atau badan wajib menggunakan bangunan miliknya sesuai dengan izin yang telah ditetapkan.
Pasal 37
(1) Setiap orang atau badan dilarang membangun menara/tower komunikasi, kecuali mendapat izin dari Gubernur atau pejabat yang ditunjuk. (2) Pemilik/pengelola menara/tower komunikasi wajib menjamin keamanan dan keselamatan dari berbagai kemungkinan yang dapat membahayakan dan/atau merugikan orang lain dan/atau badan dan/atau fungsi menara/tower komunikasi tersebut.
Pasal 38
Setiap orang atau badan pemilik bangunan atau rumah diwajibkan:
a. memelihara pagar pekarangan dan memotong pagar hidup yang berbatasan dengan jalan;
b. membuang bagian dari pohon, semak-semak dan tumbuh-tumbuhan yang dapat mengganggu keamanan dan/atau ketertiban;
c. memelihara dan mencegah pengrusakan bahu jalan atau trotoar.
BAB VIII
TERTIB SOSIAL
Pasal 39
(1) Setiap orang atau badan dilarang meminta bantuan atau sumbangan yang dilakukan sendiri-sendiri dan/atau bersama-sama di jalan, pasar, kendaraan umum, lingkungan pemukiman, rumah sakit, sekolah dan kantor. (2) Permintaan bantuan atau sumbangan untuk kepentingan sosial dan kemanusiaan pada tempat selain sebagaimana dimaksud pada. ayat (1), dapat diberikan izin oleh Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
(3) Tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. supermarket/mall;
b. rumah makan;
c. stasiun;
d. terminal;
e. pelabuhan udara/laut;
f. stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU);
g. penyelenggaraan pameran/bazar amal;
h. tempat hiburan/rekreasi;
i. hotel.
Pasal 40
Setiap orang atau badan dilarang:
a. menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil;
b. menyuruh orang lain untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil;
c. membeli kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil.
Pasal 41
Setiap orang yang mengidap penyakit yang meresahkan masyarakat tidak diperkenankan berada di jalan, jalur hijau, taman, dan tempat-tempat umum lainnya.
Pasal 42
(1) Setiap orang dilarang bertingkah laku dan/atau berbuat asusila di jalan, jalur hijau, taman atau dan tempat-tempat umum lainnya.
(2) Setiap orang dilarang:
a. menjadi penjaja seks komersial;
b. menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang lain untuk menjadi penjaja seks komersial;
c. memakai jasa penjaja seks komersial.
Pasal 43
Setiap orang atau badan dilarang menyediakan dan/atau menggunakan bangunan atau rumah sebagai tempat untuk berbuat asusila.
Pasal 44
Setiap orang atau badan dilarang menyelenggarakan dan/atau melakukan segala bentuk kegiatan perjudian.
Pasal 45
Setiap orang atau badan dilarang menyediakan tempat dan menyelenggarakan segala bentuk undian dengan memberikan hadiah dalam bentuk apapun kecuali mendapat izin dari Gubernur atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 46
Setiap orang atau badan dilarang mengedarkan, menyimpan dan menjual minuman beralkohol tanpa izin dari pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IX
TERTIB KESEHATAN
Pasal 47
(1) Setiap orang atau badan dilarang:
a. menyelenggarakan dan/atau melakukan praktek pengobatan tradisional;
b. menyelenggarakan dan/atau melakukan praktek pengobatan kebatinan;
c. membuat, meracik, menyimpan dan menjual obat-obat ilegal dan/atau obat palsu. (2) Penyelenggaraan praktek pengobatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf, a dan huruf b dapat diizinkan apabila memenuhi syarat-syarat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
BAB X
TERTIB TEMPAT HIBURAN DAN KERAMAIAN
Pasal 48
(1) Setiap orang atau badan dilarang menyelenggarakan tempat usaha hiburan tanpa izin Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Setiap penyelenggaraan tempat usaha hiburan yang telah mendapat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang melaksanakan kegiatan lain yang menyimpang dan izin yang dimiliki.
(3) Setiap orang atau badan dilarang menyelenggarakan permainan ketangkasan yang bersifat komersial di lingkungan pemukiman.
Pasal 49
Setiap penyelenggaraan kegiatan keramaian wajib mendapat izin dari Gubernur atau pejabat yang ditunjuk sepanjang bukan merupakan tugas, wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Pusat,
Pasal 50
(1) Gubernur menetapkan jenis-jenis kegiatan keramaian yang menggunakan tanda masuk.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang bentuk dan persyaratan tanda masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 51
Penyelenggaraan kegiatan keramaian di luar gedung dan/atau memanfaatkan jalur jalan yang dapat mengganggu kepentingan umum wajib mendapat izin dari Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
BAB XI
TERTIB PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 52
(1) Setiap orang atau badan dilarang menempatkan atau memasang lambang, simbol, bendera, spanduk, umbul-umbul, maupun atribut-atribut lainnya pada pagar pemisah
jembatan, pagar pemisah jalan, jalan, jembatan penyeberangan, halte, terminal, taman, tiang listrik dan tempat umum lainnya.
(2) Penempatan dan pemasangan lambang, simbol, bendera, spanduk, umbul-umbul maupun atribut-atribut lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
(3) Setiap orang atau badan yang menenipatkan dan memasang lambang, simbol, bendera, spanduk, umbul-umbul maupun atribut-atribut lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mencabut serta membersihkan sendih setelah habis masa berlakunya.
Pasal 53
Setiap orang atau badan dilarang memasang lambang, simbol, bendera, spanduk, umbul-umbul, maupun atribut-athbut lainnya di areal sekitar Istana Negara dan Istana Merdeka.
Pasal 54
(1) Setiap orang atau badan dilarang merusak prasarana dan sarana umum pada waktu berlangsungnya penyampaian pendapat, unjuk rasa dan/atau pengerahan massa.
(2) Setiap orang atau badan dilarang membuang benda-benda dan/atau sarana yang digunakan pada waktu penyampaian pendapat, unjuk rasa, rapat-rapat umum dan pengerahan mar,sa di jalan, jalur hijau, dan tempat umum lainnya
Pasal 55
Setiap orang atau badan pemilik rumah dan/atau bangunan/gedung wajib memasang bendera Merah Putih pada peringatan hari besar nasional dan daerah pada waktu tertentu sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pasal 56
Setiap orang yang bermaksud tinggal dan menetap di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta wajib memenuhi persyaratan administrasi kependudukan sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 57
(1) Setiap orang yang berkunjung atau bertamu lebih dari 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam wajib melaporkan diri kepada pengurus Rukun Tetangga setempat.
(2) Setiap pemilik rumah kost wajib melaporkan penghuninya kepada Lurah melalui pengurus Rukun Tetangga setempat secara periodik.
(3) Setiap penghuni rumah kontrak wajib melapor kepada Lurah melalui pengurus Rukun Tetangga setempat secara periodik.
(4) Setiap pengelola rumah susun dan apartemen wajib melaporkan penghuninya kepada Lurah melalui pengurus Rukun Tetangga setempat secara periodik.
BAB XII
PEMBINAAN, PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN
Pasal 58
(1) Pembinaan terhadap penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum dilakukan Gubernur, dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah yang dalam tugas pokok dan fungsinya bertanggung jawab dalam bidang penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum bersama satuan kerja perangkat daerah terkait lainnya.
(2) Pengendalian terhadap penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban, umum dilakukan oleh satuan kerja perangkat daerah yang tugas pokok dan fungsinya bertanggungjawab dalam bidang ketenteraman dan ketertiban umum bersama satuan kerja perangkat daerah terkait lainnya.
(3) Pembinaan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh Satuan Polisi Pamong Praja bersama Penyidik Pegawai Negeri Sipil satuan kerja perangkat daerah terkait sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 59
(1) Setiap orang atau badan yang melihat, mengetahui dan menemukan terjadinya pelanggaran atas ketertiban umum harus melaporkan kepada petugas yang berwenang.
(2) Setiap orang atau badan yang melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak mendapat perlindungan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menindaklanjuti dan. memproses secara hukum terhadap laporan yang disampaikan oleh orang atau badan.
BAB XIII
PENYIDIKAN
Pasal 60
(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah diberi kewenangan khusus untuk melakukan penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam peraturan daerah ini.
(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, para pejabat PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d. melakukan penyitaan benda atau surat;
e. mengambil sidik jah dan memotret orang lain/seseorang;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya;
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Dalam melakukan tugasnya, PPNS tidak berwenang melakukan penangkapan dan/atau penahanan.
(4) PPNS membuat berita acara setiap tindakan tentang:
a. pemeriksaan tersangka;
b. pemasukan rumah;
c. penyitaan benda;
d. pemeriksaan surat;
e. pemeriksaan saksi;
f. pemeriksaan di tempat kejadian dan mengirimkan berkasnya kepada Pengadilan Negeri dengan tembusan kepada Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia.
(5) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya pada penuntut umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 61
(1) Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 3 huruf i, Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 huruf a, Pasal 1 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 huruf a, huruf e, huruf h, Pasal 14 ayat (1), ayat (2), Pasal 17 ayat (2), ayat (3), Pasal 19 huruf b, Pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, Pasal 25 ayat (2), ayat (3), Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 29 ayat (3), Pasal 31 ayat (1), Pasal 38 huruf a, huruf b, Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 huruf a, huruf c, Pasal 51, Pasal 54 ayat (2) dan Pasal 57 dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 (sepuluh) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari atau denda paling sedikit Rp. 100.000,- (Seratus Ribu Rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000,- (Dua Puluh Juta Rupiah).
(2) Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (4), ayat (8), Pasal 3 huruf a, huruf f, huruf k, Pasal 4 ayat (1), ayat (3), Pasal 7 ayat (2), Pasal 10 Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 huruf c, huruf f, Pasal 13 ayat (1), ayat (2), Pasal 14 ayat (3), Pasal 15, Pasal 22 huruf d, huruf e, Pasal 28 ayat (1), Pasal 29 ayat (1) huruf c, ayat (4), Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (2), ayat (3), Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36 ayat (1), ayat (2), Pasal 38 huruf c, Pasar40 huruf b, Pasal 42 ayat (2) huruf a, huruf c, Pasal 46, Pasal 47 ayat (1) huruf a, huruf b, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 52 ayat (1), ayat (3), Pasal 55 dan Pasal 56 dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 20 (dua puluh) hari dan paling, lama 90 (sembilan puluh) hari atau denda paling sedikit Rp. 500.000,- (Lima Ratus Ribu Rupiah) dan paling banyak Rp. 30.000.000,- (Tiga Puluh Juta Rupiah).
(3) Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (7), Pasal 3 huruf g, huruf h, huruf j, Pasal 5 huruf b, huruf c, Pasal 6, Pasal 12 huruf b, huruf d, huruf g, Pasal 19 huruf a. Pasal 20, Pasal 22 huruf b, huruf f, Pasal 23 ayat (1), Pasal 24 ayat (1), Pasal 36 ayat (3), Pasal 37 ayat (1), ayat (2) dan Pasal 43 dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 30 (tiga puluh) hari dan paling lama 180 (Seratus delapan puluh) hari atau denda paling sedikit Rp. 5.000.000,- (Lima Juta Rupiah) dan paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah).
(4) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) adalah tindak pidana pelanggaran.
Pasal 62
(1) Setiap orang atau badan yang membuat dan merakit kendaraan umum angkutan keempat bermesin dua tak dan melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 20 (dua puluh) hari dan paling lama 90 (sembilan puluh) hari atau denda paling sedikit Rp. 5.000.000,- (Lima Juta Rupiah) dan paling banyak Rp. 30.000.000,- (Tiga Puluh Juta Rupiah).
(2) Setiap orang yang mengoperasikan kendaraan umum jenis angkutan keempat bermesin dua tak dan melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 (sepuluh) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari atau denda paling sedikit Rp. 100.000,- (Seiatus Ribu Rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000,- (Dua Puluh Juta Rupiah).
(3) Setiap orang atau badan yang membuat, merakit, menjual dan memasukkan becak atau barang yang difungsikan sebagai becak dan sejenisnya dan melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf a dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 20 (dua puluh) hari dan paling lama 90 (sembilan puluh) hah atau denda paling sedikit Rp. 5.000.000,- (Lima Juta Rupiah) dan paling banyak Rp. 30.000.000,- (Tiga Puluh Juta Rupiah).
(4) Setiap orang yang mengoperasikan dan menyimpan becak atau barang yang difungsikan sebagai becak dan sejenisnya dan melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf b dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 (sepuluh) hari dan paling lama 30 (tiga puluh) hari atau denda paling sedikit Rp. 250.000,- (Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000,- (Lima Juta Rupiah).
(5) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dan ayat (4) adalah tindak pidana pelanggaran.
Pasal 63
(1) Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 17 ayat (1), Pasal 18, Pasal 22 huruf a, huruf c, Pasal 42 ayat (2) huruf b, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 47 ayat (1) huruf c, Pasal 53, Pasal 54 ayat (1) dan Pasal 59 ayat (3) dikenakan hukuman pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tindak pidana kejahatan
Pasal 64
Setiap petugas yang tidak menindaklanjuti dan/atau memproses secara hukum atas laporan orang atau badan dan melanggar ketentuan Pasal 59 ayat (3) dikenakan hukuman disiplin kepegawaian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 65
Semua kebijakan daerah sebelum ditetapkannya Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 66
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 1988 tentang Ketertiban Umum Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1988 Nomor 72) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 67
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal, 5 Oktober 2007 GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
SUTIYOSO Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 15 Oktober 2007 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
RITOLA TASMAYA
NIP 140091657
LEMBARAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
TAHUN 2007 NOMOR 8
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 8 TAHUN 2007
TENTANG
KETERTIBAN UMUM
I. UMUM
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi adalah penyelenggaraan Ketertiban Umum dan ketenteraman masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 13 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta berkomitmen untuk menyelenggarakan urusan wajib dimaksud dalam rangka penegakkan Peraturan Daerah, menjaga ketenteraman dan ketertiban guna terwujudnya kota Jakarta sebagai kota jasa, kota perdagangan dan kota pariwisata yang masyarakatnya nyaman, aman dan tenteram. Kondisi tersebut akan menjadi daya tarik bagi masyarakat internasional untuk datang dan berkunjung serta menanamkan investasi yang pada akhirnya memberikan kontribusi dalam pengembangan dan pembangunan Kota Jakarta.
Pengaturan mengenai ketertiban umum harus diarahkan guna pencapaian kondisi yang kondusif bagi seluruh aspek kehidupan masyarakat kota dan oleh karena itu ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1988 tentang Ketertiban Umum Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta perlu disesuaikan dan diatur sesuai dengan perkembangan, kebutuhan dan perubahan masyarakat. Dinamika perkembangan dan kebutuhan masyarakat Jakarta yang dinamis dirasakan memerlukan Peraturan Daerah yang menjangkau secara seimbang antara subjek dan objek hukum yang diatur. Oleh karena itu, dalam upaya menampung persoalan dan mengatasi kompleksitas permasalahan dinamika perkembangan masyarakat diperlukan penyempurnaan terhadap Peraturan Daerah dimaksud.
Dengan dilakukannya perubahan terhadap Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1988 ini, diharapkan implementasi terhadap penyelenggaraan ketenteraman masyarakat dan ketertiban umum dapat diterapkan secara optimal guna menciptakan ketenteraman, ketertiban, kenyamanan, kebersihan dan keindahan. Terkait dengan hal tersebut, maka dalam Peraturan Daerah ini mengatur substansi materi muatan sebagai berikut:
1. tertib jalan dan angkutan jalan;
2. tertib jalur hijau, taman dan tempat umum;
3. tertib sungai, saluran, kolam dan lepas pantai;
4. tertib lingkungan;
5. tertib tempat usaha dan usaha tertentu;
6. tertib bangunan;
7. tertib sosial;
8. tertib kesehatan;
9. tertib tempat hiburan dan keramaian; dan
10. tertib peran serta masyarakat.
Peraturan Daerah ini mempunyai posisi yang sangat strategis dan penting untuk membehkan motivasi dalam menumbuhkembangkan budaya disiplin masyarakat guna mewujudkan tata kehidupan kota Jakarta yang lebih tenteram, tertib, nyaman, bersih dan indah, yang dibangun berdasarkan partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat.
Hal ini sangat mendasar mengingat kedudukan kota Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia yang harus berpacu secara cepat untuk tampil sejajar dengan kota-kota besar lainnya di dunia.
Upaya untuk mencapai kondisi tertib sebagaimana yang menjadi jiwa dan Peraturan Daerah ini tidak semata-mata menjadi tugas dan tanggung jawab aparat, akan tetapi menjadi tugas dan tanggung jawab masyarakat, perorangan maupun badan untuk secara sadar ikut serta menumbuhkan dan memelihara ketertiban. Namun demikian, tindakan tegas terhadap pelanggar Peraturan Daerah ini perlu dilakukan secara konsisten dan konsekuen oleh Satuan Polisi Pamong Praja dan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang profesional sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 148 dan Pasal 149 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan pemberhentian yang telah ditentukan adalah terminal dan halte. Fungsi halte hanya untuk menaikkan dan menurunkan orang, sedangkan terminal untuk menunggu, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang. Oleh karena itu, setiap kegiatan menunggu, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang yang dilakukan di luar halte dan terminal seperti pool kendaraan umum adalah kegiatan ilegal yang dikenal orang dengan istilah terminal liar/bayangan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan kendaraan jenis empAt bermesin 2 (dua) tak adalah kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan umum seperti bajaj (dua tak), motor becak (mobec), dan sejenisnya.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 3
Huruf a
Yang dimaksud menutup jalan adalah baik menutup sementara atau selamanya.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud tanggul adalah tanggul pengaman jalan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan joki adalah orang yang menawarkan diri sebagai penumpang dengan mendapatkan imbalan berupa uang.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 5
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah bahan yang sesuai dengan ketentuan dikategorikan sebagai bahan yang harus mendapat perlakuan khusus.
Huruf c
Setiap izin yang dikeluarkan terkait dengan kegiatan yang menimbulkan perubahan, pemindahan barang atau tanah baik yang dilakukan secara perorangan maupun badan/instansi teknis terkait seperti Perusahaan Listrik Negara, Perusahaan Telekomunikasi, Perusahaan Gas Negara dan Perusahaan Air Minum, harus dilakukan koordinasi.
Pasal 6
Izin Gubernur hanya diberikan untuk kepentingan umum seperti: gardu listrik dan hydrant pemadam.
Pasal 7
Ayat (1)
Kegiatan pengaturan lalu lintas dilakukan oleh orang seorang atau sekelompok orang yang terorganisir dengan maksud memperoleh imbalan uang.
Ayat (2)
Pungutan uang oleh orang perorang atau sekelompok orang yang terorganisir yang dilakukan secara paksa.
Pasal 8
Pada setiap tempat ibadah, lembaga pendidikan dan rumah sakit dipasang rambu lalu lintas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Yand dimaksud dengan kolam adalah sarana penampungan air yang dibuat sebagai kelengkapan keindahan kota.
Ayat (2)
Untuk kepentingan pemadaman kebakaran, petugas Dinas Kebakaran dapat mengambil air dan kolam air mancur.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Yang dimaksud dengan merusak adalah kegiatan memotong, menebang, membakar atau kegiatan-kegiatan yang dapat menyebabkan rusaknya hutan mangrove.
Pasal 19
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Izin diberikan dalam rangka acara ceremonial pemerintah, pemerintah daerah, orang atau badan.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Huruf a
Pemasangan iklan pada kendaraan umum dan halte dapat diperkenankan apabila memenuhi persyaratan dan mendapat izin dari Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah. Yang dimaksud dengan air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Izin tempat usaha berdasarkan Undang-undang Gangguan (HO) diberlakukan pada kegiatan usaha industri dan non industri yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan berupa polusi suara (kebisingan), polusi udara (asap), polusi air (limbah), rentan kebakaran, serta gangguan keamanan dan ketertiban .
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan perantara adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan praktek percaloan (bus, kereta, kapal laut) dengan melipatgandakan harga untuk memperoleh keuntungan secara tidak wajar.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang tidak termasuk dalam pola angkutan umum yang ditetapkan adalah sarana angkutan berupa ojek sepeda dan sepeda motor serta kendaraan roda 4 (empat) berplat hitam yang dioperasikan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan kendaraan bermotor/tidak bermotor adalah sepeda dan sepeda motor (ojeg)
Ayat (4)
Setiap trayek angkutan umum roda empat atau lebih diwajibkan mengoperasikan kendaraannya sebanyak 5% (lima persen) dari jumlah armada yang mendapat izin pada trayek yang dimaksud, pengaturannya ditetapkan oleh keputusan Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta atas nama Gubernur.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Ayat (1)
Pencantuman label halal dapat dilakukan pada kemasan, lokasi usaha (kios) atau ditempelkan pada pintu, kaca dan/atau pada tempat lain yang mudah dilihat dan dibaca oleh konsumen muslim.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Larangan pengumpulan dan penampungan barang-barang bekas selain menimbulkan pencemaran serta mengganggu ketertiban dan ketenteraman umum juga dapat merusak sarana dan keindahan kota. Selain itu, penggunaan tempat-tempat tersebut dilakukan dengan cara menyerobot tanah milik orang lain atau pemerintah.
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penggunaan bangunan harus sesuai dengar izin peruntukkannya, misalnya peruntukkan rumah tinggal hanya dapat digunakan untuk tempat tinggal dan tidak diperkenankan untuk dijadikan tempat usaha dan atau kantor maupun tempat usaha komersial lainnya. Perubahan penggunaan bangunan harus terlebih dahulu dilakukan perubahan peruntukkan sesuai dengan perencanaan tata kota.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Pemilik bangunan atau masyarakat sekitar dapat melaporkan kepada pemerintahan daerah atas terjadinya perubahan, alih fungsi dan/atau pengrusakan trotoar dan bahu jalan tanpa izin Satuan kerja perangkat daerah terkait.
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Permintaan sumbangan yang diperbolehkan di lingkungan pemukiman, sekolah dan kantor antara lain adalah: sumbangan untuk kepentingan lingkungannya, tempat ibadah, kematian, bencana alam.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 40
Lokasi atau tempat yang dilarang adalah antara lain: perempatan jalan, lampu lalu lintas, kendaraan umum, jalan tol dan terminal.
Pasal 41
Yang dimaksud dengan penyakit yang meresahkan masyarakat antara lain: kusta/lepra, psikotik (gangguan jiwa). Keberadaan penderita menjadi tanggung jawab pimpinan satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab dalam bidang penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban masyarakat bersama pimpinan satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab dalam bidang sosial dan kesehatan.
Pasar 42
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan bertingkah laku dan/atau berbuat asusila adalah perbuatan yang menyinggung rasa kesusilaan sesuai norma yang berlaku di masyarakat, misalnya: menjajakan diri di jalan, bercumbu, berciuman, dan aktivitas seksual lainnya.
Ayat (2)
Huruf a
Kegiatan menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang lain untuk menjadi penjaja seks komersial pada umumnya dikenal sebagai germo. Pada umumnya penjaja seks komersial dilakukan oleh penyandang masalah tuna susila baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri, yang dikenal masyarakat umum dengan sebutan Wanita Tuna Susila (WTS), Pria Tuna Susila (gigolo), Waria Tuna Susila, yang melakukan hubungan seksual diluar perkawinan yang sah untuk mendapatkan imbalan baik berupa uang, materi maupun jasa.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 43
Yang dimaksud dengan bangunan atau rumah antara lain: hotel, losmen, barber shop, spa, panti pijat tradisional, salon kecantikan dan rumah kost.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Yang dimaksud dengan minuman beralkohol adalah minuman beralkohol golongan A (kadar ethanol kurang dari 5% (lima persen), golongan B (kadar ethanol lebih dari 5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua puluh persen) dan golongan C (kadar ethanol lebih dari 20% (dua puluh persen) sampai dengan 55% (lima puluh lima persen).
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan permainan ketangkasan adalah jenis permainan elektronik seperti antara lain playstation, game online, dingdong dan nintendo.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pemberian izin Gubernur atau pejabat yang ditunjuk pada kawasan/jalan tertentu diberikan secara terbatas (white area) dengan pengawasan yang ketat seperti pada sebagian Jalan Medan Merdeka Barat, Jalan Medan Merdeka Timur, Jalan Medan Merdeka Selatan, kawasan taman Monas, kawasan Tugu Tani, kawasan Lapangan Banteng, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan MH. Thamrin, Jalan Diponegoro, Jalan Gatot Subroto dan Jalan Ir. H. Juanda.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 53
Yang dimaksud dengan area! sekitar Istana Negara adalah areal yang secara khusus (white area) tidak diperkenankan untuk menempatkan/memasang lambang atau simbol apapun kecuali Lambang Negara yang meliputi Jalan Medan Merdeka Utara, Jalan Veteran, Jalan Bina Graha dan sebagian Jalan Medan Merdeka Barat,
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Yang dimaksud dengan hari besar nasional dan daerah adalah Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia (selama bulan Agustus) dan Hari Ulang Tahun Kota Jakarta (tujuh hari sebelum dan tujuh hari sesudah).
Pasal 56
Persyaratan yang harus dipenuhi antara lain:
a. memiliki identitas diri yang jelas;
b. membawa surat pindah dari daerah asal;
c. memiliki Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dari daerah asal;
d. memiliki keterampilan dan keahlian;
e. memiliki jaminan tempat tinggal dan jaminan kerja;
f. mengurus administrasi kependudukan pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil melalui Kelurahan paling lambat 14 (empat belas) hari setelah kedatangan;
Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan periodik adalah setiap bulan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan periodik adalah setiap 3 (tiga) bulan.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan periodik adalah setiap 3 (tiga) bulan.
Pasal 58
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan satuan kerja perangkat daerah lainnya adalah:
a. Satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab dalam bidang pekerjaan umum;
b. Satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab dalam bidang perhubungan;
c. Satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab dalam bidang pertamanan;
d. Satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab dalam bidang kebersihan;
e. Satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab dalam bidang pengelolaan lingkungan hidup;
f. Satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab dalam bidang ketatakotaan dan pengawasan bangunan;
g. Satuan kerja perangkat daerah yang bertangrung jawab dalam bidang kesehatan;
h. Satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab dalam bidang usaha kecil, menengah dan koperasi;
i. Satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan dan transmigrasi;
j. Satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab dalam bidang kependudukan dan catatan sipil;
k. Satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab dalam bidang kepariwisataan;
l. Satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab dalam bidang peternakan;
m. Satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab dalam bidang kesejahteraan sosial;
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 59
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan petugas adalah Satuan Polisi Pamong Praja dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Laporan dapat disampaikan kepada aparat kelurahan, kecamatan, kota/kabupaten administratif dan satuan kerja perangkat daerah terkait untuk ditindaklanjuti oleh Satuan Polisi Pamong Praja dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Laporan yang disampaikan harus dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dengan melampirkan bukti-bukti berupa antara lain foto, lokasi pelanggaran, dan/atau identitas pelanggar.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
----------------------------------------- ooOoo -----------------------------------------

No comments: