SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERINGA TAN HARI AKSARA INTERNASIONAL KE-38 DAN PENCANANGAN GERAKAN MEMBACA NASIONAL TAHUN 2003 Jakarta, 12 Nopember 2003
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Saudara-saudara Menteri,
Hadirin yang berbahagia,
Assalamu'allaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Salam sejahtera bagi kita semua,
Hari ini kita berkumpul di lstana Negara ini untuk
bersama-sama memperingati Hari Aksara lntemasional ke-38
clan Pencanangan Gerakan Membaca Nasional Tahun 2003.
Tetapi mengawali sambutan ini, izinkan saya terlebih dahulu
menggunakan kesempatan yang baik di bulan Ramadhan ini,
untuk menyampaikan selamat berpuasa kepada Saudara-saudara
kaum muslimin clan muslimat. Mudah-mudahan ibadah puasa
ini memberikan dorongan semangat clan kekuatan kepada kit a
semua dalam pelaksanaan tugas-tugas kita, termasuk dalam
melaksanakan Gerakan Membaca Nasional nanti. Saya percaya,
Saudara-saudara kaum muslirnin clan muslimat juga men~etahui,
betapa Al Qur' an yang mulai diturunkan pada bulan Ramadhan,
mengawali segal a ajaran dengan perintah untuk membaca.
3
...
Hari Aksara Internasional lahir 38 tahun yang lalu
ditengah kenyataan pahit bahwa 40 % dari penduduk-dunia yang
telah dewasa ternyata buta aksara. Dari Kongres Menterimenteri
Pendidikan se-dunia di Teheran, dicetuskan resolusi
untuk melaksanakan gerakan Pemberantasan Buta Aksara
diseluruh dunia, terutama dinegara-negara yang sedang
berkembang. Kongres juga mengusulkan kepada Sidang Umum
UNESCO untuk menjadikan hari it~, 8 September, sebagai Hari
Aksara Internasional, yang kemudian menganjurkan diperingati
setiap tahun oleh semua negara anggotanya.
Dalam pandangan sara, kit a harns memberi perhatian
yang besar terhadap pemberantasan buta aksara ini. Hal ini
penting tidak saja bagi bangsa yang bersangkutan, tetapi juga
bagi kehidupan umat manusia. Lebih-lebih di zaman modern
sekarang ini. Alasannya jelas. Warga masyarakat yang buta
aksara akan sulit untuk mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan clan teknologi, yang sangat penting bagi kehidupan
masyarakat modern. Mereka praktis tidak dapat menikmaii hasil.
usaha manusia dalam meningkatkan hark at clan martabat
sesamanya. Di zaman informasi seperti sekarang ini, mereka
mengalami kesulitan dalam menerima informasi, yang sebagian
terbesar dikomunikasikan melalui aksara. Mereka terpinggirkan
dari persaingan, karena tidak mampu menyerap informasi.
Bagi kita bangsa Indonesia.. peringatan ini juga memiliki
pesan penting. Aksara juga merupakan perwujudan salah satu
amanat para pendahulu kita yang tercantum dalam pembukaan
Undang Undang Dasar 1945, yakni mencerdaskan kehidupan
bangsa. Tidak pernah acta kehidupan yang cerdas ditengah
bangsa yang tidak mengenal aksara. Pacta gilirannya, kondisi
seperti itupun tidak pernah mampu menghadirkan kehidupan
yang sejahtera.
Karenanya, pemberantasan buta aksara yang pacta
dasarnya merupakan upaya meningkatkan kemampuan bacatulis,
penting artinya dalam pengembangan budaya bangsa
menuju peradaban yang makin tinggi. Dalam beberapa J
kesempatan, sara menekankan perlunya menumbuhkan budaya
membaca clan menulis ini. Kita tidak perlu lagi selalu
mengulang kesalahan yang sarna, hila bangsa kita memiliki
budaya menulis pengetahuan clan pengalaman dimasa lalu.
4
,
I
Kemampuan clan kemauan menulis sekarang ini, akan memberi
manfaat yang luar biasa besarnya diwaktu-waktu yang akan
datang.
Perlu kita sadari, kehidupan masyarakat modem yang
ingin kita wujudkan memerlukan penyebaran pengetahuan, baik
pengetahuan yang disimpulkan dari pengalaman maupun
pengetahuan yang timbul dari pemikiran abstrak. Untuk itu, i
kemampuan baca-tulis mernpakan sarana yang utama. Karena I
itulah, sekali lagi saya minta, khususnya kaum muda, untuk
memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam
meningkatkan kemampuan baca-tulis ini. Luangkanlah waktu
barang satu jam sehari untuk membaca buku maupun tulisan
apapun yang bermanfaat, serta pupuklah tradisi baca~tulis secara
sistimatik.
Hadirin yang saya hormati,
Tahun 2003 ini, dari penilaian Indeks Pembangunan
Manusia pada 175 bangsa-bangsa di dunia, kita menduduki
peringkat ke 112. Senang atau tidak senang, hat tersebut
menunjukkan ketertinggalan kita dalam perjuangan
meningkatkan kualitas manusia Indonesia ditengah kehidupan
sebagian terbesar bangsa-bangsa di dunia. Kita hams bernpaya
mengejar ketertinggalan tadi, jika kita ingin bangsa kita dapat
menikmati kehidupan yang terns bertambah baik dan hidup
sejajar dengan bangsa-bangsa lain.
Dalam kaitan ini, saya sangat menghargai daD
mendukung upaya-upaya untuk terns meningkatkan
penyelenggaraan pendidikan non-formal, termasuk upaya
memberantas buta aksara. Ketika kita memahami bahwa
kemampuan baca-tulis memiliki peran yang besar dalam
mewujudkan kesejahteraan bangsa, hendaknya kita sadari
bahwa buta aksara sangat erat kaitannya dengan kemiskinan,
keterbelakangan daD kebodohan.
Kita masih perlu terns mendorong perluasan pelayanan
daD sekaligus meningkatkan mutu pendidikan non-formal,
mengingat masih tetap terbatasnya kemampuan negara dalam
mencukupi semua kebutuhan masyarakat akan pendidikan
5
~
~
formal. Masalah mutu penyelenggaraan pendidikan non-formal,
termasuk pemberantasan buta aksara, bagaimanapun penting
karena akan memberi kontribusi terhadap upaya peningkatan
peringkat Indek Pembangunan Manusia dan Kualitas Sumber
Daya Manusia Indonesia.
Semua upaya yang saya sampaikan tadi merupakan
bagian dari upaya besar untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang merupakan
tugas nasional, yaitu tugas seluruh rakyat Indonesia. Oleh
karena itu, upaya ini harus dilaksanakan oleh Pemerintah dan
seluruh rakyat. Pemerintah tidak mungkin melaksanakan tugas
yang berat itu tanpa bantuan dan dukungan masyarakat.
Kepada para Gubemur, Bupati, dan Walikota, serta para
penyelenggara dan pengelola pendidikan terutama pendidikan
non-formal, saya sampaikan terimakasih atas segal a jerih payah
Saudara-saudara dalam membina dan mengembangkan.upayaupaya
yang mulia itu, dan mudah-mudahan apa yang telah
dilaksanakan selama ini dapat lebih ditingkatkan di masa-masa
yang akan datang..
Akhimya, dalam rangka peringatan Hari Aksara
Intemasional tahun ini, marilah kita teruskan upaya bersama
untuk membebaskan bangsa kita dari buta-aksara. Melalui
kesempatan yang baik ini, seraya mengucap
Bismillahirrahmanirrahim, saya nyatakan Gerakan Membaca
Nasional dimulai. Agar semua itu dapat benar-benar terlaksana,
saya minta Saudara Menteri Pendidikan Nasional bersama para
Gubemur, Bupati, dan Walikota, dapat mendorong penjabaran
Gerakan tersebut dalam program-program yang dapat
diterapkan, dalam rangka menumbuhkan budaya membaca
dikalangan bangsa kita. Terimakasih.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta 12 Nopember 2003
PRESIDEN REPUBLIK 1NDONESIA
MEGAWATISOEKARNOPUTRI
6 1
Showing posts with label Megawati Soekarnoputri. Show all posts
Showing posts with label Megawati Soekarnoputri. Show all posts
Sunday 5 December 2010
SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERESMIAN PEMBUKAAN KONFERENSI REGIONAL TINGKAT MENTERI MENGENAI PENYELUNDUPAN MANUSIA, PERDAGANGAN MANUSIA, DAN KEJAHATAN LINTAS-NASIONAL TERKAIT DENPASAR, BALI, 27 FEBRUARI 2002
SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERESMIAN PEMBUKAAN KONFERENSI REGIONAL TINGKAT MENTERI MENGENAI PENYELUNDUPAN MANUSIA, PERDAGANGAN MANUSIA, DAN KEJAHATAN LINTAS-NASIONAL TERKAIT DENPASAR, BALI, 27 FEBRUARI 2002
Yang Mulia, Hadirin yang saya hormati,
Dengan perasaan yang sangat berbahagia, saya mengucapkan selamat datang kepada para Yang Mulia beserta rombongan di Bali, Indonesia. Saya percaya, banyak diantara Yang Mulia yang telah pernah, atau bahkan beberapa kali, berkunjung ke Indonesia. Namun demikian, melalui kesempatan ini saya sungguh menyampaikan terimakasih atas kesediaan Yang Mulia untuk kali ini berkunjung ke Indonesia, guna memenuhi undangan Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia, hadir dalam konferensi regional untuk membicarakan masalah yang sangat penting ini.
Hampir semua negara di dunia saat ini dilanda keprihatinan yang mendalam terhadap kian maraknya arus migrasi manusia dari satu negara ke negara lainnya secara tidak sah. Adapun yang menjadi sebab dan latar belakang kejadian itu, tampaknya semuanya tidak terlepas dari kondisi, atau tatanan, atau bahkan sistem nilai yang dianggap tidak memungkinkan berkembangnya potensi dan harapan manusia di tanah air mereka. Berbagai tekanan dalam masalah kependudukan, masalah ketimpangan dalam strategi atau tidak meratanya pembagian kesempatan dan hasil pembangunan sosial-ekonomi, ataupun terjadinya berbagai konflik dengan sebab yang beraneka ragam, telah lama dipahami sebagai sumber pemicu berlangsungnya arus migrasi yang tidak sah tadi.
Kita memang tidak perlu bersikap apriori dalam melihat potret permasalahan ini. Kondisi kehidupan dunia memang masih banyak memberi peluang bagi terjadinya migrasi tersebut. Dalam laporan yang dikeluarkan World Refugee Survey, hingga akhir tahun 2000 yang lalu terdapat sekitar 14 juta pengungsi yang tersebar di Afrika, Amerika dan Karibia, Eropa, Asia Timur dan Pasifik, serta di Asia Tengah dan Asia Selatan.
Sehalus apapun istilah yang dipilih dan dengan ungkapan bahasa apapun yang digunakan, para pengungsi tersebut bergerak dan bermigrasi dari tanah air mereka ke tempat yang lebih menjamin keamanan diri, nyawa, kekayaan, harapan dan masa depan mereka. Mereka adalah cermin dari hukum kemanusiaan yang paling dasar, pergi dan mencari masa depan yang lebih baik bagi mereka, anak-anak mereka, cucu-cucu mereka, dan keturunan mereka selanjutnya.
Kita mungkin marah dan mencela sumber dan penyebab itu semua. Tetapi satu hal juga jelas, yaitu dengan alasan apapun, kita memang tidak boleh campur tangan kedalam negara sumber penyebab urusan itu, apalagi dengan cara mengintervensi secara fisik dan memaksakan kehendak kita untuk menghilangkan sumber penyebab tadi. Seberapapun benarnya keyakinan dan keinginan kita untuk membantu memperbaiki keadaan di suatu negara, pengalaman selalu menunjukkan bahwa langkah yang berlebihan seringkali malah hanya menimbulkan masalah baru yang lebih sulit lagi.
Kita telah menyaksikan, beberapa pemerintah negara yang karena tidak sabar, secara unilateral lantas mengambil tindakan guna menjaga dan melindungi kepentingan nasionalnya. Berapapun luasnya lingkup adan batas yang kita berikan kepada pengertian kepntingan nasional kita, dan setebal apapun keyakinan kita dalam memberi pembenaran terhadap pembelaan kita atas kepentingan nasional itu, tetapi tetaplah hal itu tidak berarti kita lantas dapat berbuat sekehendak kita.
Dalam hal ini, lagi-lagi kita menyaksikan betapa dalam dunia yang sedang berubah ini, banyak sekali faktor yang kemudian membuat tindakan unilateral seperti itu bukan saja tidak berhasil, tetapi malah menuai penilaian negatif dari banyak pihak lainnya. Pelajaran berharga yang tampaknya perlu kita simak dari fenomena itu adalah, perlunya pemikiran bersama dan usaha bersama untuk memecahkan sumber permasalahan tadi.
Sebagaimana kita semua juga megnetahui, sumber penyebab dan latar belakang permasalahan sangatlah beragam. Namun sesuai dengan prinsip-prinsip universal yang kita terima, seperti kesamaan derajat, penghormatan terhadap kedaulatan dan kemerdekaan, non-intervensi, penghormatan terhadap hak untuk menentukan nasib sendiri, dan lain-lainnya termasuk penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia, tetaplah tidak membenarkan keinginan satu pihak untuk berbuat semau sendiri.
Masalahnya, sikap acuh terhadap keadaan tersebut ternyata juga sama tidak menguntungkannya dengan ketidak-pedulian terhadap submer penyebab terjadinya masalah itu sendiri. Dalam dunia yang semakin terbuka, hampir tidak satu negarapun dapat sepenuhnya terbebas dari imbas kejadian yang berlangsung di negara lainnya. Kondisi saling membutuhkan yang kian berkembang dalam hubungan antar negara, semakin membuat suatu negara rentan terhadap pengaruh peristiwa yang terjadi di negara lainnya, apalagi yang terletak dalam kawasan yang sama. Sekali lagi, sumber penyebab itu banyak, dan diluar jangkauan negara lainnya untuk meniadakannya, atau walau mungkin untuk sekedar mempengaruhinya.
Yang Mulia,
Hadirin yang saya hormati,
Beranjak dari soal sumber penyebab dan serba keterbatasan yang melingkupi kemungkinan untuk mengatasinya tadi, marilah kita perhatikan sejenak bagaimana arus migrasi yang timbul dari lahinya pengungsian tadi. Sebagian datang untuk minta perlindungan, sebagian minta ijin untuk tinggal secara permanen, sebagian lagi datang untuk minta penampungan sementara sampai diperolehnya kesempatan untuk melanjutkan perjalanan ke tujuan akhir, atau kembali ke negara asal mereka. Sudah barang tentu, semua itu juga hanya mungkin terjadi bila negara yang menjadi tujuan sementara ataupun tujuan tetap, dapat memberi akomodasi kepada mereka.
Selama inipun kita semua juga mengetahui, bahwa diluar skema pengungsian tadi, migrasi juga sering berlangsung dengan jalan dan melalui cara yang tidak sah. Ditengah kehidupan kita seakarng marak berlangsung praktek penyelundupan manusia, yang kemudian malah mengarah kepada kejahatan terbesar terhadap kemanusiaan, terhadap harkat dan martabat manusia, yaitu memperdagangkannya. Lebih dari sekedar keprihatinan, sejak beberapa waktu terakhir sebagian diantara kita malahan telah menghadapi banyak kesulitan karena praktek tadi. Sekarang kita semua juga kian mengetahui, betapa dibelakang semua itu ternyata memang berlangsung kejahatan yang terorganisasi, yang beroperasi secara lintas-nasional.
Dampak dari praktek tersebut terkait dengan aspek-aspek yang luas dan menimbulkan banyak permasalahan dalam hubungan antar negara. Tumbuh sikap saling curiga yang akhirnya berbuntut ketegangan antar negara. Saya dapat mengemukakan dengan pasti hal-hal seperti ini, karena Indonesia telah dan masih mengalaminya. Pada saat ini, di Indonesia terdapat kurang
lebih 3.500 imigran gelap dari berbagai kewarganegaraan dan asal-usul yang ditampung dinas karantina keimigrasian. Sementara itu, sampai dengan akhir 2001 yang lalu perwakilan UNHCR di Jakarta menerima permintaan asylum dari 2111 orang.
Kehadiran mereka tidak saja memberatkan pemerintah yang saat ini sedang berusaha keras untuk keluar dari demikian banyak masalah domestik, tetapi juga menimbulkan berbagai masalah baru dengan masyarakat kami. Sudah jelas, kami sangat berkepentingan bagi segera selesainya masalah imigran yang tidak sah itu. Pada saat yang sama, dengan penuh keprihatinan kami juga selalu mewaspadai bahwa masih besarnya angka pengangguran yang sekarang ini kami hadapi, juga mendatangkan kerawanan yang timbul dari kemungkinan penyelundupan warganegara kami ke luar negeri.
Tetapi bagaimanapun beratnya beban yang harus kami pikul dalam mengahadapi permasalahan yang pelik tersebut, saya ingin menegaskan bahwa pemerintah kami tetap apada komitmen untuk mengahdapi masalah migrasi yang tidak sah, khususnya penyelundupan dan perdagangan manusia itu. Hanya saja, sebagaimana tadi saya jelaskan, kami juga sangat menyadari bahwa permasalahan tersebut tidak sepenuhnya dapat selesai melalui upaya kami sendiri. Dalam kaitannya dengan praktek penyelundupan, dan perdagangan manusia yang dioperasikan secara terorganisasi, kami juga menyadari hal itupun tidak akan mungkin selesai di tingkat bilateral. Denganmemperhatikan pola operasi pada organisasi seperti iut, saya sangat percaya bahwa langkah penyelesaian hanya dapat berjalan efektif bila langkah penyelesaianya juga dapat diletakkan diatas kerangka multilateral, atau setidaknya dalam kerangka regional.
Memperteguh komitmen tersebut, perlu agaknya saya sampaikan bahwa pemerintah kami telah ikut serta menandatangani Konvensi PBB tentang Kejahatan Transnasional Terorganisasi, berikut dua Protokol yang menyertainya yaitu Protokol Menentang Penyelundupan Para Migran Melalui Jalur Darat, Laut, dan Udara, serta protokol untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum Perdagangan Manusia, Khususnya Wanita dan Anak-anak. Sebagaimana langkah awal. Dalam lingkup ASEAN, bersama-sama negara-negara ASEAN lainnya kami mengembangkan kerjasama dalam melakukan penanggulangan kejahatan tersebut.
Saya juga mengetahui, seiring dengan telah disahkannya Konvensi PBB berikut dua Protokolnya tadi, masyarakat internasional melalui PBB juga telah mencanangkan Global Programmes Against Trafficking in Human Beings. Pada tataran regional, seperti OSCE (Organization for Security and Cooperation in Europe) dan ASEAN, telah dicanangkan sebuah Rencana Aksi untuk memerangi kejahatan lintas negara itu.
Demikianlah, dengan mengemukakan pandangan tadi, saya ingin menyampaikan harapan semoga melalui konferensi ini kita dapat saling betukar fikiran dan informasi mengenai masalah bersama yang sekarang kita hadapi. Saya menyadari, konferensi ini tidak dimaksudkan untuk mengganti berbagai forum atau mekanisme kerjasama yang telah terbina. Namun demikian, bilamana kita dapat memperoleh pemahaman dan pemikiran yang sama, serta dapat mengarah pada upaya-upaya yang lebih efektif dalam menanggulangi penyelundupan dan perdagangan manusia ini, saya kira hal itu sunggul luar biasa manfaatnya. Karenanya, saya mengucapkan selamat bekerja, dan dengan ini saya nyatakan Konferensi Regional Tingkat Menteri mengenai Penyelundupan Manusia, Perdagangan Manusia, dan Kejahatan Lintas-Nasional Terkait, secara resmi dibuka.
Terima kasih.
Denpasar, Bali, 27 Februari 2002
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Sumber: http://www3.itu.int/MISSIONS/Indonesia/state/st020305pres.htm
Koleksi: Perpustakaan Nasional RI, 2006
Yang Mulia, Hadirin yang saya hormati,
Dengan perasaan yang sangat berbahagia, saya mengucapkan selamat datang kepada para Yang Mulia beserta rombongan di Bali, Indonesia. Saya percaya, banyak diantara Yang Mulia yang telah pernah, atau bahkan beberapa kali, berkunjung ke Indonesia. Namun demikian, melalui kesempatan ini saya sungguh menyampaikan terimakasih atas kesediaan Yang Mulia untuk kali ini berkunjung ke Indonesia, guna memenuhi undangan Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia, hadir dalam konferensi regional untuk membicarakan masalah yang sangat penting ini.
Hampir semua negara di dunia saat ini dilanda keprihatinan yang mendalam terhadap kian maraknya arus migrasi manusia dari satu negara ke negara lainnya secara tidak sah. Adapun yang menjadi sebab dan latar belakang kejadian itu, tampaknya semuanya tidak terlepas dari kondisi, atau tatanan, atau bahkan sistem nilai yang dianggap tidak memungkinkan berkembangnya potensi dan harapan manusia di tanah air mereka. Berbagai tekanan dalam masalah kependudukan, masalah ketimpangan dalam strategi atau tidak meratanya pembagian kesempatan dan hasil pembangunan sosial-ekonomi, ataupun terjadinya berbagai konflik dengan sebab yang beraneka ragam, telah lama dipahami sebagai sumber pemicu berlangsungnya arus migrasi yang tidak sah tadi.
Kita memang tidak perlu bersikap apriori dalam melihat potret permasalahan ini. Kondisi kehidupan dunia memang masih banyak memberi peluang bagi terjadinya migrasi tersebut. Dalam laporan yang dikeluarkan World Refugee Survey, hingga akhir tahun 2000 yang lalu terdapat sekitar 14 juta pengungsi yang tersebar di Afrika, Amerika dan Karibia, Eropa, Asia Timur dan Pasifik, serta di Asia Tengah dan Asia Selatan.
Sehalus apapun istilah yang dipilih dan dengan ungkapan bahasa apapun yang digunakan, para pengungsi tersebut bergerak dan bermigrasi dari tanah air mereka ke tempat yang lebih menjamin keamanan diri, nyawa, kekayaan, harapan dan masa depan mereka. Mereka adalah cermin dari hukum kemanusiaan yang paling dasar, pergi dan mencari masa depan yang lebih baik bagi mereka, anak-anak mereka, cucu-cucu mereka, dan keturunan mereka selanjutnya.
Kita mungkin marah dan mencela sumber dan penyebab itu semua. Tetapi satu hal juga jelas, yaitu dengan alasan apapun, kita memang tidak boleh campur tangan kedalam negara sumber penyebab urusan itu, apalagi dengan cara mengintervensi secara fisik dan memaksakan kehendak kita untuk menghilangkan sumber penyebab tadi. Seberapapun benarnya keyakinan dan keinginan kita untuk membantu memperbaiki keadaan di suatu negara, pengalaman selalu menunjukkan bahwa langkah yang berlebihan seringkali malah hanya menimbulkan masalah baru yang lebih sulit lagi.
Kita telah menyaksikan, beberapa pemerintah negara yang karena tidak sabar, secara unilateral lantas mengambil tindakan guna menjaga dan melindungi kepentingan nasionalnya. Berapapun luasnya lingkup adan batas yang kita berikan kepada pengertian kepntingan nasional kita, dan setebal apapun keyakinan kita dalam memberi pembenaran terhadap pembelaan kita atas kepentingan nasional itu, tetapi tetaplah hal itu tidak berarti kita lantas dapat berbuat sekehendak kita.
Dalam hal ini, lagi-lagi kita menyaksikan betapa dalam dunia yang sedang berubah ini, banyak sekali faktor yang kemudian membuat tindakan unilateral seperti itu bukan saja tidak berhasil, tetapi malah menuai penilaian negatif dari banyak pihak lainnya. Pelajaran berharga yang tampaknya perlu kita simak dari fenomena itu adalah, perlunya pemikiran bersama dan usaha bersama untuk memecahkan sumber permasalahan tadi.
Sebagaimana kita semua juga megnetahui, sumber penyebab dan latar belakang permasalahan sangatlah beragam. Namun sesuai dengan prinsip-prinsip universal yang kita terima, seperti kesamaan derajat, penghormatan terhadap kedaulatan dan kemerdekaan, non-intervensi, penghormatan terhadap hak untuk menentukan nasib sendiri, dan lain-lainnya termasuk penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia, tetaplah tidak membenarkan keinginan satu pihak untuk berbuat semau sendiri.
Masalahnya, sikap acuh terhadap keadaan tersebut ternyata juga sama tidak menguntungkannya dengan ketidak-pedulian terhadap submer penyebab terjadinya masalah itu sendiri. Dalam dunia yang semakin terbuka, hampir tidak satu negarapun dapat sepenuhnya terbebas dari imbas kejadian yang berlangsung di negara lainnya. Kondisi saling membutuhkan yang kian berkembang dalam hubungan antar negara, semakin membuat suatu negara rentan terhadap pengaruh peristiwa yang terjadi di negara lainnya, apalagi yang terletak dalam kawasan yang sama. Sekali lagi, sumber penyebab itu banyak, dan diluar jangkauan negara lainnya untuk meniadakannya, atau walau mungkin untuk sekedar mempengaruhinya.
Yang Mulia,
Hadirin yang saya hormati,
Beranjak dari soal sumber penyebab dan serba keterbatasan yang melingkupi kemungkinan untuk mengatasinya tadi, marilah kita perhatikan sejenak bagaimana arus migrasi yang timbul dari lahinya pengungsian tadi. Sebagian datang untuk minta perlindungan, sebagian minta ijin untuk tinggal secara permanen, sebagian lagi datang untuk minta penampungan sementara sampai diperolehnya kesempatan untuk melanjutkan perjalanan ke tujuan akhir, atau kembali ke negara asal mereka. Sudah barang tentu, semua itu juga hanya mungkin terjadi bila negara yang menjadi tujuan sementara ataupun tujuan tetap, dapat memberi akomodasi kepada mereka.
Selama inipun kita semua juga mengetahui, bahwa diluar skema pengungsian tadi, migrasi juga sering berlangsung dengan jalan dan melalui cara yang tidak sah. Ditengah kehidupan kita seakarng marak berlangsung praktek penyelundupan manusia, yang kemudian malah mengarah kepada kejahatan terbesar terhadap kemanusiaan, terhadap harkat dan martabat manusia, yaitu memperdagangkannya. Lebih dari sekedar keprihatinan, sejak beberapa waktu terakhir sebagian diantara kita malahan telah menghadapi banyak kesulitan karena praktek tadi. Sekarang kita semua juga kian mengetahui, betapa dibelakang semua itu ternyata memang berlangsung kejahatan yang terorganisasi, yang beroperasi secara lintas-nasional.
Dampak dari praktek tersebut terkait dengan aspek-aspek yang luas dan menimbulkan banyak permasalahan dalam hubungan antar negara. Tumbuh sikap saling curiga yang akhirnya berbuntut ketegangan antar negara. Saya dapat mengemukakan dengan pasti hal-hal seperti ini, karena Indonesia telah dan masih mengalaminya. Pada saat ini, di Indonesia terdapat kurang
lebih 3.500 imigran gelap dari berbagai kewarganegaraan dan asal-usul yang ditampung dinas karantina keimigrasian. Sementara itu, sampai dengan akhir 2001 yang lalu perwakilan UNHCR di Jakarta menerima permintaan asylum dari 2111 orang.
Kehadiran mereka tidak saja memberatkan pemerintah yang saat ini sedang berusaha keras untuk keluar dari demikian banyak masalah domestik, tetapi juga menimbulkan berbagai masalah baru dengan masyarakat kami. Sudah jelas, kami sangat berkepentingan bagi segera selesainya masalah imigran yang tidak sah itu. Pada saat yang sama, dengan penuh keprihatinan kami juga selalu mewaspadai bahwa masih besarnya angka pengangguran yang sekarang ini kami hadapi, juga mendatangkan kerawanan yang timbul dari kemungkinan penyelundupan warganegara kami ke luar negeri.
Tetapi bagaimanapun beratnya beban yang harus kami pikul dalam mengahadapi permasalahan yang pelik tersebut, saya ingin menegaskan bahwa pemerintah kami tetap apada komitmen untuk mengahdapi masalah migrasi yang tidak sah, khususnya penyelundupan dan perdagangan manusia itu. Hanya saja, sebagaimana tadi saya jelaskan, kami juga sangat menyadari bahwa permasalahan tersebut tidak sepenuhnya dapat selesai melalui upaya kami sendiri. Dalam kaitannya dengan praktek penyelundupan, dan perdagangan manusia yang dioperasikan secara terorganisasi, kami juga menyadari hal itupun tidak akan mungkin selesai di tingkat bilateral. Denganmemperhatikan pola operasi pada organisasi seperti iut, saya sangat percaya bahwa langkah penyelesaian hanya dapat berjalan efektif bila langkah penyelesaianya juga dapat diletakkan diatas kerangka multilateral, atau setidaknya dalam kerangka regional.
Memperteguh komitmen tersebut, perlu agaknya saya sampaikan bahwa pemerintah kami telah ikut serta menandatangani Konvensi PBB tentang Kejahatan Transnasional Terorganisasi, berikut dua Protokol yang menyertainya yaitu Protokol Menentang Penyelundupan Para Migran Melalui Jalur Darat, Laut, dan Udara, serta protokol untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum Perdagangan Manusia, Khususnya Wanita dan Anak-anak. Sebagaimana langkah awal. Dalam lingkup ASEAN, bersama-sama negara-negara ASEAN lainnya kami mengembangkan kerjasama dalam melakukan penanggulangan kejahatan tersebut.
Saya juga mengetahui, seiring dengan telah disahkannya Konvensi PBB berikut dua Protokolnya tadi, masyarakat internasional melalui PBB juga telah mencanangkan Global Programmes Against Trafficking in Human Beings. Pada tataran regional, seperti OSCE (Organization for Security and Cooperation in Europe) dan ASEAN, telah dicanangkan sebuah Rencana Aksi untuk memerangi kejahatan lintas negara itu.
Demikianlah, dengan mengemukakan pandangan tadi, saya ingin menyampaikan harapan semoga melalui konferensi ini kita dapat saling betukar fikiran dan informasi mengenai masalah bersama yang sekarang kita hadapi. Saya menyadari, konferensi ini tidak dimaksudkan untuk mengganti berbagai forum atau mekanisme kerjasama yang telah terbina. Namun demikian, bilamana kita dapat memperoleh pemahaman dan pemikiran yang sama, serta dapat mengarah pada upaya-upaya yang lebih efektif dalam menanggulangi penyelundupan dan perdagangan manusia ini, saya kira hal itu sunggul luar biasa manfaatnya. Karenanya, saya mengucapkan selamat bekerja, dan dengan ini saya nyatakan Konferensi Regional Tingkat Menteri mengenai Penyelundupan Manusia, Perdagangan Manusia, dan Kejahatan Lintas-Nasional Terkait, secara resmi dibuka.
Terima kasih.
Denpasar, Bali, 27 Februari 2002
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Sumber: http://www3.itu.int/MISSIONS/Indonesia/state/st020305pres.htm
Koleksi: Perpustakaan Nasional RI, 2006
SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PEMBUKAAN MUSABAQAH TILAWATIL QUR’AN KE XX TAHUN 2003 Palangkaraya 2 Juli 2003
SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PEMBUKAAN MUSABAQAH TILAWATIL QUR’AN KE XX TAHUN 2003 Palangkaraya 2 Juli 2003
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Saudara-saudara Menteri,
Saudara Gubernur dan para anggota MUSPIDA Provinsi Kalimantan Tengah,
Para Pemuka dan Tokoh Agama. serta AIim Ulama yang saya hormati.
Saudara-saudaraku kaum muslimin dan musilimat Indonesia yang saya cintai,
Assalantu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Mengawali sambutan ini, izinkan saya mengajak Saudara-saudara semua untuk terlebih dahulu memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subhanahuwata’aIla, karena hanya atas ridho dan perlindungan-Nya saja, malam hari ini kita dapat bersama-sama mengantar penyelenggaraan MTQ tingkat nasional yang ke XX.
Gempitanya sambutan masyarakat dan selalu besarnya minat para peserta dari seluruh penjuru tanah air dalam setiap kali penyelenggaraan Musabaqah nasional, sangat membesarkan hati kita. Semua itu menambah keyakinan kita tentang dalamnya kecintaan umat Islam Indonesia yang secara bersama-sama menjadikan kita sebagai bangsa dengan umat Islam terbesar di dunia terhadap Kitab Suci Al Qur’an.
Kita Iayak berbangga, bahwa kita mampu menjadikan seni membaca Al Qur’an ini sebagai kegiatan nasional yang berkala dan berkelanjutan. Lebih dan itu, sekarang ini malahan menjadikannya sebuah tradisi,. Namun seperti kita ketahui, seni membaca dengan lantunan yang indah, jelas sangat berbeda dan jauh dan sifat rutinitas. Lantunan seperti itu tidak mungkin keluar tanpa penghayatan makna ayat-ayat suci dalam Al Qur’an. Dengan kata lain, pelantunan ayat-ayat tersebut hanya mungkin berlangsung bila disertai pemahaman yang tepat dan benar terhadap makna yang terkandung di dalamnya.
Betapapun, kemampuan memahami isi ajaran Al Qur’an yang hakekatnya berintikan petunjuk atau tuntunan tentang bagaimana umat harus menjalani hidup dan kehidupan ini, pasti merupakan kepuasan pribadi yang tidak terkira nilainya. Pemahaman tentang sikap santun yang tidak hanya penting maknanya dalam membina hubungan dengan Allah Yang Maha Pencipta, tetapi juga dalam membina hubungan dengan sesama manusia. Hubungan yang penuh keadaban baik dalam dimensi ke-Tuhanan maupun dimensi kemanusiaan.
Dalam ukuran kehidupan kebangsaan yang kita bangun diatas keragaman yang Luar biasa itu, sungguh luar biasa nikmat yang dapat direguk dengan kemampuan pemahaman tadi. Kita merasa bagai memperoleh tambahan kekuatan untuk menunjukkan tanggungjawab, bahwa sebagai kelompok terbesar dalam keseluruhan warga bangsa, kita tetap toleran dan bersikap sayang terhadap kelompok lainnya.
1
Rasanya tidak ada yang Iebih menyejukkan selain tetap tidak melihat tampilnya kecenderungan ciri-ciri kediktatoran dalam segala aspek kehidupan nasional kita, walau kemungkinan untuk itu sebenarnya dapat dilakukan oleh umat Islam yang merupakan kelompok mayoritas. Sama melegakannya bahwa pada saat yang sama, juga tidak ada iritasi yang memancing munculnya sikap dan tindak tirani dari kelompok masyarakat walau mereka merupakan bagian yang Lebih kecil. Kemampuan saling dapat memposisikan diri dengan tepat seperti itu, sungguh-sungguh menjadi dambaan bagi setiap bangsa yang dibangun diatas kemajemukan yang luar biasa besarnya seperti bangsa kita ini.
