Showing posts with label Kancil. Show all posts
Showing posts with label Kancil. Show all posts

Friday 12 November 2010

Apakah Kisah Kancil Mengajari Anak Jadi Penipu?? (1)

Apakah Kisah Kancil Mengajari Anak Jadi Penipu?? (1)



Bermulalah kisah pada suatu petang sang kancil yang cerdik bersiar-siar didalam hutan belantara. Sedang ia bersiar-siar tiba-tiba sang kancil telah terjatuh ke jurang yang amat dalam. Ia cuba untuk keluar berkali-kali malangnya tidak berjaya.
Setelah segala usaha yang dilakukan adalah sia-sia, sang kancil pun berfikir;
“Macam mana aku nak keluar dari lubang yang sangat dalam ini”
Setelah lama berfikir namun tiada idea yang bernas untuk sang kancil keluar dari lubang tadi, namun sang kancil tetap tidak mahu berputus asa.
Dalam kebuntuan mencari idea, sang kancil telah terdengar bunyi tapak kaki yang besar.
“Kalau bunyi tapak kaki macamni, ni tak lain, mesti gajah ni!”
Kemudian Sang Kancil mendapat satu idea yang bernas untuk menyelamatkan diri untuk keluar dari lubang.
Kemudian sang gajah yang lalu itupun menegur sang kancil;
“Eh sang kancil, tengah buat apa?” Tanya si Gajah.
“Menyelamatkan diri!”
“Dari apa?” Tanya gajah lagi.
“Dari bahaya, cuba tengok atas, langit nak runtuh, dah hitam” Balas sang kancil.
Gajah yang dungu ini pun terus mempercayai sang kancil bulat-bulat.
“Habis tu macam mana nak selamatkan diri?” Tanya si gajah.
“Masuklah sekali dalam lubang ini, kalau langit runtuh pun selamat kita dekat sini”
Tanpa berfikir panjang sang gajah pun terus melompat ke dalam lubang untuk menyelamatkan dirinya. Kemudian sang kancil pun mengambil kesempatan untuk melompat di atas badan gajah dan terus keluar dari lubang yang dalam itu.
“Haha, padan muka engkau, selamat aku” Kemudian sang kancil pun berlalu pergi meninggalkan sang gajah yang masih terpinga-pinga di dalam lubang tadi”.



Hatiku selembar daun...

Apakah Kisah Kancil Mengajari Anak Jadi Penipu?? (2)

Apakah Kisah Kancil Mengajari Anak Jadi Penipu?? (2)


Siang itu panas sekali. Matahari bersinar garang. Tapi hal itu tidak terlalu dirasakan oleh Kancil. Dia sedang tidur nyenyak di bawah sebatang pohon yang rindang. Tiba-tiba saja mimpi indahnya terputus. "Tolong! Tolong! " terdengar teriakan dan jeritan berulangulang. Lalu terdengar suara derap kaki binatang yang sedang berlari-lari. "Ada apa, sih?" kata Kancil. Matanya berkejap-kejap, terasa berat untuk dibuka karena masih mengantuk. Di kejauhan tampak segerombolan binatang berlari-lari menuju ke arahnya. "Kebakaran! Kebakaran!" teriak Kambing. "Ayo lari, Cil! Ada kebakaran di hutan!"
Memang benar. Asap tebal membubung tinggi ke angkasa. Kancil ketakutan melihatnya. Dia langsung bangkit dan berlari mengikuti teman-temannya. Kancil terus berlari. Wah, cepat juga larinya. Ya, walaupun Kancil bertubuh kecil, tapi dia dapat berlari cepat. Tanpa terasa, Kancil telah berlari jauh, meninggalkan temantemannya. "Aduh, napasku habis rasanya," Kancil berhenti dengan napas terengah-engah, lalu duduk beristirahat. "Lho, di mana binatang-binatang lainnya?" Walaupun Kancil senang karena lolos dari bahaya, tiba-tiba ia merasa takut. "Wah, aku berada di mana sekarang?
Sepertinya belum pernah ke sini." Kancil berjalan sambil mengamati daerah sekitarnya. "Waduh, aku tersesat. Sendirian lagi. Bagaimana ini?" Kancil semakin takut dan bingung. "Tuhan, tolonglah aku." Kancil terus berjalan menjelajahi hutan yang belum pernah dilaluinya. Tanpa terasa, dia tiba di pinggir hutan. Ia melihat sebuah ladang milik Pak Tani. "Ladang sayur dan buahbuahan? Oh, syukurlah. Terima kasih, Tuhan," mata Kancil membelalak. Ladang itu penuh dengan sayur dan buah-buahan yang siap dipanen. Wow, asyik sekali! "Kebetulan nih, aku haus dan lapar sekali," kata Kancil sambil menelan air liurnya. "Tenggorokanku juga terasa kering. Dan perutku keroncongan minta diisi. Makan dulu, ah." Dengan tanpa dosa, Kancil melahap sayur dan buahbuahan yang ada di ladang. Wah, kasihan Pak Tani. Dia pasti marah kalau melihat kejadian ini.
Si Kancil nakal sekali, ya? "Hmm, sedap sekali," kata Kancil sambil mengusap-usap perutnya yang kekenyangan. "Andai setiap hari pesta seperti ini, pasti asyik." Setelah puas, Kancil merebahkan dirinya di bawah sebatang pohon yang rindang. Semilir angin yang bertiup, membuatnya mengantuk. "Oahem, aku jadi kepingin tidur lagi," kata Kancil sambil menguap.
Akhirnya binatang yang nakal itu tertidur, melanjutkan tidur siangnya yang terganggu gara-gara kebakaran di hutan tadi. Wah, tidurnya begitu pulas, sampai terdengar suara dengkurannya. Krr... krr... krrr... Ketika bangun pada keesokan harinya, Kancil merasa lapar lagi. "Wah, pesta berlanjut lagi, nih," kata Kancil pada dirinya sendiri. "Kali ini aku pilih-pilih dulu, ah. Siapa tahu ada buah timun kesukaanku." Maka Kancil berjalan-jalan mengitari ladang Pak Tani yang luas itu. "Wow, itu dia yang kucari!" seru Kancil gembira. "Hmm, timunnya kelihatan begitu segar. Besar-besar lagi! Wah, pasti sedap nih." Kancil langsung makan buah timun sampai kenyang. "Wow, sedap sekali sarapan timun," kata Kancil sambil tersenyum puas. Hari sudah agak siang. Lalu Kancil kembali ke bawah pohon rindang untuk beristirahat.
Pak Tani terkejut sekali ketika melihat ladangnya. "Wah, ladang timunku kok jadi berantakan-begini," kata Pak Tani geram. "Perbuatan siapa, ya? Pasti ada hama baru yang ganas. Atau mungkinkah ada bocah nakal atau binatang lapar yang mencuri timunku?" Ladang timun itu memang benar-benar berantakan. Banyak pohon timun yang rusak karena terinjak-injak. Dan banyak pula serpihan buah timun yang berserakan di tanah. "Hm, awas, ya, kalau sampai tertangkap! " omel Pak Tani sambil mengibas-ngibaskan sabitnya. "Panen timunku jadi berantakan." Maka seharian Pak Tani sibuk membenahi kembali ladangnya yang berantakan. Dari tempat istirahatnya, Kancil terus memperhatikan Pak Tani itu. "Hmm, dia pasti yang bernama Pak Tani," kata Kancil pada dirinya sendiri. "Kumisnya boleh juga. Tebal,' hitam, dan melengkung ke atas. Lucu sekali. Hi... hi... hi.... Sebelumnya Kancil memang belum pernah bertemu dengan manusia.
Tapi dia sering mendengar cerita tentang Pak Tani dari teman-temannya. "Aduh, Pak Tani kok lama ya," ujar Kancil. Ya, dia telah menunggu lama sekali. Siang itu Kancil ingin makan timun lagi. Rupanya dia ketagihan makan buah timun yang segar itu. Sore harinya, Pak Tani pulang sambil memanggul keranjang berisi timun di bahunya. Dia pulang sambil mengomel, karena hasil panennya jadi berkurang. Dan waktunya habis untuk menata kembali ladangnya yang berantakan. "Ah, akhirnya tiba juga waktu yang kutunggu-tunggu," Kancil bangkit dan berjalan ke ladang.
Binatang yang nakal itu kembali berpesta makan timun Pak Tani. Keesokan harinya, Pak Tani geram dan marah-marah melihat ladangnya berantakan lagi. "Benar-benar keterlaluan!" seru Pak Tani sambil mengepalkan tangannya. "Ternyata tanaman lainnya juga rusak dan dicuri." Pak Tani berlutut di tanah untuk mengetahui jejak si pencuri. "Hmm, pencurinya pasti binatang," kata Pak Tani. "Jejak kaki manusia tidak begini bentuknya." Pemilik ladang yang malang itu bertekad untuk menangkap si pencuri. "Aku harus membuat perangkap untuk menangkapnya!" Maka Pak Tani segera meninggalkan ladang.
Setiba di rumahnya, dia membuat sebuah boneka yang menyerupai manusia. Lalu dia melumuri orang-orangan ladang itu dengan getah nangka yang lengket! Pak Tani kembali lagi ke ladang. Orang-orangan itu dipasangnya di tengah ladang timun. Bentuknya persis seperti manusia yang sedang berjaga-jaga. Pakaiannya yang kedodoran berkibar-kibar tertiup angin. Sementara kepalanya memakai caping, seperti milik Pak Tani. "Wah, sepertinya Pak Tani tidak sendiri lagi," ucap Kancil, yang melihat dari kejauhan. "Ia datang bersama temannya. Tapi mengapa temannya diam saja, dan Pak Tani meninggalkannya sendirian di tengah ladang?" Lama sekali Kancil menunggu kepergian teman Pak Tani.
Akhirnya dia tak tahan. "Ah, lebih baik aku ke sana," kata Kancil memutuskan. "Sekalian minta maaf karena telah mencuri timun Pak Tani. Siapa tahu aku malah diberinya timun gratis." "Maafkan saya, Pak," sesal Kancil di depan orang-orangan ladang itu. "Sayalah yang telah mencuri timun Pak Tani. Perut saya lapar sekali. Bapak tidak marah, kan?" Tentu saja orang-orangan ladang itu tidak menjawab. Berkali-kali Kancil meminta maaf. Tapi orangorangan itu tetap diam. Wajahnya tersenyum, tampak seperti mengejek Kancil. "Huh, sombong sekali!" seru Kancil marah. "Aku minta maaf kok diam saja. Malah tersenyum mengejek. Memangnya lucu apa?" gerutunya. Akhirnya Kancil tak tahan lagi.
Ditinjunya orangorangan ladang itu dengan tangan kanan. Buuuk! Lho, kok tangannya tidak bisa ditarik? Ditinjunya lagi dengan tangan kiri. Buuuk! Wah, kini kedua tangannya melekat erat di tubuh boneka itu. "Lepaskan tanganku!" teriak Kancil jengkel. "Kalau tidak, kutendang kau!" Buuuk! Kini kaki si Kancil malah melekat juga di tubuh orangorangan itu. "Aduh, bagaimana ini?" Sore harinya, Pak Tani kembali ke ladang. "Nah, ini dia pencurinya!" Pak Tani senang melihat jebakannya berhasil. "Rupanya kau yang telah merusak ladang dan mencuri timunku." Pak Tani tertawa ketika melepaskan Kancil. "Katanya kancil binatang yang cerdik," ejek Pak Tani. "Tapi kok tertipu oleh orang-orangan ladang. Ha... ha... ha...." Kancil pasrah saja ketika dibawa pulang ke rumah Pak Tani. Dia dikurung di dalam kandang ayam.
Tapi Kancil terkejut ketika Pak Tani menyuruh istrinya menyiapkan bumbu sate. "Aku harus segera keluar malam ini juga" tekad Kancil. Kalau tidak, tamatlah riwayatku." Malam harinya, ketika seisi rumah sudah tidur, Kancil memanggil-manggil Anjing, si penjaga rumah. "Ssst... Anjing, kemarilah," bisik Kancil. "Perkenalkan, aku Kancil. Binatang piaraan baru Pak Tani. Tahukah kau? Besok aku akan diajak Pak Tani menghadiri pesta di rumah Pak Lurah. Asyik, ya?" Anjing terkejut mendengarnya. "Apa? Aku tak percaya!
Aku yang sudah lama ikut Pak Tani saja tidak pernah diajak pergi. Eh, malah kau yang diajak." Kancil tersenyum penuh arti. "Yah, terserah kalau kau tidak percaya. Lihat saja besok! Aku tidak bohong!" Rupanya Anjing terpengaruh oleh kata-kata si Kancil. Dia meminta agar Kancil membujuk Pak Tani untuk mengajaknya pergi ke pesta. "Oke, aku akan berusaha membujuk Pak Tani," janji Kancil. "Tapi malam ini kau harus menemaniku tidur di kandang ayam. Bagaimana?" Anjing setuju dengan tawaran Kancil. Dia segera membuka gerendel pintu kandang, dan masuk.
Dengan sigap, Kancil cepat-cepat keluar dari kandang. "Terima kasih," kata Kancil sambil menutup kembali gerendel pintu. "Maaf lho, aku terpaksa berbohong. Titip salam ya, buat Pak Tani. Dan tolong sampaikan maafku padanya." Kancil segera berlari meninggalkan rumah Pak Tani. Anjing yang malang itu baru menyadari kejadian sebenarnya ketika Kancil sudah menghilang.


Hatiku selembar daun...

Apakah Kisah Kancil Mengajari Anak Jadi Penipu?? (3)

Apakah Kisah Kancil Mengajari Anak Jadi Penipu?? (3)



Pada suatu pagi, Sang Kancil pergi mencari makanan. Sang Kancil ternampak sebatang pokok jambu. Sang Kancil terliur hendak makan buah jambu. Di atas pokok jambu itu, tinggal seekor monyet. Sang Kancil lalu meminta pada Sang Monyet, "Wahai Sang Monyet, berikanlah aku sebiji jambu!"
Tetapi Sang Monyet enggan memberikan buah jambu kepada Sang Kancil. "Kalau engkau mahu makan, engkau panjatlah sendiri," Sang Monyet berkata dengan sombong. Sang Kancil mendapat suatu akal. Sang Kancil membaling monyet itu dengan sebatang kayu kecil.
Apalagi! Marahlah Sang Monyet. Sang Monyet memetik beberapa biji jambu. Sang Monyet segera membaling jambu itu ke arah Sang Kancil. Namun, Sang Kancil pandai mengelak. "Ha! Ha! Ha!" Sang Kancil ketawa. Sang Kancil sangat gembira.
"Engkau kena tipu," kata Sang Kancil kepada Sang Monyet. Sang Monyet terdiam apabila mendengar Sang Kancil berkata begitu."Sekarang aku dapat makan buah jambu," ujar Sang Kancil. Sang Kancil segera makan buah jambu itu. "Pandai sungguh Sang Kancil memperdayakan aku," kata Sang Monyet di dalam hatinya. Sang Monyet berasa malu.




Hatiku selembar daun...

Apakah Kisah Kancil Mengajari Anak Jadi Penipu?? (4)

Apakah Kisah Kancil Mengajari Anak Jadi Penipu?? (4)


Pada zaman dahulu Sang Kancil adalah merupakan binatang yang paling cerdik di dalam hutan. Banyak binatang-binatang di dalam hutan datang kepadanya untuk meminta pertolongan apabila mereka menghadapi masalah. Walaupun ia menjadi tempat tumpuan binatang- binatang di dalam hutan, tetapi ia tidak menunjukkan sikap yang sombong malah sedia membantu pada bila-bila masa saja.

Suatu hari Sang Kancil berjalan-jalan di dalam hutan untuk mencari makanan. Oleh kerana makanan di sekitar kawasan kediaman telah berkurangan Sang Kancil bercadang untuk mencari di luar kawasan kediamannya. Cuaca pada hari tersebut sangat panas, menyebabkan Sang Kancil berasa dahaga kerana terlalu lama berjalan, lalu ia berusaha mencari sungai yang berdekatan. Setelah meredah hutan akhirnya kancil berjumpa dengan sebatang sungai yang sangat jernih airnya. Tanpa membuang masa Sang Kancil terus minum dengan sepuas-puasnya. Kedinginan air sungai tersebut telah menghilangkan rasa dahaga Sang Kancil.

Kancil terus berjalan-jalan menyusuri tebing sungai, apabila terasa penat ia berehat sebentar di bawah pohon beringin yang sangat rendang di sekitar kawasan tersebut. Kancil berkata didalam hatinya "Aku mesti bersabar jika ingin mendapat makanan yang lazat-lazat". Setelah kepenatannya hilang, Sang Kancil menyusuri tebing sungai tersebut sambil memakan dedaun kegemarannya yang terdapat disekitarnya. Apabila tiba di satu kawasan yang agak lapang, Sang Kancil terpandang kebun buah-buahan yang sedang masak ranum di seberang sungai."Alangkah enaknya jika aku dapat menyeberangi sungai ini dan dapat menikmati buah-buahan tersebut" fikir Sang Kancil.

Sang Kancil terus berfikir mencari akal bagaimana untuk menyeberangi sungai yang sangat dalam lagi deras arusnya. Tiba-tiba Sang Kacil terpandang Sang Buaya yang sedang asyik berjemur di tebing sungai. Sudah menjadi kebiasaan buaya apabila hari panas ia suka berjemur untuk mendapat cahaya matahari.Tanpa berlengah-lengah lagi kancil terus menghampiri buaya yang sedang berjemur lalu berkata " Hai sabahatku Sang Buaya, apa khabar kamu pada hari ini?" buaya yang sedang asyik menikmati cahaya matahari terus membuka mata dan didapati sang kancil yang menegurnya tadi "Khabar baik sahabatku Sang Kancil" sambung buaya lagi "Apakah yang menyebabkan kamu datang ke mari?" jawab Sang Kancil "Aku membawa khabar gembira untuk kamu" mendengar kata-kata Sang Kacil, Sang Buaya tidak sabar lagi ingin mendengar khabar yang dibawa oleh Sang Kancil lalu berkata "Ceritakan kepada ku apakah yang engkau hendak sampaikan".

Kancil berkata "Aku diperintahkan oleh Raja Sulaiman supaya menghitung jumlah buaya yang terdapat di dalam sungai ini kerana Raja Sulaiman ingin memberi hadiah kepada kamu semua". Mendengar saja nama Raja Sulaiman sudah menggerunkan semua binatang kerana Nabi Sulaiman telah diberi kebesaran oleh Allah untuk memerintah semua makhluk di muka bumi ini. "Baiklah, kamu tunggu di sini, aku akan turun kedasar sungai untuk memanggil semua kawan aku" kata Sang Buaya. Sementara itu Sang Kancil sudah berangan-angan untuk menikmati buah-buahan. Tidak lama kemudian semua buaya yang berada di dasar sungai berkumpul di tebing sungai. Sang Kancil berkata "Hai buaya sekelian, aku telah diperintahkan oleh Nabi Saulaiman supaya menghitung jumlah kamu semua kerana Nabi Sulaiman akan memberi hadiah yang istimewa pada hari ini". Kata kancil lagi "Beraturlah kamu merentasi sungai bermula daripada tebing sebelah sini sehingga ke tebing sebelah sana".

Oleh kerana perintah tersebut adalah datangnya daripada Nabi Sulaiman semua buaya segera beratur tanpa membantah. Kata Buaya tadi "Sekarang hitunglah, kami sudah bersedia" Sang Kancil mengambil sepotong kayu yang berada di situ lalu melompat ke atas buaya yang pertama di tepi sungai dan ia mula menghitung dengan menyebut "Satu dua tiga lekuk, jantan betina aku ketuk" sambil mengetuk kepala buaya begitulah sehingga kancil berjaya menyeberangi sungai. Apabila sampai ditebing sana kancil terus melompat ke atas tebing sungai sambil bersorak kegembiraan dan berkata" Hai buaya-buaya sekalian, tahukah kamu bahawa aku telah menipu kamu semua dan tidak ada hadiah yang akan diberikan oleh Nabi Sulaiman".

Mendengar kata-kata Sang Kancil semua buaya berasa marah dan malu kerana mereka telah di tipu oleh kancil. Mereka bersumpah dan tidak akan melepaskan Sang Kancil apabila bertemu pada masa akan datang. Dendam buaya tersebut terus membara sehingga hari ini. Sementara itu Sang Kancil terus melompat kegembiraan dan terus meniggalkan buaya-buaya tersebut dan terus menghilangkan diri di dalam kebun buah-buahan untuk menikmati buah-buahan yang sedang masak ranum itu.




Hatiku selembar daun...

Apakah Kisah Kancil Mengajari Anak Jadi Penipu?? (5)

Apakah Kisah Kancil Mengajari Anak Jadi Penipu?? (5)


Ada seekor beruang coklat bertubuh gendut. Ia selalu terpesona mendengar burung- burung bernyanyi riang. Beruang coklat ingin bisa bernyanyi atau bersiul tapi ia tak mampu. Suatu hari ia tersesat di lading
dekat perkampungan. Ia sangat takjub melihat anak gembala meniup seruling dengan suara yang merdu sekali. Beruang kembali masuk hutan dan menceritakan pengalamannya itu kepada kancil. Suatu hari kancil berjalan- jalan. Sampailah ia di rerumpunan pohon bambu. Karena capek ia istirahat di tempat itu.
Tiba- tiba ia mendengar deritan suara bamboo yang cukup merdu walau tak semerdu seruling gembala. Mendengar derit bamboo. Timbul sifat jailnya. Ia punya gagasan gila untuk temannya si beruang.
Berhari- hari kancil mencari beruang. Akhirnya ia temukan juga si beruang yang sedang mandi di sebuah
telaga. “cil! Kita berendam, udara sangat panas nih!” sapa beruang.
“hai beruang…” kata kancil. “kau kan suka musik? Ayo ikut aku, kutunjukkan konser musik alami yang
sangat merdu sekali.
“wah, benarkah, cil? Ayo kita berangkat!”
Dari kejauhan beruang melihat kancil seolah- olah sedang mempermainkan seruling dari bambu.
“Cil, daripada aku melihat, ajarilah aku mempermaikan seruling itu,”kata beruang sambil mendekati
kancil.
“Boleh, julurkan lidahmu, tempelkan ke celah seruling bamboo yang panjang ini,”kata kancil.
Kancil segera bersiul memanggil angin. Tak beberapa lama angin bertiup sepoi-sepoi cukup untuk
menggoyang-goyangkan pohon bamboo. Bamboo berderit, menjerit ujung lidah beruang, beruang menjerit kesakitan untung ia segera mencabut lidahnya. Sadarlah se beruang, kancil sengaja menipunya. Tapi ia tidak marah, sebab derit suara bamboo itu memang terdengar merdu. Begitu merdunya derit suara bamboo itu sehingga membuat beruang terlena dan akhirnya ia tertidur lelap.




Hatiku selembar daun...

Apakah Kisah Kancil Mengajari Anak Jadi Penipu?? (6)

Apakah Kisah Kancil Mengajari Anak Jadi Penipu?? (6)



Pada suatu hari ada seekor kerbau jantan hendak minum air. Kerbau itu berjalan melalui satu lorong menuju ke sungai. Sungai itu agak luas. Airnya cetek aja, jenih dan sejuk. Kerbau itu mengharung air. Air itu hanya setakat lutut sahaja. Kerbau itu menuju ke tengah-tengah sungai kerana air di bahagian tengah sungai lagi jernih. Ketika menghirup air, kerbau terdengar sesuatu di tepi sungai. Kerbau merenung ke arah uara itu. Kerbau ternampak air terhambur naik di tebing sungai.
"Tolong! Tolong! Tolong aku, kerbau!" tiba-tiba terdengar suara dari tepi sungai dekat rimbunan buluh. Kerbau cuba memerhati dan meneliti suara itu. Kerbau ternampak sesuatu berbalam-balam dari jauh seperti batang kelapa ditindih sebatang kayu. Suara meminta tolong terus bergema. Merayu-rayu bunyinya. Kerbau mendekati suara itu. Rupa-rupanya ada seekor buaya ditindih oleh pokok kayu, betul-betul di tengah belakangnya.Oh, buaya! Kenapa ini?" tanya kerbau. "Tolong aku, kerbau! Aku ditimpa oleh pokok yang tumbang. Aku tidak boleh bergerak. Berat sungguh batang kayu ini," jawab buaya. Kerbau kasihan melihat buaya. Kerbau cuba mengangkat kayu itu dengan tanduknya. Apabila batang kayu terangkat, buaya cepat-cepat melepaskan dirinya. Sebaik-baik sahaja kerbau menghumban kayu itu ke bawah, buaya segera menangkapnya.
"Eh, buaya! Kenapa ini?" tanya kerbau apabila dirasai kakinya digigit buaya. "Aku hendak makan kau. Hari ini kau menjadi rezeki aku," jelas buaya sambil menggigit lebih kuat lagi. "Kaulah binatang yang amat jahat dalam dunia ini. Tidak tahu membalas budi. Orang berbuat baik, kau balas jahat," kata kerbau.
"Sepatutnya buat baik dibalas baik. Buat jahat dibalas jahat," sambung kerbau lagi. "Aku tidak peduli," jawab buaya. Kerbau cuba menanduk buaya tetapi buaya menguatkan lagi gigitannya. Kerbau tidak mampu melepaskan diri kerana berada dalam air. Kalau buaya menariknya ke bawah tentulah ia akan lemas. Kerbau merayu supaya buaya tidak membunuhnya. "Janganlah bunuh aku, buaya! Aku pun mahu hidup. Kau makanlah benda lain," kerbau merayu. Tetapi buaya tetap tidak peduli. "Aku boleh melepaskan kau tetapi dengan satu syarat," kata buaya. "Apakah syaratnya?" tanya kerbau. "Kita cuba dapatkan jawapan, betul atau tidak bahawa berbuat baik dibalas baik? Kita tanya apa-apa yang lalu di sini," ujar buaya. "Kalau jawapannya sama sebanyak tiga kali, aku akan bebaskan kau," ujar buaya lagi.
Kerbau bersetuju dengan syarat yang dicadangkan oleh buaya. Mereka bersama-sama menunggu sesiapa sahaja yang lalu atau yang hanyut di dalam sungai itu. Tiba-tiba mereka ternampak sebuah saji yang buruk hanyut. Buaya pun bertanya pada saji. "Saji, betulkah berbuat baik dibalas baik?" tanya buaya. "Tidak betul. Berbuat baik dibalas jahat," jawab saji. Saji menceritakan kisah hidupnya. "Di rumah, aku digunakan untuk menutup makanan. Nasi, lauk, kuih, dan apa-apa sahaja aku lindungi," jelas saji. "Pendek kata, aku banyak menolong dan berbakti kepada tuan aku. Kucing dan tikus tidak boleh mencuri lauk. Aku lindungi," cerita saji. "Tetapi aku amat sedih, apabila aku buruk dan koyak, tidak berdaya lagi menutup makanan, aku dibuang ke sungai," ujar saji. "Itulah sebabnya aku berkata berbuat baik dibalas jahat," saji menamatkan ceritanya dan terus hanyut."Macam mana kerbau? Betul atau tidak apa yang aku kata?" tanya buaya. Kerbau berdiam diri kerana berasa cemas dan sedih. Kerbau berdoa di dalam hati supaya Tuhan menolongnya. "Tuhan tentu akan menolong orang yang baik," kata kerbau dalam hatinya. Tidak lama kemudian, kelihatan sepasang kasut buruk pula hanyut di situ. Sebelah daripada kasut itu tenggelam kerana tapaknya tembus. Tetapi kasut itu bergantung kepada pasangannya dengan tali. Kedua-dua belah kasut itu bersama-sama hanyut. "Hah, itu satu lagi benda hanyut! Kita cuba tanya," kata buaya. "Kasut, betul atau tidak berbuat baik dibalas baik?" tanya buaya. Kerbau berdebar-debar menunggu jawapan kasut. Kalau kasut bersetuju dengan kenyataan itu bererti ia akan selamat. Kalau kasut berkata tidak betul, habislah riwayatnya. "Tidak betul kerana berbuat baik dibalas jahat," jawab kasut. Hancurlah harapan kerbau untuk hidup apabila mendengar kasut memberi jawapan itu. Kasut lalu bercerita.Pada suatu masa lalu, kasut amat disayangi oleh tuannya. Setiap hari kasut dibersihkan dan dikilatkan. Apabila malam, kasut itu disimpan di tempat selamat. Kasut itu juga hanya dipakai oleh tuannya apabila pergi ke bandar sahaja. Kalau tuannya pergi ke tempat berpasir atau berlumpur, kasut itu tidak dipakainya. Tetapi apabila sudah buruk, kasut itu tidak disayangi lagi. Badannya tidak dikilatkan lagi. Kasut itu dibaling ke tepi tangga selepas digunakan. Apabila malam, kasut itu ditinggalkan di halaman rumah. Kasut itu dibiarkan berembun dan berhujan. Ketika itu juga, kasut itu menjadi tempat persembunyian katak puru untuk menangkap nyamuk. Apabila sudah terlalu buruk dan koyak, kasut itu dibuangkan ke dalam sungai. "Itulah sebabnya aku hanyut ke sini," kasut menamatkan ceritanya lalu pergi bersama-sama arus air. "Sudah dua jawapan. Engkau kalah. Tetapi aku bagi satu peluang lagi," kata buaya. "Kalau datang yang ketiga, sama jawapannya, engkau akan menjadi habuanku," jelas buaya kepada kerbau.Ketika kerbau dan buaya menanti kedatangan benda yang ketiga, tiba-tiba datang seekor kancil hendak minum air. Kancil itu pergi ke tebing tempat buaya dan kerbau. Kancil terkejut apabila melihat buaya menggigit kaki kerbau. Kancil melihat air mata kerbau berlinang. Manakala buaya pula kelihatan bengis. "Ada apa kerbau? Kenapa buaya gigit kaki engkau?" tanya kancil. "Mujurlah engkau datang, kancil! Kami sedang menunggu hakim yang ketiga untuk mengadili kami," kata buaya. "Mengapa?" tanya kancil. "Kami bertengkar, berbuat baik adalah dibalas jahat," kata buaya. "Tetapi kenapa kamu gigit kaki kerbau?" tanya kancil. Buaya lalu bercerita mengenai dirinya yang ditindih batang kayu. Kerbau datang menolong. Tetapi buaya tidak mahu membalas perbuatan baik kerbau. Buaya menganggap kerbau itu patut menjadi rezekinya. "Tetapi sebelum aku memberikan keputusan, aku mahu tengok kejadian asalnya," kata kancil. "Mula-mula aku kena tindih batang pokok patah. Batang pokok itu jatuh menimpa belakang aku," jawab buaya. "Boleh aku tengok macam mana pokok itu berada di atas belakang kau?" tanya Kancil. "Macam mana aku hendak tunjukkan, kerbau sudah alihkan batang kayu itu," jawab buaya. "Baiklah! Sekarang engkau pergi duduk tempat asal, tempat engkau kena tindih," ujar kancil. Buaya mengikut sahaja arahan kancil. Buaya melepaskan kaki kerbau lalu duduk dekat batang pokok. "Kerbau! Cuba engkau tunjukkan, bagaimanakah kayu itu berada di atas belakang buaya? Tunjukkan padaku, bagaimanakah caranya engkau mengangkat batang kayu itu?" kancil mengarah seperti hakim. Kerbau melakukan apa yang disuruh oleh kancil. "Cuba engkau bergerak, buaya! Bolehkah kayu itu diangkat?" kancil mengarah buaya. Buaya cuba bergerak dan mengangkat batang pokok itu tetapi tidak berdaya. "Cuba lagi, seperti engkau mula-mula kena tindih," kata kancil. "Up! Up!" bunyi suara buaya cuba mengalih batang pokok. "Kuat lagi! Kuat lagi!" seru kancil.Buaya terus mencuba tetapi tidak berupaya melepaskan diri. Buaya cuba mengumpul kekuatan untuk mengangkat batang kayu itu, tetapi gagal. Ekornya sahaja membedal air tetapi batang kayu tetap itu tidak bergerak. Buaya sudah penat. Kerbau pula menunggu arahan kancil. "Selepas itu apakah yang terjadi?" tanya kancil. "Selepas itu aku datang menolong. Aku mengangkat batang pokok itu. Apabila buaya terlepas, ia gigit kaki aku," jawab kerbau. "Bagaimanakah cara kamu mengangkatnya?" tanya kancil. Kerbau segera mendekati batang pokok itu. Kerbau menundukkan kepala hendak engangkat batang kayu itu. "Sudah! Setakat itu dulu. Aku sudah faham. Jangan angkat kayu itu," kata kancil. "Habis itu macam mana pula dengan buaya? Tentu buaya akan mati," jawab kerbau. "Engkau ini sangat lurus dan jujur, wahai kerbau!" kata kancil. "Biarlah buaya ini mati. Kalau buaya ini hidup, engkau tentu mati. Buaya yang jahat ini patut menerima balasannya kerana tidak tahu membalas budi baik," kata kancil lalu berlari naik ke atas tebing sungai. Buaya bertempik apabila mendengar kata-kata kancil. Buaya tahu ia sudah kena tipu. Buaya membedal ekornya dengan sekuat-kuat hatinya. Air sungai melambung naik. Kerbau segera melompat lalu berlari naik ke atas tebing mengikut kancil. "Jaga, kancil! Kautipu aku. Ingat, kancil! Aku akan makan kau," pekik buaya. Namun, kancil dan kerbau tidak mempedulikan buaya lagi. Kerbau mengucapkan terima kasih kepada kancil. Kedatangan kancil ke tebing sungai itu telah menyelamatkan nyawanya. Buaya sudah menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan jahatnya itu.
"Engkau ini sangat lurus dan jujur, wahai kerbau!" kata kancil. "Biarlah buaya ini mati. Kalau buaya ini hidup, engkau tentu mati. Buaya yang jahat ini patut menerima balasannya kerana tidak tahu membalas budi baik," kata kancil lalu berlari naik ke atas tebing sungai. Buaya bertempik apabila mendengar kata-kata kancil. Buaya tahu ia sudah kena tipu. Buaya membedal ekornya dengan sekuat-kuat hatinya. Air sungai melambung naik. Kerbau segera melompat lalu berlari naik ke atas tebing mengikut kancil. "Jaga, kancil! Kautipu aku. Ingat, kancil! Aku akan makan kau," pekik buaya. Namun, kancil dan kerbau tidak mempedulikan buaya lagi. Kerbau mengucapkan terima kasih kepada kancil. Kedatangan kancil ke tebing sungai itu telah menyelamatkan nyawanya. Buaya sudah menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan jahatnya itu.




Hatiku selembar daun...