Friday 12 November 2010

PRAMOEDYA ANANTA TOER: TAHUN 1965 TAHUN PEMBABATAN TOTAL

PRAMOEDYA ANANTA TOER: TAHUN 1965 TAHUN PEMBABATAN TOTAL

Artikel Pramoedya Ananta Toer, dimuat dalam Lembaran Kebudayaan "LENTERA,"

Bintang Timoer, 9 Mei 1965



Dengan dipersenjatai oleh amanat "Banting Stir" Bung Karno di depan MPRS, termasuk di dalamnya asas "Berdikari", amanat Dasawarsa KAA-I, dan amanat Harpenas, Rakyat Indonesia dan para pekerja kebudayaan makin diperlengkapi persenjataannya untuk mengganyang kebudayaan Manikebu, Komprador, Imperialis dan Kontra Revolusi secara total.

Segala macam kebudayaan kosmopolit yang mendukung dan mengembangkan nihilisme-nasional tersebut benar-benar sudah tidak dapat ditenggang lagi, tak peduli dari mana pun datangnya dan siapa pun pendukungnya. Revolusi Indonesia tidak membutuhkan penadahan dan tukang-tukang tadah kebudayaan setan dunia.

Untuk waktu yang lama tukang-tukang tadah ini menadahi segala macam penyakit dunia kapitalis-imperialis pada satu segi, dan secara aktif ikut melakukan pembentukan ideologi-setan pada lain segi."

17 Agustus 1965 yang akan datang, dalam merayakan 20 tahun kemerdekaan Indonesia, kebudayaan-setan ini seyogianya sudah harus tidak lagi mengotori bumi dan manusia Indonesia.

Sebagaimana diketahui potensi pengembangan kebudayaan-setan ini masih kuat dalam masyarakat kita, baik yang dilakukan oleh sementara instansi resmi, swasta maupun perseorangan.

Dapat disinyalemenkan, bahwa mempertahankan kebudayaan-setan tersebut, sengaja dilakukan untuk merongrong menanjaknya situasi revolusioner dewasa ini, dan karenanya semakin menanjak situasi revolusioner itu, semakin meningkat cara-cara perongrongan atasnya. Jelas, bahwa mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan-setan ini tidak lagi soal selera sebagaimana mereka selalu mencoba meyakinkany tetapi telah merupakan sistem perongrongan yang terorganisasi. Dan karena itu pengganyangan terhadapnya mau tak mau harus pula secara terorganisasi.

Kepada instansi-instansi resmi yang setelah 8 Mei 1964, yaitu setelah pelarangan Manikebu oleh Bung Karno, masih meneruskan operasinya, tahun ini juga akan dimintai pertanggungjawabannya.

Kepada instansi-instansi tidak resmi atau swasta juga akan dimintai tanggung jawabnya dan keterangan-keterangan ke mana saja produksi kebudayaan-setannya itu dikirimkan.

Penerbit sebaagai alat pembantu pembentukan ideolozi dalam tahun "Banting Stir" in akan dihadapkan pada ujian, sedang penerbit-penerbit gelap yang tidak tercatat, dalam hubungan dengan kedudukannya sebagai alat pembantu pembentukan ideolozi tersebut, adalah sebagai kontra revolusioner.

Sebagaimana diketahui, untuk waktu yang lama penerbit 'Endang' (Jakarta) menjadi produsen buku-buku antikom, demikian juga halnya dengan "Inmajority'. Kemana sajakah buku-buku terbitan mereka ini dikirimkan? Dan bagaimanakah rencana konkret mereka, dan proyek politik itu berafiliasi pada kekuatan apa?

Sebagaimana diketahui penerbit-penerbit yang menerbitkan karya-karya Manikebu adalah seperti penerbit-penerbit pemerintah, penerbit-penerbit swasta untuk tidak menyebut beberapa nama. Apakah sebabnya penerbit-penerbit tersebut menerbitkannya dan apa sebabnya tidak pernah menarik kembali penerbitan-penerbitan tersebut dari peredaran' Apakah sebabnya ada penerbit yang justru menerbitkan buku-buku plagiat Hamka, sedang sudah diketahuinya karya tersebut adalah plagiat? Bukankah Presiden Soekarno telah menggariskan agar berkepribadian sendlri pada sekitar Konsepsi Presiden tahun 1957? Apakah perbuatannya tersebut mendukung tugas perongrongan, ataukah hanya karena ketamakan belaka?

Juga pada tahun ini perusahaan-perusahaan penerbitan yang secara demonstratif mempampangkan gigi, bahwa mereka berani menerima dan memobilisasi tenaga-tenaga Manikebu/BPS takkan luput dari keharusan memberikan pertanggungjawaban.

Gerakan Manikebu secara dialektik telah menyebabkan organisasi-organisasi massa belajar beraksi dalam satu front persatuan yang bulat. Dan aksi front kini telah menjadi tradisi di Indonesia. Maka gerakan mengembangkan kebudayaan-setan sebagai sistem perongrongan ini secara dialektik pun akan memutuskan aksi-aksi front yang akan datang Perkembangan yang demikian takkan dapat dielakkan, sedang kemenangan-kemenangan baru sama pastinya dengan hancurnya lawan-lawan revolusi.

Dalam tahun 'Banting Stir', tahun 'Berdikari', ketukangtadahan kebudayaan asing sama artinya dengan mempertahankan ideologi lama untuk menyerimpung revolusi, karena ia mempertahankan kondisi lama kondisi di bawah tindakan imperialisme-kolonialis.

Kita masih bisa bertanya sekarang ini, apakah sebabnya buku Z.A. Ahmad, Membentuk Negara Islam masih pada meringis di pinggir-pinggir jalan Jakarta, sekalipun di trotoar, dan apakah sebabnya buku Doktor Zhivago terjemahan Trisno Sumardjo diterbitkan?"

Kita masih bisa bertanya bagaimanakah sikap penerbit-penerbit yang selama ini berafiliasi pada "Franklin Foundation" Amerika Serikat, dan karenanya selama ini ikut melakukan agresi kebudayaan di Indonesia? Apakah tanpa bantuan "Franklin Foundation" AS penerbit-penerbit semacam ini masih hidup terus, dan adakah kelangsungan hidupnya dalam alam berdikari justru, karena mendapatkan bantuan gelap, ataukah karena memang telah berdikari sebagai kolone kelima di bidang kebudayaan?

Kita tahu bahwa kebudayaan adalah manifestasi dari kristalisasi kreatif yang telah dicapai oleh suatu taraf perkembangan ideologi. Setiap tindak penadahan atas kebudayaan-setan secara langsung melakukan tindak sabotase terhadap kristalisasi kreatif tersebut pada satu segi, dan terhadap manifestasinya pada segi yang lain. Sedang secara politik penerbit-penerbit demikian membentuk satu golongan tertentu dalam masyarakat dengan ideologi tukang tadah, golongan yang menjadi tawanan jinak imperialisme-imperialisme, dan dengan sendirinya melucuti dari militansi patriotik dan militansi internasionalisnya.

Dengan bersenjatakan 'Berdikari', 'Berkepribadian dalam Kebudayaan, dan 'Banting Stir', pembersihan terhadap penerbit yang menjadi pabrik ideologi gelandangan telah merupakan suatu tantangan bagi semua organisasi kebudayaan yang progresif revolusioner.

Pembersihan ini bukan saja akan mengakibatkan terjadinya perkembangan yang sehat dalam pembinaan kepribadian nasional, juga menghabisi perbentengan terakhir musuh-musuh revolusi. Sedang di bidang sosial-ekonomi secara edukatif akan membantu penerbit-penerblt Manipolis memasuki form-nya sebagai alat revolusi sesuai dengan tuntutan situasi revolusioner dewasa ini.

Juga di bidang penerbitan, setiap kekalahan pada pihak lawan mengakibatkan terjadinya kemajuan ganda pada kekuatan revolusioner.



Source:
http://www.geocities.com/Athens/Aegean/6450/Pram2.htm

No comments: