Showing posts with label Hikayat Kadiroen. Show all posts
Showing posts with label Hikayat Kadiroen. Show all posts

Wednesday 26 January 2011

Hikayat Kadiroen, BAB II : Jiwa yang Tergoda

Hikayat Kadiroen
Semaoen (1920)




BAB II
Jiwa yang Tergoda

Sudah empat tahun Kadiroen menjadi Asisten Wedono di Onderdistrik Gunung Ayu, yaitu sebuah onderdistrik yang sunyi karena di daerah pegunungan. Sedang di situ tidak ada pabrik gula atau onderneming-onderneming. Namun Kadiroen sampai waktu itu belum juga kawin. Selama empat tahun ia bekerja siang malam untuk meningkatkan taraf hidup orang kecil yang menjadi rakyat bawahnya. Ia sangat pandai dan bijaksana dalam mengurus setiap persoalan. Hampir semua rakyatnya hidup berkecukupan. Sebab Kadiroen selalu memberi nasihat dan teladan yang baik kepada orang-orang kecil. Karena kehidupan rakyat yang berkecukupan maka tidak ada orang yang suka mencuri dan berbuat kejahatan. Kadiroen sangat dicintai oleh rakyatnya sedang dari atasannya ia sering mendapat pujan. Hanya sekitar satu tahun yang lalu ia menghadapi masalah yang menyusahkan dirinya. Yaitu di Meloko di mana penduduknya tidak bisa makmur sebagaimana desa-desa yang lainnya. Desa tersebut, penduduknya banyak yang hidup miskin. Tetapi lurah di desa itu terkenal sebagai lurah terkaya ketimbang lurah-lurah yang lain di seantero Onderdistrik Gunung Ayu. Kadiroen menyelidiki dengan seksama kehidupan di desa itu. Tetapi ia tidak juga mengerti apa yang menjadi penyebabnya. Kemiskinan penduduk desa tersebutlah yang membikin susah hati Kadiroen. Ia sering tidak tidur, memikirkan bagaimana ia berikhtiar mencari cara guna meyelesaikan masalah tersebut.

Begitulah, jam empat pagi ia sudah naik kuda pergi ke desa tersebut. Ia ingin melihat bagaimna cara kerja rakyat disana. Sebab dengan mengerti sendiri kerja rakyat, ia akan mengerti bagaimana cara berusaha dan menasihati rakyat desa tersebut.

Sunyi sekali. Hawanya sangat sejuk. Burung-burung terbang kian kemari. Dari pepohonan yang sepertinya masih tidur, belum dibangunkan oleh angin, terdengar pantun dan nyanyian burung-burung yang amat indah, menyenangkan hati untuk mereka yang menghargai kehidupan binatang dan alam. Dan jauh terdengar kokok ayam jantan, seperti mengingatkan kepada makhluk Tuhan bahwa pagi itu adalah saat di mana kita akan melihat hari-hari yang bakal terbit. Langit di timur berwarna merah saga makin lama makin menguning. Kuning muda lalu kuning putih. Dan mengintiplah sang raja alam, mentari dari balik batas dunia. Sinarnya memancar kuat, mengusir gelapnya malam seperti membuka jalan bagi si raja siang. Bangunlah dunia.

Jalan raya yang naik turun di tanah perbukitan itu belum banyak dilalui orang. Hanya ada seorang naik kuda sambil berpantun ria dengan burung-burung menunjukkan bahwa orang itu memiliki hati yang tenteram dan berbakti pada Tuhan yang menganugerahi keelokan dunia ini. Ia adalah Kadiroen, yang sangat gembira menyaksikan indahnya suasana pagi.

"O, Tuhan Allah. Gustiku. Hamba berterima kasih kepada kebesaran-Mu. Sebab telah memberikan pemandangan pada hamba yang bisa melihat dan merasakan keelokan kekuasaan Tuhan atas makhluk-Nya.”

Begitulah, Kadiroen selalu memuji dalam hatinya. Lalu ia berkata dalam hati: "Hai, teramat sunyi dan indah sekali jalan ini. Sudah dua jam saya naik kuda, berarti sudah dekat dengan Desa Maloko. Tetapi mengapa belum bertemu dengan seorang manusia pun." Baru saja Kadiroen berpikir demikian, di kejauhan ia melihat sosok manusia, makin lama makin besar. Mereka berdua hendak berpapasan. Kadiroen naik kuda, sedangkan orang itu berhenti di tepi jalan, mempersilakan Kadiroen. Kedua mata mereka saling beradu pandang. “Aduh” kata Kadiroen dalam hatinya. Ia hendak melecut kudanya supaya berjalan lebih cepat. Maka ia segera melewati orang yang ada di tepi jalan itu. Setelah agak jauh, ia menengok ke belakang. Dalam hatinya ia bertanya: "Siapakah gerangan orang itu?”

Sesampai di Desa Maloko, Kadiroen melihat penduduk di situ sudah bangun semua. Mereka sedang sibuk bekerja di sawah. Kadiroen menjadi gembira. Ia berkata dalam hati, ”Penduduk di sini rajin-rajin, tanahnya subur, air banyak. Tetapi mengapa mereka tidak bisa kaya sebagaimana desa-desa lain. Apakah penyebabnya?” Kadiroen bertanya kepada orang-orang yang bekerja di sawah tentang berbagai hal yang berhubungan dengan mata pencaharian dan kehidupan rakyat di desa itu. Tetapi seluruh keterangan yang didapat Kadiroen belum mampu memecahkan persoalan yang dihadapi. Apa sebabnya rakyat tidak bisa hidup makmur. Setelah siang ia pulang dengan hati gundah. Ia berjanji dalam hatinya, esok pagi akan kembali lagi. Ia ingin tahu dan terus berusaha mencari tahu sebab-sebabnya. Di dalam perjalanan pulang, ia terus berpikir. Otaknya terus berputar-putar. Tetapi selain itu, setiap beberapa saat, jiwanya selalu bertanya "Aduh, siapakah, gerangan orang yang tadi itu?" Silih berganti ingatan dan pikirannya berkecamuk. Kadiroen berusaha menenteramkan jiwanya. Tetapi ah, setiap saat ia selalu teringat. Dadanya berdebar-debar dan nyeri, “Aduh, siapakah?” Jika pada siang hari jiwa Kadiroen bertanva-tanya, malamnya selalu tidak bisa tidur. Dan pada saat itu juga batinnya selalu bertanya: “Siapakah dia?" pertanyaan itu terus-menerus tidak mau pergi dari ingatannya.

Tengah malam Kadiroen baru bisa tidur. Lalu bermimpi seperti sedang naik kuda lagi, pergi ke Desa Meloko. Dan persis seperti kejadian sesungguhya yang ia aalmi paginya. Di dalam impian itu ia bertemu lagi dengan orang: “Siapakah dia?” O, tetapi betapa bahagianya hati Kadiroen mendapat impian yang luar biasa. Sebab dalam impian itu, orang yang selalu menjadi pertanyaan hatinya "Siapakah dia?" yang berbicara dengannya. Ya, berbicara, itulah sebabnya Kadiroen menjadi sangat bahagia.

“Siapakah dia?” Dialah seorang perempuan. Pembaca yang terhormat memang di suatu ketika dalam hidup manusia, ada saat-saat yang menghidupkan jiwa manusia, ada saat-saat demikian luar biasa. Yaitu saat seorang bujang mengungkapkan perasaan cintanya kepada orang lain. Yakni pemuda kepada pemudi atau sebaliknya. Inilah kodrat Tuhan Allah. Dan oleh karena itu, mulai saat itu Kadiroen menaruh perasaan cinta kepada seorang perempuan.

Pagi tadi ia baru sekali melihat perempuan yang sedang berangkat ke pasar. Tetapi, anehnya seterusnya ia tidak bisa lupa kepadanya. Tidak tahu, siapa perempuan itu. Ia hanya baru tahu wajahnya saja. Tetapi wajah perempuan itu sekarang sudah tidak bisa pergi dari ingatannya. Perempuan itu adalah seorang gadis muda. Usianya 21 tahun. Tadi pagi ia berangkat ke pasar. Pakaiannya tidak menunjukkan sebagai orang kaya. Tetapi bersih dan rapi. Tetapi wajahnya sangat cantik sekali. Perawakannya sedang. Penampilan dan tingkah lakunya tampak lembut, begitu menarik hati; berwajah cantik, dengan rambut hitam mengkilat menambah sempurna kecantikan wajahnya. Yaitu wajah yang berkulit kuning bersemu putih serta halus, sehalus sutera layaknya. Hidungnya mancung dan indah. Mulutnya kecil dengan bibir yang memerah indah. Pipinya padat berisi. Dagunya kelimis, alis atau keningnya bersemu hitam manis ayu dengan bulu mata yang lebat dan panjang. Dan matanya, O, matanya, begitu elok-tajam, begitu terang. Bola matanya tampak hitam mengkilat jika sedang memandang orang. O, Kadiroen tidak bisa melupakan pada keindahan yang begitu menarik jiwanya. Yang mengikat jiwanya sampai sakit, menyenangkan.

Esok harinya, sedikit agak siang, Kadiroen berangkat lagi ke Desa Meloko. Dalam perjalanan ia selalu melihat bayangan perempuan yang ia cintainya. Kadiroen sangat berharap supaya ia jangan bertemu lagi dengan perempuan itu. Karena ia tidak ingin jiwanya tergoda. Ia berusaha menindas perasaan cintanya. Akan tetapi celaka, di dekat Desa Meloko, ia bertemu lagi dengan perempuan itu. Berjalan sendirian di jalan yang sepi, baru pulang dari pasar. Di punggungnya ada gendongan rangking atau kemarang yang penuh berisi. Kangking itu tampaknya amat berat. Karena perempuan itu berjalan pelan-pelan dan sebentar-sebentar berhenti untuk memulihkan tenaganya. Ia bermandi keringat.

Demi melihat itu, Kadiroen menjadi amat belas kasihan. Hatinya seraya hancur laksana air. Ia tidak ingat apa-apa lagi seraya turun dari kudanya dan berkata:

“Mbakyu, saya kasihan kepada Mbakyu. Berikanlah sebagian isi rangking itu padaku, biar agak ringan. Saya bersedia menolong membawakannya”

Perempuan itu terkejut. Wajahnya terlihat sedih, sehingga Kadiroen tambah kasihan. Dengan suara nyaring dan ringan molek menjawab:

“Terima kasih banyak Tuan. Tetapi karena rumah saya sudah dekat. Jadi saya kuat membawanya sendiri, meskipun berat.”

Kadiroen menjadi heran dan memuji keteguhan si perempuan, tidak suka ia ditolong, meskipun kelihatan sudah amat lelah. Kadiroen tidak berani memaksa menolong sebab ia belum kenal kepada perempuan itu. Dan lagi, ia merasa perbuatannya sangat aneh. Hatinya menyesal, sebab tidak berpikir dahulu. Ia merasa ia turun dari kuda bukan hanya karena perasaan sangat belas kasihan semata. Tetapi karena dorongan rasa cinta. Kadiroen toh harus bisa berpikir bahwa seorang perempuan yang pulang dari pasar tentu tidak mungkin berani menitipkan barangnya kepada seorang priyayi, Asisten Wedono. Meskipun ia seorang Asisten Wedono yang tidak suka meninggi-ninggikan derajat dan pangkatnya. Kadiroen merasa perbuatannya tidak dipikir panjang lebih dahulu. Tetapi sebaliknya, ia membetulkan perbuatannya dengan alasan, ia tidak bisa berpikir panjang ketika melihat ada seseorang yang mesti ditolong seketika itu juga. Ia tidak punya maksud lain selain hanya ingin menolong semata. Dan siapa pun orang yang mau menolong tentu tidak ingat apa pangkatnya. Kadiroen lalu ingin segera naik ke atas kuda lagi. Tetapi tertarik oleh perasaan cintanya maka ia seperti dipaksa oleh kekuatan rahasia sehingga ia pun bertanya:

“Siapa namamu Mbakyu?”

“Ardinah,Tuanku!”

Hari itu Kadiroen mendapat sedikit keterangan, mengapa penduduk Desa Meloko tidak bisa kaya sebagaimana desa-desa lain. Tetapi keterangan itu belum cukup menjadi bukti untuk menindak bagi yang bersalah. Karena itu esok paginya Kadiroen hendak kembali lagi ke Desa Meloko. Dalam perjalanan pulang lagi-lagi bayangan Ardinah terus menyusup dalam hatinya. “Ardinah, o, Ardinah," katanya dalam hati."Apakah dosa kini aku sekarang telah bertemu denganmu dua kali, lalu menjadi tergila-gila tidak bisa melupakanmu?" Setiap kali Kadiroen berusaha menindas perasaan cintanya kepada Ardinah, setiap kali itu juga justru semakin bertambah ingat Ardinah. Kadiroen menjadi sering heran mengapa jiwanya begitu tergila-gila hanya ingat pada seseorang. Sedangkan ia baru bertemu dua kali. Kadiroen merasa ia sangat menaruh rasa cinta. Dan perasaan cinta itu telah mengikat jiwanya pada Ardinah. Karena itu dalam benaknya ia berpikir untuk kawin dengan Ardinah.

Begitulah kenyataannya manusia itu. Pada suatu saat di dalam hidup manusia, ia akan kedatangan perasaan cinta. Dan setelah itu datang kehendak untuk kawin. Dua hal ini tidak mungkin disingkirkan. Karena keduanya merupakan suatu yang telah dikodratkan Tuhan Allah sebagai suatu kepastian. Ada siang ada malam, tidak mungkin bisa dilawan manusia. Kadiroen yang sudah berumur 24 tahun dan sudah sering ditanya ayah dan ibunya apakah ia telah ingin menikah, selalu menjawab: “Tidak, sebab saya tidak mau terikat dengan perempuan. Saya mau merdeka terus.” Tiba-tiba, sekarang dengan kuasanya sang kodrat, maka mau tidak mau ia sangat suka terikat dengan Ardinah. Dan ia lalu berpikir tentang perkawinan. Apakah Kadiroen tahu betul siapa itu Ardinah? Buat Kadiroen, nama itu berbunyi seperti judul gending atau lagu gamelan yang terbaik. Kadiroen berpikir, tidak peduli itu anaknya siapa. "Saya mencintainya, maka tentu akan saya kawini. Saya mencintai Ardinah, tetapi ah...." ia tidak berani meneruskan pikirannya. Ia menjadi takut. Hatinya amat sedih. Ia berdoa jangan sampai Ardinah tidak mencintainya dan tidak mau kawin dengan dirinya. Dalam hati ia menangis, "O, Ardinah. Ampunilah aku, berikan cintamu kepadaku, sebagaimana aku mau memberikan cintaku kepadamu.” Lalu timbul lagi dalam pikiran Kadiroen, bahwa ia orang baik-baik, masih muda ia sudah berpangkat tinggi. Ia masih bujang perjaka sejati. Oleh karena itu, kalau ia datang ke rumah orang tua Ardinah, pasti ia diterima sebagai menantunya. Tetapi sebaliknya ia berpikir: “Orangtuanya umpamanya memberi izin, tetapi jika Ardinah tidak mencintai saya. Oh, mau apa saya?" Orangtua bisa memaksa Ardinah, itu tidak melanggar adat. Tetapi apa perlunya saya kawin dengan orang yang dipaksa mencintai saya. Sedang ia sendiri tidak mencintainya. Dalam masalah ini, tentu sayalah yang berdosa, sebab sayalah penyebab awal sehingga orang memaksa orang lain untuk menyerahkan hidupnya seumur-umur kepada saya. Sedang ia merasa susah terus-menerus. Orang yang terpaksa seperti itu, pasti hatinya teramat susah. O, saya tidak suka membikin susah manusia. Apalagi susahnya Ardinah. Saya hanya mau kawin dengan orang yang betul-betul saya cintai. Begitupun sebaliknya, ia juga mencintai saya dengan sungguh-sungguh. Begitulah dalam hal ini sikap adil yang harus diutamakan oleh Kadiroen. Tetapi, sebentar-sebentar perasaan Kadiroen berubah-ubah. Manakala ia berpikir Ardinah juga mencintainya, ia bahagia tetapi sebaliknya ia menjadi sangat susah manakala terpikir Ardinah tidak mencintainya. Sungguh, jiwa Kadiroen sangat tergoncang, sebentar ia teramat senang, sebentar susah. Jiwanya seperti dipermainkan oleh perasaannya sendiri, antara senang dan susah. "Ardinah, Ardinah, ampunilah aku, berikan cintamu kepadaku. Saya sanggup memberikan seluruh hidup dan cintaku kepadamu." Begitulah, tiap menit ia selalu memuji-muji Ardinah. Sungguh manusia dalam situasi semacam itu, jiwanya menjadi sangat tergoncang. Dan kalau rasa cinta itu tak terpenuhi, sementara orang itu tidak kuat memikul beban itu, maka celakalah ia. Ia akan gampang menjadi gila. Itulah sebab yang menjadikan adat orang-orang Islam di tanah Jawa mengawinkan anak-anaknya pada usia masih muda sekali. Supaya pada saat perasaan cinta menjelang ia kawin. Sehingga saat cinta datang, maka kebanyakan lalu ia akan mendatangi istrinya yang sudah bersama dengannya dan juga sedang jatuh cinta. Demikian pula seorang perempuan yang berhadapan dengan lelaki. Kawin dahulu, baru mencintai. Itulah yang kemudian menjadi adat. Padahal menurut kodrat, mestinya cinta lebih dahulu, baru kawin. Adat semacam ini sepertinya melawan kodrat. Karena itu maka sering terjadi, adat berbuah kebusukan. Yaitu, sudah kawin tetapi sama-sama tidak saling mencintai. Sehingga mereka hidupnya mengalami kesusahan terus-menerus, dan akhirnya bercerai. Atau menikah lebih dari satu perempuan atau bahkan berzina. O, sungguh hal-hal yang tidak baik seperti ini sering terjadi di tanah Jawa. Kodrat tidak bisa diatur oleh adat. Demikianlah pikiran-pikiran itu menerawang dalam benak Kadiroen. Dan baru tengah malam ia bisa tidur.

Kadiroen harus mencari bukti-bukti yang jelas selama kedatangannya di Desa Meloko, untuk memberi pelajaran kepada mereka yang bersalah karena menghalang-halangi rakyat dapat hidup makmur. Oleh karena itu, pada suatu hari, ia pergi lagi ke Desa Meloko, melalui jalan yang sepi sebagaimana biasanya. Kadiroen berpikir keras supaya ia tidak bertemu dengan Ardinah. Sebab Kadiroen khawatir jiwanya akan tambah tergoda oleh perasaan cintanya. Tetapi sebaliknya, jiwanya sebentar-sebentar justru mengharap agar ia bertemu. Antara keinginan bertemu dan keinginan tidak bertemu, dua keinginan yang berlawanan yang berkecamuk dalam benak Kadiroen. Pikirannya menolak, sebaliknya hatinya berharap. Sungguh, seorang yang sedang jatuh cinta sakit rasanya jika perasaan cinta itu belum terpenuhi. Kadiroen sudah hampir tiba di Desa Meloko, tetapi ia menjadi sangat terkejut, karena ia bertemu lagi dengan Ardinah. Bagaimana pertemuan itu terjadi? Ia melihat Ardinah duduk menangis di pinggir jalan. Muka Ardinah ditutupi dengan kain selendang, sedang airmatanya bercucuran. Rangking yang berisi penuh, ia letakkan di sampingnya. Ardinah sangat susah hatinya, sehingga ia tidak tahu kalau Kadiroen datang mendekat lalu turun dari kudanya. Demi melihat Ardinah menangis, Kadiroen merasa sangat kasihan dan hancur perasaan hatinya. Makanya tanpa pikir panjang, ia mendekati Ardinah dan bersikap sebagaimana orang yang satu sama lain telah mengenal cukup lama. Maka dengan segenap perasaan cintanya, Kadiroen berkata: "Ardinah, o, Ardinah, jangan menangis dan bersedih hati."

Mendengar suara itu, Ardinah terkejut. Ia segera mengelap airmatanya serta menjawab: "Ampunilah Tuan, Hamba tidak tahu kalau Tuan datang."

"Tidak mengapa. Sayalah yang wajib minta ampun kepadamu. Karena saya berani mendekatimu saat engkau sedang dalam kesusahan. Tetapi saya ingin menolongmu, apa saja sebisaku. O, Ardinah, percayalah kepadaku, ceritakan apa yang menyebabkan kesusahanmu," kata Kadiroen.

Ardinah mendengarkan omongan Kadiroen yang lemah lembut. Lalu roman mukanya yang susah kelihatan berubah menjadi bahagia. Sekarang ia bertemu dengan seorang lelaki yang gagah dan suka menolong pada sesama manusia. Ardinah tahu yang hendak menolong itu adalah Kadiroen, seorang Asisten Wedono. Karena Kadiroen sudah dikenal oleh semua rakyatnya, demikian pula tentunya Ardinah juga telah mengenalnya. Kadiroen seorang priyayi yang terkenal mencintai orang kecil. Ia seorang kesatria, pembela rakyat. Kadiroen berkata dengan lemah lembut kepada Ardinah. Hati Ardinah menjadi penuh dengan rasa terima kasih. "O, Kadiroen, kamu sungguh baik lahir-batin. Kamu masih muda, ganteng dan amat bijaksana. Sekarang kamu mau menolong saya," katanya dalam hati. Dan dengan terus terang Ardinah menjawab:

"O, Tuan hamba mengucapkan beribu-ribu terima kasih atas maksud Tuan menolong hamba. Tetapi hamba tidak perlu ditolong, karena hamba kuat memikul beban kesengsaraan ini. Adapun hamba tadi menangis karena hamba merasa susah, sebab mau menolong orang lain, tetapi hamba tidak mampu."

Demi mendengar itu, hati Kadiroen menjadi sangat bahagia. Ardinah, perempuan yang ia cintai, susah hanya karena belum bisa menolong orang lain. Pada saat itu, Kadiroen mengetahui, Ardinah selain elok paras mukanya, juga elok hatinya. Selain itu, Kadiroen juga menjadi semakin mengerti dari keterangan Ardinah yang mengatakan ia kuat memikul kesengsaraannya sendiri, ia tidak suka ditolong. Ia mengerti, Ardinah sangat besar hati, percaya diri, pemberani, sebuah watak yang sungguh mengagumkan. Sekarang Kadiroen menjadi semakin cinta kepada Ardinah. Wajah, hati dan semuanya, sungguh elok. Apakah itu bukan bidadari yang menjelma menjadi manusia. Kadiroen sangat ingin menjadi suami seorang perempuan seperti itu. Ia sangat mencintai dan menghormati Ardinah. Apakah Ardinah juga mencintainya. Hati Kadiroen menjadi berdebar-debar kalau memikirkan hal itu. Tetapi Kadiroen berusaha menahan perasaannya. Ia menutupi segenap perasaan hatinya dan memutar otaknya. Dan dengan sabar ia bertanya pada Ardinah:

"Siapakah yang hendak kau tolong dan mengapa harus ditolong. Saya mau berusaha membantumu menolong yang sedang menderita itu. Satu orang tidak bisa menolong, dua orang menjadi kuat. Dan barangkali bisa menolong. Percayalah kepadaku."

"O, Tuan, beribu-ribu terima kasih. Tuan seorang Asisten Wedono, memiliki kekuasaan. Barangkali Tuan bisa menolong. Selain itu, hamba sudah tiga kali bertemu dengan Tuan. Dan waktu pertama kali hamba bertemu, hamba sudah menaruh kepercayaan besar pada Tuan. Tuan seorang kesatria, dan semenjak pertama kali bertemu dengan Tuan hamba tidak bisa melupakan Tuan, tiap saat wajah Tuan terbayang. Hamba menaruh kepercayaan yang besar pada Tuan. Oleh karena itu, hamba akan bercerita panjang lebar kepada Tuan tentang hal-hal yang menyusahkan orang yang ingin hamba tolong itu," jawab Ardinah.

Kadiroen mendengar jelas perkataan Ardinah: "Semenjak hamba bertemu pertama kali, hamba tidak bisa lupa pada Tuan. Tiap saat hamha terbayang wajah Tuan. Hamba menaruh kepercayaan vang besar pada Tuan." Ha, apa itu bukan perkataan vang menerangkan bahwa Ardinah dalam hatinya memiliki rasa cinta kcpada Kadiroen. Kadiroen mengerti semua itu, meski Ardinah tidak terus terang mengatakannya. Mendengar itu semua, hati Kadiroen menjadi sangat berbahagia. Ia mencintai seorang yang elok segalanya. Dan orang itu juga membalasnya juga. O, Kadiroen merasa begitu senang. Begitu nikmat kalbu hatinya. Ia merasa berada dalam surga, sedang bertemu dengan bidadari. Kadiroen kemudian ikut duduk di tepi jalan itu, di samping Ardinah, ia ingin mendengarkan cerita Ardinah.

Maka Ardinah bercerita:

"Ayah hamba seorang yang miskin. Sewaktu umur hamba 18 tahun, ibu hamba meninggal dunia. Hamba hanya tinggal sendirian dengan ayah, sebab hamba tidak memiliki saudara. Setelah ayah hamba sangat tua karena tidak memiliki sanak famili, tetapi atas berkat Tuhan Allah, kami berdua bisa hidup di Desa Meloko. Meskipun miskin ayah hamba sangat mencintai hamba karena hamba anak tunggal, yang membantu semua urusan keluarga. Sudah sering hamba dilamar untuk dikawini banyak pemuda, tetapi hamba selama ini belum suka. Sebab hamba merasa berat meninggalkan ayah yang sudah tua. Sebaliknya ayah berkata, seandainya saya berumah sendiri, tentu ia akan sangat berat mengurus hidupnya sendiri di rumah hamba. Dengan tegas ia berkata tidak suka dihidupi oleh anak menantu. Inilah yang menyebabkan hamba tidak mau menikah dan terus-menerus membantu kehidupan ayah. Tiba-tiba satu tahun yang lalu, ayah hamba sakit keras. Lima hari hamba merawat ayah supaya sembuh. Hamba tidak pergi dari rumah dan pekarangan, sebab hamba ingin tetap menjaga ayah sampai sembuh. Meskipun seorang dukun di desa sudah menolong memberikan obat-obatan dan makanan, tetapi semua ikhtiar hanya sia-sia belaka. Adapun sakit ayah hamba sudah sangat mengkhawatirkan. Dan sudah nasib hamba kalau ia meninggal dunia. Keluh kesahnya tidak ada lain, selain: “O, anakku Ardinah, hamba tidak mau meninggal dunia sebelum hamba tahu betul kamu memiliki seorang suami yang baik”. Setiap saat ia memuji dan berdoa kepada Tuhan Allah, supaya datang seorang lelaki yang melamar hamba. Adapun hamba sendiri, siang-malam tidak bisa tidur selain berdoa supaya ayah sembuh. Pada hari yang kelima, hamba kedatangan seorang tamu lelaki yang tidak saya senangi. Sebab hamba belum mengenalnya. Tetapi ia membikin ulah yang menakutkan hamba. Ia datang kepada ayah hamba yang sedang sakit dan minta berbicara empat mata. Sehingga hamba tidak tahu, apa yang mereka bicarakan pada saat itu. Satu jam setelah itu, tamu lelaki itu pergi dan saya kembali menemui ayah. Ayah kelihatan sangat bahagia seperti tidak sedang sakit layaknya. Ia berkata pada hamba: “O, Ardinah, tamu yang barusan datang kemari itu adalah Kromo Nenggolo. Lurah baru di desa ini. Baru hari kemarin ia ditetapkan menjadi lurah. Jadi ia berpangkat besar di desa ini, selain itu, ia orang kaya. Ia bertamu ke sini untuk menjelaskan bahwa ia sering melihatmu, meskipun kamu tidak pernah memperhatikan dirinya. Dan sekarang ia sangat senang denganmu. Dan melamarmu. Melihat keadaannya, dan karena saya sendiri sudah tua dan sangat ingin menyaksikan kau menikah dengan selamat, maka tadi saya mengizinkan bahwa besok pagi ia akan datang dengan penghulu untuk kawin denganmu. Ia kaya, selain itu, ia juga bisa mendatangkan penghulu kemari."

Baru sampai di situ cerita Ardinah, Kadiroen menjadi bingung. Hatinya berdebar-debar keras. Ia merasa terpelanting masuk dalam jurang yang sangat dalam. Ia merasa tidak hidup lagi. Dan dengan suara perih ia bertanya:

"Jadi, Ardinah sekarang sudah kawin dan sudah punya suami?"

"Ya!" Kata Ardinah. Pada saat jawaban itu keluar, Kadiroen menjadi pucat wajahnya. Ia seperti tidak melihat apa-apa lagi. Semuanya menjadi gelap. Ia merasa tidak bisa hidup lagi. Ia merasakan ada pukulan berat yang menyebabkan pecah hatinya. Maka ia memegang dadanya sambil menjerit dalam hati "Aduh!" dan badannya hampir jatuh ke tanah kalau Ardinah tidak cepat-cepat menahannva. Kadiroen pingsan beberapa saat. Pada saat ia siuman, ia mendengar kata-kata Ardinah:

“Tuan, ampunilah hamba, hamba merasa berdosa besar dengan menceritakan hal ini pada Tuan. Karena masalah ini Tuan pingsan beberapa saat. O, hamba tidak mengira.” Kadiroen menjadi ingat lagi. Ia memaksa dirinya untuk menenteramkan hati dan jiwanya yang sudah hancur. Ia ingat kepada Tuhan Allah. Ia menjadi sabar dan bertanya kepada Ardinah:

"Bukan salahmu, Ardinah. Hari ini saya memang agak kurang enak badan!"

Tapi Ardinah seorang perempuan yang perasa. Meski Kadiroen tidak mengatakan yang sebenarnya. Sebagaimana perasaan semua wanita, perasaan Ardinah juga sangat peka. Waktu Kadiroen pingsan karena mendengar perkataannya bahwa ia sudah kawin dan punya suami, maka segeralah Ardinah juga merasakan bahwa Kadiroen menaruh perasaan cinta yang luar biasa kepadanya. Pada saat itu juga Ardinah merasakan bahwa ia sangat mencintai Kadiroen. Selain itu, hati Ardinah juga merasakan seperti sedang diremuk oleh sebuah kekuatan rahasia. Tetapi Ardinah bisa menyabarkan dirinya. Sebab ia tidak mau mengatakan perasaannya pada Kadiroen. Tiada berapa lama, Ardinah mendengar perkataan Kadiroen:

"Sudah Ardinah, saya sudah sembuh. Saya ingin menolong orang yang kamu kasihi yang sedang menderita itu. Teruskanlah ceritamu itu." Perkataan itu terdengar begitu sabar dan sangat mengharap Ardinah meneruskan ceritanya. Terpaksa Ardinah meneruskan ceritanya. "Tadi hamba sudah bilang, bahwa ayah hamba sakit keras. Dan ia bermaksud mengawinkan hamba dengan Kromo Nenggolo. Sebaliknya hamba tidak senang dan takut dengan Kromo Nenggolo. Apalagi ia begitu tergesa-gesa mendatangkan penghulu. Meskipun ayah masih sakit, ia nekad mau kawin. Tetapi hamba tidak berani melawan kata-kata ayah. Karena hamba khawatir akan bikin susah dan membikin matinya ayah seketika. Selain itu, sudah adatnya kita bumiputera, seorang gadis harus menurut kepada kemauan orang tua jika ia menghendaki kita dikawinkan. Kita seorang gadis tidak punya hak bicara dan mengeluarkan pendapat kita. Meskipun masalah perkawinan adalah urusan terbesar bagi hidup manusia, untuk ketentuan kehidupan seterusnya. Sungguhlah adat yang begini ini memang sudah nasib bagi gadis-gadis. Dan sering seorang gadis menikah dengan terpaksa. Lalu mereka yang lembek hatinya mau menghibur dirinya dengan berzina dengan lelaki lain. Memang, kehendak orangtua itu baik, sebab ingin melihat anak gadisnya bahagia dengan memilihkan lelaki sebagai suaminya. Tetapi kodrat Tuhan Allah tidak boleh dilawan dengan adat manusia. Jadi hamba mesti kawin dan tidak berani melawan keputusan ayah. Karena hamba khawatir menambah sakitnya. Apalagi melawan merupakan hal yang tidak patut, karena menyimpang dari adat. Begitulah dengan izin ayah, maka esok paginya di rumah, hamba akan kedatangan Kromo Nenggolo dan penghulu. Dan hamba selanjutnya ditetapkan menjadi istri Kromo Nenggolo. Tetapi sesudah dikawinkan, maka seketika itu juga sakit ayah bertambah keras. Dan lalu meninggal dunia dengan kata-kata terakhirnya kepada hamba: “Sekarang hamba sudah siap mati, karena kamu sudah kukawinkan dengan orang kaya dan berpangkat.””

Sampai di sini Ardinah menangis karena ia ingat kepada ayahnya yang ia cintai.

"Sesudah ia dikubur, maka hamba dibawa ke rumah lurah, suami hamba itu. Dan di situ saya diberi tahu bahwa hamba dijadikan selir. Diselir, artinya dijadikan istri muda. Kromo Nenggolo berdusta waktu ia berkata kepada ayah hamba. Istri tuanya ia tipu. Ya, sekarang Kromo Nenggolo semakin tambah bejat hatinya. Itulah sebabnya hamba tidak bisa mencintainya.”

"Istri tuanya menjadi sakit hati melihat hamba. Ia merasa bahwa ia akan kehilangan pangkat dan hak-haknya sebagai istri lurah.”

"Ia merasa jiwanya menjadi amat sakit, karena ia sudah dibikin permainan oleh suaminya. Ia teramat sedih, batinnya menderita. Inilah perempuan tua yang sangat kasihan, Tuan. Dan hamba ingin sekali menolongnya. O, Tuan, apa sebabnya agama Islam hamba memperkenankan lelaki kawin lebih dari satu. Sedang biasanya ajaran agama sering dijadikan alasan oleh kaum lelaki yang hanya ingin mempermainkan perempuan.”

"Itulah sebabnya, hamba sebagai seorang perempuan, sering menderita batin. Hamba tahu, seorang perempuan perangainya sangat lembut, seorang lelaki banyak alasannya, bahwa di beberapa negeri, ada lebih banyak kaum perempuan daripada lelakinya. Hal ini yang menyebabkan mengapa ajaran agama kita memperkenalkan lelaki boleh kawin lebih dengan satu perempuan. Tetapi hamba tidak mengerti, mengapa seorang lelaki berani mengambil hak-hak itu tanpa meminta izin sang istri tua, tanpa menghormati dan turut merasakan bagaimana pedihnya dimadu. Demikian pula, perempuan mudanya, sebelum dinikahi seharusnya ditanyai bagaimana pendapatnya, mau apa tidak ia hidup rukun dengan istri tua. Dan si lelaki seharusnya bisa membagi perasaan cintanya kepada semua istrinya. Tetapi biasanya, tidak ada perdamaian semacam ini yang terjadi dengan tulus hati satu dengan yang lainnya secara terus-menerus. Selain itu, perempuan biasanya tidak ditanya pendapatnya lebih dahulu dan hanya dianggap sebagai benda yang tidak bernyawa saja. Kita perempuan memang lemah, lelaki kuat dan kuasa, mereka bisa berbuat sewenang-wenang kepada kita. Itulah yang sering terjadi di Hindia sini. Selama para lelaki belum bisa berbuat baik dan adil, maka lebih baik kalau agama kita melarang perkawinan lebih dari satu perempuan. O, Tuan Kadiroen, hamba merasa sendiri hidup dalam neraka dari kesewenang-wenangan lelaki, yang mengaku beragama tetapi tidak menjalankan ajaran agamanya tersebut. Meski begitu, saya tidak akan menggugat aturan agama kita. Atau tidak menggugat juga pada yang membikin aturan itu. Sebab, mestinya maksudnya baik. Tetapi hamba mencela semua laki-laki yang busuk seperti Kromo Nenggolo suami hamba. Lelaki seperti itu, wajib dikucilkan dari pergaulan orang banyak. Sekarang hamba sudah telanjur menikah dengan Ielaki yang tidak hamba cintai. Istri tuanya dalam kesusahan yang amat sangat dan mesti saya tolong. Oleh karena itu, hamba lalu minta cerai dari Kromo Nenggolo. Bukan karena hamba mementingkan diri sendiri karena susah. Tetapi hamba ingin menolong istri tuanya. Tetapi Kromo Nenggolo tidak mau menceraikan hamba. Ia memenuhi semua kewajibannya kepada hamba. Tetapi hamba tidak suka kepada dia. Sampai sekarang hamba menolak berhubungan dengan dia. Tetapi dia tetap tidak mau menceraikan hamba. Keadaannya sekarang, saya secara lahir diikat oleh seorang lelaki yang tidak saya sukai. Yaitu orang yang selalu membikin sakit hati kaum perempuan. Demikian pula, saya tidak bisa menolong istri tuanya. Itulah yang menyebabkan susahnya pikiran hamba. O, Tuan Kadiroen, berilah pertolongan untuk perkara ini."

Sampai di sini Ardinah menceritakan riwayatnya. Kadiroen mendengarkan betul dan berikhtiar bagaimana bisa membantu menolong Ardinah. Tetapi waktu itu sepertinya otaknya tidak bekerja. Hanya hati dan jiwanya terus-menerus gelisah. Oleh karena itu, ia berkata pada Ardinah: "Mbakyu, saya mengucapkan banyak terima kasih. Karena kamu mempercayai saya dan sudah menceritakan hal ini. Kau dengan gagah berani, melupakan kepentinganmu sendiri, dan berusaha untuk menolong orang lain. Kau telah memberikan contoh yang baik kepada saya. Selain itu, saya akan melupakan kepentinganku sendiri, kalau ada orang lain yang mesti ditolong. Pasal membantu kamu untuk menolong bini tua dari lurah tersebut, sesungguhnya amat sukar urusannya. Saya sekarang belum dapat berusaha. Oleh karena itu, saya minta waktu. Lain hari hal ini akan saya bereskan. Hanya satu hal lagi yang ingin saya ketahui, Ardinah istri muda seorang lurah, mengapa pergi ke pasar sendirian saban hari?"

"Tadi sudah hamba terangkan bahwa hamba tidak suka dengan lelaki yang secara agama telah sah menjadi suami hamba, tetapi pada praktiknya lain. Di mata orang banyak, hamba memiliki suami, tetapi yang sebenarnya bukan suami hamba. Hal yang demikian ini membikin marah dan bencinya Kromo Nenggolo kepada hamba. Dan oleh karena itu ia menyiksa hamba. Jam empat pagi hamba harus sudah bangun, pergi ke pasar yang begitu jauh. Dan kalau sampai di rumah, terus-menerus sampai malam, hamba harus bekerja. Selain itu, ia seringkali memukuli tubuh hamba juga. Ia sanggup meringankan nasib saya kalau hamba mau melayani keinginannya. Tetapi hamba tetap tidak mau, sebab supaya jangan menambah sakit hati istri tuanya. Itulah sebabnya mengapa sampai sekarang hamba disiksa terus-menerus. Tetapi hal itu tidak hamba pikirkan. Dan siang-malam hamba hanya memohon kepada Tuhan Allah, supaya diberi kekuatan memikul semua siksaan ini dengan hati sabar. Hamba memegang teguh nasihat ibu hamba, “Siapa yang berbuat baik, tentu akan dibalas kebaikan oleh Tuhan Allah. Dan oleh karena itu, dalam kesengsaraan tetaplah percaya kepada Tuhan Allah yang akan memberi kekuatan sampai saatnya anugerah itu datang.” lnilah pepatah yang selalu hamba ingat Tuan dan yang membikin saya tetap sabar serta sanggup memikul kesengsaraan ini dengan tidak sampai berputus asa."

Kadiroen mendengarkan semua pembicaraan Ardinah, dalam batinnya ia menghormati pendirian perempun yang herhati mulia itu. Mulia karena memang baik. Kadiroen merasa sepertinya ia mendapatkan pelajaran dari pepatah yang sudah diterangkan Ardinah tadi. Kadiroen sangat bahagia mendapat pelajaran mencari kekuatan Allah dalam kesengsaraan tadi. Dan pikirannya yang kebingungan memikirkan cinta menjadi bersabar. Lantas Kadiroen permisi pulang. Sungguh Kadiroen sudah bertemu dengan seorang perempuan yang cocok dengan jiwa, watak dan pikirannya. Karena terdapat tiga kesamaan dalam tiga masalah itu, maka tidaklah heran jika Kadiroen menaruh cinta yang amat besar kepada Ardinah. Seorang lelaki hanya akan betul-betul mencintai seorang perempuan jika watak, jiwa dan pikiran si perempuan memiliki kecocokan dengan si lelaki. Begitu pula sebaliknya seorang perempuan terhadap seorang lelaki. Cinta sejati adalah jika ia melihat dirinya sendiri dalam diri orang lain. Itulah percintaan sejati yang amat indah sinarnya.

Hari itu Kadiroen tidak jadi pergi ke Desa Meloko. Meski ia sangat suka, tetapi pikirannya sedang melawan semua pekerjaannya karena ia sangat tertarik oleh debaran jiwanya. Oleh karena itu ia lalu pulang. Dan karena ia merasa begitu tergoda, begitu sakit jiwanya, maka ia minta cuti 14 hari untuk menerangkan semua persoalannya kepada ayah dan ibu di rumah. Hari itu, pada tengah malam, ia mengerti ada tiga perkara yang mesti ia bereskan. Yaitu jiwanya sendiri, pertolongan untuk istri tua Lurah Meloko, serta kepada rakyat di desa itu.

Untuk pasal yang pertama, ia sudah dapat menyelesaikan dengan baik. Yaitu ia akan cuti menghibur hati di rumah orang tuanya. Dan untuk pasal yang kedua, ia sudah menemukan jalannya. Yaitu ia akan menyerahkan hal itu pada Asisten Wedono yang akan mewakilinya dalam 14 hari cuti itu. Hal itu tidak akan menyusahkan yang mewakilinya. Sebab Kadiroen sudah tahu duduk perkaranya. Dan hanya tinggal mengumpuIkan bukti-bukti saja. Untuk mengumpulkan bukti-bukti, wakilnya pasti tidak akan keberatan.

Begitulah, Kadiroen akan menyelesaikan dua perkara itu, sebab ia sudah tidak kuat lagi. Hanya perkara menolong istri tua Lurah Meloko, itulah yang masih belum bisa diselesaikan dalam pikiran Kadiroen. Beberapa ide telah membayang dalam pikiran Kadiroen untuk mengikhtiarkan perkara itu. Tetapi hanya satu cara yang dapat menyelesaikan masalah itu, "Ardinah harus cerai dengan Kromo Nenggolo". Tetapi bagaimana hal itu meski dijalankan. Itulah yang selalu dipikirkan otak Kadiroen. Ia berpikir, seumpama Ardinah sudah diceraikan oleh Kromo Nenggolo, istri tuanya pasti akan tertolong. Tetapi bagaimana hidup Ardinah selanjutnya, seorang perempuan muda yang tidak punya sanak famili?

Jadi dalam hal ini, Kadiroen harus mau memikul kehidupan Ardinah. Dan bisa memikulnya, sebab tentunya ia akan kawin dengan Ardinah. Kadiroen akan kawin dengan dia. Ia tahu, dari pertemuan tadi pagi, bahwa Ardinah mencintai dirinya. Sebaliknya jika Kadiroen ikut campur tangan masalah cerai itu, lalu ia kawin dengan Ardinah, bagaimana nantinya dalam pandangan umum? Tentunya ia akan kelihatan busuk sekali, sebab ia memaksa seorang lurah - seorang pegawai di bawah kekuasaannya - untuk bercerai dengan istrinya, buat dikawin sendiri oleh Kadiroen. Kadiroen yakin, cara ini akan kelihatan busuk sekali. Sebab jika hal itu sampai kejadian, namanya akan menjadi sangat tercemar. Dan lalu ia tidak begitu dipercaya oleh rakyat. Akhirnya ia tidak akan bisa membantu rakyat dalam wilayah kekuasaannya itu. Selain dari itu, dengan mengambil jalan yang demikian itu, ia akan memberi contoh yang buruk kepada semua orang. Pendek kata, bahwa jalan yang demikian sangat buruk sekali. Betul juga, Kadiroen sudah mengerti, pada zaman kuno banyak atasan yang memaksa bawahannya untuk memberikan istrinya pada atasannya. Mereka memaksa dengan ancaman, membenci, melepas pekerjaan atau pangkat seorang pegawai yang ada di bawah perintah kekuasaannya. Karena seorang pegawai biasanya amat takut kehilangan jabatannya. Ia malu. Jadi mereka menurut saja semua apa yang diperintahkan atasannya. Tetapi Kadiroen tidak suka berbuat begitu hina, memaksa bawahannya untuk urusan demikian. Ia lebih baik bunuh diri daripada harus berbuat yang demikian hina. Pendek kata, Kadiroen tidak bisa ikut campur tangan dalam urusan cerai ini. Bisa juga dilaksanakan, tetapi sesudah Ardinah diceraikan, maka selanjutnya Kadiroen akan menghindari Ardinah. Padahal ia sangat khawatir akan hidup dan masa depan perempuan itu. Bahwa Ardinah akan hidup lebih sengsara dari pada sekarang. Meskipun kira-kira Ardinah akan sanggup memikul beban tambahan kesengsaraan itu. Tetapi Kadiroen sendiri yang tidak akan kuat melihatnya jika hal itu sampai terjadi. Ya, bagaimanapun Kadiroen memikir-mikir, selalu saja ia tidak mendapatkan jalan yang baik untuk menolong istri tua yang disakiti jiwanya oleh Kromo Nenggolo. Semalaman Kadiroen tidak bisa tidur. Dan pagi-pagi ia sudah pergi ke Desa Meloko, ingin bertemu di jalan dengan Ardinah. Dan setelah bertemu maka Kadiroen meminta maaf kepada Ardinah karena sampai sekarang ia belum bisa membantu dengan semestinya apa yang dimaksud Ardinah. Lalu Kadiroen menjelaskan bahwa ia sudah minta cuti selama 14 hari untuk pulang ke rumah orangtuanya. Selain itu, ia meminta izin Ardinah, apakah ia boleh meminta nasihat ibu dan bapaknya mengenai kesulitan ini.

"Hamba mengucapkan beribu terima kasih atas kehendak Tuan yang mulia itu. Sesungguhnya Tuan adalah seorang kesatria. Tetapi tadi malam hamba sudah menemukan cara, dan akan berusaha sendiri, yang akan hamba lakukan dalam dua minggu jika Tuan cuti. Tuan pun tak usah turut campur tangan lagi. Sebab hamba tidak ingin Tuan ikut susah dalam masalah ini. Selain dari itu, Tuan jangan bilang pada ayah dan ibu Tuan, ya Tuan hamba," jawab Ardinah.

Pesan yang terakhir itu dikeluarkan dengan perkataan yang sangat terang dan dengan cara yang begitu menarik hati. Sehingga Kadiroen tidak bisa bilang apa-apa, selain "Saya menuruti kemauan Ardinah!"

Dengan begitu maka Ardinah melepaskan Kadiroen dari kewajibannya yang amat sukar, yang meringankan apa yang mesti dipikul Kadiroen.

Beberapa hari tidak lama sesudah kejadian ini berlangsung, maka Kadiroen mendapat telegram dari pembesar atasannya yang sebagian berbunyi; "cuti diizinkan. Habis verlof supaya terus menjabat dengan pangkat Wedono di Distrik Rejo...."

Sesungguhnya kabar itu membikin gembira Kadiroen. Batinnya mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada Tuhan Allah. Kenaikan pangkat itu bagi Kadiroen dapat menjadi sedikit obat bagi jiwanya yang sakit dan terguncang keras.

Hikayat Kadiroen, BAB I : MANTRI POLISI YANG BIJAKSANA

Hikayat Kadiroen

Semaoen (1920)




Kata Pengantar Pengarang

Di waktoe jang bertanda tangan dibawah ini dalam tahoen 1919 masoek pendjara karena presdelict, maka dalam 4 boelan di boei itu saja soedah mengarang tjerita dalam boekoe ini.

Dalam tahoen 1920 saja robah sedikit saperloenja, jaitoe sesoedahnja tjerita ini masoek sebagai fuilleton dalam Sinar Hindia.

Pada Soedara Ngadino jang membantoe saja dalam hal memperbaiki kalimatja maka dengan ini saja mengatoerkan terima kasih!

Moega-moegalah tjerita yang saja toelis dengan aer mata kesengsara-an dalam pendjara itoe bisa djadi senangnja orang banjak, jaitoe semoea pembatja dan rajat.

Semaoen
DAFTAR ISI



BAB I. MANTRI POLISI YANG BIJAKSANA

BAB II. JIWA YANG TERGODA

BAB III. TERJEPIT

BAB IV. SUKAR MEMILIH

BAB V. SEORANG SATRIA (ROCH DAN RAH ADHI SEJATI)

BAB VI. MENDAPAT GURU

BAB VII. PEMBELA RAKYAT MULAI MENDAPAT HADIAH



Hikayat Kadiroen
Semaoen (1920)
BAB I
Mantri Polisi yang Bijaksana


"Opas, Asisten Wedono ada?"

"Ada Kanjeng Tuan!"

"Saya mau bicara dengannya."

"Saya Kanjeng, hamba akan segera mengatakannya!"

Begitulah tanya jawab antara Tuan Zoetsuiker, administratur pabrik gula Semongan, pagi tanggal 6 Februari 19…, di muka pendopo rumah Tuan Asisten Wedono dari Onderdistrik Semongan juga.

Yang disebut sebagai Opas di sini adalah seorang tua yang bernama Pigi. Ia sudah 33 tahun bekerja menjadi Opas Asisten Wedono Semongan juga. la sudah biasa mendapat pelajaran bagaimana menghormati semua tamu-tamu Belanda. Apalagi jika tamunya itu adalah seorang Tuan Administratur. Tamu orang besar seperti itu pasti akan dia sebut kanjeng. Demikian pula apa yang diperintahkan oleh para tamu-tamu besar semacam itu pasti segera dilaksanakan dengan secepat-cepatnya. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika jika Opas Pigi segera berlari seperti dikejar harimau, menghadap Tuan Asisten Wedono yang sedang makan pagi di ruang makan rumah belakang. Ketika Tuan Asisten Wedono mengetahui ada tamu Tuan Administratur, ia segera berhenti makan. Ia mengambil baju jas dan dengan tergopoh-gopoh seperti orang yang hendak naik kereta api yang siap berangkat, berlari ke pendopo untuk menemui tamu besar Tuan Administratur tersebut.

"Tabik, Asisten! Saya kasih tahu sama Asisten, tadi malam ada pencuri ambil satu ayam yang nyonya beli di Surabaya. Harganya dulu f.2,50. Jadi seekor ayam bagus itu. Saya mau supaya Asisten cari pencuri dan ayamnya. Besok lusa saya ingin tahu kabarnya.”

“Saya Kanjeng, sebentar lagi saya akan datang ke rumah Kanjeng untuk mengurusnya sendiri.”

"Baik, Asisten. Jadi Asisten mau pigi..."

"Kanjeng...!" Terdengar suara keras Opas Pigi dari luar. Ia segera berlari dan duduk bersila seperti katak menghadap Tuan Administratur. Tuan administratur menjadi sangat terkejut dan marah besar, karena ia tidak merasa memanggil opas. Tetapi kini datang seorang opas. Ia mengangkat kakinya, dan sambil sepatunya terarah ke muka opas ia berteriak:

“Pigi!”

“Hamba Kanjeng!”

Opas Pigi tetap duduk sambil menyembah-nyembah mendapat usiran Tuan Administratur. Sudah barang tentu, Tuan Administratur bertambah marah dan berkata pada tuan Asisten Wedono

“Asisten, ini opas gila. Apa sebab tidak lekas dipecat?”

Pada saat itu Tuan Asisten baru menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi. Dalam hal ini terdapat salah pengertian karena opas itu namanya Opas Pigi. Jadi, sewaktu Tuan Administratur berkata “pigi”, maka Opas Pigi mengira ia dipanggil.

Tuan Administratur mengerti hal itu ia tertawa terbahak-bahak dan Tuan Asisten Wedono pun berani ikut tertawa. Sedang Opas Pigi keluar dengan wajah menanggung malu.

Baru saja Tuan Administratur pulang, datang Lurah Desa Wonokoyo, membawa seorang desa, yang dari pakaian yang dikenakannya kelihatan amat miskin. Adapun nama orang desa itu adalah Soeket. Ia diantar oleh lurahnya menghadap Tuan Asisten Wedono untuk mengadukan bahwa baru saja ia kecurian. Untuk orang desa macam Soeket, tentu berbeda aturannya dengan Tuan Administratur pabrik gula meskipun keduanya sama-sama melaporkan sedang kecurian. Seorang Administratur pabrik gula, berpangkat besar, kaya dan semua orang mengenal dan mempercayainya. Lain halnya dengan Soeket, ia orang kecil, tak dikenal orang banyak, apalagi oleh Asisten Wedono yang kekuasaannya hampir meliputi 10.000 orang kecil. Itulah sebabnya Tuan Administratur bisa datang sewaktu-waktu dan melaporkan perkaranya begitu saja, tidak usah memakai saksi seorang lurah pada Asisten Wedono. Tetapi bagi orang seperti Soeket, untuk melaporkan perkaranya, ia harus disertai lurahnva sebagai saksi bahwa apa yang menimpanya memang-benar-benar terjadi.

Untuk orang besar, semua urusan menjadi gampang. Tetapi untuk orang kecil, susahnya bukan main.

Tuan Asisten Wedono yang baru saja bertemu dengan Tuan Administratur bertanya pada Lurah, apa sesungguhnya keperluannya.

“O, Tuanku, ini orang dari desa saya. Ia seorang petani yang hanya memiliki seekor kerbau. Tetapi tiba-tiba kerbau itu tadi malam dicuri orang!”

“O, jadi kecurian! Baik, silahkan kalian menunggu dahulu sebab saya akan sarapan lebih dahulu. Selesai makan pagi saya akan segera pergi ke rumah Tuan Zoetsuiker yang juga sedang kecurian. Nanti siang, kalau saya sudah pulang, kau boleh melaporkan lagi. Sudah!”

Begitulah jawaban Tuan Asisten Wedono. la sangat tergopoh-gopoh dan sangat cepat ketika mengurus perkara Tuan Administratur, tetapi ia memandang kecil masalah Soeket. Bahkan ia disuruh menunggu terlebih dahulu. Perbuatan semacam ini memang tidak mengherankan sebab seorang Administratur kelas sosialnya sama dengan pembesar seperti asisten Wedono. Juga dengan pembesar-pembesar lain seperti Asisten Residen, Kontrolir, Regen, Patih dan sebagainya. Orang-orang besar semacam itu sangat mudah berhubungan dengan tuan-tuan besar di atas dan mudah saja mengadukan perbuatan-perbuatan amtenar-amtenar seperti Asisten Wedono kepada para pembesar-pembesar di atasan. Sebaliknya, seorang desa seperti Soeket, sangat susah untuk mengadukan kesalahan para pembesar. Sedangkan untuk bertemu dengan Asisten Wedono saja ia harus melapor bersama lurah lebih dahulu. Apalagi ketemu dengan Tuan Regen atau Tuan Kontrolir guna melaporkan kesalahan pejabat macam Asisten Wedono.

Aturan di desa memang sangat menyulitkan orang-orang kecil untuk bertemu dengan pembesar-pembesar negeri. Sehingga hampir-hampir orang desa sama sekali tidak bisa dan tidak suka mengadukan keberatan-keberatannya kepada kepala negeri. Itulah sebabnya mengapa seorang pejabat macam Asisten Wedono tersebut sangat cepat jika mengurus perkara yang menimpa tuan-tuan besar. Tetapi menomorduakan pengaduan orang desa atau orang kecil.

Tidak lama berselang, kita telah melihat antara Tuan Asisten Wedono, Nyonya Administratur dan seorang mantra polisi muda, berada di muka kombong di kebun belakang rumah Tuan Administratur Zoetsuiker.

Nyonya Administratur menjelaskan bahwa ia amat senang memelihara ayam yang bagus-bagus. Ia punya ayam sepuluh ekor. Tetapi pagi ini tinggal sembilan ekor. Jadi jelas, yang seekor pasti hilang dicuri maling. Karena nyonya tahu betul bahwa kemarin sore ayam itu masih genap sepuluh ekor di kandang. Tetapi pagi ini, ketika ia hendak melihat ayamnya, kandang ayam itu sudah terbuka. Pintunya rusak seperti dibongkar pencuri. Ketika Nyonya Administratur memperhatikan lebih lanjut, ia tahu bahwa ayam yang dibelinya dari Surabaya seharga f.2,50 yang berbulu biru, sudah tak ada sama sekali. Jadi ayam yang langka dan sangat bagus itu telah hilang. Ia tanya pada koki, babu, jongos, tukang kebun dan tukang kuda serta semua pegawai di rumah itu, semua tidak tahu. Melihat pintunya yang sedikit rusak – meski pintu kandang ayam itu memang sudah tua dan amat gampang dirusak – yang mestinya masih tertutup tapi kali ini sudah terbuka, maka ia berpikir pasti ayam itu dicuri orang. Apalagi Nyonya sering mendapat laporan dari babu-babu dan koki bahwa tetangga kanan-kiri Administratur juga sudah sering kecurian ayam.

Tuan Asisten Wedono memperhatikan betul cerita Kanjeng Nyonya dan ia percaya begitu saja. Ia melihat-lihat pintu kandang yang rusak. Ia membikin beberapa catatan semua hal yang ia ketahui dan ia dengarkan. Selain itu, ia berjanji kepada Kanjeng Nyonya bahwa Asisten Wedono sendiri yang siap mengurus dan menyelesaikan perkara ini.

Tetapi Mantri Polisi muda berpikiran lain. Ia menduga ayam itu pasti dicuri dan dimakan oleh seekor garangan sebab pintu kandang ayam itu memang mudah dirusak. Selain itu, di pintu terdapat goresan-goresan seperti bekas cakaran kuku seekor garangan. Mantri Polisi tidak yakin bahwa yang mencuri ayam itu adalah manusia. Karena jika yang mencuri manusia, pasti dia tidak hanya mengambil seekor saja. Tetapi ia pasti akan mencuri sekuat ia mengangkat. Selain itu, memang sangat mustahil ada pencuri yang berani masuk ke kebun Tuan Zoetsuiker karena tuan besar mempunyai pegawai banyak sedang di muka rumah ada penjaganya. Begitupun, Tuan Zoetsuiker terkenal mempunyai senjata api yang selamanya jelas akan membikin takut pencuri. Mengingat lagi keterangan dari tetangga-tetangga kanan-kiri Kampung Nyonya sering kecurian ayam. Maka ia menduga, pasti sekitar perumahan ini terdapat sarang garangan. Tuan Mantri Polisi muda menjelaskan praduga-praduganya ini pada Nyonya Administratur dan Tuan Asisten Wedono. Tetapi Nyonya menjawab:

“Neen Mantri! Mesti ada pencuri sebab Nyonya Kontrolir, saya punya sahabat, dulu juga pernah kecurian ayamnya dan pencurinya juga tertangkap. Tuan Asisten Wedono, dengar kata Nyonya Kontrolir saya punya sahabat, saya menjadi khawatir, jangan-jangan ini perkara nanti diurus oleh Tuan Kontrolir dan tentu akan gampang marah pada Tuan Asisten Wedono jika perkara ini tidak selesai.”

Itulah sebabnya Asisten Wedono sekali lagi berjanji akan mengurus perkara ini sampai selesai. Ia juga menjelaskan bahwa Mantri Polisi ini baru saja lulus sekolah. Jadi apa yang menjadi praduganya memang gampang keliru. Setelah berkata begitu ia permisi pulang untuk memikirkan masalah ini serta bagaimana cara menangkap pencurinya. Mantri Polisi diajak pulang. Tetapi Mantri Polisi merasa tidak enak, sebab ia tetap yakin pada dugaannya. Ia berjanji pada dirinya sendiri, akan mencari bukti-bukti dan mengurus masalah ini sampai selesai.

Siapa sesungguhnya Mantri Polisi itu? Ia masih muda sekali, baru berumur 20 tahun. Dan baru saja keluar dari Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren (O.S.V.I.A) di Probolinggo. Ia baru saja bekerja sebagai Schrijver Controleur selama tiga bulan. Namun sudah dipandang pantas untuk menjadi mantri polisi. Pada waktu pencurian ini terjadi, ia baru tiga hari ditugaskan jadi mantri polisi di Onderdistrik Semongan. Ia adalah pemuda yang amat bijaksana, meski ayahnya hanya seorang lurah. Dengan pertolongan Tuan Kontrolir yang membawahi lurah tersebut, maka anaknya bisa masuk sekolah O.S.V.I.A di Probolinggo. Tuan Kontrolir tersebut sudah mengambil si anak lurah tersebut sebagai anak emas sebab Tuan Kontrolir tahu bahwa anak itu memang cerdas dan bijaksana. Hal serupa ini memang amat jarang terjadi di tanah Jawa. Dari sekitar 10.000 orang, hanya ada satu. Kita harus tahu bahwa pada masa itu, sekolahan memang amat sedikit jumlahnya. Dan itu khusus untuk anak para priyayi. Sedang anak-anak orang kecil, sampai anak lurah sekalipun, hampir tidak mungkin dapat belajar sampai sempurna. Hanya karena watak, kepribadian dan keberanian lurah tersebut, ia berani mendekati Tuan Kontrolir dengan yakin walau tidak melupakan sopan santun yang berlaku. Maka Tuan Kontrolir

menjadi senang pada lurah itu. Apalagi, lurah itu memang terkenal sebagai yang terbijaksana di antara lurah-lurah yang lain. Karena hubungan itulah maka anak lurah itu bisa diambil sebagai anak emas Tuan Kontrolir. Anak emas itu bernama Kadiroen. Di sekolah ternyata ia terpandai, suka belajar, rajin menuntut ilmu. Dan wataknya teguh kuat serta pemberani. Ia tidak akan berhenti berikhtiar selama apa yang diinginkan tercapai. Ia berjiwa merdeka dan pemberani sehingga tidak mudah bagi pemuda sebayanya untuk mengalahkannya dalam segala hal termasuk dalam kecerdasan, beradu kekuatan fisik dan lain-lain. Oleh sebab itu, di sekolah ia dianggap sebagai bintang kelas. Ia dicintai oleh guru-gurunya dan dihormati oleh sesama murid.

Kadiroen memiliki perawakan yang sedang, tidak besar tidak juga kecil, tetapi di dalam tubuhnya tampak tersimpan kekuatan yang besar. Wajahnya ganteng. Kulitnya hitam bersemu merah halus. Matanya terbuka lebar, serta bersinar tajam jika memandang. Hal itu menandakan bahwa pemiliknya mempunyai kepribadian yang kuat, berwatak kesatria dan tidak suka berbuat dosa. Selain itu, ia pemberani, setia dan mudah dipercaya. Ia hormat dan tidak suka menghina pada sesama, tidak suka menyakiti hati nurani lain. Sehingga semua orang senang melihatnya.

Kadiroen memang ditakdirkan Tuhan memiliki kebaikan dalam segala hal, melebihi dari yang lain-lain sesamanya. Dan ia memang sangat suka berbuat kebaikan. Meski ayahnya hanya orang kecil atau orang biasa, tetapi ibunya masih memiliki gelar Raden Ayu. Karena ibunya tahu betul watak, kecerdasan dan kepribadian ayah Kadiroen, ia merasa senang meski hanya kawin dengan seorang lurah. Apalagi ia memang sudah tidak punya sanak famili lagi. Dan tampaknya semua sifat dan tabiat dari kedua orangtuanya itu, telah melekat, menurun pada diri Kadiroen. Karena ia memang sangat suka berbuat kebaikan, maka ia melebihi sesama pemuda sebayanya.

Berkebalikan dengan watak mantri Polisi Kadiroen, yakni atasannya atau Asisten Wedono Semongan; Ia adalah anak seorang regen yang bergelar Raden Panji Tumenggung. Dan anak yang jadi Asisten Wedono itu bergelar Raden Panji juga. Ia sudah berumur 35 tahun. Meski sudah bekerja selama 12 tahun di Binnenlandsch-Bestuur, tetapi masih saja berpangkat asisten Wedono. Sejak ia disekolah, ia tergolong amat bodoh dan kocak. Tabiatnya sangat berani luar biasa, kalau menghadapi orang kecil dan yang ada dibawahnya. Jadi wajar jika ia suka berbuat sewenang-wenang. Tetapi jika ia menghadapi para pembesar yang ada di atasnya, atau lebih kuat dibanding dirinya, dia menjadi amat penakut dan sangat bersikap hormat. Bahkan saking hormatnya, martabat dirinya sendiri sering direndahkan seperti seekor anjing. Wajar jika ia punya watak penjilat. Memang sudah lumrah jika watak penjilat biasanya disertai dengan watak sewenang-wenang. Meski tamatan O.S.V.I.A. di Probolinggo, tetapi di sana ia hanya memamerkan kebodohannya, amat tidak suka belajar, tidak disenangi guru dan sesama murid yang lain. Hanya karena ia anak seorang regen karena ayahnya yang berpangkat tinggilah, menggunakan pengaruhnya, ia bisa menjadi asisten wedono tersebut, ia diangkat menjadi asisten tersebut, ia bergelar Raden Panji Kuntjoro Noto-Prodjo-Ningrat, sebuah gelar yang amat panjang dan mentereng.

Begitulah dua orang yang satu dengan yang lainnya saling bertolak belakang, seperti siang dan malam, meski mereka sama-sama bekerja dalam satu instansi. Yang baik hanya menjadi mantri polisi yang diperintah, sedang yang busuk justru menjadi asisten wedono yang memerintah.

Setelah jam satu siang, Tuan Asisten Wedono pulang, Selama itu juga Soeket masih tetap menunggu. Ia sudah ditinggal pulang oleh lurahnya. Lurah itu berjanji sanggup menjadi saksi nanti sore apabila Soeket hendak melaporkan perkaranya pada asisten Wedono. Setelah Tuan Asisten Wedono pulang, Soeket langsung saja datang menghadap. Tetapi kata Tuan Asisten Wedono:

“Tunggu saya makan dahulu.”

Selesai makan, ia memanggil Soeket yang segera menjelaskan perkaranya.

“O, Ndoro, hamba orang miskin. Hamba hanya memiliki seekor kerbau, sebagai tumpuan mencari sesuap nasi. Tetapi tiba-tiba, tadi malam kerbau itu dicuri orang!”

"Kamu amat teledor! Kemana kamu semalaman pergi? Tidur nyenyak itu saja yang kau bisa. Bayangkan kerbau sebesar itu. Dicuri orang kau tidak tahu. Hai pemalas. Sekarang kamu minta tolong sama aku. Apa memang kamu sudah tidak bisa menjaga kerbaumu sendiri. Dasar pemalas!” kata Tuan Asisten Wedono sambil marah besar.

Soeket menjadi amat takut. Dalam benaknya, ia sangat menyesal. Mengapa harus mengadukan masalah ini. Coba kalau tahu bakal begitu. Tentunya ia sebisa-bisanya akan mencari sendiri kerbau serta pencurinya Sekarang nasi telah menjadi bubur. Lalu mau dikata apa. Ia memberanikan diri, menuturkan kejadian yang sebenarnya.

“O, Ndoro, hamba mohon ampun. Tadi pagi jam tiga, hamba berangkat ke kota untuk menjual kelapa. Dan baru pulang setelah jam delapan. Anak hamba hanya seorang tapi tiba-tiba tadi malam sakit. Sedang istri hamba juga turut sakit. Jadi sejak jam tiga pagi tadi, rumah hamba kelihatan sangat sepi, itulah sebabnya sampai kecurian."

"Diam!" Kata Tuan Asisten Wedono yang marah besar. "Kamu dasar bodoh, mengapa semua sedang sakit nekat kau tinggal ke pasar?"

"Hamba mohon ampun Ndoro. Karena hamba memang terpaksa harus pergi ke pasar menjual kelapa untuk membeli beras jatah makan keluarga hari ini."

“Diam kau, berani sekali kau melawan kata-kataku, anjing. Saya sudah bosan bicara denganmu. Nanti sore kau boleh datang lagi. Dan cukup melaporkan perkaramu pada Mantri Polisi. Ayo, cepat pergi”

Itulah watak Tuan Asisten Wedono yang busuk ketika harus menerirna pengaduan rakyat kecil. Asisten Wedono semacam itu namanya tidak mau tahu bahwa dia dibayar oleh Gupermen untuk melayani keperluan orang kecil juga. Ia merasa dirinya seakan raja di hadapan rakyat kecil agar si kecil terus-menerus takut kepadanya. Dengan cara menindas semacam itu, ia berusaha agar rakyat kecil tidak gampang-gampang mengadu perkara yang dihadapinya. Hal mana jika itu terjadi akan membikin begitu banyak kerjaan dan urusan Asisten Wedono sehingga ia tentu tidak akan bisa makan enak dan tidur nyenyak. Dengan menindas perasaan rakyat yang berani menuntut hak-haknya, perintahnya gampang dituruti oleh rakyatnya. Sebaliknya, rakyat menjadi amat ketakutan, dan kemerdekaannya menjadi hilang sama sekali sehingga keinginan rakyat untuk memperbaiki nasibnya sendiri menjadi semakin terlupakan. Akhirnya, rakyat menjadi penyabar dalam semua hal sehingga ia akan miskin terus-menerus. Namun jika kemiskinan itu telah sampai pada batasnya maka ada para "dukun" atau "kyai" yang memberikan ilmu memperbaiki nasib, dan rakyat lain lari kepada para penolong-penolong semacam itu, sehingga orang-orang semacam ini akhirnya mendapat kepercayaan yang besar dari rakyat. Dan berkat kepercayaan itu, dalam diri mereka sering timbul niat dan pikiran-pikiran yang keliru. Tanpa pikir panjang, mereka mengira bisa menjadi seorang raja. Maka akibatnya, timbul berbagai gejolak dan kerusuhan di desa-desa, yang akhirnya dapat menjadi alasan para serdadu untuk membunuh jiwa-jiwarakyat kecil yang tak berdosa. Sungguh, para priyayi yang buas itu memang tidak berusaha membantu pemerintah bagaimana meningkatkan taraf hidup rakyat. Mereka malah selalu bikin ribut dan onar di desa-desa sehingga ketertiban dan keamanan desa menjadi kacau. Untunglah jika kemudian ada perkumpulan-perkumpulan atau gerakan-gerakan yang berusaha mengurangi dan menghalangi kejadian-kejadian buruk serupa itu.

Jam tiga sore Mantri Polisi Kadiroen menerima pengaduan Soeket dengan ramah tamah. Selain itu, ia segera mengajak Soeket pulang untuk melihat sendiri tempat kejadian perkara dimana pencurian kerbau itu terjadi. Mendengar segala penuturan Soeket yang panjang lebar, Kadiroen menaruh belas kasihan yang mendalam terhadap nasib yang menimpa Soeket. Dalam hatinya, ia berjanji akan berusaha dengan sungguh-sungguh menolong Soeket mendapatkan kerbaunya kembali serta menangkap pencurinya. Setibanya ia di rumah Soeket, ia mendengar rintih tangis yang menyayat.

"O, Bapak, mengapa kau pergi lama sekali. Aduh Pak, sakit, sakit Pak. Aduh Bu, sakit...!"'

Juga disusul rintih tangis yang lain.

"O, Pak, aku tidak kuat kalau harus terus-menerus sakit begini. Minum..., saya minta minum. Apa sebabnya kau pergi begitu lama!"

Begitulah rintih tangis anak dan bini Soeket yang sedang sakit. Mengetahui semua itu, hati Kadiroen serasa hancur. Ia memberi beberapa nasihat kepada Soeket. Ia juga berusaha menolong dan menghibur kepada si sakit sebisa-bisanya. Dan dengan senang hati ia berusaha secepatnya mengurus perkara Soeket. Pertama-tama, ia melihat dimana lokasi rumah Soeket berdiri. Ia tahu, rumah itu berdiri di perbatasan desa. Di belakang rumah terdapat areal persawahan yang luas. Sunyi. Kiri kanan jauh dari tetangga. Wajar jika mudah dimasuki pencuri. Di muka rumah yang berdinding bambu dan tertutup atap – sebuah rumah yang memang sudah tua – berdiri kandang ternak kerbau Soeket. Sebuah kandang yang sudah tua. Perkakas dan seisi rumah menandakan hanya Soeket orang yang sangat miskin. Kadiroen lalu berusaha mencari jejak-jejak pencurinya. Tetapi pencuri itu nyaris tidak meninggalkan jejak yang jelas sama sekali. Sebab tanah di situ adalah tanah kering, sehingga tidak meninggalkan jejak kaki satu pun. Ia mendapat keterangan bahwa pintu pekarangannya pagi-pagi sudah tidak tertutup lagi. Hal itu membuktikan bahwa pencuri itu membawa kerbaunya lewat depan rumah. Hanya pagar belakang rumah terdapat beberapa kerusakan, jelas bahwa pencuri itu pasti masuk lewat belakang rumah dengan cara merusakkan pagar. Dari rusaknya pagar itu, Kadiroen bisa menduga-duga, pencuri itu pasti berbadan besar dan kuat. Orang yang lembek dan kecil, tentu tidak mungkin dapat menumbangkan pepohonan di pagar. Pohon-pohon itu rebah pasti karena desakan dan tendangan pencuri yang berbadan besar dan kuat. Sebuah jejak yang menguntungkan ditemukan Kadiroen. Ia mendapatkan selembar kartu remi (kartu judi) terselip di pagar itu. Dari penjelasan Soeket bahwa ia tidak pernah main judi, Kadiroen yakin kartu ini pasti milik pencurinya. Hal itu dapat menjadi jalan terang, bahwa pencurinya adalah seorang penjudi. Ia mengira, pasti pencuri itu habis kalah judi. Sehingga ia nekat mencuri kerbau itu. Kadiroen terus berpikir panjang lebar. Dalam hatinya ia bertanya-tanya. “Sesudah mencuri, dibawa kemana kiranya kerbau itu? Ke pasar atau ke rumah orang lain untuk dijualkah? Rasanya tidak mungkin. Sebab tidak mudah untuk berbuat hal yang demikian sebab semua penjualan kerbau, harus memakai saksi lurah, yang menjelaskan dari mana asal usul kerbau itu dan lain-lainnya. Dalam hal ini, tentu pencuri akan sangat mudah ketahuan dan tertangkap. Apa mungkin kerbau itu dipotong untuk dimakan sendiri? Mustahil, rasanya tidak mungkin, sebab satu orang tidak mungkin makan seekor kerbau jika tak punya hajat. Apa mungkin daging kerbau itu lalu dijual ke pasar? Juga tidak bisa. Karena semua hewan yang dipotong dan dagingnya dijual di pasar, harus mendapat pengesahan dari pegawai Gupermen. Pendek kata, jika hanya seorang pencuri, tidak mudah bcrbuat hal-hal yang sangat sukar begini. Dan pasti pencuri itu akan cari akal bagaimana mudah mendapatkan uang.” Oleh sebab itu Kadiroen yakin bahwa pencuri itu akan kembali datang ke rumah Soeket, untuk berjanji mengembalikan kerbaunya asalkan mendapatkan uang tebusan. Kejadian-kejadian serupa ini memang sering terjadi dalam hal pencurian hewan-hewan besar. Setelah itu, Kadiroen permisi kepada Soeket dan berjanji akan mencarikan kerbaunya.

Pukul sepuluh malam. Desa Wonokoyo sunyi sekali. Seantero desa terkurung gelap malam yang hitam pekat. Di runah Soeket tidak terdengar apa-apa selain rintih tangis anak dan bininya yang sedang sakit. Memikirkan semua ini, hati Soeket menjadi amat berduka. Tiba-tiba ia amat terkejut, seperti seorang yang baru bangun tidur dibangunkan oleh suara guntur yang menyambar sangat keras. Ia mendengar pintunya diketuk orang dan terdengar suara ancaman yang menakutkan.

"Hai Soeket, awas, besok jam sepuluh malam kamu harus menyediakan uang sebesar f.25,- di pintu pagar sebelah kanan. Jika kau tidak mau menyediakan uang itu, kerbaunya akan hilang selamanya. Tetapi jika kau menurut, lusa pagi-pagi kau akan mendapatkan kerbaumu lagi di muka rumahmu. Saya hanya minta tebusan murah, sebab saya masih kasihan dengannmu. Dan ingat, jangan sekali-kali kamu berani lapor polisi. Sebab kalau kamu berani lapor polisi, lain kali kau akan kubunuh.”

Soeket menjadi amat bersedih. Uang f.25,- harus ia dapat paling lambat besok malam. Dari mana ia bisa dapat uang sebanyak itu? Ia ingin keluar untuk berunding dengan pencuri itu. Tetapi ia tidak berani, sebab ia tidak tahu berapa berapa besar kekuatan yang ada di luar. Ia memberanikan bertanya, namun di luar keburu sunyi, Soeket tak mendapatkan jawaban apa-apa. Ia menjadi amat takut dan berjanji untuk tidak melaporkan masalah ini pada polisi.

Sesosok badan yang besar dan tampak kuat, berpakaian serba hitam dan tampak meninggalkan rumah Soeket, dengan perlahan-lahan, sehingga langkah-langkah kakinya tak terdengar sedikit pun. Ia berjalan menuju jalan raya. Tetapi tanpa sepengetahuan dirinya, menguntit di belakangnya seorang yang berperawakan kecil dan berpakaian serba hitam hitam pula. Ia terus-menerus menguntit kemana perginya orang itu.

Selama satu jam perjalanan, tibalah orang yang dikuntit itu di muka sebuah rumah besar. Sesudah mengetuk pintu, ia segera masuk. Rumah itu berdiri dekat hutan yang sunyi serta jauh dari tetangga kanan-kiri. Sementara badan yang kecil, yang juga berpakaian serba hitam berada di luar, mengintip dari lubang pintu dan mendengarkan pembicaraan orang yang ada di dalam rumah. Di dalam rumah ia melihat ada empat lelaki yang bermuka kasar dan tampak sangar. Mereka sedang asyik bermain judi, sedangkan yang baru datang langsung ngeloyor masuk ke dalam kamar. Ia tidak kelihatan wajahnya, hanya terdengar suaranya saja.

“Sudah sahabat-sahabat, saya sekarang capai. Saya mau tidur. Yang punya kerbau besok malam tentu akan memberikan uang tebusan f.25,- kepada saya.”

Lain halnya jawaban dari empat orang tadi.

“Wah, Kang, sekarang kita musti main dadu, sebab kartu buat main ceki kurang satu!”

Inilah suara-suata yang perlu diketahui oleh orang berpakaian hitam yang ada di luar. Yakni, suara-suara yang dapat memberikan keterangan lebih jauh perihal pencurian kerbau itu pada Kadiroen; Mantri Polisi Kadiroen sendirilah yang berpakaian serba hitam, seperti pencuri yang malam-malam menyelinap di samping rumah Soeket, untuk mengetahui siapa sebenarnya pencuri kerbau yang meminta tebusan kepada Soeket.

Sekarang Kadiroen sudah tahu semuanya. Tetapi ia ingin tahu lebih dahulu dimana kerbau itu disembunyikan. Kadiroen belum berani masuk ke rumah pencuri itu. Sebab ia sendiri tentu tidak mungkin menang melawan lima orang. Maka pada malam itu, Kadiroen merasa bahwa perkara ini sementara cukup sampai disini lebih dahulu. Ia segera pulang dan tidur nyenyak seperti tidak ada kejadian apa-apa; itu membuktikan bahwa ia memang memiliki watak pemberani.

Esok paginya, jam enam, ia sudah berangkat ke kantor Tuan Asisten Wedono. Ia minta izin sampai sore untuk mengurus masalah kerbau itu. Ia berniat memakai uangnya sendiri f.25,- untuk dipasangkan sebagai taruhan menangkap pencuri itu. Yaitu ia mempunyai uang kertas f.5,- berjumlah lima lembar. Ia menyuruh dua opas untuk mencatat nomor seri uang-uang itu. Adapun kartu judi yang ia peroleh dari pagar rumah Soeket, ia simpan dengan baik di kantor asisten Wedono. Selanjutnya, ia pergi ke rumah Soeket.

Soeket menangis meminta pinjaman uang f.25,- tetapi tidak berani menjelaskan bahwa uang itu akan digunakan sebagai uang tebusan kerbaunya. Meski Kadiroen mengetahui akan hal ini, ia pura-pura tidak tahu. Ia segera memberikan pinjaman semua uang kertas miliknya. Habis dari rumah Soeket, ia segera pergi ke areal persawahan dekat perumahan Tuan Administratur yang kecurian ayam. Ia menengok kanan-kiri, barangkali melihat seekor garangan sedang bersembunyi. Tetapidisitu memang begitu banyak semak-semak rimbun yang layak untuk persembunyian garang yang aman. Kadiroen terpaksa mencari cara lain. Ia meminjam kurungan yang kuat sekaligus dengan ayamnya sekalian. Ia menaruh ayam dalam kurungan itu serta meletakkan di dekat semak-semak rimbun dan sunyi. Ia sendiri segera naik ke atas pohon untuk memperhatikan kurungan ayam pasangannya. Karena suara dan bau ayam tidak berselang lama ia melihat seekor garangan datang menghampiri kurungan itu. Kadiroen segera melemparkan batu kerikil ke arah garangan itu, sambil pandangan matanya mengikuti kemana garangan itu bersembunyi. Lalu Kadiroen segera turun dan pergi mendekati semak rimbun tempat garangan itu masuk. Disana ia mendapatkan bangkai ayam berwarna biru milik Nyonya Administratur. Tidak jauh dari tempat itu, ia melihat tulang-belulangnya serta bulu-bulu ayam berserakan. Hal itu membuktikan bahwa pencuri ayam yang dicari Tuan Asisten Wedono adalah benar-benar seekor garangan. Dalam hatinya Kadiroen tertawa terpingkal-pingkal. Tetapi ia tidak berani menceritakan semua itu kalau belum berhasil menangkap garangan tersebut. Itulah sebabnya, ia hendak memasang jaring perangkap garangan didekat semak-semak rimbun tersebut. Sebagai umpannya ia membeli seekor anak ayam yang masih kecil. Sesudah memasang jaring perangkap itu dan meminta tolong pada orang-orang yang ada di dekat situ supaya melarang anak-anak main di sekitar situ, maka ia segera pulang. Sore harinya ia berangkat lagi ke kantor Asisten Wedono.

“Nah, Mantri Polisi, Lihatlah pekerjaanku!" kata Tuan Asisten Wedono bangga. “Kemarin ada pencurian ayam, sekarang pencurinya sudah saya tangkap!”

Kadiroen mlenggong.Bagaimnna bisa, pikirnya. Tetapi Tuan Asisten Wedono menceritakan hal itu dengan bangga, sehingga Kadiroen tidak mau mengomentari. Ia membiarkan kebanggaan Tuan Asisten Wedono. Yang dimaksud pencuri ayam itu adalah seorang desa yang tinggal dekat rumah Tuan Administratur. Namanya Soekoer. Ia seorang yang hidup pas-pasan. Tidak kaya, juga tidak miskin. Ia tampak gemuk dengan pakaian yang pantas. Kadiroen tidak yakin kalau Soekoer pencurinya. Oleh karena itu, ia bertanya kepada Asisten Wedono.

“O, Tuan, saya senang Tuan sudah dapat menangkap pencurinya. Karena saya masih polisi baru, jadi saya masih harus belajar dengan Tuan. Namun saya masih belum yakin, apa benar Soekoer adalah pencurinya? Bagaimana Tuan menangkap serta apa bukti-buktinya?"

Tuan Asisten Wedono merasa amat bangga menceritakan keberhasilannya, seraya ia berkata:

“Ya, Mantri, begitulah, orang harus pintar. Tidak boleh asal berpendapat bahwa pencuri ayam itu adalah seekor garangan. Sementara kau sudah berpendapat begitu, itu salah besar. Mestinya kamu mengurusnya terlebih dahulu, mencari bukti-buktinya. Baru berpedapat. Tetapi maklum, kamu masih muda, jadi masih harus banyak belajar kepada saya! Adapun Soekoer, memang telah nyata sebagai pencuri ayam Nyonya Administratur, meskipun ia masih mungkir. Tetapi bukti-bukti telah cukup. Ada saksinya segala. Doerachim bercerita pada saya, kemarin pagi ia membeli ayam berwarna biru pada Soekoer. Ayam itu telah disembelih oleh Doerachim. Tetapi ia membawa bulu-bulu serta tulang-belulang ayam sebagai barang bukti. Sewaktu Doerachim membeli ayam itu, saksinya Nojo. Jadi sudah sangat jelas, tetapi pencurinya belum juga mau mengaku. Adapun saya bisa menangkap dia, ceritanya begini: Saya memiliki banyak mata-mata. Tetapi yang paling pintar adalah Soekari. Soekari dahulunya seorang kepala pencuri, suka bermain judi, pokoknya kelakuannya sangat busuk. Tetapi sejak ia saya jadikan kepala mata-mata, kelakuannva berubah menjadi baik. Ia saya gaji tetap dari uang saya sendiri. Tiap bulannya, sebesar f.20,-. Kalau ia sedang bekerja mencari pencuri, supaya ia mau mencari dengan sungguh-sungguh, ia saya ongkosi seperlunya. Jadi kalau mereka mencari pencuri sampai pencurinya dapat tertangkap, mereka saya bayar sedikitnya f.2.50,- Dalam perkara pencurian ayam Nyonya Administratur ini, kalau pencurinya tertangkap tentunya saya akan mendapat nama baik di mata tuan-tuan besar. Oleh karena itu, saya tidak segan-segan mengeluarkan uang. Dan lagi Mantri Polisi, jangan lupa 'pencuri mesti harus ditangkap dengan pencuri juga.' ini strategi seorang polisi. Itulah sebabnya yang saya jadikan mata-mata adalah kepala pencuri. Kau lihat sendiri, kemarin terjadi kecurian, sekarang pencurinya sudah tertangkap. Inilah politik saya. Kamu masih harus banyak belajar hal-hal begini dari saya.”

Kadiroen mendengarkan betul nasihat-nasihat Asisten Wedono. Tetapi dalam hatinya merasa heran; pertama, mengapa Asisten Wedono sangat bangga, sombong dan menggelikan. Umpamanya memang betul Soekoer adalah benar-benar pencuri yang dicari. Toh yang tahu akan hal itu bukan Tuan Asisten Wedono sendiri. Tetapi mata-mata yang dibayarnya. Sedang Tuan Asisten Wedono sendiri tidak tahu dan tidak kerja apa-apa. Ia tidak berpikir dan bertindak apa-apa kecuali membayar mata-mata. Sekarang mengapa sebabnya Tuan Asisten Wedono demikian yakin dan bangga sekaligus sombong menceritakannya. Kedua, Kadiroen belum yakin bahwa Soekoer adalah pencurinya karena ia tahu sendiri bangkai ayam Nyonya Administratur. Ia yakin pasti ada sesuatu yang tidak beres dibalik perkara ini. Selain itu ia juga heran, kalau betul Soekoer pencurinya, mengapa ia terus-terusan mungkir, sedangkan bukti-bukti dikatakan sudah cukup meyakinkan. Kadiroen ingin tahu bagaimana selanjutnya jalan cerita masalah ini. Ketiga, Kadiroen tertawa dalam hati, bagaimana bisa, ayam hanya seharga f.2.50,- dicari dengan membayar f.25,- . Ia tahu persis bahwa perkara ini hanya dijadikan modal oleh Tuan Asisten Wedono untuk cari nama, dengan harapan pangkatnya akan segera naik. Adapun masalah pencurian ini hanya dijadikan jalannya semata. Bagaimanapun Kadiroen juga tahu, hidup sebagai polisi memang amat susah untuk bisa cepat naik pangkat. Wajar jika akhirnya banyak yang mau memberikan uangnya sendiri kepada para mata-mata sebagai uang belanja. Dan untuk segala urusan, ia mesti mengeluarkan uang dari koceknya sendiri yang tidak sedikit jumlahnya untuk keperluan pekerjaannya. Hal-hal yang beginian di dunia polisi memang tidak asing lagi. Karena itu banyak polisi yang berusaha dengan caranya sendiri - kadang-kadang tidak halal dan tidak masuk akal sekalipun - untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Akhirnya, para lurah dan orang-orang kecillah yang menjadi korbannya. Peraturan dan kode etik polisi pada masa itu memang ada begitu banyak. Sehingga para polisi banyak yang tidak berani minta agar anggaran kepolisian dinaikkan, apalagi kenaikan gaji. Keempat, dalam hati Kadiroen juga merasa heran mengapa untuk menangkap pencuri ayam mesti pakai pencuri lain. Seorang pencuri, jelas orang yang jahat, ia tidak mungkin dapat dipercaya. Tetapi anehnya, sebagaimana yang diterangkan oleh Asisten Wedono, seorang pencuri yang jelas tidak bisa dipercaya, tiba-tiba harus dipercayai untuk menangkap pencuri lain. Kadiroen memikirkan hal ini secara panjang lebar sehingga ia tidak bisa komentar apa-apa terhadap petunjuk Asisten Wedono. Kadiroen tersentak ketika ia kemudian mendengar suara Asisten Wedono selanjutnya:

“Nah, Mantri Polisi, bagaimana itu pencuri kerbau Soeket? Apa kau belum dapat keterangan. Masalah ini seyogyanya jangan dimasukkan ke dalam buku laporan. Sebab kalau terlalu lama pencuri itu tidak bisa tertangkap, lebih baik perkara itu dibekukan saja. Kalau tidak dibekukan, saya khawatir nantinya akan membikin banyak pertanyaan dari atas, yang bikin susah. Laporan Soeket kita menganggap tidak ada saja, toh ai tidak mungkin berani melaporkan perkara ini ke pembesar-pembesar yang ada di atas.”

Kadiroen bertambah heran mendengar kata-kata Tuan Asisten Wedono. Ia tak bisa berkomentar apa-apa. Ia berpikir, mengapa untuk orang kaya seperti Tuan Administratur yang hanya kemalingan seekor ayam saja, Tuan Asisten Wedono tidak merasa rugi mengeluarkan uang banyak. Lagipula ia ribut untuk mengurusnya dengan sungguh-sungguh. Tetapi bagi Soeket yang kehilangan kerbau, yang jelas nilainya lebih dari separo harta kekayaannya, hampir-hampir tak diperhatikan oleh Tuan Asisten Wedono. Memang, untuk membekukan perkara Soeket adalah soal gampang. Karena orang kecil memang susah untuk mengadukan perbuatan polisi pada atasannya. Tetapi mengurus perkara orang besar jelas akan bisa mendatangkan keuntungan. Kadiroen memikirkan masalah ini dengan panjang lebar. Sekarang ini memang masih lazim mengurus perkara seseorang mesti diperhatikan seberapa besar pengaruh orang tersebut. Soal-soal beginilah yang tidak mendidik orang untuk bertindak adil, berbudi baik dan berwatak kesatria. Namun Kadiroen telah berjanji pada dirinya sendiri untuk tetap berlaku adil. Selain itu ia telah berjanji untuk menolong Soeket. Ia ingat bagaimana susahnya nasib orang kecil semacam itu. Ia juga telah berjanji pada dirinya sendiri untuk menolong Soekoer yang didakwa mencuri ayam. Kadiroen merasa tugas berat sedang menghadang di depan mata. Kadiroen memang berhati mulia, ia mau berbuat baik kepada siapa saja. Tetapi susahnya, ia masih diperintah oleh orang yang sangat berlainan dengan watak dan pikiran Kadiroen. Sungguh suatu masalah yang jelas akan sangat membingungkan dirinya. Tetapi Kadiroen tak merasa bingung dan berkecil hati. Karena ia percaya kepada keadilan Tuhan Allah yang mau memberi pahala kepada siapa saja manusia yang mau berbuat kebaikan.

Sementara pikiran Kadiroen penuh dengan kemuliaan dan kebaikan, tiba-tiba ia mendengar Tuan Asisten Wedono yang memanggil Opas Pigi.

“Opas, coba kau siksa Soekoer si pencuri itu. Sudah satu hari ia tidak saya beri makan dan minum supaya ia menjadi kelaparan dan kehausan sehingga ia mau mengakui perbuatannya. Tetapi sampai sekarang ia belum juga mengakui kesalahannya.”

“Baik Ndoro!” kata Opas Pigi. Ia mengambil sepotong rotan dan segera memukuli telapak kaki Soekoer. Sebuah siksaan yang amat kejam dan keras. Tetapi tidak sampai menimbulkan luka sehingga tidak kentara. Karena siksaan itu Soekoer hanya dapat meraung dan menjerit-jerit. "O, Tuhan Allah, apakah dosa saya sehingga disiksa seperti ini. Disuruh mengaku mencuri, padahal saya memang benar-benar tidak melakukannya. O, ya Allah ….”

“Pukul lagi yang keras!” kata Asisten Wedono.

Melihat penyiksaan semacam itu darah Kadiroen serasa mendidih. Ia ingin sekali menolong Soekoer. Tetapi ia pikir belum waktunya untuk memberi pelajaran pada Tuan Asisten Wedono karena ia belum tahu persis bagaimana kisah selanjutnya masalah ini. Tuan Asisten Wedono bertanya kepada Soekoer sambil memaki-maki dengan kata-kata yang tak layak didengar telinga orang waras.

“Nah, apakah sekarang kau mau mengaku, bajingan!”

Tetapi apa jawaban Soekoer.

“Tuan, bagaimana hamba mesti mengaku, sedang hamba memang tidak berdosa."

“Kalau kau mau mengaku, kau akan mendapat hukuman ringan," kata Tuan Asisten Wedono.

“Tuan, bukannya hamba takut pada hukuman, memang hamba benar-benar tidak mencuri. Tetapi hamba tidak suka berdusta. Dan dustalah hamba jika hamba mengaku mencuri, padahal hamba memang tidak melakukannya. Hamba tidak takut pada hukuman manusia Tetapi hamba sangat takut pada murka Tuhan Allah. Di akhirat nanti pasti tidak akan memberi tempat yang baik jika hamba berdusta.”

Begitulah keterangan Soekoer, meski orang menyiksanya, tetapi total, teguh pendiriannya. Tuan Asisten Wedono menjadi amat marah. Bayangkan, ia seorang Asisten Wedono yang sangat berkuasa, tetapi ia tidak bisa menaklukkan seorang pencuri yang berdasarkan fakta dan bukti-bukti yang dipercayainya, dialah pencurinya. Ya, manusia mana yang dapat menaklukkan jiwa manusia yang teguh dan baik hatinya dan hanya mau takluk kepada ketentuan Tuhan Allah, yakni Tuhan raja dari semua kebaikan dan ketetapan. Meski dia adalah seorang raja sekalipun. Inilah letak kebodohan Tuan Asisten Wedono yang tidak mau tahu. Ia kira bisa menaklukkan hatinya Soekoer. Manusia bisa membengkokkan besi, tetapi mustahil bisa membengkokkan jiwa yang teguh imannya. Tuan Asistan Wedono yang bodoh telah menyiksa Soekoer habis-habisan, tetapi ia tetap tidak bergeming. Memang, menurut peraturan, seorang polisi tidak boleh menyiksa terdakwa. Adapun perbuatan Asisten Wedono jelas melanggar peraturan dan ia bisa dituntut. Tetapi apalah artinya peraturan? Peraturan manusia hanya mungkin dijalankan oleh manusia yang baik, yakni manusia-manusia yang mau menghormati dan menjalankan peraturan yang baik sebagaimana dikehendaki Tuhan Allah. Tetapi peraturan yang baik bagi orang bejat tentu tidak akan dijalankan sebagaimana mestinya jikalau si bejat itu tidak diawasi perbuatannya. Tetapi siapa yang akan mengawasi perbuatan Asisten Wedono, seorang pejabat tinggi yang mestinya menjalankan peraturan-peraturan negeri. Sedangkan perbuatannya tidak diawasi oleh atasannya. Sementara yang bisa mengawasi perbuatanya hanya orang-orang yang ada di bawahnya, orang-orang yang ia perintah, orang-orang kecil dan lain-lain. Tetapi orang-orang ini tidak bisa berbuat apa-apa. Karena memang ia sangat susah jika akan mengadukannya pada para pembesar. Apalagi sesudah ia mengadukan, kalau tidak sedang bernasib baik, ia akan difitnah yang bisa-bisa mencelakakan dirinya. Hal-hal yang serupa ini, umumnya di seantero dunia, sering terjadi di dalam negeri yang rakyatnya tidak mempunyai kekuatan untuk turut memerintah negerinya sendiri. Sebaliknya, jika peraturan bikinan manusia yang bejat, tentulah peraturan serupa itu hanya dijalankan oleh manusia-manusia yang bejat pula. Tetapi jelas akan mendapat tantangan dari manusia-manusia yang baik. Ironisnya, si baik yang melawan – yang selalu ingin tetap berada dan ingin menjalankan ketentuan peraturan-peraturan Tuhan Allah – ini justru sering menjadi korbannya.

Itulah sebabnya, tidak mengherankan jika Tuan Asisten Wedono yang bejat dengan gampang menyiksa Soekoer. Memang sudah sangat sering terjadi di tanah Jawa (negeri ini) seorang terdakwa mengaku berbuat salah di muka polisi hanya karena tidak tahan disiksa, tetapi di muka pengadilan ia sering mungkir atau mencabut pengakuannya. Dan ia menjelaskan pengakuan itu ia buat semata karena ia hanya tidak ingin disiksa. Inilah yang membikin kusutnya perkara sebab akan semakin susah membuktikan apakah seorang terdakwa itu benar-benar bersalah atau tidak.

Kadiroen memikirkan hal ini dengan panjang lebar. Kadiroen menyaksikan sendiri bagaimana Soekoer tetap mungkir. Maka ia yakin orang macam Soekoer memang selalu ingat kepada Tuhan Allah, jadi ia selalu ingat kepada kebaikan. Mana mungkin ia berbuat dosa mencuri ayam. Kadiroen yakin, di balik perkara ini banyak hal yang ganjil. Itulah yang mendorong niat Kadiroen bertambah kuat untuk menyelesaikan masalah Soekoer. Selain itu, makin bertambah kuat pula niat Kadiroen untuk menegakkan keadilan bagi semua manusia. Besar maupun kecil.

Jam sembilan malam. Dengan pakaian serba hitam, Kadiroen berangkat sendirian. Ia membawa beberapa tali untuk mengikat beberapa orang. Dengan satu revolver dan beberapa peralatan lainnya, pergilah Kadiroen ke rumah Soeket. Ia bersembunyi, tidak kelihatan orang. Menunggu pencuri kerbau yang akan mengambil uang tebusan sebesar f.25,-. Ia diam, bersembunyi, sambil terus mengawasi, persis seperti pencuri. Pada saat itu, ia ingat petuah-petuah Tuan Asisten Wedono yang bodoh itu: "Pencuri harus ditangkap oleh pencuri lain." Tetapi Kadiroen merasa dirinya bukan pencuri. Itulah sebabnya ia menjalankan pepatah Tuan Asisten Wedono dengan membikin pepatah sendiri. "Pencuri harus ditangkap dengan cara pencuri." Untuk menangkap orang bejat mesti dipakai polisi baik. Bukan orang bejat yang harus menangkap orang bejat lainnya. Sebab aturan yang serupa ini sering menimbulkan hal-hal yang lebih bejat lagi.

Kira-kira jam sepuluh Kadiroen melihat ada seorang mengambil uang tebusan itu. Sesudah mengambil langsung ngeloyor pergi. Kadiroen menguntit orang itu dari belakang, ke mana pun perginya. Akhirnya ia tahu, orang itu masuk ke dalam rumah penjudi kemarin. Kadiroen mengetahui juga yang ada di dalam rumah itu, ada dua orang laki-laki lain dan seorang perempuan. Istrinya pencuri kerbau itu. Tidak berapa lama, dua orang lelaki itu disuruh pencuri pertama untuk mengambil kerbaunya Soeket sehingga ia tinggal sendirian dengan bininya. Kadiroen berpikir. "Nah, kini dua orang pergi. Dan kerbaunya Soeket akan dibawa kemari." Inilah saat yang tepat untuk menangkap kepala pencuri yang sedang sendirian itu. Perkara perempuan, istri pencuri itu, tidak masuk hitunganku. Dengan pikiran semacam itu, ia langsung masuk ke rumah pencuri itu. Tetapi pencuri yang berbadan besar dan kuat itu bertindak cepat juga. Demi melihat Kadiroen, ia langsung meloncat dari tempat duduknya, menabrak Kadiroen sehingga Kadiroen tidak sempat menggunakan revolvernya. Si pencuri seraya berkata dengan murka. Ia marah seperti raksasa.

"Hai, saya tahu kau Mantri Polisi baru. Sekarang kubunuh kau." Kadiroen dengan cepat menghindar ke kanan sehingga tidak tertabrak pencuri. Tetapi Kadiroen segera dipegang pencuri itu sehingga terjadi adu gulat yang ramai antara antara pemuda yang berbadan kuat dengan seorang pencuri besar dan berbadan besar dan kuat juga. Mereka berdua bergantian saling menindih dan gulatnya amat cepat. Istri pencuri itu menjadi ketakutan, ia lari keluar. Kadiroen ingat yang ia kerjakan kali ini adalah perbuatan yang baik. Pada saat itu ia merasa memiliki kekuatan yang luar biasa. Ia bisa sangat lama menindih pencuri itu. Namun Kadiroen juga telah mengetahui dua orang yang disuruh mengambil kerbau itu sudah datang. Yang seorang mengambil kayu galih asam, segera masuk ke rumah, hendak memukul Kadiroen, guna membantu sahabatnya yang tertindih Kadiroen. Kadiroen pura-pura tidak tahu apa-apa. Tetapi pada saat pukulan itu hendak menimpa dirinya, dengan cepat ia meloncat, meninggalkan pencuri yang ia tindih sehingga pukulan yang seharusnya buat dia itu jatuh tepat mengenai kepala pencuri, musuhnya, sampai pingsan. Musuh Kadiroen kini tinggal dua orang. Dengan cepat ia menarik revolvernya. Sambil mengancam dua musuh itu, ia berkata:

“Awas, diam, jangan bergerak. Sebab kalau nekat, akan kutembak kau.” Kedua musuh itu lalu diam. Yang satu dilempari tali oleh Kadiroen, disuruh mengikat pencuri yang sedang pingsan serta satu pencuri lainnya. Habis itu, maka Kadiroen mengikat sendiri pencuri nomor dua itu sehingga Kadiroen dengan gagah berani sudah berhasil menangkap ketiga pencuri yang sangat berbahaya. Sungguh sangat mengherankan. Kadiroen menang karena ia didasari oleh keberanian, keteguhan hati serta cepatnya ia bertindak yang terbawa karena keberanian dan keteguhannya itu.

Maka uang f.25,- itu kembali ke tangan Kadiroen. Sehabis mengatur semuanya yang ada di situ, ia dengan berbagai cara berusaha membangunkan pencuri yang pingsan. Akhirnya ia berhasil juga. Kadiroen segara bertanya nama pencuri yang baru saja siuman dari pingsannya. Namun betapa terkejutnya hati Kadiroen ketika mendengar jawabannya:

“Nama saya Soekari!”

Sekarang ternyata Kadiroen sudah dapat berhasil menangkap mata-mata yang amat dipercaya oleh Tuan Asisten Wedono. Kadiroen menjadi bertambah heran ketika yang dua lainnya memberikan pengakuan; namanya Durachim dan Nojo. Kedua-duanya menjadi saksi dalam perkara "pencurian" ayam si Soekoer. Segera Kadiroen yakin, ketiga orang ini ikut berdosa dalam perkara Soekoer tersebut. Tetapi Kadiroen menjadi khawatir, jangan-jangan ketiga pencuri itu tidak akan mau memberi keterangan tentang hal ini kalau tidak diusahakan suatu hal yang halus. Oleh karena itu ia memanggil istri Soekari dan berkata pada Soekari:

"Hai Soekari, lihatlah binimu ini. Saya tahu, kamu sangat mencintai binimu. Oleh karena itu, jangan sekali-kali mungkir kalau saya tanya, agar kamu tidak mendapat hukuman yang terberat. Dan supaya kamu lekas keluar dari bui, guna meneruskan perkawinanmu dengan binimu."

Soekari menjadi takut kepada Kadiroen sebab ia tahu Kadiroen sangat cerdik, pemberani dan kuat. Ia berjanji akan berterus terang, tidak akan berdusta. Lalu Kadiroen berkata lagi:

“Lihatlah, binimu, tampak susah. Apa kamu tidak kasihan?”

"Saya Tuanku!" Kata Soekari.

“Nah, ingatlah. Pada saat ini bini Soekoer juga sedang dalam kesusahan. Ia sangat berduka. Apa kamu juga tidak kasihan pada bini Soekoer yang didakwa mencuri ayam? Dan juga apa kamu tidak kasihan pada Soekoer yang terdakwa?”

“O, ya Tuanku, sekarang saya merasa, semua itu karena dosa saya. Berilah saya petuah, supaya hati saya menjadi tenteram dan bisa bertobat!”

"Baik, sebelum aku memberikan petuah padamu, ceritakan terlebih dahulu perihal Soekoer!"

Di sini Soekari menjelaskan bahwa dahulu ia sangat membenci Soekoer sebab Soekoer tidak pernah mau memberi uang kepadanya setiap kali ia memintanya. Katanya ia tidak punya. Karena itu, maka Soekari berusaha mencelakakan Soekoer. Waktu Tuan Asisten Wedono sanggup memberi uang f.25,- maka Soekari sangat ingin mendapat uang itu. Dan dia sudah membikin saksi-saksi palsu, yaitu Doerachim dan Nojo, buat menuduh Soekoer sebagai pencuri ayam Tuan Administratur. Sedang bulu-bulu ayam itu, ia ambil dari ayam lain. Dengan cara itu, ia bisa mencelakakan Soekoer sekaligus mendapat uang f.25,-. Cerita Soekari itu dibenarkan oleh Doerachim dan Nojo. Sekarang nyatalah bahwa Tuan Asisten Wedono berbuat kekeliruan sebab mau menangkap pencuri dengan pencuri lain. Sesudah perkara ini menjadi jelas, maka ketiganya bersedia menceritakan perkara itu pada Asisten Wedono supaya Soekoer bisa dilepaskan dari dakwaannya. Sehabis itu, Soekari juga mengaku bahwa dirinya adalah pencuri kerbau Soeket. Lalu Kadiroen berkata:

"Nah, kamu bertiga, ingatlah. Kamu sudah berbuat dosa, sedang menurut peraturan negeri, maka tidak boleh tidak, tentulah kamu harus mendapatkan hukuman. Mengingat kamu sudah berterus terang, tentu hukumanmu bisa diringankan tetapi carilah ketenteraman hatimu sendiri dengan cara bertobat pada Tuhan Allah, percayalah kepada Tuhan Allah dan berbuat baiklah serta tinggalkanlah tingkah lakumu yang sudah-sudah. Dan kalau kamu menurut perintahku, kamu bertiga akan bisa menjadi orang baik sehingga hati dan pikiranmu akan menjaali tenteram."

Petuah-petuah Kadiroen ini merasuk betul dalam hati sanubari ketiga orang yang berbuat jahat itu. Dan akhirnya menjadi kenyataan, sebab sepuluh tahun kemudian, ketiganya telah menjadi orang baik.

Jam lima pagi esoknya. Kadiroen membawa ketiga pencuri itu ke rumah Asisten Wedono. Tetapi di tengah jalan mereka mampir ke rumah Soeket untuk mengembalikan kerbaunya. Dan berkata pada Soeket, bahwa hutangnya yang f.25,- tidak usah dikembalikan sebab uang itu telah dikembalikan oleh pencurinya kepada Kadiroen. Wah, sungguh Soeket bersama anak istrinya menjadi sangat gembira. Ia berkali-kali mengucapkan terima kasih pada Kadiroen, tetapi Kadiroen malah menjawab:

"Baiklah, ucapan terima kasihmu itu kusampaikan saja pada Tuhan Allah. Sebab saya hanya perantara saja untuk membantumu."

Karena teramat gembiranya, istri dan anak Soeket yang sedang sakit menjadi lekas sembuh. Sungguh, perbuatan yang keluar dari niat suci selamanya akan berubah kebaikan. Habis menyelesaikan masalah Soeket, Kadiroen mampir lagi untuk melihat perangkap garangan yang dipasangnya kemarin. Maka senanglah ia sebab garangan yang dimaksud telah masuk perangkap. Jadi, pencuri ayam alias garangan itu juga sudah bisa ditangkap oleh Kadiroen. Sedang ayam biru yang sudah mati dan tinggal bangkainya itu ia bawa sekalian untuk barang bukti.

“Jadi pencuri saya punya ayam sudah tertangkap? Dan ayam saya sudah habis dimakan?" Begitulah Nyonya Administratur bertanya pada Asisten Wedono jam delapan pagi-pagi. Pada saat itu Nyonya dan Tuan Administratur mampir ke rumah Tuan Asisten Wedono. Setelah itu akan langsung pergi ke kota. Tuan Asisten Wedono menjadi sangat bangga sambil memperkenalkan Soekoer yang amat lemah badannya, sangat pucat wajahnya. Karena sudah 24 jam belum mendapat makan dan minum. Pada saat itu Tuan Asisten Wedono berkata

"Ini Nyonya, pencurinya. Tetapi sampai saat ini ia belum juga mau mengaku.”

Lalu Tuan Asisten Wedono menceritakan duduk perkarannya, siapa saksi-saksinya dan sebagainya. Tetapi Tuan Asisten tidak menceritakan perihal mata-mata yang memberikan petunjuk itu sebab Tuan Asisten Wedono berharap supaya dikatakan cerdik. Akan halnya Soekoer yang disiksa, itu pun sama sekali tidak ia katakan. Ketika Nyonya melihat Soekoer yang tampak lemas badannya, ia berkata:

"Kasihan! Betulkah ia pencurinya. Tetapi ia tampak begitu lembek dan pucat seperti sakit. Sungguh kasihan!" begitulah kata Nyonya.

Sebagaimana semua perempuan, Nyonya lebih mengedepankan perasaan terlebih dahulu, barulah ia berpikir. Sebaliknya, seorang laki-laki sering berpikir lebih dahulu, sesudah itu baru mengungkapkan perasaannya. Seorang laki-laki dalam hal mengungkapkan perasaannya, tidak bisa sedemikian cepat dan halus sebagaimana perempuan.

"Ya, toh itu orang salah dan mesti dihukum!" kata Tuan Administratur.

“Nou, Asisten, kamu ada pintar dan ada cepat ini perkara. Nanti di kota, saya akan menceritakan hal ini pada tuan-tuan pembesar."

Baru saja Tuan Administratur berkata yang demikian Kadiroen datang di pendopo, bersama ketiga pencuri yang telah berhasil ia tangkap, serta dengan garangan dan bangkai ayam. Ia mengambil kartu judi dan nomer-nomer seri lima buah lembar uang kertas f.5,- dan ia cocokkan dengan angka-angka seri uang kertas yang dicatat oleh opas hari kemarin. Semua itu akan ditunjukkan sebagai barang bukti.

Melihat orang-orang itu, bangkai ayam, garangan, serta kartu judi yang dibawa Kadiroen, Nyonya dan Tuan Administratur, dan juga Asisten Wedono menjadi heran. Ketiganya meminta supaya Kadiroen menjelaskannya, serta apa maksud dari barang-barang itu semua. Kadiroen menjelaskan semua itu apa adanya. Hanya saja, Kadiroen tidak suka menceritakan perihal Tuan Asisten Wedono yang sudah menyiksa Soekoer sebab ia tidak suka membuka aib Tuan Asisten Wedono kalau tidak ada perlunya. Salah satu dari ketiga pencuri itu juga mengakuinya. Sedang Soekoer yang tidak berdosa dilepaskan dari tahanan.

Tuan dan Nyonya Administratur sangat gembira melihat keberhasilan Kadiroen sebab masih begitu muda, sudah sangat cerdik dan pemberani. Sedang Tuan Asisten Wedono menjadi amat malu.

Di kota peristiwa itu diceritakan kepada para pembesar yang menjadi atasan dua pejabat tersebut. Maka dengan tersiarnya kabar itu, diuruslah masalah Asisten Wedono dan Kadiroen.

Karena kepandaian Kadiroen, tidak begitu lama ia dinaikkan pangkatnya menjadi Asisten Wedono di Onderdistrik Gunung Ayu. Sedang Tuan Asisten Wedono yang besar kepala dan berhati batu dimarahi sehingga menjadi malu.