Saya percaya umat Islam Indonesia mampu melaksanakan dan mewujudkan ajaran tersebut, Umat Islam di Indonesia, yang dari dahulu memang telah merupakan bagian yang terbesar dalam kehidupan bangsa, mampu menunjukkan toleransi dan kebesaran hati yang luar biasa ketika membangun dan memelihara Negara Kesatuan Republik Indonesia. Umat Islam telah membuktikan dirinya sebagai kekuatan yang sangat bertanggungjawab dalam menjaga dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsanya.
Demikianlah, me!alui pemahaman terhadap kebenaran ajaran Al Qur’an, umat Isram Indonesia telah menunjukkan betapa mereka mampu menjalankan kehidupan yang jauh dari sikap semena-mena terhadap umat dan kelompok lain yang lebih kecil. Seperti itu pula yang dahulu dicontohkan junjungan kita Nabi Muhammad Sallalahu’alaihi Wassalam, ketika beliau membangun masyarakat Madani di Madinah.
Kita jelas bisa mengikuti keteladanan junjungan kita. Kita juga jelas mampu meneruskan jejak dan Langkah para pendahulu kita, karena kemampuan kita sekarang memang Iebih besar. Kita bersyukur, bahwa kita dapat memperoleh dan memiliki pelajaran yang Iebih banyak dari berbagai pengalaman sejarah yang demikian berwarna. Kita mampu, karena seperti sekarang ini, kesempatan yang kita miliki untuk memahami ajaran Al Qur’an, sesungguhnya memang lebih luas dan lebih mendalam.
Dalam kerangka pentingnya pemahaman Al Qur’an yang tepat dan benar itulah kita melihat manfaat penyelenggaraan Musabaqah Tilawatil Qur’an yang kita selenggarakan hingga sat ini. Sekarang, dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahim.
saya nyatakan Musabaqah Tilawatil Qur’an yang ke XX secara resmi dimulai. terimakasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Palangkaraya, 2 Juli 2003
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Sumber: http://www.lin.go.id/news.asp?kode=030703AgaA0001
Koleksi: Perpustakaan Nasional RI, 2006
2
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Saudara-saudara Menteri,
Saudara Gubernur dan para anggota MUSPIDA Provinsi Kalimantan Tengah,
Para Pemuka dan Tokoh Agama. serta AIim Ulama yang saya hormati.
Saudara-saudaraku kaum muslimin dan musilimat Indonesia yang saya cintai,
Assalantu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Mengawali sambutan ini, izinkan saya mengajak Saudara-saudara semua untuk terlebih dahulu memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subhanahuwata’aIla, karena hanya atas ridho dan perlindungan-Nya saja, malam hari ini kita dapat bersama-sama mengantar penyelenggaraan MTQ tingkat nasional yang ke XX.
Gempitanya sambutan masyarakat dan selalu besarnya minat para peserta dari seluruh penjuru tanah air dalam setiap kali penyelenggaraan Musabaqah nasional, sangat membesarkan hati kita. Semua itu menambah keyakinan kita tentang dalamnya kecintaan umat Islam Indonesia yang secara bersama-sama menjadikan kita sebagai bangsa dengan umat Islam terbesar di dunia terhadap Kitab Suci Al Qur’an.
Kita Iayak berbangga, bahwa kita mampu menjadikan seni membaca Al Qur’an ini sebagai kegiatan nasional yang berkala dan berkelanjutan. Lebih dan itu, sekarang ini malahan menjadikannya sebuah tradisi,. Namun seperti kita ketahui, seni membaca dengan lantunan yang indah, jelas sangat berbeda dan jauh dan sifat rutinitas. Lantunan seperti itu tidak mungkin keluar tanpa penghayatan makna ayat-ayat suci dalam Al Qur’an. Dengan kata lain, pelantunan ayat-ayat tersebut hanya mungkin berlangsung bila disertai pemahaman yang tepat dan benar terhadap makna yang terkandung di dalamnya.
Betapapun, kemampuan memahami isi ajaran Al Qur’an yang hakekatnya berintikan petunjuk atau tuntunan tentang bagaimana umat harus menjalani hidup dan kehidupan ini, pasti merupakan kepuasan pribadi yang tidak terkira nilainya. Pemahaman tentang sikap santun yang tidak hanya penting maknanya dalam membina hubungan dengan Allah Yang Maha Pencipta, tetapi juga dalam membina hubungan dengan sesama manusia. Hubungan yang penuh keadaban baik dalam dimensi ke-Tuhanan maupun dimensi kemanusiaan.
Dalam ukuran kehidupan kebangsaan yang kita bangun diatas keragaman yang Luar biasa itu, sungguh luar biasa nikmat yang dapat direguk dengan kemampuan pemahaman tadi. Kita merasa bagai memperoleh tambahan kekuatan untuk menunjukkan tanggungjawab, bahwa sebagai kelompok terbesar dalam keseluruhan warga bangsa, kita tetap toleran dan bersikap sayang terhadap kelompok lainnya.
1
Rasanya tidak ada yang Iebih menyejukkan selain tetap tidak melihat tampilnya kecenderungan ciri-ciri kediktatoran dalam segala aspek kehidupan nasional kita, walau kemungkinan untuk itu sebenarnya dapat dilakukan oleh umat Islam yang merupakan kelompok mayoritas. Sama melegakannya bahwa pada saat yang sama, juga tidak ada iritasi yang memancing munculnya sikap dan tindak tirani dari kelompok masyarakat walau mereka merupakan bagian yang Lebih kecil. Kemampuan saling dapat memposisikan diri dengan tepat seperti itu, sungguh-sungguh menjadi dambaan bagi setiap bangsa yang dibangun diatas kemajemukan yang luar biasa besarnya seperti bangsa kita ini.
Saya percaya umat Islam Indonesia mampu melaksanakan dan mewujudkan ajaran tersebut, Umat Islam di Indonesia, yang dari dahulu memang telah merupakan bagian yang terbesar dalam kehidupan bangsa, mampu menunjukkan toleransi dan kebesaran hati yang luar biasa ketika membangun dan memelihara Negara Kesatuan Republik Indonesia. Umat Islam telah membuktikan dirinya sebagai kekuatan yang sangat bertanggungjawab dalam menjaga dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsanya.
Demikianlah, me!alui pemahaman terhadap kebenaran ajaran Al Qur’an, umat Isram Indonesia telah menunjukkan betapa mereka mampu menjalankan kehidupan yang jauh dari sikap semena-mena terhadap umat dan kelompok lain yang lebih kecil. Seperti itu pula yang dahulu dicontohkan junjungan kita Nabi Muhammad Sallalahu’alaihi Wassalam, ketika beliau membangun masyarakat Madani di Madinah.
Kita jelas bisa mengikuti keteladanan junjungan kita. Kita juga jelas mampu meneruskan jejak dan Langkah para pendahulu kita, karena kemampuan kita sekarang memang Iebih besar. Kita bersyukur, bahwa kita dapat memperoleh dan memiliki pelajaran yang Iebih banyak dari berbagai pengalaman sejarah yang demikian berwarna. Kita mampu, karena seperti sekarang ini, kesempatan yang kita miliki untuk memahami ajaran Al Qur’an, sesungguhnya memang lebih luas dan lebih mendalam.
Dalam kerangka pentingnya pemahaman Al Qur’an yang tepat dan benar itulah kita melihat manfaat penyelenggaraan Musabaqah Tilawatil Qur’an yang kita selenggarakan hingga sat ini. Sekarang, dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahim.
saya nyatakan Musabaqah Tilawatil Qur’an yang ke XX secara resmi dimulai. terimakasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Palangkaraya, 2 Juli 2003
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Sumber: http://www.lin.go.id/news.asp?kode=030703AgaA0001
Koleksi: Perpustakaan Nasional RI, 2006
2
SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA HARI KEBANGKITAN NASIONAL KE-95 DAN PEMBUKAAN PAMERAN PRODUKSI INDONESIA 2003
SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA HARI KEBANGKITAN NASIONAL KE-95 DAN
PEMBUKAAN PAMERAN PRODUKSI INDONESIA 2003
Saudara-saudara Pimpinan Lembaga Tinggi Negara,
Saudara-saudara Menteri,
Saudara Gubernur dan para Anggota MUSPIDA Jakarta,
Saudara-saudara sekalian yang saya hormati,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Salam sejahtera bari kita semua,
Hari ini kita menyaksikan dua acara sekaligus yang tidak hanya memiliki korelasi erat, tetapi juga penting dalam perjalanan kehidupan nasional kita. Dengan menyimak perkembangan keadaan beberapa waktu terakhir ini, saya menilai acara ini dapat kita angkat sebagai momentum yang tepat untuk memperbaharui semangat kebangkitan kita sebagai satu bangsa.
Kalau tidak salah, dalam konteks pemikiran, bangun kehidupan dan semangat kebangsaan kita tahun ini menginjak usia 95 tahun. Bila hal itu benar, maka hingga kini baru kurang lebih empat generasi kita hidup dalam suasana hidup berbangsa, yang selama ini kita bangun secara perlahan-lahan, dengan penuh susah payah.
Tidak banyak bangsa di dunia ini yang semajemuk dan seterpencar-pencar seperti kita. Kalaupun ada bangsa-bangsa lain yang sama majemuknya seperti bangsa kita, mereka hidup dalam satu wilayah atau benua yang sama, yang karenanya tidaklah terlalu sulit untuk menumbuhkan suatu semangat kebangsaan. Suku-suku bangsa kita hidup terpisah-pisah, dan hanya dengan semangat kebersamaan yang kuat untuk membangun masa depan bersama sajalah, kita dapat memiliki tumpuan bagi kehidupan kebangsaan kita.
Selama ini kita beranggapan bahwa semangat kebangsaan kita itu sudah mantap, sudah kukuh, sudah kuat. Namun dalam tahun-tahun terakhir ini kita sadar bahwa semangat kebangsaan, seperti juga halnya dengan semangat-semangat lainnya, ternyata adalah sesuatu yang dinamis sifatnya. Semangat kebangsaan bisa bertambah kuat jika rakyat merasakan bahwa kesejahteraan dan keamanan serta ketenteraman hidup mereka sehari-hari meningkat dan membaik. Sebaliknya semangat kebangsaan bisa merosot jika perekonomian memburuk, kemiskinan serta kesengsaraan berkembang, dan keamanan serta ketenteraman hidup sehari-hari tidak terjamin. Ringkasnya, semangat kebangsaan ikut merosot jika kinerja negara kebangsaan yang mewadahi semangat kebangsaan itu menurun.
Demikianlah, menjelang satu abad bangkitnya semangat kebangsaan tersebut kita memang perlu merenungkan ulang kinerja negara kebangsaan kita, terutama dalam bidang kesejahteraan dan bidang keamanan itu. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dengan jelas menegaskan empat tujuan negara: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dengan isi seperti itu, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sungguh merupakan kontrak politik dengan esensi dan kristalisasi seluruh semangat pergerakan kebangsaan yang bermula pada awal abad 20 yang lalu.
Karena itu, dalam kesempatan ini saya minta perhatian kita semua terhadap dua hal penting dalam dinamika kehidupan kebangsaan dan kenegaraan kita dalam tahun-tahun terakhir ini.
Pertama, kita masih tetap berpegang teguh pada kontrak politik yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut. Kedua, kita sudah, sedang dan akan terus melanjutkan gerakan reformasi nasional, yang kita laksanakan secara serentak dan mencakup bidang yang sangat luas, baik dalam bidang politik dan pemerintahan, ekonomi, sosial, bahkan dalam bidang budaya.
1
Begitu luasnya lingkup reformasi nasional tersebut sehingga bukan saja memungkinkan timbulnya disorientasi di antara para pelaku-pelakunya, tetapi juga memunculkan berbagai ekses yang merisaukan. Dewasa ini cukup banyak keluhan, kritik, bahkan hujatan masyarakat terhadap pelaksanaan reformasi nasional itu. Reformasi dikatakan bagaikan kehilangan arah atau bahkan dikesankan telah dimanipulasi dan disalahgunakan.
Dasar-dasar dari seluruh gerakan reformasi nasional tersebut telah kita bahas, kita musyawarahkan, dan kita sepakati dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 yang telah kita amandemen empat kali. Ringkasnya, Undang-Undang Dasar 1945 pasca amandemen tersebut telah memberikan desain, rancangan, atau cetak-biru, bagi sebuah Indonesia modern yang kita harapkan akan lebih mampu mensejahterakan dan memberikan rasa aman kepada seluruh rakyat.
Sebuah lembaga tinggi negara telah ditiadakan, yaitu Dewan Pertimbangan Agung. Beberapa lembaga negara baru dibentuk, seperti Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial. Azas pemisahan kekuasaan, yang lazimnya dikenal sebagai azas trias politica, dilaksanakan secara lebih konsisten, yang berwujud dialihkannya wewenang legislatif dari Presiden ke DPR RI, dan diperkuatnya wewenang Mahkamah Agung. Hak-hak asasi manusia, yang semula hanya sedikit diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang lama, telah dicantumkan secara lebih lengkap dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diperbaharui ini. Lebih dari itu, untuk pertama kalinya Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota akan dipilih langsung oleh rakyat.
Dengan sangat gamblang Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diperbaharui ini memberikan penghormatan yang sangat besar kepada rakyat Indonesia yang memiliki kedaulatan Republik ini. Oleh karena itu saya harapkan agar seluruh rakyat benar-benar dan secara sungguh-sungguh mempelajari hak dan kewajiban kenegaraannya, yang telah tercantum dengan rinci dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diperbaharui tersebut.
Hak dan kewajiban kenegaraan tersebut merupakan satu paket dan bukan merupakan dua hal yang terpisah satu sama lain. Adalah mustahil untuk hanya menuntut hak tetapi mengabaikan kewajiban, atau sebaliknya memberikan kewajiban tanpa memberikan hak. Berbagai lembaga negara telah dibentuk untuk melindungi dan memenuhi hak-hak tersebut, baik hak sipil dan politik, maupun hak ekonomi, sosial, dan budaya. Dengan demikian, setidak-tidaknya secara formal, kita sudah menyiapkan diri untuk berkiprah sebagai salah satu bangsa modern di dunia ini.
Yang harus kita lakukan lebih lanjut adalah mewujudkannya ke dalam kenyataan, baik melalui kewenangan jajaran pemerintahan, maupun melalui kehidupan masyarakat sehari-hari. Jangan dilupakan bahwa menurut peraturan perundang-undangan kita, kewajiban menghormati dan melindungi hak asasi manusia selain terletak di atas pundak negara dan pemerintahan, juga merupakan kewajiban setiap orang!
Bersamaan dengan itu, secara khusus saya juga minta perhatian, bahwa selain menuntut dan menikmati hak-haknya, seluruh rakyat juga harus menunaikan kewajiban kenegaraannya. Kewajiban kenegaraan itu bisa bersifat rutin seperti membayar pajak, tetapi juga dapat merupakan suatu hal yang hakiki seperti membela Bangsa dan Negara.
Dengan sengaja saya memberi penekanan terhadap kewajiban untuk membela Bangsa dan Negara, khususnya dalam situasi kritis dewasa ini, pada saat Negara kita terancam perpecahan akibat gerakan separatis.
Saya percaya bahwa Saudara-saudara sekalian telah mengikuti dengan cermat seluruh perkembangan terakhir di Tanah Air. Bersama DPR RI, seperti halnya di Papua, Pemerintah telah mengundangkan dasar hukum yang kokoh untuk suatu otonomi khusus bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Lebih dari itu, dengan sangat sabar Pemerintah telah mengadakan perundingan yang berlarut-larut dengan wakil-wakil gerakan separatis yang menamakan diri Gerakan Aceh Merdeka, dan bahkan memperlakukan mereka dengan amat hormat, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Namun saya juga percaya bahwa Saudara-saudara juga mengikuti dengan cermat perkembangan upaya pemerintah serta hasil-hasilnya. Gerakan Aceh Merdeka sama sekali tidak mematuhi berbagai kesepakatan yang telah dibuat. Serangan bersenjata, pemerasan, dan terakhir berkembang sebagai tindak terorisme, telah dilakukan secara sistematis dan meluas,
2
sehingga sama sekali tidak memungkinkan adanya jaminan keamanan dan dipenuhinya kewajiban untuk mensejahterakan rakyat di daerah tersebut.
Adalah sesuatu yang sangat memberatkan hati, bila akhirnya demi menjaga keutuhan Bangsa dan Negara, serta memelihara keutuhan wilayah Republik Indonesia, dan agar hak asasi manusia serta hukum tetap dijaga dan dihormati, saya menetapkan berlakunya keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat militer untuk seluruh wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Saya memerintahkan agar dilancarkan operasi terpadu di daerah bergolak tersebut, yang meliputi bukan hanya operasi pemulihan keamanan, tetapi juga operasi kemanusiaan, penegakan hukum, dan operasi pemantapan pemerintahan.
Saya berharap tindakan ini mendapatkan pengertian dan dukungan seluruh rakyat Indonesia, termasuk kelompok-kelompok yang berkiprah atas nama demokrasi dan hak asasi manusia. Kebijakan Pemerintah sekarang ini, termasuk yang terkesan membatasi sementara hak-hak asasi manusia di daerah tersebut, tetap dilandaskan pada kaidah-kaidah konstitusional. Undang-Undang Dasar 1945 mengatur dalam Pasal 28 J ayat (1) bahwa “Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.”
Oleh karena itu, secara konstitusional adalah keliru sekali menegakkan demokrasi serta hak asasi manusia dengan cara dan sikap di luar bingkai kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan tadi. Sejajar dan seimbang dengan hak yang dimiliki setiap warga negara, adalah kewajibannya pula untuk ikut membela, mempertahankan, dan membangun kehidupan berbangsa dan bernegara tersebut dalam bingkai kebangsaan dan kenegaraan yang sama.
Dalam kesempatan ini juga saya menghimbau seluruh rakyat Indonesia untuk melaksanakan kewajiban ke-wargaan-negara ini secara teguh, konsisten dan tegar.
Ambilah sikap tersebut, dan jangan bersikap mendua. Saya tidak bisa mengabaikan amanah para pendiri serta pembela Bangsa dan Negara ini sekedar untuk memenuhi keinginan segelintir kaum separatis, yang pimpinan-pimpinannya justru sudah menjadi warganegara asing. Saya yakin, sebagian besar saudara-saudara kita di daerah bergolak tersebut masih tetap berjiwa merah-putih.
Saduara-saudara sekalian,
Demikianlah konteks kesejahteraan dan keamanan serta ketenteraman hidup dan kaitannya dengan gerakan reformasi nasional yang ingin saya ungkap dalam peringatan Hari Kebangkitan Nasional tahun 2003 ini. Sebagai tantangan, semua tahu bahwa jalan yang harus kita tempuh masih panjang. Tetapi itulah yang harus kita hadapi. Tidak hanya kesabaran, kita juga memerlukan kesungguhan dan keteguhan hati.
Sebanyak masalah yang kita hadapi, sebesar itu pula keterbatasan sumber daya yang masih kita miliki. Bagaimanapun sulitnya keadaan, kita terus menapak maju terutama dalam mewujudkan kesejahteraan, dan dengan sejauh mungkin bertumpu pada kemampuan kita sendiri. Ditengah tekad dan harapan untuk terus membangun kemampuan ekonomi yang berdaya saing, kita juga memperbesar keinginan untuk melakukan semua itu dengan terus mengurangi ketergantungan kita terhadap sumber-sumber pembiayaan luar negeri.
Ringkasnya, dalam rangka ini semua kita memang harus terus meningkatkan kemampuan produksi nasional kita, dan sekaligus memperkuat pasar dalam negeri sebagai penopangnya. Besar kecilnya, keberhasilan semua itu pada akhirnya juga sangat tergantung pada sikap kita untuk mendukungnya.
Hanya melalui dukungan kongkrit yang kita tunjukkan dengan mendahulukan penggunaan produksi dalam negeri, kita akan memperkuat pondasi perekonomian kita. Untuk itu, seiring dengan semangat kebangkitan yang kita peringati hari ini, saya berseru kepada seluruh rakyat Indonesia, khususnya kepada seluruh jajaran pemerintah di tingkat pusat dan daerah, untuk mempelopori dan mendahulukan penggunaan produk dalam negeri guna memenuhi kebutuhan, apalagi yang persyaratannya secara teknis telah dapat dipenuhi oleh produksi nasional tersebut.
Dengan harapan-harapan tadi, dan dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahim, sekarang saya nyatakan Pameran Produksi Indonesia Tahun 2003 dengan resmi dibuka. Semoga Tuhan Yang
3
Maha Penyayang selalu melimpahkan kekuatan dan perlindungan kepada kita semua, dalam menjalankan tugas serta pengabdian kita kepada bangsa dan negara tercinta ini. Terimakasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 20 Mei 2003
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Sumber: http://www.lin.go.id/news.asp?kode=200503POLA0001
Koleksi: Perpustakaan Nasional RI, 2006
4
PEMBUKAAN PAMERAN PRODUKSI INDONESIA 2003
Saudara-saudara Pimpinan Lembaga Tinggi Negara,
Saudara-saudara Menteri,
Saudara Gubernur dan para Anggota MUSPIDA Jakarta,
Saudara-saudara sekalian yang saya hormati,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Salam sejahtera bari kita semua,
Hari ini kita menyaksikan dua acara sekaligus yang tidak hanya memiliki korelasi erat, tetapi juga penting dalam perjalanan kehidupan nasional kita. Dengan menyimak perkembangan keadaan beberapa waktu terakhir ini, saya menilai acara ini dapat kita angkat sebagai momentum yang tepat untuk memperbaharui semangat kebangkitan kita sebagai satu bangsa.
Kalau tidak salah, dalam konteks pemikiran, bangun kehidupan dan semangat kebangsaan kita tahun ini menginjak usia 95 tahun. Bila hal itu benar, maka hingga kini baru kurang lebih empat generasi kita hidup dalam suasana hidup berbangsa, yang selama ini kita bangun secara perlahan-lahan, dengan penuh susah payah.
Tidak banyak bangsa di dunia ini yang semajemuk dan seterpencar-pencar seperti kita. Kalaupun ada bangsa-bangsa lain yang sama majemuknya seperti bangsa kita, mereka hidup dalam satu wilayah atau benua yang sama, yang karenanya tidaklah terlalu sulit untuk menumbuhkan suatu semangat kebangsaan. Suku-suku bangsa kita hidup terpisah-pisah, dan hanya dengan semangat kebersamaan yang kuat untuk membangun masa depan bersama sajalah, kita dapat memiliki tumpuan bagi kehidupan kebangsaan kita.
Selama ini kita beranggapan bahwa semangat kebangsaan kita itu sudah mantap, sudah kukuh, sudah kuat. Namun dalam tahun-tahun terakhir ini kita sadar bahwa semangat kebangsaan, seperti juga halnya dengan semangat-semangat lainnya, ternyata adalah sesuatu yang dinamis sifatnya. Semangat kebangsaan bisa bertambah kuat jika rakyat merasakan bahwa kesejahteraan dan keamanan serta ketenteraman hidup mereka sehari-hari meningkat dan membaik. Sebaliknya semangat kebangsaan bisa merosot jika perekonomian memburuk, kemiskinan serta kesengsaraan berkembang, dan keamanan serta ketenteraman hidup sehari-hari tidak terjamin. Ringkasnya, semangat kebangsaan ikut merosot jika kinerja negara kebangsaan yang mewadahi semangat kebangsaan itu menurun.
Demikianlah, menjelang satu abad bangkitnya semangat kebangsaan tersebut kita memang perlu merenungkan ulang kinerja negara kebangsaan kita, terutama dalam bidang kesejahteraan dan bidang keamanan itu. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dengan jelas menegaskan empat tujuan negara: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dengan isi seperti itu, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sungguh merupakan kontrak politik dengan esensi dan kristalisasi seluruh semangat pergerakan kebangsaan yang bermula pada awal abad 20 yang lalu.
Karena itu, dalam kesempatan ini saya minta perhatian kita semua terhadap dua hal penting dalam dinamika kehidupan kebangsaan dan kenegaraan kita dalam tahun-tahun terakhir ini.
Pertama, kita masih tetap berpegang teguh pada kontrak politik yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut. Kedua, kita sudah, sedang dan akan terus melanjutkan gerakan reformasi nasional, yang kita laksanakan secara serentak dan mencakup bidang yang sangat luas, baik dalam bidang politik dan pemerintahan, ekonomi, sosial, bahkan dalam bidang budaya.
1
Begitu luasnya lingkup reformasi nasional tersebut sehingga bukan saja memungkinkan timbulnya disorientasi di antara para pelaku-pelakunya, tetapi juga memunculkan berbagai ekses yang merisaukan. Dewasa ini cukup banyak keluhan, kritik, bahkan hujatan masyarakat terhadap pelaksanaan reformasi nasional itu. Reformasi dikatakan bagaikan kehilangan arah atau bahkan dikesankan telah dimanipulasi dan disalahgunakan.
Dasar-dasar dari seluruh gerakan reformasi nasional tersebut telah kita bahas, kita musyawarahkan, dan kita sepakati dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 yang telah kita amandemen empat kali. Ringkasnya, Undang-Undang Dasar 1945 pasca amandemen tersebut telah memberikan desain, rancangan, atau cetak-biru, bagi sebuah Indonesia modern yang kita harapkan akan lebih mampu mensejahterakan dan memberikan rasa aman kepada seluruh rakyat.
Sebuah lembaga tinggi negara telah ditiadakan, yaitu Dewan Pertimbangan Agung. Beberapa lembaga negara baru dibentuk, seperti Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial. Azas pemisahan kekuasaan, yang lazimnya dikenal sebagai azas trias politica, dilaksanakan secara lebih konsisten, yang berwujud dialihkannya wewenang legislatif dari Presiden ke DPR RI, dan diperkuatnya wewenang Mahkamah Agung. Hak-hak asasi manusia, yang semula hanya sedikit diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang lama, telah dicantumkan secara lebih lengkap dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diperbaharui ini. Lebih dari itu, untuk pertama kalinya Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota akan dipilih langsung oleh rakyat.
Dengan sangat gamblang Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diperbaharui ini memberikan penghormatan yang sangat besar kepada rakyat Indonesia yang memiliki kedaulatan Republik ini. Oleh karena itu saya harapkan agar seluruh rakyat benar-benar dan secara sungguh-sungguh mempelajari hak dan kewajiban kenegaraannya, yang telah tercantum dengan rinci dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diperbaharui tersebut.
Hak dan kewajiban kenegaraan tersebut merupakan satu paket dan bukan merupakan dua hal yang terpisah satu sama lain. Adalah mustahil untuk hanya menuntut hak tetapi mengabaikan kewajiban, atau sebaliknya memberikan kewajiban tanpa memberikan hak. Berbagai lembaga negara telah dibentuk untuk melindungi dan memenuhi hak-hak tersebut, baik hak sipil dan politik, maupun hak ekonomi, sosial, dan budaya. Dengan demikian, setidak-tidaknya secara formal, kita sudah menyiapkan diri untuk berkiprah sebagai salah satu bangsa modern di dunia ini.
Yang harus kita lakukan lebih lanjut adalah mewujudkannya ke dalam kenyataan, baik melalui kewenangan jajaran pemerintahan, maupun melalui kehidupan masyarakat sehari-hari. Jangan dilupakan bahwa menurut peraturan perundang-undangan kita, kewajiban menghormati dan melindungi hak asasi manusia selain terletak di atas pundak negara dan pemerintahan, juga merupakan kewajiban setiap orang!
Bersamaan dengan itu, secara khusus saya juga minta perhatian, bahwa selain menuntut dan menikmati hak-haknya, seluruh rakyat juga harus menunaikan kewajiban kenegaraannya. Kewajiban kenegaraan itu bisa bersifat rutin seperti membayar pajak, tetapi juga dapat merupakan suatu hal yang hakiki seperti membela Bangsa dan Negara.
Dengan sengaja saya memberi penekanan terhadap kewajiban untuk membela Bangsa dan Negara, khususnya dalam situasi kritis dewasa ini, pada saat Negara kita terancam perpecahan akibat gerakan separatis.
Saya percaya bahwa Saudara-saudara sekalian telah mengikuti dengan cermat seluruh perkembangan terakhir di Tanah Air. Bersama DPR RI, seperti halnya di Papua, Pemerintah telah mengundangkan dasar hukum yang kokoh untuk suatu otonomi khusus bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Lebih dari itu, dengan sangat sabar Pemerintah telah mengadakan perundingan yang berlarut-larut dengan wakil-wakil gerakan separatis yang menamakan diri Gerakan Aceh Merdeka, dan bahkan memperlakukan mereka dengan amat hormat, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Namun saya juga percaya bahwa Saudara-saudara juga mengikuti dengan cermat perkembangan upaya pemerintah serta hasil-hasilnya. Gerakan Aceh Merdeka sama sekali tidak mematuhi berbagai kesepakatan yang telah dibuat. Serangan bersenjata, pemerasan, dan terakhir berkembang sebagai tindak terorisme, telah dilakukan secara sistematis dan meluas,
2
sehingga sama sekali tidak memungkinkan adanya jaminan keamanan dan dipenuhinya kewajiban untuk mensejahterakan rakyat di daerah tersebut.
Adalah sesuatu yang sangat memberatkan hati, bila akhirnya demi menjaga keutuhan Bangsa dan Negara, serta memelihara keutuhan wilayah Republik Indonesia, dan agar hak asasi manusia serta hukum tetap dijaga dan dihormati, saya menetapkan berlakunya keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat militer untuk seluruh wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Saya memerintahkan agar dilancarkan operasi terpadu di daerah bergolak tersebut, yang meliputi bukan hanya operasi pemulihan keamanan, tetapi juga operasi kemanusiaan, penegakan hukum, dan operasi pemantapan pemerintahan.
Saya berharap tindakan ini mendapatkan pengertian dan dukungan seluruh rakyat Indonesia, termasuk kelompok-kelompok yang berkiprah atas nama demokrasi dan hak asasi manusia. Kebijakan Pemerintah sekarang ini, termasuk yang terkesan membatasi sementara hak-hak asasi manusia di daerah tersebut, tetap dilandaskan pada kaidah-kaidah konstitusional. Undang-Undang Dasar 1945 mengatur dalam Pasal 28 J ayat (1) bahwa “Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.”
Oleh karena itu, secara konstitusional adalah keliru sekali menegakkan demokrasi serta hak asasi manusia dengan cara dan sikap di luar bingkai kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan tadi. Sejajar dan seimbang dengan hak yang dimiliki setiap warga negara, adalah kewajibannya pula untuk ikut membela, mempertahankan, dan membangun kehidupan berbangsa dan bernegara tersebut dalam bingkai kebangsaan dan kenegaraan yang sama.
Dalam kesempatan ini juga saya menghimbau seluruh rakyat Indonesia untuk melaksanakan kewajiban ke-wargaan-negara ini secara teguh, konsisten dan tegar.
Ambilah sikap tersebut, dan jangan bersikap mendua. Saya tidak bisa mengabaikan amanah para pendiri serta pembela Bangsa dan Negara ini sekedar untuk memenuhi keinginan segelintir kaum separatis, yang pimpinan-pimpinannya justru sudah menjadi warganegara asing. Saya yakin, sebagian besar saudara-saudara kita di daerah bergolak tersebut masih tetap berjiwa merah-putih.
Saduara-saudara sekalian,
Demikianlah konteks kesejahteraan dan keamanan serta ketenteraman hidup dan kaitannya dengan gerakan reformasi nasional yang ingin saya ungkap dalam peringatan Hari Kebangkitan Nasional tahun 2003 ini. Sebagai tantangan, semua tahu bahwa jalan yang harus kita tempuh masih panjang. Tetapi itulah yang harus kita hadapi. Tidak hanya kesabaran, kita juga memerlukan kesungguhan dan keteguhan hati.
Sebanyak masalah yang kita hadapi, sebesar itu pula keterbatasan sumber daya yang masih kita miliki. Bagaimanapun sulitnya keadaan, kita terus menapak maju terutama dalam mewujudkan kesejahteraan, dan dengan sejauh mungkin bertumpu pada kemampuan kita sendiri. Ditengah tekad dan harapan untuk terus membangun kemampuan ekonomi yang berdaya saing, kita juga memperbesar keinginan untuk melakukan semua itu dengan terus mengurangi ketergantungan kita terhadap sumber-sumber pembiayaan luar negeri.
Ringkasnya, dalam rangka ini semua kita memang harus terus meningkatkan kemampuan produksi nasional kita, dan sekaligus memperkuat pasar dalam negeri sebagai penopangnya. Besar kecilnya, keberhasilan semua itu pada akhirnya juga sangat tergantung pada sikap kita untuk mendukungnya.
Hanya melalui dukungan kongkrit yang kita tunjukkan dengan mendahulukan penggunaan produksi dalam negeri, kita akan memperkuat pondasi perekonomian kita. Untuk itu, seiring dengan semangat kebangkitan yang kita peringati hari ini, saya berseru kepada seluruh rakyat Indonesia, khususnya kepada seluruh jajaran pemerintah di tingkat pusat dan daerah, untuk mempelopori dan mendahulukan penggunaan produk dalam negeri guna memenuhi kebutuhan, apalagi yang persyaratannya secara teknis telah dapat dipenuhi oleh produksi nasional tersebut.
Dengan harapan-harapan tadi, dan dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahim, sekarang saya nyatakan Pameran Produksi Indonesia Tahun 2003 dengan resmi dibuka. Semoga Tuhan Yang
3
Maha Penyayang selalu melimpahkan kekuatan dan perlindungan kepada kita semua, dalam menjalankan tugas serta pengabdian kita kepada bangsa dan negara tercinta ini. Terimakasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 20 Mei 2003
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Sumber: http://www.lin.go.id/news.asp?kode=200503POLA0001
Koleksi: Perpustakaan Nasional RI, 2006
4
SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PEMBUKAAN PERTEMUAN TINGKAT MENTERI ASEAN KE-37 Jakarta, 30 Juni 2004
SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PEMBUKAAN PERTEMUAN TINGKAT MENTERI ASEAN KE-37 Jakarta, 30 Juni 2004
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Yang Mulia para Menteri Luar Negeri,
Hadirin yang saya hormati,
Perkenankanlah saya mengawali sambutan ini dengan menyampaikan
ucapan selamat datang kepada Yang Mulia para Menteri Luar Negeri ASEAN
beserta seluruh delegasi pada Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN ke-37 ini.
