Saturday 20 April 2013

Mendikbud lebih baik mengundurkan diri : refleksi dan kritik

Kata mendikbud dalam pikiran saya adalah orang yang berkompeten dalam bidang pendidikan dan memiliki visi yang jelas tentang mau dibawa kemana sistem pendidikan kita. Tulisan ini akan memeriksa mengenai kengototan mendikbud untuk menyelenggarakan ujian nasional walaupun dengan sangat tertatih-tatih.

Poin pertama yang perlu dibahas adalah apakah ujian nasional perlu? Untuk menjawab ini maka saya akan menarik ke akar filosofis tentang makna sekolah itu sendiri. Sekolah adalah tempat bermain, belajar, sosialisasi, pengembangan bakat dan minat, serta wadah untuk mengasah kreatifitas. Celakanya di negeri kita yang tercinta ini definisi sekolah diartikan sangat sempit (sekali) yaitu tempat belajar untuk mendapatkan nilai bagus (biasanya matematika dan ipa) dan kemudian lulus untuk kemudian bisa diterima di sekolah lanjutan lagi yang diatasnya dan begitu seterusnya. Jadi sekolah untuk sekolah. Paradigma sekolah menjadi satu2nya jalan untuk berhasil dalam hidup. Tentu saja pandangan ini dilanggengkan oleh alat atau tool yang bernama ujian nasional atau un. Pengkultusan un inilah yang mengakibatkan siswa, guru dan sekolah berlomba2 menghalalkan segala cara untuk mengkatrol nilai un tersebut. Maka tak heran lagi pada saat mendekati un banyak siswa yang stress, tidak hanya siswanya tapi juga guru2nya terutama kepala sekolahnya untuk mendapatkan citra atau image sekolah unggulan. Kemudian banyak praktek primitif seperti pergi ke kyai atau dukun untuk minta didoain supaya lancar bahkan ada praktek rajah pensil dan pena segala?? Serta rame2 istighotsah sambil menangis histeris. Pemandangan ini bagi saya sungguh sangat tidak sehat dan memprihatinkan. Miris saya melihatnya. Para siswa karena tertekan akhirnya iuran untuk membeli soal entah itu soal asli atau tidak pun mereka tidak tahu. Guru2 bahkan kadang memberi bocoran soal kepada muridnya. Beberapa sekolah mengadakan les atau karantina?? Para kepala sekolah menekan para guru untuk meluluskan seluruh muridnya. Kepala sekolah ditekan oleh kepala dinas pendidikannya. Dan kepala dinasnya ditekan oleh bupatinya dan diancam dipindahkan atau dinonjobkan. Akhirnya, sekali lagi semua carapun dihalalkan. Kalau hal itu yang terjadi bukankah ini yang namanya sandiwara?? Dimanakah letak kejujuran?? Bukankah tanpa ujian nasional, guru dan sekolah justru bisa memberikan assessment yang lebih obyektif terhadap anak muridnya?? Yang menarik adalah un tidak bisa menjawab apakah bisa mengukur kemampuan siswa dalam 3-4 hari dengan alat ukur yang sama tanpa memperhatikan progress harian, keunikan siswa dan kondisi fisik, psikologis, geografis, budaya dan fasilitas serta kualitas tiap sekolah yang berbeda? Anak-anak sekolah 3 tahun ditentukan dalam 3-4 hari adalah sesuatu yang tidak fair. Jika pada waktu ujian anak tersebut kena typhus, mencret, pilek dan tidak bisa mengerjakan soal pada waktu itu hancurlah masa depannya dan perjuangannya selama 3 tahun. Sekolah disini identik dengan stress, tidak nyaman dan rawan gangguan mental. Tidak ada bedanya dengan leprosarium atau asylum atau semacamnya yang menjadikan siswa sebagai obyek penderita dan tidak memiliki hak untuk memilih apalagi hak untuk menjadikan sekolah sebagai tempat istimewa dimasa kanak2 yang seharusnya indah tak terlupakan. Menyedihkan bukan?

Untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman tentang suatu konsep ada baiknya kita memakai pendekatan komparasi. Karena saya tinggal di Australia dan pernah mendapatkan 3 beasiswa dari Australia yaitu ADS, ALA dan Compaqt jadi paling tidak saya tahu sedikit tentang sistem pendidikan di sini, maka saya akan mengambil Australia sebagai pembanding. Di Australia sekolah adalah wajib. Kata wajib memberi implikasi sekolah itu tidak bayar alias free. Mungkin kita akan membayar $45 per tahun atau sekitar 450 ribu tapi itupun sifatnya sukarela untuk beli keperluan sekolah seperti buku2 perpustakaan, alat peraga sekolah dan lain2 dan besarnya ditentukan oleh rapat wali murid dengan pihak sekolah. Kalau sekiranya keberatan, kita cukup bilang ke sekolah dan diwaive alias dibebas gratiskan. Sebagai konsekuensinya, orang tua yang tidak mengirim anaknya sekolah akan berurusan dengan hukum karena dianggap melakukan child abuse (perlakuan salah terhadap anak) karena menghambat hak untuk tumbuh kembang anak. Di sini sekolah dibagi berdasarkan region, artinya tempat tinggal menentukan kemana anak itu akan sekolah. Biasanya sekolah akan menolak jika tempat tinggal calon siswa tidak ada di region atau wilayahnya pada saat registrasi atau pendaftaran. Artinya orang kaya milyuner juga harus bersekolah di area tempat tinggalnya. Ini untuk public school (sekolah negeri) kecuali mereka menyekolahkan anaknya ke private school (sekolah swasta) yang biayanya selangit. Dalam konteks ini masyarakat atau community diajak untuk peduli bangga dan mendukung keberadaan institusi pendidikan di sekitar tempat tinggalnya masing2. Ini berakibat pada meratanya kualitas sekolah di tiap wilayah. Tidak seperti di kampung saya dulu di Demak semua orang berebut masuk SMP 2 dan SMA 1 sementara sekolah lain tidak kebagian murid. Sekolah sangat mudah di sini artinya kita tinggal datang registrasi ditanya umur dan mendapat kelas. Misalnya umur 6 tahun kelas 1 SD, umur 7 tahun kelas 2 SD dan begitu seterusnya tanpa menunjukkan raport atau apapun. Jika kita merasa anak kita mampu kita bisa argue ke sekolah untuk naik ke jenjang lebih tinggi dengan mekanisme khusus. Tapi buat apa? Ini jarang dilakukan karena konsep peer group (kelompok sebaya) dimana anak akan nyaman, aman, senang secara psikologis jika belajar dengan anak seumurnya. Tidak ada tes masuk sekolah! Saya masih ingat anak saya yang sekolah SD di depok harus ditest bisa baca tulis, menghitung dan menghafal doa atau ayat Al Qur'an! Bukannya TK adalah tahapan perkenalan akan dunia pendidikan saja. Jadi lebih baik bermain dan bersosialisasi. Kalau setiap anak harus bisa calistung dan menghapal doa terus apa dong kerjaan guru SD?? Gila... Tapi mau diapain lagi? Belum lagi pekerjaan rumah atau PR yang seabreg. Saya sedih pas lihat anak saya bangun tidur dan bilang, "Papa... Saya belum mengerjakan PR..." Sambil nangis... Sedih banget... Di sini sekolah yang akan mengajarkan baca tulis dengan metode bermain dan pergi ke perpustakaan meminjam buku seminggu sekali yang dia suka. Anak2 akan menceritakan atau sharing di depan teman2nya. PR biasanya selembar itupun seminggu sekali. Di sini sekolah dari jam 08.50 mereka main dengan didampingi gurunya sampai jam 09.10 atau istilah kerennya disupervisi karena salah satu instalasi penting sekolah adalah play ground jadi untuk memastikan tidak ada yang cidera pada waktu bermain. Meskipun sekolah sampai jam 15.15 tapi di sini jam istirahat lama yaitu 1 jam dan ada break 15 menit di pagi hari. Tiap minggu ada yang namanya morning assembly dimana guru2 memberikan merit certificate untuk murid2nya secara bergilir berdasarkan kemampuannya. Misalnya benjamin jago membuat mainan dari barang bekas, eva tulisannya sangat indah atau merelyn suaranya sangat merdu. Mencari, menggali dan mendevelop kemampuan seluruh anak didiknya itulah tugas guru. Di Indonesia anak yang lemah di bidang matematika di bilang goblok. Saya adalah korban sistem pendidikan ini berdiri 1 jam di depan papan tulis dan digoblok2in karena tidak bisa mengerjakan soal matematika, gurunya tidak tahu kalau di kelas saya satu2nya siswa yang tidak punya buku paket karena tidak punya uang untuk membelinya. Saya pada waktu itu shocked! Saya trauma sekali dan benci matematika. Untunglah kakak saya yang namanya Mokhammad Khoiri kuliah di STAN sekarang kerja di Kementerian Keuangan, dengan sabar menemani dan mendukung saya. Meyakinkan bahwa matematika itu indah dan menyenangkan. Dan dia mengatakan bahwa di negeri ini matematika masih dinomorsatukan untuk menjadi nomor satu nilai matematikanya harus bagus itulah peraturannya. Jika kita benci matematika kita tidak akan pernah menjadi nomor satu. Itulah peraturannya. Itulah sistem pendidikan di negeri kita. Sejak saat itu saya berusaha menyenangi pelajaran satu ini dan pada akhirnya pada waktu kelas 3 SMA saya benar dapat ranking 1 dan nilai matematika di raport saya adalah 8. Tapi tahukah saudara betapa lamanya waktu untuk memulihkan trauma tersebut? Jujur saya butuh waktu 5 tahun untuk berdamai dan compromise dengan diri saya. Bahwa kita dianggap bodoh karena tidak bisa mengerjakan soal matematika? Meskipun dengan berjalannya waktu hal itu tidak sepenuhnya benar karena sejatinya tidak ada siswa yang bodoh. Yang ada adalah seseorang pintar pada bidangnya masing2. Mengenai transportasi untuk sekolah terurus rapi. Bus sekolah gratis dengan banyak rute sesuai tempat tinggal kita. Kita tinggal nunggu di halte kalau di OZ namanya bus stop pada jam tertentu begitu pula pulangnya. Sekolah di sini mengajarkan kejujuran honesty; persahabatan friendship; berbagi sharing; dan kerja kelompok team work. Maka mereka paling anti mencontek karena itu dianggap berbohong dan tidak jujur. Murid diajak ke museum untuk belajar sejarah, ke kebun binatang untuk mencintai binatang dan ke taman2 untuk bermain. Ada grandparents day (hari kakek-nenek: kakek nenek datang ke sekolah untuk mendongeng), harmony day (hari kerukunan: mereka memakai baju daerah masing2 simbol keragaman dan toleransi), teddy bear day (hari beruang teddy: mereka membawa teddy bear masing2), superhero day ( hari superhero: mereka membawa baju bebas kaos superhero topeng dsb). Begitu variatif... Tidak ada ujian tiap catur wulan. Semua berjalan sesuai kurikulum. Guru akan berkomunikasi dengan orang tua atau wali murid di awal session tentang kurikulum dan misi apa yang hendak dicapai terkait dengan kurikulum. Di akhir session ada interview dengan orang tua atau wali murid tentang perkembangan studi anak sebagai bahan untuk raport siswa. Lihat! Begitu indah simple dan menyenangkannya sistem pendidikan di sini. Anak yang tidak masuk justru sedih karena tidak bisa bermain dengan teman2nya. Beda dengan di Indonesia yang doktrin nomor satunya kamu tidak masuk akan ketinggalan pelajaran dibanding teman2mu. Setelah lulus SMA atau High School biasanya mereka ada yang melanjutkan ke university jika mereka merasa mampu dan ikut proses seleksi dengan membawa hasil analisis dari sekolahnya. Ada juga yang tahu kemampuannya dan memilih TAFE semacam sekolah tinggi untuk mendapatkan sertifikat 1, 2, 3 atau 4 sesuai dengan minat bakatnya seperti memasak, tukang kayu, tukang listrik, guru paud dan sebagainya yang di indo lebih dikenal dengan program diploma. Mereka yang dari TAFE bisa langsung kerja atau masuk universitas. Artinya program diploma itu bridging atau jembatan ke universitas. Mereka yang tidak punya uang bisa meminjam ke pemerintah untuk kuliah (loan) dan mengembalikannya setelah bekerja. Fair bukan? Jadi tidak ada sekolah untuk stress dan takhayul. Tidak ada un tidak ada masalah bukan? Terus kenapa harus memaksakan un? Apakah karena un adalah lahan basah melibatkan banyak pihak dan uang yang tidak sedikit sebagaimana kementerian agama dengan proyek naik hajinya yang rawan korupsi? Tapi anehnya ujian nasional justru didukung bapak presiden kita sesuai
tweetnya di akun twitter @SBYudhoyono
adalah :
1. Pastikan naskah ujian sampai di 11
propinsi sebelum dimulai UN ditempat itu.
Cek sampai ke kabupaten dan kota.
*SBY*
Bantuan angkatan udara dengan pesawat
TNI AU agar dilanjutkan. Saya sudah
instruksikan ke Panglima TNI dan Kasau
*SBY*
Khusus distribusi naskah UN ke 11 provinsi
ini, pengamanan bahan ujian harus dijaga.
Saya sudah instruksikan ke kapolri. *SBY*
2. Jangan sampai UN untuk tingkat SMP
ada yang terlambat lagi. Semua dicek
kesiapannya sejak sekarang. *SBY*
3. Saya tetap minta dilakukan
pemeriksaan, mengapa ada percetakan
yang terlambat. Masalah teknis atau
penyimpangan? *SBY*.
Benar-benar menyedihkan... Di sini presiden kita juga tidak memiliki keberpihakan terhadap anak. Saya tidak menyalahkan beliau namun seyogyanya menterinya yang harus menyediakan informasi yang lebih tepat dan bernas. Sayang menterinya malah berkata, nanti kalau tidak ada ujian nasional terus bagaimana??? This is a kind of ridiculous statement that showing his ignorance!! Konsep ujian nasional diprotes sejak
2006 tidak ada dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Meski begitu, pemerintah tetap melaksanakan. Ujian nasional kerap dirundung masalah, bahkan tahun ini bisa disebut pelaksanaan terburuk.

Poin yang kedua yang ingin saya sampaikan adalah jika mendikbudnya tidak paham akan filosofi dasar semacam ini mau jadi seperti apa anak2 kita kelak dengan sistem amburadul dam mbelgedes seperti ini. Mendikbud satu ini juga dalam membikin kebijakan selalu aneh2 sudah itu arogan dan otoriter. Pemilihan rektor perguruan tinggi yang sudah dipilih senat universitas bisa berubah karena dia memiliki 35% suara. Ini artinya yang menentukan pemilihan bukan murni senat universitas tapi intervensi mebdikbud karena suara bisa beralih karena 35% tersebut. Yang lebih gilanya lagi bahwa dia mengatakan perkosaan siswi bisa didasarkan suka sama suka???!! Bukannya dia tahu anak di bawah umur 18 tahun sesuai undang2 perlindungan anak dan convention on the rights of the child tidak bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya karena belum cukup nalar karena itu negara wajib melakukan proteksi? Tidak berpanjang lebar ya sebaiknya beliau dengan legowo dan berbesar hati, mundur sajalah... Kasih posisi dan amanat itu bagi yang mampu dan kompeten. Ujian nasional atau un juga sebaiknya dihapus. Sekali lagi ujian nasional tidak ada dasar hukumnya. Tidak melihat keberagaman kualitas dan fasilitas pendidikan tiap daerah serta diskriminasi terhadap orang dengan disabilitas (PWD), misalnya tuna netra yang harus mengerjakan soal yang sama dengan waktu yang sama tanpa adanya accessible tools yang ramah PWD. Pelaksanaan un juga menyedot anggaran negara cukup besar. Untuk pelaksanaan un tahun ini, pemerintah telah menganggarkan dana Rp 600 miliar. Bayangkan, untuk urusan pencetakan dan distribusi soal, Kemendikbub menganggarkan sebesar Rp 94,9 miliar. Dengan keukeuh menyelenggarakan un berarti pemerintah lebih mengedepankan hasil akhir yang bisa didapat dari model karantina dan hapalan sesaat yang justru mengaburkan proses pendidikan itu sendiri. Tidak kalah pentingnya, ujian nasional hanya akan menghilangkan peran guru dan sekolah dalam proses evaluasi anak didiknya. Guru dan sekolah yang lebih tahu perkembangan pendidikan siswanya dan bukan mendikbud. Kasihlah authority buat guru dan sekolah masing2 untuk mendidik dan mengevaluasi para siswanya. Haruskah kita menyesal dulu setelah ada siswa yang malu, depresi dan bunuh diri baru kita sesali?

Stop ujian nasional sekarang juga! Kasihan anak2 kita.

Salam,

Arif

Wagga, 20 April 2013

Arif Rohman
Penulis adalah Phd Student in Social Work at Charles Sturt University Australia

Mendikbud lebih baik mengundurkan diri
Reviewed by Rohimah Nurdin on May 5 2013
Rating: 5

Thursday 29 November 2012

VIRGINITY TESTS & STRAY MARRIAGES: RUMOURS AND REALITIES OF MARRIAGE PRACTICES IN CONTEMPORARY SAMIN SOCIETY (A STUDY OF THE SAMIN PEOPLE OF KLOPODUWUR, BLORA, CENTRAL JAVA)



VIRGINITY TESTS & STRAY MARRIAGES



RUMOURS AND REALITIES OF MARRIAGE PRACTICES IN CONTEMPORARY SAMIN SOCIETY

(A STUDY OF THE SAMIN PEOPLE OF KLOPODUWUR, BLORA, CENTRAL JAVA)



From the mid – 19th century the Samin people have made a contribution to resistance to Dutch colonial rule in rural Java by their non-violence movement and passive resistance (lijdelijk verset). History also notes that they have a unique culture and system of values which reflect their own local wisdom. However, many negative rumours have become widespread regarding this community. This book explores the marriage practices in Samin society and finds out how Samin society gives meaning to these marriage practices. It examines whether the practice of ‘virginity tests’ and ‘stray marriages’ exist in contemporary Samin society. To know the actual marriage practices of the Samin Klopoduwur, the author during his research used a feminist ethnography approach. Reading this book, the author invites us to enter this community and to look up many interesting aspects, such as their cultures, beliefs, customs and local wisdom.





This Book is available at:
































































VIRGINITY TESTS & STRAY MARRIAGES

RUMOURS AND REALITIES OF MARRIAGE PRACTICES IN CONTEMPORARY SAMIN SOCIETY
(A STUDY OF THE SAMIN PEOPLE OF KLOPODUWUR, BLORA, CENTRAL JAVA)




Arif Rohman




Product Details

ISBN
9781291494778
Edition
Second Edition
Published
2 August 2013
Language
English
Pages
60
File Format
ePub
File Size
1.53 MB










Saturday 29 September 2012

DIAMOND HOUSE


DIAMOND HOUSE

CLUBHOUSE SA Inc

 

 

Address:

19 Kilkenny Road

Woodville Park SA 5011

PO Box 264

Kilkenny SA 5009

Ph: 08 8244 5525

Fax: 08 8244 5585


Website: www.clubhouse.org.au

 

 

Tanggal Praktik : 12 - 13 September 2012

 
 

Diamond House menyediakan suatu program rehabilitasi berorientasi pekerjaan untuk saling mendukung, memotivasi, belajar dan tumbuh bersama dengan orang-orang yang sedang memenej pengaruh dari mental illness.

 

Diamond House dibentuk sesudah dibukanya Fountain House di New York pada tahun 1947. Banyak Clubhouse di dunia kemudian mengikuti mangadop standard dari Fountain House.

 

Diamond House memiliki motto : “Suatu tempat yang aman untuk memiliki, bekerja dan kembali”. Diamond House dalam menjalankan kegiatannya bekerja sama dengan International Clubhouse Centre of Development (ICCD) dan Clubhouse Standards serta saat ini memiliki kontrak dengan SA Health – Mental Health Unit. Clubhouse didirikan atas keyakinan bahwa setiap aanggota dapat sembuh kembali dari efek mental illness yang menuju pada kehidupan personal yang menyenangkan.

 

Clubhouse pada dasarnya adalah sebuah program rehabilitasi berbasis masyarakat yang terus meluas dan berkembang. Anggota-anggota Clubhouse didukung dan dimotivasi untuk berpartisipasi dalam menjalankan Clubhouse secara keseluruhan dan terlibat dalaam kegiatan-kegiatan lainnya.

 

Clubhouse memungkinkan anggota-anggotanya untuk :

1.    Saling memiliki

2.    Saling membantu dalam pengelolaan Clubhouse

3.    Saling meningkaatkan pemahaman tentang teamwork dan bagaimana mendelegasikan tugas-tugas dan keterampilan berorganisasi

4.    Saling berbagi kesenangan dengan temaan-teman.

 

Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui Clubhouse yaitu :

1.    Meningkatkan harga diri dan rasa percaya diri pada setiap orang

2.    Memberikan keterampilan-keterampilan yang memungkinkan orang untuk melakukan fungsinya di masyarakat yang lebih luas, baik di pekerjaan maupun sebagai anggota aktif dalam masyarakat.

 

Sekarang ini ada lebih dari 400 Clubhouse di dunia yang menyediakan layanan kepada individu-individu yang bermasalah dengan kesehatan mentalnya.

 

Diamond House secara khusus menawarkan kepada orang-orang serangkaian kegiatan untuk pelatihan dan keterampilan-keterampilan bekerja, yang dikembangkan pada setiap bidang seperti bertugas di dapur, menyiapkan makanan yang bersih, dukungan administrasi, berkebun, keterampilan computer, membersihkan dan merawat rumah dan industri. Seluruh anggota didukung untuk berkenalan kembali dengan keterampilan-keterampilan lama dan belajar keterampilan baru di area yang mereka senangi.

 

 

Diamond House memiliki 2 unit yaitu :

1.    Unit Komunikasi

Unit ini berusaha membantu para anggota untuk memperoleh keterampilan-keterampilan di bidang computer dan resepsionis melalui kesempatan belajar di dalam rumah maupun di tempat kerja.

2.    Unit Keanggotaan

Unit ini memberikan kesempatan bagi para anggotanya untuk belajar keterampilan memasak dan melayani pelanggan di dapur, disamping belajar keterampilan merawat kebun secara umum seperti membabat rumput dan menanam bunga.

 

Diamond House berusaha membantu para anggotanya untuk kembali bekerja dan mendapatkan tambahan uang melalui program transitional employment, supported employment dan independant employment. Transitional Employment Placement (TEP) menyediakan kesempatan-kesempatan untuk usaha dan menjalankan industry secara part time dengan waktu yang dibatasi, umumnya 15-20 jam per minggu untuk durasi 6-9 bulan.

 

Kegiatan lain yang ditawarkan yaitu :

1.    Seni dan puisi

2.    Fungsi-fungsi social

3.    Sosial, rekreasi, dan personal

4.    Pengembangan diri

5.    Catering, serta fungsi-fungsi lainnya.

 

Persyaratan untuk menjadi anggota Diamond House yaitu siapa saja dengan sejarah bermasalah dengan kesehatan mentalnya dan berumur di atas 16 tahun, yang direferral oleh dirinya sendiri, keluarga, teman maupun profesi terkait. Keanggotan Clubhouse sifatnya sukarela dan gratis. Mereka dapat datang sesering mungkin selama mereka membutuhkannya. Clubhouse dijalankan oleh para anggotanya dan untuk para anggotanya sendiri dengan dukungan dari staff yang ada. Clubhouse tidak menyediakan layanan klinis, namun menyediakan akses informasi psikologi dan psikiatri kepada para anggota dan keluarganya. Clubhouse mendukung orang-oraang untuk kembali ke komuniti mereka dengan menyediakan kesempatan untuk menggali opsi-opsi dalam bidang pekerjaan, kesehatan, pendidikan, pelatihan berbasis keterampilan, dan kegiataan-kegiatan social.

 

Saat ini ada sekitar 30-50 orang setiap hari dating untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan di Diamond House. Outreach dilakukan manakala aanggota tidak terlihat di Clubhouse untuk sementara waktu, melalui telpon atau surat. Ini dimaksudkan untuk memberikan dukungan, terutama manakala mereka sedang ada di rumah sakit atau sedang sakit.

 

 

Thursday 27 September 2012

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1997
TENTANG
PENYANDANG CACAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang        :      a.   bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan      
                                       masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 
                                      1945, Penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga 
                                       memiliki kedudukan, hak, kewajiban dan peran yang sama ;
b.      bahwa penyandang cacat secara kuantitas cenderung meningkat dan, oleh karena itu, perlu semakin diupayakan peningkatan kesejahteraan sosial bagi penyandang cacat ;
c.       Bahwa dalam rangka terwujudnya kesamaan kedudukan, hak, kewajiban, dan peran sebagaimana tersebut di atas, dipandang perlu memberikan landasan hukum bagi upaya peningkatan kesejahteraan penyandang cacat di segala aspek kehidupan dan penghidupan dalam suatu undang-undang ;
Mengingat          :     Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 ;
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan       :     UNDANG-UNDANG TENTANG PENYANDANG CACAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1.      Penyandang Cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayakny, yang terdiri dari :
a.       Penyandang cacat fisik ;
b.      Penyandang cacat mental ;
c.       Penyandang cacat fisik dan mental.
2.      Derajat kecacatan adalah tingkat berat ringannya keadaan cacat yang disandang seseorang.
3.      Kesamaan kesempatan adalah keadaan yang memberikan peluang kepada penyandang cacat untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
4.      Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang cacat guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
5.      Rehabilitasi adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan penyandang cacat mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
6.      Bantuan sosial adalah upaya pemberian bantuan kepada penyandang cacat yang tidak mampu yang bersifat tidak tetap, agar mereka dapat meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya.
7.      Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial adalah upaya perlindungan dan pelayanan yang bersifat terus menerus, agar penyandang cacat dapat mewujudkan taraf hidup yang wajar.
BAB II
LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN
Pasal 2
Upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal 3

Upaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 berdasarkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, manfaat kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam penghidupan, hukum, kemandirian, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 4
Upaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 yang diselenggarakan melalui pemberdayaan penyandang cacat bertujuan terwujudnya kemandirian dan kesejahteraan.
BAB III
HAK DN KEWAJIBAN
Pasal 5
Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.

Pasal 6

Setiap penyandang cacat berhak memperoleh :
1.      Pendidikan pada semua satuan, jalur, dan jenjang pendidikan ;
2.      Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya ;
3.      Perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya ;
4.      Aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya ;
5.      Rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan  taraf  kesejahteraan sosial ; dan
6.      Hak yng sm untuk menumbuhkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.
Pasal 7
(1)     Setiap penyandang cacat mempunyai kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2)     Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaksanaannya disesuaikan dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan dan kemampuannya.
Pasal 8
Pemerintah dan/atau masyarakat mengupayakan terwujudnya hak-hak penyandang cacat.
BAB IV
KESAMAAN KESEMPATAN
Pasal 9
Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
Pasal 10
(1)        Kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan dilaksanakan melalui penyediaan aksesibilitas.
(2)        Penyediaan aksesibilitas dimaksudkan untuk menciptakan keadaan dan lingkungan yang lebih menunjang penyandang cacat dapat sepenuhnya hidup bermasyarakat.
(3)        Penyediaan aksesibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diselenggarakn oleh pemerintah dn/atau masyarakat dan dilakukan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.
Pasal 11
Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan pada satuan, jalur, jenis, dn jenjang pendidikan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.

Pasal 12

Setiap lembaga pendidikan memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat sebagai peserta didik pada satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan jenis dan kecacatan serta kemampuannya.

Pasal 13

Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.

Pasal 14

Perusahaan negara dan swasta memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat dengan mempekerjakan penyandang cacat di perusahaannya sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya, pendidikan, dan kemampuannya, yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah karyawan dan/atau kualifikasi perusahaan.

Pasal 15

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 12, dan Pasal 14 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
UPAYA
Pasal 16
Pemerintah dan/atau masyarakat menyelenggarakan upaya ;
1.      Rehabilitasi ;
2.      Bantuan sosial ;
3.      Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
Pasal 17
Rehabilitasi diarahkan untuk memfungsikan kembali dan mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosial penyandang cacat agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sesuai dengan bakat, kemampuan, pendidikan, dan pengalaman.

Pasal 18

(1)     Rehabilitasi dilaksanakan pada fasilitas yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2)     Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rehabilitasi medik, pendidikan, pelatihan, dan sosial.
(3)     Ketentuan mengenai penyelenggaraan rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
Bantuan sosial yang dimaksud untuk mambantu penyandang cacat agar dapat berusaha meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya.

Pasal 20

(1)     Bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 diberikan kepada :
a.       Penyandang cacat yang tidak mampu, sudah direhabilitasi, dan belum bekerja ;
b.      Penyandang cacat yang tidak mampu, belum direhabilitasi, memiliki keteram[pilan, dan belum bekerja
(2)     Ketentuan mengenai bentuk, jumlah, tata cara, dan pelaksanakan pemberian bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 21
Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial diarahkan pada pemberian perlindungan dan pelayanan agar penyandang cacat dapat memelihara taraf hidup yang wajar.

Pasal 22

(1)     Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 diberikan kepada penyandang cacat yang derajat kecacatannya tidak dapat direhabilitasi dan kehidupannya bergantung pada bantuan orang lain.
(2)     Ketentuan mengenai bentuk, tata cara, dan syarat-syarat pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
PEMBINAAN DAN PERAN MASYARKAT
Pasal 23
(1)     Pemerintah dan masyarakat melakukan pembinaan terhadap upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat.
(2)     Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup segala aspek kehidupan dan penghidupan.
Pasal 24
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap upaya peningkatan keejahteraan sosial penyandang cacat melalui penetapan kebijakan, perijinan, dan pengawasan.

Pasal 25

(1)     Masyarakat melakukan pembinaan melalui berbagai kegiatan dalam upaya penningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat.
(2)     Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan dalam upaya peningkatan kesejahteran sosial penyandang cacat.
Pasal 26
Ketentuan mengenai pembinaan dan peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 dan Pasal 25 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 27

(1)     Pemerintah memberikan penghargaan kepada perusahaan yang mempekerjakan penyandang cacat.
(2)     Penghargaan diberikan juga kepada lembaga, masyarakat, dan/atau perseorangan yang berjasa dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat.
(3)     Ketentuan pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 28
(1)     Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap Pasal 14 diancam dengan pidana kurungan slama-lamanya 6 (enam) bulan dan/atau pidana denda setinggi-tingginya Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2)     Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pda ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB VIII
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 29
(1)     Barang siapa tidak menyediakan aksesibilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 atau tidak memberikn keempatan dan perlakuan yang sama bagi penyndang cacat sebagai peserta didik pada satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dikenakan sanksi administrasi.
(2)     Bentuk, jenis, dan tata cara pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 30
Dengan berlakunya Undang-undang ini, semua peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penyandang cacat yang telah ada, msih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum atau diubah berdasarkan Undang-undang ini.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerinthkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
                                                                                                                                                                        Disahkan di Jakarta
                                                                                              Pada tanggal 28 Februari 1997
                                                                              PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
                                                                                                            Ttd
                                                                                                S O E H A R T O
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 28 Februari 1997
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
                  REPUBLIK INDONESIA
                                    Ttd
                     M O E R D I O N O

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1997 NOMOR 9

Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Hukum
Dan Perundang-undangan
Ttd

Lambock V. Nahattands

Salinan sesuai dengan salinan aslinya
DEPARTEMEN SOSIAL RI
Kepala Biro Hukum,
Ttd
Sri Kusniati, SH
NIP. 170005272







PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1997
TENTANG
PENYANDANG CACAT
UMUM
Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang materiel dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam Wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tentram, tertib, dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersatu, tertib, dan damai.
Pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila yang mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa diselenggarakan bersama oleh masyarakat dan Pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan Pemerintah berkewajiban mengarahkan, membimbing, melindungi serta menumbuhkan suasana yang menunjang. Kegiatan masyarakat dan kegiatan Pemerintah saling menunjang, saling mengisi dan saling melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan nasional.
Sebagai warga negara Indonesia, kedudukan, hak, kewajiban, dan peran penyandang cacat adalah sama dengan warga negara lainnya. Oleh karena itu, peningkatan peran para penyandang cacat dalam pembangunan nasional sangat penting untuk mendapat perhatian dan didayagunakan sebagai mana mestinya.
Hingga saat ini sarana dan upaya memberikan perlindungan hukum terhadap kedudukan, hak, kewajiban, dan peran para penyandang cacat telah dilakukan melalui berbagai peraturan perundang-undangan, yaitu yang mengatur masalah ketenagakerjaan, pendidikan nasional, kesehatan, kesejahteraan sosial, lalu lintas dan angkutan jalan, perkeretaapian, pelayaran, penerbangan, dan kepabeanan.
Namun demikian, upaya perlindungan saja belumlah memadai ; dengan pertimbangan bahwa jumlah penyandang cacat akan meningkat pada masa yang akan datang, masih diperlukan lagi sarana dan upaya lainnya terutama dengan penyedian sarana untuk memperoleh kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, khususnya dlam memperoleh pendidikan dan pekerjaan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosialnya. Yang dimaksud dengan kesejahteraan sosial dalam Undang-undang ini adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiel maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan uasaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak dan kewajiban warga negara sesuai dengan Pancasila. Oleh karena itu, sesuai dengan ketentuan mengenai kedudukan, hak, dan kewajiban warga negara sebagaimana dimaksud dalan Undang-Undang Dasar 1945 perlu dilakukan upaya-upaya yang lebih memadai, terpadu, dan berkesinambungan guna mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan penyandang cacat.
Kesempatan untuk mendapatkan kesamaan kedudukan, hak,  dan kewajiban bagi penyandang cacat hanya da[pat diwujudkan jika tersedia aksesibilitas, yaitu suatu kemudahan bagi penyandang cacat untuk mencapai kesamaan kesempatan dalam memperoleh kesamaan kedudukan, hak, dan kewajiban sehingga perlu diadakan upaya penyediaan aksesibilitas bagi penyandang cacat. Dengan upaya dimaksud, diharapkan penyandang cacat dapat berintegrasi secara total dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya serta meningkatkan kesejahteraan sosial penyandang cacat pada khususnya.
Penyelenggaraan upaya peningkatan kesejahteraan sosial yang antara lain dilaksanakan melaui kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat hakekatnya menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah, masyarakat, keluarga, dan penyandang cacat sendiri. Oleh karena itu diharapkan semua unsur tersebut berperan ktif untuk mewujudkannya. Dengan kesamaan kesempatan tersebut diharapkan pr penyandang cct dapat melaksanakan fungsi sosialnya dalam arti mampu berintegrasi melalui komunikasi dan interaksi secara wajar dalam hidup bermasyarakat.
Kesamaan kesempatan dilaksanakan melaui penyediaan aksesibilitas baik Pemerintah maupun masyarakat, yang dalam pelaksanaannya disertai dengan upaya peningkatan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat terhadap keberadaan penyandang cacat, yang merupkan unsur penting dalam rangka pemberdayaan penyandang cacat.
Berdasarkan hal tersebut, Undang-undang ini disusun dengan meletakkan masalah penyelenggaraan upaya peningkatan kesejahteraan sosial dan kesamaan kesempatan sebagai materi pokok.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
         Angka 1
                  Cukup jelas
         Angka 2
                  Cukup jelas
         Angka 3
                  Cukup jelas
         Angka 4
                  Cukup jelas
         Angka 5
                  Cukup jelas
         Angka 6
                  Cukup jelas
         Angka 7
                  Cukup jelas
Pasal 2
         Cukup jelas
Pasal 3
         Cukup jelas
Pasal 4
         Cukup jelas
Pasal 5
         Yang dimaksud dengan penyandang cacat adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 terdiri dari :
a.       cacat fisik adalah kecacatan yang mengakibatkan ganguan pada fungsi tubuh antara lain gerak tubuh, penglihatan, pendengaran, dan kemampuan bicara;
b.      cacat mental adalah kelainan mental dan/atau tingkah laku, baik cacat bawaan maupun akibat dari penyakit;
c.       cacat fisik dan mental adalah keadaan seseorang yang menyandang dua jenis kecacatan sekaligus.
Yang dimaksud dengan aspek kehidupan dan penghidupan dalam Pasal ini meliputi antara lain aspek agama, kesehatan, pendidikan, sosial, ketenagakerjaan, ekonomi, pelayanan umum, hukum, budaya, politik, pertahanan keamanan, oleh raga, rekreasi, dan informasi.
Pasal 6
         Angka 1
                  Cukup jelas
         Angka 2
                  Cukup jelas
         Angka 3
                  Cukup jelas
         Angka 4
                  Cukup jelas
         Angka 5
                  Cukup jelas
         Angka 6
                  Ketentuan ini dimaksud agar penyandang cacat akan memperoleh :
a.       hak untuk hidup menjalani sepenuhnya kehidupan kanak-kanak, dalam suatu keadaan yang memungkinkan dirinya meningkatkan martabat dan kepercayan diri, serta mampu berperan ktif dalam masyarakat;
b.      hak untuk meningkatkan perlakuan dan pelyanan secara wajar baik dalam lingkungan keluarga mupun masyarakat.
c.       Hak untuk sedini mungkin mendapatkan akses pendidikan, latihan, peterampiln, perawatan kesehatan, rehabilitasi, dan rekreasi sehingga mampu mandiri dan menyatu dalam masyarakat.
Pasal 7
         Ayat (1)
                  Cukup jelas
         Ayat (2)
                  Cukup jelas
Pasal 8
         Cukup jelas
Pasal 9
         Cukup jelas
Pasal 10
         Ayat (1)
               Penyedian aksesibilitas bgi penyandang cacat diupayakan berdasarkan kebutuhan penyandang cacat sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan serta standar yang ditentukan.
               Standarisai yang berkenan dengan aksesibilitas ditetapkan oleh instansi yang berwenang.Penyediaan aksesibilitas dapat berupa fisik dan non fisik, antara lain sarana dan prasarana umum serta informasi yang diperlukan bagi penyandang cacat untuk memperoleh kesamaan kesempatan.
         Ayat (2)
               Ketentuan ini dimaksudkan agar penyandang cacat dapat memperoleh dan memanfaatkan kesamaan kesempatan seperti anggota masyarakat lainnya dalam berbagai aspek kehidupan dan penghidupan sehingga dapat menunjang mobilitas dan kemndirian penyandang cacat.
         Ayat (3)
               Cukup jelas
Pasal 11
         Ketentuan ini mempertegas hak dan kewajiban yang sama bagi penyandang cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-undang ini yang berkaitan dengan bidang pendidikan.
Pasal 12
         Perlakuan yang sama diharapkan penyandang cacat sebagi peserta didik mendapatkan kesamaan perlaukan sebagimana peserta didik lainnya, termasuk di dalamnya perlakuan untuk      mendapatkan sarana dan prasarana pendidikan. Sedangkan yang dimaksud satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan adalah sebagimana diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pasal 13
         Ketentuan ini mempertegas hak dan kesempatan yang sama bagi penyandang cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-undang ini yang berkaitan dengan bidang ketenagakerjaan.
Pasal 14
         Perusahaan negara meliputi badan usaha negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD), sedangkan perusahaan swasta termasuk didalamnya koperasi.
         Perusahaan harus mempekerjaan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang cacat yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang bersangkutan, untuk setiap 100 (seratus) orang karyawan.
         Perusahaan yang menggunakan teknologi tinggi harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang cacat yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang bersangkutan walaupun jumlah karyawannya kurang dari 100 (seratus) orang.
         Perlakuan yang sama diartikan perlakuan yang tidak diskriminatif termasuk di dalamnya kesamaan pengupahan untuk pekerjaan dan jabatan yang sama.
Pasal 15
         Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam Pasal ini diupayakan dalam waktu tidak terlalu lama sudah dapat diundangkan.
         Mengenai penyedian aksesibilitas khususnya sarana dan prasarana umum yang sebelum diundangkannya Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya belum ada, diberikan kesempatan mengadakan penyesuaian dengan ketentuan Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Peraturan Pemerintah diundangkan.
Pasal 16
         Cukup jelas
Pasal 17
         Yang dimaksud dengan fungsi sosial adalah kemampuan dan peran seseorang untuk berintegrasi melalui komunikasi dan interaksi dalam hidup bermasyarakat secara wajar.
Pasal 18
         Ayat (1)
                  Yang dimaksud dengan fasilitas dalam ayat ini adalah sarana dan prasarana pelayanan rehabilitasi, misalnya panti sosial, balai latihan kerja, rumah sakit, dan unit rehabilitasi sosial keliling.
         Ayat (2)
                  Rehabilitasi medik adalah kegiatan pelayanan kesehatan secara utuh dan terpadu melalui tindakan medik agar dapat mencapai kemampuan fungsional semaksimal mungkin.
                  Rehabilitasi pendidikan adalah kegiatan pelayanan pendidikan secara utuh dan terpadu melalui proses belajar mengajar agar dapat mengikuti pendidikan secara optimal sesuai dengan bakat, minat, kemampuannya.
                  Rehabilitasi pelatihan adalah kegiatan pelayanan pelatihan secara utuh dan terpadu agar penyandang cacat dapat memiliki keterampilan kerja sesuai dengan bakat dan kemmpuannya.
                  Rehabilitasi sosial adalah kegiatan pelayanan sosial secara utuh dan terpadu melalui pendekatan fisik, mental, dan sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara optimal dalam hidup bermasyarakat.
         Ayat (3)
                  Cukup jelas
Pasal 19
         Bantuan sosial dapat berbentuk materiel, finansial, fasilitas pelayanan, dan informasi yang bersifat mendidik dan mendorong tumbuhnya kesadaran dan tanggung jawab sosial penyandang cacat. Bantuan sosial ini diberikan sewaktu-waktu dengan maksud dan tujuannya.
Pasal 20
         Ayat (1)
                  Cukup jelas
         Ayat (2)
                  Cukup jelas
Pasal 21
         Perlindungan dan pelayanan sosial dalam Psal ini dapat dilaksanakan melalui keluarganya, keluarga pengganti, panti sosial, dan organisasi sosial yang merawat penyandang cacayt tersebut.
Pasal 22
         Ayat (1)
                  Cukup jelas
         Ayat (2)
                  Cukup jelas
Pasal 23
         Ayat (1)
                  Pembinaan adalah kegitn untuk mengrahkan agar upaya peningktan kesejahteraan sosial penyandang cacat dapt dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kebijakan Pemerintah.
         Ayat (2)
                  Pembinaan pada segala aspek kehidupan dan penghidupandilaksanakan agar penyandang cact dapat hidup mandiri dn sejahtera. Khususnya pada aspek agama diarahkan pda peningkatan penghayatan dn pengamalan nilai-nilai spiritual.
Pasal 24
         Pembinan melalui perijinan dan pengawasan dalam Pasal ini mencakup pula evaluasi dn pengendalian terhadap kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi sosial yang menerima bantuan, baik dari dalam maupun luar negeri, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 25
         Ayat (1)
                  Pembinaan oleh masyarakat dilaksanakan sesuai dengan lingkup kegiatan yang dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan Pemerintah.
         Ayat (2)
                  Peran masyarakat dapat berbentuk sumbangan pemikiran, tenaga, sarana dan prasarana, dana, dan lain-lain.
Pasal 26
         Cukup jelas
Pasal 27
         Ayat (1)
                  Cukup jelas
         Ayat (2)
                  Yang dimaksud dengan lembaga pada ayat ini adalah lembaga Pemerintah dan lembaga masyarakat.
         Ayat (3)
                  Cukup jelas
Pasal 28
         Ayat (1)
                  Cukup jelas
         Ayat (2)
                  Cukup jelas
Pasal 29
         Ayat (1)
                  Cukup jelas
         Ayat (2)
                  Bentuk sansi administrasi dapat berupa teguran, baik lisan maupun tulisan, dan denda administrasi, yang pelaksanaannya dilakukan oleh instansi yang berwenang.
Pasal 30
         Cukup jelas
Pasal 31
         Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3670