Sunday, 5 December 2010

Pidato Kenegaraan Presiden R.I. Dan Keterangan Pemerintah Atas Ruu Tentang RAPBN 2004 Serta Nota Keuangannya di Depan Sidang DPR RI Jakarta, 15 Agustus 2003

Pidato Kenegaraan Presiden R.I. Dan Keterangan Pemerintah Atas Ruu Tentang RAPBN 2004 Serta Nota Keuangannya di Depan Sidang DPR RI Jakarta, 15 Agustus 2003



Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang saya hormati, Para undangan dan hadirin yang terhormat, Saudara-saudara sebangsa dan setanah air,
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam sejahtera bagi kita semua,
Dua hari lagi, kita akan memperingati Hari Proklamasi Kemerdekaan kita. Saya percaya, dalam saat-saat seperti ini, hati kita semua dipenuhi rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, bahwa hingga detik ini kehidupan kebangsaan kita tetap utuh, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap tegak. Kita telah dapat mempertahankan kemerdekaan nasional kita, dan tetap mampu memelihara kedaulatan negara kita. Seiring dengan rasa syukur tersebut kita panjatkan pula do'a kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, semoga arwah pahlawan-pahlawan kita, arwah para pejuang yang ikut memerdekakan bangsa ini, dikaruniai tempat yang layak disisi-Nya.
Tidak sedikit peristiwa yang dialami bangsa dan negara ini dalam jangka 58 tahun tersebut. Menjelajahi pasang surut kehidupan berbangsa dan bernegara itu, kita diingatkan bahwa bangsa dan negara Indonesia memang bukan bangsa dan negara yang tumbuh seketika. Sedari awal, bangsa dan negara ini didirikan, dibangun, dan dikelola sebagai wahana untuk mewujudkan masa depan bersama yang lebih baik. Tatanan kebangsaan dan kenegaraan yang ditumbuhkan, juga berkembang secara dinamis sebagai refleksi dari pemikiran filsafati dan ideologi kenegaraan yang kita anut, dan sekaligus menjadi cermin dari respon kita terhadap tantangan dan peluang yang dihadapkan oleh lingkungan yang berkembang secara dinamis pula.
Masih segar dalam ingatan kita, betapa banyak rintangan dan ancaman yang harus dihadapi dan diselesaikan terlebih dahulu, sebelum negara kebangsaan ini dapat benar-
benar melaksanakan tugas pokok yang telah diamanatkan oleh the founding fathers pada saat pembentukan negara tercinta ini dahulu. Dua kali agresi militer, beberapa pemberontakan, berbagai kerusuhan dan huru-hara telah mewarnai masa awal sejarah perjalanan bangsa ini. Belum lagi berbagai upaya untuk menyempal dengan mendirikan negara-negara boneka di luar Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang merupakan hasil rekayasa pemerintah kolonial untuk memecah belah kita. Namun, dengan kesadaran dan inisiatif bangsa kita sendiri, kita selalu kembali berpaling kepada apa yang telah diamanatkan oleh para pendiri negara ini. Hal ini terbukti ketika di tahun 1950, "negara-negara kecil" yang tergabung dalam Republik Indonesia Serikat tersebut, membulatkan tekad untuk kembali melebur diri ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Rangkaian pergolakan tersebut pada akhirnya semakin mengkristalkan keyakinan kita, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah bentuk dan pilihan terbaik bagi bangsa dan negara kita. Syukur Alhamdullilah, ternyata pada akhirnya telah diimplementasikan dalam amandeman Undang-Undang Dasar 1945, dimana ditetapkan bahwa bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan bentuk yang final, tidak dapat ditawar-tawar lagi.
Dengan mencermati pasang surut tersebut, memang wajar bila kemudian muncul harapan bahwa sebagai bangsa yang besar dengan negara kebangsaan yang besar, kita akan mampu mewujudkan prestasi-prestasi besar dibanding apabila kita hidup dalam negara-negara yang lebih kecil tadi, yang bukan mustahil akan saling bermusuhan satu sama lainnya. Sejarah kita sendiri mencatat, betapa tidak mudahnya membangun dan mengoperasikan bangsa dengan jumlah ke-4 terbesar di dunia, dan negara kebangsaan sebesar Republik Indonesia ini. Kita juga sudah menguji coba berbagai bentuk negara, mulai dari negara kesatuan yang berbentuk republik hingga negara yang berbentuk serikat atau federal. Kita juga sudah menguji coba berbagai sistem pemerintahan, dari yang presidensiil ke parlementer, hingga yang abu-abu seperti sekarang ini. Kita memperoleh pelajaran, betapa tidak mudahnya menemukan format yang tepat bagi bangsa yang bermasyarakat majemuk, dan hidup di wilayah yang sangat luas seperti bangsa kita ini. Melalui proses yang sangat panjang pula akhirnya dirumuskan dalam amandemen ke-empat Undang-Undang Dasar, bahwa terhadap bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak akan diadakan perubahan. Bentuk Negara Kesatuan itulah yang bersifat final.
Tanpa perlu mencari-cari kesalahan siapapun, hendaknya disadari bahwa selama lebih dari 3,5 abad masa penjajahan, kita sama sekali tidak pernah disiapkan untuk mengelola bangsa dan negara sebesar ini. Kita malah diperintah dengan prinsip "devide et impera", dipecah-pecah dan dikuasai. Mungkin itu pula sebabnya mengapa seluruh kemampuan yang kita miliki untuk mengelola bangsa dan negara sampai saat ini terpaksa harus kita bangun dengan cara "sambil jalan".
Kemerdekaan yang diperjuangkan para pendahulu kita bukan pula kemerdekaan yang asal merdeka. Bukanlah kemerdekaan yang tanpa konsep atau tanpa norma, apalagi tanpa hukum. Kemerdekaan yang mereka perjuangkan adalah kemerdekaan yang melembaga, kemerdekaan yang pada satu sisi memberi peluang setiap manusia untuk dapat menikmati hak asasinya, tetapi pada sisi lain mengharuskan ditunaikannya kewajiban warga negara, dipeliharanya kebersamaan, persatuan dan kesatuan, dan ditegakkannya hukum. Kemerdekaan yang konsep, norma dan segala sesuatunya dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar, dan yang sesungguhnya terpateri dengan indah dalam rumusan Pancasila.
Bukan karena pada dasarnya berasal dari bumi dan nafas kehidupan atau pandangan hidup bangsa yang sejak lama menghuni Nusantara, atau karena hakekatnya sebagai falsafah yang merupakan dasar negara, tetapi lebih mendasar lagi adalah karena nilai-nilai atau norma-norma yang terkristalisasi dalam rumusan Pancasila itulah yang sesungguhnya menjiwai konsep, visi, dan cita kemerdekaan tadi. Kemerdekaan kita menjadi sangat berharga, bermartabat, karena adanya roh yang selalu menerangi, memberi sinar penuntun, kemana dan bagaimana konsep, visi dan cita kemerdekaan itu sendiri harus diwujudkan.
Pengalaman kita mengajarkan betapa tidak gampang menyesuaikan seluruh tatanan kehidupan nasional ini dengan tuntutan perkembangan jaman, sementara kesinambungan kehidupan kebangsaan dan kenegaraan itu sendiri juga perlu harus terus dicarikan keseimbangannya. Hal ini penting, karena kesinambungan tanpa perubahan akan membekukan dinamika dan menghambat kreativitas dalam menjawab demikian banyak tantangan dalam dunia modern yang berubah dengan cepat ini. Sebaliknya, perubahan tanpa kesinambungan akan meniadakan kepastian dan stabilitas yang kita butuhkan bagi berfungsinya seluruh lembaga, baik lembaga negara maupun lembaga masyarakat sendiri, akan menghambat upaya untuk mengkonsolidasikan apa yang telah kita capai, dan bersamaan dengan itu juga akan menghambur-hamburkan sumber daya nasional kita yang terbatas.
Saudara-saudara sebangsa dan setanah air,
Kilas perjalanan 58 tahun memang semestinya mampu memberi gambaran bahwa sebenarnya banyak yang telah dapat kita capai, walau banyak pula yang masih harus kita kerjakan. Harus diakui, dalam perjalanan selama ini, ternyata juga semakin besar kebutuhan kita untuk memberi perhatian yang lebih besar terhadap pembinaan dan pengembangan wawasan kebangsaan dan kenegaraan itu sendiri. Tujuannya jelas, untuk lebih memperkuat dan memantapkan dasar-dasar yang kokoh bagi kehidupan kebangsaan yang kita bangun diatas kebhinekaan yang luar biasa ini, agar kita tetap dapat hidup sebagai satu bangsa yang bersatu dalam bingkai satu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ditengah kemajuan yang banyak dirasakan dalam kehidupan rakyat, pada saat yang sama kita juga merasakan ketimpangan antara kemajuan fisik yang selama ini kita capai, dengan sikap dan perilaku yang semestinya dapat merepresentasikan secara sepadan dengan hasil capaian dalam kemajuan tadi. Sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa selama ini berlangsung ketidak-seimbangan yang kronik antara nilai-nilai yang semestinya diperlukan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan umum, dengan kenyataan disekitar sikap dan perilaku masyarakat pada umumnya. Banyak hasil pembangunan yang menjadi lekas rusak atau tidak berfungsi lagi dalam usia yang jauh dari semestinya, atau tidak seimbang dengan besarnya biaya yang dilibatkan. Kita sering merasa risih karena sikap dan perilaku yang memang acapkali kita rasakan sendiri tidak berjalan setara dengan norma-norma yang umum dalam pergaulan bangsa-bangsa. Dengan bahasa yang lebih jelas harus saya katakan, bahwa kita masih harus benar-benar merancang dan membangun karakter bangsa ini.
Bukan mustahil, ketimpangan seperti inilah yang besar atau kecilnya mengikis kadar solidaritas sosial kita. Maraknya konflik horizontal antar berbagai kelompok yang terjadi di berbagai daerah selama lima tahun ini, selain menunjukkan ter-erosinya kualitas dan
semangat kebersamaan kita, sesungguhnya juga mengingatkan kita terhadap apa yang bisa terjadi bila konflik serupa itu berlangsung seiring dengan lemahnya kemampuan negara dalam menjamin keamanan, disamping keutuhan bangsa dan negara.
Jaminan keamanan tersebut menjadi sangat dirasakan masyarakat, termasuk dalam kaitannya dengan ancaman terorisme. Kita semua paham, sumber terorisme ini mungkin saja berakar dan merambah jauh seiring dengan sejarah peradaban manusia itu sendiri. Namun dengan mengingat akibat yang mengerikan, korban yang besar dan tanpa pilih sasaran, kita tidak pernah bersikap lain kecuali mengutuknya. Masih segar dalam ingatan kita semua, bagaimana menyedihkannya akibat yang ditimbulkan oleh teror bom di Kuta, Bali, sepuluh bulan yang lalu. Kita akan terus mengejar pelaku-pelakunya, menuntut dan mengadili mereka yang telah tertangkap, dan berusaha membongkar jaringan tindak yang biadab itu.
Sekarang, belum lagi kering air mata keluarga para korban teror bom di Kuta, Bali, tanggal 5 Agustus kita kembali digoncangkan oleh teror bom di Jakarta. Seperti terhadap teror-teror yang terdahulu, kita sangat mengutuk tindakan yang biadab itu. Apapun alasannya, siapapun pelakunya, tindakan tersebut tetap saja merupakan tindak kejahatan terhadap kemanusiaan. Melalui kesempatan ini, atas nama Pemerintah dan Rakyat Indonesia, saya menyampaikan rasa duka yang mendalam kepada keluarga para korban teror tersebut.
Kita akan terus melawan terorisme, dan tidak akan pernah menyerah. Kita akan bekerjasama dengan negara-negara lain dalam melawan terorisme ini, baik dalam kerangka bilateral maupun multilateral. Kita melengkapi mekanisme kerja dengan membentuk unit kerja yang khusus mengkoordinasi pemberantasan terorisme. Kita juga terus meningkatkan upaya deteksi dini dan upaya pencegahan lainnya. Adalah jamak, bahwa pada saat yang sama, para teroris selalu mengintip kelengahan kita. Karenanya, kewaspadaan kita memang tidak boleh kendor sedikitpun. Sekecil apapun, aksi teror ini harus dicegah, ditangkal, dan ditaklukkan. Teror adalah musuh bersama kita, musuh bersama umat manusia dan kemanusiaan.
Kepada seluruh lapisan masyarakat saya serukan, marilah kita tetap bersatu padu dan bersama-sama melawan terorisme ini. Kita tidak perlu saling menyalahkan atau saling mengurangi kepercayaan, karena hal itu hanya akan memperlemah sinergi kita dalam menghadapi aksi-aksi teror. Marilah kita bersama-sama dan saling bekerjasama meningkatkan pengamanan, baik di kawasan hunian maupun di tempat kerja kita masing-masing. Kita memang harus bekerjasama dalam melawan terorisme ini. Bukan saja karena sifat dan cara kerja yang tertutup, tetapi juga karena keterbatasan kita dalam melawan perang tanpa bentuk yang kejam ini.
Keterbatasan memang selalu mendatangkan kesulitan, namun hal itu juga tidak pernah dijadikan alasan pemerintah untuk menunda atau apalagi tidak melaksanakannya. Dalam kaitannya dengan penyelesaian gerakan separatis bersenjata seperti di sebagian wilayah Provinsi Papua dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, pemerintah memang mendahulukan upaya damai. Selain dialog dan pendekatan pembangunan yang komprehensif dan terpadu, juga diberikan otonomi khusus kepada rakyat di kedua daerah tadi.
Khusus mengenai masalah Aceh, dengan panjang lebar masalah tersebut telah saya jelaskan dua minggu yang lalu dalam laporan yang saya berikan di depan Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Disamping menggelar operasi pemulihan keamanan, kita tetap melakukan operasi kemanusiaan, penegakan hukum dan pemantapan jalannya pemerintahan secara terpadu dan seimbang. Situasi keamanan yang berkembang di Provinsi Papua juga menunjukkan perkembangan yang makin baik, walaupun belum sepenuhnya berjalan normal. Berbagai pendekatan terus dilakukan untuk memperoleh arah yang makin positif, meskipun secara politis masih memerlukan perhatian, terutama dalam menyamakan persepsi dan visi tentang Otonomi Khusus dan pemekaran daerah di provinsi tersebut. Kita sangat berkeinginan untuk dapat secepatnya menyelesaikan masalah-masalah ini. Sebab, hanya dengan demikian kita dapat secepatnya mengakhiri beban penderitaan yang telah lama dipikul saudara-saudara kita di dua daerah tersebut.
Upaya diplomasi yang selama ini dilakukan juga telah berhasil meraih dukungan masyarakat internasional bagi keutuhan wilayah dan kesatuan nasional Republik Indonesia. Dukungan internasional juga kita peroleh ketika kita memutuskan pemberian skim otonomi khusus sebagai bentuk penyelesaian akhir bagi masalah di Provinsi Papua dan di Nanggroe Aceh Darussalam. Pembinaan dukungan tersebut, yang akhir-akhir ini merupakan faktor yang kian penting dalam dinamika kehidupan antar bangsa, selalu menjadi salah satu agenda pembicaraan saya dengan para Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan Negara-negara yang saya kunjungi atau yang datang berkunjung ke Jakarta. Upaya serupa itu pada dasarnya menjadi salah satu prioritas dalam pelaksanaan politik luar negeri yang dilaksanakan pemerintah.
Dalam hubungannya dengan soal keutuhan wilayah negara tadi, saya memandang perlu menjelaskan sekali lagi masalah Pulau Sipadan dan Ligitan, yang di penghujung tahun 2002 telah diputuskan Mahkamah Internasional di Den Haag untuk diserahkan kepemilikannya kepada Malaysia. Masalah ini saya kemukakan, karena sering terdengar pernyataan, atau sering banyak diungkap bahwa dengan keputusan Mahkamah Internasional tersebut kita kehilangan dua pulau yang merupakan milik Republik Indonesia. Pemerintah dikesankan tidak dapat atau telah gagal dalam membela atau mempertahankan dua pulau yang merupakan bagian wilayah nasional.
Pandangan tadi berpangkal dari pemahaman yang salah. Kita tidak pernah kehilangan salah satu atau dua pulau tersebut, karena kita memang tidak pernah memilikinya. Pulau Sipadan dan Ligitan, secara hukum memang bukan dan belum pernah menjadi bagian dari wilayah nasional kita. Sedari awal ketika kita menggambarkan wilayah nasional kita, sebagaimana hal itu kita lampirkan dalam Undang-undang Nomor 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia, kita juga tidak pernah mencantumkan keberadaan dua pulau itu dalam peta wilayah nasional. Dengan demikian, kita juga belum pernah menyatakannya sebagai bagian dari wilayah nasional kita.
Sedari jaman pemerintahan Hindia Belanda-pun, kedua pulau tersebut belum pernah dan memang tidak pernah dinyatakan sebagai bagian dari wilayah Pemerintah Hindia Belanda, yang keseluruhan wilayahnya kemudian kita nyatakan sebagai wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebaliknya, Pemerintah Inggris yang dahulu menjadi penguasa wilayah yang sekarang menjadi wilayah negara Kerajaan Malaysia, juga tidak pernah mengklaim kedua pulau tersebut sebagai milik mereka, dan menggambarkannya dalam peta wilayah kekuasaannya. Kedua fakta hukum tadi,
secara tegas dan jelas diakui dan dijadikan dasar penilaian oleh Mahkamah Internasional.
Saya memahami berkembangnya rasa kecewa berkenaan dengan keputusan tersebut. Tetapi itulah sesungguhnya duduk persoalan masalah Pulau Sipadan dan Ligitan itu. Oleh karenanya, sesuai dengan kesepakatan kedua pemerintah sewaktu menyerahkan penyelesaian kepada Mahkamah Internasional pada tahun 1997, yaitu untuk menerima keputusan Mahkamah sebagai keputusan yang bersifat final dan mengikat, maka seperti telah saya kemukakan dalam pesan akhir tahun 2002 kepada seluruh bangsa Indonesia, sebagai warga dari bangsa-bangsa beradab, kita menghormati keputusan Mahkamah tersebut.
Belajar dari pengalaman masalah Pulau Sipadan dan Ligitan itulah, dalam beberapa kesempatan saya menekankan pentingnya kita mengambil langkah yang cepat bagi pengelolaan wilayah nasional ini. Kita perlu secepatnya menuntaskan penyelesaian penetapan tapal batas wilayah darat, laut, landas kontinen, ataupun zona ekonomi eksklusif dengan negara-negara tetangga kita. Saya juga menegaskan pentingnya perhatian bagi pengadministrasian pulau-pulau terutama yang terpencil atau tidak berpenghuni, serta mendorong pemerintah daerah untuk lebih mengambil peran dalam pelaksanaannya.
Dalam kaitannya dengan arahan Undang-Undang Dasar untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, kita terus mengembangkan hubungan persahabatan dan kerjasama dengan bangsa-bangsa di dunia. Kita terus konsisten dalam meneguhkan hak-hak setiap bangsa untuk hidup merdeka dan mendirikan negara di wilayahnya sendiri. Dengan prinsip-prinsip bebas dan aktif, kita selalu berusaha ikutserta dalam mewujudkan perdamaian di belahan manapun di bumi ini. Kita juga bekerja bersama-sama bangsa-bangsa di dunia dalam mewujudkan kesejahteraan melalui prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan.
Hadirin yang saya hormati,
Sekarang izinkanlah saya menyampaikan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2004.
Dibalik deretan panjang angka-angka yang terkandung didalamnya, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara merupakan gambaran dari apa yang kita pikirkan, apa yang kita inginkan, dan apa yang dapat kita kerjakan sebagai bangsa, dalam kurun waktu satu tahun yang akan datang. Semuanya itu didasarkan pada apa yang telah kita kerjakan ditahun silam, keadaan kita hari ini, serta tantangan dan peluang yang akan kita hadapi dimasa datang.
RAPBN tahun 2004 ini juga disusun dengan mempertimbangkan tantangan-tantangan yang akan kita hadapi dalam tahun 2004, yaitu : melaksanakan Pemilihan Umum (Pemilu) untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) maupun Presiden dan Wakil Presiden; menyelesaikan kontrak kerjasama dengan IMF; menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan meningkatkan daya saing produk-produk yang kita hasilkan dalam
kompetisi global yang semakin ketat. Karena itu untuk melaksanakannya diperlukan kerjasama erat di antara kita semua.
Sampai dengan pertengahan tahun 2003, kita bersyukur melihat perkembangan ekonomi yang terus bertambah baik. Secara bertahap pertumbuhan ekonomi telah mulai menunjukkan arah pemulihan. Kita juga menyadari perlunya mengupayakan agar pertumbuhan terus bertambah tinggi, agar pengangguran yang terus meningkat dapat kita kurangi. Laju inflasi juga dapat diturunkan hingga pada tingkat yang cukup rendah. Cadangan devisa kita juga terus menguat, bahkan jauh diatas posisi masa-masa sebelum krisis. Nilai tukar rupiah yang terpuruk, juga telah mengalami penguatan secara bertahap. Tingkat suku bunga terus menunjukkan arah yang menurun sehingga diharapkan dapat menggerakkan kembali kegiatan sektor riil.
Seiring dengan terus membaiknya arah perkembangan perekonomian tadi, dan sejalan dengan amanat TAP Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VI/MPR/2002, kita berketetapan untuk tidak memperpanjang lagi kerjasama program dengan IMF pada akhir tahun 2003. Tentu saja berakhirnya kerjasama program dengan IMF tadi tidak boleh sampai menimbulkan goncangan terutama terhadap perekonomian itu sendiri. Dengan selesainya kontrak kerjasama dengan IMF nanti, kita akan diuji dan ditantang untuk menunjukkan kredibilitas kita dalam melaksanakan berbagai program ekonomi. Pada saat yang sama kita juga ditantang untuk membuktikan konsistensi dan kemampuan kita dalam melaksanakan program-program.
Oleh karena itu, berdasarkan kajian yang mendalam terhadap berbagai opsi pengakhiran program kerjasama, dan dengan tetap memperhatikan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, Pemerintah memutuskan untuk memilih opsi Pemantauan Rencana Kegiatan Pasca Kerjasama Program dengan IMF atau Post-Program Monitoring (PPM). Selain sejalan dengan rekomendasi MPR, pemilihan opsi tersebut juga didasarkan atas pertimbangan bahwa tidak akan ada penurunan cadangan devisa yang bersifat drastis, yang sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi makro dan sekaligus untuk lebih mendorong pertumbuhan ekonomi. Bersamaan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang setidaknya diharapkan berlangsung moderat, kita juga berharap dapat tetap tercipta lapangan kerja yang baru, disamping meningkatnya pendapatan masyarakat.
Dengan memilih opsi tersebut, kita berharap dapat mengembalikan pinjaman IMF secara bertahap tanpa harus mendapatkan pinjaman baru, serta dapat menyusun program-program sendiri di masa mendatang. Cara ini telah menjadi pilihan beberapa negara yang dahulu juga mengalami kesulitan seperti Indonesia, dan bekerjasama dengan IMF dalam pemulihannya. Karena itu, pemerintah memandang strategi Post-Program Monitoring ini merupakan pilihan yang paling tepat.
Selain dilatarbelakangi oleh selesainya kontrak kerjasama dengan IMF, penyusunan RAPBN 2004 juga dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi perkembangan perekonomian saat ini dan perkiraan perkembangan tahun yang akan datang, baik secara global maupun secara nasional. Disamping itu, pemerintah juga telah menetapkan sasaran ekonomi makro serta berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN dan memupuk cadangan devisa. Sebagai konsekuensi dari pilihan tersebut, saya memberikan instruksi kepada para menteri untuk melaksanakan program pemulihan ekonomi yang mencakup program stabilisasi ekonomi makro, restrukturisasi
dan reformasi sektor keuangan, serta program peningkatan investasi, ekspor dan penciptaan lapangan kerja.
Sidang yang saya muliakan,
Kondisi perekonomian global dalam tahun 2002-2003 diwarnai oleh beberapa peristiwa besar yang berpengaruh terhadap perekonomian internasional seperti perang AS-Irak dan berjangkitnya wabah SARS di sejumlah Negara Asia. Pertumbuhan ekonomi dunia dalam tahun 2002 mencapai 3%, sedangkan pertumbuhan perdagangan dunia dalam kurun waktu yang sama mencapai sebesar 2,9%. Dampak dari peristiwa-peristiwa global tersebut tampaknya cukup terasa dalam tahun 2003, yang tercermin dari dilakukannya revisi kebawah terhadap perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2003, dari 3,7% menjadi 3,2%, dan perkiraan pertumbuhan volume perdagangan dari 6,1% menjadi 4,3%.
Dalam tahun 2004 pertumbuhan ekonomi dan volume perdagangan dunia diperkirakan berlangsung lebih tinggi, masing-masing sebesar 4,1% dan 6,1%. Optimisme tersebut terutama disebabkan oleh pulihnya perekonomian disejumlah negara industri utama sebagai hasil dari kebijakan stimulasi ekonomi yang mendorong kecenderungan deflasi dan turunnya tingkat bunga. Perkembangan ini mempunyai dampak positif di Indonesia dan ikut memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah, yang pada gilirannya akan memberi peluang bagi terkendalinya laju inflasi dan turunnya tingkat bunga domestik. Bila kecenderungan tersebut dapat dipertahankan, dan volume perdagangan dunia dapat terus meningkat, pada gilirannya hal itu akan mendongkrak ekspor kita.
Meskipun masih terdapat beberapa catatan yang perlu mendapat perhatian, kondisi perkembangan perekonomian nasional dalam tahun 2002 dan semester I tahun 2003 terus menunjukkan stabilitas makro ekonomi yang makin membaik. Nilai tukar rupiah makin stabil, inflasi tetap terkendali, cadangan devisa terus menguat, dan tingkat suku bunga terus menurun. Semua itu diharapkan akan mampu menggerakkan kembali kegiatan dunia usaha.
Pertumbuhan ekonomi selama tahun 2002 mencapai 3,7% atau sedikit lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya yang mencapai 3,4%. Kenaikan pertumbuhan tersebut terutama ditopang oleh konsumsi pemerintah maupun konsumsi swasta yang meningkat cukup tinggi sebagai akibat membaiknya kondisi ekonomi makro.
Dalam tahun 2003, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan mencapai 4%. Perkiraan tersebut didasarkan antara lain pada terus membaiknya iklim investasi domestik yang mulai terlihat dari meningkatnya pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar 6,4% dalam triwulan I tahun 2003, dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Selain dukungan ekspor yang menunjukkan kinerja yang membaik dalam triwulan I tahun 2003, perkiraan tersebut juga didukung bertambah baiknya sisi produksi dan lapangan usaha, seperti sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 6,1%, sektor bangunan 5,8%, sektor pengangkutan dan komunikasi 6,2%, dan sektor keuangan, persewaan dan sektor perusahaan sebesar 5,7%.
Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS juga menunjukkan kecenderungan yang terus menguat, terutama disebabkan oleh adanya aliran dana masuk dari luar negeri, yang terkait dengan program divestasi perbankan dan privatisasi BUMN,
membaiknya indikator resiko dan ekonomi makro, serta masih menariknya suku bunga di dalam negeri. Sampai dengan bulan Juli 2003, nilai tukar rupiah telah mengalami penguatan hingga mencapai Rp. 8.371 untuk 1 dollar AS dibandingkan dengan nilai tukar rata-rata pada bulan Desember 2002 sebesar Rp 8.912 untuk 1 dollar AS. Teror bom yang terjadi di Jakarta baru-baru ini memang sempat menggoyang nilai tukar untuk beberapa hari, tetapi kemudian segera stabil kembali.
Laju inflasi pada tahun 2003 diperkirakan akan lebih rendah lagi yaitu mencapai sekitar 6%, mengingat rendahnya tingkat inflasi pada bulan Januari - Juli yang mencapai 1,26%. Kecenderungan penguatan rupiah terhadap dollar AS serta terkendalinya pertumbuhan jumlah uang beredar, merupakan faktor penting bagi turunnya laju inflasi, disamping kecenderungan menurunnya harga barang-barang di pasar dunia, yang tercermin dari terjadinya deflasi dan rendahnya tingkat inflasi di beberapa negara partner dagang utama Indonesia.
Pada sisi lain, sampai dengan semester I tahun 2003 ini suku bunga SBI 3 bulan memperlihatkan kecenderungan yang terus menurun, yaitu dari 13,12% pada akhir tahun 2002 menjadi 9,18% pada bulan Juli 2003. Hingga akhir tahun 2003 ini, suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan akan dapat diturunkan hingga mendekati 9% atau lebih rendah lagi.
Neraca pembayaran kita juga menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Surplus transaksi berjalan meningkat sebesar 8,7% dari 6,9 milyar dollar AS pada tahun 2001 menjadi 7,5 milyar dollar AS pada tahun 2002, sementara defisit neraca modal mengalami penurunan yang cukup berarti, sehingga secara keseluruhan cadangan devisa kita bertambah 4 milyar dollar AS, menjadi 32 milyar dollar AS pada akhir tahun 2002. Dalam tahun 2003 diperkirakan penerimaan devisa kita akan meningkat lagi sehingga mencapai lebih dari 35 milyar dollar AS.
Memperhatikan perkembangan perekonomian makro yang terus membaik, memang membuat kita pantas bersyukur. Namun dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan hanya akan mencapai 4% pada tahun 2003, diperlukan sikap waspada dan hati-hati, lebih-lebih karena masih belum pulihnya iklim investasi, masih besarnya jumlah penduduk yang berpendapatan dibawah garis kemiskinan, dan masih tingginya angka pengangguran.
Berdasarkan evaluasi terhadap perkembangan dan kinerja ekonomi nasional dan ekonomi dunia pada tahun-tahun sebelumnya serta perkiraan perkembangannya pada tahun 2004, laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2004 akan mencapai sebesar 5%. Dengan nilai tukar rupiah yang diharapkan dapat dijaga kestabilannya pada rentang yang kita alami akhir-akhir ini, diharapkan akan tercapai kestabilan harga dan tingkat bunga tanpa perlu berakibat menurunnya daya saing ekspor kita. Bila kondisi ini dapat diwujudkan, pada tahun 2004 diperkirakan laju inflasi akan mencapai 7% dan tingkat suku bunga tertimbang SBI tiga bulan dapat berkisar 9% atau lebih rendah.
Disamping berbagai hal yang telah saya kemukakan tadi, perhitungan anggaran juga disusun atas dasar perkiraan produksi dan harga minyak internasional. Produksi minyak bumi dalam tahun 2004 diperkirakan mencapai 1,15 juta barel per hari, sedangkan harga minyak internasional diproyeksikan berada pada kisaran rata-rata 21 dollar AS per barel. Dengan mempertimbangkan perkembangan tersebut, serta akan berakhirnya
program kerjasama pemulihan ekonomi dengan IMF dalam tahun 2004, maka kinerja neraca pembayaran diperkirakan sedikit mengalami penurunan. Secara keseluruhan cadangan devisa diperkirakan menurun menjadi sekitar 33,5 milyar dollar AS pada akhir 2004.
Meskipun asumsi indikator ekonomi makro menunjukkan situasi yang menggembirakan, namun kita juga menghadapi masalah yang tidak ringan dalam menyusun APBN tahun 2004. Sesuai amanat Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1999-2004, kita mentargetkan defisit APBN 2004 sebesar 1,2% dari PDB, yang berarti lebih rendah dari defisit APBN tahun 2003 yang mencapai 1,8% dari PDB. Untuk itu kebijakan konsolidasi fiskal akan dilanjutkan dan dititikberatkan pada tiga hal pokok, yaitu : peningkatan pendapatan negara, pengendalian dan penajaman prioritas alokasi belanja negara, dan manajemen pengelolaan utang yang sehat. Upaya peningkatan pendapatan negara dan peningkatan efisiensi belanja negara, juga akan disertai dengan upaya perbaikan struktur penerimaan dan alokasi belanja negara, serta mendorong terlaksananya pengelolaan keuangan negara yang lebih efektif, efisien dan berkesinambungan.
Selama tiga tahun terakhir, peranan sektor perpajakan telah mampu kita tingkatkan. Pada tahun 2001 peranan penerimaan sektor perpajakan terhadap pendapatan negara mencapai 61,6%, kemudian pada tahun 2002 meningkat menjadi 70%, sedangkan untuk tahun 2003 direncanakan sebesar 75,6% dari pendapatan negara dan hibah. Pada tahun 2004, konsolidasi perpajakan akan dilanjutkan agar dapat meningkatkan penerimaan serta rasio perpajakan, meningkatkan daya saing, iklim investasi, penyederhanaan sistem dan administrasi, disamping penyempurnaan peraturan perpajakan. Upaya lain untuk meningkatkan peran sektor perpajakan adalah melaksanakan reformasi kepabeanan untuk lebih mendorong kelancaran kegiatan perdagangan, pemberantasan penyelundupan dan praktek under valuation, serta peningkatan disiplin dan kualitas pegawai.
Penerimaan negara dari sektor perpajakan ditargetkan Rp 271 triliun atau meningkat 6,6% dari APBN 2003. Dari keseluruhan penerimaan perpajakan tersebut, 49,1% diperkirakan bersumber dari PPh, 31,8% dari PPN dan PPnBM, dan 3,9% dari PBB dan BPHTB. Diluar itu, 15,2% dari penerimaan perpajakan tersebut bersumber dari bea masuk, cukai, pajak/pungutan ekspor, serta pajak lainnya. Rasio perpajakan diperkirakan akan meningkat menjadi 13,5% dari PDB dibandingkan 13,1% pada APBN 2003.
Disamping sektor perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) baik yang berasal dari penerimaan departemen dan lembaga non departemen maupun dari bagian laba BUMN, juga memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi pendapatan negara. PNBP tahun 2004 diperkirakan mencapai Rp 72,2 triliun, dan untuk itu pemerintah akan memanfaatkan setiap peluang untuk mengoptimalkan penerimaannya.
Dengan demikian jumlah penerimaan dalam negeri pada tahun 2004 direncanakan sebesar Rp 343,2 triliun atau naik 2,1% dari rencana penerimaan dalam negeri pada APBN 2003. Disamping itu dalam tahun 2004 juga direncanakan penerimaan pencairan hibah luar negeri dari tahun-tahun sebelumnya sebesar Rp 0,6 triliun, sehingga jumlah pendapatan negara dan hibah direncanakan mencapai Rp 343,9 triliun atau naik 2,3% dari tahun sebelumnya.
Sidang yang saya muliakan,
Pada sisi belanja negara, pengendalian dan penajaman prioritas alokasi anggaran belanja pada tahun 2004 akan diupayakan untuk mendukung konsolidasi fiskal, khususnya dalam menekan kebutuhan pembiayaan/pinjaman. Dengan tetap mempertimbangkan prinsip penghematan dan peningkatan efektifitas pemanfaatannya, anggaran belanja negara dalam tahun 2004 direncanakan mencapai Rp 368,8 triliun, yang berarti penurunan sekitar 0,5% dari anggaran tahun 2003. Penggunaan dana tersebut utamanya akan diarahkan untuk menjaga kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan peningkatan pelayanan publik, mendukung pembangunan guna mempercepat pemulihan ekonomi nasional, dan memantapkan konsolidasi pelaksanaan desentralisasi fiskal.
Secara lebih rinci, anggaran belanja negara dalam tahun 2004 terdiri dari anggaran belanja rutin Rp 185,8 triliun, anggaran belanja pembangunan Rp 68,1 triliun, dan anggaran belanja untuk daerah Rp 114,9 triliun.
Pengeluaran rutin dalam tahun 2004 tidak banyak mengalami perubahan dibandingkan tahun 2003. Porsi yang cukup besar dari pengeluaran rutin tersebut dialokasikan untuk pembayaran bunga utang, yaitu sebesar Rp 68,5 triliun, yang terdiri dari bunga utang dalam negeri Rp 43,8 triliun, dan bunga utang luar negeri Rp 24,7 triliun. Beban pembayaran bunga utang dalam tahun 2004 tersebut menurun sekitar 16,5% dari perkiraan tahun 2003. Pencapaian ini merupakan hasil dari upaya pengurangan utang dalam dan luar negeri melalui pembayaran pokok utang yang jatuh tempo secara tepat waktu, penarikan kembali obligasi negara yang belum jatuh tempo, dampak penurunan suku bunga SBI 3 bulan dan perkiraan penguatan mata uang rupiah terhadap dollar AS dalam tahun 2004.
Untuk mendukung kegiatan pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat, anggaran belanja pegawai direncanakan meningkat 13,2% dari anggaran tahun 2003 menjadi Rp 56,9 triliun. Namun peningkatan tersebut belum dapat digunakan untuk memberi kenaikan gaji pokok Pegawai Negeri Sipil dan anggota TNI/Polri serta para pensiunan, yang sebenarnya memang masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya walau dalam satu bulan. Namun di sisi lain, kemampuan keuangan negara juga masih terbatas karena adanya pengeluaran-pengeluaran lain yang sifatnya juga wajib dipenuhi. Dalam tahun 2004 nanti, yang dapat dilakukan pemerintah masih terbatas pada pemberian semacam insentif berupa pemberian gaji ke-13 yang sekaligus sebagai THR, disamping menaikkan tunjangan lauk-pauk bagi anggota TNI dan Polri.
Dalam rangka peningkatan dukungan kelancaran pemerintahan tadi, dialokasikan pula anggaran belanja barang sebesar Rp 17,8 triliun yang terutama dimanfaatkan untuk kegiatan operasional dan pemeliharaan. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sekitar 15,2% dari anggaran yang sama tahun 2003.
Dalam rangka pengentasan kemiskinan, pemerintah berencana untuk menganggarkan dana subsidi sebesar Rp 23,3 triliun dalam tahun 2004. Arah kebijakan subsidi yang akan ditempuh pemerintah adalah mengalihkan subsidi harga secara bertahap menjadi subsidi kepada masyarakat kurang mampu, serta subsidi bahan dan kebutuhan pokok tertentu. Pemberian subsidi akan lebih ditujukan antara lain untuk penyediaan beras dengan harga relatif murah untuk rakyat miskin, penetapan tarif listrik yang lebih rendah
untuk konsumen rumah tangga dengan daya terpasang maksimum 450 Watt, subsidi bunga untuk program kredit ketahanan pangan, kredit usaha mikro dan kecil, kredit rumah sehat, dan subsidi pupuk agar harganya terjangkau oleh petani.
Subsidi bahan bakar minyak yang selama ini dipandang kurang tepat sasaran, secara bertahap akan terus dikurangi kecuali untuk jenis minyak tanah bagi konsumsi rumah tangga, guna melindungi masyarakat yang berpenghasilan rendah. Kita perlu bersama-sama memikirkan secara sungguh-sungguh upaya menghemat anggaran subsidi yang kurang tepat sasaran ini, dan mengalihkan penggunaan dan alokasinya ke pos-pos lain yang lebih produktif dan bermanfaat bagi usaha penciptaan lapangan kerja, penanggulangan kemiskinan, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia dan perbaikan kesejahteraan masyarakat, seperti sektor pendidikan dan kesehatan. Dalam rangka menekan beban anggaran subsidi BBM ini, saya memandang penting perlunya segera diambil langkah-langkah konkrit untuk mengkaji metode penetapan dan penyesuaian harga BBM dalam negeri yang tepat, realistis, dan sekaligus menjamin kestabilan harga dan ekonomi.
Anggaran untuk pengeluaran rutin lainnya sebesar Rp 19,4 triliun, antara lain dialokasikan untuk menyukseskan penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Sidang Umum MPR tahun 2004, cadangan untuk mengantisipasi tidak tercapainya sasaran ekonomi makro dan berbagai kebijakan fiskal dalam tahun 2004, serta menghadapi keadaan darurat seperti bencana alam dan lain-lain.
Dalam tahun 2004, anggaran pengeluaran pembangunan direncanakan sebesar Rp 68,1 triliun, yang bersumber dari pembiayaan rupiah sebesar Rp 47,5 triliun, dan yang bersumber dari pinjaman proyek dan hibah sebesar Rp 20,6 triliun.
Penggunaan dana pembangunan tersebut akan lebih dipertajam dan diarahkan kepada: kegiatan-kegiatan yang bersifat penting dan mendesak untuk segera dilaksanakan, penyelesaian proyek-proyek pembangunan yang sedang berjalan, proyek-proyek yang mempunyai dampak luas dalam upaya penciptaan dan peningkatan kesempatan kerja, proyek-proyek yang dapat cepat berfungsi dan menghasilkan manfaat bagi masyarakat; dan penyediaan dana pendamping bagi pelaksanaan proyek-proyek yang dibiayai pinjaman luar negeri.
Berpedoman kepada REPETA tahun 2004, telah ditetapkan sembilan prioritas pembangunan yaitu pembangunan sarana dan prasarana ekonomi; peningkatan kualitas sumber daya manusia; penanggulangan kemiskinan; peningkatan ketahanan pangan; pelaksanaan Pemilu; penegakan hukum dan pemberantasan KKN; pemantapan pertahanan dan keamanan; pemantapan pembangunan daerah terutama percepatan pembangunan KTI dan wilayah tertinggal lainnya; serta peningkatan konservasi dan rehabilitasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Masuknya lingkungan hidup dalam salah satu prioritas tadi dimaksudkan agar kita memberi perhatian yang lebih besar terhadap pelestarian lingkungan. Kerusakan di bidang ini telah mengakibatkan penurunan kualitas kehidupan, khususnya mereka yang berpenghasilan rendah. Kerusakan lingkungan juga mengakibatkan kelangkaan sumberdaya alam, yang penting bagi pertumbuhan ekonomi. Pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat agar semakin peduli dan aktif berperan didalamnya, dengan demikian semakin menjadi kebutuhan.
Saudara-saudara yang saya hormati,
Dalam kesempatan yang pendek ini, meskipun tidak secara rinci, izinkan saya menyampaikan rencana penggunaan anggaran pembangunan di beberapa sektor yang berdampak langsung terhadap pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, pangan, permukiman, sarana dan prasarana ekonomi khususnya transportasi, yaitu yang terkait erat dengan upaya-upaya untuk perbaikan peringkat indeks pembangunan sumberdaya manusia (HDI, Indonesia), serta pertahanan dan keamanan.
Sejalan dengan prioritas yang tertuang didalam REPETA 2004, didalam pos anggaran pembangunan terdapat 7 sektor yang terkait langsung dengan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, dan memperoleh alokasi anggaran Rp 53,1 triliun atau 78% dari total anggaran pembangunan. Sektor Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga memperoleh alokasi anggaran sebesar Rp 15,2 triliun atau kurang lebih 22,4% dari total anggaran pembangunan. Sektor Pertahanan dan Keamanan memperoleh alokasi anggaran sebesar Rp 10,5 triliun atau 15,4% dari total anggaran pembangunan. Sektor Transportasi, Meteorologi dan Geofisika memperoleh alokasi sebesar Rp 9,6 triliun atau 14,1% dari total anggaran pembangunan. Selanjutnya Sektor Kesejahteraan Sosial, Kesehatan, dan Pemberdayaan Perempuan memperoleh alokasi anggaran sebesar Rp 7,1 triliun atau 10,4% dari total pengeluaran pembangunan. Sektor Pengairan memperoleh alokasi sebesar Rp 4,8 triliun atau 7% dari total anggaran pembangunan. Sektor pertanian, kehutanan, kelautan dan perikanan, memperoleh alokasi anggaran sebesar Rp 4,3 triliun atau 6,3% terhadap total pengeluaran pembangunan. Dan terakhir Sektor Perumahan dan Permukiman memperoleh alokasi anggaran sebesar Rp 1,6 triliun atau 2,4% dari total anggaran pembangunan.
Sub sektor pendidikan dan pendidikan luar sekolah pada tahun 2004 akan mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp 14,93 triliun atau 21,9% dari total anggaran pembangunan. Anggaran sub sektor pendidikan antara lain akan digunakan untuk memperluas daya tampung sekolah, meningkatkan kualitas pendidikan dasar, meningkatkan kesamaan kesempatan memperoleh pendidikan bagi keluarga kurang mampu, meningkatkan manajemen pendidikan dasar, dan meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan tinggi, serta meningkatkan kinerja personil dan lembaga pendidikan. Sedangkan anggaran sub sektor pendidikan luar sekolah terutama ditujukan untuk menuntaskan program wajib belajar sembilan tahun. Dengan telah diundangkannya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan seiring dengan upaya pemerintah untuk secara bertahap meningkatkan alokasi anggaran pendidikan, saya menghimbau agar Pemerintah Daerah juga secara bertahap meningkatkan alokasi dana pendidikan melalui APBD sesuai kemampuan masing-masing daerah.
Sub sektor kesehatan dalam tahun 2004 akan mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp 5,3 triliun yang antara lain akan digunakan untuk meningkatkan kualitas kesehatan dengan pendekatan paradigma sehat; meningkatkan dan memelihara mutu lembaga pelayanan kesehatan dan gizi; dan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin, kelompok rentan, pengungsi, dan korban bencana.
Untuk menunjang program ketahanan pangan, sektor pengairan akan memperoleh anggaran sebesar Rp 4,8 triliun. Dana tersebut akan digunakan terutama untuk lebih
memantapkan pengelolaan irigasi seluas 7,5 juta ha yang menjadi tanggungjawab pemerintah. Selain itu anggaran sektor pengairan juga digunakan untuk konservasi sumber air melalui rehabilitasi dan pembangunan waduk, embung, situ, danau, sungai dan air tanah. Disamping itu, upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan juga didanai melalui anggaran sub sektor pertanian sebesar Rp 3,1 triliun yang antara lain akan digunakan untuk peningkatan ketahanan pangan dan pengembangan agribisnis.
Selanjutnya sektor yang terkait langsung dengan kesejahteraan rakyat adalah sektor perumahan dan permukiman. Sub sektor perumahan akan memperoleh alokasi anggaran sebesar Rp 701 milyar yang akan digunakan untuk pembangunan rumah sehat sederhana dan rumah susun sewa sederhana untuk masyarakat golongan menengah kebawah. Sedangkan dari sub sektor permukiman akan dialokasikan anggaran sebesar Rp 907 milyar yang akan digunakan untuk peningkatan kualitas dan perluasan pelayanan prasarana dan sarana permukiman di perkotaan maupun di perdesaan. Kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain pengembangan sistem air bersih, pengelolaan sampah, pengelolaan limbah, pengembangan sistem drainase dan revitalisasi kawasan perkotaan.
Sektor transportasi, meteorologi dan geofisika dalam tahun 2004 akan memperoleh alokasi anggaran sebesar Rp 9,6 triliun yang diprioritaskan untuk mempertahankan tingkat pelayanan agar tetap memenuhi standar teknis pelayanan transportasi baik tingkat keselamatan, kelancaran, kenyamanan, serta peningkatan jangkauan pelayanan transportasi secara lebih efisien dan merata. Alokasi anggaran untuk sub sektor prasarana jalan diprioritaskan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di KTI, Lintas Timur Sumatera dan Pantai Utara Jawa melalui rehabilitasi jalan sepanjang 14.800 km dan pembangunan baru sepanjang 300 km, serta peningkatan jalan sepanjang 2.700 km.
Kebijakan yang ditempuh dalam tahun 2004 di bidang pertahanan dan keamanan antara lain pencegahan dan penangkalan serta penindakan kekuatan-kekuatan yang mengancam kedaulatan negara; peningkatan kualitas dan citra baik TNI/POLRI; pembangunan lembaga kepolisian yang efektif, efisien dan akuntabel; pengembangan sistem dan prosedur penegakan hukum di laut; peningkatan upaya pencegahan tindak kejahatan konvensional; peningkatan kerjasama internasional untuk mencegah dan menanggulangi kejahatan trans-nasional termasuk terorisme, dan penyediaan sarana dan prasarana pertahanan dan keamanan; serta pemulihan keamanan dan rehabilitasi daerah-daerah konflik. Sesuai dengan arah kebijakan tersebut diatas, maka pada tahun 2004 dialokasikan anggaran untuk sub sektor pertahanan sebesar Rp 7,67 triliun dan sub sektor keamanan sebesar Rp 2,86 triliun.
Salah satu peran penting kebijakan fiskal di sisi belanja negara adalah mengimplementasikan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, melalui pengalokasian anggaran belanja untuk daerah. Dalam tahun 2004, alokasi anggaran belanja untuk daerah direncanakan sebesar Rp 114,9 triliun, atau sedikit lebih rendah dari anggaran tahun 2003. Jumlah ini terdiri dari Dana Perimbangan Rp 108,2 triliun, serta Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian Rp 6,6 triliun. Dana Perimbangan sebesar Rp 108,2 triliun itu diperuntukkan bagi Dana Bagi Hasil (DBH) Rp 26,4 triliun, Dana Alokasi Umum (DAU) Rp 79,1 triliun, dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp 2,7 triliun. Kebijakan yang akan ditempuh di bidang dana perimbangan tersebut meliputi: penyempurnaan mekanisme
penetapan alokasi dan penyaluran Dana Bagi Hasil, terutama yang berasal dari Sumber Daya Alam (SDA); penyempurnaan formula DAU dengan tetap mengacu pada konsep kesenjangan fiskal; peningkatan peran dan alokasi DAK secara selektif dan bertahap, dengan memperhatikan keterkaitan antara APBN dan APBD di dalam mencapai tujuan nasional. Pelaksanaan penyaluran Dana Bagi Hasil tersebut nantinya didasarkan pada realisasi penerimaan negara yang dibagi-hasilkan, yakni penerimaan perpajakan dan penerimaan bukan pajak yang bersumber dari penerimaan Sumber Daya Alam (SDA).
Adapun tujuan pengalokasian DAU adalah menyeimbangkan kemampuan keuangan antar daerah, sedangkan penggunaan DAK bertujuan untuk mengisi kesenjangan penyediaan kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang menjadi kewenangan daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, khususnya bagi daerah yang kemampuan fiskalnya relatif rendah. Untuk itu, dalam tahun 2004 akan disusun kriteria yang jelas dan tegas untuk penggunaan DAK, sehingga tidak terjadi tumpang tindih dengan kegiatan yang sudah ditampung dalam anggaran pembangunan.
Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian sebesar Rp 6,6 triliun diperuntukkan bagi Dana Penyesuaian sebesar Rp 5 triliun, dan Dana Otonomi Khusus sebesar Rp 1,6 triliun. Dana Penyesuaian tersebut diberikan untuk mencegah agar alokasi DAU bagi daerah-daerah tertentu, khususnya daerah provinsi dan kabupaten/kota baru dalam tahun 2004 tidak berkurang dari alokasi DAU dan Dana Penyesuaian yang diperolehnya dalam tahun 2003, juga disediakan untuk membantu daerah dalam mengantisipasi rencana pemberian insentif bagi pegawai negeri sipil daerah. Sedangkan Dana Otonomi Khusus untuk Provinsi Papua, sesuai dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 ditetapkan setara dengan 2% dari pagu DAU secara nasional.
Sehubungan dengan besarnya alokasi anggaran belanja untuk daerah tersebut, saya mengharapkan dana tersebut dapat diprioritaskan untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Di samping itu, dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dan menciptakan iklim usaha yang kondusif, Pemerintah Daerah perlu terus meniadakan hambatan-hambatan yang mengganggu dunia usaha dan investasi.
Dengan langkah-langkah konsolidasi dan optimalisasi di bidang pendapatan dan belanja negara, maka berdasarkan perhitungan dengan menggunakan asumsi-asumsi dasar yang saya sampaikan tadi, APBN 2004 diperkirakan masih akan mengalami defisit sekitar 1,2% terhadap PDB atau sekitar Rp 24,9 triliun. Perlu saya ingatkan, dalam keadaan yang normal, defisit anggaran sebesar ini tidak terlalu sulit untuk ditutup. Tetapi dalam kondisi tahun 2004, pembiayaan defisit tersebut menjadi kompleks dan berat karena fasilitas Paris Club yang selama ini kita nikmati berupa penundaan pembayaran utang sekitar 3 milyar dollar AS atau sekitar Rp 27 triliun tidak lagi tersedia pada tahun 2004, dan surat utang negara sebesar Rp 18,9 triliun yang akan jatuh tempo dan harus dilunasi pada tahun 2004.
Untuk menutup defisit tersebut jelas perlu dilakukan upaya maksimal guna memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia di dalam negeri maupun sumber alternatif di luar negeri. Sumber-sumber tersebut antara lain penggunaan sebagian dana tunai pemerintah yang disimpan di Bank Indonesia yang saat ini berjumlah sebesar Rp 26,3 triliun, perolehan penerimaan sekitar Rp 10 triliun dari privatisasi BUMN, penjualan tunai aset yang sekarang di kelola oleh BPPN, dan melakukan pengelolaan surat utang negara antara lain melalui penerbitan surat utang negara sebesar Rp 28 triliun,
pembelian kembali obligasi negara dengan dana yang tersedia sebesar Rp 5,6 triliun, penerbitan obligasi negara jangka panjang untuk membeli obligasi negara yang akan jatuh tempo, dan penjajagan penerbitan obligasi negara di luar negeri, serta mengusahakan pinjaman lunak berupa pinjaman program dari CGI, yang diperkirakan sebesar Rp 6,5 triliun dan pinjaman proyek sebesar Rp 20 triliun.
Demikianlah gambaran umum tentang RAPBN 2004, serta penjelasan ringkas mengenai latar belakang proyeksi ekonomi makro yang mendasari penyusunannya. Saya berharap pembahasan RAPBN 2004 akan berjalan lancar sehingga proses penyusunan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) juga akan berjalan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan.
Akhirnya, izinkan saya menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya atas segala kesabaran para Anggota Dewan yang terhormat beserta seluruh hadirin yang telah dengan sabar mengikuti sambutan saya, serta penjelasan mengenai RAPBN 2004 ini. Terimakasih.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Presiden Republik Indonesia
Megawati Soekarnoputri
Disclaimer
:
The Embassy accepts no responsibility for checking the accuracy of information accessed through this site and therefore makes no representation concerning its completeness, truth, accuracy, or its suitability for any particular purpose. Users are advised to rely on their own independent investigations.
Koleksi: Perpustakaan Nasional RI, 2006

No comments: