Kisah tentang seorang gadis kecil yang cantik yang memiliki
sepasang bola mata yang indah dan hati yang lugu polos. Dia adalah
seorang yatim piatu dan hanya sempat hidup di dunia ini selama
delapan tahun. Satu kata terakhir yang ia tinggalkan adalah 'saya
pernah datang dan saya sangat penurut'.Anak ini rela melepaskan
pengobatan, padahal sebelumnya dia telah memiliki dana pengobatan
sebanyak 540.000 dolar yang didapat dari perkumpulan orang Chinese
seluruh dunia. Dia membagi dana tersebut menjadi tujuh bagian,
yang dibagikan kepada tujuh anak kecil yang juga sedang berjuang
menghadapi kematian, dan dia rela melepaskan pengobatannya.Begitu
lahir dia sudah tidak mengetahui siapa orang tua kandungnya. Dia
hanya memiliki seorang papa yang mengadopsinya.
Papanya berumur 30 tahun yang bertempat tinggal di provinsi She
Cuan kecamatan Suang Liu, kota Sang Xin Zhen Yun Ya Chun Er Cu.
Karena miskin, maka selama ini ia tidak menemukan pasangan
hidupnya. Kalau masih harus mengadopsi anak kecil ini, mungkin
tidak ada lagi orang yang mau dilamar olehnya.
Pada tanggal 30 November 1996, tgl 20 bln 10 imlek, adalah saat
dimana papanya menemukan anak kecil tersebut diatas hamparan
rumput, disanalah papanya menemukan seorang bayi kecil yang sedang
kedinginan. Pada saat menemukan anak ini, di dadanya terdapat
selembar kartu kecil tertulis, 20 November jam 12. Melihat anak
kecil ini menangis dengan suara tangisannya sudah mulai melemah,
papanya berpikir kalau tidak ada orang yang memperhatikannya, maka
kapan saja bayi ini bisa meninggal. Dengan berat hati papanya
memeluk bayi tersebut, dengan menghela nafas dan berkata, "Saya
makan apa, maka kamu juga ikut apa yang saya makan". Kemudian
papanya memberikan dia nama Yu Yuan.
Ini adalah kisah seorang pemuda yang belum menikah yang
membesarkan seorang anak, tidak ada ASI dan juga tidak mampu
membeli susu bubuk, hanya mampu memberi makan bayi tersebut dengan
air tajin (air beras). Maka dari kecil anak ini tumbuh menjadi
lemah dan sakit- sakitan. Tetapi anak ini sangat penurut dan
sangat patuh. Musim silih berganti, Yu Yuan pun tumbuh dan
bertambah besar serta memiliki kepintaran yang luar biasa. Para
tetangga sering memuji Yu Yuan sangat pintar walaupun dari kecil
sering sakit-sakitan dan mereka sangat menyukai Yu Yuan.
Ditengah ketakutan dan kecemasan papanya, Yu Yuan pelan-pelan
tumbuh dewasa. Yu Yuan yang hidup dalam kesusahan memang luar
biasa.
Mulai dari umur lima tahun, dia sudah membantu papa mengerjakan
pekerjaan rumah, mencuci baju, memasak nasi, dan memotong rumput.
Setiap hal dia kerjakan dengan baik. Dia sadar dia berbeda dengan
anak-anak lain. Anak-anak lain memiliki sepasang orang tua,
sedangkan dia hanya memiliki seorang papa. Keluarga ini hanya
mengandalkan dia dan papa yang saling menopang. Dia harus menjadi
seorang anak yang penurut dan tidak boleh membuat papa menjadi
sedih dan marah. Pada saat dia masuk sekolah dasar, dia sendiri
sudah sangat mengerti, harus giat belajar dan menjadi juara di
sekolah.
Inilah yang bisa membuat papanya yang tidak berpendidikan menjadi
bangga di desanya.
Dia tidak pernah mengecewakan papanya, dia pun bernyanyi untuk
papanya. Setiap hal yang lucu yang terjadi di sekolahnya
diceritakan kepada papanya. Kadang-kadang dia bisa nakal dengan
mengeluarkan soal-soal yang susah untuk menguji papanya. Setiap
kali melihat senyuman papanya, dia merasa puas dan bahagia.
Walaupun tidak seperti anak-anak lain yang memiliki mama, tetapi
bisa hidup bahagia dengan papa, ia sudah sangat berbahagia.
Mulai dari bulan Mei 2005 Yu Yuan mulai mengalami mimisan. Pada
suatu pagi saat Yu Yuan sedang mencuci muka, ia menyadari bahwa
air cuci mukanya sudah penuh dengan darah yang ternyata berasal
dari hidungnya. Dengan berbagai cara tidak bisa menghentikan
pendarahan tersebut sehingga papanya membawa Yu Yuan ke puskesmas
desa untuk disuntik. Tetapi sayangnya dari bekas suntikan itu juga
mengeluarkan darah dan tidak mau berhenti. Di pahanya mulai
bermunculan bintik- bintik merah. Dokter tersebut menyarankan
papanya untuk membawa Yu Yuan ke rumah sakit untuk diperiksa.
Begitu tiba di rumah sakit, Yu Yuan tidak mendapatkan nomor karena
antrian sudah panjang. Yu Yuan hanya bisa duduk sendiri di kursi
yang panjang untuk menutupi hidungnya.
Darah yang keluar dari hidungnya bagaikan air yang terus mengalir
dan memerahi lantai. Karena papanya merasa tidak enak kemudian
mengambil sebuah baskom kecil untuk menampung darah yang keluar
dari hidung Yu Yuan. Tidak sampai sepuluh menit, baskom yang kecil
tersebut sudah penuh berisi darah yang keluar dari hidung Yu Yuan.
Dokter yang melihat keadaan ini cepat-cepat membawa Yu Yuan untuk
diperiksa. Setelah diperiksa, dokter menyatakan bahwa Yu Yuan
terkena Leukimia ganas. Pengobatan penyakit tersebut sangat mahal
yang memerlukan biaya sebesar $ 300.000. Papanya mulai cemas
melihat anaknya yang terbaring lemah di ranjang. Papanya hanya
memiliki satu niat yaitu menyelamatkan anaknya. Dengan berbagai
cara meminjam uang ke sanak saudara dan teman dan ternyata, uang
yang terkumpul sangatlah sedikit. Papanya akhirnya mengambil
keputusan untuk menjual rumahnya yang merupakan harta satu
satunya. Tapi karena rumahnya terlalu kumuh, dalam waktu yang
singkat tidak bisa menemukan seorang pembeli. Melihat mata papanya
yang sedih dan pipi yang kian hari kian kurus, dalam hati Yu Yuan
merasa sedih.
Pada suatu hari Yu Yuan menarik tangan papanya, air mata pun
mengalir dikala kata-kata belum sempat terlontar. "Papa, saya
ingin mati". Papanya dengan pandangan yang kaget melihat Yu Yuan,
"Kamu baru berumur 8 tahun kenapa mau mati?". "Saya adalah anak
yang dipungut, semua orang berkata nyawa saya tak berharga,
tidaklah cocok dengan penyakit ini, biarlah saya keluar dari rumah
sakit ini."
Pada tanggal 18 Juni, Yu Yuan mewakili papanya yang tidak mengenal
huruf, menandatangani surat keterangan pelepasan perawatan. Anak
yang berumur delapan tahun itu pun mengatur segala sesuatu yang
berhubungan dengan pemakamannya sendiri. Hari itu juga setelah
pulang ke rumah, Yu Yuan yang sejak kecil tidak pernah memiliki
permintaan, hari itu meminta dua permohonan kepada papanya. Dia
ingin memakai baju baru dan berfoto. Yu Yuan berkata kepada
papanya, "Setelah saya tidak ada, kalau papa merindukan saya
lihatlah foto ini".
Hari kedua, papanya menyuruh bibi menemani Yu Yuan pergi ke kota
dan membeli baju baru. Yu Yuan sendirilah yang memilih baju yang
dibelinya. Bibinya memilihkan satu rok yang berwarna putih dengan
corak bintik-bintik merah. Begitu mencoba dia tidak rela
melepaskannya. Kemudian mereka bertiga tiba di sebuah studio foto.
Yu Yuan kemudian memakai baju barunya dengan pose secantik mungkin
berjuang untuk tersenyum. Bagaimanapun ia berusaha tersenyum, pada
akhirnya juga tidak bisa menahan air matanya yang mengalir keluar.
Kalau bukan karena seorang wartawan Chuan Yuan yang bekerja di
surat kabar Cheng Du Wan Bao, Yu Yuan akan seperti selembar daun
yang lepas dari pohon dan hilang ditiup angin. Setelah mengetahui
keadaan Yu Yuan dari rumah sakit, Chuan Yuan kemudian menuliskan
sebuah laporan, menceritakan kisah Yu Yuan secara detail. Cerita
tentang anak yang berumur 8 tahun mengatur pemakamannya sendiri
dan akhirnya menyebar ke seluruh kota Rong Cheng.
Banyak orang-orang yang tergugah oleh seorang anak kecil yang
sakit ini, dari ibu kota sampai satu negara bahkan sampai ke
seluruh dunia. Mereka mengirim email ke seluruh dunia untuk
menggalang dana bagi anak ini. Dunia yang damai ini menjadi suara
panggilan yang sangat kuat bagi setiap orang. Hanya dalam waktu
sepuluh hari, dari perkumpulan orang Chinese di dunia saja telah
mengumpulkan 560.000 dolar. Biaya operasi pun telah tercukupi.
Titik kehidupan Yu Yuan sekali lagi dihidupkan oleh cinta kasih
semua orang. Setelah itu, pengumuman penggalangan dana dihentikan
tetapi dana terus mengalir dari seluruh dunia. Dana pun telah
tersedia dan para dokter sudah ada untuk mengobati Yu Yuan. Satu
demi satu gerbang kesulitan pengobatan juga telah dilewati. Semua
orang menunggu hari suksesnya Yu Yuan. Ada seorang teman di email
bahkan menulis, "Yu Yuan, anakku yang tercinta. Saya mengharapkan
kesembuhanmu dan keluar dari rumah sakit. Saya mendoakanmu cepat
kembali ke sekolah. Saya mendambakanmu bisa tumbuh besar dan
sehat.
Pada tanggal 21 Juni, Yu Yuan yang telah melepaskan pengobatan dan
menunggu kematian akhirnya dibawa kembali ke ibu kota. Dana yang
sudah terkumpul, membuat jiwa yang lemah ini memiliki harapan dan
alasan untuk terus bertahan hidup. Yu Yuan akhirnya menerima
pengobatan dan dia sangat menderita di dalam sebuah pintu kaca
tempat dia berobat. Yu Yuan kemudian berbaring di ranjang untuk
diinfus. Ketegaran anak kecil ini membuat semua orang kagum
padanya.
Dokter yang menangani dia, Shii Min berkata, dalam perjalanan
proses terapi akan mendatangkan mual yang sangat hebat.
Pada permulaan terapi Yu Yuan sering sekali muntah. Tetapi Yu Yuan
tidak pernah mengeluh. Pada saat pertama kali melakukan
pemeriksaan sumsum tulang belakang, jarum suntik ditusukkan dari
depan dadanya, tetapi Yu Yuan tidak menangis dan juga tidak
berteriak, bahkan tidak meneteskan air mata. Yu Yuan dari lahir
sampai maut menjemput tidak pernah mendapat kasih sayang seorang
ibu. Pada saat dokter Shii Min menawarkan Yu Yuan untuk menjadi
anak perermpuannya, air mata Yu Yuan pun mengalir tak terbendung.
Hari kedua saat dokter Shii Min datang, Yu Yuan dengan malu-malu
memanggil dengan sebutan Shii Mama.
Pertama kalinya mendengar suara itu, Shii Min kaget, dan kemudian
dengan tersenyum dan menjawab, "Anak yang baik". Semua orang
mendambakan sebuah keajaiban dan menunggu momen dimana Yu Yuan
hidup dan sembuh kembali. Banyak masyarakat datang untuk menjenguk
Yu Yuan dan banyak orang menanyakan kabar Yu Yuan dari email.
Selama dua bulan Yu Yuan melakukan terapi dan telah berjuang
menerobos sembilan pintu maut. Pernah mengalami pendarahan di
pencernaan dan selalu selamat dari bencana. Sampai akhirnya darah
putih dari tubuh Yu Yuan sudah bisa terkontrol. Semua orang-orang
pun menunggu kabar baik dari kesembuhan Yu Yuan.
Tetapi efek samping yang dikeluarkan oleh obat-obat terapi
sangatlah menakutkan, apalagi dibandingkan dengan anak-anak
leukemia yang lain fisik Yu Yuan jauh sangat lemah. Setelah
melewati operasi tersebut fisik Yu Yuan semakin lemah. Pada
tanggal 20 Agustus, Yu Yuan bertanya kepada wartawan Fu Yuan,
"Tante, kenapa mereka mau menyumbang dana untuk saya?". Wartawan
tersebut menjawab, "Karena mereka semua adalah orang yang baik
hati". Yu Yuan kemudian berkata, "Tante, saya juga mau menjadi
orang yang baik hati".
Wartawan itu pun menjawab, "Kamu memang orang yang baik. Orang
baik harus saling membantu agar bisa berubah menjadi semakin
baik".
Yu Yuan dari bawah bantal tidurnya mengambil sebuah buku, dan
diberikan kepada ke Fu Yuan. "Tante ini adalah surat wasiat saya."
Fu Yuan kaget sekali, membuka dan melihat surat tersebut. Ternyata
Yu Yuan telah mengatur tentang pengaturan pemakamannya sendiri.
Ini adalah seorang anak yang berumur delapan tahun yang sedang
menghadapi sebuah kematian dan diatas ranjang menulis tiga halaman
surat wasiat dan dibagi menjadi enam bagian, dengan pembukaan,
tante Fu Yuan, dan diakhiri dengan selamat tinggal tante Fu Yuan.
Dalam satu artikel itu nama Fu Yuan muncul tujuh kali dan masih
ada sembilan sebutan singkat tante wartawan. Dibelakang ada enam
belas sebutan dan ini adalah kata setelah Yu Yuan meninggal. Dia
juga ingin menyatakan terima kasih serta selamat tinggal kepada
orang- orang yang selama ini telah memperhatikan dia lewat surat
kabar. "Sampai jumpa tante, kita berjumpa lagi dalam mimpi. Tolong
jaga papa saya. Dan sedikit dari dana pengobatan ini bisa
dibagikan kepada sekolah saya. Dan katakan ini juga pada pemimpin
palang merah.
Setelah saya meninggal, biaya pengobatan itu dibagikan kepada
orang- orang yang sakit seperti saya. Biar mereka lekas sembuh".
Surat wasiat ini membuat Fu Yuan tidak bisa menahan tangis yang
membasahi pipinya. "Saya pernah datang, saya sangat patuh",
demikianlah kata-kata yang keluar dari bibir Yu Yuan. Pada tanggal 22 Agustus, karena pendarahan di pencernaan hampir satu bulan, Yu
Yuan tidak bisa makan dan hanya bisa mengandalkan infus untuk
bertahan hidup. Mula-mulanya berusaha mencuri makan, Yu Yuan
mengambil mie instant dan memakannya. Hal ini membuat pendarahan
di pencernaan Yu Yuan semakin parah. Dokter dan perawat pun
secepatnya memberikan pertolongan darurat dan memberi infus dan
transfer darah setelah melihat pendarahan Yu Yuan yang sangat
hebat. Dokter dan para perawat pun ikut menangis. Semua orang
ingin membantu meringankan pederitaannya. Tetapi tetap tidak bisa
membantunya.
Yu Yuan yang telah menderita karena penyakit tersebut akhirnya
meninggal dengan tenang. Semua orang tidak bisa menerima kenyataan
ini melihat malaikat kecil yang cantik yang suci bagaikan air
sungguh telah pergi ke dunia lain. Di kecamatan She Chuan, sebuah
email pun dipenuhi tangisan menghantar kepergian Yu Yuan. Banyak
yang mengirimkan ucapan turut berduka cita dengan karangan bunga
yang ditumpuk setinggi gunung. Ada seorang pemuda berkata dengan
pelan "Anak kecil, kamu sebenarnya adalah malaikat kecil diatas
langit, kepakkanlah kedua sayapmu. Terbanglah....." demikian
kata-kata dari seorang pemuda tersebut.
Pada tanggal 26 Agustus, pemakaman Yu Yuan dilaksanakan saat hujan
gerimis. Di depan rumah duka, banyak orang-orang berdiri dan
menangis mengantar kepergian Yu Yuan. Mereka adalah papa mama Yu
Yuan yang tidak dikenal oleh Yu Yuan semasa hidupnya. Demi Yu Yuan
yang menderita karena leukemia dan melepaskan pengobatan demi
orang lain, maka datanglah papa mama dari berbagai daerah yang
diam-diam mengantarkan kepergian Yu Yuan. Di depan kuburannya
terdapat selembar foto Yu Yuan yang sedang tertawa. Diatas batu
nisannya tertulis, "Aku pernah datang dan aku sangat patuh" (30
November 1996 - 22 Agustus 2005). Dan dibelakangnya terukir perjalanan
singkat riwayat hidup Yu Yuan.
Dua kalimat terakhir adalah disaat dia masih hidup telah menerima
kehangatan dari dunia. Sesuai pesan dari Yu Yuan, sisa dana
540.000 dolar tersebut disumbangkan kepada anak-anak penderita
leukimia lainnya. Tujuh anak yang menerima bantuan dana Yu Yuan
itu adalah :
Shii Li, Huang Zhi Qiang, Liu Ling Lu, Zhang Yu Jie, Gao Jian,
Wang Jie. Tujuh anak kecil yang kasihan ini semua berasal dari
keluarga tidak mampu. Mereka adalah anak-anak miskin yang berjuang
melawan kematian. Pada tanggal 24 September, anak pertama yang
menerima bantuan dari Yu Yuan di rumah sakit Hua Xi berhasil
melakukan operasi. Senyuman yang mengambang pun terlukis diraut
wajah anak tersebut. "Saya telah menerima bantuan dari kehidupan
Anda, terima kasih adik Yu Yuan kamu pasti sedang melihat kami
diatas sana.
Jangan risau, kelak di batu nisan, kami juga akan mengukirnya
dengan kata-kata 'Aku pernah datang dan aku sangat patuh'".
Demikianlah sebuah kisah yang sangat menggugah hati. Seorang anak
kecil yang berjuang bertahan hidup dan akhirnya harus menghadapi
kematian akibat sakit yang dideritanya. Dengan kepolosan dan
ketulusan serta baktinya kepada orang tuanya, akhirnya mendapatkan
respon yang luar biasa dari kalangan dunia. Walaupun hidup serba
kekurangan, dia bisa memberikan kasihnya terhadap sesama. Inilah
contoh yang seharusnya kita pun mampu melakukan hal yang sama,
berbuat sesuatu yang bermakna bagi sesama, memberikan sedikit
kehangatan dan perhatian kepada orang yang membutuhkan. Pribadi
dan hati seperti inilah yang dinamakan pribadi seorang pengasih.
Showing posts with label Cerita Sedih. Show all posts
Showing posts with label Cerita Sedih. Show all posts
Sunday, 20 March 2011
PEMUDA YANG MEMBENCI AYAHNYA
Seorang pemuda sebentar lagi akan diwisuda,sebentar lagi dia akan menjadi seorang sarjana, akhir dari jerih payahnya selama beberapa tahun di bangku pendidikan.
Beberapa bulan yang lalu dia melewati sebuah showroom, dan saat itu dia jatuh cinta kepada sebuah mobil sport, keluaran terbaru dari Ford. Selama beberapa bulan dia selalu Membayangkan, nanti pada saat wisuda ayahnya pasti akan membelikan mobil itu kepadanya. Dia yakin, karena dia anak satu- satunya dan ayahnya sangat sayang padanya, sehingga dia yakin banget nanti dia pasti akan mendapatkan mobil itu. Dia pun berangan-angan mengendarai mobil itu, bersenang-senang dengan teman-temannya, bahkan semua mimpinya itu dia ceritakan keteman-temannya.
Saatnya pun tiba, siang itu, setelah wisuda, dia melangkah pasti ke ayahnya. Sang ayah tersenyum, dan dengan berlinang air mata karena terharu dia mengungkapkan betapa dia bangga akan anaknya, dan betapa dia mencintai anaknya itu. Lalu dia pun mengeluarkan sebuah bingkisan,... bukan sebuah kunci ! Dengan hati yang hancur sang anak menerima bingkisan itu, dan dengan sangat kecewa dia membukanya. Dan dibalik kertas kado itu ia menemukan sebuah Kitab Suci yang bersampulkan kulit asli, dikulit itu terukir indah namanya dengan tinta emas. Pemuda itu menjadi marah, dengan suara yang meninggi dia berteriak, "Yaahh... Ayah memang sangat mencintai saya, dengan semua uang ayah, ayah belikan alkitab ini untukku ? " Lalu dia membanting Kitab Suci itu dan lari meninggalkan ayahnya. Ayahnya tidak bisa berkata apa-apa, hatinya hancur, dia berdiri mematung ditonton beribu pasang mata yang hadir saat itu.
Tahun demi tahun berlalu, sang anak telah menjadi seorang yang sukses, dengan bermodalkan otaknya yang cemerlang dia berhasil menjadi seorang yang terpandang. Dia mempunyai rumah yang besar dan mewah, dan dikelilingi istri yang cantik dan anak-anak yang cerdas. Sementara itu ayahnya semakin tua dan tinggal sendiri. Sejak hari wisuda itu, anaknya pergi meninggalkan dia dan tak pernah menghubungi dia. Dia berharap suatu saat dapat bertemu anaknya itu, hanya untuk meyakinkan dia betapa kasihnya pada anak itu. Sang anak pun kadang rindu dan ingin bertemu dengan sang ayah, tapi mengingat apa yang terjadi pada hari wisudanya, dia menjadi sakit hati dan sangat mendendam.
Sampai suatu hari datang sebuah telegram dari kantor kejaksaan yang memberitakan bahwa ayahnya telah meninggal, dan sebelum ayahnya meninggal, dia mewariskan semua hartanya kepada anak satu-satunya itu. Sang anak disuruh menghadap Jaksa wilayah dan bersama-sama ke rumah ayahnya untuk mengurus semua harta peninggalannya. Saat melangkah masuk ke rumah itu, mendadak hatinya menjadi sangat sedih, mengingat semua kenangan semasa dia tinggal di situ. Dia merasa sangat menyesal telah bersikap jelak terhadap ayahnya. Dengan bayangan-bayangan masa lalu yang menari-nari di matanya, dia menelusuri semua barang dirumah itu. Dan ketika dia membuka brankas ayahnya, dia menemukan Kitab Suci itu, masih terbungkus dengan kertas yang sama beberapa tahun yang lalu. Dengan airmata berlinang, dia lalu memungut Kitab Suci itu, dan mulai membuka halamannya. Di halaman pertama Kitab Suci itu, dia membaca tulisan tangan ayahnya, "Sebaik-baik manusia adalah mereka yang paling bermanfaat bagi orang lain. Dan Tuhan Maha Kaya dari segala apa yang ada di dunia ini" Selesai dia membaca tulisan itu, sesuatu jatuh dari bagian belakang Kitab Suci itu. Dia memungutnya,.... sebuah kunci mobil ! Di gantungan kunci mobil itu tercetak nama dealer, sama dengan dealer mobil sport yang dulu dia idamkan ! Dia membuka halaman terakhir Alkitab itu, dan menemukan di situ terselip STNK dan surat-surat lainnya, namanya tercetak di situ. dan sebuah kwitansi pembelian mobil, tanggalnya tepat sehari sebelum hari wisuda itu. Dia berlari menuju garasi, dan di sana dia menemukan sebuah mobil yang berlapiskan debu selama bertahun-tahun, meskipun mobil itu sudah sangat kotor karena tidak disentuh bertahun-tahun, dia masih mengenal jelas mobil itu, mobil sport yang dia dambakan bertahun-tahun lalu. Dengan buru-buru dia menghapus debu pada jendela mobil dan melongok ke dalam. bagian dalam mobil itu masih baru, plastik membungkus jok mobil dan setirnya, di atas dashboardnya ada sebuah foto, foto ayahnya, sedang tersenyum bangga. Mendadak dia menjadi lemas, lalu terduduk di samping mobil itu, air matanya tidak terhentikan, mengalir terus mengiringi rasa menyesalnya yang tak mungkin diobati........
Beberapa bulan yang lalu dia melewati sebuah showroom, dan saat itu dia jatuh cinta kepada sebuah mobil sport, keluaran terbaru dari Ford. Selama beberapa bulan dia selalu Membayangkan, nanti pada saat wisuda ayahnya pasti akan membelikan mobil itu kepadanya. Dia yakin, karena dia anak satu- satunya dan ayahnya sangat sayang padanya, sehingga dia yakin banget nanti dia pasti akan mendapatkan mobil itu. Dia pun berangan-angan mengendarai mobil itu, bersenang-senang dengan teman-temannya, bahkan semua mimpinya itu dia ceritakan keteman-temannya.
Saatnya pun tiba, siang itu, setelah wisuda, dia melangkah pasti ke ayahnya. Sang ayah tersenyum, dan dengan berlinang air mata karena terharu dia mengungkapkan betapa dia bangga akan anaknya, dan betapa dia mencintai anaknya itu. Lalu dia pun mengeluarkan sebuah bingkisan,... bukan sebuah kunci ! Dengan hati yang hancur sang anak menerima bingkisan itu, dan dengan sangat kecewa dia membukanya. Dan dibalik kertas kado itu ia menemukan sebuah Kitab Suci yang bersampulkan kulit asli, dikulit itu terukir indah namanya dengan tinta emas. Pemuda itu menjadi marah, dengan suara yang meninggi dia berteriak, "Yaahh... Ayah memang sangat mencintai saya, dengan semua uang ayah, ayah belikan alkitab ini untukku ? " Lalu dia membanting Kitab Suci itu dan lari meninggalkan ayahnya. Ayahnya tidak bisa berkata apa-apa, hatinya hancur, dia berdiri mematung ditonton beribu pasang mata yang hadir saat itu.
Tahun demi tahun berlalu, sang anak telah menjadi seorang yang sukses, dengan bermodalkan otaknya yang cemerlang dia berhasil menjadi seorang yang terpandang. Dia mempunyai rumah yang besar dan mewah, dan dikelilingi istri yang cantik dan anak-anak yang cerdas. Sementara itu ayahnya semakin tua dan tinggal sendiri. Sejak hari wisuda itu, anaknya pergi meninggalkan dia dan tak pernah menghubungi dia. Dia berharap suatu saat dapat bertemu anaknya itu, hanya untuk meyakinkan dia betapa kasihnya pada anak itu. Sang anak pun kadang rindu dan ingin bertemu dengan sang ayah, tapi mengingat apa yang terjadi pada hari wisudanya, dia menjadi sakit hati dan sangat mendendam.
Sampai suatu hari datang sebuah telegram dari kantor kejaksaan yang memberitakan bahwa ayahnya telah meninggal, dan sebelum ayahnya meninggal, dia mewariskan semua hartanya kepada anak satu-satunya itu. Sang anak disuruh menghadap Jaksa wilayah dan bersama-sama ke rumah ayahnya untuk mengurus semua harta peninggalannya. Saat melangkah masuk ke rumah itu, mendadak hatinya menjadi sangat sedih, mengingat semua kenangan semasa dia tinggal di situ. Dia merasa sangat menyesal telah bersikap jelak terhadap ayahnya. Dengan bayangan-bayangan masa lalu yang menari-nari di matanya, dia menelusuri semua barang dirumah itu. Dan ketika dia membuka brankas ayahnya, dia menemukan Kitab Suci itu, masih terbungkus dengan kertas yang sama beberapa tahun yang lalu. Dengan airmata berlinang, dia lalu memungut Kitab Suci itu, dan mulai membuka halamannya. Di halaman pertama Kitab Suci itu, dia membaca tulisan tangan ayahnya, "Sebaik-baik manusia adalah mereka yang paling bermanfaat bagi orang lain. Dan Tuhan Maha Kaya dari segala apa yang ada di dunia ini" Selesai dia membaca tulisan itu, sesuatu jatuh dari bagian belakang Kitab Suci itu. Dia memungutnya,.... sebuah kunci mobil ! Di gantungan kunci mobil itu tercetak nama dealer, sama dengan dealer mobil sport yang dulu dia idamkan ! Dia membuka halaman terakhir Alkitab itu, dan menemukan di situ terselip STNK dan surat-surat lainnya, namanya tercetak di situ. dan sebuah kwitansi pembelian mobil, tanggalnya tepat sehari sebelum hari wisuda itu. Dia berlari menuju garasi, dan di sana dia menemukan sebuah mobil yang berlapiskan debu selama bertahun-tahun, meskipun mobil itu sudah sangat kotor karena tidak disentuh bertahun-tahun, dia masih mengenal jelas mobil itu, mobil sport yang dia dambakan bertahun-tahun lalu. Dengan buru-buru dia menghapus debu pada jendela mobil dan melongok ke dalam. bagian dalam mobil itu masih baru, plastik membungkus jok mobil dan setirnya, di atas dashboardnya ada sebuah foto, foto ayahnya, sedang tersenyum bangga. Mendadak dia menjadi lemas, lalu terduduk di samping mobil itu, air matanya tidak terhentikan, mengalir terus mengiringi rasa menyesalnya yang tak mungkin diobati........
Perempuan Yang Kita Cintai
Sebuah senja yang sempurna, sepotong donat, dan lagu cinta yang lembut. Adakah yang lebih indah dari itu, bagi sepasang manusia yang memadu kasih? Raka dan Dara duduk di punggung senja itu, berpotong percakapan lewat, beratus tawa timpas, lalu Dara pun memulai meminta kepastian. ya, tentang cinta.
Dara : Siapa yang paling kamu cintai di dunia ini?
Raka : Kamu dong?
Dara : Menurut kamu, aku ini siapa?
Raka : (Berpikir sejenak, lalu menatap Dara dengan pasti) Kamu tulang rusukku! Ada tertulis, Tuhan melihat bahwa Adam kesepian. Saat Adam tidur, Tuhan mengambil rusuk dari Adam dan menciptakan Hawa. Semua pria mencari tulang rusuknya yang hilang dan saat menemukan wanita untuknya, tidak lagi merasakan sakit di hati.”
Setelah menikah, Dara dan Raka mengalami masa yang indah dan manis untuk sesaat. Setelah itu, pasangan muda ini mulai tenggelam dalam kesibukan masing-masing dan kepenatan hidup yang kain mendera. Hidup mereka menjadi membosankan. Kenyataan hidup yang kejam membuat mereka mulai menyisihkan impian dan cinta satu sama lain.
Mereka mulai bertengkar dan pertengkaran itu mulai menjadi semakin panas.
Pada suatu hari, pada akhir sebuah pertengkaran, Dara lari keluar rumah. Saat tiba di seberang jalan, dia berteriak, “Kamu nggak cinta lagi sama aku!”
Raka sangat membenci ketidakdewasaan Dara dan secara spontan balik berteriak, “Aku menyesal kita menikah! Kamu ternyata bukan tulang rusukku!”
Tiba-tiba Dara menjadi terdiam , berdiri terpaku untuk beberapa saat. Matanya basah. Ia menatap Raka, seakan tak percaya pada apa yang telah dia dengar.
Raka menyesal akan apa yang sudah dia ucapkan. Tetapi seperti air yang telah tertumpah, ucapan itu tidak mungkin untuk diambil kembali. Dengan berlinang air mata, Dara kembali ke rumah dan mengambil barang-barangnya, bertekad untuk berpisah. “Kalau aku bukan tulang rusukmu, biarkan aku pergi. Biarkan kita berpisah dan mencari pasangan sejati masing-masing. ”
Lima tahun berlalu…..
Raka tidak menikah lagi, tetapi berusaha mencari tahu akan kehidupan Dara. Dara pernah ke luar negeri, menikah dengan orang asing, bercerai, dan kini kembali ke kota semula. Dan Raka yang tahu semua informasi tentang Dara, merasa kecewa, karena dia tak pernah diberi kesempatan untuk kembali, Dara tak menunggunya.
Dan di tengah malam yang sunyi, saat Raka meminum kopinya, ia merasakan ada yang sakit di dadanya. Tapi dia tidak sanggup mengakui bahwa dia merindukan Dara.
Suatu hari, mereka akhirnya kembali bertemu. Di airport, di tempat ketika banyak terjadi pertemuan dan perpisahan, mereka dipisahkan hanya oleh sebuah dinding pembatas, mata mereka tak saling mau lepas.
Raka : Apa kabar?
Dara : Baik… ngg.., apakah kamu sudah menemukan rusukmu yang hilang?
Raka : Belum.
Dara : Aku terbang ke New York dengan penerbangan berikut.
Raka : Aku akan kembali 2 minggu lagi. Telpon aku kalau kamu sempat. Kamu tahu nomor telepon kita, belum ada yang berubah. Tidak akan adayang berubah.
Dara tersenyum manis, lalu berlalu.
“Good bye….”
Seminggu kemudian, Raka mendengar bahwa Dara mengalami kecelakaan, mati. Malam itu, sekali lagi, Raka mereguk kopinya dan kembali merasakan sakit di dadanya. Akhirnya dia sadar bahwa sakit itu adalah karena Dara.. Dia telah mematahkan tulang rusuknya sendiri. Dia sungguh menyesal...
Aihhh... Berat3x...
Hatiku selembar daun...
Dara : Siapa yang paling kamu cintai di dunia ini?
Raka : Kamu dong?
Dara : Menurut kamu, aku ini siapa?
Raka : (Berpikir sejenak, lalu menatap Dara dengan pasti) Kamu tulang rusukku! Ada tertulis, Tuhan melihat bahwa Adam kesepian. Saat Adam tidur, Tuhan mengambil rusuk dari Adam dan menciptakan Hawa. Semua pria mencari tulang rusuknya yang hilang dan saat menemukan wanita untuknya, tidak lagi merasakan sakit di hati.”
Setelah menikah, Dara dan Raka mengalami masa yang indah dan manis untuk sesaat. Setelah itu, pasangan muda ini mulai tenggelam dalam kesibukan masing-masing dan kepenatan hidup yang kain mendera. Hidup mereka menjadi membosankan. Kenyataan hidup yang kejam membuat mereka mulai menyisihkan impian dan cinta satu sama lain.
Mereka mulai bertengkar dan pertengkaran itu mulai menjadi semakin panas.
Pada suatu hari, pada akhir sebuah pertengkaran, Dara lari keluar rumah. Saat tiba di seberang jalan, dia berteriak, “Kamu nggak cinta lagi sama aku!”
Raka sangat membenci ketidakdewasaan Dara dan secara spontan balik berteriak, “Aku menyesal kita menikah! Kamu ternyata bukan tulang rusukku!”
Tiba-tiba Dara menjadi terdiam , berdiri terpaku untuk beberapa saat. Matanya basah. Ia menatap Raka, seakan tak percaya pada apa yang telah dia dengar.
Raka menyesal akan apa yang sudah dia ucapkan. Tetapi seperti air yang telah tertumpah, ucapan itu tidak mungkin untuk diambil kembali. Dengan berlinang air mata, Dara kembali ke rumah dan mengambil barang-barangnya, bertekad untuk berpisah. “Kalau aku bukan tulang rusukmu, biarkan aku pergi. Biarkan kita berpisah dan mencari pasangan sejati masing-masing. ”
Lima tahun berlalu…..
Raka tidak menikah lagi, tetapi berusaha mencari tahu akan kehidupan Dara. Dara pernah ke luar negeri, menikah dengan orang asing, bercerai, dan kini kembali ke kota semula. Dan Raka yang tahu semua informasi tentang Dara, merasa kecewa, karena dia tak pernah diberi kesempatan untuk kembali, Dara tak menunggunya.
Dan di tengah malam yang sunyi, saat Raka meminum kopinya, ia merasakan ada yang sakit di dadanya. Tapi dia tidak sanggup mengakui bahwa dia merindukan Dara.
Suatu hari, mereka akhirnya kembali bertemu. Di airport, di tempat ketika banyak terjadi pertemuan dan perpisahan, mereka dipisahkan hanya oleh sebuah dinding pembatas, mata mereka tak saling mau lepas.
Raka : Apa kabar?
Dara : Baik… ngg.., apakah kamu sudah menemukan rusukmu yang hilang?
Raka : Belum.
Dara : Aku terbang ke New York dengan penerbangan berikut.
Raka : Aku akan kembali 2 minggu lagi. Telpon aku kalau kamu sempat. Kamu tahu nomor telepon kita, belum ada yang berubah. Tidak akan adayang berubah.
Dara tersenyum manis, lalu berlalu.
“Good bye….”
Seminggu kemudian, Raka mendengar bahwa Dara mengalami kecelakaan, mati. Malam itu, sekali lagi, Raka mereguk kopinya dan kembali merasakan sakit di dadanya. Akhirnya dia sadar bahwa sakit itu adalah karena Dara.. Dia telah mematahkan tulang rusuknya sendiri. Dia sungguh menyesal...
Aihhh... Berat3x...
Hatiku selembar daun...
Thursday, 6 January 2011
IBU DAN ANAKNYA YANG CACAT
Dua puluh tahun yang lalu saya melahirkan seorang anak laki-laki,
wajahnya lumayan tampan namun terlihat agak bodoh. Sam, suamiku,
memberinya nama Eric. Semakin lama semakin nampak jelas bahwa anak ini
memang agak terbelakang. Saya berniat memberikannya kepada orang lain
saja.
Namun Sam mencegah niat buruk itu. Akhirnya terpaksa saya
membesarkannya juga. Di tahun kedua setelah Eric dilahirkan saya pun
melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik mungil. Saya
menamainya Angelica. Saya sangat menyayangi Angelica, demikian juga
Sam. Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan dan
membelikannya pakaian anak-anak yang indah-indah.
Namun tidak demikian halnya dengan Eric. Ia hanya memiliki beberapa
stel pakaian butut. Sam berniat membelikannya, namun saya selalu
melarangnya dengan dalih penghematan uang keluarga. Sam selalu
menuruti perkataan saya. Saat usia Angelica 2 tahun, Sam meninggal
dunia. Eric sudah berumur 4 tahun kala itu. Keluarga kami menjadi
semakin miskin dengan hutang yang semakin menumpuk. Akhirnya saya
mengambil tindakan yang akan membuat saya menyesal seumur hidup. Saya
pergi meninggalkan kampung kelahiran saya beserta Angelica. Eric yang
sedang tertidur lelap saya tinggalkan begitu saja. Kemudian saya
tinggal di sebuah gubuk setelah rumah kami laku terjual untuk membayar
hutang. Setahun, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun.. telah berlalu sejak
kejadian itu.
Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria dewasa. Usia
Pernikahan kami telah menginjak tahun kelima. Berkat Brad, sifat-sifat
buruk saya yang semula pemarah, egois, dan tinggi hati, berubah
sedikit demi sedikit menjadi lebih sabar dan penyayang. Angelica telah
berumur 12 tahun dan kami menyekolahkan dia di asrama putri sekolah
perawatan. Tidak ada lagi yang ingat tentang Eric dan tidak ada lagi
yang mengingatnya.
Tiba-tiba terlintas kembali kisah ironis yang terjadi dulu seperti
sebuah film yang diputar dikepala saya. Baru sekarang saya menyadari
betapa jahatnya perbuatan saya dulu.tiba-tiba bayangan Eric melintas
kembali di pikiran saya. Ya Eric, Mommy akan menjemputmu Eric. Sore
itu saya memarkir mobil biru saya di samping sebuah gubuk, dan Brad
dengan pandangan heran menatap saya dari samping. “Mary, apa yang
sebenarnya terjadi?”
“Oh, Brad, kau pasti akan membenciku setelah saya menceritakan hal
yang telah saya lakukan dulu.” aku menceritakannya juga dengan
terisak-isak. Ternyata Tuhan sungguh baik kepada saya. Ia telah
memberikan suami yang begitu baik dan penuh pengertian. Setelah tangis
saya reda, saya keluar dari mobil diikuti oleh Brad dari belakang.
Mata saya menatap lekat pada gubuk yang terbentang dua meter dari
hadapan saya. Saya mulai teringat betapa gubuk itu pernah saya
tinggali beberapa bulan lamanya dan Eric.. Eric…
Namun saya tidak menemukan siapapun juga di dalamnya. Hanya ada
sepotong kain butut tergeletak di lantai tanah. Saya mengambil seraya
mengamatinya dengan seksama… Mata mulai berkaca-kaca, saya mengenali
potongan kain tersebut sebagai bekas baju butut yang dulu dikenakan
Eric sehari-harinya. Saya sempat kaget sebab suasana saat itu gelap
sekali. Kemudian terlihatlah wajah orang itu yang demikian kotor.
Ternyata ia seorang wanita tua. Kembali saya tersentak kaget manakala
ia tiba-tiba menegur saya dengan suaranya yang parau.
“Heii…! Siapa kamu?! Mau apa kau kemari?!”
Dengan memberanikan diri, saya pun bertanya, “Ibu, apa ibu kenal
dengan seorang anak bernama Eric yang dulu tinggal di sini?”
Ia menjawab, “Kalau kamu ibunya, kamu sungguh tega, Tahukah kamu, 10
tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini, Eric terus
menunggu ibunya dan memanggil, ‘Mommy…, mommy!’ Karena tidak tega,
saya terkadang memberinya makan dan mengajaknya tinggal Bersama saya.
Walaupun saya orang miskin dan hanya bekerja sebagai pemulung sampah,
namun saya tidak akan meninggalkan anak saya seperti itu! Tiga bulan
yang lalu Eric meninggalkan secarik kertas ini. Ia belajar menulis
setiap hari selama bertahun-tahun hanya untuk menulis ini untukmu…”
Saya pun membaca tulisan di kertas itu…
“Mommy, mengapa Mommy tidak pernah kembali lagi…? Mommy marah sama
Eric, ya? Mom, biarlah Eric yang pergi saja, tapi Mommy harus berjanji
kalau Mommy tidak akan marah lagi sama Eric. Bye, Mom…”
Saya menjerit histeris membaca surat itu. “Bu, tolong katakan…
katakan di mana ia sekarang? Saya berjanji akan meyayanginya sekarang!
Saya tidak akan meninggalkannya lagi, Bu! Tolong katakan..!!”
Brad memeluk tubuh saya yang bergetar keras.
“Nyonya, semua sudah terlambat. Sehari sebelum nyonya datang, Eric
telah meninggal dunia. Ia meninggal di belakang gubuk ini. Tubuhnya
sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya demi menunggumu ia rela bertahan
di belakang gubuk ini tanpa ia berani masuk ke dalamnya. Ia takut
apabila Mommy-nya datang, Mommy-nya akan pergi lagi bila melihatnya
ada di dalam sana… Ia hanya berharap dapat melihat Mommy-nya dari
belakang gubuk ini… Meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang
lemah ia terus bersikeras menunggu Nyonya di sana.”
Aihh... Berat3x...
Hatiku selembar daun...
wajahnya lumayan tampan namun terlihat agak bodoh. Sam, suamiku,
memberinya nama Eric. Semakin lama semakin nampak jelas bahwa anak ini
memang agak terbelakang. Saya berniat memberikannya kepada orang lain
saja.
Namun Sam mencegah niat buruk itu. Akhirnya terpaksa saya
membesarkannya juga. Di tahun kedua setelah Eric dilahirkan saya pun
melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik mungil. Saya
menamainya Angelica. Saya sangat menyayangi Angelica, demikian juga
Sam. Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan dan
membelikannya pakaian anak-anak yang indah-indah.
Namun tidak demikian halnya dengan Eric. Ia hanya memiliki beberapa
stel pakaian butut. Sam berniat membelikannya, namun saya selalu
melarangnya dengan dalih penghematan uang keluarga. Sam selalu
menuruti perkataan saya. Saat usia Angelica 2 tahun, Sam meninggal
dunia. Eric sudah berumur 4 tahun kala itu. Keluarga kami menjadi
semakin miskin dengan hutang yang semakin menumpuk. Akhirnya saya
mengambil tindakan yang akan membuat saya menyesal seumur hidup. Saya
pergi meninggalkan kampung kelahiran saya beserta Angelica. Eric yang
sedang tertidur lelap saya tinggalkan begitu saja. Kemudian saya
tinggal di sebuah gubuk setelah rumah kami laku terjual untuk membayar
hutang. Setahun, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun.. telah berlalu sejak
kejadian itu.
Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria dewasa. Usia
Pernikahan kami telah menginjak tahun kelima. Berkat Brad, sifat-sifat
buruk saya yang semula pemarah, egois, dan tinggi hati, berubah
sedikit demi sedikit menjadi lebih sabar dan penyayang. Angelica telah
berumur 12 tahun dan kami menyekolahkan dia di asrama putri sekolah
perawatan. Tidak ada lagi yang ingat tentang Eric dan tidak ada lagi
yang mengingatnya.
Tiba-tiba terlintas kembali kisah ironis yang terjadi dulu seperti
sebuah film yang diputar dikepala saya. Baru sekarang saya menyadari
betapa jahatnya perbuatan saya dulu.tiba-tiba bayangan Eric melintas
kembali di pikiran saya. Ya Eric, Mommy akan menjemputmu Eric. Sore
itu saya memarkir mobil biru saya di samping sebuah gubuk, dan Brad
dengan pandangan heran menatap saya dari samping. “Mary, apa yang
sebenarnya terjadi?”
“Oh, Brad, kau pasti akan membenciku setelah saya menceritakan hal
yang telah saya lakukan dulu.” aku menceritakannya juga dengan
terisak-isak. Ternyata Tuhan sungguh baik kepada saya. Ia telah
memberikan suami yang begitu baik dan penuh pengertian. Setelah tangis
saya reda, saya keluar dari mobil diikuti oleh Brad dari belakang.
Mata saya menatap lekat pada gubuk yang terbentang dua meter dari
hadapan saya. Saya mulai teringat betapa gubuk itu pernah saya
tinggali beberapa bulan lamanya dan Eric.. Eric…
Namun saya tidak menemukan siapapun juga di dalamnya. Hanya ada
sepotong kain butut tergeletak di lantai tanah. Saya mengambil seraya
mengamatinya dengan seksama… Mata mulai berkaca-kaca, saya mengenali
potongan kain tersebut sebagai bekas baju butut yang dulu dikenakan
Eric sehari-harinya. Saya sempat kaget sebab suasana saat itu gelap
sekali. Kemudian terlihatlah wajah orang itu yang demikian kotor.
Ternyata ia seorang wanita tua. Kembali saya tersentak kaget manakala
ia tiba-tiba menegur saya dengan suaranya yang parau.
“Heii…! Siapa kamu?! Mau apa kau kemari?!”
Dengan memberanikan diri, saya pun bertanya, “Ibu, apa ibu kenal
dengan seorang anak bernama Eric yang dulu tinggal di sini?”
Ia menjawab, “Kalau kamu ibunya, kamu sungguh tega, Tahukah kamu, 10
tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini, Eric terus
menunggu ibunya dan memanggil, ‘Mommy…, mommy!’ Karena tidak tega,
saya terkadang memberinya makan dan mengajaknya tinggal Bersama saya.
Walaupun saya orang miskin dan hanya bekerja sebagai pemulung sampah,
namun saya tidak akan meninggalkan anak saya seperti itu! Tiga bulan
yang lalu Eric meninggalkan secarik kertas ini. Ia belajar menulis
setiap hari selama bertahun-tahun hanya untuk menulis ini untukmu…”
Saya pun membaca tulisan di kertas itu…
“Mommy, mengapa Mommy tidak pernah kembali lagi…? Mommy marah sama
Eric, ya? Mom, biarlah Eric yang pergi saja, tapi Mommy harus berjanji
kalau Mommy tidak akan marah lagi sama Eric. Bye, Mom…”
Saya menjerit histeris membaca surat itu. “Bu, tolong katakan…
katakan di mana ia sekarang? Saya berjanji akan meyayanginya sekarang!
Saya tidak akan meninggalkannya lagi, Bu! Tolong katakan..!!”
Brad memeluk tubuh saya yang bergetar keras.
“Nyonya, semua sudah terlambat. Sehari sebelum nyonya datang, Eric
telah meninggal dunia. Ia meninggal di belakang gubuk ini. Tubuhnya
sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya demi menunggumu ia rela bertahan
di belakang gubuk ini tanpa ia berani masuk ke dalamnya. Ia takut
apabila Mommy-nya datang, Mommy-nya akan pergi lagi bila melihatnya
ada di dalam sana… Ia hanya berharap dapat melihat Mommy-nya dari
belakang gubuk ini… Meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang
lemah ia terus bersikeras menunggu Nyonya di sana.”
Aihh... Berat3x...
Hatiku selembar daun...
Sunday, 28 November 2010
Sejarah Singkat Keris Kyai Setan Kober
Keris Kyai Setan Kober merupakan sebilah keris pusaka luk 13 yang diciptakan oleh Mpu Bayu Aji pada zaman kerajaan Pajajaran (1150). Mpu Bayu Aji adalah seorang mpu yang sangat mumpuni dan berpengatahuan sangat luas. Beliau juga mempunyai murid-murid dari bangsa jin dan siluman karena tempat tinggal sang mpu berada di tepi hutan yang sangat angker di daerah Cirebon. Karena kewaskitaan beliau, banyak dari golongan para jin yang selalu ingin menimba ilmu dan mengabdi padanya. Sang mpu merasa jengkel karena sangat sering mendengar rengekan para jin yang ingin berguru padanya. Hingga suatu hari sang mpu tengah menciptakan sebilah keris pusaka luk 13. Ketika sang mpu sedang mengheningkan cipta untuk memasukkan daya magis pada keris tersebut, konsentrasinya terganggu gara-gara rengekan para jin. Akhirnya keris pusaka tersebut menjadi tidak sempurna, dan dinamakan sebagai Keris Kyai Setan Kober. Karena tercipta akibat daya panas dan ambisi yang besar. Konon keris ini pernah jatuh ke tangan Arya Penangsang, Adipati Jipang – Panolan, pada masa Kerajaan Demak Bintoro (1521 – 1546).
Saturday, 27 November 2010
CERITA SEDIH TENTANG KASIH SEORANG IBU
Dari milis teman :
Sahabat… artikel ini saya persembahkan untuk orang tua saya terutama almarhum Ibu saya, dan semua Ibu-ibu yang diciptakan oleh Tuhan di muka bumi ini…Beberapa hari yang lalu, saya dan Bapak Iskandar pulang dari Pasaman, salah satu kabupaten yang ada di Sumatera Barat. Dalam perjalanan pulang tersebut seperti biasa kami selalu membahas hal-hal apa saja yang dapat kami diskusikan agar perjalanan terasa menyenangkan. Sebab jarak tempuh kota Pasaman dan Padang sekitar 5 – 6 jam. Waktu saat itu sudah menunjukkan pukul 19.30 wib. Lalulintas yang tidak begitu padat ditengah hutan rimba dengan tiupan angina yang menyejukkan membuat suasana diskusi kami terasa begitu menyenangkan. Kami membahas mulai dari kehidupan, politik, Negara sampai masa lalu dan keluarga. Dari kejauhan kami melihat seorang ibu dengan usia sekitar 60 tahun dengan wajah yang sudah lesu karena mungkin kelelahan, mencoba mencari tumpangan ( kayaknya ingin pulang ). Sebuah mobil pick up yang biasa pembawa sapi pun berhenti, setelah nego ibu tersebutpun naik dibelakang mobil tersebut. Kami melewati mobil tersebut, namun hati dan perasaan saya terus tertuju kepada sang ibu tersebut. Mobil yang kami pakaipun saya perlambat dan memberikan kesempatan mobil sapi tersebut untuk melewati mobil kami. Akhirnya mobil tersebut tepat didepan mobil yang kami bawa. Kamipun melihat wajah sang ibu yang begitu lelah, dengan kerutan diwajah serta pandangan yang kosong kearah bukit, mmmmm… ntah apa yang dia pikirkan saat itu… Kami terus memperhatikan sang ibu yang berada di mobil pick up pembawa sapi didepan mobil kami, dan tidak berapa lama, sang ibupun terlihat tertidur. Sang ibu tidur begitu pulas, karena tikungan demi tikungan dan lubang dari jalanan perbukitan yang kami lalui tidak membuat sang ibu terjaga. Hempasan mobil karena lubang dijalan dan goyangan mobil kekiri dan kekanan juga tidak mampu membuat sang ibu tersebut terjaga. Begitu lelahnya sang ibu setengah baya itu. Begitu luar biasanya Sang ibu tersebut, dengan usia yang sudah ujur, kulit yang sudah keriput serta tenaga yang sudah sangat terbatas, beliau masih saja bekerja untuk memberikan kehidupan bagi keluarganya, beliau tidak lagi mempedulikan kehidupannya, bahkan mungkin kesehatannya, dia tidak takut hujan, tidak takut hinaan, cacian bahkan gagal! Dengan tujuan bahwa sang ibu tersebut ingin anaknya dapat makan, bisa bayar uang sekolah, dan kebutuhan keluarganya. Dapatkah kita bayangkan bagaimana perasaansang ibu tersebut ketika melihat kita tidak selesai sekolah, hanya karena kita tidak mau belajar, atau mengikuti lingkungan kita, kita tidak semangat hanya karena kita pernah kecewa atau tidak mau lagi berusaha hanya karena kita pernah gagal! Terlalu egois sahabat… karena kita hanya memikirkan diri kita sendiri… cintailah orang-orang yang selama ini telah berjuang untuk hidup kita, berikan kasih saying yang tulus buat kedua orang tua kita, khususnya ibu kita. Jangan pernah kita sakiti hatinya, karena mereka ( orang tua kita ) tidak akan pernah menyakiti hati anaknya. Bagi para sahabat yang saat ini masih memiliki kedua orang tua, peliharalah mereka, cintai mereka dan senangi mereka, karena apa yang mereka lakukan selama ini buat para sahabat tidak pernah mereka tuntut. Dan satu hal bahwa sukses sahabat ada di do’a mereka!!! Selamat berjuang sahabatku yang baik….
Aihh... Berat3x...
Hatiku selembar daun...
Sahabat… artikel ini saya persembahkan untuk orang tua saya terutama almarhum Ibu saya, dan semua Ibu-ibu yang diciptakan oleh Tuhan di muka bumi ini…Beberapa hari yang lalu, saya dan Bapak Iskandar pulang dari Pasaman, salah satu kabupaten yang ada di Sumatera Barat. Dalam perjalanan pulang tersebut seperti biasa kami selalu membahas hal-hal apa saja yang dapat kami diskusikan agar perjalanan terasa menyenangkan. Sebab jarak tempuh kota Pasaman dan Padang sekitar 5 – 6 jam. Waktu saat itu sudah menunjukkan pukul 19.30 wib. Lalulintas yang tidak begitu padat ditengah hutan rimba dengan tiupan angina yang menyejukkan membuat suasana diskusi kami terasa begitu menyenangkan. Kami membahas mulai dari kehidupan, politik, Negara sampai masa lalu dan keluarga. Dari kejauhan kami melihat seorang ibu dengan usia sekitar 60 tahun dengan wajah yang sudah lesu karena mungkin kelelahan, mencoba mencari tumpangan ( kayaknya ingin pulang ). Sebuah mobil pick up yang biasa pembawa sapi pun berhenti, setelah nego ibu tersebutpun naik dibelakang mobil tersebut. Kami melewati mobil tersebut, namun hati dan perasaan saya terus tertuju kepada sang ibu tersebut. Mobil yang kami pakaipun saya perlambat dan memberikan kesempatan mobil sapi tersebut untuk melewati mobil kami. Akhirnya mobil tersebut tepat didepan mobil yang kami bawa. Kamipun melihat wajah sang ibu yang begitu lelah, dengan kerutan diwajah serta pandangan yang kosong kearah bukit, mmmmm… ntah apa yang dia pikirkan saat itu… Kami terus memperhatikan sang ibu yang berada di mobil pick up pembawa sapi didepan mobil kami, dan tidak berapa lama, sang ibupun terlihat tertidur. Sang ibu tidur begitu pulas, karena tikungan demi tikungan dan lubang dari jalanan perbukitan yang kami lalui tidak membuat sang ibu terjaga. Hempasan mobil karena lubang dijalan dan goyangan mobil kekiri dan kekanan juga tidak mampu membuat sang ibu tersebut terjaga. Begitu lelahnya sang ibu setengah baya itu. Begitu luar biasanya Sang ibu tersebut, dengan usia yang sudah ujur, kulit yang sudah keriput serta tenaga yang sudah sangat terbatas, beliau masih saja bekerja untuk memberikan kehidupan bagi keluarganya, beliau tidak lagi mempedulikan kehidupannya, bahkan mungkin kesehatannya, dia tidak takut hujan, tidak takut hinaan, cacian bahkan gagal! Dengan tujuan bahwa sang ibu tersebut ingin anaknya dapat makan, bisa bayar uang sekolah, dan kebutuhan keluarganya. Dapatkah kita bayangkan bagaimana perasaansang ibu tersebut ketika melihat kita tidak selesai sekolah, hanya karena kita tidak mau belajar, atau mengikuti lingkungan kita, kita tidak semangat hanya karena kita pernah kecewa atau tidak mau lagi berusaha hanya karena kita pernah gagal! Terlalu egois sahabat… karena kita hanya memikirkan diri kita sendiri… cintailah orang-orang yang selama ini telah berjuang untuk hidup kita, berikan kasih saying yang tulus buat kedua orang tua kita, khususnya ibu kita. Jangan pernah kita sakiti hatinya, karena mereka ( orang tua kita ) tidak akan pernah menyakiti hati anaknya. Bagi para sahabat yang saat ini masih memiliki kedua orang tua, peliharalah mereka, cintai mereka dan senangi mereka, karena apa yang mereka lakukan selama ini buat para sahabat tidak pernah mereka tuntut. Dan satu hal bahwa sukses sahabat ada di do’a mereka!!! Selamat berjuang sahabatku yang baik….
Aihh... Berat3x...
Hatiku selembar daun...
Friday, 12 November 2010
HATI - HATI TERHADAP DOKTER (DOKTER VS PONARI)
HATI - HATI TERHADAP DOKTER (DOKTER VS PONARI)
From: <.....@transtv. co.id>
Subject: HATI - HATI TERHADAP DOKTER...
Date: Tuesday, March 24, 2009, 1:14 PM
Kasus nich, pantes aja Ponari laris manis..
ketika dokter indonesia sudah "menjual" hati nuraninya, kemanakah
kita bila sakit?
halo rekan-rekan.
Ini tulisan yang mungkin 'aneh', saya sebagai seorang dokter justru
meminta rekan-rekan untuk berhati-hati pada dokter. Ini mengikuti tulisan Pak
Irwan Julianto di Kompas 4 Maret 2009 lalu, yaitu mengenai 'caveat
venditor' (produsen/penyedia jasa berhati-hatilah) .
Ceritanya begini, beberapa hari ini saya mengurusi abang saya yang sakit demam
berdarah (DBD). Saya buatkan surat pengantar untuk dirawat inap di salah satu RS
swasta yang terkenal cukup baik pelayanannya. Sejak masuk UGD saya temani sampai
masuk ke
kamar perawatan & tiap hari saya tunggui, jadi sangat saya tau
perkembangan kondisinya.
Abang saya paksa dirawat inap karena trombositnya 82 ribu, agak
mengkuatirkan, padahal dia menolak karena merasa diri sudah sehat, nggak demam,
nggak mual, hanya merasa badannya agak lemas. Mulai di UGD sudah
'mencurigakan' , karena saya nggak menyatakan bahwa saya dokter pada
petugas di RS, jadi saya bisa dengar berbagai keterangan/penjelas an &
pertanyaan dari dokter & perawat yang menurut saya 'menggelikan' .
Pasien pun diperiksa ulang darahnya, ini masih bisa saya terima, hasil
trombositnya tetap sama, 82 ribu.
Ketika Abang akan di-EKG, dia sudah mulai 'ribut' karena Desember
lalu baru tes EKG dengan treadmill dengan hasil sangat baik. Lalu
saya tenangkan bahwa itu prosedur di RS. Yang buat saya heran adalah Abang
harus disuntik obat Ranitidin (obat untuk penyakit lambung), padahal
dia nggak sakit lambung, & nggak mengeluh perih sama sekali.
Obat ini disuntikkan ketika saya ke mengantarkan sampel darah ke lab.
Oleh dokter jaga diberi resep untuk dibeli, diresepkan untuk 3 hari padahal
besok paginya dokter penyakit dalam akan berkunjung & biasanya obatnya pasti
ganti lagi. Belum lagi resepnya pun isinya nggak tepat untuk DBD. Jadi resep
nggak saya beli. Dokter penyakit dalamnya setelah saya tanya ke teman yang
praktik di RS tersebut dipilihkan yang dia rekomendasikan, katanya 'bagus
& pintar', ditambah lagi dia dokter tetap di RS tersebut, jadi pagi-sore
selalu ada di RS.
Malamnya via telepon dokter penyakit dalam beri instruksi periksa lab
macam-macam, setelah saya lihat banyak yang 'nggak nyambung', jadi saya
minta Abang untuk hanya setujui sebagian yang masih rasional.
Besoknya, saya datang agak siang, dokter penyakit dalam sudah visite
& nggak
komentar apapun soal pemeriksaan lab yang ditolak. Saya
diminta perawat untuk menebus resep ke apotek. Saya lihat resepnya, saya
langsung bingung, di resep tertulis obat Ondansetron  suntik, obat
mual/muntah untuk orang yang sakit kanker & menjalani kemoterapi. Padahal
Abang nggak mual apalagi muntah sama sekali.
Tertulis juga Ranitidin suntik, yang nggak perlu karena Abang nggak sakit
lambung. Bahkan parasetamol bermerek pun diresepkan lagi padahal Abang sudah
ngomong kalau dia sudah punya banyak.
Saya sampai cek di internet apa ada protokol baru penanganan DBD yang saya
lewatkan atau kegunaan baru dari Ondansetron, ternyata nggak.
Akhirnya saya hanya beli suplemen vitamin aja dari resep.
Pas saya serahkan obatnya ke perawat, dia tanya 'obat suntiknya
mana?', saya jawab bahwa pasien nggak setuju diberi obat-obat itu.
Perawatnya malah seperti menantang, akhirnya dengan terpaksa saya
beritau bahwa saya dokter & saya yang merujuk pasien ke RS, Abang menolak
obat-obat itu setelah tanya pada saya. Malah saya dipanggil ke nurse station
& diminta tandatangani surat refusal consent (penolakan pengobatan) oleh
kepala perawat.
Saya beritau saja bahwa pasien 100% sadar, jadi harus pasien yang tandatangani,
itu pun setelah dijelaskan oleh dokternya langsung.
Sementara dokter saat visite nggak jelaskan apapun mengenai obat-obat yang dia
berikan. Saya tinggalkan kepala perawat tersebut yang 'bengong'.
Saat saya tunggu Abang, pasien di sebelah ranjangnya ternyata sakit
DBD juga. Ternyata dia sudah diresepkan 5 botol antibiotik infus yang mahal
& sudah 2 dipakai, padahal kondisi fisik & hasil lab nggak mendukung dia
ada infeksi bakteri. Pasien tersebut ditangani oleh dokter penyakit dalam yang
lain. Saat dokter penyakit dalam pasien tersebut visite, dia hanya
ngomong 'sakit ya?', 'masih panas?', 'ya sudah lanjutkan
saja dulu terapinya', visite nggak sampai 3 menit saya hitung.
Besoknya dokter penyakit dalam yang tangani Abang visite kembali & nggak
komentar apapun soal penolakan membeli obat yang dia resepkan.
Dia hanya ngomong bahwa kalau trombositnya sudah naik maka boleh pulang. Saya
jadi membayangkan nggak heran Ponari dkk laris, karena dokter pun ternyata
pengobatannya nggak rasional. Kasihan banyak pasien yang terpaksa diracun oleh
obat-obat yang nggak diperlukan & dibuat 'miskin' untuk membeli
obat-obat yang mahal tersebut. Ini belum termasuk dokter ahli yang sudah
'dibayar' cukup mahal ternyata nggak banyak menjelaskan pada pasien
sementara kadang kala keluarga
sengaja berkumpul & menunggu berjam-jam hanya untuk menunggu dokter visit.
Abang sampai ngomong bahwa apa semua pasien harus ditunggui oleh saudaranya
yang dokter
supaya nggak dapat pengobatan sembarangan?
Abang juga merasa bersyukur nggak jadi diberi berbagai macam obat yang nggak
dia perlukan & jadi racun di tubuhnya.
Sebulan lalu pun saya pernah menunggui saudara saya yang lain yang
dirawat inap di salah satu RS swasta yang katanya terbaik di salah satu kota
kecil Jateng akibat sakit tifoid. Kejadian serupa terjadi pula, sangat banyak
obat yang nggak rasional diresepkan oleh dokter penyakit dalamnya.
Kalau ini nggak segera dibereskan, saya nggak bisa menyalahkan
masyarakat kalau mereka lebih memilih pengobatan alternatif atau berobat ke LN.
Semoga bisa berguna sebagai pelajaran berharga untuk rekan-rekan semua agar
berhati-hati & kritis pada pengobatan dokter.
rgds
Billy
From: <.....@transtv. co.id>
Subject: HATI - HATI TERHADAP DOKTER...
Date: Tuesday, March 24, 2009, 1:14 PM
Kasus nich, pantes aja Ponari laris manis..
ketika dokter indonesia sudah "menjual" hati nuraninya, kemanakah
kita bila sakit?
halo rekan-rekan.
Ini tulisan yang mungkin 'aneh', saya sebagai seorang dokter justru
meminta rekan-rekan untuk berhati-hati pada dokter. Ini mengikuti tulisan Pak
Irwan Julianto di Kompas 4 Maret 2009 lalu, yaitu mengenai 'caveat
venditor' (produsen/penyedia jasa berhati-hatilah) .
Ceritanya begini, beberapa hari ini saya mengurusi abang saya yang sakit demam
berdarah (DBD). Saya buatkan surat pengantar untuk dirawat inap di salah satu RS
swasta yang terkenal cukup baik pelayanannya. Sejak masuk UGD saya temani sampai
masuk ke
kamar perawatan & tiap hari saya tunggui, jadi sangat saya tau
perkembangan kondisinya.
Abang saya paksa dirawat inap karena trombositnya 82 ribu, agak
mengkuatirkan, padahal dia menolak karena merasa diri sudah sehat, nggak demam,
nggak mual, hanya merasa badannya agak lemas. Mulai di UGD sudah
'mencurigakan' , karena saya nggak menyatakan bahwa saya dokter pada
petugas di RS, jadi saya bisa dengar berbagai keterangan/penjelas an &
pertanyaan dari dokter & perawat yang menurut saya 'menggelikan' .
Pasien pun diperiksa ulang darahnya, ini masih bisa saya terima, hasil
trombositnya tetap sama, 82 ribu.
Ketika Abang akan di-EKG, dia sudah mulai 'ribut' karena Desember
lalu baru tes EKG dengan treadmill dengan hasil sangat baik. Lalu
saya tenangkan bahwa itu prosedur di RS. Yang buat saya heran adalah Abang
harus disuntik obat Ranitidin (obat untuk penyakit lambung), padahal
dia nggak sakit lambung, & nggak mengeluh perih sama sekali.
Obat ini disuntikkan ketika saya ke mengantarkan sampel darah ke lab.
Oleh dokter jaga diberi resep untuk dibeli, diresepkan untuk 3 hari padahal
besok paginya dokter penyakit dalam akan berkunjung & biasanya obatnya pasti
ganti lagi. Belum lagi resepnya pun isinya nggak tepat untuk DBD. Jadi resep
nggak saya beli. Dokter penyakit dalamnya setelah saya tanya ke teman yang
praktik di RS tersebut dipilihkan yang dia rekomendasikan, katanya 'bagus
& pintar', ditambah lagi dia dokter tetap di RS tersebut, jadi pagi-sore
selalu ada di RS.
Malamnya via telepon dokter penyakit dalam beri instruksi periksa lab
macam-macam, setelah saya lihat banyak yang 'nggak nyambung', jadi saya
minta Abang untuk hanya setujui sebagian yang masih rasional.
Besoknya, saya datang agak siang, dokter penyakit dalam sudah visite
& nggak
komentar apapun soal pemeriksaan lab yang ditolak. Saya
diminta perawat untuk menebus resep ke apotek. Saya lihat resepnya, saya
langsung bingung, di resep tertulis obat Ondansetron  suntik, obat
mual/muntah untuk orang yang sakit kanker & menjalani kemoterapi. Padahal
Abang nggak mual apalagi muntah sama sekali.
Tertulis juga Ranitidin suntik, yang nggak perlu karena Abang nggak sakit
lambung. Bahkan parasetamol bermerek pun diresepkan lagi padahal Abang sudah
ngomong kalau dia sudah punya banyak.
Saya sampai cek di internet apa ada protokol baru penanganan DBD yang saya
lewatkan atau kegunaan baru dari Ondansetron, ternyata nggak.
Akhirnya saya hanya beli suplemen vitamin aja dari resep.
Pas saya serahkan obatnya ke perawat, dia tanya 'obat suntiknya
mana?', saya jawab bahwa pasien nggak setuju diberi obat-obat itu.
Perawatnya malah seperti menantang, akhirnya dengan terpaksa saya
beritau bahwa saya dokter & saya yang merujuk pasien ke RS, Abang menolak
obat-obat itu setelah tanya pada saya. Malah saya dipanggil ke nurse station
& diminta tandatangani surat refusal consent (penolakan pengobatan) oleh
kepala perawat.
Saya beritau saja bahwa pasien 100% sadar, jadi harus pasien yang tandatangani,
itu pun setelah dijelaskan oleh dokternya langsung.
Sementara dokter saat visite nggak jelaskan apapun mengenai obat-obat yang dia
berikan. Saya tinggalkan kepala perawat tersebut yang 'bengong'.
Saat saya tunggu Abang, pasien di sebelah ranjangnya ternyata sakit
DBD juga. Ternyata dia sudah diresepkan 5 botol antibiotik infus yang mahal
& sudah 2 dipakai, padahal kondisi fisik & hasil lab nggak mendukung dia
ada infeksi bakteri. Pasien tersebut ditangani oleh dokter penyakit dalam yang
lain. Saat dokter penyakit dalam pasien tersebut visite, dia hanya
ngomong 'sakit ya?', 'masih panas?', 'ya sudah lanjutkan
saja dulu terapinya', visite nggak sampai 3 menit saya hitung.
Besoknya dokter penyakit dalam yang tangani Abang visite kembali & nggak
komentar apapun soal penolakan membeli obat yang dia resepkan.
Dia hanya ngomong bahwa kalau trombositnya sudah naik maka boleh pulang. Saya
jadi membayangkan nggak heran Ponari dkk laris, karena dokter pun ternyata
pengobatannya nggak rasional. Kasihan banyak pasien yang terpaksa diracun oleh
obat-obat yang nggak diperlukan & dibuat 'miskin' untuk membeli
obat-obat yang mahal tersebut. Ini belum termasuk dokter ahli yang sudah
'dibayar' cukup mahal ternyata nggak banyak menjelaskan pada pasien
sementara kadang kala keluarga
sengaja berkumpul & menunggu berjam-jam hanya untuk menunggu dokter visit.
Abang sampai ngomong bahwa apa semua pasien harus ditunggui oleh saudaranya
yang dokter
supaya nggak dapat pengobatan sembarangan?
Abang juga merasa bersyukur nggak jadi diberi berbagai macam obat yang nggak
dia perlukan & jadi racun di tubuhnya.
Sebulan lalu pun saya pernah menunggui saudara saya yang lain yang
dirawat inap di salah satu RS swasta yang katanya terbaik di salah satu kota
kecil Jateng akibat sakit tifoid. Kejadian serupa terjadi pula, sangat banyak
obat yang nggak rasional diresepkan oleh dokter penyakit dalamnya.
Kalau ini nggak segera dibereskan, saya nggak bisa menyalahkan
masyarakat kalau mereka lebih memilih pengobatan alternatif atau berobat ke LN.
Semoga bisa berguna sebagai pelajaran berharga untuk rekan-rekan semua agar
berhati-hati & kritis pada pengobatan dokter.
rgds
Billy
PEMBUNUH MAHASISWA INDONESIA SUDAH DIPENJARA
PEMBUNUH MAHASISWA INDONESIA SUDAH DIPENJARA
Dari milis tetangga:
Kisah David Hartanto - akhirnya kekejaman Prof. Chan terungkap !!
Angel adalah mahasiswa kampus Nanyang Technological University, ia adalah angkatan terbaru dalam tahun ajaran baru. Siang itu ia sedang menikmati makan paginya di sekitar halaman kampus, seorang pria duduk disampingnya dengan tersenyum sambil menghapuskan keringatnya dengan handuk kecil yang ia ambil dari tas jinjingnya. Pria berkacamata itu tampak memperhatikan selembaran kertas yang berisikan beberapa catatan miliknya.
Pria itu begitu terburu-buru membaca kertas itu hingga berterbangan saat angin bertiup kencang, Angel melihat pria itu kewalahan dan mencoba membantu memunggut setiap lembaran ke sisi pria itu. Sambil tersenyum pria itu berkata " Terima kasih.."
" Sama-sama..!"
" Saya David.. Kamu mahasiswi baru disini ya?"
" Iya.. Kok tau? Saya Angel..!"
" Yup.. Tentu saja saya tau! Karena saya sudah menjelang semester akhir..!"
" Wow.. Ga bisa dibayangkan bertapa lamanya kamu belajar disini..Apalagi saya?"
" Yup.. Membosankan tapi inilah hidup harus dijalanin.. Selama kamu menikmati waktu kamu tidak akan sadar kalau tiba-tiba kamu sudah mau lulus.."
Angel tersenyum lalu bertanya pada pria itu. " Apa kertas yang kamu baca itu..?"
" Ini adalah bagian-bagian dari skripsi tugas akhir saya.. Mau lihat?"
" Yup.. Mau dong..!"
Angel memperhatikan susunan kata-kata dan angka yang nyaris saja membuat matanya berkunang-kunang. David tertawa melihat kebingungan itu..
" Ngomong-ngomong.. Inti dari skripsi kamu tentang apa sih? Ribet saya melihatnya hehehe"
" Hehehe.. Ini tentang mimpi masa depan saya dan saya harap kelak berguna bagi siapapun?"
" Wah.. Sebegitu hebatnya..?"
" Yup.. Kapan-kapan saya akan ceritakan.. Tapi kalau sekarang jangan dulu..!"
" Hehehe Ok, saya tunggu ya..?"
" Kamu main Facebook..?"
" Yup.. Saya ada! Kamu?"
Mereka dua sahabat baru saling bertukar informasi tentang situs Facebook mereka, David harus berpamitan karena ia harus bertemu dengan Dosen pembimbingnya, Sedangkan Angel kembali ke kelasnya. Rika sahabat Angel menyambutnya dengan tersenyum, lalu Angel bercerita tentang pertemuannya dengan seorang seniornya di taman tadi, begitu terkejutnya Angel ketika tau bahwa pria itu adalah salah satu jawara Olimpiade pendidikan.
" Terang saja dia begitu yakin bahwa ia akan menciptakan sebuah penemuan besar ?" ujar Angel dalam hati. Pertemuan itu tidak begitu saja berakhir, Angel dan David saling berkomunikasi via mesengger dan Facebook. David sosok yang supel, bersahabat dan kocak tapi ia terkadang bisa menjadi orang yang serius bila sedang mengerjakan sesuatu, begitulah kisah yang mengawali hubungan dekat keduanya. Angel memang kuliah karena uang yang dimiliki ayahnya bukan karena kepintaran seperti David yang mendapatkan beasiswa karena kepintarannya. Karena sering merasa kesulitan mengejar penjelasan dosennya, Angel sering bertanya kepada David yang selalu membantunya. Suatu malam Angel merasa kesulitan untuk mengerjakan tugas kuliahnya, ia mencoba menghubungi David tapi sayang pria itu tidak mengangkat teleponnya. Karena tugas ini begitu mendesak ia pun nekad menuju rumah David, pada saat ia datang ke apartementnya David sedang tertidur.Ia mencoba membangunkan pria itu. David pun terbangun. " Idih ditelepon kok ga angkat sih?" " Sorry ketiduran, saya kekurangan jam tidur gara-gara pengen selesaikan tugas skripsi saya!"
" Oh gitu ya.. jadi saya ganggu ga kalau minta tolong bantuin kerjain tugas?"
" Boleh saja tapi dengan syarat kamu traktir saya makan bakmi?"
" Dengan senang hati.." David berhasil membuat Angel menyelesaikan tugas-tugas kuliahnya, Angel menepati janji untuk meneraktir makan bakmi. Saat itu mereka sedang makan di restorant bakmi, " David, kita kan sudah dekat.. Saya masih penasaran dengan Proyek ambisius dalam skripsi kamu boleh saya tau?"
" Ok deh, saya kasih tau.. Jadi." David bercerita bahwa ia sedang mencoba untuk meniliti bagaimana sebuah bluetooth bisa menghantarkan listrik bagi sekitarnya. Penelitian ini sudah ia lakukan sejak awal semester enam lalu, kini tahap penilitiannya mencapai 70 %, ia yakin pada saat nanti penilitian ini bisa membuat semua orang merasa senang, selain membantu penghematan listrik, penemuan ini bisa membuat dirinya di akui sebagai peneliti. Angel begitu terkesima dengan kisah ambisius itu tapi ia masih bingung. Ia tidak mencoba bertanya banyak hal selain menunggu hasil penelitian sahabat baiknya itu. David yang merasa penilitiannya adalah pertama dalam sejarah dunia, akhirnya terlena dengan kegiatannya di dalam kamar setiap harinya. Sejak enam bulan lalu pihak universitas sudah memperingatkan tentang pemberhentian beasiswanya, tapi ia hanya menganggap ancaman itu ringan karena yakin kelak pihak universitas akan menyesal melakukan tindakan itu bila penemuannya di akui, dan kenyataannya beasiswanya benar-benar dicabut.
Professor Chan adalah dosen pembimbing David yang sudah mengenal pria itu sejak lama, ia sadar David adalah murid pintar dan mempunyai masa depan yang baik disamping sifat kekanak-kanakannya. Suatu hari ketika ia sedang terduduk David datang padanya, bertanya tentang ide skripsi yang ia paparkan. Dengan santai sang Prof berkata, " Apakah kamu sedang bermimpi, bagaimana mungkin sebuah teknoloagi nirkabel dapat menghantarkan listrik.. Ada-ada saja, lebih baik kamu cari ide yang lain!"
"Tapi saya yakin bisa Prof?"
" Kalau begitu tunjukkan pada saya permainan kamu!"
" Baik.. Kita lihat saja!"
David seolah tertantang oleh dosen pembimbingnya itu untuk membuktikan bahwa ia mampu menciptakan apa yang ia pikirkan, ia pun semakin mengorbankan waktunya untuk penelitian eksentriknya. Sahabat-sahabat yang ia kenal mulai melihat David bagaikan seorang dukun rumahan yang membuka praktek dirumahnya untuk bicara hanya lewat laptopnya.
Angel yang setiap harinya mempunyai segudang pekerjaan rumah bahkan harus memaklumi keinginan David untuk tidak diganggu sementara ini.
" Tidak menerima tamu di rumah dan telepon untuk sementara ini " begitulah tulisan status David pada Facebooknya.
Dua minggu lamanya penelitian itu berlanjut hingga mengalami beberapa kegagalan, modal David pada saat itu hanya dua hendphonenya yang berbluetooth, Ia berharap penilitiannya berhasil dengan berbagai cara.Suatu malam ketika ia mulai menyerah setelah mencoba beberapa kali, akhirnya penemuannya itu berhasil walau hanya sebatas lima menit lamanya, ia berteriak bahagia dan bertekad menunjukkan keberhasilannya pada sang dosen.
Paginya David benar-benar pergi menuju ruangan Prof. Chan.Mereka bicara dengan santai sembari David mulai memberikan praktek penelitiannya. Sang Prof yang awalnya cuek tiba-tiba nyaris menjatuhkan kacamatanya ketika melihat David berhasil membuktikan kata-katanya.
" Lihat Prof.. Saya buktikan bahwa saya bisa ..! "Prof terkagum-kagum dengan apa yang David tunjukkan
" David.. Kamu sungguh luar biasa, bagaimana kamu bisa menemukan hal mustahil di dunia ini menjadi nyata.. Kamu akan menjadi peraih nobel karena ini!"
" Ya saya tau.. !" Tiba-tiba muncul pikiran picik dari sang Professor untuk melihat jalan kerja penelitian David, ia menyuruh David menyempurnakan penilitian yang ia buat kemudian membawanya kembali. Baginya David bagaikan tambang emas yang akan membuatnya kaya dan termansyur, ia mulai berpikir merebut hasil penelitian David yang luas biasa itu. David yang tidak sadar dengan pikiran jahat sang Prof benar-benar terus mendalami penelitiannya.
Ketika David sedang merencanakan penelitiannya, sang Professor berpikir untuk mencari orang yang bisa menjadi saksi penelitian David diakui menjadi miliknya. Untuk itu ia membuka file dokumentasi mahasiswa yang berprestasi lainnya, ia mulai teringat dengan beberapa asisten dosen yang diberhentikan beberapa saat lalu. Ia mulai melirik seorang Zhou,seorang pria asal Cina yang sedang frustasi karena dipecat. Ketika Prof menawarkan ide untuk mengangkat Zhou menjadi asistennya,pria itu begitu bahagia karena akhirnya ia mendapatkan pekerjaan sehingga bisa mengirimkan uang kepada ibunya yang sedang sakit. Pria itu tidak sadar sedang dimanfaatkan oleh sang Prof untuk menjadi saksi pada penelitian palsunya. Bahkan Sang Prof memberikan bantuan kepada Zhou untuk mengobati sang Ibu yang menghadapi operasi kanker. " Kamu tenang saja, saya akan memberikan perkerjaan yang baik padamu. Tentu saja saya akan membantu biaya pengobatan ibu kamu hingga sembuh. Kamu bisa kerja dua hari lagi dari sekarang, ok. Ini uang yang kamu butuhkan!"
" Terima kasih " Ucap Zhou yang begitu bahagia mendapatkan bantuan dari pria itu.
David berhasil menyempurnakan penilitiannya, ia sungguh tak kuasa menahan bahagia dengan apa yang ia temukan. Ia teringat pada Angel, ia pun mengajak gadis itu untuk bertemu merayakan kerberhasilannya. Tak tanggung-tanggung mereka makan di Restorant hotel yang mahal, Angel pun heran dengan undangan itu.
" Tumben kamu ada waktu untuk ngajak makan! Apalagi ditempat mewah lagi?"
" Hehehe.. Tenang saja. Ini hanya sebagai bentuk perayaan, dan kelak saya akan ajak kamu ke tempat yang lebih hebat lagi..!"
" Wah. Wah.. jadi tersanjung.. Memang perayaan apa sih!"
" Coba keluarkan Hendphone kamu yang berbluetooth?"
Angel bingung tapi ia melakukan apa yang dipinta David.Dengan sekejap hendphonenya tertuliskan
" Sedang mengisi baterai" angel terkejut, " Astaga!! David kamu berhasil..?"
" Yup.. Aku berhasil..!"
Angel dan David menghabiskan malam indah itu dengan penuh antusias,ia tak pernah menyangka begitu hebatnya sang sahabat kekanak-kanakannya itu.
Akhirnya mereka pulang, karena David besok akan membawakan hasil penelitiannya itu kepada sang Dosen, David begitu ingin menampar para atasan universitas yang memberhentikan beasiswanya dengan prestasinya. Ketika David mengirimkan email kepada Dosennya untuk bertemu besok. Keesokan paginya.Prof, Chan sudah mengingatkan David untuk membawa semua dokument proses berjalannya penelitiannya dalam USB agar ia bisa meneliti langsung kelayakan penelitian David. Awalnya, David agak bingung tapi Prof menyakinkan bahwa ia hanya ingin mencoba dengan caranya agar penelitian David dianggap sah. Tanpa pikir panjang David membawa penelitian itu dalam bentuk USB segera ke kampus pagi sekali pukul 7 sesuai jadwal yang ditentukan Prof. Chan. Sebelum berangkat David mengirimkan pesan kepada Angel untuk bertemu di kampus makan siang bersama. Saat pesan SMS itu masuk Angel masih tertidur,
David pun berangkat sepagi mungkin menghadap sang Prof. Ketika tiba di lantai 4 sang Professor, David menemukan sang Prof sedang terduduk sehabis memotong apel. Ketika David datang ia membuang sisa Apel itu ke keranjang sampah, dan menyimpan pisau itu ke saku bajunya. David tak sadar sedang berada dalam jebakan sang Prof. Chan. Pria tua itu meminta David untuk sekali lagi mencontohkan hasil penilitiannya,setelah menyaksikan penelitian itu pria itu semakin yakin bahwa David benar-benar jenius. Ia meminta David untuk memberikan USB itu lalu berkata dengan santai," David.. Apakah kamu yakin ini penilitian kamu?"
" Ya, tentu saya yakin. Memang kenapa Prof?"
" Apakah kamu tidak sedang mengambil penelitian seorang mahasiwa lain bernama Zhou,?"
" Zhou siapa dia?"
" Dia adalah asisten dosen yang sudah dipecat, ada kemiripan antara penelitian kamu!"
" Mustahil..!" ucap David kesal." Kamu boleh bilang mustahil tapi saya punya hasil document dia yang sama.. coba perhatikan komputer saya?"
David menyaksikan sebuah klip kecil yang menunjukkan penelitian yang dilakukan seorang pria dan Prof mengatakan bahwa pria itu adalah Zhou yang sedang mendemokan hasil yang sama dengan David.
" Tidak mungkin. Prof. Bagaimana pria itu bisa melakukan hal yang sama dengan saya!"
Prof tersenyum sambil berkata." Kamu bukanlan seorang di dunia yang ini yang Jenius, masih banyak lagi..!"
David terdiam mulai berpikir ada yang salah, ia yakin sang Professor melakukan tindakan licik.
" Professor kembalikan USB saya..!?"
" Untuk apa..?"
" Tidak apa-apa , saya ingin dikembalikan saja..!"
" Tidak bisa, ini akan menjadi barang bukti bahwa kamu telah melakukan pelanggaran di kampus karena melakukan penjiplakan karya orang lain sebagai skripsi kamu!"
David mulai emosional.
" Silakan saja , saya tidak takut, saya akan buktikan bahwa itu tidak benar..!" ucap david sambil hendak keluar dari ruangan.
Cara professor dalam ancaman sepertinya salah , ia pun mendekati David sambil membujuk pria itu untuk tenang. Sembari menawarkan opsi lain berupa uang dalam jumlah yang banyak, David tetap pada pendiriannya bahwa ia adalah sang penemu pertama kali. Prof Chan yang emosional langsung menusukkan pisau itu ke bagian belakan badan David tapi hanya sebuah goresan kecil, David berteriak minta tolong. Zhou yang akan memulai kerjanya hari ini berpikir untuk datang menemui Prof. Chan hari ini, ia mendengarkan suara teriakan dari arah pintu Prof Chan. David yang merasa terancam berusaha melawan dengan sekuat tenaga, tapi sebuah bilasan pisau di leher membuatnya langsung tersungkur tak sadarkan diri. Tapi David masih mampu berdiri dan meraih pintu dan membukanya, Zhou yang berada di depan pintu terkejut melihat adegan itu. David yang mulai tak sadarkan diri mulai berlari tanpa arah dan akhirnya terjatuh dari balkom lantai empat dekat ruangan itu. Zhou begitu shock melihat kejadian itu, Prof. Chan yang melihat Zhou ada disana langsung menyuruh pria itu masuk ke ruangan.
" Kamu melihat semuanya?"
" Tidak saya tidak melihatnya..!"
" Ingat.. Saya yang menyelamatkan nyawa ibu kamu, sebaiknya kamu tutup mulut.!"
" Saya tidak akan katakan apapun..!"
Prof. Chan yang begitu panik mulai tenang dan berpikir sesuatu.
" Tusuk punggung saya dengan pisau ini.." Perintah Prof pada Zhou. Zhou tidak punya pilihan selain melakukan perintah sang Prof Chan. Lalu pria itu menyuruh David mencabut gagang pada pisau. Sebelumnya ia katakan bahwa ia akan membuat seolah-olah David bunuh diri dan tusukan pada dirinya hanya sebagai alibi, untuk menghilangkan barang bukti gagang pisau itu harus segara dibawa pergi oleh David agar tidak terdapat sidik jari dan membiarkan mata pisau terletak di lantai.
David yang panik melakukan begitu saja perintah sang Prof, dan rencana itu berjalan dengan baik.
Angel yang baru saja menerima pesan David segera menuju kampus,ketika Ia datang banyak garis polisi terpampang di pintu Kampus, ia bertanya-tanya ada apa gerangan. Seorang mahasiwa mengatakan bahwa seorang mahasiswa bunuh diri dengan melompat. Angel begitu bingung, dan ketika ia mendekat hatinya bergetar dan berteriak histeris ternyata pria itu adalah David.
Beberapa saat kemudian Prof. Chan keluar dengan bantuan alat medis seperti orang sekarat. Beberapa orang mencoba menenangkan Angel,
Terlihat Zhou saksi kasus itu berdiri ketakutan menyaksikan kejadian itu.
Prof Chan melirik Zhao dari matanya tersilat pesan kepada Zhou untuk tidak bertindak apapun selain menjaga rahasia ini.
Kejadian kematian David begitu memukul Angel, gadis itu bahkan berpikir telah jatuh cinta pada sang pria ceria itu.
Kematian yang begitu misterius membuat Angel begitu penasaran dengan apa yang terjadi, Tidak mungkin seorang David yang mempunyai masa depan begitu cermelang harus bunuh diri. Ia tidak yakin dengan kematian itu, walaupun bersedih hati ia bertekad mencari kebenaran kematian itu karena ia yakin
David tidak akan melakukan tindakan bodoh disaat ia sedang menggapai mimpinya. Prof. Chan berhasil selamat dan keluar dari rumah sakit dua hari kemudian.
Zhou yang menjadi saksi mata merasa sangat bersalah dengan berita miring yang ada di media seolah membuatnya menjadi pria pendusta, tapi ia tidak mungkin tega memberikan penyataan kalau Prof. Chan adalah orang dibalik semua ini. Prof Chan meneleponnya untuk mengatakan sekali lagi bahwa sang ibu selamat karena dia. Zhou merasa hina ia pun memutuskan untuk bunuh diri dengan mengantung diri di balkon rumahnya.
Prof. Chan berpikir kini hidupnya akan damai karena semua yang terlibat dalam kematian David telah musnah, terlebih alibi yang ia lancarkan berjalan sempurna. Angel menyadari ada kenjanggalan dalam semua ini, ia mulai mencari semua data yang bisa membuktikan bahwa apa yang terjadi pada David adalah sebuah konspirasi yang dilakukan Prof.Chan. Berbulan-bulan ia melakukan berbagai cara untuk melakukan pembuktian.
Prof Chan yang sembuh merasa mulai perlu untuk mengeluarkan bukti penelitian yang ia ambil dari David. Hebatnya penelitian itu adalah nama yang sama dengan milik David, Angel pun sadar niat dibalik semua kematian David adalah ambisi sang Prof untuk mengambil hak cipta David.
Untungya David pernah membuktikan terlebih dahulu hasil karyanya saat makan di restorang mewah, file name Bluetooth milik David masih tersimpan di ponselnya.
Ia pun seperti mendapatkan semangat untuk membuktikan kebeneran, ia laporkan semua bukti yang ia punya kepada Polisi, Polisi pun melakukan investigasi ulang dan mendapatkan sebuah kebeneran yang terjadi. Prof Chan yang baru saja menikmati nama besarnya, akhirnya mendapatkan ganjalan perbuatannya karena kelicikan dan kekejamannya, Angel berhasil membuktikan bahwa pria itu layak dipenjara seumur hidup. Angel merasa lega karena perkenalan dia dengan David adalah sebuah pesan takdir nyata untuk membelah masa depan David yang telah hilang. Kini semuanya bisa tenang, Angel pun bisa tenang melepas kepergian sahabatnya
Dari milis tetangga:
Kisah David Hartanto - akhirnya kekejaman Prof. Chan terungkap !!
Angel adalah mahasiswa kampus Nanyang Technological University, ia adalah angkatan terbaru dalam tahun ajaran baru. Siang itu ia sedang menikmati makan paginya di sekitar halaman kampus, seorang pria duduk disampingnya dengan tersenyum sambil menghapuskan keringatnya dengan handuk kecil yang ia ambil dari tas jinjingnya. Pria berkacamata itu tampak memperhatikan selembaran kertas yang berisikan beberapa catatan miliknya.
Pria itu begitu terburu-buru membaca kertas itu hingga berterbangan saat angin bertiup kencang, Angel melihat pria itu kewalahan dan mencoba membantu memunggut setiap lembaran ke sisi pria itu. Sambil tersenyum pria itu berkata " Terima kasih.."
" Sama-sama..!"
" Saya David.. Kamu mahasiswi baru disini ya?"
" Iya.. Kok tau? Saya Angel..!"
" Yup.. Tentu saja saya tau! Karena saya sudah menjelang semester akhir..!"
" Wow.. Ga bisa dibayangkan bertapa lamanya kamu belajar disini..Apalagi saya?"
" Yup.. Membosankan tapi inilah hidup harus dijalanin.. Selama kamu menikmati waktu kamu tidak akan sadar kalau tiba-tiba kamu sudah mau lulus.."
Angel tersenyum lalu bertanya pada pria itu. " Apa kertas yang kamu baca itu..?"
" Ini adalah bagian-bagian dari skripsi tugas akhir saya.. Mau lihat?"
" Yup.. Mau dong..!"
Angel memperhatikan susunan kata-kata dan angka yang nyaris saja membuat matanya berkunang-kunang. David tertawa melihat kebingungan itu..
" Ngomong-ngomong.. Inti dari skripsi kamu tentang apa sih? Ribet saya melihatnya hehehe"
" Hehehe.. Ini tentang mimpi masa depan saya dan saya harap kelak berguna bagi siapapun?"
" Wah.. Sebegitu hebatnya..?"
" Yup.. Kapan-kapan saya akan ceritakan.. Tapi kalau sekarang jangan dulu..!"
" Hehehe Ok, saya tunggu ya..?"
" Kamu main Facebook..?"
" Yup.. Saya ada! Kamu?"
Mereka dua sahabat baru saling bertukar informasi tentang situs Facebook mereka, David harus berpamitan karena ia harus bertemu dengan Dosen pembimbingnya, Sedangkan Angel kembali ke kelasnya. Rika sahabat Angel menyambutnya dengan tersenyum, lalu Angel bercerita tentang pertemuannya dengan seorang seniornya di taman tadi, begitu terkejutnya Angel ketika tau bahwa pria itu adalah salah satu jawara Olimpiade pendidikan.
" Terang saja dia begitu yakin bahwa ia akan menciptakan sebuah penemuan besar ?" ujar Angel dalam hati. Pertemuan itu tidak begitu saja berakhir, Angel dan David saling berkomunikasi via mesengger dan Facebook. David sosok yang supel, bersahabat dan kocak tapi ia terkadang bisa menjadi orang yang serius bila sedang mengerjakan sesuatu, begitulah kisah yang mengawali hubungan dekat keduanya. Angel memang kuliah karena uang yang dimiliki ayahnya bukan karena kepintaran seperti David yang mendapatkan beasiswa karena kepintarannya. Karena sering merasa kesulitan mengejar penjelasan dosennya, Angel sering bertanya kepada David yang selalu membantunya. Suatu malam Angel merasa kesulitan untuk mengerjakan tugas kuliahnya, ia mencoba menghubungi David tapi sayang pria itu tidak mengangkat teleponnya. Karena tugas ini begitu mendesak ia pun nekad menuju rumah David, pada saat ia datang ke apartementnya David sedang tertidur.Ia mencoba membangunkan pria itu. David pun terbangun. " Idih ditelepon kok ga angkat sih?" " Sorry ketiduran, saya kekurangan jam tidur gara-gara pengen selesaikan tugas skripsi saya!"
" Oh gitu ya.. jadi saya ganggu ga kalau minta tolong bantuin kerjain tugas?"
" Boleh saja tapi dengan syarat kamu traktir saya makan bakmi?"
" Dengan senang hati.." David berhasil membuat Angel menyelesaikan tugas-tugas kuliahnya, Angel menepati janji untuk meneraktir makan bakmi. Saat itu mereka sedang makan di restorant bakmi, " David, kita kan sudah dekat.. Saya masih penasaran dengan Proyek ambisius dalam skripsi kamu boleh saya tau?"
" Ok deh, saya kasih tau.. Jadi." David bercerita bahwa ia sedang mencoba untuk meniliti bagaimana sebuah bluetooth bisa menghantarkan listrik bagi sekitarnya. Penelitian ini sudah ia lakukan sejak awal semester enam lalu, kini tahap penilitiannya mencapai 70 %, ia yakin pada saat nanti penilitian ini bisa membuat semua orang merasa senang, selain membantu penghematan listrik, penemuan ini bisa membuat dirinya di akui sebagai peneliti. Angel begitu terkesima dengan kisah ambisius itu tapi ia masih bingung. Ia tidak mencoba bertanya banyak hal selain menunggu hasil penelitian sahabat baiknya itu. David yang merasa penilitiannya adalah pertama dalam sejarah dunia, akhirnya terlena dengan kegiatannya di dalam kamar setiap harinya. Sejak enam bulan lalu pihak universitas sudah memperingatkan tentang pemberhentian beasiswanya, tapi ia hanya menganggap ancaman itu ringan karena yakin kelak pihak universitas akan menyesal melakukan tindakan itu bila penemuannya di akui, dan kenyataannya beasiswanya benar-benar dicabut.
Professor Chan adalah dosen pembimbing David yang sudah mengenal pria itu sejak lama, ia sadar David adalah murid pintar dan mempunyai masa depan yang baik disamping sifat kekanak-kanakannya. Suatu hari ketika ia sedang terduduk David datang padanya, bertanya tentang ide skripsi yang ia paparkan. Dengan santai sang Prof berkata, " Apakah kamu sedang bermimpi, bagaimana mungkin sebuah teknoloagi nirkabel dapat menghantarkan listrik.. Ada-ada saja, lebih baik kamu cari ide yang lain!"
"Tapi saya yakin bisa Prof?"
" Kalau begitu tunjukkan pada saya permainan kamu!"
" Baik.. Kita lihat saja!"
David seolah tertantang oleh dosen pembimbingnya itu untuk membuktikan bahwa ia mampu menciptakan apa yang ia pikirkan, ia pun semakin mengorbankan waktunya untuk penelitian eksentriknya. Sahabat-sahabat yang ia kenal mulai melihat David bagaikan seorang dukun rumahan yang membuka praktek dirumahnya untuk bicara hanya lewat laptopnya.
Angel yang setiap harinya mempunyai segudang pekerjaan rumah bahkan harus memaklumi keinginan David untuk tidak diganggu sementara ini.
" Tidak menerima tamu di rumah dan telepon untuk sementara ini " begitulah tulisan status David pada Facebooknya.
Dua minggu lamanya penelitian itu berlanjut hingga mengalami beberapa kegagalan, modal David pada saat itu hanya dua hendphonenya yang berbluetooth, Ia berharap penilitiannya berhasil dengan berbagai cara.Suatu malam ketika ia mulai menyerah setelah mencoba beberapa kali, akhirnya penemuannya itu berhasil walau hanya sebatas lima menit lamanya, ia berteriak bahagia dan bertekad menunjukkan keberhasilannya pada sang dosen.
Paginya David benar-benar pergi menuju ruangan Prof. Chan.Mereka bicara dengan santai sembari David mulai memberikan praktek penelitiannya. Sang Prof yang awalnya cuek tiba-tiba nyaris menjatuhkan kacamatanya ketika melihat David berhasil membuktikan kata-katanya.
" Lihat Prof.. Saya buktikan bahwa saya bisa ..! "Prof terkagum-kagum dengan apa yang David tunjukkan
" David.. Kamu sungguh luar biasa, bagaimana kamu bisa menemukan hal mustahil di dunia ini menjadi nyata.. Kamu akan menjadi peraih nobel karena ini!"
" Ya saya tau.. !" Tiba-tiba muncul pikiran picik dari sang Professor untuk melihat jalan kerja penelitian David, ia menyuruh David menyempurnakan penilitian yang ia buat kemudian membawanya kembali. Baginya David bagaikan tambang emas yang akan membuatnya kaya dan termansyur, ia mulai berpikir merebut hasil penelitian David yang luas biasa itu. David yang tidak sadar dengan pikiran jahat sang Prof benar-benar terus mendalami penelitiannya.
Ketika David sedang merencanakan penelitiannya, sang Professor berpikir untuk mencari orang yang bisa menjadi saksi penelitian David diakui menjadi miliknya. Untuk itu ia membuka file dokumentasi mahasiswa yang berprestasi lainnya, ia mulai teringat dengan beberapa asisten dosen yang diberhentikan beberapa saat lalu. Ia mulai melirik seorang Zhou,seorang pria asal Cina yang sedang frustasi karena dipecat. Ketika Prof menawarkan ide untuk mengangkat Zhou menjadi asistennya,pria itu begitu bahagia karena akhirnya ia mendapatkan pekerjaan sehingga bisa mengirimkan uang kepada ibunya yang sedang sakit. Pria itu tidak sadar sedang dimanfaatkan oleh sang Prof untuk menjadi saksi pada penelitian palsunya. Bahkan Sang Prof memberikan bantuan kepada Zhou untuk mengobati sang Ibu yang menghadapi operasi kanker. " Kamu tenang saja, saya akan memberikan perkerjaan yang baik padamu. Tentu saja saya akan membantu biaya pengobatan ibu kamu hingga sembuh. Kamu bisa kerja dua hari lagi dari sekarang, ok. Ini uang yang kamu butuhkan!"
" Terima kasih " Ucap Zhou yang begitu bahagia mendapatkan bantuan dari pria itu.
David berhasil menyempurnakan penilitiannya, ia sungguh tak kuasa menahan bahagia dengan apa yang ia temukan. Ia teringat pada Angel, ia pun mengajak gadis itu untuk bertemu merayakan kerberhasilannya. Tak tanggung-tanggung mereka makan di Restorant hotel yang mahal, Angel pun heran dengan undangan itu.
" Tumben kamu ada waktu untuk ngajak makan! Apalagi ditempat mewah lagi?"
" Hehehe.. Tenang saja. Ini hanya sebagai bentuk perayaan, dan kelak saya akan ajak kamu ke tempat yang lebih hebat lagi..!"
" Wah. Wah.. jadi tersanjung.. Memang perayaan apa sih!"
" Coba keluarkan Hendphone kamu yang berbluetooth?"
Angel bingung tapi ia melakukan apa yang dipinta David.Dengan sekejap hendphonenya tertuliskan
" Sedang mengisi baterai" angel terkejut, " Astaga!! David kamu berhasil..?"
" Yup.. Aku berhasil..!"
Angel dan David menghabiskan malam indah itu dengan penuh antusias,ia tak pernah menyangka begitu hebatnya sang sahabat kekanak-kanakannya itu.
Akhirnya mereka pulang, karena David besok akan membawakan hasil penelitiannya itu kepada sang Dosen, David begitu ingin menampar para atasan universitas yang memberhentikan beasiswanya dengan prestasinya. Ketika David mengirimkan email kepada Dosennya untuk bertemu besok. Keesokan paginya.Prof, Chan sudah mengingatkan David untuk membawa semua dokument proses berjalannya penelitiannya dalam USB agar ia bisa meneliti langsung kelayakan penelitian David. Awalnya, David agak bingung tapi Prof menyakinkan bahwa ia hanya ingin mencoba dengan caranya agar penelitian David dianggap sah. Tanpa pikir panjang David membawa penelitian itu dalam bentuk USB segera ke kampus pagi sekali pukul 7 sesuai jadwal yang ditentukan Prof. Chan. Sebelum berangkat David mengirimkan pesan kepada Angel untuk bertemu di kampus makan siang bersama. Saat pesan SMS itu masuk Angel masih tertidur,
David pun berangkat sepagi mungkin menghadap sang Prof. Ketika tiba di lantai 4 sang Professor, David menemukan sang Prof sedang terduduk sehabis memotong apel. Ketika David datang ia membuang sisa Apel itu ke keranjang sampah, dan menyimpan pisau itu ke saku bajunya. David tak sadar sedang berada dalam jebakan sang Prof. Chan. Pria tua itu meminta David untuk sekali lagi mencontohkan hasil penilitiannya,setelah menyaksikan penelitian itu pria itu semakin yakin bahwa David benar-benar jenius. Ia meminta David untuk memberikan USB itu lalu berkata dengan santai," David.. Apakah kamu yakin ini penilitian kamu?"
" Ya, tentu saya yakin. Memang kenapa Prof?"
" Apakah kamu tidak sedang mengambil penelitian seorang mahasiwa lain bernama Zhou,?"
" Zhou siapa dia?"
" Dia adalah asisten dosen yang sudah dipecat, ada kemiripan antara penelitian kamu!"
" Mustahil..!" ucap David kesal." Kamu boleh bilang mustahil tapi saya punya hasil document dia yang sama.. coba perhatikan komputer saya?"
David menyaksikan sebuah klip kecil yang menunjukkan penelitian yang dilakukan seorang pria dan Prof mengatakan bahwa pria itu adalah Zhou yang sedang mendemokan hasil yang sama dengan David.
" Tidak mungkin. Prof. Bagaimana pria itu bisa melakukan hal yang sama dengan saya!"
Prof tersenyum sambil berkata." Kamu bukanlan seorang di dunia yang ini yang Jenius, masih banyak lagi..!"
David terdiam mulai berpikir ada yang salah, ia yakin sang Professor melakukan tindakan licik.
" Professor kembalikan USB saya..!?"
" Untuk apa..?"
" Tidak apa-apa , saya ingin dikembalikan saja..!"
" Tidak bisa, ini akan menjadi barang bukti bahwa kamu telah melakukan pelanggaran di kampus karena melakukan penjiplakan karya orang lain sebagai skripsi kamu!"
David mulai emosional.
" Silakan saja , saya tidak takut, saya akan buktikan bahwa itu tidak benar..!" ucap david sambil hendak keluar dari ruangan.
Cara professor dalam ancaman sepertinya salah , ia pun mendekati David sambil membujuk pria itu untuk tenang. Sembari menawarkan opsi lain berupa uang dalam jumlah yang banyak, David tetap pada pendiriannya bahwa ia adalah sang penemu pertama kali. Prof Chan yang emosional langsung menusukkan pisau itu ke bagian belakan badan David tapi hanya sebuah goresan kecil, David berteriak minta tolong. Zhou yang akan memulai kerjanya hari ini berpikir untuk datang menemui Prof. Chan hari ini, ia mendengarkan suara teriakan dari arah pintu Prof Chan. David yang merasa terancam berusaha melawan dengan sekuat tenaga, tapi sebuah bilasan pisau di leher membuatnya langsung tersungkur tak sadarkan diri. Tapi David masih mampu berdiri dan meraih pintu dan membukanya, Zhou yang berada di depan pintu terkejut melihat adegan itu. David yang mulai tak sadarkan diri mulai berlari tanpa arah dan akhirnya terjatuh dari balkom lantai empat dekat ruangan itu. Zhou begitu shock melihat kejadian itu, Prof. Chan yang melihat Zhou ada disana langsung menyuruh pria itu masuk ke ruangan.
" Kamu melihat semuanya?"
" Tidak saya tidak melihatnya..!"
" Ingat.. Saya yang menyelamatkan nyawa ibu kamu, sebaiknya kamu tutup mulut.!"
" Saya tidak akan katakan apapun..!"
Prof. Chan yang begitu panik mulai tenang dan berpikir sesuatu.
" Tusuk punggung saya dengan pisau ini.." Perintah Prof pada Zhou. Zhou tidak punya pilihan selain melakukan perintah sang Prof Chan. Lalu pria itu menyuruh David mencabut gagang pada pisau. Sebelumnya ia katakan bahwa ia akan membuat seolah-olah David bunuh diri dan tusukan pada dirinya hanya sebagai alibi, untuk menghilangkan barang bukti gagang pisau itu harus segara dibawa pergi oleh David agar tidak terdapat sidik jari dan membiarkan mata pisau terletak di lantai.
David yang panik melakukan begitu saja perintah sang Prof, dan rencana itu berjalan dengan baik.
Angel yang baru saja menerima pesan David segera menuju kampus,ketika Ia datang banyak garis polisi terpampang di pintu Kampus, ia bertanya-tanya ada apa gerangan. Seorang mahasiwa mengatakan bahwa seorang mahasiswa bunuh diri dengan melompat. Angel begitu bingung, dan ketika ia mendekat hatinya bergetar dan berteriak histeris ternyata pria itu adalah David.
Beberapa saat kemudian Prof. Chan keluar dengan bantuan alat medis seperti orang sekarat. Beberapa orang mencoba menenangkan Angel,
Terlihat Zhou saksi kasus itu berdiri ketakutan menyaksikan kejadian itu.
Prof Chan melirik Zhao dari matanya tersilat pesan kepada Zhou untuk tidak bertindak apapun selain menjaga rahasia ini.
Kejadian kematian David begitu memukul Angel, gadis itu bahkan berpikir telah jatuh cinta pada sang pria ceria itu.
Kematian yang begitu misterius membuat Angel begitu penasaran dengan apa yang terjadi, Tidak mungkin seorang David yang mempunyai masa depan begitu cermelang harus bunuh diri. Ia tidak yakin dengan kematian itu, walaupun bersedih hati ia bertekad mencari kebenaran kematian itu karena ia yakin
David tidak akan melakukan tindakan bodoh disaat ia sedang menggapai mimpinya. Prof. Chan berhasil selamat dan keluar dari rumah sakit dua hari kemudian.
Zhou yang menjadi saksi mata merasa sangat bersalah dengan berita miring yang ada di media seolah membuatnya menjadi pria pendusta, tapi ia tidak mungkin tega memberikan penyataan kalau Prof. Chan adalah orang dibalik semua ini. Prof Chan meneleponnya untuk mengatakan sekali lagi bahwa sang ibu selamat karena dia. Zhou merasa hina ia pun memutuskan untuk bunuh diri dengan mengantung diri di balkon rumahnya.
Prof. Chan berpikir kini hidupnya akan damai karena semua yang terlibat dalam kematian David telah musnah, terlebih alibi yang ia lancarkan berjalan sempurna. Angel menyadari ada kenjanggalan dalam semua ini, ia mulai mencari semua data yang bisa membuktikan bahwa apa yang terjadi pada David adalah sebuah konspirasi yang dilakukan Prof.Chan. Berbulan-bulan ia melakukan berbagai cara untuk melakukan pembuktian.
Prof Chan yang sembuh merasa mulai perlu untuk mengeluarkan bukti penelitian yang ia ambil dari David. Hebatnya penelitian itu adalah nama yang sama dengan milik David, Angel pun sadar niat dibalik semua kematian David adalah ambisi sang Prof untuk mengambil hak cipta David.
Untungya David pernah membuktikan terlebih dahulu hasil karyanya saat makan di restorang mewah, file name Bluetooth milik David masih tersimpan di ponselnya.
Ia pun seperti mendapatkan semangat untuk membuktikan kebeneran, ia laporkan semua bukti yang ia punya kepada Polisi, Polisi pun melakukan investigasi ulang dan mendapatkan sebuah kebeneran yang terjadi. Prof Chan yang baru saja menikmati nama besarnya, akhirnya mendapatkan ganjalan perbuatannya karena kelicikan dan kekejamannya, Angel berhasil membuktikan bahwa pria itu layak dipenjara seumur hidup. Angel merasa lega karena perkenalan dia dengan David adalah sebuah pesan takdir nyata untuk membelah masa depan David yang telah hilang. Kini semuanya bisa tenang, Angel pun bisa tenang melepas kepergian sahabatnya
PANJI DAN DINNI
PANJI DAN DINNI
In Memoriam Situ Gitung… The last time before disaster .
SILAHKAN DIRENUNGKAN. ......... ......... .....
Saat hidup kita lagi diatas, kadang kita terlena. Ga mau liat orang lain. Ga mau liat teman, sodara bahkan orang tua. Kadang waktu kita memiliki rezeki, kita tetap merasa kekurangan. Kadang di beberapa orang yg ga kuat, akan merubah dia menjadi seorang yg rakus. Yg agak lebih mendingan, kadang kita jadi workaholic, kita ga punya waktu utk keluarga, teman, pacar bahkan untuk diri sendiri.... Alasannya "ini kan untuk masa depan"
Well.... Bagaimana kalau masa depan itu ngga dateng? Gimana kalau tomorrow never come? Gimana kalau ternyata Tuhan kasih hari ini adalah hari terakhir kita didunia. Atau hari terakhir dari orang2 yg kita cintai...
Gue baru aja pulang dari TKB jebolnya tanggul situ gintung. Wah semua perasaan campur aduk. Padahal, ini bukan pertama buat gue. Aceh, Jogja, Lapindo, Banjir 2007, 2005. Tapi tetap aja perasaannya masih ajaib.
Gue sempat ngobrol panjang dengan salah satu korban di tempat pengungsi. Namanya Panji.Panji ini rumahnya hanya beberapa meter dari tanggul itu. Dia tinggal sendiri di rumah warisan dari pamannya. Ortu dan pamannya dah meninggal, dan bibinya tkw di Singapura. Dia kerjanya sebagai kurir di pagi hari, malemnya teknisi di salah satu pabrik di daerah kampung rambutan. Dia punya pacar namanya Dinni. Yg tinggal di sebelah rumahnya. Rencananya mereka akan menikah tahun ini.
Malam kejadian sekitar pukul 8, mereka berkelahi. Alasannya, sebenarnya Panji libur malam itu, jadi dinni mengajak Panji untuk jalan2 ke bogor bersama keluarganya. Menginap di rumah uwak Dinni. Tapi Panji menolak dengan alasan dia ditawari mengantar barang ke daerah karawang. Uangnya lumayan.Mendengar alasan ini Dinni jadi marah dan teriak2 karena memang Panji hampir ga pernah punya waktu untuk Dinni. Alasannya karena cari uang utk pernikahan. Sampai akhirnya Dinni bilang kalau Panji egois, percuma cari uang utk menikah kalau kelakuan Panji malah bikin hilang selera untuk menikah. Panji tersinggung dan bilang kalau Dinni ga menghargai Panji. Akhirnya malam itu mereka bertengkar hebat. Dan Panji tetep pergi mengantar barang.
Karena ada masalah sedikit di Karawang, Panji tertahan lama disana. (gue rasa karena jalan Tuhan). Akhirnya Panji sampai di Jakarta sekitar jam 4.45 menit. Sampai dideket rumah, Panji bingung karena di jalan Ciputat Raya banyak tetangganya berkerumun, menangis dan berteriak. Panji bingung. Semua ditanya tapi ga ada yg jawab. Semua seperti sibuk dengan tangisannya sendiri. Ga berapa lama Panji ketemu sama Iksan, sepupu Dinni. Tapi si Iksan udah nangis sampai ga bisa ngomong. Setelah ditenangkan barulah iksan bercerita.
Iksan bilang bahwa tadi uwak (papa Dinni) suruh dia anter uwak dan keluarga ke Bogor karena uwak Nani (adik papanya) abis melahirkan ga ada yg jaga. Pas Iksan tanya Dinni kok ga ikut, kata papanya Dinni ga mau ikut. Dia lg ga enak hatinya. Mungkin berantem sama Panji. Jadi dia mau di rumah. Jadi Iksan pergi. Iksan ketiduran di Bogor, pas pulang ternyata tanggul jebol. Dinni ga tau dimana... Rumahnya kerendem.Sampai tadi gue pulang, Dinni belum ada kabarnya. Dari 68 orang yang jadi korban, belum ada jenazah Dinni. Dan Panji belum tidur. Dia belum bisa. Dia menyesal sekali. Dia belum berhenti menangis saat gue pulang. Dia ditemenin sama ayah Dinni yg luar biasa bijaksana dan masih bisa menjadi luar biasa tenang walau kehilangan putri sematawayangnya. ..
Terakhir Panji bilang sama gue... "Mba, kalau saya tau mba, saya akan ikut mba sama dia. Kalau saya ikut saya ga akan begini mba. Dia ga akan begini mba. Kasihan Dinni mba. Semua salah saya.. Sekarang uang tabungan saya ga berarti mba. Semuanya udah ga ada artinya kalau ga ada Dinni mba..... Buat apa saya kerja mba, buat Dinni mba.. Kalau ga ada Dinni semuanya ga ada artinya..." Gue ga bisa nenangin karena gue pun jadi ikut menangis....
Well, gue ga bisa bilang apa2 tentang ini. Gue cuma bisa bilang, ayuk kita belajar dari Panji. Percuma kerja terus2an tapi kita ga bisa menikmati hasilnya. Alasan kita kerja adalah untuk cari uang. Cari uang untuk keluarga atau menikah dgn pasangan kita. Tapi inget, hubungan kita dgn mereka bukan hanya sekedar uang. Tapi ada jalinan yg harus dipertahankan. Ada cinta yang harus dirawat. Dan semuanya itu ga bisa dilakukan dgn uang.
Hidup itu harus Balance. Bekerja dan bersenang2nya. ... Segala sesuatunya deh. Kalau ga, kita ga akan bisa nikmatin. Dan lihat sekeliling kita, orang2 yg kita sayang. Bagaimana kalau ternyata besok mereka sudah tidak ada lagi untuk selamanya.. Waktu ga bsa diputer. Dan kematian datang seperti pencuri. Spend sometimes with your love one. Supaya kalau mereka benar2 akan dipanggil Tuhan, atleast kita dah berbuat yg terbaik. Begitu juga kalau kita yg dipanggil, atleast we leave them no regrets... Just a sweet and very good memmories... .
Gue bingung harus ngomong apa. This story just got me over the edge of my emotion. No wise words I could give. No advice.
Gue cuma bisa bilang, coba bayangin kalau lo ada di posisi Panji.....
Deepest condolance.. ....Situ Gintung, 27th March 2009
In Memoriam Situ Gitung… The last time before disaster .
SILAHKAN DIRENUNGKAN. ......... ......... .....
Saat hidup kita lagi diatas, kadang kita terlena. Ga mau liat orang lain. Ga mau liat teman, sodara bahkan orang tua. Kadang waktu kita memiliki rezeki, kita tetap merasa kekurangan. Kadang di beberapa orang yg ga kuat, akan merubah dia menjadi seorang yg rakus. Yg agak lebih mendingan, kadang kita jadi workaholic, kita ga punya waktu utk keluarga, teman, pacar bahkan untuk diri sendiri.... Alasannya "ini kan untuk masa depan"
Well.... Bagaimana kalau masa depan itu ngga dateng? Gimana kalau tomorrow never come? Gimana kalau ternyata Tuhan kasih hari ini adalah hari terakhir kita didunia. Atau hari terakhir dari orang2 yg kita cintai...
Gue baru aja pulang dari TKB jebolnya tanggul situ gintung. Wah semua perasaan campur aduk. Padahal, ini bukan pertama buat gue. Aceh, Jogja, Lapindo, Banjir 2007, 2005. Tapi tetap aja perasaannya masih ajaib.
Gue sempat ngobrol panjang dengan salah satu korban di tempat pengungsi. Namanya Panji.Panji ini rumahnya hanya beberapa meter dari tanggul itu. Dia tinggal sendiri di rumah warisan dari pamannya. Ortu dan pamannya dah meninggal, dan bibinya tkw di Singapura. Dia kerjanya sebagai kurir di pagi hari, malemnya teknisi di salah satu pabrik di daerah kampung rambutan. Dia punya pacar namanya Dinni. Yg tinggal di sebelah rumahnya. Rencananya mereka akan menikah tahun ini.
Malam kejadian sekitar pukul 8, mereka berkelahi. Alasannya, sebenarnya Panji libur malam itu, jadi dinni mengajak Panji untuk jalan2 ke bogor bersama keluarganya. Menginap di rumah uwak Dinni. Tapi Panji menolak dengan alasan dia ditawari mengantar barang ke daerah karawang. Uangnya lumayan.Mendengar alasan ini Dinni jadi marah dan teriak2 karena memang Panji hampir ga pernah punya waktu untuk Dinni. Alasannya karena cari uang utk pernikahan. Sampai akhirnya Dinni bilang kalau Panji egois, percuma cari uang utk menikah kalau kelakuan Panji malah bikin hilang selera untuk menikah. Panji tersinggung dan bilang kalau Dinni ga menghargai Panji. Akhirnya malam itu mereka bertengkar hebat. Dan Panji tetep pergi mengantar barang.
Karena ada masalah sedikit di Karawang, Panji tertahan lama disana. (gue rasa karena jalan Tuhan). Akhirnya Panji sampai di Jakarta sekitar jam 4.45 menit. Sampai dideket rumah, Panji bingung karena di jalan Ciputat Raya banyak tetangganya berkerumun, menangis dan berteriak. Panji bingung. Semua ditanya tapi ga ada yg jawab. Semua seperti sibuk dengan tangisannya sendiri. Ga berapa lama Panji ketemu sama Iksan, sepupu Dinni. Tapi si Iksan udah nangis sampai ga bisa ngomong. Setelah ditenangkan barulah iksan bercerita.
Iksan bilang bahwa tadi uwak (papa Dinni) suruh dia anter uwak dan keluarga ke Bogor karena uwak Nani (adik papanya) abis melahirkan ga ada yg jaga. Pas Iksan tanya Dinni kok ga ikut, kata papanya Dinni ga mau ikut. Dia lg ga enak hatinya. Mungkin berantem sama Panji. Jadi dia mau di rumah. Jadi Iksan pergi. Iksan ketiduran di Bogor, pas pulang ternyata tanggul jebol. Dinni ga tau dimana... Rumahnya kerendem.Sampai tadi gue pulang, Dinni belum ada kabarnya. Dari 68 orang yang jadi korban, belum ada jenazah Dinni. Dan Panji belum tidur. Dia belum bisa. Dia menyesal sekali. Dia belum berhenti menangis saat gue pulang. Dia ditemenin sama ayah Dinni yg luar biasa bijaksana dan masih bisa menjadi luar biasa tenang walau kehilangan putri sematawayangnya. ..
Terakhir Panji bilang sama gue... "Mba, kalau saya tau mba, saya akan ikut mba sama dia. Kalau saya ikut saya ga akan begini mba. Dia ga akan begini mba. Kasihan Dinni mba. Semua salah saya.. Sekarang uang tabungan saya ga berarti mba. Semuanya udah ga ada artinya kalau ga ada Dinni mba..... Buat apa saya kerja mba, buat Dinni mba.. Kalau ga ada Dinni semuanya ga ada artinya..." Gue ga bisa nenangin karena gue pun jadi ikut menangis....
Well, gue ga bisa bilang apa2 tentang ini. Gue cuma bisa bilang, ayuk kita belajar dari Panji. Percuma kerja terus2an tapi kita ga bisa menikmati hasilnya. Alasan kita kerja adalah untuk cari uang. Cari uang untuk keluarga atau menikah dgn pasangan kita. Tapi inget, hubungan kita dgn mereka bukan hanya sekedar uang. Tapi ada jalinan yg harus dipertahankan. Ada cinta yang harus dirawat. Dan semuanya itu ga bisa dilakukan dgn uang.
Hidup itu harus Balance. Bekerja dan bersenang2nya. ... Segala sesuatunya deh. Kalau ga, kita ga akan bisa nikmatin. Dan lihat sekeliling kita, orang2 yg kita sayang. Bagaimana kalau ternyata besok mereka sudah tidak ada lagi untuk selamanya.. Waktu ga bsa diputer. Dan kematian datang seperti pencuri. Spend sometimes with your love one. Supaya kalau mereka benar2 akan dipanggil Tuhan, atleast kita dah berbuat yg terbaik. Begitu juga kalau kita yg dipanggil, atleast we leave them no regrets... Just a sweet and very good memmories... .
Gue bingung harus ngomong apa. This story just got me over the edge of my emotion. No wise words I could give. No advice.
Gue cuma bisa bilang, coba bayangin kalau lo ada di posisi Panji.....
Deepest condolance.. ....Situ Gintung, 27th March 2009
Ayah, Kembalikan Tanganku
Ayah, Kembalikan Tanganku
Sepasang suami isteri – seperti pasangan lain di kota-kota besar meninggalkan anak-anak diasuh pembantu rumah sewaktu bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan cantik berusia tiga setengah tahun. Sendirian ia di rumah dan kerap kali dibiarkan pembantunya karena sibuk bekerja di dapur. Bermainlah dia bersama ayun-ayunan di atas buaian yang dibeli ayahnya, ataupun memetik bunga dan lain-lain di halaman rumahnya.
Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dan ia pun mencoret lantai tempat mobil ayahnya diparkirkan , tetapi karena lantainya terbuat dari marmer maka coretan tidak kelihatan. Dicobanya lagi pada mobil baru ayahnya. Ya… karena mobil itu bewarna gelap, maka coretannya tampak jelas. Apalagi anak-anak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya.
Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke tempat kerja karena ingin menghindari macet. Setelah sebelah kanan mobil sudah penuh coretan maka ia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari oleh si pembantu rumah.
Saat pulang petang, terkejutlah pasangan suami istri itu melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan bayaran angsuran yang masih lama lunasnya. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, “Kerjaan siapa ini !!!” …. Pembantu rumah yang tersentak engan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah adam ketakutan lebih-lebih melihat wajah bengis tuannya. Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan ‘ Saya tidak tahu..tuan.” “Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?” hardik si isteri lagi.
Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata “Dita yg membuat gambar itu ayahhh.. cantik …kan!” katanya sambil memeluk ayahnya sambil bermanja seperti biasa.. Si ayah yang sudah hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon di depan rumahnya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak tangan anaknya . Si anak yang tak mengerti apa apa menagis kesakitan, pedih sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya.
Sedangkan Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan. Pembantu rumah terbengong, tidak tahu harus berbuat apa… Si ayah cukup lama memukul-mukul tangan kanan dan kemudian ganti tangan kiri anaknya. Setelah si ayah masuk ke rumah diikuti si ibu, pembantu rumah tersebut menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar.
Dia terperanjat melihat telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka-luka dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiramnya dengan air, dia ikut menangis. Anak kecil itu juga menjerit-jerit menahan pedih saat luka-lukanya itu terkena air. Lalu si pembantu rumah menidurkan anak kecil itu. Si ayah sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah. Keesokkan harinya, kedua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu ke majikannya. “Oleskan obat saja!” jawab bapak si anak.
Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si ayah konon mau memberi pelajaran pada anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu, meski setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. “Dita demam, Bu”…jawab pembantunya ringkas. “Kasih minum panadol aja ,” jawab si ibu. Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Dita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya.
Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Dita terlalu panas. “Sore nanti kita bawa ke klinik.. Pukul 5.00 sudah siap” kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan agar ia dibawa ke rumah sakit karena keadaannya susah serius. Setelah beberapa hari di rawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu. “Tidak ada pilihan..” kata dokter tersebut yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena sakitnya sudah terlalu parah dan infeksi akut…”Ini sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya maka kedua tangannya harus dipotong dari siku ke bawah” kata dokter itu. Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yg dapat dikatakan lagi.
Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si ayah bergetar tangannya menandatangani surat persetujuan pembedahan. Keluar dari ruang bedah, selepas obat bius yang disuntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga keheranan melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata. “Ayah.. ibu… Dita tidak akan melakukannya lagi…. Dita tak mau lagi ayah pukul. Dita tak mau jahat lagi… Dita sayang ayah..sayang ibu.”, katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan rasa sedihnya. “Dita juga sayang Mbok Narti..” katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuat wanita itu meraung histeris.
“Ayah.. kembalikan tangan Dita. Untuk apa diambil.. Dita janji tidak akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Dita mau makan nanti ?… Bagaimana Dita mau bermain nanti ?… Dita janji tidak akan mencoret-coret mobil lagi, ” katanya berulang-ulang. Serasa hancur hati si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung-raung dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi tiada manusia dapat menahannya. Nasi sudah jadi bubur. Pada akhirnya si anak cantik itu meneruskan hidupnya tanpa kedua tangan dan ia masih belum mengerti mengapa tangannya tetap harus dipotong meski sudah minta maaf…Tahun demi tahun kedua orang tua tersebut menahan kepedihan dan kehancuran bathin sampai suatu saat Sang Ayah tak kuat lagi menahan kepedihannya dan wafat diiringi tangis penyesalannya yg tak bertepi…, Namun…., si Anak dengan segala keterbatasan dan kekurangannya tersebut tetap hidup tegar bahkan sangat sayang dan selalu merindukan ayahnya.
Hatiku selembar daun...
Sepasang suami isteri – seperti pasangan lain di kota-kota besar meninggalkan anak-anak diasuh pembantu rumah sewaktu bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan cantik berusia tiga setengah tahun. Sendirian ia di rumah dan kerap kali dibiarkan pembantunya karena sibuk bekerja di dapur. Bermainlah dia bersama ayun-ayunan di atas buaian yang dibeli ayahnya, ataupun memetik bunga dan lain-lain di halaman rumahnya.
Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dan ia pun mencoret lantai tempat mobil ayahnya diparkirkan , tetapi karena lantainya terbuat dari marmer maka coretan tidak kelihatan. Dicobanya lagi pada mobil baru ayahnya. Ya… karena mobil itu bewarna gelap, maka coretannya tampak jelas. Apalagi anak-anak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya.
Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke tempat kerja karena ingin menghindari macet. Setelah sebelah kanan mobil sudah penuh coretan maka ia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari oleh si pembantu rumah.
Saat pulang petang, terkejutlah pasangan suami istri itu melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan bayaran angsuran yang masih lama lunasnya. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, “Kerjaan siapa ini !!!” …. Pembantu rumah yang tersentak engan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah adam ketakutan lebih-lebih melihat wajah bengis tuannya. Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan ‘ Saya tidak tahu..tuan.” “Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?” hardik si isteri lagi.
Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata “Dita yg membuat gambar itu ayahhh.. cantik …kan!” katanya sambil memeluk ayahnya sambil bermanja seperti biasa.. Si ayah yang sudah hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon di depan rumahnya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak tangan anaknya . Si anak yang tak mengerti apa apa menagis kesakitan, pedih sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya.
Sedangkan Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan. Pembantu rumah terbengong, tidak tahu harus berbuat apa… Si ayah cukup lama memukul-mukul tangan kanan dan kemudian ganti tangan kiri anaknya. Setelah si ayah masuk ke rumah diikuti si ibu, pembantu rumah tersebut menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar.
Dia terperanjat melihat telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka-luka dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiramnya dengan air, dia ikut menangis. Anak kecil itu juga menjerit-jerit menahan pedih saat luka-lukanya itu terkena air. Lalu si pembantu rumah menidurkan anak kecil itu. Si ayah sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah. Keesokkan harinya, kedua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu ke majikannya. “Oleskan obat saja!” jawab bapak si anak.
Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si ayah konon mau memberi pelajaran pada anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu, meski setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. “Dita demam, Bu”…jawab pembantunya ringkas. “Kasih minum panadol aja ,” jawab si ibu. Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Dita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya.
Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Dita terlalu panas. “Sore nanti kita bawa ke klinik.. Pukul 5.00 sudah siap” kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan agar ia dibawa ke rumah sakit karena keadaannya susah serius. Setelah beberapa hari di rawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu. “Tidak ada pilihan..” kata dokter tersebut yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena sakitnya sudah terlalu parah dan infeksi akut…”Ini sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya maka kedua tangannya harus dipotong dari siku ke bawah” kata dokter itu. Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yg dapat dikatakan lagi.
Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si ayah bergetar tangannya menandatangani surat persetujuan pembedahan. Keluar dari ruang bedah, selepas obat bius yang disuntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga keheranan melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata. “Ayah.. ibu… Dita tidak akan melakukannya lagi…. Dita tak mau lagi ayah pukul. Dita tak mau jahat lagi… Dita sayang ayah..sayang ibu.”, katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan rasa sedihnya. “Dita juga sayang Mbok Narti..” katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuat wanita itu meraung histeris.
“Ayah.. kembalikan tangan Dita. Untuk apa diambil.. Dita janji tidak akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Dita mau makan nanti ?… Bagaimana Dita mau bermain nanti ?… Dita janji tidak akan mencoret-coret mobil lagi, ” katanya berulang-ulang. Serasa hancur hati si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung-raung dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi tiada manusia dapat menahannya. Nasi sudah jadi bubur. Pada akhirnya si anak cantik itu meneruskan hidupnya tanpa kedua tangan dan ia masih belum mengerti mengapa tangannya tetap harus dipotong meski sudah minta maaf…Tahun demi tahun kedua orang tua tersebut menahan kepedihan dan kehancuran bathin sampai suatu saat Sang Ayah tak kuat lagi menahan kepedihannya dan wafat diiringi tangis penyesalannya yg tak bertepi…, Namun…., si Anak dengan segala keterbatasan dan kekurangannya tersebut tetap hidup tegar bahkan sangat sayang dan selalu merindukan ayahnya.
Hatiku selembar daun...
Ibu, Kenapa Engkau Tidak Mau Memandikanku
Ibu, Kenapa Engkau Tidak Mau Memandikanku
Sering kali orang tidak mensyukuri apa yang di MILIKI nya sampai akhirnya.....
Rani, sebut saja begitu namanya. Kawan kuliah ini berotak cemerlang dan memiliki idealisme tinggi.
Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah jelas: meraih yang terbaik, di bidang akademis maupun profesi yang akan digelutinya.
''Why not the best,'' katanya selalu, mengutip seorang mantan presiden Amerika.
Ketika Universitas mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di Universiteit Utrecht, Belanda, Rani termasuk salah satunya.
Saya lebih memilih menuntaskan pendidikan kedokteran. Berikutnya, Rani mendapat pendamping yang ''selevel'', sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi.
Alifya, buah cinta mereka, lahir ketika Rani diangkat sebagai staf diplomat, bertepatan dengan tuntasnya suami dia meraih PhD.
Lengkaplah kebahagiaan mereka.Konon, nama putera mereka itu diambil dari huruf pertama hijaiyah ''alif'' dan huruf terakhir ''ya'', jadilah nama yang enak didengar: Alifya.
Saya tak sempat mengira, apa mereka bermaksud menjadikannya sebagai anak yang pertama dan terakhir.
Ketika Alif, panggilan puteranya itu, berusia 6 bulan, kesibukan Rani semakin menggila.
Bak garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain.
Setulusnya saya pernah bertanya, ''Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal?''
Dengan sigap Rani menjawab, ''Oh, saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya. Everything is OK !''
Ucapannya itu betul-betul ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya, ditangani secara profesional oleh baby sitter mahal. Rani tinggal mengontrol jadual Alif lewat telepon.
Alif tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas dan gampang mengerti. Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu, tentang kehebatan ibu-bapaknya.
Tentang gelar dan nama besar, tentang naik pesawat terbang, dan uang yang banyak.
''Contohlah ayah-bunda Alif, kalau Alif besar nanti.'' Begitu selalu nenek Alif, ibunya Rani, berpesan di akhir dongeng menjelang tidurnya.
Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau dia minta adik. Terkejut dengan permintaan tak terduga itu, Rani dan suaminya kembali menagih pengertian anaknya.
Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Alif.
Lagi-lagi bocah kecil ini ''memahami'' orang tuanya.
Buktinya, kata Rani, ia tak lagi merengek minta adik.
Alif, tampaknya mewarisi karakter ibunya yang bukan perengek. Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang sekali ngambek.
Bahkan, tutur Rani, Alif selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria.
Maka, Rani menyapanya ''malaikat kecilku''.
Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya super sibuk, Alif tetap tumbuh penuh cinta.
Diam-diam, saya iri pada keluarga ini.
Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak dimandikan baby sitter.
''Alif ingin Bunda mandikan,'' ujarnya penuh harap.
Karuan saja Rani, yang detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan, gusar. Ia menampik permintaan Alif sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan keperluan kantornya.
Suaminya pun turut membujuk Alif agar mau mandi dengan Tante Mien, baby sitter-nya.
Lagi-lagi, Alif dengan pengertian menurut, meski wajahnya cemberut.Peristiwa ini berulang sampai hampir sepekan. ''Bunda, mandikan aku!'' kian lama suara Alif penuh tekanan.
Toh, Rani dan suaminya berpikir, mungkin itu karena Alif sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta perhatian.
Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Alif bisa ditinggal juga.
Sampai suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien, sang baby sitter.
''Bu dokter, Alif demam dan kejang-kejang. Sekarang di Emergency.''
Setengah terbang, saya ngebut ke UGD. But it was too late. Allah swt sudah punya rencana lain. Alif, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang oleh-Nya.
Rani, ketika diberi tahu soal Alif, sedang meresmikan kantor barunya. Ia shock berat.
Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah memandikan putranya. Setelah pekan lalu Alif mulai menuntut, Rani memang menyimpan komitmen untuk suatu saat memandikan anaknya sendiri.
Dan siang itu, janji Rani terwujud, meski setelah tubuh si kecil terbaring kaku.
''Ini Bunda Lif, Bunda mandikan Alif,'' ucapnya lirih, di tengah jamaah yang sunyi.
Satu persatu rekan Rani menyingkir dari sampingnya, berusaha menyembunyikan tangis.
Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami masih berdiri mematung di sisi pusara.
Berkali-kali Rani, sahabatku yang tegar itu, berkata, ''Ini sudah takdir, ya kan.
Sama saja, aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya, ya dia pergi juga kan?''
Saya diam saja. Rasanya Rani memang tak perlu hiburan dari orang lain. Suaminya mematung seperti tak bernyawa. Wajahnya pias, tatapannya kosong.
''Ini konsekuensi sebuah pilihan,'' lanjut Rani, tetap mencoba tegar dan kuat.
Hening sejenak. Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja. Tiba-tiba Rani berlutut. ''Aku ibunyaaa!'' serunya histeris, lantas tergugu hebat.
Rasanya baru kali ini saya menyaksikan Rani menangis, lebih-lebih tangisan yang meledak.
''Bangunlah Lif, Bunda mau mandikan Alif. Beri kesempatan Bunda sekali saja Lif. Sekali saja, Aliiif..'' Rani merintih mengiba-iba.
Detik berikutnya, ia menubruk pusara dan tertelungkup di atasnya.Air matanya membanjiri tanah merah yang menaungi jasad Alif.
Senja pun makin tua.
Nasi sudah menjadi bubur, sesal tidak lagi menolong.
Hal yang nampaknya sepele sering kali menimbulkan sesal dan kehilangan yang amat sangat.
Sering kali orang sibuk 'di luaran', asik dengan dunianya dan ambisinya sendiri tidak mengabaikan orang2 di dekatnya yang disayanginya.
Akan masih ada waktu 'nanti' buat mereka, jadi abaikan saja dulu.
Sering kali orang takabur dan merasa yakin bahwa pengertian dan kasih sayang yang diterimanya tidak akan hilang.
Merasa mereka akan mengerti karena mereka menyayanginya dan tetap akan ada.
Pelajaran yang sangat menyedihkan. Semoga yang membacanya bisa mengambil makna yang terkandung dalam kisah tsb.
Hatiku selembar daun...
Sering kali orang tidak mensyukuri apa yang di MILIKI nya sampai akhirnya.....
Rani, sebut saja begitu namanya. Kawan kuliah ini berotak cemerlang dan memiliki idealisme tinggi.
Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah jelas: meraih yang terbaik, di bidang akademis maupun profesi yang akan digelutinya.
''Why not the best,'' katanya selalu, mengutip seorang mantan presiden Amerika.
Ketika Universitas mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di Universiteit Utrecht, Belanda, Rani termasuk salah satunya.
Saya lebih memilih menuntaskan pendidikan kedokteran. Berikutnya, Rani mendapat pendamping yang ''selevel'', sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi.
Alifya, buah cinta mereka, lahir ketika Rani diangkat sebagai staf diplomat, bertepatan dengan tuntasnya suami dia meraih PhD.
Lengkaplah kebahagiaan mereka.Konon, nama putera mereka itu diambil dari huruf pertama hijaiyah ''alif'' dan huruf terakhir ''ya'', jadilah nama yang enak didengar: Alifya.
Saya tak sempat mengira, apa mereka bermaksud menjadikannya sebagai anak yang pertama dan terakhir.
Ketika Alif, panggilan puteranya itu, berusia 6 bulan, kesibukan Rani semakin menggila.
Bak garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain.
Setulusnya saya pernah bertanya, ''Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal?''
Dengan sigap Rani menjawab, ''Oh, saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya. Everything is OK !''
Ucapannya itu betul-betul ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya, ditangani secara profesional oleh baby sitter mahal. Rani tinggal mengontrol jadual Alif lewat telepon.
Alif tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas dan gampang mengerti. Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu, tentang kehebatan ibu-bapaknya.
Tentang gelar dan nama besar, tentang naik pesawat terbang, dan uang yang banyak.
''Contohlah ayah-bunda Alif, kalau Alif besar nanti.'' Begitu selalu nenek Alif, ibunya Rani, berpesan di akhir dongeng menjelang tidurnya.
Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau dia minta adik. Terkejut dengan permintaan tak terduga itu, Rani dan suaminya kembali menagih pengertian anaknya.
Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Alif.
Lagi-lagi bocah kecil ini ''memahami'' orang tuanya.
Buktinya, kata Rani, ia tak lagi merengek minta adik.
Alif, tampaknya mewarisi karakter ibunya yang bukan perengek. Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang sekali ngambek.
Bahkan, tutur Rani, Alif selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria.
Maka, Rani menyapanya ''malaikat kecilku''.
Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya super sibuk, Alif tetap tumbuh penuh cinta.
Diam-diam, saya iri pada keluarga ini.
Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak dimandikan baby sitter.
''Alif ingin Bunda mandikan,'' ujarnya penuh harap.
Karuan saja Rani, yang detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan, gusar. Ia menampik permintaan Alif sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan keperluan kantornya.
Suaminya pun turut membujuk Alif agar mau mandi dengan Tante Mien, baby sitter-nya.
Lagi-lagi, Alif dengan pengertian menurut, meski wajahnya cemberut.Peristiwa ini berulang sampai hampir sepekan. ''Bunda, mandikan aku!'' kian lama suara Alif penuh tekanan.
Toh, Rani dan suaminya berpikir, mungkin itu karena Alif sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta perhatian.
Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Alif bisa ditinggal juga.
Sampai suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien, sang baby sitter.
''Bu dokter, Alif demam dan kejang-kejang. Sekarang di Emergency.''
Setengah terbang, saya ngebut ke UGD. But it was too late. Allah swt sudah punya rencana lain. Alif, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang oleh-Nya.
Rani, ketika diberi tahu soal Alif, sedang meresmikan kantor barunya. Ia shock berat.
Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah memandikan putranya. Setelah pekan lalu Alif mulai menuntut, Rani memang menyimpan komitmen untuk suatu saat memandikan anaknya sendiri.
Dan siang itu, janji Rani terwujud, meski setelah tubuh si kecil terbaring kaku.
''Ini Bunda Lif, Bunda mandikan Alif,'' ucapnya lirih, di tengah jamaah yang sunyi.
Satu persatu rekan Rani menyingkir dari sampingnya, berusaha menyembunyikan tangis.
Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami masih berdiri mematung di sisi pusara.
Berkali-kali Rani, sahabatku yang tegar itu, berkata, ''Ini sudah takdir, ya kan.
Sama saja, aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya, ya dia pergi juga kan?''
Saya diam saja. Rasanya Rani memang tak perlu hiburan dari orang lain. Suaminya mematung seperti tak bernyawa. Wajahnya pias, tatapannya kosong.
''Ini konsekuensi sebuah pilihan,'' lanjut Rani, tetap mencoba tegar dan kuat.
Hening sejenak. Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja. Tiba-tiba Rani berlutut. ''Aku ibunyaaa!'' serunya histeris, lantas tergugu hebat.
Rasanya baru kali ini saya menyaksikan Rani menangis, lebih-lebih tangisan yang meledak.
''Bangunlah Lif, Bunda mau mandikan Alif. Beri kesempatan Bunda sekali saja Lif. Sekali saja, Aliiif..'' Rani merintih mengiba-iba.
Detik berikutnya, ia menubruk pusara dan tertelungkup di atasnya.Air matanya membanjiri tanah merah yang menaungi jasad Alif.
Senja pun makin tua.
Nasi sudah menjadi bubur, sesal tidak lagi menolong.
Hal yang nampaknya sepele sering kali menimbulkan sesal dan kehilangan yang amat sangat.
Sering kali orang sibuk 'di luaran', asik dengan dunianya dan ambisinya sendiri tidak mengabaikan orang2 di dekatnya yang disayanginya.
Akan masih ada waktu 'nanti' buat mereka, jadi abaikan saja dulu.
Sering kali orang takabur dan merasa yakin bahwa pengertian dan kasih sayang yang diterimanya tidak akan hilang.
Merasa mereka akan mengerti karena mereka menyayanginya dan tetap akan ada.
Pelajaran yang sangat menyedihkan. Semoga yang membacanya bisa mengambil makna yang terkandung dalam kisah tsb.
Hatiku selembar daun...
JANGAN KIRIMI AKU BUNGA.....
JANGAN KIRIMI AKU BUNGA.....
Aku mendapat bunga hari ini, meski hari ini bukan hari istimewa dan bukan hari ulangtahunku. Semalam untuk pertama kalinya kami bertengkar dan ia melontarkan kata-kata menyakitkan. Aku tahu ia menyesali perbuatannyakarena hari ini ia mengirim aku bunga.
Aku mendapat bunga hari ini.
Ini bukan ulangtahun perkawinan kami atau hari istimewa kami. Semalam ia menghempaskan aku ke dinding dan mulai mencekikku Aku bangun dengan memar dan rasa sakit sekujur tubuhku. Aku tahu ia menyesali (perbuatannya)
karena ia mengirim bunga padaku hari ini.
Aku mendapat bunga hari ini,
padahal hari ini bukanlah hari Ibu atau hari istimewa lain. Semalam ia memukul aku lagi, lebih keras dibanding waktu-waktu yang lalu.
Aku takut padanya tetapi aku takut meningggalkannya. Aku tidak punya uang. Lalu bagaimana aku bisa menghidupi anak-anakku? Namun, aku tahu ia menyesali (perbuatannya)semalam, karena hari ini ia kembali mengirimi aku bunga.
Ada bunga untukku hari ini.
Hari ini adalah hari istimewa : inilah hari pemakamanku. Ia menganiayaku sampai mati tadi malam. Kalau saja aku punya cukup keberanian dan kekuatan untuk meninggalkannya, aku tidak akan mendapat bunga lagi hari ini....
--------------
Sekedar untuk perenungan kita bahwa sebaiknya wanita jangan berpangku
sepenuhnya pada laki-laki tanpa memiliki ketrampilan apa-apa dan
janganlah laki-laki menganiaya wanita.
(Unknown)
Hatiku selembar daun...
Aku mendapat bunga hari ini, meski hari ini bukan hari istimewa dan bukan hari ulangtahunku. Semalam untuk pertama kalinya kami bertengkar dan ia melontarkan kata-kata menyakitkan. Aku tahu ia menyesali perbuatannyakarena hari ini ia mengirim aku bunga.
Aku mendapat bunga hari ini.
Ini bukan ulangtahun perkawinan kami atau hari istimewa kami. Semalam ia menghempaskan aku ke dinding dan mulai mencekikku Aku bangun dengan memar dan rasa sakit sekujur tubuhku. Aku tahu ia menyesali (perbuatannya)
karena ia mengirim bunga padaku hari ini.
Aku mendapat bunga hari ini,
padahal hari ini bukanlah hari Ibu atau hari istimewa lain. Semalam ia memukul aku lagi, lebih keras dibanding waktu-waktu yang lalu.
Aku takut padanya tetapi aku takut meningggalkannya. Aku tidak punya uang. Lalu bagaimana aku bisa menghidupi anak-anakku? Namun, aku tahu ia menyesali (perbuatannya)semalam, karena hari ini ia kembali mengirimi aku bunga.
Ada bunga untukku hari ini.
Hari ini adalah hari istimewa : inilah hari pemakamanku. Ia menganiayaku sampai mati tadi malam. Kalau saja aku punya cukup keberanian dan kekuatan untuk meninggalkannya, aku tidak akan mendapat bunga lagi hari ini....
--------------
Sekedar untuk perenungan kita bahwa sebaiknya wanita jangan berpangku
sepenuhnya pada laki-laki tanpa memiliki ketrampilan apa-apa dan
janganlah laki-laki menganiaya wanita.
(Unknown)
Hatiku selembar daun...
KEBOHONGAN SEORANG IBU
KEBOHONGAN SEORANG IBU
1. MAKANLAH,IBU TIDAK LAPAR.
Cerita bermula ketika penulis masih kecil.Hidup keluarga mereka serba kekurangan dan semasa makan ibu sering membahagikan bahagian nasinya untuk penulis.Sambil memindahkan nasi ke dalam mangkuknya,ibu berkata,Makanlah nak,ibu tidak lapar.
2. MAKANLAH,IBU TIDAK SUKA MAKAN IKAN.
Ketika penulis mulai besar,ibu sering meluangkan waktu senggangnya pergi memancing di taliair berhampiran rumah untuk dijadikan lauk mereka sekeluarga.Kemudian,ibu akan memasak gulai ikan yang segar itu untuk anak-anaknya.Sewaktu anak-anak makan,ibu akan duduk di samping mereka dan hanya memakan sisa makanan yang menempel di tulang bekas sisa ikan yang dimakan penulis dan adik-beradiknya.Bila penulis menghulurkan ikan kepadanya,ibu berkata…Makanlah nak,ibu tidak suka makan ikan.
3. CEPATLAH TIDUR,IBU BELUM NGANTUK.
Di usia awal remaja penulis,semasa beliau di sekolah menengah,ibu akan membawa sejumlah penyapu lidi dan kuih-muih ke kedai untuk menyara persekolahan penulis adik-beradik.Suatu dinihari,lebih kurang pukul 1.30 pagi penulis terjaga dari tidur dan melihat ibunya sedang membuat kuih bertemankan sebuah pelita di hadapannya.Penulis telah melihat beberapa kali kepala ibu terhangguk kerana mengantuk.Penulis pun berkata,Ibu,tidurlah,esok pagi ibu kena pergi kebun pula.”Ibu tersenyum sambil berkata,…Cepatlah tidur nak,ibu belum mengantuk lagi.
4. MINUMLAH,IBU TIDAK HAUS.
Di hujung musim persekolahan,ibu telah meminta cuti kerja supaya dapat menemani penulis pergi sekolah menduduki peperiksaan.Ibu sabar menunggu di luar dewan dan berpanas.Mulutnya pula terus kumat-kamit mendoakan agar anaknya akan lulus cemerlang.Ketika penulis selesai dengan peperiksaannya,ibu dengancepat menhulurkan air kopi yang disiapkan dalam botol yang dibawanya kepada penulis.Melihat ibunya dibasahi peluh,penulis segera memberikan cawannya kepada ibu.Ibu menolak sambil berkata….Minumlah nak,ibu tidak haus.
5. IBU TIDAK PERLUKAN CINTA DAN LELAKI.
Setelah pemergian ayah kerana sakit,yakni baru beberapa bulan penulis dilahirkan,ibu terpaksa mengambil alih tugas ayah.Melihat kehidupan mereka yang semakin susah,seorang pakcik yang baik hati dan tinggal berjiran sering datang memberikan ibu bantuan,tetapi ibu sering menolaknya.Jiran-jiran sering menasihati ibu supaya bernikah lagi agar ada orang lelaki yang menjaga dan mencari wang untuk mereka sekeluarga.Tetapi ibu tidak mengendahkan nasihat mereka dan berkata…Saya tidak perlukan cinta dan saya tidak perlukan lelaki.
6. JANGAN SUSAH-SUSAH,IBU ADA DUIT.
Setelah abang dan kakak penulis bekerja,mereka menyuruh ibu supaya berehat sahaja di rumah.Mereka juga sering mengirim duit kepada ibu tetapi ibu telah mengirim balik duit itu kepada mereka ambil berkata..Jangan susah-susah,ibu ada duit.
7. TIDAK PAYAH,IBU TIDAK BIASA.
Setelah tamat pengajian di universiti,penulis telah melanjutkan pengajian ke peringkat sarjana di luar Negara dan dibiayai oleh sebuah syarikat.setelah mendapat sarjana yang cemerlang,penulis telah bekerja dengan syarikat tersebut.Dengan gaji yang lumayan,penulis berhajat membawa ibu menikmati penghujung hidupnya di luar negara.Tetapi ibu yang baik hati telah menolak kerana tidak mahu menyusahkan anak-anaknya dan berkata…Tak payahlah,ibu tidak biasa tinggal di negara orang.
8. JANGAN MENANGIS,IBU TIDAK SAKIT.
Beberapa tahun berlalu,ibu semakin tua.Suatu malam penulis menerima berita ibu diserang penyakit kanser.Ibu terpaksa dibedah secepat mungkin dan penulis yang berada jauh di seberang samudera,segera pulang menjenguk ibu tercinta.Penulis melihat ibu yang terbaring lemah selepas menjalani pembedahan.Ibu yang kelihatan tua masih mampu menatap wajah penulis penuh kerinduan bersama sebuah senyuman.Penulis dapat melihat betapa siksanya ibu menahan sakit yang menjalari setiap inci tubuhnya…Penulis menatap wajah ibu sambil berlinangan airmata.Namun ibu tetap tersenyum dan berkata…Jangan menangis nak,ibu tidak sakit.Selepas pengucapan pembohongan kelapan itu,ibu telah pergi mengadap penciptanya.
Sehingga kini penulis diburu rasa bersalah yang amat sangat kerana biarpun beliau mengasihi ibunya,tetapi beliau tidak pernah sekalipun membisikkan kata-kata itu kepada ibunya.
Hatiku selembar daun...
1. MAKANLAH,IBU TIDAK LAPAR.
Cerita bermula ketika penulis masih kecil.Hidup keluarga mereka serba kekurangan dan semasa makan ibu sering membahagikan bahagian nasinya untuk penulis.Sambil memindahkan nasi ke dalam mangkuknya,ibu berkata,Makanlah nak,ibu tidak lapar.
2. MAKANLAH,IBU TIDAK SUKA MAKAN IKAN.
Ketika penulis mulai besar,ibu sering meluangkan waktu senggangnya pergi memancing di taliair berhampiran rumah untuk dijadikan lauk mereka sekeluarga.Kemudian,ibu akan memasak gulai ikan yang segar itu untuk anak-anaknya.Sewaktu anak-anak makan,ibu akan duduk di samping mereka dan hanya memakan sisa makanan yang menempel di tulang bekas sisa ikan yang dimakan penulis dan adik-beradiknya.Bila penulis menghulurkan ikan kepadanya,ibu berkata…Makanlah nak,ibu tidak suka makan ikan.
3. CEPATLAH TIDUR,IBU BELUM NGANTUK.
Di usia awal remaja penulis,semasa beliau di sekolah menengah,ibu akan membawa sejumlah penyapu lidi dan kuih-muih ke kedai untuk menyara persekolahan penulis adik-beradik.Suatu dinihari,lebih kurang pukul 1.30 pagi penulis terjaga dari tidur dan melihat ibunya sedang membuat kuih bertemankan sebuah pelita di hadapannya.Penulis telah melihat beberapa kali kepala ibu terhangguk kerana mengantuk.Penulis pun berkata,Ibu,tidurlah,esok pagi ibu kena pergi kebun pula.”Ibu tersenyum sambil berkata,…Cepatlah tidur nak,ibu belum mengantuk lagi.
4. MINUMLAH,IBU TIDAK HAUS.
Di hujung musim persekolahan,ibu telah meminta cuti kerja supaya dapat menemani penulis pergi sekolah menduduki peperiksaan.Ibu sabar menunggu di luar dewan dan berpanas.Mulutnya pula terus kumat-kamit mendoakan agar anaknya akan lulus cemerlang.Ketika penulis selesai dengan peperiksaannya,ibu dengancepat menhulurkan air kopi yang disiapkan dalam botol yang dibawanya kepada penulis.Melihat ibunya dibasahi peluh,penulis segera memberikan cawannya kepada ibu.Ibu menolak sambil berkata….Minumlah nak,ibu tidak haus.
5. IBU TIDAK PERLUKAN CINTA DAN LELAKI.
Setelah pemergian ayah kerana sakit,yakni baru beberapa bulan penulis dilahirkan,ibu terpaksa mengambil alih tugas ayah.Melihat kehidupan mereka yang semakin susah,seorang pakcik yang baik hati dan tinggal berjiran sering datang memberikan ibu bantuan,tetapi ibu sering menolaknya.Jiran-jiran sering menasihati ibu supaya bernikah lagi agar ada orang lelaki yang menjaga dan mencari wang untuk mereka sekeluarga.Tetapi ibu tidak mengendahkan nasihat mereka dan berkata…Saya tidak perlukan cinta dan saya tidak perlukan lelaki.
6. JANGAN SUSAH-SUSAH,IBU ADA DUIT.
Setelah abang dan kakak penulis bekerja,mereka menyuruh ibu supaya berehat sahaja di rumah.Mereka juga sering mengirim duit kepada ibu tetapi ibu telah mengirim balik duit itu kepada mereka ambil berkata..Jangan susah-susah,ibu ada duit.
7. TIDAK PAYAH,IBU TIDAK BIASA.
Setelah tamat pengajian di universiti,penulis telah melanjutkan pengajian ke peringkat sarjana di luar Negara dan dibiayai oleh sebuah syarikat.setelah mendapat sarjana yang cemerlang,penulis telah bekerja dengan syarikat tersebut.Dengan gaji yang lumayan,penulis berhajat membawa ibu menikmati penghujung hidupnya di luar negara.Tetapi ibu yang baik hati telah menolak kerana tidak mahu menyusahkan anak-anaknya dan berkata…Tak payahlah,ibu tidak biasa tinggal di negara orang.
8. JANGAN MENANGIS,IBU TIDAK SAKIT.
Beberapa tahun berlalu,ibu semakin tua.Suatu malam penulis menerima berita ibu diserang penyakit kanser.Ibu terpaksa dibedah secepat mungkin dan penulis yang berada jauh di seberang samudera,segera pulang menjenguk ibu tercinta.Penulis melihat ibu yang terbaring lemah selepas menjalani pembedahan.Ibu yang kelihatan tua masih mampu menatap wajah penulis penuh kerinduan bersama sebuah senyuman.Penulis dapat melihat betapa siksanya ibu menahan sakit yang menjalari setiap inci tubuhnya…Penulis menatap wajah ibu sambil berlinangan airmata.Namun ibu tetap tersenyum dan berkata…Jangan menangis nak,ibu tidak sakit.Selepas pengucapan pembohongan kelapan itu,ibu telah pergi mengadap penciptanya.
Sehingga kini penulis diburu rasa bersalah yang amat sangat kerana biarpun beliau mengasihi ibunya,tetapi beliau tidak pernah sekalipun membisikkan kata-kata itu kepada ibunya.
Hatiku selembar daun...
Waktu Yang Berharga
Waktu Yang Berharga
Anto adalah salah satu pegawai yang cukup sibuk yang bekerja untuk salah satu perusahaan swasta terkemuka, sehingga seringkali ia pulang kerja hingga larut malam. Suatu ketika Anto pulang kerja, ternyata Budi (anaknya) yang masih kelas 2 SD membukakan pintu untuknya, dan sepertinya Budi memang sengaja menunggu ayahnya tiba di rumah. “Kok kamu belum tidur?”, sapa Anto setelah mencium keningnya. Budi menjawab,“Aku memang sengaja menunggu ayah pulang karena aku ingin bertanya, berapa sih gaji ayah?”. “Lho, kok kamu nanya gaji ayah sih?”, “Nggak, Budi cuma mau tahu aja ayah..”, timpal Budi. Ayahnya pun menjawab, “Kamu hitung sendiri, setiap hari ayah bekerja 10 jam dan dibayar Rp.400.000, dan tiap bulan rata-rata ayah bekerja 25 hari. Hayoo.. jadi berapa gaji ayah dalam 1 bulan?”. Budi langsung bergegas mengambil pensilnya, sementara ayahnya melepas sepatu. Ketika Anto beranjak menuju kamar, Budi berlari mengikutinya.
Kemudian Budi menjawabnya, “Kalo 1 hari ayah dibayar Rp.400.000 untuk 10 jam, berarti 1 jam ayah digaji Rp.40.000 donk?”. “Pinter anak ayah sekarang ya.., sekarang kamu cuci kaki dan tidur ya”, jawab ayahnya. Tetapi, Budi tidak juga beranjak. Sambil memperhatikan ayahnya ganti pakaian, Budi kembali bertanya, “Ayah, boleh pinjam uang 5rb nggak?”. “Sudah, buat apa uang malam-malam begini?! Ayah capek, mau mandi dulu, sekarang kamu tidur!”, jawab ayahnya. Dengan wajah melas Budi menjawab, “Tapi ayah..”, ayahnya pun langsung menghardiknya, “Ayah bilang tidur!!”. Anak kecil itupun langsung berbalik menuju kamarnya.
Usai mandi, Anto menyesali perbuatannya yang telah menghardik anaknya tersebut. Ia pun melihat kondisi anaknya tersebut. Dan ternyata, anak kesayangannya itu belum tidur. Ternyata Budi dilihatnya sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp.15.000 di tangannya.
Sambil berbaring dan mengelus kepala anaknya itu, Anto berkata, “Maafkan ayah ya nak. Buat apa sih minta uang malam-malam begini? Kalau mau beli mainan, besok kita beli ya. Jangankan minta 5rb, lebih dari itupun ayah kasih”. Budipun menjawab, “Ayah, aku nggak minta uang. Aku cuma mau minjem. Nanti aku kembalikan lagi setelah aku nabung minggu ini”. “Iya iya, tapi buat apa?”, tanya Budi dengan lembut. “Aku nunggu ayah dari jam 8 tadi, aku mau ngajak ayah main ular tangga. Cuma tiga puluh menit saja. Ibu sering bilang, kalau waktu ayah itu sangat berharga. Jadi, aku mau beli waktu ayah. Aku buka tabunganku, ternyata cuma ada Rp.15.000. tapi, karena ayah bilang ayah tiap 1 jam ayah digaji Rp.40.000, jadi setengah jamnya ayah digaji Rp.20.000. Uang tabunganku kurang 5rb, jadi makanya aku mau pinjam uang ayah 5rb”, jawab Budi dengan polos.
Anto pun terdiam, dan dipeluknya anak kecil itu erat-erat..
Hatiku selembar daun...
Anto adalah salah satu pegawai yang cukup sibuk yang bekerja untuk salah satu perusahaan swasta terkemuka, sehingga seringkali ia pulang kerja hingga larut malam. Suatu ketika Anto pulang kerja, ternyata Budi (anaknya) yang masih kelas 2 SD membukakan pintu untuknya, dan sepertinya Budi memang sengaja menunggu ayahnya tiba di rumah. “Kok kamu belum tidur?”, sapa Anto setelah mencium keningnya. Budi menjawab,“Aku memang sengaja menunggu ayah pulang karena aku ingin bertanya, berapa sih gaji ayah?”. “Lho, kok kamu nanya gaji ayah sih?”, “Nggak, Budi cuma mau tahu aja ayah..”, timpal Budi. Ayahnya pun menjawab, “Kamu hitung sendiri, setiap hari ayah bekerja 10 jam dan dibayar Rp.400.000, dan tiap bulan rata-rata ayah bekerja 25 hari. Hayoo.. jadi berapa gaji ayah dalam 1 bulan?”. Budi langsung bergegas mengambil pensilnya, sementara ayahnya melepas sepatu. Ketika Anto beranjak menuju kamar, Budi berlari mengikutinya.
Kemudian Budi menjawabnya, “Kalo 1 hari ayah dibayar Rp.400.000 untuk 10 jam, berarti 1 jam ayah digaji Rp.40.000 donk?”. “Pinter anak ayah sekarang ya.., sekarang kamu cuci kaki dan tidur ya”, jawab ayahnya. Tetapi, Budi tidak juga beranjak. Sambil memperhatikan ayahnya ganti pakaian, Budi kembali bertanya, “Ayah, boleh pinjam uang 5rb nggak?”. “Sudah, buat apa uang malam-malam begini?! Ayah capek, mau mandi dulu, sekarang kamu tidur!”, jawab ayahnya. Dengan wajah melas Budi menjawab, “Tapi ayah..”, ayahnya pun langsung menghardiknya, “Ayah bilang tidur!!”. Anak kecil itupun langsung berbalik menuju kamarnya.
Usai mandi, Anto menyesali perbuatannya yang telah menghardik anaknya tersebut. Ia pun melihat kondisi anaknya tersebut. Dan ternyata, anak kesayangannya itu belum tidur. Ternyata Budi dilihatnya sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp.15.000 di tangannya.
Sambil berbaring dan mengelus kepala anaknya itu, Anto berkata, “Maafkan ayah ya nak. Buat apa sih minta uang malam-malam begini? Kalau mau beli mainan, besok kita beli ya. Jangankan minta 5rb, lebih dari itupun ayah kasih”. Budipun menjawab, “Ayah, aku nggak minta uang. Aku cuma mau minjem. Nanti aku kembalikan lagi setelah aku nabung minggu ini”. “Iya iya, tapi buat apa?”, tanya Budi dengan lembut. “Aku nunggu ayah dari jam 8 tadi, aku mau ngajak ayah main ular tangga. Cuma tiga puluh menit saja. Ibu sering bilang, kalau waktu ayah itu sangat berharga. Jadi, aku mau beli waktu ayah. Aku buka tabunganku, ternyata cuma ada Rp.15.000. tapi, karena ayah bilang ayah tiap 1 jam ayah digaji Rp.40.000, jadi setengah jamnya ayah digaji Rp.20.000. Uang tabunganku kurang 5rb, jadi makanya aku mau pinjam uang ayah 5rb”, jawab Budi dengan polos.
Anto pun terdiam, dan dipeluknya anak kecil itu erat-erat..
Hatiku selembar daun...
Laki-Laki Yang Membenci Isterinya
Laki-Laki Yang Membenci Isterinya
Lima tahun usia pernikahanku dengan Ellen sungguh masa yang sulit.
Semakin hari semakin tidak ada kecocokan diantara kami. Kami bertengkar
karena hal-hal kecil. Karena Ellen lambat membukakan pagar saat aku
pulang kantor. Karena meja sudut di ruang keluarga yang ia beli tanpa
membicarakannya denganku, bagiku itu hanya membuang uang saja.
Hari ini, 27 Agustus adalah ulan tahun Ellen. Kami bertengkar pagi
ini karena Ellen kesiangan membangunkanku. Aku kesal dan tak mengucapkan
selamat ulang tahun padanya, kecupan di keningnya yang biasa kulakukan
di hari ulang tahunnya tak mau kulakukan. Malam sekitar pukul 7, Ellen
sudah 3 kali menghubungiku untuk memintaku segera pulang dan makan malam
bersamanya, tentu saja permintaannya tidak kuhiraukan.
Jam menunjukkan pukul 10 malam, aku merapikan meja kerjaku dan
beranjak pulang. Hujan turun sangat deras, sudah larut malam tapi jalan
di tengah kota Jakarta masih saja macet, aku benar-benar dibuat kesal oleh
keadaan. Membayangkan pulang dan bertemu dengan Ellen membuatku semakin
kesal! Akhirnya aku sampai juga di rumah pukul 12 malam, dua jam perjalanan
kutempuh yang biasanya aku hanya membutuhkan waktu 1 jam untuk sampai di
rumah.
Kulihat Ellen tertidur di sofa ruang keluarga. Sempat aku berhenti
di hadapannya dan memandang wajahnya. "Ia sungguh cantik" kataku dalam
hati, "Wanita yang menjalin hubungan denganku selama 7 tahun sejak duduk di
bangku SMA yang kini telah kunikahi selama 5 tahun, tetap saja cantik". Aku
menghela nafas dan meninggalkannya pergi, aku ingat kalau aku sedang
kesal sekali dengannya.
Aku langsung masuk ke kamar. Di meja rias istriku kulihat buku itu,
buku coklat tebal yang dimiliki oleh istriku. Bertahun-tahun Ellen
menulis cerita hidupnya pada buku coklat itu. Sejak sebelum menikah, tak pernah
ia ijinkan aku membukanya. Inilah saatnya! Aku tak mempedulikan Ellen,
kuraih buku coklat itu dan kubuka halaman demi halaman secara acak.
14 Februari 1996. Terima kasih Tuhan atas pemberianMu yang berarti
bagiku, Vincent, pacar pertamaku yang akan menjadi pacar terakhirku.
Hmm. aku tersenyum, Ellen yakin sekali kalau aku yang akan menjadi
suaminya.
6 September 2001, Tak sengaja kulihat Vincent makan malam dengan
wanita lain sambil tertawa mesra. Tuhan, aku mohon agar Vincent tidak
pindah ke lain hati.
Jantungku serasa mau berhenti...
23 Oktober 2001, Aku menemukan surat ucapan terima kasih untuk
Vincent, atas candle light dinner di hari ulang tahun seorang wanita
dengan nama Melly. Siapakah dia Tuhan? Bukakanlah mataku untuk apa yang Kau
kehendaki agar aku ketahui.
Jantungku benar-benar mau berhenti. Melly, wanita yang sempat dekat
denganku disaat usia hubunganku dengan Ellen telah mencapai
5 tahun. Melly, yang karenanya aku hampir saja mau memutuskan hubunganku
dengan Ellen karena kejenuhanku. Aku telah memutuskan untuk tidak
bertemu dengan Melly lagi setelah dekat dengannya selama 4 bulan, dan memutuskan
untuk tetap setia kepada Ellen. Aku sungguh tak menduga kalau Ellen
mengetahui hubunganku dengan Melly.
4 Januari 2002, Aku dihampiri wanita bernama Melly, Ia menghinaku
dan mengatakan Vincent telah selingkuh dengannya. Tuhan, beri aku
kekuatan yang berasal daripadaMu.
Bagaimana mungkin Ellen sekuat itu, ia tak pernah mengatakan apapun
atau menangis di hadapanku setelah mengetahui aku telah
menghianatinya. Aku tahu Melly, dia pasti telah membuat hati Ellen
sangat terluka dengan kata-kata tajam yang keluar dari mulutnya.
Nafasku sesak, tak mampu kubayangkan apa yang Ellen rasakan saat itu.
14 Februari 2002, Vincent melamarku di hari jadi kami yang ke-6.
Tuhan apa yang harus kulakukan? Berikan aku tanda untuk keputusan yang
harus kuambil.
14 Februari 2003, Hari minggu yang luar biasa, aku telah menjadi
Nyonya Alexander Vincent Winoto. Terima kasih Tuhan!
18 Juli 2005, Pertengkaran pertama kami sebagai keluarga. Aku harap
aku tak kemanisan lagi membuatkan teh untuknya. Tuhan, bantu aku agar
lebih berhati-hati membuatkan teh untuk suamiku.
7 April 2006, Vincent marah padaku, aku tertidur pulas saat ia
pulang kantor sehingga ia menunggu di depan rumah agak lama.
Seharian aku berada mall mencari jam idaman Vincent, aku ingin
membelikan jam itu di hari ulang tahunnya yang tinggal 2 hari lagi. Tuhan, beri
kedamaian di hati Vincent agar ia tidak marah lagi padaku, aku tak akan
tidur di sore hari lagi kalau Vincent belum pulang walaupun aku lelah.
Aku mulai menangis, Ellen mencoba membahagiakanku tapi aku malah
memarahinya tanpa mau mendengarkan penjelasannya. Jam itu adalah jam
kesayanganku yang kupakai sampai hari ini, tak kusadari ia membelikannya
dengan susah payah.
15 November 2007, Vincent butuh meja untuk menaruh kopi di ruang
keluarga, dia sangat suka membaca di sudut ruang itu. Tuhan, bantu aku
menabung agar aku dapat membelikan sebuah meja, hadiah Natal untuk
Vincent.
Aku tak dapat lagi menahan tangisanku, Ellen tak pernah mengatakan
meja itu adalah hadiah Natal untukku. Ya, ia memang membelinya di malam
Natal dan menaruhnya hari itu juga di ruang keluarga.
Aku sudah tak sanggup lagi membuka halaman berikutnya. Ellen sungguh
diberi kekuatan dari Tuhan untuk mencintaiku tanpa syarat.
Aku berlari keluar kamar, kukecup kening Ellen dan ia terbangun.
"Maafkan aku Ellen, Aku mencintaimu, Selamat ulang tahun."
Source: Dari Milis Tetangga.
Hatiku selembar daun...
Lima tahun usia pernikahanku dengan Ellen sungguh masa yang sulit.
Semakin hari semakin tidak ada kecocokan diantara kami. Kami bertengkar
karena hal-hal kecil. Karena Ellen lambat membukakan pagar saat aku
pulang kantor. Karena meja sudut di ruang keluarga yang ia beli tanpa
membicarakannya denganku, bagiku itu hanya membuang uang saja.
Hari ini, 27 Agustus adalah ulan tahun Ellen. Kami bertengkar pagi
ini karena Ellen kesiangan membangunkanku. Aku kesal dan tak mengucapkan
selamat ulang tahun padanya, kecupan di keningnya yang biasa kulakukan
di hari ulang tahunnya tak mau kulakukan. Malam sekitar pukul 7, Ellen
sudah 3 kali menghubungiku untuk memintaku segera pulang dan makan malam
bersamanya, tentu saja permintaannya tidak kuhiraukan.
Jam menunjukkan pukul 10 malam, aku merapikan meja kerjaku dan
beranjak pulang. Hujan turun sangat deras, sudah larut malam tapi jalan
di tengah kota Jakarta masih saja macet, aku benar-benar dibuat kesal oleh
keadaan. Membayangkan pulang dan bertemu dengan Ellen membuatku semakin
kesal! Akhirnya aku sampai juga di rumah pukul 12 malam, dua jam perjalanan
kutempuh yang biasanya aku hanya membutuhkan waktu 1 jam untuk sampai di
rumah.
Kulihat Ellen tertidur di sofa ruang keluarga. Sempat aku berhenti
di hadapannya dan memandang wajahnya. "Ia sungguh cantik" kataku dalam
hati, "Wanita yang menjalin hubungan denganku selama 7 tahun sejak duduk di
bangku SMA yang kini telah kunikahi selama 5 tahun, tetap saja cantik". Aku
menghela nafas dan meninggalkannya pergi, aku ingat kalau aku sedang
kesal sekali dengannya.
Aku langsung masuk ke kamar. Di meja rias istriku kulihat buku itu,
buku coklat tebal yang dimiliki oleh istriku. Bertahun-tahun Ellen
menulis cerita hidupnya pada buku coklat itu. Sejak sebelum menikah, tak pernah
ia ijinkan aku membukanya. Inilah saatnya! Aku tak mempedulikan Ellen,
kuraih buku coklat itu dan kubuka halaman demi halaman secara acak.
14 Februari 1996. Terima kasih Tuhan atas pemberianMu yang berarti
bagiku, Vincent, pacar pertamaku yang akan menjadi pacar terakhirku.
Hmm. aku tersenyum, Ellen yakin sekali kalau aku yang akan menjadi
suaminya.
6 September 2001, Tak sengaja kulihat Vincent makan malam dengan
wanita lain sambil tertawa mesra. Tuhan, aku mohon agar Vincent tidak
pindah ke lain hati.
Jantungku serasa mau berhenti...
23 Oktober 2001, Aku menemukan surat ucapan terima kasih untuk
Vincent, atas candle light dinner di hari ulang tahun seorang wanita
dengan nama Melly. Siapakah dia Tuhan? Bukakanlah mataku untuk apa yang Kau
kehendaki agar aku ketahui.
Jantungku benar-benar mau berhenti. Melly, wanita yang sempat dekat
denganku disaat usia hubunganku dengan Ellen telah mencapai
5 tahun. Melly, yang karenanya aku hampir saja mau memutuskan hubunganku
dengan Ellen karena kejenuhanku. Aku telah memutuskan untuk tidak
bertemu dengan Melly lagi setelah dekat dengannya selama 4 bulan, dan memutuskan
untuk tetap setia kepada Ellen. Aku sungguh tak menduga kalau Ellen
mengetahui hubunganku dengan Melly.
4 Januari 2002, Aku dihampiri wanita bernama Melly, Ia menghinaku
dan mengatakan Vincent telah selingkuh dengannya. Tuhan, beri aku
kekuatan yang berasal daripadaMu.
Bagaimana mungkin Ellen sekuat itu, ia tak pernah mengatakan apapun
atau menangis di hadapanku setelah mengetahui aku telah
menghianatinya. Aku tahu Melly, dia pasti telah membuat hati Ellen
sangat terluka dengan kata-kata tajam yang keluar dari mulutnya.
Nafasku sesak, tak mampu kubayangkan apa yang Ellen rasakan saat itu.
14 Februari 2002, Vincent melamarku di hari jadi kami yang ke-6.
Tuhan apa yang harus kulakukan? Berikan aku tanda untuk keputusan yang
harus kuambil.
14 Februari 2003, Hari minggu yang luar biasa, aku telah menjadi
Nyonya Alexander Vincent Winoto. Terima kasih Tuhan!
18 Juli 2005, Pertengkaran pertama kami sebagai keluarga. Aku harap
aku tak kemanisan lagi membuatkan teh untuknya. Tuhan, bantu aku agar
lebih berhati-hati membuatkan teh untuk suamiku.
7 April 2006, Vincent marah padaku, aku tertidur pulas saat ia
pulang kantor sehingga ia menunggu di depan rumah agak lama.
Seharian aku berada mall mencari jam idaman Vincent, aku ingin
membelikan jam itu di hari ulang tahunnya yang tinggal 2 hari lagi. Tuhan, beri
kedamaian di hati Vincent agar ia tidak marah lagi padaku, aku tak akan
tidur di sore hari lagi kalau Vincent belum pulang walaupun aku lelah.
Aku mulai menangis, Ellen mencoba membahagiakanku tapi aku malah
memarahinya tanpa mau mendengarkan penjelasannya. Jam itu adalah jam
kesayanganku yang kupakai sampai hari ini, tak kusadari ia membelikannya
dengan susah payah.
15 November 2007, Vincent butuh meja untuk menaruh kopi di ruang
keluarga, dia sangat suka membaca di sudut ruang itu. Tuhan, bantu aku
menabung agar aku dapat membelikan sebuah meja, hadiah Natal untuk
Vincent.
Aku tak dapat lagi menahan tangisanku, Ellen tak pernah mengatakan
meja itu adalah hadiah Natal untukku. Ya, ia memang membelinya di malam
Natal dan menaruhnya hari itu juga di ruang keluarga.
Aku sudah tak sanggup lagi membuka halaman berikutnya. Ellen sungguh
diberi kekuatan dari Tuhan untuk mencintaiku tanpa syarat.
Aku berlari keluar kamar, kukecup kening Ellen dan ia terbangun.
"Maafkan aku Ellen, Aku mencintaimu, Selamat ulang tahun."
Source: Dari Milis Tetangga.
Hatiku selembar daun...
Adik Yang Menyayangi Kakaknya
Adik Yang Menyayangi Kakaknya
Diterjemahkan dari : “I cried for my brother six times”
Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.
Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri ima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.
“Siapa yang mencuri uang itu?” Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, “Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!”
Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, “Ayah, aku yang melakukannya! ” Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, “Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? … Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!”
Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, “Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi.”
Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.
Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus.
Saya mendengarnya memberengut, “Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik…hasil yang begitu baik…” Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, “Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?” Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, “Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku.”
yah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. “Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!” Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, “Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya, kkalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini.”
Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas. Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: “Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang.”
Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20 tahun. Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas).
Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, ” Ada seorang ppenduduk dusun menunggumu di luar sana !” Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, “Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?”
Dia menjawab, tersenyum, “Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu? ” Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, “Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu.”
Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, “Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu.” Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20, Aku 23.
Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. “Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!” Tetapi katanya, sambil tersenyum, “Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk
membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu.”
Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya. “Apakah itu sakit?” Aku menanyakannya. “Tidak, tidak sakit.. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan…” Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23, Aku berusia 26.
Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, “Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini.”
Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi. Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit.
Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, “Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?”
Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. “Pikirkan kakak ipar–ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?” Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: “Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!”
“Mengapa membicarakan masa lalu?” Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.
Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, “Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?” Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, “Kakakku.”
Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat. “Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya.”
Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, “Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku.” Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.
Hatiku selembar daun...
Diterjemahkan dari : “I cried for my brother six times”
Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.
Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri ima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.
“Siapa yang mencuri uang itu?” Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, “Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!”
Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, “Ayah, aku yang melakukannya! ” Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, “Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? … Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!”
Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, “Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi.”
Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.
Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus.
Saya mendengarnya memberengut, “Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik…hasil yang begitu baik…” Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, “Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?” Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, “Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku.”
yah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. “Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!” Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, “Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya, kkalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini.”
Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas. Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: “Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang.”
Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20 tahun. Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas).
Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, ” Ada seorang ppenduduk dusun menunggumu di luar sana !” Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, “Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?”
Dia menjawab, tersenyum, “Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu? ” Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, “Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu.”
Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, “Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu.” Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20, Aku 23.
Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. “Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!” Tetapi katanya, sambil tersenyum, “Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk
membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu.”
Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya. “Apakah itu sakit?” Aku menanyakannya. “Tidak, tidak sakit.. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan…” Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23, Aku berusia 26.
Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, “Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini.”
Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi. Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit.
Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, “Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?”
Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. “Pikirkan kakak ipar–ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?” Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: “Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!”
“Mengapa membicarakan masa lalu?” Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.
Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, “Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?” Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, “Kakakku.”
Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat. “Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya.”
Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, “Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku.” Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.
Hatiku selembar daun...
Subscribe to:
Posts (Atom)