Saya berharap anda sekalian menikmati suasana selama berada di Jakarta
dan mendoakan mudah-mudahan pertemuan ini berjalan sukses, mengingat
begitu banyak hal penting yang akan dibicarakan.
Bulan Oktober lalu, saya mendapat kehormatan untuk memimpin
Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN kesembilan. Dalam pertemuan bersejarah
itu, para pemimpin ASEAN menyepakati strategi baru menghadapi tantangan
zaman yakni mengubah ASEAN dari asosiasi negara-negara menjadi
komunitas negara-negara. Hal ini dituangkan dalam dokumen bersejarah,
yaitu Bali Concord II.
Untuk melaksanakan Bali Concord II, saya memandang kita perlu
mengambil inisiatif-inisiatif baru yang bersifat konstruktif berlandaskan rasa
saling percaya dan saling pengertian. Saya yakin inilah cara terbaik untuk
menunjukkan bahwa kita mampu hidup berdampingan secara damai satu
sama lain ataupun dengan dunia luar. Saya menilai bahwa hal tersebut
sangat tepat dengan tema pertemuan ini, yakni : “Striving for Full Integration
of ASEAN : A prosperous, caring and peaceful Community.”
Gagasan mengenai ASEAN yang sejahtera, saling peduli dan damai,
diangkat dari visi yang terdapat dalam dokumen yang memiliki nilai sejarah
bagi kita semua, yakni Deklarasi ASEAN. Deklarasi yang ditandatangani 37
tahun lalu oleh lima Menteri Luar Negeri pendiri ASEAN itu mencitrakan
Negara-negara Asia Tenggara yang hidup bersama secara harmonis dan
aman, dan memberikan “perdamaian, kebebasan dan kesejahteraan” bagi
seluruh masyarakat dan generasi mendatang.
3
Kurang lebih tiga puluh tahun kemudian, gagasan ini diungkapkan
kembali dalam “Visi ASEAN 2020” yakni ASEAN sebagai “negara-negara
Asia Tenggara yang bersatu, yang melihat keluar, hidup dalam perdamaian,
stabilitas dan kesejahteraan”, yang bersama-sama terikat dalam satu
kemitraan pembangunan dinamis serta dalam suatu komunitas masyarakat
yang saling peduli.
Dalam rentang waktu antara Deklarasi ASEAN tahun 1967 dengan
Visi ASEAN 2020 tahun 1997, kita menyaksikan berkembangnya ASEAN
yang hingga saat ini telah mencakup seluruh negara Asia Tenggara.
Sekarang, setelah hampir empat dekade berjalan, ASEAN telah
menjadi penggerak perdamaian dan stabilitias serta kesejahteraan di seluruh
kawasan Asia-Pasifik. Hal ini berhasil dicapai melalui upaya yang terus
menerus dalam memelihara budaya konsultasi dan kerjasama antar anggota
negara-negara mitra wicara. Banyak negara mitra wicara yang disamping
mengupayakan integrasi ekonomi dengan ASEAN, juga bekerja keras
bersama ASEAN bagi perwujudan keamanan dan stabilitas.
Namun demikian, kita hendaknya jangan mudah berpuas diri. Berbagai
tantangan global dan regional yang berat tengah menguji kita. Menguatnya
upaya unilateralisme dalam hubungan internasional telah sedikit banyak
mengesampingkan cara-cara demokratis dalam penyelesaian sengketa intra
dan antar Negara. Konflik di Timur Tengah dan di Irak yang belum juga
berakhir telah mengganggu stabilitas dunia. Belum terselesaikannya masalah
isu nuklir di Semenanjung Korea ataupun masih rentannya perekonomian
kawasan Asia Timur, juga menjadi keprihatinan kita bersama.
Kita juga tetap harus waspada terhadap kemungkinan menyebarnya
berbagai penyakit seperti HIV/AIDS, SARS, flu burung serta penyakit menular
lainnya dan mencegah dampak buruknya terhadap masyarakat dan
perekonomian kita. Kita juga harus secara terus menerus memerangi
peredaran obat-obat terlarang, penyelundupan senjata, penyelundupan orang
dan perdagangan wanita dan anak-anak, pencucian uang serta berbagai
bentuk tindak kejahatan lintas batas lainnya.
Di atas semua itu, kita juga harus berada di depan dalam memerangi
tindak kejahatan lintas batas yang paling tidak berprikemanusiaan: terorisme
internasional. Pada saat kita sedang bersusah payah memerangi berbagai
ancaman tersebut dan merasakan dampak buruknya, kita juga masih harus
berjuang keras memajukan pembangunan di seluruh bidang sosial ekonomi.
Berbagai ancaman dan tantangan baru terus hadir di depan kita.
Pengalaman kita dari waktu ke waktu-lah yang kemudian mengajarkan,
bahwa kita tidak lagi bisa menghadapinya hanya dengan cara-cara yang
selama ini lazim kita lakukan, seperti membuat rencana aksi dalam rangka
kerjasama fungsional, atau mengharapakan bantuan dari rekan-rekan dialog.
4
Kita sendirilah yang harus mulai memikirkan cara-cara yang lebih
kreatif dan efektif. Kita harus membangun kekuatan dan mekanisme yang
kongkrit, yang mampu mengamankan dan menyelamatkan ASEAN dari
tantangan dan ancaman di masa depan.
Saya sepenuhnya yakin bahwa para pemimpin ASEAN telah
menjawab kebutuhan itu Oktober lalu dalam Konferensi Tingkat Tinggi
ASEAN Kesembilan di Bali, ketika kita menetapkan Declaration of ASEAN
Concord II dan berjanji untuk mewujudkan komunitas ASEAN pada tahun
2020.
Dengan visi dan kepemimpinannya, para pemimpin ASEAN telah
meletakkan fondasi bagi kekuatan baru untuk mengatasi semua tantangan
dan ancaman, yaitu sebuah komunitas yang akan terdiri dari tiga pilar :
Komunitas Keamanan ASEAN, Komunitas Ekonomi ASEAN, dan Komunitas
Sosial Budaya ASEAN.
Melalui Declaration of ASEAN Concord II, atau lebih kita kenal dengan
Bali Concord II, yang merupakan cetak biru pembentukan komunitas ASEAN,
saya optimis bahwa kita akan mampu mencapai tujuan yang kita inginkan
pada waktunya.
Kita akan menjadi Komunitas Ekonomi ASEAN tatkala proses integrasi
ekonomi yang sedang kita laksanakan saat ini telah mampu menciptakan
kawasan perekonomian yang stabil, sejahtera dan memiliki daya saing yang
kuat di dunia. Pada saat itu, kawasan ASEAN akan menjadi kawasan bebas
arus keluar masuk barang, jasa dan investasi serta memiliki tingkat
pembangunan ekonomi yang merata. Kita berharap, pada saat itu tidak akan
ada kesenjangan pembangunan yang berarti antar anggota keluarga ASEAN.
Kita berencana, pada saat itu kita juga telah berhasil mengentaskan
kemiskinan yang merupakan masalah mendasar.
Sebagai satu komunitas sosial budaya, kita bersama-sama mengatasi
berbagai permasalahan pertumbuhan penduduk, pendidikan dan
pengembangan sumber daya manusia, dan pencegahan serta pengawasan
penyebaran wabah penyakit, penurunan kualitas lingkungan dan polusi lintas
batas.
Sebagai komunitas sosial budaya, kita akan lebih mengenali benang
merah yang ada di dalam budaya-budaya kita, dan akan lebih mampu
menghargai identitas nasional satu sama lain. Guna mewujudkan semua itu
pula, kita harus menciptakan “rasa ke-kita-an” yang begitu penting bagi
manusia dalam membentuk sebuah komunitas.
Sebagai komunitas keamanan, kita akan meningkatkan kerjasama di
bidang politik dan keamanan sehingga kita bisa bertanggung jawab
sepenuhnya dalam mengatasi segala bentuk ancaman terhadap kawasan
keamanan kita.
5
Berlawanan dengan anggapan sebagian orang,kita tidak akan
membentuk sebuah aliansi militer ataupun sebuah pakta pertahanan, karena
bukan itu yang dimaksud dengan pembentukan komunitas keamanan
ASEAN. Pada tahap ini, penting bagi kita di ASEAN untuk memperkuat dan
memperluas kerjasama politik sehingga kita dapat meningkatkan kapasitas
guna diplomasi preventif, penyelesaian politik, dan pembangunan pascakonflik.
Kita juga perlu menumbuhkan “rasa ke-kita-an” yang lebih besar
sehingga kita dapat menyelesaikan segala sengketa secara damai dan
bersahabat, meskipun isu yang dibahas sangat sensitive. Kita harus dapat
berdialog secara terbuka dan jujur, bahkan mengenai masalah internal atau
isu dalam negeri yang jika tidak diselesaikan, bisa berdampak buruk terhadap
kawasan.
Dengan “rasa ke-kita-an” tersebut, kita dapat mewariskan kepada anak
cucu kita sebuah kawasan Asia Tenggara yang bukan saja bebas tetapi juga
mampu mengelola sengketa dengan arif. Dengan demikian, komunitas
keamanan ASEAN akan menjadi instrumental bagi pembentukan sebuah
tertib kawasan yang dewasa.
Tertib kawasan seperti itu memerlukan kita untuk memperluas “stakeholders”
di ASEAN lebih dari hanya pejabat pemerintah, tetapi menyertakan
sebanyak mungkin anggota masyarakat kita serta menanamkan kepada
mereka rasa memiliki yang kuat terhadap ASEAN. Untuk itu, kami sangat
percaya bahwa Asia Tenggara harus progresif dan tidak konservatif dalam hal
partisipasi publik dalam pemerintahan dan dalam pemajuan dan perlindungan
hak-hak asasi manusia.
Para Yang Mulia,
Hadirin yang saya hormati,
Melalui peningkatan kohensifitas dan solidaritas, kita akan dapat
mengatasi secara efektif segala dinamika kawasan, seperti halnya terhadap
dinamika di tingkat internasional. Kita menjadi lebih kreatif dan responsif
terhadap proses integrasi dan rasionalisasi yang lebih luas di Asia Timur dan
Asia Pasifik, yang meliputi aspek politik, ekonomi, dan sosial.
Kita perlu meningkatkan momentum dalam proses ASEAN+3 yang
telah mendukung kerjasama kita dengan mitra kita dari Asia Timur Laut.
Dalam satu dasawarsa mendatang, Kawasan Perdagangan Bebas ASEANChina
dan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Jepang akan mulai berlaku.
Hubungan dialog dengan India juga meningkat, saat India menjalankan
sebuah kebijakan “Melihat ke Timur”. Kita menjalin hubungan ekonomi yang
semakin erat dengan Australia dan Selandia Baru, sementara Uni Eropa,
Rusia dan Kanada juga berusaha meningkatkan kehadiran mereka di Asia
Tenggara. Selain itu, kita juga membangun kerja sama dengan Afrika dan
Amerika Latin. Kita juga perlu menanggapi secara bijaksana kembalinya
6
kepentingan besar Amerika Serikat di Asia Tenggara. Kecenderungan lain
yang sama pentingnya dengan kecenderungan integrasi antar negara-negara
dan kawasan adalah tumbuhnya demokrasi di seluruh dunia. Pemilihan
Umum yang bebas, jujur, dan berhasil baru-baru ini telah diadakan di Korea
Selatan, Malaysia, Sri Lanka, India, Filipina, dan Indonesia. Dalam konteks
ini, dengan gembira kita memperhatikan bahwa salah satu anggota keluarga
ASEAN, yaitu Myanmar, telah turut berperan dalam meningkatkan demokrasi.
Kami mendorong Myanmar untuk mengambil segala langkah yang dapat
menambah substansi bagi aspirasi demokrasinya.
Kami di Indonesia juga bangga dengan keberhasilan pemilihan
anggota parlemen kami yang baru berlangsung. Kami berharap pemilihan
Presiden secara langsung yang untuk pertama kalinya akan kami
selenggarakan dalam beberapa hari mendatang, juga akan sukses seiring
makin kuatnya rasa kedaulatan rakyat Indonesia.
Tentu, kami harus bekerja keras untuk dapat mengatasi tantangantantangan
tersebut. Selain itu, dalam dunia yang semakin terbuka dan saling
berketergantungan, kami juga tidak kebal terhadap dampak perkembanganperkembangan
eksternal, seperti kecenderungan yang tidak menentu dari
harga minyak dan dari nilai tukar mata uang kami, disamping kontraksi
mendadak yang acapkali menimpa pasar-pasar ekspor kita. Seperti keluarga
ASEAN lainnya, kami juga tidak kebal terhadap ancaman yang meliputi
kawasan kita dan dunia.
Namun demikian saya percaya, dengan ketahanan yang semakin baik
dan kekuatan yang semakin kokoh, di ASEAN secara bersama-sama kita
akan selalu mengatasi ancaman dan tantangan di masa depan. Lebih dari itu,
kita dapat memanfaatkan kecenderungan positif dari integrasi ekonomi dan
demokrasi – jika kita tekun dan menjaga kawasan kita dengan tertib.
Inilah pesan saya hari ini, bahwa di ASEAN kita telah memiliki cetak
biru untuk memelihara ketertiban kita, meningkatkan kekuatan yang
dibutuhkan untuk mengatasi berbagai tantangan pada masa ini, dan
menjamin kredibilitas yang kita butuhkan guna bergabung pada proses
integrasi yang lebih luas.
Cetak biru itu adalah Bali Concord II, yang mengatur transformasi kita
menuju sebuah Komunitas ASEAN. Artinya, kita harus sekaligus menjadi tiga
hal: Komunitas Keamanan ASEAN, Komunitas Ekonomi ASEAN, dan
Komunitas Sosial Budaya ASEAN. Kita tidak dapat membentuk Komunitas
ASEAN hanya dengan salah satu pilarnya dan mengesampingkan dua pilar
yang lain.
Di atas semua itu, kita harus melaksanakan apa yang sudah kita
katakan. Kita sekarang memberi makna kepada retorika kita dan
meningkatkan kredibilitas kita.
7
Negara-negara lain di kawasan Asia dan Pasifik serta belahan dunia
lainnya saat ini sedang memperhatikan kita. Jangan kita lantas
menembunyikan kelemahan-kelemahan kita; mari kita tunjukkan kekuatan
kita dengan menjadi sebuah komunitas sebagaimana telah kita umumkan.
Dalam semangat itu, saya buka secara resmi Pertemuan Tingkat
Menteri ASEAN ke-37.
Terima kasih.
Jakarta, 30 Juni 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Yang Mulia para Menteri Luar Negeri,
Hadirin yang saya hormati,
Perkenankanlah saya mengawali sambutan ini dengan menyampaikan
ucapan selamat datang kepada Yang Mulia para Menteri Luar Negeri ASEAN
beserta seluruh delegasi pada Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN ke-37 ini.
Saya berharap anda sekalian menikmati suasana selama berada di Jakarta
dan mendoakan mudah-mudahan pertemuan ini berjalan sukses, mengingat
begitu banyak hal penting yang akan dibicarakan.
Bulan Oktober lalu, saya mendapat kehormatan untuk memimpin
Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN kesembilan. Dalam pertemuan bersejarah
itu, para pemimpin ASEAN menyepakati strategi baru menghadapi tantangan
zaman yakni mengubah ASEAN dari asosiasi negara-negara menjadi
komunitas negara-negara. Hal ini dituangkan dalam dokumen bersejarah,
yaitu Bali Concord II.
Untuk melaksanakan Bali Concord II, saya memandang kita perlu
mengambil inisiatif-inisiatif baru yang bersifat konstruktif berlandaskan rasa
saling percaya dan saling pengertian. Saya yakin inilah cara terbaik untuk
menunjukkan bahwa kita mampu hidup berdampingan secara damai satu
sama lain ataupun dengan dunia luar. Saya menilai bahwa hal tersebut
sangat tepat dengan tema pertemuan ini, yakni : “Striving for Full Integration
of ASEAN : A prosperous, caring and peaceful Community.”
Gagasan mengenai ASEAN yang sejahtera, saling peduli dan damai,
diangkat dari visi yang terdapat dalam dokumen yang memiliki nilai sejarah
bagi kita semua, yakni Deklarasi ASEAN. Deklarasi yang ditandatangani 37
tahun lalu oleh lima Menteri Luar Negeri pendiri ASEAN itu mencitrakan
Negara-negara Asia Tenggara yang hidup bersama secara harmonis dan
aman, dan memberikan “perdamaian, kebebasan dan kesejahteraan” bagi
seluruh masyarakat dan generasi mendatang.
3
Kurang lebih tiga puluh tahun kemudian, gagasan ini diungkapkan
kembali dalam “Visi ASEAN 2020” yakni ASEAN sebagai “negara-negara
Asia Tenggara yang bersatu, yang melihat keluar, hidup dalam perdamaian,
stabilitas dan kesejahteraan”, yang bersama-sama terikat dalam satu
kemitraan pembangunan dinamis serta dalam suatu komunitas masyarakat
yang saling peduli.
Dalam rentang waktu antara Deklarasi ASEAN tahun 1967 dengan
Visi ASEAN 2020 tahun 1997, kita menyaksikan berkembangnya ASEAN
yang hingga saat ini telah mencakup seluruh negara Asia Tenggara.
Sekarang, setelah hampir empat dekade berjalan, ASEAN telah
menjadi penggerak perdamaian dan stabilitias serta kesejahteraan di seluruh
kawasan Asia-Pasifik. Hal ini berhasil dicapai melalui upaya yang terus
menerus dalam memelihara budaya konsultasi dan kerjasama antar anggota
negara-negara mitra wicara. Banyak negara mitra wicara yang disamping
mengupayakan integrasi ekonomi dengan ASEAN, juga bekerja keras
bersama ASEAN bagi perwujudan keamanan dan stabilitas.
Namun demikian, kita hendaknya jangan mudah berpuas diri. Berbagai
tantangan global dan regional yang berat tengah menguji kita. Menguatnya
upaya unilateralisme dalam hubungan internasional telah sedikit banyak
mengesampingkan cara-cara demokratis dalam penyelesaian sengketa intra
dan antar Negara. Konflik di Timur Tengah dan di Irak yang belum juga
berakhir telah mengganggu stabilitas dunia. Belum terselesaikannya masalah
isu nuklir di Semenanjung Korea ataupun masih rentannya perekonomian
kawasan Asia Timur, juga menjadi keprihatinan kita bersama.
Kita juga tetap harus waspada terhadap kemungkinan menyebarnya
berbagai penyakit seperti HIV/AIDS, SARS, flu burung serta penyakit menular
lainnya dan mencegah dampak buruknya terhadap masyarakat dan
perekonomian kita. Kita juga harus secara terus menerus memerangi
peredaran obat-obat terlarang, penyelundupan senjata, penyelundupan orang
dan perdagangan wanita dan anak-anak, pencucian uang serta berbagai
bentuk tindak kejahatan lintas batas lainnya.
Di atas semua itu, kita juga harus berada di depan dalam memerangi
tindak kejahatan lintas batas yang paling tidak berprikemanusiaan: terorisme
internasional. Pada saat kita sedang bersusah payah memerangi berbagai
ancaman tersebut dan merasakan dampak buruknya, kita juga masih harus
berjuang keras memajukan pembangunan di seluruh bidang sosial ekonomi.
Berbagai ancaman dan tantangan baru terus hadir di depan kita.
Pengalaman kita dari waktu ke waktu-lah yang kemudian mengajarkan,
bahwa kita tidak lagi bisa menghadapinya hanya dengan cara-cara yang
selama ini lazim kita lakukan, seperti membuat rencana aksi dalam rangka
kerjasama fungsional, atau mengharapakan bantuan dari rekan-rekan dialog.
4
Kita sendirilah yang harus mulai memikirkan cara-cara yang lebih
kreatif dan efektif. Kita harus membangun kekuatan dan mekanisme yang
kongkrit, yang mampu mengamankan dan menyelamatkan ASEAN dari
tantangan dan ancaman di masa depan.
Saya sepenuhnya yakin bahwa para pemimpin ASEAN telah
menjawab kebutuhan itu Oktober lalu dalam Konferensi Tingkat Tinggi
ASEAN Kesembilan di Bali, ketika kita menetapkan Declaration of ASEAN
Concord II dan berjanji untuk mewujudkan komunitas ASEAN pada tahun
2020.
Dengan visi dan kepemimpinannya, para pemimpin ASEAN telah
meletakkan fondasi bagi kekuatan baru untuk mengatasi semua tantangan
dan ancaman, yaitu sebuah komunitas yang akan terdiri dari tiga pilar :
Komunitas Keamanan ASEAN, Komunitas Ekonomi ASEAN, dan Komunitas
Sosial Budaya ASEAN.
Melalui Declaration of ASEAN Concord II, atau lebih kita kenal dengan
Bali Concord II, yang merupakan cetak biru pembentukan komunitas ASEAN,
saya optimis bahwa kita akan mampu mencapai tujuan yang kita inginkan
pada waktunya.
Kita akan menjadi Komunitas Ekonomi ASEAN tatkala proses integrasi
ekonomi yang sedang kita laksanakan saat ini telah mampu menciptakan
kawasan perekonomian yang stabil, sejahtera dan memiliki daya saing yang
kuat di dunia. Pada saat itu, kawasan ASEAN akan menjadi kawasan bebas
arus keluar masuk barang, jasa dan investasi serta memiliki tingkat
pembangunan ekonomi yang merata. Kita berharap, pada saat itu tidak akan
ada kesenjangan pembangunan yang berarti antar anggota keluarga ASEAN.
Kita berencana, pada saat itu kita juga telah berhasil mengentaskan
kemiskinan yang merupakan masalah mendasar.
Sebagai satu komunitas sosial budaya, kita bersama-sama mengatasi
berbagai permasalahan pertumbuhan penduduk, pendidikan dan
pengembangan sumber daya manusia, dan pencegahan serta pengawasan
penyebaran wabah penyakit, penurunan kualitas lingkungan dan polusi lintas
batas.
Sebagai komunitas sosial budaya, kita akan lebih mengenali benang
merah yang ada di dalam budaya-budaya kita, dan akan lebih mampu
menghargai identitas nasional satu sama lain. Guna mewujudkan semua itu
pula, kita harus menciptakan “rasa ke-kita-an” yang begitu penting bagi
manusia dalam membentuk sebuah komunitas.
Sebagai komunitas keamanan, kita akan meningkatkan kerjasama di
bidang politik dan keamanan sehingga kita bisa bertanggung jawab
sepenuhnya dalam mengatasi segala bentuk ancaman terhadap kawasan
keamanan kita.
5
Berlawanan dengan anggapan sebagian orang,kita tidak akan
membentuk sebuah aliansi militer ataupun sebuah pakta pertahanan, karena
bukan itu yang dimaksud dengan pembentukan komunitas keamanan
ASEAN. Pada tahap ini, penting bagi kita di ASEAN untuk memperkuat dan
memperluas kerjasama politik sehingga kita dapat meningkatkan kapasitas
guna diplomasi preventif, penyelesaian politik, dan pembangunan pascakonflik.
Kita juga perlu menumbuhkan “rasa ke-kita-an” yang lebih besar
sehingga kita dapat menyelesaikan segala sengketa secara damai dan
bersahabat, meskipun isu yang dibahas sangat sensitive. Kita harus dapat
berdialog secara terbuka dan jujur, bahkan mengenai masalah internal atau
isu dalam negeri yang jika tidak diselesaikan, bisa berdampak buruk terhadap
kawasan.
Dengan “rasa ke-kita-an” tersebut, kita dapat mewariskan kepada anak
cucu kita sebuah kawasan Asia Tenggara yang bukan saja bebas tetapi juga
mampu mengelola sengketa dengan arif. Dengan demikian, komunitas
keamanan ASEAN akan menjadi instrumental bagi pembentukan sebuah
tertib kawasan yang dewasa.
Tertib kawasan seperti itu memerlukan kita untuk memperluas “stakeholders”
di ASEAN lebih dari hanya pejabat pemerintah, tetapi menyertakan
sebanyak mungkin anggota masyarakat kita serta menanamkan kepada
mereka rasa memiliki yang kuat terhadap ASEAN. Untuk itu, kami sangat
percaya bahwa Asia Tenggara harus progresif dan tidak konservatif dalam hal
partisipasi publik dalam pemerintahan dan dalam pemajuan dan perlindungan
hak-hak asasi manusia.
Para Yang Mulia,
Hadirin yang saya hormati,
Melalui peningkatan kohensifitas dan solidaritas, kita akan dapat
mengatasi secara efektif segala dinamika kawasan, seperti halnya terhadap
dinamika di tingkat internasional. Kita menjadi lebih kreatif dan responsif
terhadap proses integrasi dan rasionalisasi yang lebih luas di Asia Timur dan
Asia Pasifik, yang meliputi aspek politik, ekonomi, dan sosial.
Kita perlu meningkatkan momentum dalam proses ASEAN+3 yang
telah mendukung kerjasama kita dengan mitra kita dari Asia Timur Laut.
Dalam satu dasawarsa mendatang, Kawasan Perdagangan Bebas ASEANChina
dan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Jepang akan mulai berlaku.
Hubungan dialog dengan India juga meningkat, saat India menjalankan
sebuah kebijakan “Melihat ke Timur”. Kita menjalin hubungan ekonomi yang
semakin erat dengan Australia dan Selandia Baru, sementara Uni Eropa,
Rusia dan Kanada juga berusaha meningkatkan kehadiran mereka di Asia
Tenggara. Selain itu, kita juga membangun kerja sama dengan Afrika dan
Amerika Latin. Kita juga perlu menanggapi secara bijaksana kembalinya
6
kepentingan besar Amerika Serikat di Asia Tenggara. Kecenderungan lain
yang sama pentingnya dengan kecenderungan integrasi antar negara-negara
dan kawasan adalah tumbuhnya demokrasi di seluruh dunia. Pemilihan
Umum yang bebas, jujur, dan berhasil baru-baru ini telah diadakan di Korea
Selatan, Malaysia, Sri Lanka, India, Filipina, dan Indonesia. Dalam konteks
ini, dengan gembira kita memperhatikan bahwa salah satu anggota keluarga
ASEAN, yaitu Myanmar, telah turut berperan dalam meningkatkan demokrasi.
Kami mendorong Myanmar untuk mengambil segala langkah yang dapat
menambah substansi bagi aspirasi demokrasinya.
Kami di Indonesia juga bangga dengan keberhasilan pemilihan
anggota parlemen kami yang baru berlangsung. Kami berharap pemilihan
Presiden secara langsung yang untuk pertama kalinya akan kami
selenggarakan dalam beberapa hari mendatang, juga akan sukses seiring
makin kuatnya rasa kedaulatan rakyat Indonesia.
Tentu, kami harus bekerja keras untuk dapat mengatasi tantangantantangan
tersebut. Selain itu, dalam dunia yang semakin terbuka dan saling
berketergantungan, kami juga tidak kebal terhadap dampak perkembanganperkembangan
eksternal, seperti kecenderungan yang tidak menentu dari
harga minyak dan dari nilai tukar mata uang kami, disamping kontraksi
mendadak yang acapkali menimpa pasar-pasar ekspor kita. Seperti keluarga
ASEAN lainnya, kami juga tidak kebal terhadap ancaman yang meliputi
kawasan kita dan dunia.
Namun demikian saya percaya, dengan ketahanan yang semakin baik
dan kekuatan yang semakin kokoh, di ASEAN secara bersama-sama kita
akan selalu mengatasi ancaman dan tantangan di masa depan. Lebih dari itu,
kita dapat memanfaatkan kecenderungan positif dari integrasi ekonomi dan
demokrasi – jika kita tekun dan menjaga kawasan kita dengan tertib.
Inilah pesan saya hari ini, bahwa di ASEAN kita telah memiliki cetak
biru untuk memelihara ketertiban kita, meningkatkan kekuatan yang
dibutuhkan untuk mengatasi berbagai tantangan pada masa ini, dan
menjamin kredibilitas yang kita butuhkan guna bergabung pada proses
integrasi yang lebih luas.
Cetak biru itu adalah Bali Concord II, yang mengatur transformasi kita
menuju sebuah Komunitas ASEAN. Artinya, kita harus sekaligus menjadi tiga
hal: Komunitas Keamanan ASEAN, Komunitas Ekonomi ASEAN, dan
Komunitas Sosial Budaya ASEAN. Kita tidak dapat membentuk Komunitas
ASEAN hanya dengan salah satu pilarnya dan mengesampingkan dua pilar
yang lain.
Di atas semua itu, kita harus melaksanakan apa yang sudah kita
katakan. Kita sekarang memberi makna kepada retorika kita dan
meningkatkan kredibilitas kita.
7
Negara-negara lain di kawasan Asia dan Pasifik serta belahan dunia
lainnya saat ini sedang memperhatikan kita. Jangan kita lantas
menembunyikan kelemahan-kelemahan kita; mari kita tunjukkan kekuatan
kita dengan menjadi sebuah komunitas sebagaimana telah kita umumkan.
Dalam semangat itu, saya buka secara resmi Pertemuan Tingkat
Menteri ASEAN ke-37.
Terima kasih.
Jakarta, 30 Juni 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG TAHUNAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA, 1 NOPEMBER 2001
PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG TAHUNAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA, 1 NOPEMBER 2001
Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat yang saya hormati,
Saudara-saudara Pimpinan dan para Anggota Lembaga-lembaga Tinggi Negara,
Yang Mulia para anggota Korps Diplomatik dari Negara-negara Sahabat,
Hadirin dan Hadirat yang saya muliakan,
Rakyat Indonesia yang saya cintai, di manapun Saudara-saudara sekarang berada.
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Salam Sejahtera untuk kita semua,
Terlebih dahulu izinkanlah saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, atas kehormatan yang diberikan kepada saya untuk menyampaikan pidato dalam Sidang Tahunan sekarang ini.
Sesuai dengan posisi ketatanegaraan Presiden, substansi pidato ini akan berkenaan dengan penyelenggaraan pemerintahan negara, khususnya dalam bidang eksekutif, selama satu tahun terakhir, yaitu setelah Sidang Tahunan Majelis tahun lalu.
Dalam menyampaikan pidato ini, secara sungguh-sungguh saya memperhatikan perubahan ketatanegaraan yang sudah ditetapkan Majelis Permusyawaratan Rakyat, khususnya berdasar dua kali amandemen Undang-Undang Dasar 1945, dan dalam berbagai undang-undang yang telah disyahkan dalam rangka pelaksanaan strategi reformasi nasional yang mulai kita lancarkan sejak tahun 1998.
Secara khusus dalam kesempatan ini saya sekali lagi menyampaikan terima kasih kepada para anggota Majelis --dan sudah barang tentu juga kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang merupakan bagian besar dari anggota Majelis-- yang telah memberikan kepercayaan kepada saya tiga bulan yang lalu untuk mengemban tugas berat sebagai Presiden Republik Indonesia ke-5.
Seperti Saudara-saudara ketahui, dengan penuh kehati-hatian --dan kadang-kadang terasa agak lamban-- saya telah menyusun kabinet yang saya namakan Kabinet Gotong Royong, yang saya harapkan dapat bertugas sampai akhir masa jabatan pemerintahan yang sekarang ini. Pengalaman telah mengajarkan kita bahwa stabilitas pemerintahan memang amat diperlukan untuk kemantapan penanganan masalah-masalah nasional, baik oleh jajaran penyelenggara negara sendiri, maupun oleh tokoh-tokoh masyarakat.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada para anggota Dewan ataupun Majelis, yang bukan saja memahami benar-benar beratnya tugas yang harus saya pikul, tetapi juga telah memberikan kesempatan bekerja kepada Pemerintah yang baru seumur jagung ini. Pengertian, kepercayaan dan kesempatan tersebut amat saya perlukan, agar saya bersama kabinet dapat bekerja dengan pikiran dan perasaan yang agak tenang dalam menangani kompleksitas krisis nasional yang amat ruwet ini.
Sebagian krisis itu merupakan bagian dan kelanjutan dari krisis moneter, krisis ekonomi, krisis kepercayaan, krisis politik, dan krisis keamanan yang telah melanda kita sejak tahun 1997, tetapi belum dapat kita selesaikan secara mendasar.
Sebagian lagi merupakan rangkaian krisis baru, baik yang berasal dari dinamika kehidupan nasional di dalam negeri, maupun imbas dari peristiwa-peristiwa global. Seluruhnya itu berakumulasi sampai dengan hari ini. Saya sadar, sejak tiga bulan terakhir tanggung jawab untuk menyelesaikan semua itu sekarang berada dipundak saya. Tetapi saya sadar, sesadar-sadarnya, tidak seorangpun, termasuk saya atau satu golongan atau satu kelompokpun dalam masyarakat kita, yang secara sendiri dapat menyelesaikan masalah yang sudah demikian kompleks dan rumit itu. Kita harus menanganinya bersama-sama.
Dengan amat prihatin, dengan rendah hati, dan dengan terus terang harus saya akui, bahwa belum banyak berita baik yang dapat saya laporkan kepada Saudara-saudara dalam kesempatan sekarang ini. Walaupun di sana sini telah terdapat perbaikan, namun secara menyeluruh memang belum banyak membaik. Dengan terjadinya tragedi 11 September 2001 yang menyulut ancaman resesi ekonomi dunia, upaya perbaikan tersebut bagaimanapun memang menjadi lebih sulit.
Ditengah kondisi seperti itu, mencari keseimbangan yang sebaik-baiknya antara penyelesaian masalah mendesak berjangka pendek, --yang kadang-kadang harus diselesaikan secara ad hoc, pahit, dan oleh karena itu bisa amat tidak populer--, dengan idealisme yang terkandung dalam cita-cita reformasi nasional, justru telah menghadirkan tantangan tersendiri yang tidak kalah peliknya.
Terlalu banyak energi yang harus kita curahkan untuk memberikan respons terhadap masalah-masalah situasional, yang muncul atau ditampilkan dalam masyarakat, dan didesakkan untuk diselesaikan segera oleh Pemerintah. Selama masa itu, rasanya tidak banyak lagi energi dan sumber daya yang tersedia untuk secara teratur menangani masalah-masalah lain yang lebih penting dan mendasar.
Badan-badan pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah yang sesungguhnya harus melaksanakan demikian banyak tugas yang digariskan dalam berbagai ketetapan majelis, saat ini justru sedang menyelesaikan proses reformasi. Dapat dikatakan, badan-badan pemerintahan tersebut selain masih harus berkutat dan berbenah diri, pada saat yang sama harus menghadapi masalah yang jauh lebih berat dan jauh lebih kompleks.
Saya percaya kita semua akan bersepakat bahwa agar dapat menangani seluruh krisis tersebut dengan mantap, kita harus mempunyai prioritas dalam penanganan masalah, agar sumber daya nasional kita yang terbatas ini dapat didayagunakan secara efektif dan efisien untuk menangani masalah-masalah yang lebih bersifat mendasar.
Sudah barang tentu, prioritas itu harus tetap merujuk kepada wawasan ketatanegaraan baru berdasar visi reformasi nasional. Ini berarti bahwa perubahan ketatanegaraan yang telah, sedang, dan akan kita lakukan, harus selalu diresapi oleh semangat perbaikan dan penyempurnaan secara terencana, bertahap, dan hati-hati.
Menurut penglihatan saya, inilah perbedaan utama antara reformasi dan revolusi. Kita jelas tidak sedang melancarkan revolusi. Kita melakukan reformasi, dengan visi, misi, dan agenda yang jelas, yang telah digariskan oleh Majelis yang terhormat ini.
Saudara-saudara sekalian,
Mungkin bermanfaat kiranya jika saya memulai laporan ini dengan menyampaikan hal-hal yang positif yang sudah kita capai bersama, sebelum mengajak Saudara-saudara sekalian mendengarkan laporan saya tentang berbagai kesulitan yang sedang kita hadapi serta kebijakan yang telah, sedang, dan akan diambil untuk mengatasinya. Memberikan perhatian pada hal-hal positif ini bermanfaat untuk membesarkan semangat serta untuk mencegah pesimisme yang dapat merusak.
Satu hal yang patut kita tampilkan adalah bahwa suasana dan iklim demokratis yang kita rintis bersama selama ini, sudah berkembang semakin mantap di tengah masyarakat kita. Seluruh lapisan dan golongan telah dapat menikmati dan mempergunakan hak berkumpul dan bersidang, dan menyampaikan pendapat dengan lisan dan tulisan. Dewasa ini pers
nasional kita mungkin dapat dinilai sebagai pers yang paling bebas di Asia, baik dalam wujud media cetak maupun dalam bentuk media elektronik.
Seiring dengan upaya pemulihan demokrasi, sekarang kita dapat lebih mengetahui apa yang sungguh-sungguh merupakan aspirasi dan kepentingan rakyat, yang merupakan pemilik dari kedaulatan negara Republik Indonesia ini. Pemerintah tidak lagi membatasi, apalagi melarang, penyampaian pendapat masyarakat, khususnya yang disajikan dalam bentuk yang tidak melanggar hak orang lain. Insya Allah, hal itu akan tetap dihormati dengan konsekuen dalam dua setengah tahun mendatang, sampai berakhirnya mandat pemerintahan sekarang ini.
Seiring dengan membaiknya suasana kehidupan demokratis tersebut, Pemerintah juga terus berupaya untuk sekeras-kerasnya memajukan dan melindungi hak asasi manusia, baik hak sipil dan hak politik, serta hak ekonomi, hak sosial, dan hak budaya.
Sesuai dengan ketentuan Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat akan diteruskan, untuk selanjutnya diikuti dengan penuntutan di depan pengadilan. Untuk itu telah dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc, guna mengadili pelanggaran berat HAM di Timor Timur Pra dan Pasca Jajak Pendapat tahun 1999 dan di Tanjung Priok tahun 1984.
Sudah barang tentu, kondisi hak asasi manusia tidak dengan sertamerta menjadi ideal setelah kita mengadakan penyesuaian itu. Masih banyak penataan yang harus kita lakukan, baik dalam membangun masa depan yang semakin sesuai dengan norma-norma baku hak asasi manusia maupun dalam menyelesaikan berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang pernah terjadi dalam sejarah bangsa kita.
Dalam kesempatan peringatan Hari TNI ke 56 yang lalu, saya telah meminta agar jajaran TNI dengan semangat reformasi terus melakukan penataan dan pembenahan internal dengan menyempurnakan doktrin-doktrin sebagai pegangan bagi seluruh jajaran TNI. Langkah-langkah serupa itu, juga telah saya mintakan kepada Polri.
Bersamaan dengan itu, saya telah minta kepada seluruh jajaran TNI dan Polri, dari tingkat yang paling rendah sampai tingkat yang paling tinggi, agar dalam menjalankan tugasnya benar-benar mematuhi ketentuan hukum yang berlaku serta menghormati hak asasi manusia.
Konsepsi tentang hak asasi manusia memang merupakan fenomena baru dalam masyarakat kita. Saya memperoleh kesan, akhir-akhir ini berkembang gejala dalam masyarakat yang cenderung selalu mengatasnamakan hak asasi manusia untuk mewujudkan keinginannya, dan pada saat yang lain menggunakannya sebagai alat untuk menolak sesuatu yang bertentangan dengan kepentingannya.
Sementara itu, ada pula kecenderungan untuk memahami secara berlebihan, seolah-olah hak asasi adalah konsep yang tidak mengenal pembatasan. Sudah merupakan pengertian yang bersifat umum, bahwa hukum internasional justru menentukan batasan-batasan demi kepentingan keamanan nasional, ketertiban umum, kesehatan, moralitas publik dan hak-hak orang lain.
Oleh karena itu adanya pemahaman yang benar terhadap hak asasi manusia tersebut penting dan harus disebarluaskan ke tengah masyarakat kita. Tujuannya bukan saja agar rakyat kita benar-benar memahami hak-haknya secara persis, tetapi juga agar dapat menghormati hak orang lain dan mengenal batas-batas haknya itu.
Saudara-saudara sekalian,
Tantangan yang harus kita jawab dalam situasi yang cukup rumit ini adalah menentukan prioritas-prioritas nasional secara tepat. Jelas adalah mustahil untuk menangani semua masalah sekaligus dan sekarang juga.
Pemerintah berketetapan bahwa tanpa harus mengabaikan pentingnya masalah-masalah lain yang sama mendesaknya, dewasa ini dan dalam jangka waktu pendek kita harus meletakkan prioritas pada tiga program utama, yakni pemulihan ekonomi, normalisasi kehidupan politik serta penegakan hukum, keamanan dan ketertiban masyarakat. Pemulihan ekonomi harus didahulukan karena hal itu bukan saja merupakan masalah yang paling gawat, tetapi juga oleh karena pulihnya ekonomi akan mempunyai dampak positif bagi demikian banyak masalah yang terkait dengan bidang-bidang lain.
Data yang kita miliki menunjukkan bahwa dewasa ini kita sudah merosot menjadi bangsa dengan pendapatan per kapita yang rendah, jumlah penganggur yang amat besar, serta dengan potensi produksi yang praktis sebagian besar sudah tidak dapat lagi beroperasi secara penuh. Keadaan jelas akan menjadi lebih buruk bila semua itu diikuti dengan kerawanan pangan.
Kita harus mengakui keadaan tersebut secara jujur, dan menggalang seluruh potensi nasional yang kita miliki untuk mencegah kemerosotan lebih lanjut. Tidak ada jalan pintas untuk menyelesaikan kesulitan ini. Yang diperlukan adalah kesabaran, kerja keras dan keberanian dalam mengambil keputusan-keputusan yang sulit, sebagai biaya yang harus kita pikul untuk keluar dari krisis.
Dunia perbankan yang seyogyanya kita harapkan berperan dalam pemulihan ekonomi nasional, belum sepenuhnya pulih. Kita telah mengeluarkan dana yang besar untuk melakukan rekapitalisasi perbankan. Semua itu kita lakukan sambil melanjutkan proses hukum terhadap para bankir yang telah melakukan pelanggaran terhadap norma hukum perbankan.
Menyadari keadaan tersebut, pemerintahan yang saya pimpin mengambil beberapa langkah yang penting sebagai awal upaya pemulihan ekonomi. Selain mencairkan kebekuan kerjasama dengan IMF, Pemerintah juga mengusahakan pemecahan atas
kebuntuan dalam penyelesaian beberapa proyek penting di sektor energi dan petrokimia yang besar pengaruhnya terhadap kegiatan ekonomi dan kepercayaan lembaga-lembaga pembiayaan internasional serta para investor.
Dalam rangka pemulihan ekonomi ini, masalah yang mengkhawatirkan adalah praktis terhentinya penanaman modal baru, baik penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal luar negeri. Kita harus memperbaiki citra bahwa negara kita bukanlah negara yang berisiko tinggi baik yang berkaitan dengan bidang politik, ekonomi dan keamanan. Dengan cara ini diharapkan para investor akan lebih berminat untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Dalam salah satu kesempatan bertatap muka dengan masyarakat Indonesia di luar negeri saya menyampaikan bahwa Pemerintah harus mengambil tindakan yang lebih tegas terhadap berbagai masalah yang dapat membahayakan stabilitas politik, demi menyelamatkan kepentingan nasional yang lebih besar.
Saya sadar bahwa saya menghadapi risiko akan disalah mengerti oleh sebagian masyarakat kita, misalnya dengan menilai tindakan ini represif seperti Orde Baru. Saya juga sadar bahwa dalam berbagai tindakan yang akan diambil untuk menyelamatkan kepentingan rakyat itu dapat saja terjadi kesalahan pelaksanaan.
Bagaimanapun, kelangsungan hidup demokrasi sangat bergantung pada kesediaan seluruh pihak untuk mematuhi hukum, untuk menghormati kepentingan orang banyak, dan sudah barang tentu untuk mengendalikan dirinya. Bila tidak demikian halnya, sungguh tidak mudah untuk membedakan mana yang demokrasi dan mana yang sudah merupakan anarki.
Saudara-saudara sekalian,
Banyak faktor yang menjadi sebab terjadinya huru hara dan kekerasan massa di beberapa daerah. Sebagian di antaranya disebabkan oleh hal yang sepele, yang seharusnya tidak perlu terjadi. Sebagian lagi murni merupakan kejahatan. Sisanya bermotif politik atau yang dilakukan atas nama agama.
Kerusuhan dan aksi kekerasan massa ini bukan saja bernuansa pelanggaran hukum dan merugikan upaya pemulihan ekonomi nasional yang sedang kita lakukan dengan susah payah ini, tetapi juga berpotensi melanggar hak asasi manusia. Keadaan tersebut jelas tidak dapat kita biarkan. Bagaimanapun negara hukum harus terwujud dalam kenyataan.
Salah satu bidang yang menjadi korban langsung dari keadaan yang tidak aman ini adalah dunia pariwisata dan sektor riil ekonomi lainnya. Dunia pariwisata, yang selama ini merupakan salah satu penyumbang devisa yang berarti bagi pembiayaan pembangunan nasional, dewasa ini mengalami kemunduran serius, yang dengan sendirinya juga merugikan kehidupan rakyat di daerah-daerah wisata. Sektor riil juga praktis sulit berkembang.
Melalui forum ini saya mengajukan imbauan, kepada seluruh lapisan kepemimpinan masyarakat dan bangsa Indonesia, untuk mengendalikan para pendukung dan pengikut masing-masing, sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama suasana aman dapat tercipta di seluruh pelosok tanah air kita.
Disamping suasana aman, investor juga memerlukan kepastian aturan main. Inilah sebabnya saya mengarahkan para menteri di bidang ekonomi untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah digariskan secara konsisten dan transparan, agar tidak membingungkan para pelaku ekonomi. Inilah pula sebabnya mengapa Pemerintah pusat mengingatkan kepada daerah agar tidak menetapkan aturan-aturan dan pungutan-pungutan yang memberatkan kegiatan perdagangan dan investasi. Sebab, dalam jangka panjang hal itu justru akan merugikan daerah itu sendiri.
Dengan investasi baru kita dapat menggerakkan kembali roda perekonomian, yang demikian kita perlukan untuk memberikan lapangan kerja bagi demikian banyak penganggur yang ada dalam masyarakat kita, yang jumlahnya selalu bertambah dari hari ke hari.
Adalah jelas bahwa hampir mustahil bagi kita untuk melakukan seluruh investasi dengan kekuatan kita sendiri. Jumlah yang kita butuhkan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi demikian besar, padahal kemampuan kita dewasa ini demikian kecil.
Hutang nasional kita, baik hutang luar negeri maupun hutang dalam negeri, baik yang dibuat oleh pemerintah maupun swasta dalam 30 tahun terakhir ini, berjumlah amat besar. Banyak program pembangunan nasional kita selama ini kita biayai dari pinjaman luar negeri. Sekarang pun, kita masih belum dapat menghentikan peminjaman dari luar negeri, karena kemampuan ekonomi kita masih demikian lemah.
Sementara itu, kemampuan kita untuk membayar hutang-hutang tersebut sudah mendekati batas yang berbahaya. Sebagian besar belanja APBN harus kita alokasikan untuk membayar angsuran pokok hutang beserta bunganya. Bagaimanapun, semua itu harus kita lakukan. Kita harus menghormati perjanjian yang kita tandatangani sewaktu menerimanya dahulu. Sudah barang tentu kita akan berterima kasih dengan kebijakan negara-negara sahabat yang menawarkan keringanan pembayaran dalam situasi kita yang amat sulit ini, termasuk dengan memberikan kesempatan untuk melakukan penjadwalan kembali hutang-hutang kita, seperti yang pernah kita lakukan dalam tahun 1966-1967 dahulu.
Meletakkan prioritas nasional pada pemulihan ekonomi mempunyai implikasi dan konsekuensi, yang harus kita pikul secara konsekuen. Implikasi dan konsekuensi pertama adalah melakukan efisiensi yang ketat di segala bidang dan di segala tingkat. Tanpa ragu, kita harus bersedia menekan pengeluaran rutin sedemikian rupa sehingga sebagian besar sumber daya yang ada dapat didayagunakan untuk membiayai sasaran-sasaran yang lebih produktif, yang merupakan syarat mutlak untuk pulihnya kembali ekonomi. Kita harus mengurangi pengeluaran-pengeluaran yang tidak benar-benar diperlukan.
Saudara-saudara sekalian,
Secara keseluruhan, keadaan keuangan negara sungguh sulit. Tidak banyak alternatif yang lebih baik yang dapat kita pilih. Walaupun demikian, Pemerintah terus mencari berbagai alternatif lain yang lebih dapat diterima seluruh kalangan, demi kepentingan nasional pada saat-saat yang kritis ini.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kita susun dan kita laksanakan dengan defisit yang besar.
Tidaklah dapat dihindarkan, dengan amat terpaksa Pemerintah secara bertahap harus menaikkan tarif dan harga beberapa jenis barang dan jasa tertentu, seperti harga BBM dan tarif listrik. Secara bertahap kita juga harus mempertimbangkan langkah-langkah pahit lainnya, termasuk di bidang fiskal, sehingga pada suatu saat kita dapat mengurangi hutang-hutang yang selama ini sangat memberatkan bangsa dan negara kita. Dalam situasi yang semakin kurang menguntungkan, bukan tidak mungkin bahwa dengan sangat terpaksa kita harus mengurangi lagi pengeluaran negara.
Dilain pihak, sebagai salah satu upaya untuk menopang penerimaan dalam APBN, kita juga melakukan penjualan aset-aset yang dikuasai BPPN dan privatisasi BUMN. Harus diakui pula, hal itupun juga belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan rencana.
Melakukan privatisasi terhadap BUMN yang sehat jelas tidak terlalu sulit untuk dilaksanakan. Tetapi pengalaman juga menunjukkan betapa masalah privatisasi seringkali terkait dengan masalah-masalah lain yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Dalam hubungan ini, kebijakan privatisasi BUMN akan dilaksanakan dengan hati-hati.
Kita harus melaksanakan seluruhnya itu dalam suasana global yang kurang menguntungkan. Kemampuan kita demikian terbatas, dan belum sepenuhnya pulih. Yang dapat kita lakukan hanyalah berupaya untuk mengambil manfaat dari peluang-peluang yang masih terbuka, dengan memelihara dan mendayagunakan potensi dan kekuatan ekonomi yang masih kita miliki.
Salah satu potensi ekonomi yang penting adalah usaha kecil dan menengah. Kita telah melihat bagaimana kelompok usaha yang menyangkut rakyat banyak ini tetap tegar selagi usaha-usaha besar berguguran dilanda krisis. Mereka sebenarnya tidak memerlukan dan tidak menuntut dukungan yang berlebihan. Dukungan yang berlebihan justru menciptakan ketergantungan kepada pemerintah dan mematikan ketegaran dan vitalitas yang sudah mereka miliki. Dukungan terbaik bagi mereka adalah menghilangkan hambatan-hambatan usaha, mengurangi beban pungutan resmi maupun tidak resmi, serta memberikan jaminan keamanan dan ketenangan usaha bagi mereka. Tentu, dukungan-dukungan lain dibidang pembiayaan, teknologi, pemasaran dan sebagainya, juga perlu diberikan namun harus dilakukan dalam batasan kaidah-kaidah ekonomi yang wajar dan sehat.
Saudara-saudara sekalian,
Dunia dewasa ini sedang dilanda gejala-gejala awal resesi ekonomi dan dicengkeram oleh ketakutan terhadap aksi-aksi terorisme, yang dapat datang secara mendadak dan dalam wujud yang tidak terduga, dan menimbulkan banyak korban di kalangan penduduk yang tidak berdosa.
Terorisme internasional, yang dilakukan oleh siapapun dan dengan alasan apapun jelas tidak dapat diterima oleh dunia yang beradab. Terorisme juga telah menimbulkan ketakutan yang meluas, yang selanjutnya telah memerosotkan kegiatan ekonomi dunia, yang merupakan tumpuan kesejahteraan umat manusia.
Oleh karena itu, mereka yang terlibat dengan aksi-aksi terorisme ini harus dihadapkan ke depan pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Adalah kewajiban semua pihak untuk mencari dan menunjukkan bukti-bukti keterlibatan siapapun yang disangka dan dituduh melakukan aksi terorisme itu, yang dapat meyakinkan dunia, sebelum sesuatu tindakan nyata dilancarkan. Di penghujung tahun ini, umat Islam dan Nasrani akan merayakan hari-hari besar keagamaan mereka. Dalam hubungan ini, kita menyerukan agar serangan militer yang sedang dilancarkan pada saat ini untuk mencari tersangka aksi terorisme, yang telah mengakibatkan semakin banyak rakyat yang tidak berdosa menjadi korban, agar tidak berlanjut selama bulan suci Ramadhan dan hari besar Natal. Di samping itu, serangan militer yang berkepanjangan bukan hanya kontra produktif, tetapi juga dapat melemahkan koalisi global dalam upaya bersama memerangi terorisme. Untuk itu, kita menyerukan perlunya jeda kemanusiaan, guna memberi peluang bagi penanganan aspek kemanusiaan, seraya mencari jalan keluar melalui cara-cara politik dan diplomasi. Pemerintah terus mendorong agar PBB berperan sesuai mandatnya dalam memelihara perdamaian dan keamanan internasional.
Memang tidaklah mudah melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif dalam dunia yang sedang bergejolak pada saat ini. Kepentingan ekonomi global memerlukan dunia yang aman, damai, dan disemangati oleh kerjasama antar bangsa.
Untuk menciptakan lingkungan strategis yang kondusif bagi upaya pembenahan masalah-masalah di dalam negeri, akhir Agustus yang lalu saya berkunjung ke sembilan negara ASEAN. Selain meneguhkan kembali ASEAN sebagai tumpuan pijakan politik luar negeri, langkah tersebut juga saya maksudkan untuk meningkatkan hubungan bilateral dengan negara-negara dalam kawasan ini. Saya juga mendorong percepatan penyelesaian batas wilayah dan ditingkatkannya kerjasama badan-badan intelijen dan aparat keamanan masing-masing negara dalam mengatasi tindakan pelanggaran hukum yang bersifat lintas batas, seperti pemberantasan penyelundupan, perdagangan barang-barang terlarang termasuk narkotika dan psikotropika, uang palsu, kayu curian, di samping kegiatan sindikasi pelacuran, dan kejahatan terorganisasi lainnya.
Begitu pula dengan negara-negara tetangga di Pasifik Barat daya. Sejak bulan Agustus, kita menjadi mitra dialog Forum negara-negara Pasifik. Kunjungan saya ke Amerika Serikat, PBB, Jepang, dan kehadiran saya dalam pertemuan para Pemimpin APEC di Shanghai baru-baru ini, saya maksudkan sebagai langkah untuk meningkatkan kerjasama demi kepentingan nasional kita.
Saudara-saudara sekalian yang saya hormati,
Dalam upaya melaksanakan amanat Majelis untuk memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme, kita harus mewujudkannya secara konsisten dan tegas bersama seluruh komponen bangsa sehingga faktor utama yang menyebabkan keterpurukan kita sebagai bangsa dapat dipecahkan. Dalam Pidato Kenegaraan bulan Agustus yang lalu saya telah mengajak para anggota Dewan untuk berjanji kepada diri kita masing-masing untuk tidak terlibat dengan hal itu.
Kita telah bersepakat mewajibkan seluruh penyelenggara negara untuk melaporkan harta kekayaannya kepada KPKPN. Dalam kesempatan ini izinkanlah saya menyampaikan penghargaan kepada seluruh kalangan, yang dengan jujur telah menyampaikan laporan harta kekayaannya, dan yang telah bersedia diumumkan secara terbuka asal muasal kekayaannya itu. Langkah tersebut akan merupakan sumbangan yang tidak kecil terhadap upaya kita bersama untuk memulihkan citra dan kinerja pemerintahan yang lebih baik. Mereka telah meletakkan dasar-dasar yang baik bagi terwujudnya pemerintahan yang bersih, dan karena itu akan lebih berwibawa. Agar tekad dan langkah ini dapat benar-benar terwujud, saya akan menindak lanjutinya dengan meminta Jaksa Agung dan Kapolri untuk memberikan laporan sekali setiap bulan perkembangan dan kemajuan proses penanganan kasus-kasus KKN.
Saudara-saudara sekalian yang saya hormati,
Bersisian dengan masalah kesulitan ekonomi dan masalah resesi serta cengkeraman ketakutan dunia terhadap terorisme, perlu saya laporkan bahwa kecenderungan tindakan pemisahan diri --atau separatisme-- di beberapa daerah dari negara kesatuan Republik Indonesia masih memerlukan penanganan yang sungguh-sungguh. Sebagian tindakan tersebut dilakukan melalui kekerasan senjata, sebagian lagi melalui cara-cara yang relatif damai.
Dalam upaya Pemerintah untuk menanggulangi dan mengatasi gangguan keamanan bersenjata yang dilakukan oleh gerakan separatis bersenjata, tidak dapat dihindari risiko yang menimbulkan korban di kedua pihak, dan bahkan rakyat yang tidak berdosa yang berada didaerah konflik.
Izinkanlah dalam kesempatan ini saya menyampaikan kebijakan dasar yang dianut Pemerintah dalam menyelesaikan masalah yang tidak kalah sulitnya ini.
Kebijakan dasar pertama adalah, sambil memberikan ruang gerak yang sebesar-besarnya bagi masyarakat daerah-daerah yang bergolak itu untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri dalam format otonomi khusus, kita mengupayakan pemecahan ketidak-puasan masyarakat yang berkaitan dengan kesejahteraan, keadilan, dan kehormatan. Seperti kita ketahui, bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Pemerintah telah menyusun, membahas, dan mengundangkan undang-undang yang diperlukan untuk mewujudkan kebijakan dasar pertama ini, untuk Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Propinsi Irian Jaya. Kita telah memberikan ruang gerak otonomi yang amat luas serta pengakuan
konstitusional yang kokoh terhadap identitas budaya kedua daerah itu, yang secara historis memang layak untuk kita lakukan.
Kebijakan dasar kedua adalah, berdasar Sumpah Jabatan yang saya ucapkan bulan Juli yang lalu untuk memegang teguh Undang-Undang Dasar dan undang-undang lainnya, serta berdasar perjuangan kebangsaan yang kita mulai sejak awal abad ke-20 yang lalu. Dalam keadaan apapun, dengan alasan apapun dan bagaimanapun, Pemerintah tidak akan pernah --dan juga tidak boleh-- menyetujui pemisahan suatu daerah dari keseluruhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemisahan suatu wilayah negara merupakan tindakan penyimpangan terhadap prinsip kenegaraan yang sangat mendasar, dan jelas menjadi hak berdaulat negara manapun juga untuk mengatasinya. Piagam PBB dan hukum internasional juga tidak mengizinkan adanya separatisme, karena jika hal itu dibiarkan, seluruh tatanan dunia modern akan runtuh. Negara-negara nasional adalah batu-batanya bangunan dan tatanan dunia modern. Kita bersyukur, bahwa hampir semua negara anggota PBB memberikan dukungan terhadap keutuhan wilayah dan kedaulatan negara kita.
Dalam kaitannya dengan permasalahan yang terjadi di daerah Aceh, Pemerintah telah mengembangkan kebijaksanaan komprehensif yang terdiri dari enam agenda di bidang politik, ekonomi, sosial, hukum dan ketertiban, pemulihan keamanan serta komunikasi dan informasi sebagaimana tertuang di dalam Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2001, yang telah diperbaharui menjadi Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2001.
Agenda bidang politik terdiri dari tiga butir, yakni diberlakukannya Otonomi Khusus bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, memfasilitasi dialog dengan seluruh komponen masyarakat Aceh, serta mempercepat pemberdayaan instansi dan aparat pemerintahan sampai desa dalam rangka meningkatkan fungsi pelayanan umum masyarakat.
Agenda di bidang ekonomi ditujukan untuk percepatan pembangunan di sektor pertanian, pembangunan infrastruktur perekonomian serta perluasan lapangan kerja dengan melibatkan masyarakat.
Agenda di bidang sosial ditujukan untuk percepatan rehabilitasi dan pembangunan infrastruktur, perluasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, percepatan rehabilitasi sosial serta menangani masalah pengungsi.
Agenda di bidang hukum, keamanan dan ketertiban masyarakat dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan upaya penegakan hukum, keamanan dan ketertiban masyarakat termasuk penyelesaian masalah-masalah pelanggaran hak asasi manusia, serta upaya pemulihan keamanan di seluruh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan mengerahkan unsur Kepolisian Negara Republik Indonesia dibantu unsur TNI dalam menghadapi gangguan keamanan oleh gerakan separatis bersenjata.
Agenda di bidang pemulihan keamanan dilaksanakan dengan tujuan untuk memulihkan keamanan di seluruh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam melalui penanggulangan
gerakan separatis bersenjata dengan sasaran terpilih dan tetap memperhatikan dan mematuhi hukum, ketentuan dan prosedur yang berlaku serta menghormati hak asasi manusia.
Sedangkan agenda di bidang informasi dan komunikasi dilaksanakan untuk lebih mengintensifkan penyampaian informasi yang benar kepada masyarakat dalam rangka pembinaan opini masyarakat serta melaksanakan upaya untuk mengkounter pemberitaan negatif yang beredar di masyarakat.
Kebijakan serupa juga diterapkan terhadap Provinsi Irian Jaya, dimana Rancangan Undang-undang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua juga telah mendapatkan persetujuan DPR-RI pada tanggal 22 Oktober 2001 yang lalu. Demikianlah langkah-langkah yang secara pokok telah diambil Pemerintah dalam kaitannya dengan permasalahan yang menyangkut dua daerah tadi.
Upaya peningkatan kehidupan politik di dalam negeri juga terus dilakukan seiring dengan kebutuhan reformasi. Dalam bidang ini, struktur dan kelembagaan baik infrastruktur maupun suprastruktur politik telah makin berperan. Komunikasi diantara lembaga-lembaga politik telah dapat berlangsung disegala tataran kemasyarakatan dan pemerintahan di daerah. Sekalipun demikian harus diakui bahwa kemajuan di bidang ini ternyata masih berlangsung dalam budaya politik yang lebih mendahulukan kepentingan kedaerahan yang sempit dan berjangka pendek.
Saudara-saudara sekalian,
Beberapa masalah sosial besar --yang agak jarang mendapat perhatian publik namun harus benar-benar memperoleh perhatian kita sekalian-- adalah perlindungan tenaga kerja kita di luar negeri yang sebagian besar terdiri dari perempuan, perlindungan hak kaum perempuan itu sendiri, perlindungan hak anak sebagai generasi penerus kita semua di masa depan, serta penyelesaian masalah pengungsi, yang jumlahnya berubah dari waktu ke waktu. Izinkanlah saya mengajak kita sekalian untuk membahasnya secara ringkas satu demi satu.
Perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri telah lebih banyak mendapatkan perhatian dibandingkan dengan tahun-tahun yang lampau. Hal itu bukan saja disebabkan karena mereka merupakan pejuang yang berani menempuh risiko di negeri orang untuk menghidupi keluarganya, dan juga telah memberikan sumbangan yang tidak kecil bagi devisa yang demikian dibutuhkan negara, tetapi juga oleh karena sebagian diantara mereka telah mengalami perlakuan buruk.
Sering terjadi, perlakuan buruk tersebut dialami sejak dalam masa pelatihan, dalam perjalanan ke negeri asing, selama bekerja di negeri asing, dalam perjalanan pulang, dan setelah kembali di tanah air sendiri. Kezaliman demikian tidak bisa dibiarkan berlarut-larut dan harus kita hentikan.
Perlindungan hak perempuan secara umum juga sudah banyak mengalami kemajuan dalam tahun-tahun terakhir ini, apalagi kita sudah meratifikasi Konvensi Anti Diskriminasi terhadap Perempuan dan telah membentuk sebuah Komisi Nasional khusus untuk itu. Namun masih banyak yang harus kita lakukan agar perempuan, yang lebih dari separo jumlah bangsa ini, dapat menempati posisinya yang wajar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sebagai manusia, Tuhan menganugerahi perempuan dengan kemampuan yang sama dengan manusia lainnya. Kemampuan kemanusiaan perempuan ini dapat didayagunakan untuk ikut memikul tanggung jawab yang sama dengan kaum pria dalam menangani tugas-tugas berat.
Jangan dilupakan bahwa baik di Asia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya, sudah banyak perempuan yang membuktikan kemampuannya, mulai dari Kepala Desa, Kepala Daerah, Menteri, Anggota DPR/MPR, bahkan Wakil Presiden dan Presiden. Oleh karena itu momentum kemanusiaan ini perlu kita pelihara dan kita lanjutkan.
Tugas besar nasional lainnya yang benar-benar meminta perhatian kita sekalian adalah perlindungan hak anak. Saya kira kita semua akan bersepakat bahwa mereka inilah yang akan meneruskan perjuangan kita sebagai bangsa. Untuk merekalah sesungguhnya kita bekerja keras hari ini. Dalam komposisi kependudukan kita, jumlah mereka ini bukan main besar. Krisis ekonomi yang berlanjut selama beberapa tahun terakhir telah menyebabkan sebagian generasi penerus ini tidak dapat meneruskan sekolahnya. Kita harus melakukan apa saja agar generasi penerus ini dapat kita selamatkan.
Dalam masalah pengungsi, yang sekarang ini jumlahnya lebih dari satu juta orang, penanganannya telah merupakan masalah berat yang harus kita tangani. Huru hara dan aksi kekerasan massa yang mengiringi konflik horizontal di beberapa daerah dalam dua tahun terakhir ini telah menyebabkan terjadinya gelombang demi gelombang pengungsian. Keadaan belum banyak membaik, untuk memungkinkan mereka kembali ke daerah kediamannya sebelum mengungsi.
Dengan bantuan PBB, secara bertahap kita sudah dapat menyelesaikan masalah pengungsi yang berasal dari Timor Timur. Seperti kita ketahui, wilayah tersebut sedang mempersiapkan diri untuk membentuk negaranya sendiri. Dalam masa transisi ini, masih banyak masalah yang harus kita selesaikan dengan wilayah tersebut. Beberapa di antaranya merupakan masalah yang amat peka, yang kita harapkan dapat ditangani dengan sebaik-baiknya. Bagaimanapun, kita adalah merupakan tetangga- tetangga dekat, dan pernah hidup dalam suatu negara, walaupun dalam kondisi yang kurang menguntungkan.
Secara umum, kebijakan penanganan pengungsi ini ditempuh dengan mengembalikannya ketempat asal setelah daerah asal mereka aman kembali. Bila hal itu tidak memungkinkan, diupayakan untuk mengintegrasikannya dengan masyarakat lokal atau dengan cara pemindahan, dalam rangka program pemukiman kembali ataupun transmigrasi. Implementasi kebijakan ini diharapkan dapat segera selesai dalam waktu yang tidak lama lagi.
Saudara-saudara sekalian,
Di beberapa daerah, dewasa ini kembali terjadi rangkaian bencana alam. Secara khusus saya menyebutkan "kembali terjadi", oleh karena sesungguhnya secara geografis kepulauan Indonesia ini terletak pada bagian muka bumi yang rentan dengan gempa bumi, tanah longsor, dan banjir. Hal ini sekaligus mengingatkan kita semua tentang pentingnya arti pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Selain berkaitan dengan pelestarian sumber daya hayati, juga mempunyai andil besar dalam pencegahan bencana alam. Karenanya, kuranglah tepat jika kita menangani masalah penanggulangan dampak bencana alam tersebut sebagai kasus-kasus insidentil. Kita harus selalu bersiap untuk menghadapi bencana alam yang dapat terjadi setiap waktu, bahkan sebagai salah satu fungsi pemerintahan.
Bencana alam juga menyebabkan terjadinya gelombang pengungsi yang terpaksa meninggalkan kediaman dan kampung halamannya. Oleh karena itulah kita membentuk dan mengoperasikan Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana dan Penanggulangan Pengungsi. Korban bencana alam ini sangat membutuhkan uluran tangan kita sekalian, baik yang berasal dari Pemerintah maupun yang berasal dari masyarakat sendiri. Saya mengucapkan terima kasih dan menghargai spontanitas warga masyarakat kita, yang secara terkoordinasi dan berlanjut telah menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk membantu mereka yang ditimpa musibah ini.
Saudara-saudara sekalian yang saya hormati,
Demikianlah beberapa pokok masalah yang perlu saya laporkan kepada Sidang Tahunan Majelis yang mulia ini. Untuk lebih melengkapinya saya sertakan bersama ini penjelasan secara kualitatif dan kuantitatif yang dapat diperiksa dalam lampiran laporan ini.
Atas perhatian Saudara-saudara sekalian saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 1 November 2001
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Sumber: http://www.ri.go.id/produk_uu/isi/sidth-ind.htm
Koleksi: Perpustakaan Nasional RI, 2006
Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat yang saya hormati,
Saudara-saudara Pimpinan dan para Anggota Lembaga-lembaga Tinggi Negara,
Yang Mulia para anggota Korps Diplomatik dari Negara-negara Sahabat,
Hadirin dan Hadirat yang saya muliakan,
Rakyat Indonesia yang saya cintai, di manapun Saudara-saudara sekarang berada.
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Salam Sejahtera untuk kita semua,
Terlebih dahulu izinkanlah saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, atas kehormatan yang diberikan kepada saya untuk menyampaikan pidato dalam Sidang Tahunan sekarang ini.
Sesuai dengan posisi ketatanegaraan Presiden, substansi pidato ini akan berkenaan dengan penyelenggaraan pemerintahan negara, khususnya dalam bidang eksekutif, selama satu tahun terakhir, yaitu setelah Sidang Tahunan Majelis tahun lalu.
Dalam menyampaikan pidato ini, secara sungguh-sungguh saya memperhatikan perubahan ketatanegaraan yang sudah ditetapkan Majelis Permusyawaratan Rakyat, khususnya berdasar dua kali amandemen Undang-Undang Dasar 1945, dan dalam berbagai undang-undang yang telah disyahkan dalam rangka pelaksanaan strategi reformasi nasional yang mulai kita lancarkan sejak tahun 1998.
Secara khusus dalam kesempatan ini saya sekali lagi menyampaikan terima kasih kepada para anggota Majelis --dan sudah barang tentu juga kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang merupakan bagian besar dari anggota Majelis-- yang telah memberikan kepercayaan kepada saya tiga bulan yang lalu untuk mengemban tugas berat sebagai Presiden Republik Indonesia ke-5.
Seperti Saudara-saudara ketahui, dengan penuh kehati-hatian --dan kadang-kadang terasa agak lamban-- saya telah menyusun kabinet yang saya namakan Kabinet Gotong Royong, yang saya harapkan dapat bertugas sampai akhir masa jabatan pemerintahan yang sekarang ini. Pengalaman telah mengajarkan kita bahwa stabilitas pemerintahan memang amat diperlukan untuk kemantapan penanganan masalah-masalah nasional, baik oleh jajaran penyelenggara negara sendiri, maupun oleh tokoh-tokoh masyarakat.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada para anggota Dewan ataupun Majelis, yang bukan saja memahami benar-benar beratnya tugas yang harus saya pikul, tetapi juga telah memberikan kesempatan bekerja kepada Pemerintah yang baru seumur jagung ini. Pengertian, kepercayaan dan kesempatan tersebut amat saya perlukan, agar saya bersama kabinet dapat bekerja dengan pikiran dan perasaan yang agak tenang dalam menangani kompleksitas krisis nasional yang amat ruwet ini.
Sebagian krisis itu merupakan bagian dan kelanjutan dari krisis moneter, krisis ekonomi, krisis kepercayaan, krisis politik, dan krisis keamanan yang telah melanda kita sejak tahun 1997, tetapi belum dapat kita selesaikan secara mendasar.
Sebagian lagi merupakan rangkaian krisis baru, baik yang berasal dari dinamika kehidupan nasional di dalam negeri, maupun imbas dari peristiwa-peristiwa global. Seluruhnya itu berakumulasi sampai dengan hari ini. Saya sadar, sejak tiga bulan terakhir tanggung jawab untuk menyelesaikan semua itu sekarang berada dipundak saya. Tetapi saya sadar, sesadar-sadarnya, tidak seorangpun, termasuk saya atau satu golongan atau satu kelompokpun dalam masyarakat kita, yang secara sendiri dapat menyelesaikan masalah yang sudah demikian kompleks dan rumit itu. Kita harus menanganinya bersama-sama.
Dengan amat prihatin, dengan rendah hati, dan dengan terus terang harus saya akui, bahwa belum banyak berita baik yang dapat saya laporkan kepada Saudara-saudara dalam kesempatan sekarang ini. Walaupun di sana sini telah terdapat perbaikan, namun secara menyeluruh memang belum banyak membaik. Dengan terjadinya tragedi 11 September 2001 yang menyulut ancaman resesi ekonomi dunia, upaya perbaikan tersebut bagaimanapun memang menjadi lebih sulit.
Ditengah kondisi seperti itu, mencari keseimbangan yang sebaik-baiknya antara penyelesaian masalah mendesak berjangka pendek, --yang kadang-kadang harus diselesaikan secara ad hoc, pahit, dan oleh karena itu bisa amat tidak populer--, dengan idealisme yang terkandung dalam cita-cita reformasi nasional, justru telah menghadirkan tantangan tersendiri yang tidak kalah peliknya.
Terlalu banyak energi yang harus kita curahkan untuk memberikan respons terhadap masalah-masalah situasional, yang muncul atau ditampilkan dalam masyarakat, dan didesakkan untuk diselesaikan segera oleh Pemerintah. Selama masa itu, rasanya tidak banyak lagi energi dan sumber daya yang tersedia untuk secara teratur menangani masalah-masalah lain yang lebih penting dan mendasar.
Badan-badan pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah yang sesungguhnya harus melaksanakan demikian banyak tugas yang digariskan dalam berbagai ketetapan majelis, saat ini justru sedang menyelesaikan proses reformasi. Dapat dikatakan, badan-badan pemerintahan tersebut selain masih harus berkutat dan berbenah diri, pada saat yang sama harus menghadapi masalah yang jauh lebih berat dan jauh lebih kompleks.
Saya percaya kita semua akan bersepakat bahwa agar dapat menangani seluruh krisis tersebut dengan mantap, kita harus mempunyai prioritas dalam penanganan masalah, agar sumber daya nasional kita yang terbatas ini dapat didayagunakan secara efektif dan efisien untuk menangani masalah-masalah yang lebih bersifat mendasar.
Sudah barang tentu, prioritas itu harus tetap merujuk kepada wawasan ketatanegaraan baru berdasar visi reformasi nasional. Ini berarti bahwa perubahan ketatanegaraan yang telah, sedang, dan akan kita lakukan, harus selalu diresapi oleh semangat perbaikan dan penyempurnaan secara terencana, bertahap, dan hati-hati.
Menurut penglihatan saya, inilah perbedaan utama antara reformasi dan revolusi. Kita jelas tidak sedang melancarkan revolusi. Kita melakukan reformasi, dengan visi, misi, dan agenda yang jelas, yang telah digariskan oleh Majelis yang terhormat ini.
Saudara-saudara sekalian,
Mungkin bermanfaat kiranya jika saya memulai laporan ini dengan menyampaikan hal-hal yang positif yang sudah kita capai bersama, sebelum mengajak Saudara-saudara sekalian mendengarkan laporan saya tentang berbagai kesulitan yang sedang kita hadapi serta kebijakan yang telah, sedang, dan akan diambil untuk mengatasinya. Memberikan perhatian pada hal-hal positif ini bermanfaat untuk membesarkan semangat serta untuk mencegah pesimisme yang dapat merusak.
Satu hal yang patut kita tampilkan adalah bahwa suasana dan iklim demokratis yang kita rintis bersama selama ini, sudah berkembang semakin mantap di tengah masyarakat kita. Seluruh lapisan dan golongan telah dapat menikmati dan mempergunakan hak berkumpul dan bersidang, dan menyampaikan pendapat dengan lisan dan tulisan. Dewasa ini pers
nasional kita mungkin dapat dinilai sebagai pers yang paling bebas di Asia, baik dalam wujud media cetak maupun dalam bentuk media elektronik.
Seiring dengan upaya pemulihan demokrasi, sekarang kita dapat lebih mengetahui apa yang sungguh-sungguh merupakan aspirasi dan kepentingan rakyat, yang merupakan pemilik dari kedaulatan negara Republik Indonesia ini. Pemerintah tidak lagi membatasi, apalagi melarang, penyampaian pendapat masyarakat, khususnya yang disajikan dalam bentuk yang tidak melanggar hak orang lain. Insya Allah, hal itu akan tetap dihormati dengan konsekuen dalam dua setengah tahun mendatang, sampai berakhirnya mandat pemerintahan sekarang ini.
Seiring dengan membaiknya suasana kehidupan demokratis tersebut, Pemerintah juga terus berupaya untuk sekeras-kerasnya memajukan dan melindungi hak asasi manusia, baik hak sipil dan hak politik, serta hak ekonomi, hak sosial, dan hak budaya.
Sesuai dengan ketentuan Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat akan diteruskan, untuk selanjutnya diikuti dengan penuntutan di depan pengadilan. Untuk itu telah dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc, guna mengadili pelanggaran berat HAM di Timor Timur Pra dan Pasca Jajak Pendapat tahun 1999 dan di Tanjung Priok tahun 1984.
Sudah barang tentu, kondisi hak asasi manusia tidak dengan sertamerta menjadi ideal setelah kita mengadakan penyesuaian itu. Masih banyak penataan yang harus kita lakukan, baik dalam membangun masa depan yang semakin sesuai dengan norma-norma baku hak asasi manusia maupun dalam menyelesaikan berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang pernah terjadi dalam sejarah bangsa kita.
Dalam kesempatan peringatan Hari TNI ke 56 yang lalu, saya telah meminta agar jajaran TNI dengan semangat reformasi terus melakukan penataan dan pembenahan internal dengan menyempurnakan doktrin-doktrin sebagai pegangan bagi seluruh jajaran TNI. Langkah-langkah serupa itu, juga telah saya mintakan kepada Polri.
Bersamaan dengan itu, saya telah minta kepada seluruh jajaran TNI dan Polri, dari tingkat yang paling rendah sampai tingkat yang paling tinggi, agar dalam menjalankan tugasnya benar-benar mematuhi ketentuan hukum yang berlaku serta menghormati hak asasi manusia.
Konsepsi tentang hak asasi manusia memang merupakan fenomena baru dalam masyarakat kita. Saya memperoleh kesan, akhir-akhir ini berkembang gejala dalam masyarakat yang cenderung selalu mengatasnamakan hak asasi manusia untuk mewujudkan keinginannya, dan pada saat yang lain menggunakannya sebagai alat untuk menolak sesuatu yang bertentangan dengan kepentingannya.
Sementara itu, ada pula kecenderungan untuk memahami secara berlebihan, seolah-olah hak asasi adalah konsep yang tidak mengenal pembatasan. Sudah merupakan pengertian yang bersifat umum, bahwa hukum internasional justru menentukan batasan-batasan demi kepentingan keamanan nasional, ketertiban umum, kesehatan, moralitas publik dan hak-hak orang lain.
Oleh karena itu adanya pemahaman yang benar terhadap hak asasi manusia tersebut penting dan harus disebarluaskan ke tengah masyarakat kita. Tujuannya bukan saja agar rakyat kita benar-benar memahami hak-haknya secara persis, tetapi juga agar dapat menghormati hak orang lain dan mengenal batas-batas haknya itu.
Saudara-saudara sekalian,
Tantangan yang harus kita jawab dalam situasi yang cukup rumit ini adalah menentukan prioritas-prioritas nasional secara tepat. Jelas adalah mustahil untuk menangani semua masalah sekaligus dan sekarang juga.
Pemerintah berketetapan bahwa tanpa harus mengabaikan pentingnya masalah-masalah lain yang sama mendesaknya, dewasa ini dan dalam jangka waktu pendek kita harus meletakkan prioritas pada tiga program utama, yakni pemulihan ekonomi, normalisasi kehidupan politik serta penegakan hukum, keamanan dan ketertiban masyarakat. Pemulihan ekonomi harus didahulukan karena hal itu bukan saja merupakan masalah yang paling gawat, tetapi juga oleh karena pulihnya ekonomi akan mempunyai dampak positif bagi demikian banyak masalah yang terkait dengan bidang-bidang lain.
Data yang kita miliki menunjukkan bahwa dewasa ini kita sudah merosot menjadi bangsa dengan pendapatan per kapita yang rendah, jumlah penganggur yang amat besar, serta dengan potensi produksi yang praktis sebagian besar sudah tidak dapat lagi beroperasi secara penuh. Keadaan jelas akan menjadi lebih buruk bila semua itu diikuti dengan kerawanan pangan.
Kita harus mengakui keadaan tersebut secara jujur, dan menggalang seluruh potensi nasional yang kita miliki untuk mencegah kemerosotan lebih lanjut. Tidak ada jalan pintas untuk menyelesaikan kesulitan ini. Yang diperlukan adalah kesabaran, kerja keras dan keberanian dalam mengambil keputusan-keputusan yang sulit, sebagai biaya yang harus kita pikul untuk keluar dari krisis.
Dunia perbankan yang seyogyanya kita harapkan berperan dalam pemulihan ekonomi nasional, belum sepenuhnya pulih. Kita telah mengeluarkan dana yang besar untuk melakukan rekapitalisasi perbankan. Semua itu kita lakukan sambil melanjutkan proses hukum terhadap para bankir yang telah melakukan pelanggaran terhadap norma hukum perbankan.
Menyadari keadaan tersebut, pemerintahan yang saya pimpin mengambil beberapa langkah yang penting sebagai awal upaya pemulihan ekonomi. Selain mencairkan kebekuan kerjasama dengan IMF, Pemerintah juga mengusahakan pemecahan atas
kebuntuan dalam penyelesaian beberapa proyek penting di sektor energi dan petrokimia yang besar pengaruhnya terhadap kegiatan ekonomi dan kepercayaan lembaga-lembaga pembiayaan internasional serta para investor.
Dalam rangka pemulihan ekonomi ini, masalah yang mengkhawatirkan adalah praktis terhentinya penanaman modal baru, baik penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal luar negeri. Kita harus memperbaiki citra bahwa negara kita bukanlah negara yang berisiko tinggi baik yang berkaitan dengan bidang politik, ekonomi dan keamanan. Dengan cara ini diharapkan para investor akan lebih berminat untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Dalam salah satu kesempatan bertatap muka dengan masyarakat Indonesia di luar negeri saya menyampaikan bahwa Pemerintah harus mengambil tindakan yang lebih tegas terhadap berbagai masalah yang dapat membahayakan stabilitas politik, demi menyelamatkan kepentingan nasional yang lebih besar.
Saya sadar bahwa saya menghadapi risiko akan disalah mengerti oleh sebagian masyarakat kita, misalnya dengan menilai tindakan ini represif seperti Orde Baru. Saya juga sadar bahwa dalam berbagai tindakan yang akan diambil untuk menyelamatkan kepentingan rakyat itu dapat saja terjadi kesalahan pelaksanaan.
Bagaimanapun, kelangsungan hidup demokrasi sangat bergantung pada kesediaan seluruh pihak untuk mematuhi hukum, untuk menghormati kepentingan orang banyak, dan sudah barang tentu untuk mengendalikan dirinya. Bila tidak demikian halnya, sungguh tidak mudah untuk membedakan mana yang demokrasi dan mana yang sudah merupakan anarki.
Saudara-saudara sekalian,
Banyak faktor yang menjadi sebab terjadinya huru hara dan kekerasan massa di beberapa daerah. Sebagian di antaranya disebabkan oleh hal yang sepele, yang seharusnya tidak perlu terjadi. Sebagian lagi murni merupakan kejahatan. Sisanya bermotif politik atau yang dilakukan atas nama agama.
Kerusuhan dan aksi kekerasan massa ini bukan saja bernuansa pelanggaran hukum dan merugikan upaya pemulihan ekonomi nasional yang sedang kita lakukan dengan susah payah ini, tetapi juga berpotensi melanggar hak asasi manusia. Keadaan tersebut jelas tidak dapat kita biarkan. Bagaimanapun negara hukum harus terwujud dalam kenyataan.
Salah satu bidang yang menjadi korban langsung dari keadaan yang tidak aman ini adalah dunia pariwisata dan sektor riil ekonomi lainnya. Dunia pariwisata, yang selama ini merupakan salah satu penyumbang devisa yang berarti bagi pembiayaan pembangunan nasional, dewasa ini mengalami kemunduran serius, yang dengan sendirinya juga merugikan kehidupan rakyat di daerah-daerah wisata. Sektor riil juga praktis sulit berkembang.
Melalui forum ini saya mengajukan imbauan, kepada seluruh lapisan kepemimpinan masyarakat dan bangsa Indonesia, untuk mengendalikan para pendukung dan pengikut masing-masing, sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama suasana aman dapat tercipta di seluruh pelosok tanah air kita.
Disamping suasana aman, investor juga memerlukan kepastian aturan main. Inilah sebabnya saya mengarahkan para menteri di bidang ekonomi untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah digariskan secara konsisten dan transparan, agar tidak membingungkan para pelaku ekonomi. Inilah pula sebabnya mengapa Pemerintah pusat mengingatkan kepada daerah agar tidak menetapkan aturan-aturan dan pungutan-pungutan yang memberatkan kegiatan perdagangan dan investasi. Sebab, dalam jangka panjang hal itu justru akan merugikan daerah itu sendiri.
Dengan investasi baru kita dapat menggerakkan kembali roda perekonomian, yang demikian kita perlukan untuk memberikan lapangan kerja bagi demikian banyak penganggur yang ada dalam masyarakat kita, yang jumlahnya selalu bertambah dari hari ke hari.
Adalah jelas bahwa hampir mustahil bagi kita untuk melakukan seluruh investasi dengan kekuatan kita sendiri. Jumlah yang kita butuhkan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi demikian besar, padahal kemampuan kita dewasa ini demikian kecil.
Hutang nasional kita, baik hutang luar negeri maupun hutang dalam negeri, baik yang dibuat oleh pemerintah maupun swasta dalam 30 tahun terakhir ini, berjumlah amat besar. Banyak program pembangunan nasional kita selama ini kita biayai dari pinjaman luar negeri. Sekarang pun, kita masih belum dapat menghentikan peminjaman dari luar negeri, karena kemampuan ekonomi kita masih demikian lemah.
Sementara itu, kemampuan kita untuk membayar hutang-hutang tersebut sudah mendekati batas yang berbahaya. Sebagian besar belanja APBN harus kita alokasikan untuk membayar angsuran pokok hutang beserta bunganya. Bagaimanapun, semua itu harus kita lakukan. Kita harus menghormati perjanjian yang kita tandatangani sewaktu menerimanya dahulu. Sudah barang tentu kita akan berterima kasih dengan kebijakan negara-negara sahabat yang menawarkan keringanan pembayaran dalam situasi kita yang amat sulit ini, termasuk dengan memberikan kesempatan untuk melakukan penjadwalan kembali hutang-hutang kita, seperti yang pernah kita lakukan dalam tahun 1966-1967 dahulu.
Meletakkan prioritas nasional pada pemulihan ekonomi mempunyai implikasi dan konsekuensi, yang harus kita pikul secara konsekuen. Implikasi dan konsekuensi pertama adalah melakukan efisiensi yang ketat di segala bidang dan di segala tingkat. Tanpa ragu, kita harus bersedia menekan pengeluaran rutin sedemikian rupa sehingga sebagian besar sumber daya yang ada dapat didayagunakan untuk membiayai sasaran-sasaran yang lebih produktif, yang merupakan syarat mutlak untuk pulihnya kembali ekonomi. Kita harus mengurangi pengeluaran-pengeluaran yang tidak benar-benar diperlukan.
Saudara-saudara sekalian,
Secara keseluruhan, keadaan keuangan negara sungguh sulit. Tidak banyak alternatif yang lebih baik yang dapat kita pilih. Walaupun demikian, Pemerintah terus mencari berbagai alternatif lain yang lebih dapat diterima seluruh kalangan, demi kepentingan nasional pada saat-saat yang kritis ini.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kita susun dan kita laksanakan dengan defisit yang besar.
Tidaklah dapat dihindarkan, dengan amat terpaksa Pemerintah secara bertahap harus menaikkan tarif dan harga beberapa jenis barang dan jasa tertentu, seperti harga BBM dan tarif listrik. Secara bertahap kita juga harus mempertimbangkan langkah-langkah pahit lainnya, termasuk di bidang fiskal, sehingga pada suatu saat kita dapat mengurangi hutang-hutang yang selama ini sangat memberatkan bangsa dan negara kita. Dalam situasi yang semakin kurang menguntungkan, bukan tidak mungkin bahwa dengan sangat terpaksa kita harus mengurangi lagi pengeluaran negara.
Dilain pihak, sebagai salah satu upaya untuk menopang penerimaan dalam APBN, kita juga melakukan penjualan aset-aset yang dikuasai BPPN dan privatisasi BUMN. Harus diakui pula, hal itupun juga belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan rencana.
Melakukan privatisasi terhadap BUMN yang sehat jelas tidak terlalu sulit untuk dilaksanakan. Tetapi pengalaman juga menunjukkan betapa masalah privatisasi seringkali terkait dengan masalah-masalah lain yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Dalam hubungan ini, kebijakan privatisasi BUMN akan dilaksanakan dengan hati-hati.
Kita harus melaksanakan seluruhnya itu dalam suasana global yang kurang menguntungkan. Kemampuan kita demikian terbatas, dan belum sepenuhnya pulih. Yang dapat kita lakukan hanyalah berupaya untuk mengambil manfaat dari peluang-peluang yang masih terbuka, dengan memelihara dan mendayagunakan potensi dan kekuatan ekonomi yang masih kita miliki.
Salah satu potensi ekonomi yang penting adalah usaha kecil dan menengah. Kita telah melihat bagaimana kelompok usaha yang menyangkut rakyat banyak ini tetap tegar selagi usaha-usaha besar berguguran dilanda krisis. Mereka sebenarnya tidak memerlukan dan tidak menuntut dukungan yang berlebihan. Dukungan yang berlebihan justru menciptakan ketergantungan kepada pemerintah dan mematikan ketegaran dan vitalitas yang sudah mereka miliki. Dukungan terbaik bagi mereka adalah menghilangkan hambatan-hambatan usaha, mengurangi beban pungutan resmi maupun tidak resmi, serta memberikan jaminan keamanan dan ketenangan usaha bagi mereka. Tentu, dukungan-dukungan lain dibidang pembiayaan, teknologi, pemasaran dan sebagainya, juga perlu diberikan namun harus dilakukan dalam batasan kaidah-kaidah ekonomi yang wajar dan sehat.
Saudara-saudara sekalian,
Dunia dewasa ini sedang dilanda gejala-gejala awal resesi ekonomi dan dicengkeram oleh ketakutan terhadap aksi-aksi terorisme, yang dapat datang secara mendadak dan dalam wujud yang tidak terduga, dan menimbulkan banyak korban di kalangan penduduk yang tidak berdosa.
Terorisme internasional, yang dilakukan oleh siapapun dan dengan alasan apapun jelas tidak dapat diterima oleh dunia yang beradab. Terorisme juga telah menimbulkan ketakutan yang meluas, yang selanjutnya telah memerosotkan kegiatan ekonomi dunia, yang merupakan tumpuan kesejahteraan umat manusia.
Oleh karena itu, mereka yang terlibat dengan aksi-aksi terorisme ini harus dihadapkan ke depan pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Adalah kewajiban semua pihak untuk mencari dan menunjukkan bukti-bukti keterlibatan siapapun yang disangka dan dituduh melakukan aksi terorisme itu, yang dapat meyakinkan dunia, sebelum sesuatu tindakan nyata dilancarkan. Di penghujung tahun ini, umat Islam dan Nasrani akan merayakan hari-hari besar keagamaan mereka. Dalam hubungan ini, kita menyerukan agar serangan militer yang sedang dilancarkan pada saat ini untuk mencari tersangka aksi terorisme, yang telah mengakibatkan semakin banyak rakyat yang tidak berdosa menjadi korban, agar tidak berlanjut selama bulan suci Ramadhan dan hari besar Natal. Di samping itu, serangan militer yang berkepanjangan bukan hanya kontra produktif, tetapi juga dapat melemahkan koalisi global dalam upaya bersama memerangi terorisme. Untuk itu, kita menyerukan perlunya jeda kemanusiaan, guna memberi peluang bagi penanganan aspek kemanusiaan, seraya mencari jalan keluar melalui cara-cara politik dan diplomasi. Pemerintah terus mendorong agar PBB berperan sesuai mandatnya dalam memelihara perdamaian dan keamanan internasional.
Memang tidaklah mudah melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif dalam dunia yang sedang bergejolak pada saat ini. Kepentingan ekonomi global memerlukan dunia yang aman, damai, dan disemangati oleh kerjasama antar bangsa.
Untuk menciptakan lingkungan strategis yang kondusif bagi upaya pembenahan masalah-masalah di dalam negeri, akhir Agustus yang lalu saya berkunjung ke sembilan negara ASEAN. Selain meneguhkan kembali ASEAN sebagai tumpuan pijakan politik luar negeri, langkah tersebut juga saya maksudkan untuk meningkatkan hubungan bilateral dengan negara-negara dalam kawasan ini. Saya juga mendorong percepatan penyelesaian batas wilayah dan ditingkatkannya kerjasama badan-badan intelijen dan aparat keamanan masing-masing negara dalam mengatasi tindakan pelanggaran hukum yang bersifat lintas batas, seperti pemberantasan penyelundupan, perdagangan barang-barang terlarang termasuk narkotika dan psikotropika, uang palsu, kayu curian, di samping kegiatan sindikasi pelacuran, dan kejahatan terorganisasi lainnya.
Begitu pula dengan negara-negara tetangga di Pasifik Barat daya. Sejak bulan Agustus, kita menjadi mitra dialog Forum negara-negara Pasifik. Kunjungan saya ke Amerika Serikat, PBB, Jepang, dan kehadiran saya dalam pertemuan para Pemimpin APEC di Shanghai baru-baru ini, saya maksudkan sebagai langkah untuk meningkatkan kerjasama demi kepentingan nasional kita.
Saudara-saudara sekalian yang saya hormati,
Dalam upaya melaksanakan amanat Majelis untuk memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme, kita harus mewujudkannya secara konsisten dan tegas bersama seluruh komponen bangsa sehingga faktor utama yang menyebabkan keterpurukan kita sebagai bangsa dapat dipecahkan. Dalam Pidato Kenegaraan bulan Agustus yang lalu saya telah mengajak para anggota Dewan untuk berjanji kepada diri kita masing-masing untuk tidak terlibat dengan hal itu.
Kita telah bersepakat mewajibkan seluruh penyelenggara negara untuk melaporkan harta kekayaannya kepada KPKPN. Dalam kesempatan ini izinkanlah saya menyampaikan penghargaan kepada seluruh kalangan, yang dengan jujur telah menyampaikan laporan harta kekayaannya, dan yang telah bersedia diumumkan secara terbuka asal muasal kekayaannya itu. Langkah tersebut akan merupakan sumbangan yang tidak kecil terhadap upaya kita bersama untuk memulihkan citra dan kinerja pemerintahan yang lebih baik. Mereka telah meletakkan dasar-dasar yang baik bagi terwujudnya pemerintahan yang bersih, dan karena itu akan lebih berwibawa. Agar tekad dan langkah ini dapat benar-benar terwujud, saya akan menindak lanjutinya dengan meminta Jaksa Agung dan Kapolri untuk memberikan laporan sekali setiap bulan perkembangan dan kemajuan proses penanganan kasus-kasus KKN.
Saudara-saudara sekalian yang saya hormati,
Bersisian dengan masalah kesulitan ekonomi dan masalah resesi serta cengkeraman ketakutan dunia terhadap terorisme, perlu saya laporkan bahwa kecenderungan tindakan pemisahan diri --atau separatisme-- di beberapa daerah dari negara kesatuan Republik Indonesia masih memerlukan penanganan yang sungguh-sungguh. Sebagian tindakan tersebut dilakukan melalui kekerasan senjata, sebagian lagi melalui cara-cara yang relatif damai.
Dalam upaya Pemerintah untuk menanggulangi dan mengatasi gangguan keamanan bersenjata yang dilakukan oleh gerakan separatis bersenjata, tidak dapat dihindari risiko yang menimbulkan korban di kedua pihak, dan bahkan rakyat yang tidak berdosa yang berada didaerah konflik.
Izinkanlah dalam kesempatan ini saya menyampaikan kebijakan dasar yang dianut Pemerintah dalam menyelesaikan masalah yang tidak kalah sulitnya ini.
Kebijakan dasar pertama adalah, sambil memberikan ruang gerak yang sebesar-besarnya bagi masyarakat daerah-daerah yang bergolak itu untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri dalam format otonomi khusus, kita mengupayakan pemecahan ketidak-puasan masyarakat yang berkaitan dengan kesejahteraan, keadilan, dan kehormatan. Seperti kita ketahui, bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Pemerintah telah menyusun, membahas, dan mengundangkan undang-undang yang diperlukan untuk mewujudkan kebijakan dasar pertama ini, untuk Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Propinsi Irian Jaya. Kita telah memberikan ruang gerak otonomi yang amat luas serta pengakuan
konstitusional yang kokoh terhadap identitas budaya kedua daerah itu, yang secara historis memang layak untuk kita lakukan.
Kebijakan dasar kedua adalah, berdasar Sumpah Jabatan yang saya ucapkan bulan Juli yang lalu untuk memegang teguh Undang-Undang Dasar dan undang-undang lainnya, serta berdasar perjuangan kebangsaan yang kita mulai sejak awal abad ke-20 yang lalu. Dalam keadaan apapun, dengan alasan apapun dan bagaimanapun, Pemerintah tidak akan pernah --dan juga tidak boleh-- menyetujui pemisahan suatu daerah dari keseluruhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemisahan suatu wilayah negara merupakan tindakan penyimpangan terhadap prinsip kenegaraan yang sangat mendasar, dan jelas menjadi hak berdaulat negara manapun juga untuk mengatasinya. Piagam PBB dan hukum internasional juga tidak mengizinkan adanya separatisme, karena jika hal itu dibiarkan, seluruh tatanan dunia modern akan runtuh. Negara-negara nasional adalah batu-batanya bangunan dan tatanan dunia modern. Kita bersyukur, bahwa hampir semua negara anggota PBB memberikan dukungan terhadap keutuhan wilayah dan kedaulatan negara kita.
Dalam kaitannya dengan permasalahan yang terjadi di daerah Aceh, Pemerintah telah mengembangkan kebijaksanaan komprehensif yang terdiri dari enam agenda di bidang politik, ekonomi, sosial, hukum dan ketertiban, pemulihan keamanan serta komunikasi dan informasi sebagaimana tertuang di dalam Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2001, yang telah diperbaharui menjadi Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2001.
Agenda bidang politik terdiri dari tiga butir, yakni diberlakukannya Otonomi Khusus bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, memfasilitasi dialog dengan seluruh komponen masyarakat Aceh, serta mempercepat pemberdayaan instansi dan aparat pemerintahan sampai desa dalam rangka meningkatkan fungsi pelayanan umum masyarakat.
Agenda di bidang ekonomi ditujukan untuk percepatan pembangunan di sektor pertanian, pembangunan infrastruktur perekonomian serta perluasan lapangan kerja dengan melibatkan masyarakat.
Agenda di bidang sosial ditujukan untuk percepatan rehabilitasi dan pembangunan infrastruktur, perluasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, percepatan rehabilitasi sosial serta menangani masalah pengungsi.
Agenda di bidang hukum, keamanan dan ketertiban masyarakat dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan upaya penegakan hukum, keamanan dan ketertiban masyarakat termasuk penyelesaian masalah-masalah pelanggaran hak asasi manusia, serta upaya pemulihan keamanan di seluruh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan mengerahkan unsur Kepolisian Negara Republik Indonesia dibantu unsur TNI dalam menghadapi gangguan keamanan oleh gerakan separatis bersenjata.
Agenda di bidang pemulihan keamanan dilaksanakan dengan tujuan untuk memulihkan keamanan di seluruh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam melalui penanggulangan
gerakan separatis bersenjata dengan sasaran terpilih dan tetap memperhatikan dan mematuhi hukum, ketentuan dan prosedur yang berlaku serta menghormati hak asasi manusia.
Sedangkan agenda di bidang informasi dan komunikasi dilaksanakan untuk lebih mengintensifkan penyampaian informasi yang benar kepada masyarakat dalam rangka pembinaan opini masyarakat serta melaksanakan upaya untuk mengkounter pemberitaan negatif yang beredar di masyarakat.
Kebijakan serupa juga diterapkan terhadap Provinsi Irian Jaya, dimana Rancangan Undang-undang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua juga telah mendapatkan persetujuan DPR-RI pada tanggal 22 Oktober 2001 yang lalu. Demikianlah langkah-langkah yang secara pokok telah diambil Pemerintah dalam kaitannya dengan permasalahan yang menyangkut dua daerah tadi.
Upaya peningkatan kehidupan politik di dalam negeri juga terus dilakukan seiring dengan kebutuhan reformasi. Dalam bidang ini, struktur dan kelembagaan baik infrastruktur maupun suprastruktur politik telah makin berperan. Komunikasi diantara lembaga-lembaga politik telah dapat berlangsung disegala tataran kemasyarakatan dan pemerintahan di daerah. Sekalipun demikian harus diakui bahwa kemajuan di bidang ini ternyata masih berlangsung dalam budaya politik yang lebih mendahulukan kepentingan kedaerahan yang sempit dan berjangka pendek.
Saudara-saudara sekalian,
Beberapa masalah sosial besar --yang agak jarang mendapat perhatian publik namun harus benar-benar memperoleh perhatian kita sekalian-- adalah perlindungan tenaga kerja kita di luar negeri yang sebagian besar terdiri dari perempuan, perlindungan hak kaum perempuan itu sendiri, perlindungan hak anak sebagai generasi penerus kita semua di masa depan, serta penyelesaian masalah pengungsi, yang jumlahnya berubah dari waktu ke waktu. Izinkanlah saya mengajak kita sekalian untuk membahasnya secara ringkas satu demi satu.
Perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri telah lebih banyak mendapatkan perhatian dibandingkan dengan tahun-tahun yang lampau. Hal itu bukan saja disebabkan karena mereka merupakan pejuang yang berani menempuh risiko di negeri orang untuk menghidupi keluarganya, dan juga telah memberikan sumbangan yang tidak kecil bagi devisa yang demikian dibutuhkan negara, tetapi juga oleh karena sebagian diantara mereka telah mengalami perlakuan buruk.
Sering terjadi, perlakuan buruk tersebut dialami sejak dalam masa pelatihan, dalam perjalanan ke negeri asing, selama bekerja di negeri asing, dalam perjalanan pulang, dan setelah kembali di tanah air sendiri. Kezaliman demikian tidak bisa dibiarkan berlarut-larut dan harus kita hentikan.
Perlindungan hak perempuan secara umum juga sudah banyak mengalami kemajuan dalam tahun-tahun terakhir ini, apalagi kita sudah meratifikasi Konvensi Anti Diskriminasi terhadap Perempuan dan telah membentuk sebuah Komisi Nasional khusus untuk itu. Namun masih banyak yang harus kita lakukan agar perempuan, yang lebih dari separo jumlah bangsa ini, dapat menempati posisinya yang wajar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sebagai manusia, Tuhan menganugerahi perempuan dengan kemampuan yang sama dengan manusia lainnya. Kemampuan kemanusiaan perempuan ini dapat didayagunakan untuk ikut memikul tanggung jawab yang sama dengan kaum pria dalam menangani tugas-tugas berat.
Jangan dilupakan bahwa baik di Asia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya, sudah banyak perempuan yang membuktikan kemampuannya, mulai dari Kepala Desa, Kepala Daerah, Menteri, Anggota DPR/MPR, bahkan Wakil Presiden dan Presiden. Oleh karena itu momentum kemanusiaan ini perlu kita pelihara dan kita lanjutkan.
Tugas besar nasional lainnya yang benar-benar meminta perhatian kita sekalian adalah perlindungan hak anak. Saya kira kita semua akan bersepakat bahwa mereka inilah yang akan meneruskan perjuangan kita sebagai bangsa. Untuk merekalah sesungguhnya kita bekerja keras hari ini. Dalam komposisi kependudukan kita, jumlah mereka ini bukan main besar. Krisis ekonomi yang berlanjut selama beberapa tahun terakhir telah menyebabkan sebagian generasi penerus ini tidak dapat meneruskan sekolahnya. Kita harus melakukan apa saja agar generasi penerus ini dapat kita selamatkan.
Dalam masalah pengungsi, yang sekarang ini jumlahnya lebih dari satu juta orang, penanganannya telah merupakan masalah berat yang harus kita tangani. Huru hara dan aksi kekerasan massa yang mengiringi konflik horizontal di beberapa daerah dalam dua tahun terakhir ini telah menyebabkan terjadinya gelombang demi gelombang pengungsian. Keadaan belum banyak membaik, untuk memungkinkan mereka kembali ke daerah kediamannya sebelum mengungsi.
Dengan bantuan PBB, secara bertahap kita sudah dapat menyelesaikan masalah pengungsi yang berasal dari Timor Timur. Seperti kita ketahui, wilayah tersebut sedang mempersiapkan diri untuk membentuk negaranya sendiri. Dalam masa transisi ini, masih banyak masalah yang harus kita selesaikan dengan wilayah tersebut. Beberapa di antaranya merupakan masalah yang amat peka, yang kita harapkan dapat ditangani dengan sebaik-baiknya. Bagaimanapun, kita adalah merupakan tetangga- tetangga dekat, dan pernah hidup dalam suatu negara, walaupun dalam kondisi yang kurang menguntungkan.
Secara umum, kebijakan penanganan pengungsi ini ditempuh dengan mengembalikannya ketempat asal setelah daerah asal mereka aman kembali. Bila hal itu tidak memungkinkan, diupayakan untuk mengintegrasikannya dengan masyarakat lokal atau dengan cara pemindahan, dalam rangka program pemukiman kembali ataupun transmigrasi. Implementasi kebijakan ini diharapkan dapat segera selesai dalam waktu yang tidak lama lagi.
Saudara-saudara sekalian,
Di beberapa daerah, dewasa ini kembali terjadi rangkaian bencana alam. Secara khusus saya menyebutkan "kembali terjadi", oleh karena sesungguhnya secara geografis kepulauan Indonesia ini terletak pada bagian muka bumi yang rentan dengan gempa bumi, tanah longsor, dan banjir. Hal ini sekaligus mengingatkan kita semua tentang pentingnya arti pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Selain berkaitan dengan pelestarian sumber daya hayati, juga mempunyai andil besar dalam pencegahan bencana alam. Karenanya, kuranglah tepat jika kita menangani masalah penanggulangan dampak bencana alam tersebut sebagai kasus-kasus insidentil. Kita harus selalu bersiap untuk menghadapi bencana alam yang dapat terjadi setiap waktu, bahkan sebagai salah satu fungsi pemerintahan.
Bencana alam juga menyebabkan terjadinya gelombang pengungsi yang terpaksa meninggalkan kediaman dan kampung halamannya. Oleh karena itulah kita membentuk dan mengoperasikan Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana dan Penanggulangan Pengungsi. Korban bencana alam ini sangat membutuhkan uluran tangan kita sekalian, baik yang berasal dari Pemerintah maupun yang berasal dari masyarakat sendiri. Saya mengucapkan terima kasih dan menghargai spontanitas warga masyarakat kita, yang secara terkoordinasi dan berlanjut telah menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk membantu mereka yang ditimpa musibah ini.
Saudara-saudara sekalian yang saya hormati,
Demikianlah beberapa pokok masalah yang perlu saya laporkan kepada Sidang Tahunan Majelis yang mulia ini. Untuk lebih melengkapinya saya sertakan bersama ini penjelasan secara kualitatif dan kuantitatif yang dapat diperiksa dalam lampiran laporan ini.
Atas perhatian Saudara-saudara sekalian saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 1 November 2001
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Sumber: http://www.ri.go.id/produk_uu/isi/sidth-ind.htm
Koleksi: Perpustakaan Nasional RI, 2006
PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG TAHUNAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 1 Agustus 2003
PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG TAHUNAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 1 Agustus 2003
Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan para Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat yang saya hormati,
Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan para Anggota Lembaga Tinggi Negara,
Yang Mulia para Duta Besar dan pimpinan badan-badan dan Organisasi Internasional,
Hadirin dan hadirat yang saya hormati,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabakaratuh,
Salam sejahtera bagi kita semua,
Sebelum saya mulai menyampaikan keterangan tentang pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan kepada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang terhormat ini, marilah dengan hati yang tulus dan dengan nurani yang bersih, kita semua panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala limpahan rahmat dan nikmat-Nya kepada kita semua, sehingga kita dapat bertemu dalam persidangan yang mulia ini.
Memang banyak yang harus kita syukuri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini. Walaupun masih banyak masalah yang harus kita tangani, dan sebagian di antaranya merupakan masalah yang sungguh sangat berat, namun secara perlahan-lahan kitapun dapat merasakan, betapa dalam tahun-tahun terakhir kehidupan kebangsaan kita bukan saja mulai menjadi stabil, tetapi di sana-sini juga sudah mulai membaik. Lebih dari itu, dengan segala kekurangan dan keterbatasan yang masih harus kita tangani bersama, kita tetap eksis sebagai satu bangsa yang hidup dalam satu negara kesatuan. Besar atau kecilnya, kondisi tersebut memberi indikasi bahwa kita sudah berada di jalan yang tepat dan benar, jalan yang di-ridho’i.
Sudah banyak yang kita lakukan bersama sejak awal gerakan reformasi nasional tahun 1998 yang lalu. Apa yang kita cita-citakan untuk membangun satu Indonesia yang baru, telah kita rumuskan melalui rangkaian amandemen batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Kita memang membatasi perubahan pada pasal-pasalnya saja, dan tidak menjamah Pembukaan
1
Undang-Undang Dasar 1945, karena kita sadar sesadar-sadarnya, dalam bagian tersebut bukan saja terkandung kearifan nasional yang luhur, tetapi juga merupakan kontrak politik kita sebagai bangsa, yang sekaligus menjadi roh serta semangatnya Republik Indonesia ini.
Perubahan-perubahan mendasar telah banyak berlangsung pada berbagai aspek kehidupan nasional, sebagai hasil dari rangkaian amandemen tadi. Begitu intensif dan ekstensifnya perubahan tersebut, sampai-sampai kita sendiri malah sering terkejut ketika hasil yang ditampilkan, bagai suatu tatanan kenegaraan dan pemerintahan yang baru. Di tingkat nasional, penataan berlangsung terutama pada aspek kedudukan, kewenangan, keanggotaan lembaga-lembaga tinggi negara, dan tata hubungan penyelenggaraan kewenangan mereka, khususnya antara Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Kewenangan legislasi yang sebelum ini praktis berada pada Presiden, telah digeser ke Dewan Perwakilan Rakyat. Disamping itu dikembangkan pula prinsip-prinsip untuk sejauh mungkin membatasi kekuasaan Presiden yang sejak lama dinilai berlebihan, dan membangun pola perimbangan kekuasaan yang lebih baik. Tetapi patut pula dicatat, bahwa berdampingan dengan kewenangan Dewan dalam melakukan pengawasan terhadap pemerintah dan dalam penentuan anggaran belanja negara, hasil reformasi memang seringkali juga menampakkan ekses berupa tampilnya bayang-bayang praktek penyelenggaraan pemerintahan negara yang terkesan berbeda dari prinsip-prinsip sistem presidensiil, yang sesungguhnya menjadi salah satu pokok pikiran yang mendasari Undang-Undang Dasar 1945.
Bersamaan dengan itu telah pula disepakati untuk pertama kalinya dalam sejarah Republik Indonesia, bahwa dalam pemilihan umum tahun depan, Presiden Republik Indonesia tidak lagi dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, melainkan secara langsung oleh rakyat. Selain itu, penataan aspek kelembagaan tersebut menghadirkan kelengkapan piranti dasar yang sangat penting, seperti di bidang HAM dan hadirnya sebuah lembaga negara yang baru, yaitu Dewan Perwakilan Daerah, dan berbagai Komisi Negara yang pembentukannya dilakukan dengan undang-undang.
Dengan semakin mencuatnya ciri demokrasi tersebut, terkandung dalam keseluruhan tatanan kenegaraan pasca amandemen Undang-Undang Dasar 1945 adalah kebutuhan adanya sistem partai politik nasional yang benar-benar andal dalam menunaikan tiga tugas pokoknya, khususnya dalam mengagregasikan pandangan politik rakyat, mengartikulasikannya, serta menyeleksi calon-calon pemimpin nasional secara tertib dan teratur.
Perubahan Undang-Undang Dasar juga meniadakan satu lembaga tinggi negara, yaitu Dewan Pertimbangan Agung. Khusus mengenai keputusan pembubaran lembaga tinggi negara ini, saya menyimak dan memahaminya dengan sungguh-sungguh. Sesuai dengan sumpah jabatan yang saya ucapkan dihadapan Majelis yang terhormat ini, sudah barang tentu saya akan melaksanakannya. Melalui kesempatan ini, saya melaporkan bahwa dengan mengingat keputusan seperti itu merupakan yang pertama kali dalam sejarah konstitusi kita, saya memilih sikap untuk menempuh cara yang sejauh mungkin dapat menghindarkan timbulnya persoalan baru yang tidak perlu. Karena itu pula, dan dengan tetap menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Dewan Pertimbangan Agung sebagai lembaga tinggi negara, dan dengan penghargaan yang setinggi-tingginya serta terimakasih yang mendalam, baru akhir-akhir ini saja, saya memutuskan pemberhentian para anggota Dewan seiring dengan
2
berakhirnya masa bhakti yang dahulu ditetapkan sesuai dengan undang-undang yang melandasinya.
Penataan ulang kedudukan Mahkamah Agung juga telah menghasilkan bentuk yang lebih jelas, dan menempatkannya sebagai puncak sistem peradilan kita yang bebas dan mandiri. Sekalipun demikian, pengalaman kita dari waktu ke waktu juga menuntun kita untuk secepatnya mengambil langkah konstruktif bagi pengamanan kebebasan itu sendiri. Kita sungguh perlu sesegera mungkin melengkapi sistem ini dengan instrumen yang tepat, termasuk Komisi Yudisial, yang sangat diperlukan dalam rangka pengawasan kekuasaan yang penting itu.
Dalam tatanan kenegaraan dan pemerintahan yang baru tersebut, kewenangan otonomi yang besar juga diberikan kepada pemerintah daerah. Sesuai dengan keunikan latar belakang sejarahnya, serta untuk memberi peluang yang layak kepada aspirasi masyarakat setempat dalam wadah Negara Kesatuan, otonomi khusus telah diberikan kepada dua provinsi, yaitu Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan kepada Provinsi Papua. Pemerintah pusat yang berada di bawah pimpinan Presiden tinggal memiliki kewenangan dalam bidang pertahanan keamanan, hubungan luar negeri, fiskal dan moneter, peradilan serta bidang-bidang tertentu lainnya. Rasanya belum pernah dalam sejarah nasional kita, kita mendesentralisasikan fungsi-fungsi pemerintahan seluas dan semendasar seperti sekarang ini, yang sering terkesan bagaikan pembagian kekuasaan seperti lazimnya dalam suatu negara federal.
Dengan tatanan baru seperti itu, secara tidak langsung kita memang akan menyandarkan kualitas kehidupan kebangsaan dan kenegaraan di masa depan pada kualitas pemerintahan di tingkat daerah, baik pada kualitas lembaga-lembaga legislatifnya maupun pada kualitas gubernur, bupati dan walikota, yang nantinya dipilih langsung oleh rakyat. Artinya, pada taraf terakhir kualitas kehidupan kebangsaan dan kenegaraan kita di masa depan akan benar-benar ditentukan oleh kesadaran politik setiap warganegara.
Namun demikian, bersamaan dengan kemajuan yang menggembirakan dalam prakarsa dan kreativitas masyarakat dalam rangka otonomi, juga nampak hal-hal yang memerlukan pembenahan dan koreksi besar kecil, untuk meluruskan kekeliruan dan penyimpangan yang terjadi. Sebagian memang berlangsung disekitar hal-hal yang berkaitan dengan wawasan kenegaraan dan wawasan kebangsaan kita, dan sebagian lagi pada kualitas persiapan dan kesiapan masyarakat kita dalam menyelenggarakan otonomi yang sangat luas itu, yang masih memerlukan penyempurnaan dan peningkatan secara terus menerus.
Saudara Pimpinan dan para Anggota Majelis yang saya hormati,
Hadirin dan hadirat yang saya muliakan,
Saya percaya, seperti tahun-tahun yang lalu, Saudara-saudara sekalian menghendaki paparan strategis yang bersifat makro, yang memuat visi dan persepsi saya mengenai keseluruhan tugas-tugas kenegaraan dan kepemerintahan yang diamanahkan Majelis kepada Presiden Republik Indonesia. Insya Allah saya akan melakukannya. Tetapi karena batasan waktu yang diberikan, saya akan menampilkannya dalam wujud yang bersifat pokok-pokok
3
saja. Sedangkan uraian yang lebih menyeluruh dan bersifat teknis pelaksanaan, saya sampaikan sebagai lampiran pidato ini.
Laporan tahunan ini saya susun dengan memperhatikan berbagai Ketetapan Majelis, utamanya Ketetapan Nomor II dan Nomor VI Tahun 2002, yang secara kebetulan, pengelompokannya berjalan seiring dengan pelaksanaan enam program Kabinet Gotong Royong yang saya pimpin. Sekedar penyegar ingatan, enam program kabinet tersebut pokok-pokoknya adalah: 1) Persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka keutuhan Negara Kesatuan; 2) Reformasi, demokratisasi, dan penghormatan hak asasi manusia; 3) Normalisasi kehidupan ekonomi rakyat; 4) Penegakan hukum, rasa aman, tentram dan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme; 5) Politik luar negeri yang bebas aktif, pemulihan martabat bangsa dan negara serta kepercayaan asing; dan 6) Persiapan Pemilihan Umum 2004. Sesuai dengan waktu yang tersedia, izinkanlah saya merangkumnya dalam tiga bidang, yaitu bidang politik dan keamanan, bidang ekonomi keuangan, dan bidang kesejahteraan rakyat.
Di bidang Politik dan Keamanan, sebagai tindak lanjut berbagai pasal Undang-Undang Dasar 1945 pasca amandemen, bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Pemerintah telah menyelesaikan tiga buah undang-undang bidang politik yang penting, yaitu Undang-undang tentang Pemilihan Umum, Undang-undang tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, serta Undang-undang tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Dalam satu tahun terakhir, perkembangan masalah politik dan keamanan yang paling mengemuka adalah pernyataan keadaan darurat militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dengan Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2003 yang merujuk pada Undang-undang No. 23 Prp. Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. Berdasar pernyataan keadaan darurat militer ini telah dibentuk Penguasa Darurat Militer, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, yang selama enam bulan bertugas menormalisasikan keadaan melalui operasi terpadu. Sampai saat ini operasi terpadu tersebut sudah berjalan selama 76 hari, dan meskipun sejumlah sasaran telah dicapai dengan baik, pemerintah terus melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan dan efektifitasnya.
Sesuai dengan namanya, keadaan darurat militer bukanlah keadaan normal. Dalam beberapa hal terpaksa diadakan pembatasan terhadap hal-hal yang lazim kita lakukan dalam keadaan biasa. Oleh karena itu, semakin cepat kita menormalkan kembali keadaan akan makin baik. Seperti Saudara-saudara ketahui, pernyataan keadaan darurat militer ini dilakukan dengan amat berat hati, bukan hanya dari visi nasional, tetapi juga dari kepentingan masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam sendiri.
Sebelum ini, dalam waktu yang cukup panjang, dan dengan cara yang persuasif dan akomodatif, yang kadangkala malah terasa tidak sesuai dengan norma yang wajar dalam perlakuan negara terhadap pelaku insurjensi bersenjata, pemerintah telah mengadakan perundingan di luar negeri dengan wakil-wakil gerakan separatis bersenjata Gerakan Aceh Merdeka. Sesuai pula dengan amanah Majelis, pemerintah menawarkan penyelesaian dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, otonomi khusus, dan dilakukannya pengumpulan senjata oleh gerakan separatis tersebut. Kita bahkan menandatangani perjanjian penghentian permusuhan di Jenewa. Dalam perjanjian tersebut, pemerintah telah
4
banyak mengakomodasikan persyaratan dan tuntutan yang diajukan oleh gerakan separatis ini, sehingga tidak jarang pemerintah mendapat kritik pedas dari mereka yang memandang pemerintah telah bersikap terlalu lunak. Pemerintah menerima dengan ikhlas seluruh kritik pedas tersebut, karena kita sungguh ingin dapat menyelesaikan konflik bersenjata ini dengan cara damai.
Kita akhirnya mengetahui, semua itu ditolak oleh gerakan separatis tersebut. Sikap akomodatif pemerintah juga telah disalah-artikan dan secara curang telah digunakan bukan saja untuk mengkonsolidasi diri dan menambah persenjataan, tetapi juga untuk meningkatkan serangan-serangan yang meluas dan sistematis, baik terhadap pos militer dan polisi serta kantor-kantor pemerintahan, pembakaran gedung-gedung sekolah dan sarana transportasi umum, penculikan dan pembunuhan, pengrusakan sarana-sarana publik, serta pengusiran warga masyarakat dari suku-suku tertentu. Akhir-akhir ini terdapat indikasi bahwa serangan yang menjurus teror tersebut bahkan meluas ke daerah lain. Dengan serangan dan tindakan seperti itu, sesungguhnya telah terpenuhi kemungkinan untuk menyatakan bahwa gerakan separatis bersenjata GAM telah melakukan kejahatan kemanusiaan yang berat.
Undang-Undang Dasar 1945 dengan jelas menyatakan bahwa adalah tugas pemerintah untuk melindungi seluruh bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945 juga dengan tegas mengamanatkan tidak ada lagi perubahan terhadap bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena itu pula, dengan memperhatikan seluruh amanah Majelis ataupun berbagai pandangan yang dikemukakan keluarga besar bangsa ini, termasuk setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat, maka setelah menilai bahwa tidak ada manfaatnya lagi untuk melanjutkan perundingan dengan gerakan separatis bersenjata GAM tersebut, pemerintah memutuskan untuk melancarkan operasi terpadu.
Walaupun di sana-sini telah terjadi kesalahan dan pelanggaran dalam operasi terpadu tersebut, yang telah diambil tindakan hukum dengan cepat terhadap para pelakunya, melalui forum ini izinkanlah saya menyampaikan ucapan terimakasih kepada seluruh pihak, utamanya masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang telah membantu terlaksananya operasi terpadu dengan baik.
Saya juga menyampaikan terimakasih kepada Pemerintah Kerajaan Swedia yang telah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dan komitmen untuk mengambil tindakan hukum atas keterlibatan beberapa orang warganegaranya asal Aceh yang merupakan pemimpin dan penggerak makar yang berbahaya ini. Terimakasih yang sama juga saya tujukan kepada negara-negara sahabat yang tetap menghormati integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Saya juga memberikan penghargaan kepada masyarakat Aceh, yang bukan saja terus memberikan dukungan kepada Pemerintah dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi juga telah secara aktif menggunakan haknya untuk membela diri dan kehormatan pribadi, dengan melancarkan perlawanan terhadap anggota gerakan separatis ini. Pada peringatan Hari Ulang Tahun Kepolisian Negara Republik Indonesia awal Juli yang lalu, saya telah meminta kepada seluruh jajaran kepolisian agar memberikan bantuan untuk terwujudnya hak asasi warganegara ini, dalam konteks sistem pertahanan keamanan rakyat semesta yang kita anut.
5
Dengan segala keterbatasan yang ada, tugas tersebut telah dilaksanakan secara baik oleh para prajurit TNI dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menangani operasi militer dan operasi penegakan hukum, dan oleh aparat pemerintahan sipil yang menangani operasi pemulihan pemerintahan dan operasi kemanusiaan. Daerah-daerah yang selama ini dikuasai oleh gerakan separatis bersenjata GAM, secara berangsur-angsur telah dipulihkan dan ditempatkan kembali di bawah kendali pemerintahan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dibantu oleh Penguasa Darurat Militer setempat. Untuk itu, atas nama bangsa dan negara, saya menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan terimakasih kepada semua prajurit TNI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta seluruh jajaran pemerintahan di pusat ataupun daerah, atas pengabdian dan pengorbanan yang mereka berikan kepada bangsa dan negara.
Pemerintah tidak berkeinginan untuk memperlakukan keadaan darurat tersebut secara berkepanjangan. Pemerintah memperhatikan dengan sungguh-sungguh, menghargai, dan menyambut baik himbauan berbagai kalangan, baik di dalam maupun di luar negeri, agar konflik bersenjata dihentikan dan perundingan dibuka kembali.
Namun terlaksana atau tidaknya himbauan tersebut jelas tidak bergantung kepada pemerintah sendiri. Pepatah kita mengatakan bahwa bertepuk tidak bisa dengan sebelah tangan. Dari sisi pemerintah, telah berulang kali disampaikan ajakan dan himbauan kepada seluruh pimpinan dan personil gerakan separatis bersenjata tersebut di manapun mereka berada, untuk meletakkan senjata dan kembali ke kehidupan yang normal.
Bersamaan dengan mulai berangsur baiknya keadaan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dapat saya laporkan dicapainya pula kemajuan dalam bidang keamanan di daerah-daerah lain yang pernah mengalami gangguan keamanan, seperti di sebagian wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku, serta Papua. Kemajuan dalam bidang keamanan tersebut telah ditindaklanjuti dengan normalisasi pemerintahan dan penegakan hukum, agar seluruh masyarakat dapat secepatnya melakukan kegiatannya sehari-hari dalam keadaan yang normal, bebas dari rasa takut.
Masalah khusus keamanan yang memerlukan perhatian kita adalah penyelesaian aksi teror kasus peledakan bom di kawasan Kuta, Bali, yang terjadi tahun lalu. Saya percaya bahwa Saudara-saudara sekalian telah mengikuti dengan cermat, bukan saja peristiwanya, tetapi juga penyidikan dan pengungkapannya oleh jajaran Kepolisian Negara Republik Indonesia, penuntutannya oleh Kejaksaan, serta peradilannya oleh Pengadilan. Saudara-saudara juga sudah mengikuti materi dan argumen pembelaan para terdakwa dan pengacara yang bersangkutan. Sekali lagi saya menyampaikan penghargaan dan terimakasih kepada seluruh jajaran aparat penegak hukum atas kerja keras dan pengabdian mereka.
Sekarang suka atau tidak suka, percaya atau tidak percaya, dari keseluruhan pengungkapan aksi teror tersebut kita mengerti bahwa negeri kita ternyata bukan saja telah menjadi sasaran aksi terorisme internasional, tetapi juga merupakan asal sebagian aktor perencana, pelaku, serta pendukungnya. Jumlah mereka yang terlibat dalam aksi teror ini tidaklah banyak, tetapi kefanatikan mereka secara membuta kepada dogma yang bersifat ekstrim, yang tidak menghargai nyawa serta hak milik orang lain, dan tidak membeda-bedakan sasarannya, dan kemampuan untuk mengunakan bahan peledak, serta meletakkannya dengan sengaja di tempat-tempat umum, benar-benar telah menyebabkan cabang domestik dari gerakan terorisme internasional ini merupakan ancaman yang mengerikan. Untuk
6
kepentingan orang banyak adalah layak, bahkan harus diambil tindakan untuk membongkar jaringan teroris ini sampai ke akar-akarnya.
Walaupun seluruh aktor yang terlibat ini mengaitkan dirinya dengan ajaran agama Islam, namun jelas bahwa baik agama Islam maupun umat Islam tidak ada kaitannya dengan aksi teror mereka. Baik jajaran pemerintah, maupun para penegak hukum serta umat Islam sendiri membedakan dua hal tersebut dengan tegas.
Mungkin itulah sebabnya mengapa langkah-langkah mendasar yang diambil Pemerintah untuk menanggulangi ancaman teror ini bukan saja memperoleh pengertian yang luas, tetapi juga memperoleh persetujuan. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 telah mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, dan telah menjadi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 dan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2002. Dengan demikian, pemerintah telah dibekali dengan dasar hukum yang kuat untuk mencegah serta menanggulangi aksi terorisme ini.
Berhasil tidaknya keseluruhan program dalam bidang keamanan ini juga akan banyak tergantung pada keberhasilan kita dalam membangun dan mereposisikan TNI dan Kepolisian berdasar arahan Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000. Program tersebut sudah dilaksanakan dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Pada saat ini sedang disiapkan Rancangan Undang-undang tentang Tentara Nasional Indonesia.
Hadirin dan hadirat yang saya muliakan,
Dalam kesempatan ini saya perlu laporkan kepada Majelis yang mulia, bahwa Mahkamah Internasional di Den Haag telah memutuskan bahwa berdasar asas penguasaan efektif, Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan di lepas pantai Kalimantan Timur dinyatakan sebagai milik Malaysia. Sebagai bangsa beradab kita mematuhi putusan Mahkamah Internasional tersebut.
Namun kasus ini memberi kita pelajaran yang berharga, bahwa penguasaan de facto terhadap suatu daerah dapat menjadi alasan untuk pengakuan de jure. Sudah cukup lama wilayah darat, laut dan udara kita dilanggar oleh pihak-pihak asing. Sumber daya nasional kita, yang berpotensi memberikan kesejahteraan dan lapangan kerja bagi rakyat Indonesia, telah secara besar-besaran dikuras oleh berbagai kalangan, yang umumnya mempunyai dukungan keuangan yang kuat serta peralatan yang canggih. Kita perlu memberikan perhatian yang lebih besar terhadap pengalaman ini mengingat wilayah nasional kita demikian luas, dan sebagian besar tidak terjaga, terutama oleh karena kelemahan administrasi pemerintahan serta sangat terbatasnya kekuatan kita di darat, di laut dan di udara.
Keadaan seperti itu tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Bagaimanapun, demi terlindunginya kedaulatan negara terhadap seluruh wilayah, kita perlu memberikan perhatian besar, bukan saja terhadap kerapian pengelolaan dan penguasaan kewilayahan, tetapi juga perlindungannya secara efektif. Tanpa pengelolaan, pengawasan, serta perlindungan yang efektif, peristiwa yang serupa selalu dapat terjadi di masa datang.
7
Pengalaman telah memberi pelajaran yang baik. Pengawasan dan pertahanan wilayah nasional, sudah saatnya kita beri prioritas. Tidak seorangpun diantara kita yang tidak tahu, bahwa kemampuan kita memang terbatas. Tetapi dengan pelajaran seperti itu, dan kebutuhan riil untuk berbuat yang lebih baik lagi bagi pengelolaan, pengawasan, dan perlindungan seluruh wilayah baik darat, laut maupun udara, termasuk pulau-pulau besar kecil yang tersebar di Nusantara ini dengan segala kekayaan yang ada didalamnya, sudah saatnya kita bersikap jelas dan tegas dalam mencukupi sarana dan prasarana yang diperlukan. Bersikap jelas dan tegas dalam membangun kekuatan minimal angkatan perang di darat, di laut, dan di udara.
Hukum internasional jelas harus kita patuhi, meskipun akhirnya hanya dapat dijadikan sandaran kalau semua negara menjadi pihak didalamnya, dan yang lebih penting lagi: mematuhinya. Diluar itu, kita hanya akan menyaksikan betapa sebuah ketaatan yang sepihak saja, seperti ketika kita memberikan alur bagi pelayaran damai dalam wilayah perairan dalam, akhirnya menjadi bahan olok-olok ketika ada pihak lain yang dengan enteng melecehkannya, hanya karena merasa mampu untuk berbuat apapun sekehendaknya. Betapapun pahit dan seberapa besarpun amarah yang kita rasakan, hukum alam pula yang akhirnya berlaku. Yang lemah, apalagi bila tidak memiliki sarana atau peralatan yang memadai untuk melindungi wilayah, terpaksa harus menerima kenyataan itu. Penyampaian protes, keprihatinan, atau apapun istilahnya, akhirnya hanya menjadi upaya maksimal, walau itupun tetap saja tidak memberi jaminan bahwa kejadian serupa tidak akan terjadi lagi.
Saya menyadari, tidak mudah di jaman sekarang ini kita dapat memperoleh sumber peralatan tersebut. Persyaratan yang kadangkala tidak masuk akal, atas dasar apapun dan bagaimanapun kita menilainya, semakin lazim dilekatkan pada pembelian dan penggunaan peralatan yang dibeli. Kita juga kaya dengan pengalaman yang sangat tidak nyaman, tidak hanya dengan sikap dan kebijakan pemerintah negara yang menjual, tetapi juga dengan sangat minimnya manfaat yang dapat kita petik dari peralatan yang kita beli itu sendiri. Sementara itu, kalaupun kita dapat menemukan sumber lain yang bersedia memasok kebutuhan tersebut, kita tetap harus menakar kemampuan untuk membayarnya.
Sesungguhnya, ditengah kondisi seperti itu pula, setelah menilai keseluruhan pengalaman dimasa lalu dan ditengah kenyataan tidak banyaknya pilihan atau opsi yang dapat diambil, khususnya dalam segi modalitas, saya memutuskan untuk mengedepankan imbal beli sebagai salah satu terobosan dalam cara belanja luar negeri kita. Saya memahami bahwa memenuhi dua hal secara bersamaan, yaitu antara membeli untuk memenuhi kebutuhan yang nyata, dan mendorong ekspor yang nilainya sekaligus dapat dijadikan pengimbal bagi devisa guna membayar belanja pembelian dari luar negeri, adalah sesuatu yang baru dalam praktek perekonomian nasional kita.
Khusus dalam kaitannya dengan masalah pembelian pesawat tempur Sukhoi dan helikopter tempur yang baru-baru ini saya lakukan sewaktu berkunjung ke Rusia, perlu saya jelaskan bahwa selain bermakna terobosan, langkah tersebut juga memiliki kaitan erat dengan upaya untuk membuka cakrawala baru dalam rangka penyeimbangan hubungan luar negeri kita. Terbatasnya jumlah yang dapat kita peroleh, bukan saja terkait dengan aspek kemampuan kita yang senyatanya, ataupun sasaran untuk mewujudkan keseimbangan tadi,
8
tetapi karena memang produk itulah yang jumlah dan nilainya ditawarkan, untuk kita beli sebagai imbalan produk-produk yang kita tawarkan.
Saya juga sepenuhnya mengetahui, bahwa dalam praktek, segi-segi teknis mengenai imbal beli sebenarnya belumlah banyak dipahami. Itulah sebabnya, dalam proses yang saya inginkan berlangsung cepat ---bukan hanya dalam arti mendesaknya kebutuhan, tetapi dan terutama agar momentum imbal beli tersebut sesegera mungkin dapat memperoleh bentuk dan hasil yang kongkrit---, saya hanya menugasi pejabat-pejabat yang terkait guna melaksanakannya. Saya juga mengetahui, bahwa secara pokok, mekanisme imbal beli bukan saja belum secukupnya terakomodasi dalam sistem dan mekanisme anggaran yang kita miliki selama ini, tetapi pada dasarnya juga menuntut bahwa siapapun yang bertindak sebagai penjual, praktis harus bertindak sebagai pembeli, atau sebaliknya. Karena itu pula, untuk dapat menyelesaikan kewajiban imbal beli tersebut dengan sebaik-baiknya, awal bulan Mei yang lalu saya telah memerintahkan Menteri Keuangan untuk mengajukan permintaan pembiayaannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Inti persoalan imbal beli yang kemudian ramai menimbulkan silang pendapat dan kesalahpahaman, sesungguhnya tidak berkisar jauh dari hal-hal yang tadi saya jelaskan. Isu tentang permainan harga atau komisi atau lain-lainnya seperti yang kemudian menjadi spekulasi, sejauh yang saya lihat sebenarnya juga tidak ada. Namun begitu, memang demikianlah duduk persoalan yang sesungguhnya mengenai pembelian beberapa pesawat dan helikopter tempur tersebut, dan kaitannya dengan pelaksanaan imbal beli antara Indonesia dan Rusia.
Perkembangan lain yang perlu saya laporkan adalah telah diangkatnya anggota baru Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), yang diseleksi oleh Dewan Perwakilan Rakyat berdasar Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Selain melanjutkan rintisan serta meneruskan tugas-tugas Komnas HAM yang lama, Komisi Nasional yang baru ini telah mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk meningkatkan serta menyempurnakan kinerja kelembagaannya secara mandiri, termasuk untuk mengadakan konsolidasi ke dalam serta membangun jaringan kerjasama ke luar. Secara bertahap, Komisi Nasional ini telah mulai membentuk perwakilan-perwakilan di provinsi-provinsi yang dipandang perlu.
Saya juga menyambut baik kebijaksanaan jajaran Komnas HAM untuk kembali membuka komunikasi dengan jajaran pemerintahan, termasuk dengan aparat keamanan, dengan tetap memelihara independensinya dari pemerintah. Saya percaya, langkah seperti itu akan mampu mengurangi kesalahpahaman selama ini, seakan-akan Komnas HAM adalah suatu lembaga swasta yang tidak ada kaitannya dengan negara serta pemerintahan.
Sudah barang tentu tidak semua masalah pelanggaran hak asasi manusia dapat dan perlu dilimpahkan kepada Komnas HAM. Sejarah nasional kita yang penuh dengan gejolak telah menimbulkan banyak kenangan pahit yang perlu diselesaikan secara khusus. Untuk menangani masalah-masalah pelanggaran hak asasi manusia yang merupakan warisan masa lampau ini, pemerintah telah mengajukan Rancangan Undang-undang tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Pemerintah berharap agar rancangan undang-undang ini dapat dibahas dan disetujui dalam waktu yang tidak terlalu lama.
9
Dalam bidang politik luar negeri, pemerintah tetap melaksanakan prinsip bebas dan aktif dengan konsekuen, baik dalam hubungan dengan negara-negara tetangga maupun dengan negara-negara lainnya. Hubungan baik dengan negara-negara ASEAN tetap merupakan tumpuan utama politik luar negeri kita. Tahun ini, selain menjabat sebagai Ketua Panitia Tetap hingga Juli 2004 nanti, sesuai dengan kelaziman yang dipelihara selama ini, Indonesia juga akan bertindak sebagai tuan rumah bagi KTT ASEAN yang ke-9. Kita akan menyelenggarakan kewajiban itu di Bali, dan persiapan untuk itu telah dilakukan sejak beberapa bulan yang lalu.
Mengambil manfaat dari kesempatan itu, Indonesia akan berusaha mengambil peran kepemimpinan dan mengupayakan keseimbangan antara kemajuan kerjasama ekonomi dengan perkuatan infrastruktrur yang diperlukan untuk mendukungnya. Untuk itu, satu pilar baru akan diperjuangkan di bidang kelembagaan dan prosedur, yang intinya akan mengatur mekanisme resolusi permasalahan yang timbul di bidang politik dan keamanan. Sasaran strategis yang ingin diwujudkan adalah lebih memperkokoh dua pilar terdahulu, yaitu “Bali Concord” dan “Treaty of Amity and Cooperation” yang dideklarasikan dalam KTT ASEAN di Bali tahun 1976. Konsepsi tentang pilar baru tersebut, saat ini sedang dimatangkan, baik di dalam maupun di kalangan negara-negara ASEAN.
Disamping ASEAN, politik luar negeri juga kita arahkan untuk terus memantapkan lingkungan kawasan yang kondusif, melalui interaksi yang lebih efektif dengan negara-negara tetangga khususnya Timor Leste, Papua Nugini, dan Australia. Dalam ruang yang lebih besar, politik luar negeri juga terus diarahkan untuk mendorong terwujudnya kerjasama antar kawasan, baik di Asia-Pasifik maupun Eropa. Kita juga sedang membangun jembatan strategis yang memungkinkan terwujudnya kerjasama yang lebih substantif dan kongkrit antara Asia dan Afrika. Untuk itu, seiring dengan rencana peringatan 50 Tahun Konferensi Asia-Afrika bulan April 2005 nanti, dan sekaligus mengaktualisasi semangat Asia-Afrika, Indonesia bersama Afrika Selatan telah memprakarsai penyelenggaraan Konferensi Organisasi-organisasi Sub Regional di Asia-Afrika (AASROC) akhir bulan Juli kemarin. Konferensi kedua akan diselenggarakan tahun 2004 di Afrika Selatan.
Disamping upaya-upaya di bidang politik, pemerintah juga terus berusaha memelihara dan meningkatkan kerjasama dengan negara-negara industri maju, terutama untuk tetap membuka peluang pasar bagi produk industri dan pertanian kita. Baik sendiri maupun bersama-sama negara-negara sedang berkembang lainnya, kita ikut mendesak negara-negara industri maju untuk lebih adil dalam kebijakan impor dan ekspornya, yang pada satu sisi mendesak kita untuk membuka pasar dalam negeri, tetapi pada sisi yang lain menggunakan berbagai cara untuk menghambat produk negara-negara yang sedang berkembang untuk memasuki pasar dalam negeri mereka.
Hadirin yang saya muliakan,
Di bidang ekonomi dan keuangan dapat saya laporkan, bahwa walaupun sektor riil ekonomi masih belum sepenuhnya pulih, dan tingkat pengangguran tenaga kerja kita masih tetap tinggi, namun dari sejumlah indikator ekonomi makro tampak bahwa keadaan sudah menunjukkan tanda-tanda membaik. Pertumbuhan ekonomi nasional yang pernah terpuruk
10
demikian hebat lima tahun yang lalu, tahun ini diperkirakan mencapai pertumbuhan sebesar 3,66%. Walaupun angka ini berada di bawah sasaran 4%, namun angka ini lebih tinggi dari angka pertumbuhan tahun 2001 sebesar 3,44%. Seiring dengan itu, pendapatan per kapita juga sudah mulai meningkat. Dalam tahun 2002, pendapatan per kapita rakyat kita tercatat Rp. 7,6 juta, lebih tinggi dari pendapatan per kapita dalam tahun 2001 sebesar Rp. 6,9 juta. Apabila dinyatakan dalam dollar Amerika, angka ini berturut-turut adalah sebesar US$ 673 dalam tahun 2001 dan meningkat menjadi US$ 811 dalam tahun 2002. Selain merupakan indikasi dari membaiknya keadaan ekonomi nasional, peningkatan pendapatan per kapita dalam dollar ini juga dibantu oleh menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika.
Kebijakan pemerintah untuk meringankan beban ekonomi rakyat, walaupun tidak berjalan cepat, juga mulai membuahkan hasil. Jumlah penduduk miskin terus berkurang. Pada tahun 2000, berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang mencatat secara rinci pengeluaran konsumsi rumah tangga di seluruh Indonesia, tercatat sebesar 19,1 % atau 38,7 juta penduduk yang masih miskin. Survei yang sama kembali dilakukan pada tahun 2003, kecuali di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Maluku, Maluku Utara dan Papua yang karena pertimbangan keamanan belum dapat diselenggarakan, hasil sementara dari 26 provinsi plus 4 wilayah kota yang menjadi cakupan SUSENAS ini tercatat 17,4 % atau sekitar 37,2 juta penduduk yang masih hidup dibawah garis kemiskinan.
Jelas diperlukan tambahan lapangan kerja baru yang banyak untuk dapat menyelesaikan masalah itu. Untuk lebih mempercepat gerak roda perekonomian nasional, dalam satu tahun terakhir ini pemerintah telah meresmikan dimulainya proyek-proyek baru dan menyelesaikan perundingan ulang bagi kelanjutan berbagai proyek lama di sektor pertambangan dan energi yang nilainya lebih dari US $ 20 milyar. Termasuk didalamnya adalah proyek pembangunan pipa transmisi gas dari Sumatera Selatan hingga Singapura, yang akan menjadi bagian dari jaringan pipa transmisi gas ASEAN. Upaya yang sama juga berlangsung pada proyek-proyek di bidang industri dan pembangunan infrastruktur seperti antara lain jalan tol.
Sementara itu dengan mengingat perannya yang begitu besar dalam perekonomian nasional, pemerintah menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada para pengusaha kecil dan menengah kita, yang masih mampu tetap mempertahankan dan malah ---walaupun kecil--, memperluas kesempatan kerja. Untuk itu, bersama-sama Bank Indonesia, pemerintah mendorong sektor perbankan nasional untuk menyediakan alokasi kredit dalam jumlah yang lebih besar, dan dalam berbagai bentuk dukungan lainnya bagi kelancaran usaha kecil dan menengah ini. Dari total kredit perbankan yang disalurkan dalam tahun 2002, sekitar 41,1% atau Rp. 32,7 triliun merupakan kredit untuk usaha kecil dan menengah (UKM). Angka ini naik dari 37,3 % pada tahun 2001. Sampai bulan Maret 2003, posisi outstanding credit untuk sektor UKM adalah sebesar Rp. 63,5 triliun, naik 4,21% dibandingkan dengan tahun 2002.
Untuk lebih memperbesar akses bagi permodalan, pemerintah telah memfasilitasi pembiayaan bagi pengusaha kecil melalui program dana bergulir sebesar Rp. 50 juta untuk masing-masing Lembaga Keuangan Mikro, dan sebesar Rp.100 juta untuk masing-masing Koperasi Simpan Pinjam dan Usaha Simpan Pinjam yang tersebar di 30 provinsi, serta sebesar Rp. 4 juta per pengusaha.
11
Kita telah belajar banyak dari krisis ekonomi yang melanda negara kita sejak tahun 1997. Salah satu yang terpenting dan mungkin juga terpahit adalah bahwa kita jangan terlalu mudah percaya kepada nasehat pihak lain. Jangan kita lupakan, bahwa tanggungjawab terakhir terhadap masa depan bangsa dan negara tetap terletak ditangan kita sendiri. Kitalah yang harus menetapkan kebijakan dan strategi ekonomi yang akan kita anut dan kita laksanakan.
Pemerintah memperhatikan dengan sungguh-sungguh demikian banyak pandangan, pikiran, dan wacana yang berkembang dalam masyarakat mengenai manfaat, rekomendasi-rekomendasi, untung-rugi, ataupun prospek hubungan kita dengan IMF. Karenanya pula, setelah mempelajari baik-baik seluruh masukan tersebut, termasuk rekomendasi Majelis, pemerintah mempertimbangkan berbagai alternatif penyelesaian program IMF, dan memilih alternatif yang paling menguntungkan dan atau yang paling sedikit kerugiannya. Insya Allah, dalam mengantar RAPBN 2004 tanggal 15 Agustus nanti, saya dapat melaporkan secara resmi keputusan mengenai masalah ini.
Pelajaran penting lainnya yang dapat kita tarik dari krisis ekonomi 1997 tersebut adalah betapa berbahayanya korupsi, kolusi, serta nepotisme atau KKN bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sampai taraf tertentu, lonjakan hutang luar negeri serta hutang dalam negeri serta keruntuhan sistem perbankan nasional kita selama ini, terkait erat dengan praktek KKN yang telah berkembang luas dalam dasawarsa-dasawarsa sebelum krisis ekonomi tersebut.
Dalam lima tahun ini kita telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah, menangkal, menindak serta menanggulangi KKN yang terjadi, baik yang dilakukan oleh jajaran pemerintahan maupun yang dilakukan oleh kalangan swasta. Kita telah bertekad meningkatkan pemberantasan kejahatan yang berbahaya itu, walau pengalaman kita sekarang inipun juga menunjukkan bahwa hal itu memang bukan pekerjaan yang gampang. Saya tahu, banyak di antara kita yang belum puas dengan penanganan kasus-kasus KKN selama ini. Meskipun sekarang kita telah memiliki perangkat baru, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kita mencatat bahwa pemberantasan korupsi ternyata bukan semata-mata masalah teknis hukum, tetapi menyangkut aspek sosial, ekonomi dan budaya yang lebih luas lagi. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara telah diundangkan dan telah berlaku pula. Seiring dengan itu, pemerintah juga meningkatkan kegiatan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai auditor internal, termasuk untuk audit bagi badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah. Tetapi praktik KKN masih saja ada. Adalah merupakan ironi, bahwa ketika berbagai upaya hukum dilakukan terhadap para koruptor di kalangan eksekutif dan swasta, sekarang berlangsung pula praktek KKN yang dilakukan secara kolektif oleh sementara kalangan politisi, khususnya yang duduk dalam badan-badan legislatif di daerah.
Saudara Pimpinan dan para Anggota Majelis yang saya hormati,
Sidang yang saya muliakan,
12
Di bidang kesejahteraan rakyat, persentase penduduk yang masih buta huruf terus mengalami penurunan, dari 10,1% pada tahun 2000 menjadi 8,8% pada tahun 2003. Angka Partisipasi Sekolah (APS) baik untuk penduduk usia SD maupun penduduk usia SLTP juga menunjukkan adanya kenaikan. Selama periode 2000-2003 APS penduduk usia SD meningkat dari 95,5 % menjadi 96,0% dan APS penduduk usia SLTP meningkat dari 79,6 % menjadi 81,5%.
Mengingat demikian pentingnya peranan pendidikan bagi tujuan pencerdasan bangsa, baru-baru ini saya telah mengesahkan Undang-undang Pendidikan Nasional yang baru. Harus diakui, proses pembahasan undang-undang tersebut diselimuti sikap pro dan kontra dalam masyarakat. Masalah ini jelas merupakan refleksi dari kemajemukan masyarakat kita, dan karena itu perlu ditangani secara arif dalam pelaksanaannya nanti.
Walaupun masih kecil, perbaikan juga mulai dapat dirasakan dalam penyediaan air bersih serta sumber penerangan listrik. Selama tahun 2000-2002 persentase rumah tangga yang mempunyai akses terhadap air bersih meningkat dari 75,4% menjadi 75,9%, sedangkan persentase rumah tangga dengan sumber penerangan listrik meningkat dari 86,3% menjadi 87,6 %.
Dalam keseluruhan dapat dikatakan, bahwa masalah umum yang menggelayuti masalah kesejahteraan rakyat pada umumnya adalah masih tingginya angka pengangguran. Dari jumlah angkatan kerja di pasar kerja yang besarnya mencapai 100,8 juta orang, 9,1 juta orang diantaranya atau sebesar 9,06% masih menganggur. Sementara itu, dari jumlah orang yang bekerja, karena berbagai sebab 33,7 juta orang diantaranya hanya bekerja kurang dari 35 jam seminggu.
Dalam hubungan ini pemerintah memberi perhatian yang sungguh-sungguh terhadap perbaikan nasib TKI dan TKW yang bekerja di luar negeri. Memang masih banyak yang harus kita lakukan agar Tenaga Kerja Indonesia, yang sebagian besar tidak termasuk dalam tenaga berkeahlian, bisa memperoleh haknya secara adil dan diperlakukan secara manusiawi. Untuk maksud itu, harus diperbaiki kondisi kerjasama yang lebih terpadu, sejak dari daerah pemberangkatan, di lokasi pelatihan dan transit, dalam perjalanan menuju negara tujuan, selama di daerah perantauan, serta dalam perjalanan kembali ke Tanah Air. Kerjasama terpadu ini meliputi pemerintah daerah, perusahaan pengerah tenaga kerja, departemen-departemen pemerintahan terkait, kedutaan besar serta Konsulat RI di luar negeri, serta organisasi tenaga kerja sendiri.
Perhatian yang semakin besar juga diberikan terhadap perlindungan hak serta pemberdayaan perempuan, bersamaan dengan perlindungan hak anak. Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak, dan Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Anak, telah ditetapkan pemerintah sebagai acuan program-program yang dilaksanakan pemerintah ataupun bersama lembaga-lembaga swadaya masyarakat terkait.
Hadirin dan hadirat yang saya muliakan,
Demikianlah beberapa hal yang saya pandang penting untuk saya laporkan secara langsung kepada Majelis yang saya muliakan. Namun sebelum mengakhirinya, izinkan saya
13
mengemukakan beberapa hal yang saya pandang perlu untuk menjadi renungan kita bersama, sebagai sesama warga ataupun pemimpin bangsa dan negara yang kita cintai ini.
Telah genap lima tahun kita melancarkan reformasi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan kita. Sesuai dengan pasang surutnya praktik penyelenggaraan pemerintahan negara khususnya pada tahun-tahun terakhir ini, yang berlangsung seiring dengan perubahan dalam sistem pemerintahan negara menurut Undang-Undang Dasar 1945, saya selalu berusaha sebaik mungkin memenuhi kewajiban konstitusi saya untuk memberi laporan pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Sesuai dengan mandat yang saya terima, saya menggunakan semua Ketetapan dan Putusan Majelis sebagai penjuru dan sekaligus pedoman dalam pelaksanaan tugas dan tanggungjawab saya. Saya memegang teguh arahan-arahan tersebut, dan tidak ada keraguan sedikitpun di hati saya untuk memperhatikan dan mematuhinya. Namun demikian, dengan sejujurnya pula saya ingin menyampaikan setidaknya dua hal yang pokok.
Pertama, sesungguhnya segala jerih payah kita selama ini bukanlah tidak ada hasilnya. Walau jelas belum semua, tetapi banyak pula yang telah kita perbaiki. Pemulihan ekonomi setelah demikian berantakan akibat gejolak moneter yang menyeret sistem perbankan kita dalam krisis hebat, sebenarnya telah dapat kita selesaikan. Gejolak di banyak bagian dalam wilayah negara kita yang dipicu oleh pertikaian kelompok atau golongan, dan hampir mencabik-cabik tubuh kebangsaan dan kenegaraan kita, telah dapat kita redakan. Ancaman separatisme di daerah-daerah tertentu, yang menumpang dibalik semboyan demokrasi, keterbukaan, dan hak-hak asasi, juga telah dapat kita redam melalui pendekatan dialog dan pendekatan pembangunan yang komprehensif dan terpadu. Memang belum semuanya rampung, tetapi arah dan bentuk penyelesaian masalah tersebut secara prinsip telah dapat dilihat.
Itu semua adalah realitas bahwa kita memang bergerak maju, dan ada hasilnya. Kekurangan dan kekeliruan jelas masih ada, dan harus kita perbaiki. Itu semua harus kita akui, seperti halnya dengan keharusan kita untuk berani mengakui dan menyatakannya dengan jelas, meskipun harus jauh dari rasa angkuh. Adalah aneh bila demi kepentingan dan dengan alasan apapun, kita lebih senang berkisah tentang kegagalan atau kejelekan, dan apalagi menggunakannya sekedar alat untuk menjatuhkan atau mematikan atau memberi gambaran jelek pihak lain yang tidak disukai. Sikap seperti itu, pada saat yang sama, hanya mengedepankan gambaran bangsa yang sangat gemar mengolok-olok diri sendiri, dan menggunakan diri sendiri sebagai bahan tertawaan. Senang atau tidak senang, yang kita rasakan adalah berkembangnya sikap senang menghukum diri sendiri, menonjolkan kegagalan, kejelekan, serba kurang, pandir, dan lain-lain.
Sikap seperti itu sesungguhnya hanya menjadikan kita semua sebagai obyek cemoohan, olok-olok, dan bahan tertawaan pihak lain. Kita harus mengakhiri kebiasaan yang tidak baik dan tidak menguntungkan itu. Tidak ada satu pihakpun dalam keluarga bangsa yang besar ini yang diuntungkan dari sikap seperti itu. Sebaliknya, semua itu hanya membuat semangat kita kendor. Melalui forum ini, dan melalui seluruh pimpinan dan anggota Majelis yang terhormat ini, saya mengajak saudara-saudaraku bangsa Indonesia untuk bersama-sama mengubah sikap tersebut. Kalau ada yang kurang, atau salah, marilah bersama-sama kita perbaiki.
14
Kedua, dalam perjalanan selama ini, harus kita akui bahwa kegiatan atau hasil aplikasi dari rancang bangun kehidupan yang selama ini kita lakukan, baik yang menyangkut aspek kelembagaan ataupun prosedur di bidang-bidang politik, sosial-budaya, ekonomi, hukum, pertahanan dan keamanan, dalam beberapa hal ternyata belum juga dapat memberikan gambaran tentang desain besar dari kehidupan kebangsaan dan kenegaraan kita. Dengan kata lain, rasanya kita perlu merenungkan ulang dengan hati yang dingin, dengan pikiran yang jernih, apakah desain besar yang kita rancang bagi kehidupan nasional ini sudah benar-benar memadai dan tepat, dan apalagi yang harus kita lakukan bila untuk itu kita harus memperbaiki atau menyempurnakannya.
Marilah sejenak kita cermati beberapa contoh berikut ini. Ketika kita meneguhkan pikiran untuk berpegang pada sistem presidensiil seperti digariskan dalam pokok-pokok pikiran yang melandasi sistem pemerintahan negara, praktik penyelenggaraan negara yang kita lakukan malah semakin berkembang dengan dasar pola pikir parlementer. Begitu pula ketika desain besar kehidupan kebangsaan dan kenegaraan ini kita inginkan untuk kita tumpukan pada bingkai negara kesatuan, praktik pemerintahan yang kita kembangkan dan kita jalankan kian menebarkan bau dan semangat federalisme.
Adalah tidak mudah bagi kita untuk dapat mewujudkan bentuk akhir apapun yang kita cita-citakan, dalam keadaan seperti itu. Dalam hal yang terakhir tadi, saya kira kita dapat sependapat bahwa akan sangat mustahil kita dapat memperoleh hasil yang pas bila antara apa yang kita lakukan ternyata berbeda dari apa yang kita pikirkan.
Dengan ungkapan dan harapan tadi, sekarang saya akhiri laporan saya. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang selalu melimpahi kita dengan rahmat, kasih, hidayah, dan inayah-Nya. Amin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 1 Agustus 2003
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Sumber: http://www.google.co.id/search?q=pidato+presiden&hl=id&lr=&start=60&sa=N
Koleksi: Perpustakaan Nasional RI, 2006
15
Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan para Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat yang saya hormati,
Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan para Anggota Lembaga Tinggi Negara,
Yang Mulia para Duta Besar dan pimpinan badan-badan dan Organisasi Internasional,
Hadirin dan hadirat yang saya hormati,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabakaratuh,
Salam sejahtera bagi kita semua,
Sebelum saya mulai menyampaikan keterangan tentang pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan kepada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang terhormat ini, marilah dengan hati yang tulus dan dengan nurani yang bersih, kita semua panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala limpahan rahmat dan nikmat-Nya kepada kita semua, sehingga kita dapat bertemu dalam persidangan yang mulia ini.
Memang banyak yang harus kita syukuri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini. Walaupun masih banyak masalah yang harus kita tangani, dan sebagian di antaranya merupakan masalah yang sungguh sangat berat, namun secara perlahan-lahan kitapun dapat merasakan, betapa dalam tahun-tahun terakhir kehidupan kebangsaan kita bukan saja mulai menjadi stabil, tetapi di sana-sini juga sudah mulai membaik. Lebih dari itu, dengan segala kekurangan dan keterbatasan yang masih harus kita tangani bersama, kita tetap eksis sebagai satu bangsa yang hidup dalam satu negara kesatuan. Besar atau kecilnya, kondisi tersebut memberi indikasi bahwa kita sudah berada di jalan yang tepat dan benar, jalan yang di-ridho’i.
Sudah banyak yang kita lakukan bersama sejak awal gerakan reformasi nasional tahun 1998 yang lalu. Apa yang kita cita-citakan untuk membangun satu Indonesia yang baru, telah kita rumuskan melalui rangkaian amandemen batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Kita memang membatasi perubahan pada pasal-pasalnya saja, dan tidak menjamah Pembukaan
1
Undang-Undang Dasar 1945, karena kita sadar sesadar-sadarnya, dalam bagian tersebut bukan saja terkandung kearifan nasional yang luhur, tetapi juga merupakan kontrak politik kita sebagai bangsa, yang sekaligus menjadi roh serta semangatnya Republik Indonesia ini.
Perubahan-perubahan mendasar telah banyak berlangsung pada berbagai aspek kehidupan nasional, sebagai hasil dari rangkaian amandemen tadi. Begitu intensif dan ekstensifnya perubahan tersebut, sampai-sampai kita sendiri malah sering terkejut ketika hasil yang ditampilkan, bagai suatu tatanan kenegaraan dan pemerintahan yang baru. Di tingkat nasional, penataan berlangsung terutama pada aspek kedudukan, kewenangan, keanggotaan lembaga-lembaga tinggi negara, dan tata hubungan penyelenggaraan kewenangan mereka, khususnya antara Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Kewenangan legislasi yang sebelum ini praktis berada pada Presiden, telah digeser ke Dewan Perwakilan Rakyat. Disamping itu dikembangkan pula prinsip-prinsip untuk sejauh mungkin membatasi kekuasaan Presiden yang sejak lama dinilai berlebihan, dan membangun pola perimbangan kekuasaan yang lebih baik. Tetapi patut pula dicatat, bahwa berdampingan dengan kewenangan Dewan dalam melakukan pengawasan terhadap pemerintah dan dalam penentuan anggaran belanja negara, hasil reformasi memang seringkali juga menampakkan ekses berupa tampilnya bayang-bayang praktek penyelenggaraan pemerintahan negara yang terkesan berbeda dari prinsip-prinsip sistem presidensiil, yang sesungguhnya menjadi salah satu pokok pikiran yang mendasari Undang-Undang Dasar 1945.
Bersamaan dengan itu telah pula disepakati untuk pertama kalinya dalam sejarah Republik Indonesia, bahwa dalam pemilihan umum tahun depan, Presiden Republik Indonesia tidak lagi dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, melainkan secara langsung oleh rakyat. Selain itu, penataan aspek kelembagaan tersebut menghadirkan kelengkapan piranti dasar yang sangat penting, seperti di bidang HAM dan hadirnya sebuah lembaga negara yang baru, yaitu Dewan Perwakilan Daerah, dan berbagai Komisi Negara yang pembentukannya dilakukan dengan undang-undang.
Dengan semakin mencuatnya ciri demokrasi tersebut, terkandung dalam keseluruhan tatanan kenegaraan pasca amandemen Undang-Undang Dasar 1945 adalah kebutuhan adanya sistem partai politik nasional yang benar-benar andal dalam menunaikan tiga tugas pokoknya, khususnya dalam mengagregasikan pandangan politik rakyat, mengartikulasikannya, serta menyeleksi calon-calon pemimpin nasional secara tertib dan teratur.
Perubahan Undang-Undang Dasar juga meniadakan satu lembaga tinggi negara, yaitu Dewan Pertimbangan Agung. Khusus mengenai keputusan pembubaran lembaga tinggi negara ini, saya menyimak dan memahaminya dengan sungguh-sungguh. Sesuai dengan sumpah jabatan yang saya ucapkan dihadapan Majelis yang terhormat ini, sudah barang tentu saya akan melaksanakannya. Melalui kesempatan ini, saya melaporkan bahwa dengan mengingat keputusan seperti itu merupakan yang pertama kali dalam sejarah konstitusi kita, saya memilih sikap untuk menempuh cara yang sejauh mungkin dapat menghindarkan timbulnya persoalan baru yang tidak perlu. Karena itu pula, dan dengan tetap menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Dewan Pertimbangan Agung sebagai lembaga tinggi negara, dan dengan penghargaan yang setinggi-tingginya serta terimakasih yang mendalam, baru akhir-akhir ini saja, saya memutuskan pemberhentian para anggota Dewan seiring dengan
2
berakhirnya masa bhakti yang dahulu ditetapkan sesuai dengan undang-undang yang melandasinya.
Penataan ulang kedudukan Mahkamah Agung juga telah menghasilkan bentuk yang lebih jelas, dan menempatkannya sebagai puncak sistem peradilan kita yang bebas dan mandiri. Sekalipun demikian, pengalaman kita dari waktu ke waktu juga menuntun kita untuk secepatnya mengambil langkah konstruktif bagi pengamanan kebebasan itu sendiri. Kita sungguh perlu sesegera mungkin melengkapi sistem ini dengan instrumen yang tepat, termasuk Komisi Yudisial, yang sangat diperlukan dalam rangka pengawasan kekuasaan yang penting itu.
Dalam tatanan kenegaraan dan pemerintahan yang baru tersebut, kewenangan otonomi yang besar juga diberikan kepada pemerintah daerah. Sesuai dengan keunikan latar belakang sejarahnya, serta untuk memberi peluang yang layak kepada aspirasi masyarakat setempat dalam wadah Negara Kesatuan, otonomi khusus telah diberikan kepada dua provinsi, yaitu Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan kepada Provinsi Papua. Pemerintah pusat yang berada di bawah pimpinan Presiden tinggal memiliki kewenangan dalam bidang pertahanan keamanan, hubungan luar negeri, fiskal dan moneter, peradilan serta bidang-bidang tertentu lainnya. Rasanya belum pernah dalam sejarah nasional kita, kita mendesentralisasikan fungsi-fungsi pemerintahan seluas dan semendasar seperti sekarang ini, yang sering terkesan bagaikan pembagian kekuasaan seperti lazimnya dalam suatu negara federal.
Dengan tatanan baru seperti itu, secara tidak langsung kita memang akan menyandarkan kualitas kehidupan kebangsaan dan kenegaraan di masa depan pada kualitas pemerintahan di tingkat daerah, baik pada kualitas lembaga-lembaga legislatifnya maupun pada kualitas gubernur, bupati dan walikota, yang nantinya dipilih langsung oleh rakyat. Artinya, pada taraf terakhir kualitas kehidupan kebangsaan dan kenegaraan kita di masa depan akan benar-benar ditentukan oleh kesadaran politik setiap warganegara.
Namun demikian, bersamaan dengan kemajuan yang menggembirakan dalam prakarsa dan kreativitas masyarakat dalam rangka otonomi, juga nampak hal-hal yang memerlukan pembenahan dan koreksi besar kecil, untuk meluruskan kekeliruan dan penyimpangan yang terjadi. Sebagian memang berlangsung disekitar hal-hal yang berkaitan dengan wawasan kenegaraan dan wawasan kebangsaan kita, dan sebagian lagi pada kualitas persiapan dan kesiapan masyarakat kita dalam menyelenggarakan otonomi yang sangat luas itu, yang masih memerlukan penyempurnaan dan peningkatan secara terus menerus.
Saudara Pimpinan dan para Anggota Majelis yang saya hormati,
Hadirin dan hadirat yang saya muliakan,
Saya percaya, seperti tahun-tahun yang lalu, Saudara-saudara sekalian menghendaki paparan strategis yang bersifat makro, yang memuat visi dan persepsi saya mengenai keseluruhan tugas-tugas kenegaraan dan kepemerintahan yang diamanahkan Majelis kepada Presiden Republik Indonesia. Insya Allah saya akan melakukannya. Tetapi karena batasan waktu yang diberikan, saya akan menampilkannya dalam wujud yang bersifat pokok-pokok
3
saja. Sedangkan uraian yang lebih menyeluruh dan bersifat teknis pelaksanaan, saya sampaikan sebagai lampiran pidato ini.
Laporan tahunan ini saya susun dengan memperhatikan berbagai Ketetapan Majelis, utamanya Ketetapan Nomor II dan Nomor VI Tahun 2002, yang secara kebetulan, pengelompokannya berjalan seiring dengan pelaksanaan enam program Kabinet Gotong Royong yang saya pimpin. Sekedar penyegar ingatan, enam program kabinet tersebut pokok-pokoknya adalah: 1) Persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka keutuhan Negara Kesatuan; 2) Reformasi, demokratisasi, dan penghormatan hak asasi manusia; 3) Normalisasi kehidupan ekonomi rakyat; 4) Penegakan hukum, rasa aman, tentram dan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme; 5) Politik luar negeri yang bebas aktif, pemulihan martabat bangsa dan negara serta kepercayaan asing; dan 6) Persiapan Pemilihan Umum 2004. Sesuai dengan waktu yang tersedia, izinkanlah saya merangkumnya dalam tiga bidang, yaitu bidang politik dan keamanan, bidang ekonomi keuangan, dan bidang kesejahteraan rakyat.
Di bidang Politik dan Keamanan, sebagai tindak lanjut berbagai pasal Undang-Undang Dasar 1945 pasca amandemen, bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Pemerintah telah menyelesaikan tiga buah undang-undang bidang politik yang penting, yaitu Undang-undang tentang Pemilihan Umum, Undang-undang tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, serta Undang-undang tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Dalam satu tahun terakhir, perkembangan masalah politik dan keamanan yang paling mengemuka adalah pernyataan keadaan darurat militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dengan Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2003 yang merujuk pada Undang-undang No. 23 Prp. Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. Berdasar pernyataan keadaan darurat militer ini telah dibentuk Penguasa Darurat Militer, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, yang selama enam bulan bertugas menormalisasikan keadaan melalui operasi terpadu. Sampai saat ini operasi terpadu tersebut sudah berjalan selama 76 hari, dan meskipun sejumlah sasaran telah dicapai dengan baik, pemerintah terus melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan dan efektifitasnya.
Sesuai dengan namanya, keadaan darurat militer bukanlah keadaan normal. Dalam beberapa hal terpaksa diadakan pembatasan terhadap hal-hal yang lazim kita lakukan dalam keadaan biasa. Oleh karena itu, semakin cepat kita menormalkan kembali keadaan akan makin baik. Seperti Saudara-saudara ketahui, pernyataan keadaan darurat militer ini dilakukan dengan amat berat hati, bukan hanya dari visi nasional, tetapi juga dari kepentingan masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam sendiri.
Sebelum ini, dalam waktu yang cukup panjang, dan dengan cara yang persuasif dan akomodatif, yang kadangkala malah terasa tidak sesuai dengan norma yang wajar dalam perlakuan negara terhadap pelaku insurjensi bersenjata, pemerintah telah mengadakan perundingan di luar negeri dengan wakil-wakil gerakan separatis bersenjata Gerakan Aceh Merdeka. Sesuai pula dengan amanah Majelis, pemerintah menawarkan penyelesaian dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, otonomi khusus, dan dilakukannya pengumpulan senjata oleh gerakan separatis tersebut. Kita bahkan menandatangani perjanjian penghentian permusuhan di Jenewa. Dalam perjanjian tersebut, pemerintah telah
4
banyak mengakomodasikan persyaratan dan tuntutan yang diajukan oleh gerakan separatis ini, sehingga tidak jarang pemerintah mendapat kritik pedas dari mereka yang memandang pemerintah telah bersikap terlalu lunak. Pemerintah menerima dengan ikhlas seluruh kritik pedas tersebut, karena kita sungguh ingin dapat menyelesaikan konflik bersenjata ini dengan cara damai.
Kita akhirnya mengetahui, semua itu ditolak oleh gerakan separatis tersebut. Sikap akomodatif pemerintah juga telah disalah-artikan dan secara curang telah digunakan bukan saja untuk mengkonsolidasi diri dan menambah persenjataan, tetapi juga untuk meningkatkan serangan-serangan yang meluas dan sistematis, baik terhadap pos militer dan polisi serta kantor-kantor pemerintahan, pembakaran gedung-gedung sekolah dan sarana transportasi umum, penculikan dan pembunuhan, pengrusakan sarana-sarana publik, serta pengusiran warga masyarakat dari suku-suku tertentu. Akhir-akhir ini terdapat indikasi bahwa serangan yang menjurus teror tersebut bahkan meluas ke daerah lain. Dengan serangan dan tindakan seperti itu, sesungguhnya telah terpenuhi kemungkinan untuk menyatakan bahwa gerakan separatis bersenjata GAM telah melakukan kejahatan kemanusiaan yang berat.
Undang-Undang Dasar 1945 dengan jelas menyatakan bahwa adalah tugas pemerintah untuk melindungi seluruh bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945 juga dengan tegas mengamanatkan tidak ada lagi perubahan terhadap bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena itu pula, dengan memperhatikan seluruh amanah Majelis ataupun berbagai pandangan yang dikemukakan keluarga besar bangsa ini, termasuk setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat, maka setelah menilai bahwa tidak ada manfaatnya lagi untuk melanjutkan perundingan dengan gerakan separatis bersenjata GAM tersebut, pemerintah memutuskan untuk melancarkan operasi terpadu.
Walaupun di sana-sini telah terjadi kesalahan dan pelanggaran dalam operasi terpadu tersebut, yang telah diambil tindakan hukum dengan cepat terhadap para pelakunya, melalui forum ini izinkanlah saya menyampaikan ucapan terimakasih kepada seluruh pihak, utamanya masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang telah membantu terlaksananya operasi terpadu dengan baik.
Saya juga menyampaikan terimakasih kepada Pemerintah Kerajaan Swedia yang telah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dan komitmen untuk mengambil tindakan hukum atas keterlibatan beberapa orang warganegaranya asal Aceh yang merupakan pemimpin dan penggerak makar yang berbahaya ini. Terimakasih yang sama juga saya tujukan kepada negara-negara sahabat yang tetap menghormati integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Saya juga memberikan penghargaan kepada masyarakat Aceh, yang bukan saja terus memberikan dukungan kepada Pemerintah dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi juga telah secara aktif menggunakan haknya untuk membela diri dan kehormatan pribadi, dengan melancarkan perlawanan terhadap anggota gerakan separatis ini. Pada peringatan Hari Ulang Tahun Kepolisian Negara Republik Indonesia awal Juli yang lalu, saya telah meminta kepada seluruh jajaran kepolisian agar memberikan bantuan untuk terwujudnya hak asasi warganegara ini, dalam konteks sistem pertahanan keamanan rakyat semesta yang kita anut.
5
Dengan segala keterbatasan yang ada, tugas tersebut telah dilaksanakan secara baik oleh para prajurit TNI dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menangani operasi militer dan operasi penegakan hukum, dan oleh aparat pemerintahan sipil yang menangani operasi pemulihan pemerintahan dan operasi kemanusiaan. Daerah-daerah yang selama ini dikuasai oleh gerakan separatis bersenjata GAM, secara berangsur-angsur telah dipulihkan dan ditempatkan kembali di bawah kendali pemerintahan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dibantu oleh Penguasa Darurat Militer setempat. Untuk itu, atas nama bangsa dan negara, saya menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan terimakasih kepada semua prajurit TNI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta seluruh jajaran pemerintahan di pusat ataupun daerah, atas pengabdian dan pengorbanan yang mereka berikan kepada bangsa dan negara.
Pemerintah tidak berkeinginan untuk memperlakukan keadaan darurat tersebut secara berkepanjangan. Pemerintah memperhatikan dengan sungguh-sungguh, menghargai, dan menyambut baik himbauan berbagai kalangan, baik di dalam maupun di luar negeri, agar konflik bersenjata dihentikan dan perundingan dibuka kembali.
Namun terlaksana atau tidaknya himbauan tersebut jelas tidak bergantung kepada pemerintah sendiri. Pepatah kita mengatakan bahwa bertepuk tidak bisa dengan sebelah tangan. Dari sisi pemerintah, telah berulang kali disampaikan ajakan dan himbauan kepada seluruh pimpinan dan personil gerakan separatis bersenjata tersebut di manapun mereka berada, untuk meletakkan senjata dan kembali ke kehidupan yang normal.
Bersamaan dengan mulai berangsur baiknya keadaan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dapat saya laporkan dicapainya pula kemajuan dalam bidang keamanan di daerah-daerah lain yang pernah mengalami gangguan keamanan, seperti di sebagian wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku, serta Papua. Kemajuan dalam bidang keamanan tersebut telah ditindaklanjuti dengan normalisasi pemerintahan dan penegakan hukum, agar seluruh masyarakat dapat secepatnya melakukan kegiatannya sehari-hari dalam keadaan yang normal, bebas dari rasa takut.
Masalah khusus keamanan yang memerlukan perhatian kita adalah penyelesaian aksi teror kasus peledakan bom di kawasan Kuta, Bali, yang terjadi tahun lalu. Saya percaya bahwa Saudara-saudara sekalian telah mengikuti dengan cermat, bukan saja peristiwanya, tetapi juga penyidikan dan pengungkapannya oleh jajaran Kepolisian Negara Republik Indonesia, penuntutannya oleh Kejaksaan, serta peradilannya oleh Pengadilan. Saudara-saudara juga sudah mengikuti materi dan argumen pembelaan para terdakwa dan pengacara yang bersangkutan. Sekali lagi saya menyampaikan penghargaan dan terimakasih kepada seluruh jajaran aparat penegak hukum atas kerja keras dan pengabdian mereka.
Sekarang suka atau tidak suka, percaya atau tidak percaya, dari keseluruhan pengungkapan aksi teror tersebut kita mengerti bahwa negeri kita ternyata bukan saja telah menjadi sasaran aksi terorisme internasional, tetapi juga merupakan asal sebagian aktor perencana, pelaku, serta pendukungnya. Jumlah mereka yang terlibat dalam aksi teror ini tidaklah banyak, tetapi kefanatikan mereka secara membuta kepada dogma yang bersifat ekstrim, yang tidak menghargai nyawa serta hak milik orang lain, dan tidak membeda-bedakan sasarannya, dan kemampuan untuk mengunakan bahan peledak, serta meletakkannya dengan sengaja di tempat-tempat umum, benar-benar telah menyebabkan cabang domestik dari gerakan terorisme internasional ini merupakan ancaman yang mengerikan. Untuk
6
kepentingan orang banyak adalah layak, bahkan harus diambil tindakan untuk membongkar jaringan teroris ini sampai ke akar-akarnya.
Walaupun seluruh aktor yang terlibat ini mengaitkan dirinya dengan ajaran agama Islam, namun jelas bahwa baik agama Islam maupun umat Islam tidak ada kaitannya dengan aksi teror mereka. Baik jajaran pemerintah, maupun para penegak hukum serta umat Islam sendiri membedakan dua hal tersebut dengan tegas.
Mungkin itulah sebabnya mengapa langkah-langkah mendasar yang diambil Pemerintah untuk menanggulangi ancaman teror ini bukan saja memperoleh pengertian yang luas, tetapi juga memperoleh persetujuan. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 telah mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, dan telah menjadi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 dan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2002. Dengan demikian, pemerintah telah dibekali dengan dasar hukum yang kuat untuk mencegah serta menanggulangi aksi terorisme ini.
Berhasil tidaknya keseluruhan program dalam bidang keamanan ini juga akan banyak tergantung pada keberhasilan kita dalam membangun dan mereposisikan TNI dan Kepolisian berdasar arahan Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000. Program tersebut sudah dilaksanakan dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Pada saat ini sedang disiapkan Rancangan Undang-undang tentang Tentara Nasional Indonesia.
Hadirin dan hadirat yang saya muliakan,
Dalam kesempatan ini saya perlu laporkan kepada Majelis yang mulia, bahwa Mahkamah Internasional di Den Haag telah memutuskan bahwa berdasar asas penguasaan efektif, Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan di lepas pantai Kalimantan Timur dinyatakan sebagai milik Malaysia. Sebagai bangsa beradab kita mematuhi putusan Mahkamah Internasional tersebut.
Namun kasus ini memberi kita pelajaran yang berharga, bahwa penguasaan de facto terhadap suatu daerah dapat menjadi alasan untuk pengakuan de jure. Sudah cukup lama wilayah darat, laut dan udara kita dilanggar oleh pihak-pihak asing. Sumber daya nasional kita, yang berpotensi memberikan kesejahteraan dan lapangan kerja bagi rakyat Indonesia, telah secara besar-besaran dikuras oleh berbagai kalangan, yang umumnya mempunyai dukungan keuangan yang kuat serta peralatan yang canggih. Kita perlu memberikan perhatian yang lebih besar terhadap pengalaman ini mengingat wilayah nasional kita demikian luas, dan sebagian besar tidak terjaga, terutama oleh karena kelemahan administrasi pemerintahan serta sangat terbatasnya kekuatan kita di darat, di laut dan di udara.
Keadaan seperti itu tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Bagaimanapun, demi terlindunginya kedaulatan negara terhadap seluruh wilayah, kita perlu memberikan perhatian besar, bukan saja terhadap kerapian pengelolaan dan penguasaan kewilayahan, tetapi juga perlindungannya secara efektif. Tanpa pengelolaan, pengawasan, serta perlindungan yang efektif, peristiwa yang serupa selalu dapat terjadi di masa datang.
7
Pengalaman telah memberi pelajaran yang baik. Pengawasan dan pertahanan wilayah nasional, sudah saatnya kita beri prioritas. Tidak seorangpun diantara kita yang tidak tahu, bahwa kemampuan kita memang terbatas. Tetapi dengan pelajaran seperti itu, dan kebutuhan riil untuk berbuat yang lebih baik lagi bagi pengelolaan, pengawasan, dan perlindungan seluruh wilayah baik darat, laut maupun udara, termasuk pulau-pulau besar kecil yang tersebar di Nusantara ini dengan segala kekayaan yang ada didalamnya, sudah saatnya kita bersikap jelas dan tegas dalam mencukupi sarana dan prasarana yang diperlukan. Bersikap jelas dan tegas dalam membangun kekuatan minimal angkatan perang di darat, di laut, dan di udara.
Hukum internasional jelas harus kita patuhi, meskipun akhirnya hanya dapat dijadikan sandaran kalau semua negara menjadi pihak didalamnya, dan yang lebih penting lagi: mematuhinya. Diluar itu, kita hanya akan menyaksikan betapa sebuah ketaatan yang sepihak saja, seperti ketika kita memberikan alur bagi pelayaran damai dalam wilayah perairan dalam, akhirnya menjadi bahan olok-olok ketika ada pihak lain yang dengan enteng melecehkannya, hanya karena merasa mampu untuk berbuat apapun sekehendaknya. Betapapun pahit dan seberapa besarpun amarah yang kita rasakan, hukum alam pula yang akhirnya berlaku. Yang lemah, apalagi bila tidak memiliki sarana atau peralatan yang memadai untuk melindungi wilayah, terpaksa harus menerima kenyataan itu. Penyampaian protes, keprihatinan, atau apapun istilahnya, akhirnya hanya menjadi upaya maksimal, walau itupun tetap saja tidak memberi jaminan bahwa kejadian serupa tidak akan terjadi lagi.
Saya menyadari, tidak mudah di jaman sekarang ini kita dapat memperoleh sumber peralatan tersebut. Persyaratan yang kadangkala tidak masuk akal, atas dasar apapun dan bagaimanapun kita menilainya, semakin lazim dilekatkan pada pembelian dan penggunaan peralatan yang dibeli. Kita juga kaya dengan pengalaman yang sangat tidak nyaman, tidak hanya dengan sikap dan kebijakan pemerintah negara yang menjual, tetapi juga dengan sangat minimnya manfaat yang dapat kita petik dari peralatan yang kita beli itu sendiri. Sementara itu, kalaupun kita dapat menemukan sumber lain yang bersedia memasok kebutuhan tersebut, kita tetap harus menakar kemampuan untuk membayarnya.
Sesungguhnya, ditengah kondisi seperti itu pula, setelah menilai keseluruhan pengalaman dimasa lalu dan ditengah kenyataan tidak banyaknya pilihan atau opsi yang dapat diambil, khususnya dalam segi modalitas, saya memutuskan untuk mengedepankan imbal beli sebagai salah satu terobosan dalam cara belanja luar negeri kita. Saya memahami bahwa memenuhi dua hal secara bersamaan, yaitu antara membeli untuk memenuhi kebutuhan yang nyata, dan mendorong ekspor yang nilainya sekaligus dapat dijadikan pengimbal bagi devisa guna membayar belanja pembelian dari luar negeri, adalah sesuatu yang baru dalam praktek perekonomian nasional kita.
Khusus dalam kaitannya dengan masalah pembelian pesawat tempur Sukhoi dan helikopter tempur yang baru-baru ini saya lakukan sewaktu berkunjung ke Rusia, perlu saya jelaskan bahwa selain bermakna terobosan, langkah tersebut juga memiliki kaitan erat dengan upaya untuk membuka cakrawala baru dalam rangka penyeimbangan hubungan luar negeri kita. Terbatasnya jumlah yang dapat kita peroleh, bukan saja terkait dengan aspek kemampuan kita yang senyatanya, ataupun sasaran untuk mewujudkan keseimbangan tadi,
8
tetapi karena memang produk itulah yang jumlah dan nilainya ditawarkan, untuk kita beli sebagai imbalan produk-produk yang kita tawarkan.
Saya juga sepenuhnya mengetahui, bahwa dalam praktek, segi-segi teknis mengenai imbal beli sebenarnya belumlah banyak dipahami. Itulah sebabnya, dalam proses yang saya inginkan berlangsung cepat ---bukan hanya dalam arti mendesaknya kebutuhan, tetapi dan terutama agar momentum imbal beli tersebut sesegera mungkin dapat memperoleh bentuk dan hasil yang kongkrit---, saya hanya menugasi pejabat-pejabat yang terkait guna melaksanakannya. Saya juga mengetahui, bahwa secara pokok, mekanisme imbal beli bukan saja belum secukupnya terakomodasi dalam sistem dan mekanisme anggaran yang kita miliki selama ini, tetapi pada dasarnya juga menuntut bahwa siapapun yang bertindak sebagai penjual, praktis harus bertindak sebagai pembeli, atau sebaliknya. Karena itu pula, untuk dapat menyelesaikan kewajiban imbal beli tersebut dengan sebaik-baiknya, awal bulan Mei yang lalu saya telah memerintahkan Menteri Keuangan untuk mengajukan permintaan pembiayaannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Inti persoalan imbal beli yang kemudian ramai menimbulkan silang pendapat dan kesalahpahaman, sesungguhnya tidak berkisar jauh dari hal-hal yang tadi saya jelaskan. Isu tentang permainan harga atau komisi atau lain-lainnya seperti yang kemudian menjadi spekulasi, sejauh yang saya lihat sebenarnya juga tidak ada. Namun begitu, memang demikianlah duduk persoalan yang sesungguhnya mengenai pembelian beberapa pesawat dan helikopter tempur tersebut, dan kaitannya dengan pelaksanaan imbal beli antara Indonesia dan Rusia.
Perkembangan lain yang perlu saya laporkan adalah telah diangkatnya anggota baru Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), yang diseleksi oleh Dewan Perwakilan Rakyat berdasar Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Selain melanjutkan rintisan serta meneruskan tugas-tugas Komnas HAM yang lama, Komisi Nasional yang baru ini telah mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk meningkatkan serta menyempurnakan kinerja kelembagaannya secara mandiri, termasuk untuk mengadakan konsolidasi ke dalam serta membangun jaringan kerjasama ke luar. Secara bertahap, Komisi Nasional ini telah mulai membentuk perwakilan-perwakilan di provinsi-provinsi yang dipandang perlu.
Saya juga menyambut baik kebijaksanaan jajaran Komnas HAM untuk kembali membuka komunikasi dengan jajaran pemerintahan, termasuk dengan aparat keamanan, dengan tetap memelihara independensinya dari pemerintah. Saya percaya, langkah seperti itu akan mampu mengurangi kesalahpahaman selama ini, seakan-akan Komnas HAM adalah suatu lembaga swasta yang tidak ada kaitannya dengan negara serta pemerintahan.
Sudah barang tentu tidak semua masalah pelanggaran hak asasi manusia dapat dan perlu dilimpahkan kepada Komnas HAM. Sejarah nasional kita yang penuh dengan gejolak telah menimbulkan banyak kenangan pahit yang perlu diselesaikan secara khusus. Untuk menangani masalah-masalah pelanggaran hak asasi manusia yang merupakan warisan masa lampau ini, pemerintah telah mengajukan Rancangan Undang-undang tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Pemerintah berharap agar rancangan undang-undang ini dapat dibahas dan disetujui dalam waktu yang tidak terlalu lama.
9
Dalam bidang politik luar negeri, pemerintah tetap melaksanakan prinsip bebas dan aktif dengan konsekuen, baik dalam hubungan dengan negara-negara tetangga maupun dengan negara-negara lainnya. Hubungan baik dengan negara-negara ASEAN tetap merupakan tumpuan utama politik luar negeri kita. Tahun ini, selain menjabat sebagai Ketua Panitia Tetap hingga Juli 2004 nanti, sesuai dengan kelaziman yang dipelihara selama ini, Indonesia juga akan bertindak sebagai tuan rumah bagi KTT ASEAN yang ke-9. Kita akan menyelenggarakan kewajiban itu di Bali, dan persiapan untuk itu telah dilakukan sejak beberapa bulan yang lalu.
Mengambil manfaat dari kesempatan itu, Indonesia akan berusaha mengambil peran kepemimpinan dan mengupayakan keseimbangan antara kemajuan kerjasama ekonomi dengan perkuatan infrastruktrur yang diperlukan untuk mendukungnya. Untuk itu, satu pilar baru akan diperjuangkan di bidang kelembagaan dan prosedur, yang intinya akan mengatur mekanisme resolusi permasalahan yang timbul di bidang politik dan keamanan. Sasaran strategis yang ingin diwujudkan adalah lebih memperkokoh dua pilar terdahulu, yaitu “Bali Concord” dan “Treaty of Amity and Cooperation” yang dideklarasikan dalam KTT ASEAN di Bali tahun 1976. Konsepsi tentang pilar baru tersebut, saat ini sedang dimatangkan, baik di dalam maupun di kalangan negara-negara ASEAN.
Disamping ASEAN, politik luar negeri juga kita arahkan untuk terus memantapkan lingkungan kawasan yang kondusif, melalui interaksi yang lebih efektif dengan negara-negara tetangga khususnya Timor Leste, Papua Nugini, dan Australia. Dalam ruang yang lebih besar, politik luar negeri juga terus diarahkan untuk mendorong terwujudnya kerjasama antar kawasan, baik di Asia-Pasifik maupun Eropa. Kita juga sedang membangun jembatan strategis yang memungkinkan terwujudnya kerjasama yang lebih substantif dan kongkrit antara Asia dan Afrika. Untuk itu, seiring dengan rencana peringatan 50 Tahun Konferensi Asia-Afrika bulan April 2005 nanti, dan sekaligus mengaktualisasi semangat Asia-Afrika, Indonesia bersama Afrika Selatan telah memprakarsai penyelenggaraan Konferensi Organisasi-organisasi Sub Regional di Asia-Afrika (AASROC) akhir bulan Juli kemarin. Konferensi kedua akan diselenggarakan tahun 2004 di Afrika Selatan.
Disamping upaya-upaya di bidang politik, pemerintah juga terus berusaha memelihara dan meningkatkan kerjasama dengan negara-negara industri maju, terutama untuk tetap membuka peluang pasar bagi produk industri dan pertanian kita. Baik sendiri maupun bersama-sama negara-negara sedang berkembang lainnya, kita ikut mendesak negara-negara industri maju untuk lebih adil dalam kebijakan impor dan ekspornya, yang pada satu sisi mendesak kita untuk membuka pasar dalam negeri, tetapi pada sisi yang lain menggunakan berbagai cara untuk menghambat produk negara-negara yang sedang berkembang untuk memasuki pasar dalam negeri mereka.
Hadirin yang saya muliakan,
Di bidang ekonomi dan keuangan dapat saya laporkan, bahwa walaupun sektor riil ekonomi masih belum sepenuhnya pulih, dan tingkat pengangguran tenaga kerja kita masih tetap tinggi, namun dari sejumlah indikator ekonomi makro tampak bahwa keadaan sudah menunjukkan tanda-tanda membaik. Pertumbuhan ekonomi nasional yang pernah terpuruk
10
demikian hebat lima tahun yang lalu, tahun ini diperkirakan mencapai pertumbuhan sebesar 3,66%. Walaupun angka ini berada di bawah sasaran 4%, namun angka ini lebih tinggi dari angka pertumbuhan tahun 2001 sebesar 3,44%. Seiring dengan itu, pendapatan per kapita juga sudah mulai meningkat. Dalam tahun 2002, pendapatan per kapita rakyat kita tercatat Rp. 7,6 juta, lebih tinggi dari pendapatan per kapita dalam tahun 2001 sebesar Rp. 6,9 juta. Apabila dinyatakan dalam dollar Amerika, angka ini berturut-turut adalah sebesar US$ 673 dalam tahun 2001 dan meningkat menjadi US$ 811 dalam tahun 2002. Selain merupakan indikasi dari membaiknya keadaan ekonomi nasional, peningkatan pendapatan per kapita dalam dollar ini juga dibantu oleh menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika.
Kebijakan pemerintah untuk meringankan beban ekonomi rakyat, walaupun tidak berjalan cepat, juga mulai membuahkan hasil. Jumlah penduduk miskin terus berkurang. Pada tahun 2000, berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang mencatat secara rinci pengeluaran konsumsi rumah tangga di seluruh Indonesia, tercatat sebesar 19,1 % atau 38,7 juta penduduk yang masih miskin. Survei yang sama kembali dilakukan pada tahun 2003, kecuali di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Maluku, Maluku Utara dan Papua yang karena pertimbangan keamanan belum dapat diselenggarakan, hasil sementara dari 26 provinsi plus 4 wilayah kota yang menjadi cakupan SUSENAS ini tercatat 17,4 % atau sekitar 37,2 juta penduduk yang masih hidup dibawah garis kemiskinan.
Jelas diperlukan tambahan lapangan kerja baru yang banyak untuk dapat menyelesaikan masalah itu. Untuk lebih mempercepat gerak roda perekonomian nasional, dalam satu tahun terakhir ini pemerintah telah meresmikan dimulainya proyek-proyek baru dan menyelesaikan perundingan ulang bagi kelanjutan berbagai proyek lama di sektor pertambangan dan energi yang nilainya lebih dari US $ 20 milyar. Termasuk didalamnya adalah proyek pembangunan pipa transmisi gas dari Sumatera Selatan hingga Singapura, yang akan menjadi bagian dari jaringan pipa transmisi gas ASEAN. Upaya yang sama juga berlangsung pada proyek-proyek di bidang industri dan pembangunan infrastruktur seperti antara lain jalan tol.
Sementara itu dengan mengingat perannya yang begitu besar dalam perekonomian nasional, pemerintah menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada para pengusaha kecil dan menengah kita, yang masih mampu tetap mempertahankan dan malah ---walaupun kecil--, memperluas kesempatan kerja. Untuk itu, bersama-sama Bank Indonesia, pemerintah mendorong sektor perbankan nasional untuk menyediakan alokasi kredit dalam jumlah yang lebih besar, dan dalam berbagai bentuk dukungan lainnya bagi kelancaran usaha kecil dan menengah ini. Dari total kredit perbankan yang disalurkan dalam tahun 2002, sekitar 41,1% atau Rp. 32,7 triliun merupakan kredit untuk usaha kecil dan menengah (UKM). Angka ini naik dari 37,3 % pada tahun 2001. Sampai bulan Maret 2003, posisi outstanding credit untuk sektor UKM adalah sebesar Rp. 63,5 triliun, naik 4,21% dibandingkan dengan tahun 2002.
Untuk lebih memperbesar akses bagi permodalan, pemerintah telah memfasilitasi pembiayaan bagi pengusaha kecil melalui program dana bergulir sebesar Rp. 50 juta untuk masing-masing Lembaga Keuangan Mikro, dan sebesar Rp.100 juta untuk masing-masing Koperasi Simpan Pinjam dan Usaha Simpan Pinjam yang tersebar di 30 provinsi, serta sebesar Rp. 4 juta per pengusaha.
11
Kita telah belajar banyak dari krisis ekonomi yang melanda negara kita sejak tahun 1997. Salah satu yang terpenting dan mungkin juga terpahit adalah bahwa kita jangan terlalu mudah percaya kepada nasehat pihak lain. Jangan kita lupakan, bahwa tanggungjawab terakhir terhadap masa depan bangsa dan negara tetap terletak ditangan kita sendiri. Kitalah yang harus menetapkan kebijakan dan strategi ekonomi yang akan kita anut dan kita laksanakan.
Pemerintah memperhatikan dengan sungguh-sungguh demikian banyak pandangan, pikiran, dan wacana yang berkembang dalam masyarakat mengenai manfaat, rekomendasi-rekomendasi, untung-rugi, ataupun prospek hubungan kita dengan IMF. Karenanya pula, setelah mempelajari baik-baik seluruh masukan tersebut, termasuk rekomendasi Majelis, pemerintah mempertimbangkan berbagai alternatif penyelesaian program IMF, dan memilih alternatif yang paling menguntungkan dan atau yang paling sedikit kerugiannya. Insya Allah, dalam mengantar RAPBN 2004 tanggal 15 Agustus nanti, saya dapat melaporkan secara resmi keputusan mengenai masalah ini.
Pelajaran penting lainnya yang dapat kita tarik dari krisis ekonomi 1997 tersebut adalah betapa berbahayanya korupsi, kolusi, serta nepotisme atau KKN bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sampai taraf tertentu, lonjakan hutang luar negeri serta hutang dalam negeri serta keruntuhan sistem perbankan nasional kita selama ini, terkait erat dengan praktek KKN yang telah berkembang luas dalam dasawarsa-dasawarsa sebelum krisis ekonomi tersebut.
Dalam lima tahun ini kita telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah, menangkal, menindak serta menanggulangi KKN yang terjadi, baik yang dilakukan oleh jajaran pemerintahan maupun yang dilakukan oleh kalangan swasta. Kita telah bertekad meningkatkan pemberantasan kejahatan yang berbahaya itu, walau pengalaman kita sekarang inipun juga menunjukkan bahwa hal itu memang bukan pekerjaan yang gampang. Saya tahu, banyak di antara kita yang belum puas dengan penanganan kasus-kasus KKN selama ini. Meskipun sekarang kita telah memiliki perangkat baru, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kita mencatat bahwa pemberantasan korupsi ternyata bukan semata-mata masalah teknis hukum, tetapi menyangkut aspek sosial, ekonomi dan budaya yang lebih luas lagi. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara telah diundangkan dan telah berlaku pula. Seiring dengan itu, pemerintah juga meningkatkan kegiatan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai auditor internal, termasuk untuk audit bagi badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah. Tetapi praktik KKN masih saja ada. Adalah merupakan ironi, bahwa ketika berbagai upaya hukum dilakukan terhadap para koruptor di kalangan eksekutif dan swasta, sekarang berlangsung pula praktek KKN yang dilakukan secara kolektif oleh sementara kalangan politisi, khususnya yang duduk dalam badan-badan legislatif di daerah.
Saudara Pimpinan dan para Anggota Majelis yang saya hormati,
Sidang yang saya muliakan,
12
Di bidang kesejahteraan rakyat, persentase penduduk yang masih buta huruf terus mengalami penurunan, dari 10,1% pada tahun 2000 menjadi 8,8% pada tahun 2003. Angka Partisipasi Sekolah (APS) baik untuk penduduk usia SD maupun penduduk usia SLTP juga menunjukkan adanya kenaikan. Selama periode 2000-2003 APS penduduk usia SD meningkat dari 95,5 % menjadi 96,0% dan APS penduduk usia SLTP meningkat dari 79,6 % menjadi 81,5%.
Mengingat demikian pentingnya peranan pendidikan bagi tujuan pencerdasan bangsa, baru-baru ini saya telah mengesahkan Undang-undang Pendidikan Nasional yang baru. Harus diakui, proses pembahasan undang-undang tersebut diselimuti sikap pro dan kontra dalam masyarakat. Masalah ini jelas merupakan refleksi dari kemajemukan masyarakat kita, dan karena itu perlu ditangani secara arif dalam pelaksanaannya nanti.
Walaupun masih kecil, perbaikan juga mulai dapat dirasakan dalam penyediaan air bersih serta sumber penerangan listrik. Selama tahun 2000-2002 persentase rumah tangga yang mempunyai akses terhadap air bersih meningkat dari 75,4% menjadi 75,9%, sedangkan persentase rumah tangga dengan sumber penerangan listrik meningkat dari 86,3% menjadi 87,6 %.
Dalam keseluruhan dapat dikatakan, bahwa masalah umum yang menggelayuti masalah kesejahteraan rakyat pada umumnya adalah masih tingginya angka pengangguran. Dari jumlah angkatan kerja di pasar kerja yang besarnya mencapai 100,8 juta orang, 9,1 juta orang diantaranya atau sebesar 9,06% masih menganggur. Sementara itu, dari jumlah orang yang bekerja, karena berbagai sebab 33,7 juta orang diantaranya hanya bekerja kurang dari 35 jam seminggu.
Dalam hubungan ini pemerintah memberi perhatian yang sungguh-sungguh terhadap perbaikan nasib TKI dan TKW yang bekerja di luar negeri. Memang masih banyak yang harus kita lakukan agar Tenaga Kerja Indonesia, yang sebagian besar tidak termasuk dalam tenaga berkeahlian, bisa memperoleh haknya secara adil dan diperlakukan secara manusiawi. Untuk maksud itu, harus diperbaiki kondisi kerjasama yang lebih terpadu, sejak dari daerah pemberangkatan, di lokasi pelatihan dan transit, dalam perjalanan menuju negara tujuan, selama di daerah perantauan, serta dalam perjalanan kembali ke Tanah Air. Kerjasama terpadu ini meliputi pemerintah daerah, perusahaan pengerah tenaga kerja, departemen-departemen pemerintahan terkait, kedutaan besar serta Konsulat RI di luar negeri, serta organisasi tenaga kerja sendiri.
Perhatian yang semakin besar juga diberikan terhadap perlindungan hak serta pemberdayaan perempuan, bersamaan dengan perlindungan hak anak. Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak, dan Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Anak, telah ditetapkan pemerintah sebagai acuan program-program yang dilaksanakan pemerintah ataupun bersama lembaga-lembaga swadaya masyarakat terkait.
Hadirin dan hadirat yang saya muliakan,
Demikianlah beberapa hal yang saya pandang penting untuk saya laporkan secara langsung kepada Majelis yang saya muliakan. Namun sebelum mengakhirinya, izinkan saya
13
mengemukakan beberapa hal yang saya pandang perlu untuk menjadi renungan kita bersama, sebagai sesama warga ataupun pemimpin bangsa dan negara yang kita cintai ini.
Telah genap lima tahun kita melancarkan reformasi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan kita. Sesuai dengan pasang surutnya praktik penyelenggaraan pemerintahan negara khususnya pada tahun-tahun terakhir ini, yang berlangsung seiring dengan perubahan dalam sistem pemerintahan negara menurut Undang-Undang Dasar 1945, saya selalu berusaha sebaik mungkin memenuhi kewajiban konstitusi saya untuk memberi laporan pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Sesuai dengan mandat yang saya terima, saya menggunakan semua Ketetapan dan Putusan Majelis sebagai penjuru dan sekaligus pedoman dalam pelaksanaan tugas dan tanggungjawab saya. Saya memegang teguh arahan-arahan tersebut, dan tidak ada keraguan sedikitpun di hati saya untuk memperhatikan dan mematuhinya. Namun demikian, dengan sejujurnya pula saya ingin menyampaikan setidaknya dua hal yang pokok.
Pertama, sesungguhnya segala jerih payah kita selama ini bukanlah tidak ada hasilnya. Walau jelas belum semua, tetapi banyak pula yang telah kita perbaiki. Pemulihan ekonomi setelah demikian berantakan akibat gejolak moneter yang menyeret sistem perbankan kita dalam krisis hebat, sebenarnya telah dapat kita selesaikan. Gejolak di banyak bagian dalam wilayah negara kita yang dipicu oleh pertikaian kelompok atau golongan, dan hampir mencabik-cabik tubuh kebangsaan dan kenegaraan kita, telah dapat kita redakan. Ancaman separatisme di daerah-daerah tertentu, yang menumpang dibalik semboyan demokrasi, keterbukaan, dan hak-hak asasi, juga telah dapat kita redam melalui pendekatan dialog dan pendekatan pembangunan yang komprehensif dan terpadu. Memang belum semuanya rampung, tetapi arah dan bentuk penyelesaian masalah tersebut secara prinsip telah dapat dilihat.
Itu semua adalah realitas bahwa kita memang bergerak maju, dan ada hasilnya. Kekurangan dan kekeliruan jelas masih ada, dan harus kita perbaiki. Itu semua harus kita akui, seperti halnya dengan keharusan kita untuk berani mengakui dan menyatakannya dengan jelas, meskipun harus jauh dari rasa angkuh. Adalah aneh bila demi kepentingan dan dengan alasan apapun, kita lebih senang berkisah tentang kegagalan atau kejelekan, dan apalagi menggunakannya sekedar alat untuk menjatuhkan atau mematikan atau memberi gambaran jelek pihak lain yang tidak disukai. Sikap seperti itu, pada saat yang sama, hanya mengedepankan gambaran bangsa yang sangat gemar mengolok-olok diri sendiri, dan menggunakan diri sendiri sebagai bahan tertawaan. Senang atau tidak senang, yang kita rasakan adalah berkembangnya sikap senang menghukum diri sendiri, menonjolkan kegagalan, kejelekan, serba kurang, pandir, dan lain-lain.
Sikap seperti itu sesungguhnya hanya menjadikan kita semua sebagai obyek cemoohan, olok-olok, dan bahan tertawaan pihak lain. Kita harus mengakhiri kebiasaan yang tidak baik dan tidak menguntungkan itu. Tidak ada satu pihakpun dalam keluarga bangsa yang besar ini yang diuntungkan dari sikap seperti itu. Sebaliknya, semua itu hanya membuat semangat kita kendor. Melalui forum ini, dan melalui seluruh pimpinan dan anggota Majelis yang terhormat ini, saya mengajak saudara-saudaraku bangsa Indonesia untuk bersama-sama mengubah sikap tersebut. Kalau ada yang kurang, atau salah, marilah bersama-sama kita perbaiki.
14
Kedua, dalam perjalanan selama ini, harus kita akui bahwa kegiatan atau hasil aplikasi dari rancang bangun kehidupan yang selama ini kita lakukan, baik yang menyangkut aspek kelembagaan ataupun prosedur di bidang-bidang politik, sosial-budaya, ekonomi, hukum, pertahanan dan keamanan, dalam beberapa hal ternyata belum juga dapat memberikan gambaran tentang desain besar dari kehidupan kebangsaan dan kenegaraan kita. Dengan kata lain, rasanya kita perlu merenungkan ulang dengan hati yang dingin, dengan pikiran yang jernih, apakah desain besar yang kita rancang bagi kehidupan nasional ini sudah benar-benar memadai dan tepat, dan apalagi yang harus kita lakukan bila untuk itu kita harus memperbaiki atau menyempurnakannya.
Marilah sejenak kita cermati beberapa contoh berikut ini. Ketika kita meneguhkan pikiran untuk berpegang pada sistem presidensiil seperti digariskan dalam pokok-pokok pikiran yang melandasi sistem pemerintahan negara, praktik penyelenggaraan negara yang kita lakukan malah semakin berkembang dengan dasar pola pikir parlementer. Begitu pula ketika desain besar kehidupan kebangsaan dan kenegaraan ini kita inginkan untuk kita tumpukan pada bingkai negara kesatuan, praktik pemerintahan yang kita kembangkan dan kita jalankan kian menebarkan bau dan semangat federalisme.
Adalah tidak mudah bagi kita untuk dapat mewujudkan bentuk akhir apapun yang kita cita-citakan, dalam keadaan seperti itu. Dalam hal yang terakhir tadi, saya kira kita dapat sependapat bahwa akan sangat mustahil kita dapat memperoleh hasil yang pas bila antara apa yang kita lakukan ternyata berbeda dari apa yang kita pikirkan.
Dengan ungkapan dan harapan tadi, sekarang saya akhiri laporan saya. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang selalu melimpahi kita dengan rahmat, kasih, hidayah, dan inayah-Nya. Amin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 1 Agustus 2003
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Sumber: http://www.google.co.id/search?q=pidato+presiden&hl=id&lr=&start=60&sa=N
Koleksi: Perpustakaan Nasional RI, 2006
15
Subscribe to:
Posts (Atom)