Monday 20 December 2010

STRATEGI TINGKATKAN KESADARAN POLA HIDUP SEHAT MASYARAKAT

BAB I
PENDAHULUAN
STRATEGI TINGKATKAN KESADARAN POLA HIDUP SEHAT MASYARAKAT
Indonesia dengan penduduk sekitar 211-212 juta jiwa telah mengalami kemajuan
yang cukup lumayan. Namun begitu masyarakatnya masih perlu mendapat dukungan
bagaimana memelihara dirinya untuk tetap hidup sehat. Tiga puluh tahun lalu Indonesia
masih berada dalam suasana masyarakat pedesaan yang tradisional, berubah dengan
kecepatan yang tinggi.
Sekarang tidak kurang dari 50-60 persen penduduk Indonesia berada dalam
suasana masyarakat perkotaan atau setidak-tidaknya mempunyai akses terhadap
masyarakat perkotaan, dan sebagian hidup dalam suasana masyarakat atau keluarga
perkotaan, biarpun keadaan fisiknya mungkin saja masih seperti dulu. Ini berarti ada
kemajuan sekitar 250-300 persen dibandingkan keadaannya pada tahun 1970-an.
Berubahnya keadaan, sikap, tingkah laku dan tata nilai kearah masyarakat
perkotaan yang bercirikan modern dengan dinamika demografi dan kultural yang tinggi,
itu terjadi dalam tempo yang sangat cepat. Proses itu terjadi dalam lingkungan
masyarakat yang keanggotaannya hampir sama, tidak ada atau belum sempat terjadi
regenerasi atau sosialisasi dengan cukup waktu. Akibatnya tidak jarang terjadi benturan
fisik, sosial dan budaya yang memberi tekanan mental spiritual atau stress terpendam
berat.
Dukungan Fisik
Harus diakui bahwa kondisi dukungan fisik yang makin baik itu diikuti keadaan
lingkungan fisik, flora, fauna, lingkungan sosial dan budaya yang makin kurang simpatik
atau tidak seimbang dengan kebutuhan masyarakatnya yang berkembang. Ini berarti
bahwa dalam tigapuluh tahun terakhir ini kemajuan sosial demografis penduduk
Indonesia yang melimpah jumlahnya itu sekaligus diikuti oleh berbagai benturan fisik,
sosial, mental dan budaya yang sangat dahsyat.
Karena itu biarpun kita telah mampu menurunkan kasus-kasus infeksi, tetapi
bangsa yang sedang bangkit ini mendapat serangan yang sangat dahsyat dari berbagai
penyakit degeneratif yang tingkat sofistikasinya menyamai penyakit yang diderita oleh
bangsa-bangsa maju didunia lainnya. Termasuk di dalamnya serbuan narkoba dan
penyakit lainnya yang berkaitan kesehatan reproduksi remaja, termasuk didalamnya
HIV/AIDS.
Meski pembangunan kesehatan yang dilakukan di Indonesia selama ini telah
menghasilkan berbagai kemajuan seperti menurunnya angka kematian bayi dan balita,
berkurangnya penyakit menular, serta meningkatnya umur harapan hidup. Namun seiring
dengan beberapa keberhasilan tersebut juga terjadi transisi demografi dan epidemiologi,
serta meningkatnya penyakit degeneratif atau penyakit yang tidak menular.
Kecenderungan ini juga dipacu oleh berubahnya gaya hidup akibat urbanisasi,
modernisasi dan globalisasi yang berakibat pada berubahnya pola hidup generasi muda.
Menurut catatan PBB jumlah penduduk yang mengidap HIV telah meningkat dari 34,3
juta jiwa diakhir 1999 menjadi 36,1 juta jiwa di tahun 2001, bahkan ada kecenderungan
meningkat pada tahun 2003 mendatang bila tidak ditangani dengan serius. Secara
kumulatif tidak kurang dari 19-20 juta telah meninggal dunia karena AIDS.
Komitmen Yang Sama
Karenanya, kita perlu punya suatu komitmen yang sama, yaitu bersatu melawan
virus yang sangat jahat itu. Bangsa-bangsa diseluruh dunia harus makin sadar, makin
kompak, makin gegap gempita mengembangkan sikap dan tingkah laku anti HIV untuk
menyelamatkan umat manusia dari kepunahan karena serangan Virus yang maha dahsyat
itu.
Tidak kurang dari delapan lembaga PBB seperti UNICEF, UNDP, UNFPA,
UNDCP,ILO, UNESCO,WHO, WORLD BANK, menyatukan diri dan kekuatannya
untuk memimpin, mengarahkan dan memberikan bantuan bagi suatu perang melawan
virus HIV. Kegiatan delapan lembaga dunia itu disambut oleh lembaga-lembaga serupa
di banyak negara. Organisasi dan lembaga pemerintah, masyarakat dan swasta bersamasama
segera menyatukan diri dan mengajak semua pihak untuk menggunakan semua
pihak untuk mempergunakan ribbon merah sebagai pertanda tekad bersama yang bulat
memerangi HIV secara terpadu.
Virus HIV mempunyai cara penyebaran yang unik. Lebih dari 70 persen penderita
mendapatkannya karena hubungan seksual, baik bersifat heteroseksual mapun
homoseksual. Cara lain karena pemakai narkoba. Mereka menikmati barang terlarang itu
dengan cara memakai jarum suntik yang sama secara bergantian. Kalau salah seorang
dari pemakai itu mengidap HIV, maka dengan mudah akan ditularkan kepada yang lain.
Cara ketiga, yaitu bila seorang ibu yang mengidap Virus menularkan kepada anaknya
selama masa mengandung, pada waktu melahirkan, atau pada waktu menyusui anaknya.
Serangan virus itu sangat dahsyat. Para ilmuwan, ahli senjata untuk melawan
virus, masih terus berjuang keras untuk menemukan obat yang dapat dipergunakan umat
manusia untuk mempertahankan diri, atau untuk menyerang balik. Sampai saat ini
“senjata” itu belum diketemukan. Secara terus terang mereka baru menemukan obat
untuk menahan dan memperlambat arus serangan virus itu.
Kombinasi beberapa jenis obat, yang sebagian masih dalam fase obat percobaan,
di banyak penelitian dan penggunaan terbatas yang berani, baru terbukti bisa
memperlambat serangan, dan atau memperlambat berkembangnya Virus HIV itu menjadi
semacam kanker AIDS yang mematikan.
Celakanya, kombinasi obat yang sama itu tidak selalu membawa efek yang sama
pada penderita lain. Bahkan karena obat-obat itu ada sebagian penderita yang menjadi
kebal dan tidak lagi siap untuk menahan virus yang sangat jahat itu.Ringkasnya para ahli
obat belum menemukan vaccin atau obat anti HIV yang bisa membuat umat manusia
menganggap enteng serangan itu. Namun bagaimanapun juga, kombinasi obat yang
sedang hangat-hangatnya di coba di banyak negara maju merupakan kemajuan yang
menjanjikan.
Korban Besar
Semenjak awal epidemik sampai sekarang telah jatuh korban yang sangat besar di
seluruh dunia. Sejak menjalarnya virus HIV/AIDS dapat dicatat telah ada sekitar 19-20
juta penduduk meninggal dunia karena AIDS. Tidak kurang dari 9 juta jiwa adalah lakilaki
potensial dan sebagian besar masih muda. Disamping itu ada sekitar 4 juta anak-anak
di bawah usia 15 tahun yang meninggal dunia karena virus yang sama. Pada tahun 1999
saja, selama satu tahun ada sekitar 2,8 juta penderita, orang dewasa dan anak-anak yang
meninggal dunia dengan sia-sia. AIDS telah menyebabkan tidak kurang dari 13 juta
anak-anak menjadi anak yatim, piatu, atau anak yatim piatu.
Biarpun Virus itu menyebar dan menyerang dengan dahsyat atau dalam bahasa
anak muda disebut “menghebohkan”, kita tidak perlu menjadi sangat jijik kepada
penderita, atau sangat curiga sesama umat manusia. Virus HIV tidak menular antar umat
manusia karena berjabat tangan, saling bersentuhan, ciuman sopan santun yang
sederhana, berada dimuka orang yang sedang bersin, makan bersama, mempergunakan
toilet bersma, atau bahkan berenang dalam stau kolam renang bersama-sama.
Hikmah yang Salah
Biarpun tidak mudah berpindah dari satu manusia kemanusia yang lain, kita tetap
harus berhati-hati. Setiap hari ada 14.000 kasus baru tercatat di seluruh dunia. Pada tahun
2000 yang lalu virus HIV menyerang tidak kurang dari 5,3 juta penderita baru di seluruh
dunia. Tidak kurang dari separo penderita baru itu adalah anak-anak muda yang secara
tidak sadar sedang menikmati kemerdekaan individu dan menikmati hikmah yang salah
dari hak-hak asasi manusia.
Anak-anak muda perempuan yang sedang mencari dan memperjuangkan hak-hak
persamaannya dengan kaum pria, tentunya masih berada pada titik lemah dan rawan,
harus menjadi korban dan penderita yang terbesar dari sarangan maut ini. Lebih dari 95
persen berasal dari negara berkembang. Selain itu penularan HIV/AIDS juga lebih
banyak ditularkan oleh pria yang sering berganti-ganti pasangan.
Kaum muda laki-laki, terutama yang muda merupakan bagian terbesar, yaitu
sekitar 53 persen, dari pengidap HIV/AIDS di seluruh dunia. Kaum pria umumnya
mempunyai banyak pacar, atau lebih sering melakukan hubungan seksual dengan pacar
yang berganti-ganti. Dengan demikian, mempunyai kesempatan untuk menularkan virus
HIV kepada kaum perempuan yang lebih banyak.
Kaum pria umumnya mempunyai usia harapan hidup yang lebih rendah
dibandingkan dengan kaum wanita. Ini bisa disebabkan karena kaum laki-laki malas
berobat atau tidak terlalu ambil pusing terhadap kesehatannya sendiri. Dengan
membudayakan dan meningkatkan komitmen kaum laki-laki, kita berharap bahwa para
pemimpin, yang umumnya masih dikuasai kaum laki-laki, dapat memberikan contoh
kepemimpinan yang baik kepada anak cucunya. Dengan contoh kepemimpinan yang
lebih baik, diharapkan masyarakat lebihmudah membudayakan hidup sehat sejahtera
tanpa virus HIV.
Dengan adanya berbagai upaya seperti kampanye ini, di Indonesia banyak
organisasi masyarakat yang bergerak membantu masyarakat meningkatkan kesadaran
tentang bahaya HIV/AIDS. Mereka menyebarkan informasi, membangu lembagalembaga
pelayanan untuk meringankan beban para penderita HIV/AIDS yang ada. Ada
juga lembaga yang mengembangkan kegiatan dengan tujuan jangka panjang yang lebih
komprehensif. Mereka mengembangkan pengertian reproduksi melalui pendidikan dan
pengajaran pada pendidikan dasar, menengah dan lembaga pendidikan pada umumnya.
Ada juga lembaga-lembaga yang mengembangkan upaya lebih drastis, yaitu
menuntut agar tempat-tempat hiburan yang merangsang kehidupan seksual di luar
lembagaperkawinan di tutup. Upaya-upaya itu ada yang menempuh pendekatan halus dan
sangat menyentuh, ada pula yang dilakuikan dengan cara yang dinamis tidak mengenal
ampun.
Apapun upaya yang dilakukan, kita harus tetap menghormati hak-hak azasi
manusia dan memberdayakan masyarakt dengan sebaik-baiknya agar keputusan yang
diambil oleh masyarakat itu menjadi keputusan yang kuat, berlangsung lama dan lestari.
Disamping itu agar upaya yang kita lakukan tetap merupakan upaya pemberdayaan
sumber daya manusia yang mampu membangun masa depan bangsa yang sejahtera dan
penuh kedamaian. Karena itu, menjadi kewajiban kita bersama untuk ikut dalam gerakan
mencegah berkembangnya budaya seenak sendiri, semau gue, yang akibatnya sangat
merugikan masa depan bangsa.
Karena itu, kita harus bekerja keras membantu pemberdayaan anak-anak muda
yang sedang tumbuh, anak-anak muda yang sedang bercinta, agar mereka terhindar dari
bahaya yang mengancam dan dapat berkembang menjadi sumber daya manusia yang
berkualitas, bisa melanjutkan bangsa dan negaranya dengan baik.
Melalui pemikiran-pemikiran yang saya uraikan dalam buku ini, yang bertujuan
untuk membangkitkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menerapkan pola dan gaya
hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari, termasuk didalamnya memperkenalkan
kesehatan reproduksi dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga upaya kita untuk
meningkatkan kualitas generasi muda yang sehat bisa terlaksana dimasa mendatang.
Akhirnya, kunci keberhasilan kita dalam menghadapi berbagai gangguan
kesehatan, termasuk mengantisipasi serangan virus HIV/AIDS adalah dengan
menerapkan pola dan gaya hidup sehat, termasuk didalamnya kesehatan reproduksi baik
bagi keluarga maupun dikalangan remaja itu sendiri, sehingga mereka bisa meningkatkan
kualitas hidupnya dimasa mendatang yang tantangannya semakin berat.


1
MENURUNKAN KEMATIAN IBU
Indonesia dewasa ini menghadapi era globalisasi yang sangat dahsyat. Masyarakat
menjadi makin urban dan modern. Kalau tigapuluh tahun yang lalu masyarakat urban
baru mencapai sekitar 20 persen dari seluruh penduduk Indonesia, dewasa ini sudah
mendekati 50 persen. Namun, Indonesia masih sangat terkenal dengan sebutan negara
dengan tingkat kematian ibu hamil dan melahirkan paling tinggi di dunia. Salah satu
sebabnya adalah karena masyarakat masih miskin dan tingkat pendidikannya rendah.
Tingkah laku masyarakat umumnya dicerminkan oleh keadaan sumber daya manusia
yang rendah mutunya itu.
Untuk beberapa lama telah dikembangkan upaya besar untuk menurunkan angka
kematian ibu hamil dan melahirkan itu. Biarpun telah dicapai hasil yang memadai, tetapi
dirasakan masih kurang cepat dibandingkan dengan tuntutan masyarakat yang makin
luas. Dalam suasana seperti ini kita harus mengembangkan strategi komunikasi yang jitu
untuk lebih lanjut menurunkan tingkat kematian ibu mengandung dan melahirkan yang
masih tinggi itu. Minggu lalu bersama Aliansi Pita Putih Indonesia (APPI) di Jakarta
dibahas pengembangan dan penyempurnaan strategi yang selama ini telah dimanfaatkan.
Strategi itu diharapkan bisa menjadi pedoman penting berbagai organisasi yang ikut
bergabung dalam gerakan yang luhur itu sampai ke daerah-daerah. Dengan strategi itu
setiap organisasi diharapkan bisa mengembangkan program dan kegiatannya secara luas
dan mengena. Karena itu strategi yang dikembangkan dikemas dengan pendekatan yang
memperhatikan situasi yang bersifat lentur, yaitu dengan kombinasi pendekatan modern
dan pendekatan tradisional yang harus mengutamakan pendekatan yang berorientasi pada
ciri-ciri khusus kedaerahan dan kemandirian yang makin tinggi.
Pendekatan yang berorientasi kepada ciri-ciri khusus kedaerahan dan kemandirian itu
dilatarbelakangi oleh adanya perkembangan terakhir yang terjadi di tanah air, yaitu
bahwa masyarakat akan bergerak menjadi masyarakat modern dengan lebih banyak akan
menganut sistem yang berubah dari sistem yang semula sangat sentralistik menjadi
masyarakat yang akan sangat sarat dengan pengertian dan sikap yang desentralistik.
Ciri itu juga akan dilatarbelakangi dengan kemandirian karena pikiran-pikiran demokrasi
yang memberikan penghargaan yang tinggi terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang
beradab. Pendekatan yang dimasa lampau bisa dilakukan melalui pendekatan dengan sifat
sentralistik, dimasa mendatang harus dianut pendekatan yang sangat desentralistik
dengan memperhatikan kondisi masing-masing wilayah yang menyatu secara nasional
karena sifat-sifat yang humanistik. Ciri-ciri khusus masing-masing daerah yang ada
barangkali akan menjadi sangat sensitif.
Perubahan sikap dan tata nilai yang biasanya bisa berlanjut dengan mulus melalui sistem
perintah dan pendekatan langsung sentralistik akan berubah menjadi pendekatan yang
lebih bersifat transformatik. Karena itu pendekatan people centered akan memainkan
peranan yang sangat penting. Pendekatan people centered memberikan penghargaan yang
2
tinggi terhadap manusia seperti halnya memanusiakan manusia sebagai bagian dari
penghormatan terhadap harga diri manusia.
Pendekatan ini mempunyai implikasi yang luas karena kita menangani kasus kematian
karena kehamilan dan kelahiran. Kasus kematian ini adalah sesuatu rare cases atau kasus
yang jarang terjadi biarpun dalam ukuran angka kematian ibu (AKI) dunia, kita,
Indonesia, berada pada posisi yang sangat tinggi. Perlu dibangkitkan semangat
kebersamaan dengan mengangkat keberhasilan selama ini.
Dalam tigapuluh tahun terakhir ini kita telah berhasil menurunkan tingkat kematian ibu
dengan cukup mengesankan. Biasanya angka AKI adalah diatas 600 per 100.000
kelahiran. Keadaan sekarang angkanya berada dibawah 300 per 100.000 kelahiran. Ini
suatu prestasi yang selama ini tidak pernah diakui dan tidak pernah diangkat
kepermukaan dengan baik. Sebab-sebab penurunan AKI itu banyak sekali. Antara lain
karena keberhasilan program KB yang memungkinkan ibu yang mempunyai resiko
kelahiran dengan resiko kematian ibunya tidak jadi melahirkan karena ikut KB. Sebab
lain adalah karena pelayanan kesehatan, terutama pelayanan kebidanan bertambah baik
antara lain karena makin banyaknya bidan di desa. Kerjasama organisasi wanita juga
telah menghasilkan partisipasi yang sangat tinggi dan menyelamatkan banyak sekali ibu
yang melahirkan. Pelayanan klinik yang makin sempurna telah menyelamatkan banyak
sekali ibu dari kematiannya.
Dalam strategi untuk lebih lanjut menurunkan angka kematian ibu hamil ini pendekatan
positip dengan memberikan pengakuan akan keberhasilan masa lalu perlu dikembangkan
dan diakui secara nyata dan jujur. Pengakuan ini perlu diberikan kepada daerah-daerah
yang sudah sangat berhasil agar mempunyai rasa percaya diri bahwa mereka bisa lebih
lanjut menurunkan tingkat kematian itu secara mandiri tanpa terlalu banyak
mengandalkan tuntunan dari atas.
Dengan rasa percaya diri itu diharapkan masing-masing daerah dalam alam reformasi
yang penuh dengan tekad kemandirian daerah, terutama daerah-daerah yang sudah
berhasil dimasa lalu, secara mandiri bisa menambah investasinya pada manusia dengan
kepercayaan yang lebih tinggi. Kepercayaan dan investasi pada manusia itu akan
menghasilkan kegiatan yang intinya adalah memberikan yang terbaik untuk programprogram
kesehatan dan pendidikan.
Pendekatan Sasaran yang Tepat
Untuk mencapai sukses yang kita kehendaki, seluruh upaya KIE dan pelayanan untuk
mencegah kematian ibu hamil karena mengandung dan melahirkan, harus disepakati
suatu pendekatan dengan sasaran yang tepat. Untuk kesepakatan itu harus dipergunakan
peta sasaran yang sama agar semua jajaran tidak berbeda pendapat tentang masalah ini.
Peta yang dianjurkan itu adalah peta yang dibuat dan diperbaharui setiap tahun oleh
BKKBN. Sasaran yang dipilih adalah Ibu dan pasangan usia subur dimana ibu menjadi
titik sentralnya.
3
Untuk mencapai sukses yang diharapkan perlu dilakukan sekmentasi yang teliti. Prioritas
sasaran perlu diberikan kepada setiap daerah untuk pegangan sebagai daerah konsentrasi.
Sasaran pokok yang harus diambil dari peta sasaran itu adalah ibu-ibu yang tinggal
didaerah sebagai berikut :
Daerah padat penduduk dengan tingkat kelahiran yang tinggi
Daerah miskin padat penduduk
Daerah padat pasangan usia subur muda
Daerah dengan tempat dan fasilitas pelayanan rendah
Daerah padat dengan sdm dalam bidang medis yang rendah
Daerah padat dengan komitmen yang rendah
Pendekatan sasaran itu harus menghasilkan suatu upaya dengan komitmen dan perhatian
yang berkelanjutan. Karena itu pendekatan sasaran ini harus menjadi pendekatan terbuka
dengan mempergunakan mass media secara luas untuk mengembangkan keuntungan dan
kerugian apabila daerah-daerah itu tidak mau atau tidak mempunyai komitmen untuk ikut
terjun dalam penyelenggaraan kegiatan peningkatan upaya untuk menurunkan AKI.
Media harus menjadi pendorong dan advokator dari daerah-daerah yang dijadikan
prioritas itu untuk ikut aktif. Dengan advokasi yang positip dapat diberikan gambaran dan
citra yang baik kalau daerah itu melaksanakannya, yaitu dengan memberikan komitmen
dan perhatian yang berkelanjutan. Dramatisasi dari upaya-upaya itu harus
diselenggarakan dengan pendekatan yang manusiawi dan tidak putus-putusnya. Tiada
hari tanpa berita tentang keterlibatan suatu daerah.
Kepala daerah, baik gubernur dan bupati walikota, secara pribadi harus diajak untuk
terjun langsung dan merasakan kebahagiaan sebuah keluarga yang melahirkan anakanaknya
tanpa kehilangan ibunya. Dramatisasi perlu dilakukan andaikan seorang ibu
terpaksa meninggal dunia karena melahirkan. Peristiwa yang jarang terjadi itu harus
dicari dan di – blow – up begitu rupa untuk menghasilkan dampak komunikasi yang
diharapkan dapat menyentuh hati nurani masyarakat banyak. Namun harus dikemas
sedemikian rupa untuk tidak menakutkan, tetapi memberikan kesan akrab bahwa
masyarakat sangat peduli.
Jaringan Pelayanan yang Profesional
Keseluruhan strategi yang disusun itu haruslah ditujukan untuk mengembangkan jaringan
KIE dan pelayanan yang profesional, luas dan bermutu. Jaringan pelayanan itu haruslah
bersifat komprehensip terdiri dari jaringan pemerintah daerah, klinik, rumah sakit, dokter,
bidan dan para medis lainnya, maupun jaringan organisasi desa, organisasi wanita dan
ibu-ibu serta masyarakat pada umumnya. Seluruh kekuatan masyarakat termasuk jaringan
para ulama dan remaja harus ikut serta secara aktif dalam membentuk jaringan yang luas,
komprehensip dan terbuka itu.
Makin luas jaringan itu bisa menyangkut masyarakat banyak makin baik. Jaringan harus
menjadikan peristiwa hamil sebagai suatu peristiwa maha penting yang terjadi dalam
4
kehidupan suatu keluarga dan semua pihak memberikan perhatian yang diperlukan,
khususnya dalam menjaga agar anak lahir dengan selamat dan ibunya berhasil mengatasi
masalah kelahiran itu dengan baik.
Visi itu harus menjadi idaman seluruh masyarakat luas dan memberi kekuatan moral
untuk menggerakkan kekuatan internal dalam masyarakat untuk mencari dan
menyelamatkan kasus yang jarang terjadi itu agar sama sekali tidak terjadi lagi.
Dalam setiap jajaran harus dikembangkan strategi aktif untuk menjemput bola. Seluruh
kekuatan harus aktif untuk mencari dan mengembangkan kelompok-kelompok yang tidak
menunggu tetapi bergerak secara aktif untuk mencari ibu-ibu mengandung yang
dipandang mempunyai resiko meninggal dunia kalau melahirkan.
Strategi menjemput bola itu harus diyakinkan begitu rupa karena kasus yang dihadapi
adalah kasus biasa yang bukan merupakan kejadian luar biasa. Masyarakat harus dilatih
untuk bisa melihat dan mengetahui sesuatu sebagai suatu kejadian luar biasa kalau tandatanda
itu nampak. Masyarakat harus dibuat akrab dengan keadaan luar biasa itu
sebagaimana para dokter dan para bidan. Langkah-langkah untuk mengetahui tanda-tanda
bahaya harus diberikan kepada masyarakat secara terbuka tetapi sederhana sehingga
mudah dimengerti dan mudah pula dilihat dengan kaca mata masyarakat biasa.
Karena kematian akibat melahirkan adalah peristiwa langka, harus dilakukan penonjolan
kejadian luar biasa itu secara terus menerus tiada henti di lingkungan masyarakat luas
agar mereka mengetahui bahwa sesuatu kejadian bisa menjadi kejadian luar biasa.
Penonjolan kejadian itu harus disertai dengan mempertontonkan pertolongan sehingga
tidak menyebabkan masyarakat takut tetapi justru sebaliknya masyarakat bertambah
yakin untuk ikut menangani masalah kelahiran dengan cara yang baik dan menurut aturan
yang wajar.
Penonjolan yang dilakukan itu harus sesuai dengan latar belakang sosial budaya
masyarakatnya sehingga mereka bisa meniru dan melaksanakan sesuai dengan adat
istiadat dan kemampuan yang ada padanya.
Dengan pokok-pokok strategi ini diharapkan kita bisa merangsang masyarakaat untuk
menjadikan peristiwa hamil dan melahirkan suatu peristiwa luar biasa. Karena luar biasa
diharapkan semua pihak ikut serta memberikan perhatian dan mencegah supaya anak
lahir dengan selamat dan ibunya juga bisa terus hidup sehat agar bisa memberikan yang
terbaik untuk anaknya.
Peristiwa mengandung dan melahirkan adalah suatu investasi pada manusia yang harus
dijaga dengan sungguh-sungguh karena kita memberikan penghargaan yang tinggi
kepada manusia dan kemanusiaan.
5
MENYELAMATKAN REPRODUKSI KELUARGA
Kematian ibu di Indonesia yang sia-sia karena mengandung dan melahirkan, yang
limapuluh tahun lalu sempat mencapai angka antara 700 sampai 800 per 100.000
kelahiran, dibanding dengan sekitar 3 – 7 per 100.000 kelahiran di negara-negara maju,
sungguh sangat memprihatinkan. Kematian itu disebabkan karena ibu-ibu Indonesia
mengandung dan melahirkan pada usia terlalu muda, kurang persiapan semasa remaja,
terlalu sering, tidak mendapat pengawasan dan perawatan selama mengandung atau
sudah terlalu tua masih mengandung dan melahirkan. Melihat hal itu berlalu tanpa upaya
pencegahan yang berarti, para ahli kebidanan dan penyakit kandungan serta kelompok
peduli lain tergerak hatinya dan melakukan langkah-langkah awal yang signifikan.
Mereka menyatu, bertekad dan berusaha membantu para ibu dan keluarganya dengan
advokasi dan upaya peningkatan pengetahuan ibu-ibu tentang reproduksi sehat.
Kelompok itu berusaha memberikan pelayanan kebidanan yang makin meluas di
masyarakat. Gerakan itu dimulai sekitar tahun 1950-1960 yang sekaligus merupakan
awal dari upaya besar-besaran menolong keluarga Indonesia menyelamatkan para ibu dan
keluarganya melalui program KB. Karena itu program KB dan pelayanan kesehatan ibu,
pendidikan reproduksi kepada calon ibu, pelayanan reproduksi kepada ibu hamil dan
melahirkan, hampir tidak dapat dipisahkan. Bahkan program KB, atau kegiatan KB, pada
awal kelahirannya di Indonesia akhir tahun 1950 itu hampir indentik dengan dokter,
khususnya dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan.
Pendekatan Klinik
Karena itu sewaktu program KB untuk pertama kali digerakkan secara resmi di
Indonesia pada tahun 1970, hampir seluruhnya dilakukan dengan pendekatan klinik.
Program KB menggelar pelayanan medis dan KB untuk para ibu di Klinik-klinik Ibu dan
Anak milik jajaran Departemen Kesehatan.
Dengan pendekatan itu para ibu, yang umumnya datang ke klinik memeriksakan
anak balitanya, dijadikan sasaran utama untuk diperkenalkan pada program KB. Ibu-ibu
itu mendapat petunjuk tentang bahaya mengandung dan melahirkan yang terlalu sering,
serta dianjurkan melakukan pencegahan dengan mengikuti program KB. Apabila Ibu itu
sepakat, segera dilayani KB dengan diberikan kontrasepsi secara cuma-cuma. Pendekatan
klinik itu mempunyai hambatan yang tidak kecil. Pada masa itu para ibu jarang sekali
datang ke klinik untuk memeriksakan dirinya. Ibu mengandung yang datang di klinik
biasanya hanya kalau mempunyai masalah dengan kandungannya. Umumnya kedatangan
mereka sudah sangat terlambat, sehingga banyak yang tidak dapat ditolong lagi.
Pendekatan Kemasyarakatan
Belajar dari pengalaman serta memperhatikan pengalaman PKBI sebelumnya,
dirasakan bahwa pendekatan klinik saja tidak akan mencapai sasaran menyelamatkan
proses reproduksi keluarga Indonesia dengan sempurna. BKKBN, lembaga koordinator
6
program KB di Indonesia yang diresmikan pemerintah pada tahun 1970, dengan ketuanya
yang pertama, dr. Soewardjono Soerjaningrat, seorang ahli kebidanan dan penyakit
kandungan, mengembangkan pendekatan kemasyarakatan dengan membawa program KB
keluar dari batas-batas tembok klinik yang ada.
Beliau, dengan dukungan pemerintah yang kuat dan keberanian yang luar biasa, dalam
suasana program KB masih dianggap menentang arus sosial budaya dan agama, secara
sengaja mempergunakan media massa untuk memberikan pendidikan dan motivasi
kepada keluarga dan masyarakat awam. Biarpun diluar tembok klinik, materi reproduksi
dipergunakan secara populer untuk menarik masyarakat mengikuti program KB.
Pada tahapan berikutnya, komitmen pemerintah yang kuat diterjemahkan dengan
mengajak lembaga-lembaga terkait ikut menangani program dengan visi dan tujuan yang
makin diperluas dimensinya. Untuk lebih menarik keluarga mengikuti KB, digambarkan
pula peranan program KB sebagai jembatan untuk meningkatkan kebahagiaan dan
kesejahteraan keluarga atau masyarakat pada umumnya. Dengan pendekatan itu dapat
diajak kalangan yang makin luas, yang pada tingkat awal tidak paham tentang masalah
kebidanan dan penyakit kandungan, atau masalah-masalah kesehatan reproduksi lainnya.
Pendekatan yang dikembangkan LSM sebelumnya, Perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesia (PKBI), yaitu tentang nasehat perkawinan, penjarangan kelahiran, dan tentang
masalah reproduksi lainnya dibawa langsung kepada masyarakat dengan bahasa yang
populer dan mudah diterima. Setiap komponen pembangunan, lebih-lebih kalau mereka
itu panutan masyarakat dan alim ulama, dari semua agama, dirangkul sebagai kawan
untuk mengajak masyarakat memberikan komitmen menyelesaikan masalah yang rumit
tersebut. Pendekatan kemasyarakatan menjadi pendekatan pendidikan, penerangan dan
motivasi massal yang sangat menarik dan menyentuh hati nurani banyak pihak yang
sebelumnya sangat awam terhadap masalah-masalah reproduksi atau masalah-masalah
kependudukan.
Dengan keterbukaan dan partisipasi yang makin tinggi dari masyarakat, maka program
KB mulai dikembangkan ke beberapa wilayah dan menimbulkan simpati dari berbagai
kalangan yang jauh lebih luas di masyarakat. Para alim ulama, para guru, para pemimpin
masyarakat, dan mereka yang mempunyai pikiran-pikiran maju diajak serta dalam
barisan “pendidik dan penyuluh kemasyarakatan”. Mereka menterjemahkan istilahistilah
medis atau kependudukan yang sulit kedalam bahasa-bahasa sederhana yang
mudah dimengerti. Kadang-kadang, karena belum ketemu padanannya dalam bahasa
Indonesia, istilah asing aslinya, atau bahasa Inggrisnya, atau bahkan bahasa Latinnya,
dipergunakan langsung dalam pembicaraan-pembicaraan dengan rakyat kecil di klinik
atau di tempat-tempat pertemuan umum di pedesaan.
Masyarakat Indonesia yang sederhana itu terkejut dengan kemungkinan baru bahwa
mereka dapat menurunkan resiko kematian, sesuatu yang pasti datang tetapi sangat
ditakuti. Mereka menaruh minat pada informasi yang dirasakan menjajikan tersebut.
Mereka mulai tertarik dan ikut serta mencoba menjadi peserta KB. Pada tahun pertama,
tahun 1970, tidak kurang dari 50.000 akseptor KB baru ikut serta dalam program yang
diinformasikan dengan gegap gempita tersebut. Angka 50.000 akseptor itu sebenanya
7
tidak banyak, tetapi sudah mengejutkan dunia. Keterkejutan itu ditangkap sebagai restu
bagi pemerintah. Sukses itu secara mendadak telah mendatangkan para ahli dan lembagalembaga
donor internasional dengan tawaran bantuan dan kerjasama.
Kedatangan dan tawaran bantuan lembaga-lembaga donor internasional itu disambut
dengan komitmen pemerintah yang lebih tinggi. Dengan komitmen dan dukungan itu
BKKBN bisa menggelar program penerangan dan motivasi yang lebih gegap gempita
dengan tiga jurus sekaligus, mengembangkan partisipasi yang lebih luas dari para
pemimpin dan panutan masyarakat, mempersiapkan lembaga-lembaga baru sebagai mitra
kerja yang lebih akrab, dan memberi informasi dan motivasi yang lebih jelas dan
mengena, termasuk informasi tentang reproduksi sehat, kepada para calon akseptor KB.
Materi Dukungan yang Makin Terpadu
Untuk mengajak lembaga-lembaga mitra kerja dan para pemimpin masyarakat
yang makin bervariasi latar belakangnya itu disampaikan materi tentang kemungkinan
ledakan penduduk, atau population bomb yang bisa sangat dahsyat di Indonesia.
Disamping itu kepada para calon akseptor KB tetap diberikan motivasi dan informasi
tentang reproduksi sehat, yaitu tentang bahaya mengandung dan melahirkan, kesulitan
pada waktu mengandung dan melahirkan, sesuatu yang sangat menyentuh dan memang
selalu bisa atau biasa dialami oleh para ibu yang pernah atau sering melahirkan. Materi
itu tetap mengena dan menyentuh karena kedekatannya dengan pengalaman para ibu
pada umumnya. Ibu-ibu yang sering mengalami masalah kalau sedang mengandung atau
melahirkan hampir pasti dengan mudah bisa diajak menjadi akseptor KB.
Pertemuan antar para akseptor KB pada umumnya dihadiri oleh para ibu yang membawa
anak-anak balitanya. Untuk memberikan materi yang makin terpadu, sekaligus
memelihara minat para Ibu mendatangi pertemuan antar para akseptor KB, maka forum
semacam itu diisi pula dengan tambahan pengetahuan tentang pemeliharaan anak.
Pemberdayaan para ibu itu sekaligus disertai pelayanan untuk anak-anak balita berupa
penimbangan bayi, imunisasi, pemberian vitamin A, atau diisi dengan program terkait
lainnya. Dengan tambahan itu materi dukungan makin terpadu, dan sekaligus para
akseptor menjadi makin lestari. Program-program itulah yang kemudian berkembang
menjadi program terpadu dalam pelayanan Pos Pelayanan Terpadu atau Posyandu.
Namun harus diakui bahwa program untuk mengembangkan pengetahuan tentang
reproduksi sehat itu tidak mudah untuk disampaikan kepada para ibu-ibu muda, dan lebih
sukar lagi untuk kalangan calon-calon ibu. Untuk mengatasi masalah itu dikembangkan
rumus sederhana sebagai batasan mengandung dan melahirkan yang aman, yaitu
mengandung pada usia 20-30 tahun. Dalam pengertian reproduksi sehat, untuk kalangan
remaja dan ibu-ibu pasangan muda, dianjurkan agar seorang remaja putri baru aman
menikah dan mempunyai anak pertama diatas usia 20 tahun. Dengan batasan usia 20
tahun ini kalau kehamilan itu terjadi pada usia satu atau dua tahun dibawah usia 20 tahun,
relatip masih bisa dianggap aman.
8
Usia 20 – 30 tahun adalah batasan yang relatip paling aman dari segi reproduksi
sehat dimana seorang ibu bisa mengandung dengan aman apabila mendapat pemeliharaan
yang baik selama masa mengandung. Lebih-lebih lagi kalau jarak antara satu kehamilan
dengan kehamilan lainnya adalah 2 tahun atau 3 tahun, keamanan reproduksinya relatip
bisa dipelihara dengan lebih mudah.
Kombinasi program terpadu dengan pendekatan pasangan muda itu membuahkan
hasil ganda yang sangat menarik. Akseptor KB dari tahun ke tahun bertambah muda
usianya dan dengan jumlah yang sangat menakjubkan, yaitu sekitar 5 sampai 6 juta
akseptor baru setiap tahun. Dengan ikut KB, pemahaman reproduksi yang makin
mendalam dan dukungan lain yang makin terpadu, keluarga-keluarga muda di Indonesia
makin bisa merencanakan dan membesarkan anak-anaknya dengan lebih mantap. Dengan
demikian, tidak saja angka kelahiran dapat diturunkan, tetapi setiap keluarga dapat
memberikan dukungan pada peningkatan kualitas masa depan penduduk Indonesia yang
semakin cerah
9
MEMBANTU SASARAN DENGAN TEPAT
Hasil Sensus Penduduk tahun 2000 yang mencatat jumlah penduduk
Indonesia sebanyak 203,5 juta jiwa menunjukkan bahwa program-program
yang disiapkan untuk membantu keluarga Indonesia merencanakan
fertilitasnya dan mengerem pertumbuhannya telah berhasil membantu
sasaran dengan tepat. Bantuan pemberdayaan itu telah menghasilkan
peningkatan kemampuan keluarga yang tinggi sehingga mampu menjadikan
cita-cita keluarga kecil bahagia dan sejahtera sebagai visi bersama yang
dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan membawa hasil yang
menggembirakan.
Upaya bantuan itu bisa tepat karena aparat pemerintah dan lembaga swadaya
masyarakat, dengan koordinasi dan dukungan Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN), yang terdiri dari para Ibu-ibu PKK di desa-desa, kader-kader
berbagai organisasi wanita, para alim ulama, para remaja dan semua kekuatan
pembangunan di pedesaan, dengan bantuan para petugas lapangan KB telah berhasil
membuat peta sasaran yang akurat. Mereka membuat peta pasangan usia subur di setiap
RT, RW dan desa. Dengan peta itu mereka bisa membantu memberi informasi dan
tambahan pengetahuan yang memadai kepada setiap pasangan usia subur agar mereka
bisa menambah kesadarannya dengan pengetahuan yang cukup sebelum mengambil
keputusan mendatangi klinik KB atau mendapat pelayanan kontrasepsi yang cocok
dengan kondisi kesehatan dirinya.
Pada tingkat awal, peta pasangan usia subur itu relatip sederhana dan padat
pasangan yang belum ber-KB. Pada saat kesertaan KB menjadi sangat tinggi, makin lama
sasaran yang belum ber-KB makin langka. Dalam keadaan seperti ini menjadi lebih sukar
membuat peta pasangan usia subur yang belum ber-KB. Bahkan tidak jarang para petugas
dan para sukarelawan pejuang KB harus memperluas wilayah jangkauan untuk menolong
mereka yang perlu mendapat bantuan informasi tentang KB atau yang ingin memperoleh
penambahan pengetahuan tentang KB atau memperoleh pelayanan KB yang memadai.
Dalam keadaan yang makin maju, perlu dikembangkan dukungan untuk pasangan
usia subur muda, sehingga kebutuhan informasi sasaran program menjadi makin rumit.
Ciri-ciri mereka menjadi sukar dipetakan dalam paparan sederhana, sehingga para
petugas mulai mengembangkan peta dengan dimensi yang makin luas. Pasangan usia
subur yang dipetakan bertambah variasinya, mulai dari pasangan usia subur yang usianya
belum 20 tahun, mempunyai anak tidak lebih dari dua orang, pasangan usia subur yang
usianya antara 20 – 30 tahun, mempunyai anak tidak lebih dari dua orang, atau
mempunyai anak lebih dari dua orang, pasangan usia subur yang usianya lebih dari 30
tahun, belum mempunyai anak atau mempunyai anak tidak lebih dari dua orang, atau
telah mempunyai anak dua orang atau lebih, dan ciri-ciri lainnya yang makin kompleks.
10
Karena adanya latar belakang ciri-ciri yang berbeda-beda itu, setiap pasangan usia subur
memerlukan perhatian khusus. Setiap ciri harus dilayani dengan pelayanan yang cocok
dengan cirinya. Setiap latar belakang mempunyai hubungan dengan tingkat kesehatan
pasangan yang bersangkutan. Perhatian program terhadap ciri-ciri itu sangat penting
karena untuk memberi dukungan kesertaan yang bermutu, seluruh komponen program
harus memberi perhatian yang tinggi terhadap setiap peserta dengan ciri-cirinya itu.
Perhatian itu sama pentingnya seperti perhatian kita terhadap konsumen suatu produk
tertentu. Kalau konsumen tidak puas dan tidak menerima pelayanan yang paling baik,
maka mereka tidak akan menjadi peserta yang lestari.
Cita-cita membangun keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera itu tidak mudah, tidak
sederhana, mempunyai dimensi yang luas, dan kompleks. Karena itu, upaya tersebut
harus dilakukan secara bertahap, dan akhirnya mengharuskan kita memberikan perhatian
kepada berbagai demensi kehidupan yang makin banyak. Peta sederhana yang semula
cukup dibuat diatas secarik kertas dan ditempel di pos-pos pelayanan di desa menjadi
tidak cukup komprehensip. Maka dilakukanlah pendataan untuk membuat pemetaan yang
lebih kompleks. Pendataan itu diperbaharui setiap tahun dengan peralatan yang makin
canggih dan dengan memasukkan berbagai variabel yang makin luas. Pendataan dan
pemetaan yang bersifat nasional itu kemudian dikenal sebagai pendataan keluarga.
Membantu Pelayanan Kesehatan
Salah satu hasil pendataan itu adalah pengetahuan yang makin baik tentang ciri
kesehatan dari pasangan usia subur yang ada. Mulai dikenali adanya keluarga pra
sejahtera dan keluarga sejahtera I, yang tidak miskin, tetapi dengan goncangan sedikit
saja bisa jatuh miskin. Kepada keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I yang
memerlukan bantuan pelayanan kesehatan mulai dapat dikenali dari hasil pendataan
tersebut. Kepada mereka dapat dianjurkan untuk memperoleh kartu sehat agar sewaktuwaktu
sakit bisa berobat ke Puskesmas atau Pos-pos Pelayanan Kesehatan Terpadu
(Posyandu) dengan dukungan pemerintah atau dengan keringanan biaya atau gratis.
Disamping itu hasil pendataan di akhir tahun-tahun 1990-an telah dapat menjadi
alat bantu yang ampuh untuk mengenali awal kasus kurang gizi di berbagai daerah dan
dengan demikian Departemen Kesehatan dan aparatnya dengan sigap menyempurnakan
data yang ada itu untuk kemudian dipergunakan sebagai petunjuk untuk memberi
dukungan dan menolong menyelamatkan sasaran itu dari kesakitan atau kematian.
Peta dari data yang sama dapat pula dipergunakan untuk menolong para ibu yang
sedang mempunyai anak balita untuk diundang ke Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)
untuk menimbang anak balitanya, mendapatkan imunisasi, dan kalau perlu mendapat
pertolongan konsultasi kesehatan. Dari hasil pendataan yang kemudian disempurnakan,
jajaran Departemen Kesehatan dan aparatnya telah dapat membantu penduduk dengan
makin tepat dan menyelamatkan ribuan, atau bahkan jutaan balita serta ibu-ibu, yang
andaikan tidak ada peta yang baik akan luput dari perhatian kita bersama, dan barangkali
nyawanya tidak dapat ditolong lagi.
11
Menolong Penyaluran Bantuan Pendidikan
Diluar dugaan, pada waktu kita mendapat musibah krisis moneter yang kemudian
berkembang menjadi krisis multidimensi yang berat, banyak anak-anak yang mendapat
kesukaran melanjutkan pendidikan. Mereka terpaksa harus dibantu untuk membayar
keperluannya yang sangat sederhana seperti buku, pensil dan keperluan sekolah lainnya.
Disitulah kemudian muncul gerakan nasional orang tua asuh (GNOTA). Namun adalah
sukar untuk mengenali siapa yang pantas mendapat perhatian dan bantuan yang memadai.
Syukur bahwa telah ada pendataan keluarga yang dilakukan BKKBN yang
mencatat anak-anak dari keluarga Indonesia yang orang tuanya relatip miskin. Dengan
berpedoman pada hasil pendataan tersebut, maka jutaan anak-anak keluarga miskin telah
dapat diselamatkan dan mendapat bantuan untuk melanjutkan sekolahnya dengan baik.
Pengalaman memberikan bantuan kepada anak keluarga miskin itu tetap
dilanjutkan oleh Yayasan Lembaga GN OTA sampai sekarang. Sebagai misal sampai
tahun 2000 yang lalu telah disalurkan bantuan kepada sekitar 1.706.167 anak asuh
anak-anak keluarga pra sejahtera atau keluarga miskin dengan keseluruhan bantuan dana
sebesar Rp. 113.666.100.000,- (Seratus tigabelas milyar enamratus enampuluh enam
juta seratus ribu rupiah).
Dengan data dan peta yang memadai dan diperbaharui setiap tahun itu, Yayasan
Lembaga GN OTA telah berhasil membantu sasaran dengan baik dan menyelamatkan
hampir dua juta anak-anak keluarga miskin dari kemungkinan drop out dari sekolahnya.
Menolong Pengentasan Kemiskinan
Dengan data dari sumber yang sama, BKKBN berjasa membantu keluargakeluarga
pra sejahtera dan keluarga sejahtera I melaksanakan upaya pengentasan
kemiskinan. Untuk itu selama lima tahun terakhir ini BKKBN telah mengajak sekitar 13
juta keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I belajar menabung dalam Tabungan
Keluarga Sejahtera (Takesra) pada Bank BNI. Dari 13.023.864 keluarga itu jumlah
tabungan mereka sampai bulan Juni 2001 pada Bank BNI di seluruh Indonesia tercatat
sebesar Rp. 221.003.085.087,- (lebih dari duaratus duapuluh satu milyar rupiah).
Dari para penabung itu, yang sampai bulan Juni 2001 telah bergabung pada
590.005 kelompok ada sebanyak 10.640.617 keluarga telah belajar berusaha dengan
pinjaman Kredit Usaha Keluarga Sejahtera (Kukesra) sebesar Rp. 1.639.607.440.000,-
(satu trilliun enamratus tigapuluh sembilan milyar enamratus tujuh juta empatratus
empatpuluh ribu rupiah). Dengan pinjaman dengan bunga rendah itu dan bimbingan
antar anggota kelompoknya mereka mulai berusaha bangkit secara mandiri. Banyak dari
anggota itu yang sekarang mulai mempunyai usaha produktip dengan modal yang lebih
besar. Hasil pendataan telah berhasil mempertajam sasaran dan menolong mereka untuk
bangkit makin mandiri.
12
Karena itu bagi mereka yang telah berhasil makin ditingkatkan dukungannya
dengan program Kukesra Mandiri dan Pundi yang memberikan pendampingan dan
dukungan dana yang jumlahnya relatip lebih besar lagi.
Masa Depan Pendataan
Dengan pengalaman-pengalaman itu, maka Lembaga Non Departemen BKKBN,
yang selama ini secara tekun telah berhasil mempertajam sasaran pemberdayaan dalam
berbagai bidang perlu diberikan perhatian yang lebih besar untuk melanjutkan usahanya.
Ada baiknya pendataan tahun ini makin disempurnakan dan dikerjakan sekarang juga
agar pada tahun anggaran yang baru nanti, 2002-2003, semua lembaga pemerintah dan
swasta dapat mempergunakan data dan peta yang sama untuk secara gotong royong
membantu sasaran secara terpadu.
Ada baiknya dalam rangka otonomi daerah, para Bupati, Walikota dan Gubernur,
serta lebih-lebih para Camat dan Kepala Desa, mengulurkan tangan memberi bantuan
yang sebesar-besarnya agar pendataan itu dilakukan dengan cermat, menghasilkan data
yang lebih terperinci untuk keperluan daerah, dan akurat. Kalau perlu pengolahan data
daerah itu dilakukan di daerah agar kecepatan pengolahannya dapat dibantu dengan
sistem yang mutakhir yang peralatannya sekaligus dapat dipergunakan untuk
memperkuat sistem informasi elektronik daerah. Dengan data yang terperinci dan diolah
di daerah itu diharapkan sekaligus kualitasnya dapat ditingkatkan. Data dengan kualitas
prima itu sangat mempengaruhi akurasi dan kegunaannya untuk perencanaan yang
komprehensip, terpadu dan matang di lapangan.
Untuk ciri-ciri penduduk tertentu, seperti ibu-ibu yang sedang mengandung,
perlu dilakukan pendataan sampai dengan ciri-ciri individual yang sangat terperinci. Ciriciri
yang terperinci itu bisa dipergunakan untuk memberikan dukungan agar tingkat
kematian ibu karena mengandung dan melahirkan dapat segera diturunkan.
Agar data hasil pendataan dan peta sasaran itu bisa disajikan pada awal tahun
2002 nanti, dipergunakan sebagai pedoman dan peta sasaran semua pembangunan, maka
pendataan secara lengkap harus segera dimulai dan tidak terganggu oleh gonjang
ganjingnya pergantian Menteri atau pergantian Pimpinan BKKBN. Pendataan untuk
menentukan sasaran yang tepat itu begitu pentingnya sehingga tidak boleh dikorbankan
oleh penyesuaian struktur atau pergantian personil dari lembaga yang bisa menyajikan
peta sasaran pembangunan yang penting itu.
13
GERAKAN IBU SEHAT SEJAHTERA
Dewasa ini kita berada dalam alam reformasi yang penuh tantangan. Bahkan di seluruh
dunia terdengar nyaring genderang perang ditabuh bertalu-talu mengajak dan merangsang
semua kekuatan pembangunan memperbaiki nasib perempuan dan anak-anak. Setiap
orang dituntut untuk membantu Ibu rumah tangga dan keluarganya ikut perjuangan maha
dahsyat dalam memperbaiki tingkat kesehatan, urusan pendidikan anak dan kesejahteraan
keluarga pada umumnya.
Biarpun upaya untuk memperbaiki tingkat kesehatan ibu dengan antara lain menurunkan
tingkat kematian itu sudah dilakukan dengan sungguh-sungguh, masih terasa bahwa
urusan perbaikan kesehatan Ibu itu berjalan lamban. Angka kematian ibu hamil,
melahirkan dan menyusui yang tigapuluh tahun yang lalu masih diatas 600 per 100.000
kelahiran, telah berhasil diturunkan menjadi sekitar 300 – 350 per 100.000 kelahiran.
Keberhasilan ini tertutup karena dengan angka-angka itu kita masih berada pada ranking
tertinggi di ASEAN, bahkan mungkin saja di dunia. Karenanya terasa sekali bahwa nasib
para ibu belum mendapat perhatian yang wajar.
Dengan angka kematian ibu sekitar 300 – 350 per 100.000 kelahiran itu, jumlah Ibu-ibu
Indonesia yang meninggal dunia karena peristiwa mengandung, melahirkan dan
menyusui setiap tahunnya masih bisa mencapai 16.000 sampai 18.000 jiwa setahunnya.
Ini berarti setiap bulan masih ada sekitar 1.300 sampai 1.500 ibu-ibu di seluruh Indonesia
meninggal dunia dengan sia-sia. Andaikan ada sekitar 1500 ibu-ibu meninggal dunia
setiap bulan, maka setiap hari ada sekitar 50 ibu-ibu meninggal dunia karena
mengandung dan melahirkan yang nampaknya sederhana itu. Padahal kematian ibu itu
bisa dicegah apabila kita semua memberikan perhatian yang wajar kepada para ibu yang
sedang mengandung dan melahirkan.
Di negara-negara tetangga kita seperti Malaysia dan Singapura, bahkan Vietnam yang
baru saja terlepas dari belenggu perang yang panjang, dalam hal kematian ibu hamil dan
melahirkan keadaannya jauh lebih baik. Sudah lama negara-negara seperti Malaysia dan
Singapura mempunyai tingkat kematian ibu mengandung dan melahirkan dibawah angka
10 per 100.000 kelahiran, hampir sama dengan keadaan di negara-negara maju lainnya.
Karena itu, mereka yang sangat prihatin terhadap kematian ibu yang sia-sia itu sejak
bulan Mei 2002 yang lalu menyegarkan kembali komitmen mereka dengan
mendeklarasikan kembali apa yang mereka namakan Aliansi Pita Putih Indonesia atau
APPI di Jakarta. Sebagaimana namanya, lembaga ini bukan suatu lembaga yang
mempunyai bentuk baku, tetapi merupakan kerjasama antar lembaga lain yang
mempunyai visi dan misi sama untuk mengembangkan program dan kegiatan yang
bermuara pada upaya penyelamatan ibu-ibu mengandung dan melahirkan yang apabila
tidak tertolong dapat meninggal dunia dengan sia-sia.
14
Kita harus berbesar hati bahwa biarpun Indonesia sejak lama termasuk negara dengan
tingkat kematian yang paling tinggi, tetapi dalam waktu tigapuluh tahun terakhir ini telah
bekerja keras menurunkan angka kematian itu menjadi lebih dari separuhnya. Dengan
adanya deklarasi yang baru saja dikukuhkan pada bulan Mei lalu, dalam suasana
desentralisasi sekarang ini pemerintah pusat dan organisasi kemasyarakatan yang ada di
tingkat pusat harus segera memberi petunjuk dan menyebar wawasan ke daerah agar visi
dan misi yang sangat luhur itu segera dikembangkan menjadi program dan kegiatan untuk
membantu para ibu yang sedang mengandung atau melahirkan di tingkat desa dan
pedukuhan. Masing-masing daerah harus diberi kesempatan mengembangkan prakarsa
dan program dengan caranya sendiri secara mandiri bagaimana melanjutkan upaya yang
telah berhasil mereka laksanakan sebelumnya.
Program KB yang telah berhasil mengajak pasangan usia subur untuk mengatur
kehamilan dan kelahiran anak-anaknya harus makin dikembangkan, dan terus
menghimbau pasangan muda yang rawan untuk mengatur kelahiran anaknya dengan ikut
KB dengan baik. Para petugas kesehatan dan bidan di desa harus makin rajin dan mampu
“menjemput bola”, mendatangi mereka yang sedang mengandung dan meminta mereka
agar rajin memeriksakan dirinya ke klinik dan memberikan mereka cara-cara merawat
kehamilannya agar bisa melahirkan dengan selamat. Para suami dengan keluarga dan
warga sekitarnya harus memberikan perhatian yang lebih besar kepada isteri-isteri yang
sedang mengandung dan siap siaga untuk memberikan bantuan apabila diperlukan.
Mereka harus bisa segera membawa ibu yang akan melahirkan ke klinik yang terdekat
demi keselamatan ibu yang bersangkutan.
Kelanjutan program-program itu harus bisa memanfaatkan arus reformasi yang marak
dan sistem komunikasi terbuka yang luar biasa. Para pemimpin daerah seperti Bupati dan
Walikota diharapkan bisa mengisi reformasi dengan program-program yang
menguntungkan rakyat banyak. Program-program itu harus bisa merangsang masyarakat
luas untuk mengembangkan secara mandiri kelanjutan program-program yang lebih
berhasil tetapi dengan arahan yang lebih efisien dan mandiri.
Program-program masyarakat itu harus diarahkan pada daerah-daerah yang justru belum
banyak berhasil, misalnya tingkat fertilitasnya masih tinggi, pasangan usia suburnya
masih belum banyak ber-KB atau daerah-daerah yang fasilitas kesehatannya masih sangat
minimal. Daerah-daerah semacam itu harus menjadi perhatian pemerintah daerah dan
organisasi kemasyarakatan yang ada untuk ditangani dengan baik.
Dengan penanganan program semacam itu rakyat yang memimpikan nilai positip dari
otonomi daerah akan segera mendapat suguhan nyata yang menarik tentang otonomi
daerah. Mereka pasti akan sangat hormat kepada Bupati dan Pemerintah daerahnya kalau
daerah-daerah yang tertinggal itu segera mendapat perbaikan yang menyangkut kualitas
kehidupan keluarganya, menyangkut kesehatan dan kesejahteraan isteri dan anak-anak
mereka.
15
MENYAMBUT ANAK–ANAK GENERASI BARU
Hari Anak Nasional 2002 ini agak khusus dibandingkan dengan Hari Anak Nasional lima
atau sepuluh tahun lalu. Anak-anak yang akan merayakan Hari Anak Nasional besuk pagi
sebagian besar memang masih merupakan anak-anak khohor dari generasi baby boomers
tahun 1970-1980-an yang lalu, tetapi sebagian lainnya adalah anak-anak generasi baru
yang berbeda sosialisasinya semasa orang tuanya masih kanak-kanak. Sebagian besar
orang tua mereka dilahirkan oleh orang tua yang dilahirkan pada tahun 1970-1980-an.
Tetapi sebagian dari mereka adalah anak-anak dari generasi KB. Jumlah anak-anak
generasi KB ini makin bertambah besar. Anak-anak itu dilahirkan oleh orang tua yang
orang tuanya telah mengikuti KB dengan baik, sehingga jumlah anak dalam keluarga
orang tua mereka adalah satu, dua atau maksimum tiga orang anak saja.
Mereka yang dilahirkan di tahun 1970 – 1980-an lalu disebut baby boomer karena di
tahun itu terjadi baby boom di Indonesia. Sebagian dari mereka dilahirkan dari orang tua
yang hampir tidak mengenal arti keluarga berencana atau family planning. Mereka
dilahirkan oleh orang tua yang hidupnya secara terus menerus dalam keluarga besar, dan
umumnya menikah pada usia yang sangat muda, rata-rata sekitar 16 tahun. Mereka
dilahirkan dalam suasana keluarga yang besar, satu keluarga rata-rata terdiri dari ayah,
ibu dan empat, lima atau enam orang anak. Sebagian besar orang tua muda yang besuk
pagi anak-anaknya akan merayakan Hari Anak Nasional tidak banyak mengenal keluarga
batih atau nuclear family, tetapi baginya keluarga adalah keluarga besar atau extended
family yang secara gotong royong menyangga seluruh kehidupan dan keperluan keluarga
yang ada.
Orang tua mereka dibesarkan dalam suasana keluarga besar itu dengan masing-masing
keluarga mempunyai jumlah anak yang banyak. Karena itu, dalam kehidupannya
sekarang tidak mustahil orang-orang muda ini masih di-“kerumuni” oleh suasana
kehidupan itu. Suasana ini pula yang barangkali masih menandai hari libur yang baru saja
berakhir hari ini. Sebagian dari mereka berlibur bukan saja ke tempat-tempat hiburan
yang strategis dengan pemandangan indah, tetapi masih “harus” memerlukan berkunjung
ke tempat-tempat keluarga besarnya yang ada di daerah atau di desa-desa. Dengan
kunjungan itu suasana desa masih bisa bertambah meriah seakan seperti suasana bulan
puasa atau hari libur Idul Fitri. Biarpun karena alasan ekonomi jumlahnya tidak sebesar
hari libur Idul Fitri, tetapi suasana maraknya kunjungan ke paman, pakde dan embah ini
masih terasa kental untuk daerah-daerah tertentu.
Namun, sebagian suasana tahun ini pasti sudah agak berbeda dengan peristiwa yang
mungkin terjadi pada Hari Anak Nasional sepuluh tahun atau lima tahun yang lalu.
Sebagian dari orang tua muda sekarang adalah generasi orang tua yang sudah ikut
keluarga berencana. Orang tua muda itu adalah anak muda kelahiran tahun 1970-1985
yang orang tuanya sudah mengikuti gerakan KB dengan jumlah yang lebih melimpah.
Dalam satu dua tahun terakhir ini mereka mulai menikah dan melahirkan anak-anaknya
yang merupakan anak-anak baru generasi KB tahapan yang kedua. Orang tuanya
mengalami hidup dalam generasi KB yang dikerumuni hanya oleh orang tuanya sendiri.
16
Tidak banyak adiknya, tidak banyak kakaknya. Hidup dari orang tua yang melahirkan
anak dalam satu dua tahun terakhir ini semasa kecilnya adalah hidup “mandiri” yang
cenderung “manja” karena sendirian dengan kedua orang tuanya. Orang tua mereka pada
hari libur duapuluh tahun yang lalu tidak pergi lagi dengan adik-adik atau kakaknya
berkunjung ke sana kemari, tetapi telah “dirawat” oleh kedua orang tuanya dengan
segala kecintaan yang dapat diberikan kedua orang tuanya. Hampir pasti kehidupannya
lebih dekat dengan orang dewasa tetapi tidak dengan dunia anak-anak. Jumlah mereka
yang mengenal KB dua puluh tahun lalu sudah sukup besar untuk menghasilkan anakanak
dengan jumlah anggota keluarga yang kecil itu. Kedua orang tua dari orang tua
anak-anak yang besuk merayakan Hari Anak Nasional dari jenis keluarga semacam ini
pasti lain anggapan dan tanggapannya kepada anak-anaknya.
Orang tua dengan anak-anak baru inilah barangkali yang memenuhi tempat-tempat
hiburan selama berlangsung liburan panjang tersebut. Mereka dibawa oleh orang tuanya
yang semasa kecil juga dibawa pula oleh orang tuanya untuk hal yang sama.
Belajar Menjadi Orang Tua dan Belajar Menjadi Anak
Generasi muda yang menjadi orang tua sekarang ini memang berasal dari
berbagai generasi. Ledakan penduduk dimasa lalu banyak “menolong” orang muda
belajar menjadi orang tua semenjak saat yang sangat dini. Generasi KB terpaksa tidak
dapat belajar dari dalam keluarganya sendiri, misalnya dengan “momong” saudarasaudaranya
yang lebih kecil. Karena itu belajar menjadi orang tua dan merawat bayi
harus dipelajari dengan sungguh-sungguh karena praktek lapangannya dalam lingkungan
keluarga menjadi sangat jarang.
Karena itu anak-anak muda yang sekarang menjadi orang tua dengan anakanaknya
yang baru harus betul-betul memanfaatkan Hari Anak Nasional 2002 ini untuk
belajar menjadi orang tua. Orang tua harus mengenal anak-anaknya yang masih menangis
dan nakal bukan sebagai suatu malapetaka. Mereka harus melihat bahwa kebagiaan orang
tua justru akan menjadi lebih kental dengan tangis bayi dan kenakalan anak-anak dalam
batas-batas yang wajar. Orang tua harus belajar mengenal anak dari tangis dan kenakalan
anak-anaknya itu untuk menambah kecintaannya.
Hilangnya ledakan bayi seharusnya melahirkan lembaga baru yang mendidik
orang tua muda untuk belajar menjadi orang tua. Orang tua muda belajar menjadi orang
tua yang mengetahui bagaimana memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Orang tua harus
belajar mengikuti tumbuh kembang anak secara cermat untuk masa depan anak-anaknya
itu. Orang tua, lebih-lebih kalau keduanya bekerja, harus pandai-pandai mengatur waktu
dan memberi perhatian kepada anak-anaknya. Itulah kiranya salah satu makna Hari Anak
Nasional 23 Juli 2002.
17
MEWASPADAI GANGGUAN UNTUK ANAK MUDA
Untuk menyambut bulan suci Ramadhan yang penuh berkah, sekaligus mengisi Hari
Kesehatan Nasional 2002, kita harus menyiapkan diri dengan sungguh-sungguh. Bulan
suci Ramadhan merupakan momentum untuk merenung dan mengikat diri untuk berbuat
yang terbaik demi kehidupan masa depan yang diridhoi oleh Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Esa. Karena itu kita harus membantu anak-anak muda menghadapi gangguan dan
godaan yang setiap hari mengancam. Kita harus meningkatkan kesadaran generasi muda
dengan mengisi pengetahuan yang memadai untuk menghadapi ancaman yang muncul
dengan bertubi-tubi dalam suasana globalisasi dan reformasi sekarang ini. Kita tidak bisa
meramal karena serangan godaan itu bisa datang dari luar negeri yang makin terbuka dan
penuh resiko. Atau juga datang dari dalam negeri karena keterbukaan dalam alam
reformasi yang marak. Segala kemungkinan bisa terjadi.
Serangan Virus lebih lancar karena Stigma
Negara-negara di belahan timur Eropa, negara-negara Eropa Tengah dan negara-negara
yang tergabung dalam Commonwealth of Independent States (CEE/CIS), telah
mengalami proses reformasi yang maha dahsyat. Sejak runtuhnya Tembok Berlin pada
tahun 1989 delapan negara itu telah pecah menjadi 27 negara baru. Hampir semua negara
itu mengalami krisis ekonomi pada tahun 1990-an. Sepertiganya mengalami konflik dan
perang. Karena itu dalam tempo kurang dari 12 tahun, lebih dari 400 juta penduduknya
harus menganut pola kehidupan dalam alam kebebasan yang baru.
Akibat dari kebebasan dan kemerdekaan itu sungguh sangat menarik. Seperti halnya di
negara-negara maju lainnya, negara-negara baru itu mengalami proses transformasi
dengan kemajuan yang sangat marak. Kemajuan yang dicapai oleh negara-negara itu
antara lain adalah menurunnya tingkat kelahiran dan tingkat kematian, baik secara
keseluruhan maupun untuk ibu dan anak-anak. Karena itu tingkat pertumbuhan penduduk
juga menurun dengan baik disertai makin baiknya tingkat kesehatan masyarakatnya.
Kemerdekaan, proses transformasi dan transisi itu membawa pula kesempatan baru di
semua negara. Hak-hak azasi mendapatkan tempat yang menarik, mereka mulai
menikmati hak-hak untuk memilih, kebebasan mengeluarkan pendapat dan menentukan
sendiri kehidupan pribadinya. Berbagai kebebasan dan hak-hak azasi itu menjadi suatu
kemajuan yang dianggap sangat menarik dan menggairahkan kehidupan sosial budaya
masyarakatnya. Disamping kesempatan baru dalam bidang politik itu mereka juga
menikmati kebebasan untuk bergaul dan menentukan kehidupan dalam masyarakat dan
para remajanya. Anak-anak muda yang biasanya tidak bisa mengekspresikan dirinya
dengan baik mendapat kebebasan yang luar biasa. Pergaulan anak muda juga berlangsung
dengan lebih bebas karena mereka bisa mengembangkan kreasi-kreasi yang penuh
dinamika dalam hal seni, budaya dan kehidupan lainnya.
Hubungan antar manusia yang bertambah bebas itu juga mengandung resiko yang dalam
banyak hal belum terlalu diperhitungkan. Berbagai batasan yang biasanya
18
merenggangkan hubungan antar manusia menjadi lebih longgar, baik dalam kaitan sosial
maupun budaya yang berkembang. Karena kemajuan itu remaja perempuan makin bebas
bergaul dengan remaja laki-laki sebayanya. Mereka bersama-sama tidak saja di sekolah
tapi juga pada pusat-pusat pertemuan lainnya. Tidak jarang pergaulan itu berlanjut
sampai mereka bekerja bersama dalam lingkungan yang jauh dari keluarga. Pembatasan
yang biasanya ada, karena lingkungan orang tua, atau adat budaya lainnya, menjadi
sangat tipis atau hampir hilang. Karena itu setiap anak dan remaja makin bebas
membawakan dirinya dalam suasana baru yang penuh godaan dan tantangan.
Akibatnya yang negatip mulai menampakkan dirinya. Mereka mulai kewalahan
menghadapi serangan Virus HIV/AIDS karena tekanan kebebasan yang kebablasan itu.
Masyarakat yang baru saja terbebas dari kekangan yang sangat kuat pada jaman masih
bergabung dalam federasi Rusia, dibayangi stigma negatip untuk mencegah menjalarnya
Virus HIV tersebut. Ketakutan karena kemungkinan diisolasi itu menghambat seseorang
yang mempunyai tanda-tanda terkena HIV segan mendapatkan pengobatan atau
menyatakan dirinya terkena serangan Virus HIV. Mereka takut akan ditolak di rumah
sakit atau bahkan takut dikucilkan dari komunitas di kampungnya. Ketakutan atas stigma
dan diskriminasi itu mempermudah penyebaran Virus yang dahsyat tersebut.
Belajar dari Pengalaman
Belajar dari pengalaman yang mengerikan di negara-negara baru Eropa Timur, Tengah
dan negara-negara CIS itu, kita yang juga menghadapi era reformasi yang bebas sekarang
ini harus lebih waspada. Dalam suasana menjelang bulan Puasa yang penuh kesejukkan,
kita harus berani mengingatkan diri akan kenyataan baru ini. Kita harus membekali anak
cucu yang muda dan penuh dinamika dengan kesadaran dan pengetahuan yang mendalam
tentang reproduksi sehat sejahtera. Kita tidak boleh membiarkan mereka mencarinya
sendiri, atau mencari dari teman-teman yang sama-sama tidak tahu, atau mempersilahkan
mereka main coba-coba dengan eksperimen yang berbahaya. Keluarga dan orang tua
harus secara arif tetapi berani membekali anak-anak muda secara dini dengan penjelasan
yang wajar dan transparan tentang reproduksi sehat sejahtera itu. Untuk itu orang tua dan
seluruh sesepuh keluarga harus juga belajar menjadi tutor yang terpercaya agar setiap
anak bisa mengambil manfaat dari pengalaman dan pengetahuan yang benar tentang
reproduksi sehat sejahtera dari orang tuanya.
Anak-anak remaja harus secara berani belajar tentang reproduksi sejahtera itu dengan
tekun untuk mengetahui secara benar hubungan seksual yang aman dan bebas dari bahaya
Virus HIV/AIDS yang mengancam siapa saja tanpa pandang bulu. Pengetahuan ini harus
disertai dengan penghayatan yang sama mendalamnya tentang agama yang dianutnya
sebagai bekal membangun keluarga yang bahagia dan sejahtera.
19
SETAPAK LANGKAH TEPAT SELAMATKAN NYAWA
Konperensi PBB tentang Anak yang sangat intensip di New York berakhir sudah. Debat
besar itu adalah wacana akbar tentang anak yang paling penting di abad ini. Presiden,
Perdana Menteri, Menteri, Ketua Parlemen, anggota DPR, para ahli, orang-orang swasta
beken, dan anak-anak bercampur baur saling meyakinkan betapa pentingnya
meningkatkan perhatian dan memperbaiki mutu anak-anak untuk menghasilkan masa
depan yang lebih bahagia dan sejahtera.
Pada salah satu forum, para anggota parlemen dari seluruh dunia yang berkumpul
di New York menyatakan bertanggung jawab, biarpun telah banyak yang dikerjakan,
tetapi masih banyak agenda perubahan UU dan peraturan yang harus digarap. Perubahan
UU itu akan bisa menjadi landasan dan arahan bagi perbaikan nasib anak-anak yang
bergelut dengan peristiwa dunia maupun pergolakan lokal di daerahnya. Mereka yakin
dengan aturan yang ditegakkan dengan baik, anak-anak bisa dicegah untuk tidak menjadi
umpan peluru, mainan kekerasan seksual, maupun harus terpaksa keluyuran di jalan-jalan
karena peperangan atau karena konflik antar suku, antar agama, atau karena alasan
lainnya. Anak-anak tidak boleh menjadi korban kebiadaban dan kekerasan.
Adalah menarik bahwa para anggota parlemen itu merasa sangat tersentuh, lebihlebih
pertemuan akbar itu dihadiri oleh anak-anak dari segala penjuru dunia, yang dengan
polos dan gamblang menyatakan impiannya tentang dunia yang pantas dan dinamis bagi
pengembangan diri dan kepribadiannya. Anak-anak itu mempertanyakan apakah para
tokoh siap mempersiapkan masa depan anak-anaknya dengan segala tantangannya. Anakanak
yang polos itu menyakinkan para anggota yang terhormat untuk meniru gaya PBB
yang dengan berani mengundang anggota remaja dalam forum yang demikian megah dan
terhormat. Kalau tantangan itu bergaung, kiranya tidak akan lama lagi parlemen di
banyak negara, yang selama ini dipenuhi dengan para anggota senior yang terhormat,
harus membentuk dan mendengar para remaja mengarahkan undang-undang yang
memberi tempat yang wajar bagi perkembangan dunia anak-anak calon pemimpin masa
depan bangsanya.
Konperensi Dunia bertambah optimismenya mendengar ucapan dan komitmen
seorang tokoh kaya yang terkenal, Bill Gates III, yang dengan rekan-rekan pengusaha
besar lainnya, tidak saja bicara di forum yang terhormat itu, tetapi sambil menyatakan
bahwa uang saja tidak akan membawa hasil, mereka merancang dan mengajak organisasi
seluruh dunia, termasuk di jajaran akar rumput untuk bahu membahu mencari cara
terbaik bagaimana memberi perhatian kepada anak-anak di seluruh dunia agar bisa
meraih masa depan yang lebih sejahtera.
Memang benar, uang saja tidak cukup, tetapi dunia akan sangat berterima kasih
kepada Bill Gates dan kawan-kawan, jutawan yang kondang itu, kalau mereka benarbenar
membuka kantong tebalnya untuk melaksanakan rencana besar yang dihasilkan
oleh konperensi akbar di New York tersebut. Langkah setapak yang benar sekecil
20
apapun pasti akan membawa makna kalau segera dijalankan dengan baik. Hasil kongkrit
langkah setapak itu pasti akan segera diikuti oleh langkah-langkah bermakna lainnya.
Semua pihak harus ikut serta, bukan orang miskin atau negara berkembang saja.
Memang, biasanya kematian anak dan ibu adalah karena serba miskin. Contoh yang
sangat dramatis disampaikan oleh Ibu Negara dari Bolivia, Virginia Gillum De Quiroga,
yang dengan gaya yang meyakinkan membawakan kisah nyata menolong seorang gadis
anak kenalannya bernama Lupe. Pada suatu hari Lupe, yang lagi hamil 8 bulan tanpa
menikah, perutnya merasa mulas dan ketubannya terasa pecah mengeluarkan air. Merasa
perutnya mual dan ada tanda ketubannya pecah Lupe segera berlari ke klinik yang
mewah di dekat rumahnya. Mengetahui Lupe yang kesakitan karena mengeluarkan air
yang banyak, dokter yang mengetahui bahwa Lupe hamil delapan bulan menganjurkan
Lupe untuk minum banyak-banyak dan menahan rasa mual yang akan segera berakhir.
Ibu Negara yang mengenal anak dan Ibu sahabatnya itu, ikut prihatin dan segera
menganjurkan agar Ibunya segera melihat anaknya. Ibu Lupe segera mengunjungi
anaknya di klinik. Namun, karena tidak segera juga muncul, Ibu Negara segera
menyusulnya. Mengetahui bahwa anak remaja itu kesakitan dan dokter mengira anak itu
tidak akan melahirkan, segera membawa remaja malang itu ke rumah sakit yang terdekat.
Dengan pemeriksaan yang lebih seksama diketahui bahwa remaja itu sudah siap untuk
melahirkan dan sang jabang bayi sangat menderita. Akhirnya diputuskan untuk memberi
pertolongan melahirkan melalui sistem operasi demi keselamatan anak dan ibunya.
Penanganan yang tepat ini merupakan contoh kecil yang diangkat kepermukaan
karena dengan langkah kecil yang tepat itu keselamatan ibu dan anak dapat tertolong.
Keselamatan mereka hampir tidak tertolong bukan karena tidak ada dokter, bukan
karena tidak ada perawatan, bukan pula karena tempat pelayanan jauh, tetapi tertolong
karena pengetahuan dan keyakinan, keyakinan dan pengetahuan tentang mengandung dan
melahirkan yang tinggi. Pengetahuan itu harus dimiliki oleh semua pihak, para remaja,
juga para ibu, juga para dokter, dan para perawat yang ada di klinik, yang dikunjungi oleh
Lupe pada saat dia merasa sakit, atau klinik lain yang akan dikunjungi oleh Lupe-lupe
lainnya yang ada di seluruh pelosok dunia, di desa dan di kota.
Disinilah muncul anggapan umum yang hampir seragam pada seluruh peserta
Konperensi Akbar yang maha besar itu bahwa faktor pendidikan memainkan peranan
yang sangat penting untuk memperbaiki keadaan yang ada sekarang. Pendidikan itu harus
sangat bertalian dengan pengetahuan yang mendalam tentang reproduksi sehat dan
tentang kemampuan kita untuk mendeteksi apa yang terbaik untuk menyelamatakan ibu,
anak-anak dan masa depannya yang lebih sejahtera.
Semoga setelah hingar bingar Konperensi Maha Besar PBB itu berakhir, kita di
Indonesia siap mengambil langkah setapak yang tepat dan membawa makna untuk
memperbaiki kualitas anak dan masa depannya yang sejahtera.
21
KOMITMEN SEGAR “ANAK LIAR” HARUS SRGERA DIAKUI
DUNIA
Sidang Khusus PBB tentang Anak tanggal 8-10 Mei 2002 yang diadakan di Markas
PBB, di New York, rencananya akan berakhir pagi ini, atau Jum’at sore waktu New
York. Pagi ini, atau Jum’at malam, sebagian anggota delegasi dari seluruh dunia akan
kembali ke negara masing-masing lengkap dengan pengetahuan baru tentang keadaan
anak-anak di dunia. Lebih dari itu mereka akan kembali dengan dukungan moral, politik
serta komitmen dari bangsa-bangsa yang peduli atas masa depan umat manusia. Kita
tertantang untuk segera membumikan komitmen pada Konperensi PBB itu kedalam
program dan kegiatan nyata di tanah airnya.
Karena sidang itu, sekarang bukan rahasia lagi bahwa di seluruh dunia, setiap tahun
masih terdapat tidak kurang dari 11 juta anak-anak meninggal dunia, padahal kalau kita
waspada, kematian itu bisa dicegah dengan relatif mudah. Kematian itu terjadi karena
tidak kurang dari 150 juta anak-anak masih tergolong anak-anak yang kurang gizi,
padahal banyak anak-anak dan orang tua di seluruh dunia kelebihan makanan sampai
dibuang-buang tidak dimanfaatkan. Tidak kurang dari 120 juta anak-anak yang
seharusnya sekolah masih berkeliaran dijalan-jalan menjadi mangsa penyalah gunaan
obat, kekerasan dan eksploitasi seksual yang menjijikkan. Jutaan lainnya terpaksa bekerja
dan masih belum dapat dicegah puluhan juta lainnya terkungkung dalam kancah perang,
konflik, atau mengungsi karena adanya berbagai bentuk kekerasan.
Para peserta Pertemuan PBB memang sempat terhibur dan menaruh harapan besar karena
keberhasilan selama sepuluh tahun terakhir ini. Dari 27 target tahun 1990-an, sekitar 6
(enam) target telah dapat dicapai dengan sangat baik. Duabelas target lagi mencapai
kemajuan yang cukup berarti, 3 (tiga) target tidak memperoleh kemajuan sama sekali,
dan sisanya (6) enam target lainnya memiliki data yang tidak lengkap sehingga agak
sukar diperoleh gambaran keberhasilannya.
Salah satu yang menarik dalam konperensi itu adalah bahwa selama sepuluh tahun
terakhir ini tingkat kematian bayi dan anak-anak dibawah lima tahun telah menurun
secara drastis. Secara menyeluruh tingkat kematian itu telah turun lebih dari 10 persen,
bahkan pada lebih 53 negara angka kematian itu telah menurun sesuai atau lebih drastis
dibandingkan dengan rancangan yang dibuat sekitar tahun 1990-an itu. Turunnya tingkat
kematian anak di beberapa negara ternyata bisa dikerjakan kalau saja ada komitmen yang
tinggi, karena ternyata alat bantu dan obat-obatan yang dibutuhkan sangat sederhana dan
murah. Bisa dikata murah meriah. Sebagai contoh, diarea, atau mencret, bisa diturunkan
lebih dari 50 persen keadaan sebelumnya hanya dengan dehidrasi oral. Tetanus neonatal,
yang dikenal sangat ganas itu bisa diturunkan dengan drastis oleh sekitar 104 negara dari
161 negara yang menyatakan komitmen di tahun 1990-an itu.
Karena harapan-harapan positip itu, target-target yang disodorkan sebanyak tidak kurang
dari 21 kelompok indikator, yang sebagian besar berasal dari 27 target-target tahun 1990-
an yang lalu.
22
Menurut Direktur UNICEF, Carol Bellamy, yang sejak dibukanya sidang itu pada
tanggal 8 Mei yang lalu, target-target baru yang baru muncul, yaitu (5) lima target yang
berhubungan dengan kesejahteraan anak tentang perlindungan anak. Karena masalah ini
tidak mempunyai data yang akurat, banyak pula yang sifatnya sangat “kultural”, agak
sukar dibicarakan. Tetapi setiap wakil dari negara-negara peserta sepakat akan
melakukan penelitian dan penggarapan yang membesarkan hati tentang masalah yang
rumit ini. Tetapi 3 (tiga) target-target tentang penyebaran HIV/AIDS yang secara ganas
menyerang bayi, atau anak-anak yang terpaksa hidup terlantar di jalanan, yang pada
tahun 1990-an belum nampak ternyata tidak menimbulkan kontroversi. Semua pemimpin
dunia sepakat bahwa masalah ini harus ditangani dengan sungguh-sungguh agar anakanak
yang tidak berdosa itu dapat diselamatkan.
Sidang Anak dengan Kehadiran Anak-anak
Barangkali Sidang Khusus PBB tentang Anak tahun ini merupakan sidang PBB
pertama tentang anak yang dihadiri oleh utusan-utusan anak dalam setiap delegasi yang
berdatangan di Kota New York yang metropolitan itu. Anak-anak dari negara maju dan
dari negara berkembang berbaur dengan para anggota delegasi senior ikut memperkuat
dan memberi warna delegasi negaranya masing-masing.
Dalam sidang-sidang NGO yang diadakan paralel dengan Sidang Khusus PBB
itu, didapat kabar bahwa anak-anak dari masing-masing delegasi mendapat kesempatan
mengutarakan dan menjelaskan keadaan, nasib serta harapan-harapan generasinya atas
masa depan dunia yang diimpikan, yaitu dunia yang penuh damai dan dinamis memihak
kepada kesejahteraan dan keadilan. Anak-anak merasakan dan mengharapkan agar para
pemimpin dunia tidak saja pandai mengumbar janji, tetapi juga mempunyai komitmen
untuk melaksanakan janji-janji itu, antara lain segera mengakui empatpuluh persen
“anak -anak liar”, yang dilahirkan dan kemudian tidak didaftar di banyak negara,
terutama di negara-negara berkembang, demi masa depan yang lebih sejahtera.
Ketika para pemimpin menandatangani persetujuan dunia tentang perlindungan terhadap
anak dan usaha menghindari makin maraknya HIV/AIDS diantara anak-anak, mereka
mengharapkan bahwa pemerintah benar-benar menerapkan perlindungan yang bersifat
preventip untuk menghindari korban berjatuhan lebih banyak lagi.
Anak-anak dunia itu sangat sadar bahwa dari 100 anak-anak yang ada di dunia
dewasa ini banyak sekali hak-hak mereka yang terabaikan. Sebagai contoh :
Dari 100 anak itu tidak kurang dari 40 anak “tidak diakui” oleh negaranya atau “anak
liar”, karena kelahirannya tidak terdaftar;
Dari 100 itu tidak kurang dari 26 tidak pernah mendapatkan imunisasi yang memadai;
Dari 100 itu ada sekitar 19 tidak pernah mendapatkan akses air bersih atau hidup dengan
kondisi sanitasi yang tidak baik;
Dari 100 ada sekitar 30 akan kekurangan gizi;
Dari 100 ada 17 tidak akan pernah mampu sekolah, dan ternyata 9 dari padanya adalah
anak-anak perempuan;
23
dan ketika ada 100 anak dunia masuk ke sekolah dasar akhirnya hanya 25 yang bisa
menyelesaikan sampai tingkat yang ke lima.
Dunia sebenarnya bisa mengatasi keadaan diatas itu. Tetapi perhatian dunia tidak pada
anak-anak, tidak pada kesejahteraan mereka dan hal ini perlu dipacu kalau kita tidak
ingin masa depan dunia tidak menjadi lebih runyam lagi. Anak-anak dunia tidak saja
perlu, tetapi harus diselamatkan.
Dengan kecanggihan tehnologi dunia, para orang tua sebenarnya sanggup bekerja
sama dan mampu menghantarkan ide-ide cemerlangnya pada tataran dunia modern, dan
menyelesaikan masalah. Arena Konperensi Dunia yang baru saja berakhir di New York
memang harus disusupi secara positip oleh anak-anak untuk mengingatkan bahwa politik
bangsa-bangsa harus berubah. Mereka harus makin memberikan perhatian terhadap
manusia masa depan.
Tetapi lebih dari itu, anak-anak dunia, khususnya anak-anak negara berkembang, yang
selama ini menjadi sasaran perang, pelecehan seksual, penyiksaan dan tindakan brutal
lain yang dahsyat dan menyedihkan harus segera dihindarkan dari segala ancaman dan
malapetaka dengan segala daya dan dana yang tersedia di seluruh pelosok dunia.
Target-target yang menantang
Sejak persiapan sebelumnya, seluruh target yang terbagi dalam 21 topik penting,
yang sebagian diantaranya merupakan kelanjutan dari target-target sepuluh tahun
sebelumnya, dan sebagian lagi target baru, seperti eksploitasi anak-anak dan upaya
pencegahan HIV/AIDS, ternyata mendapat perhatian yang sangat tinggi dari para peserta
konperensi.
Keseluruhan target-target itu terbagi dalam empat kelompok yang sangat penting,
pertama, promosi hidup sehat; kedua, penyediaan pendidikan yang berkualitas; ketiga,
perlindungan terhadap abuse, ekploitasi dan kejahatan; dan terakhir, penanganan dan
upaya pencegahan penyebaran HIV/AIDS. Untuk bagian pertama, promosi hidup sehat
yang meliputi upaya penurunan angka kematian bayi dan anak balita, penurunan angka
kematian ibu mengandung dan melahirkan, penurunan anak-anak kekurangan gizi, dan
penyediaan air bersih, umumnya merupakan kelanjutan dari upaya selama masa sepuluh
tahun yang lalu. Upaya-upaya baru diberikan ancer-ancer target penurunan sekitar 30
persen dalam masa limabelas tahun yang akan datang. Tetapi upaya pengembangan
kebijaksanaan untuk anak-anak usia dini, pengembangan kebijaksanaan untuk anak
remaja, dan akses yang lebih baik untuk kesehatan dasar dituntut untuk segera
diwujudkan.
Bagian kedua, penyediaan pendidikan berkualitas, dunia mengharapkan segera
dikembangkan upaya pendidikan dini, khususnya untuk keluarga yang dianggap rawan
pendidikan, penurunan prosentase mereka yang belum sempat memasuki sekolah dasar
harus berkurang sekitar 50 persen dalam waktu limabelas tahun, segera dihilangkan
disparitas karena gender, perbaikan mutu pendidikan, khususnya dalam matematika,
24
membaca dan ilmu-ilmu yang bisa menolong siswa siap mandiri, dan bahwa kebutuhan
pendidikan untuk anak muda sudah dapat dipenuhi dengan baik, sekaligus tingkat buta
huruf segera dapat diturunkan.
Untuk item yang ke tiga, perlindungan terhadap anak, khususnya yang
berhubungan dengan eksoploitasi dan kekerasan terhadap anak, diharapkan ada lima item
yang harus segera mendapat perhatian dunia dengan cepat dan baik. Setiap negara
hendaknya melindungi anak-anak terhadap segala macam bahaya, abuse, eksploitasi dan
kekerasan apapun bentuknya dan dimanapun terjadinya. Diminta pula perlindungan anak
terhadap akibat konflik, peperangan dan segala macam musibah politik dan militer
lainnya, termasuk eksploitasi seksual dan perdagangan anak. Perlu pula dicegah
penggunaan anak dalam ketenaga kerjaan dan nencegah agar anak tidak terkukung dalam
keadaan yang sangat menyedihkan.
Item yang keempat, yang dianggap baru dalam Konperensi ini, yaitu bagaimana
menangani masalah HIV/AIDS, semua negara pada umumnya sadar betapa beratnya
akibat Virus ini untuk anak-anak dan banyak ibu-ibu yang mungkin saja tidak berdosa
tetapi harus menanggung akibatnya. Pada umumnya mereka menghendaki adanya suatu
komitmen untuk mengembangkan suatu jaringan pelayanan dan baru sesudah itu dalam
suatu rentetan tuntutan yang praktis banyak negara menghendaki dunia internasional
memberi dukungan peperangan dan segala akibat dari menjalarnya Virus HIV/AIDS.
Tanpa dukungan dunia internasional maka masalah ini tidak mudah ditanggulangi.
Dalam hal penanggulangan HIV/AIDS yang relatip mahal, para pemimpin dunia
tidak saja menghendaki setiap negaranya mempunyai komitmen untuk menangani
masalah ini secara nasional, tetapi juga dunia, terutama dunia dengan tingkat pendapatan
yang tinggi memberikan dukungan dana dan obat-obatan yang memadai agar bahaya itu
tidak menyebar lebih cepat dan lebih luas lagi.
Panel-panel yang mengejutkan
Seperti diduga sebelumnya, salah satu acara Sidang Khusus PBB tentang Anak yang
sangat menarik adalah tampilnya Bill Gates Jr., yang sangat terkenal itu bersama Perdana
Menteri Chandrika Bandaranaike dari Sri Langka, Presiden Thabo Mbeki dari Afrika
Selatan, Presiden Olusegun Obasanjo dari Negeria dan Presiden Oduard
Shevardnaadze dari Georgia yang akan mengadakan dialog dengan para pengusaha
swasta raksasa seperti CEO Nokia, Cisco System, Wipro suatu perusahaan raksasa dari
India, dan banyak pengusaha swasta besar lainnya. Nampaknya gerakan dunia untuk
kesejahteraan anak-anak tidak boleh berhenti. Para tokoh dunia itu berhasil menggiring
kawan-kawan mereka untuk tidak saja menoleh tetapi memberi perhatian yang sangat
tinggi terhadap calon-calon genius dan CEO masa depan itu. Terima kasih. (Prof. Dr.
Haryono Suyono, Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan). –Anak-Dunia-1152002.


1
Yang Muda Yang Bercinta
Tanggal 1 Desember 2001, kita yang peduli terhadap penyebaran Virus HIV
memperingati Hari AIDS Sedunia. Menurut catatan PBB jumlah penduduk yang
mengidap HIV telah meningkat dari 34,3 juta jiwa diakhir tahun 1999 menjadi 36,1
juta jiwa di tahun 2001. Melihat jumlah tersebut, peringatan hari ini seakan-akan
merupakan tanda kemenangan yang membanggakan dari Virus HIV di seluruh
dunia.
Mereka tidak boleh segera bertepuk tangan. Sejak peringatan Hari HIV/AIDS sedunia
dicanangkan beberapa tahun terakhir ini, kita, umat manusia, makin berada pada posisi
yang waspada. Kita makin kompak, makin sadar, makin gegap gempita mengembangkan
sikap dan tingkah laku anti HIV untuk menyelamatkan umat manusia dari kepunahan
karena serangan yang maha dahsyat itu.
Tidak kurang dari delapan lembaga PBB seperti UNICEF, UNDP, UNFPA, UNDCP,
ILO, UNESCO, WHO, WORLD BANK, menyatukan diri dan kekuatannya untuk
memimpin, mengarahkan dan memberikan bantuan bagi suatu perang dunia yang panjang
melawan Virus HIV. Kegiatan delapan lembaga dunia itu disambut oleh lembagalembaga
serupa di banyak negara. Organisasi dan lembaga Pemerintah, masyarakat dan
swasta bersama-sama segera menyatukan diri dan mengajak semua pihak untuk
mempergunakan ribbon merah sebagai pertanda tekad bersama yang bulat memerangi
HIV secara terpadu.
Sejak ajakan seperti ini dicanangkan beberapa tahun yang lalu melalui peringatan Hari
HIV Dunia, masyarakat makin sadar akan bahaya penyebaran Virus HIV yang sangat
cepat. Tidak seperti Virus lain pada umumnya, Virus ini mempunyai cara penyebaran
yang unik dan sangat disukai oleh umat manusia. Lebih dari 70 persen penderita HIV
mendapatkannya karena hubungan seksual, baik bersifat heteroseksual maupun
homoseksual.
Cara penyebaran kedua adalah karena ulah para pemakai narkoba. Mereka menikmati
barang terlarang itu dengan cara suntikan memakai jarum yang sama berganti-ganti.
Kalau salah seorang dari pemakai itu mengidap HIV yang sangat jahat itu, maka dengan
mudah akan ditularkan kepada yang lain. Cara ketiga terjadi kalau seorang ibu yang
sedang mengandung mengidap Virus HIV. Ibu yang mengidap Virus itu bisa menularkan
kepada anaknya selama masa mengandung, pada waktu melahirkan, atau pada waktu
menyusui anaknya.
Serangan Virus itu sangat dahsyat. Para ilmuwan, ahli senjata untuk melawan Virus,
masih harus berjuang keras untuk menemukan obat yang dapat dipergunakan umat
manusia untuk mempertahankan diri, atau untuk menyerang balik. Sampai hari ini
“senjata” itu belum diketemukan. Secara terus terang mereka baru menemukan obat
untuk menahan dan memperlambat arus serangan Virus itu. Kombinasi beberapa jenis
obat, yang sebagian masih dalam fase obat percobaan, di banyak penelitian dan
penggunaan terbatas yang berani, baru terbukti bisa memperlambat serangan, dan atau
memperlambat berkembangnya Virus HIV itu menjadi semacam kanker AIDS yang
mematikan.
2
Celakanya, kombinasi obat yang sama itu tidak selalu membawa efek yang sama pada
penderita lain. Bahkan karena obat-obat itu ada sebagian penderita yang menjadi kebal
dan tidak lagi siap untuk menahan Virus yang sangat jahat itu. Ringkasnya para ahli obat
belum menemukan Vaccin atau obat anti HIV yang bisa membuat umat manusia
menganggap enteng serangan itu. Namun bagaimanapun juga, kombinasi obat yang
sedang hangat-hangatnya dicoba di banyak negara maju merupakan kemajuan yang
menjanjikan.
Karena harga obat-obat itu mahal, para penderita di negara-negara berkembang pada
umumnya masih harus gigit jari. Mereka tidak mudah menikmati hasil kombinasi itu
karena tidak tahu, atau karena harga obat yang tidak mungkin mereka bayar, atau bahkan
tidak mungkin disubsidi oleh pemeritahnya yang sama-sama miskin.
Disamping HIV sedang diidap oleh tidak kurang 36,1 juta jiwa, semenjak awal epidemik
sampai sekarang telah jatuh korban yang sangat besar. Di seluruh dunia, sejak
menjalarnya Virus HIV/AIDS dapat dicatat telah ada sekitar 19 – 20 juta penduduk
meninggal dunia karena AIDS. Tidak kurang dari 9 juta jiwa adalah laki-laki potensial
dan sebagian besar masih muda. Disamping itu ada sekitar 4 juta anak-anak dibawah usia
15 tahun yang meninggal dunia karena Virus yang sama. Pada tahun 1999 saja, selama
satu tahun, ada sekitar 2,8 juta penderita, orang dewasa dan anak-anak, meninggal dunia
dengan sia-sia. AIDS telah menyebabkan tidak kurang dari 13 juta anak-anak menjadi
anak yatim, atau piatu, atau anak yatim piatu.
Biarpun Virus itu menyebar dan menyerang dengan dahsyat atau dalam bahasa anak
muda disebut “menghebohkan”, kita tidak perlu menjadi sangat jijik kepada para
penderita, atau sangat curiga sesama umat manusia. Virus HIV tidak menular antar umat
manusia karena berjabat tangan, saling bersentuhan, ciuman sopan santun yang
sederhana, berada di muka orang yang sedang bersin, makan bersama, mempergunakan
toilet bersama, atau bahkan berenang dalam satu kolam renang bersama-sama.
Karena penyebaran Virus itu relatip sederhana, maka apabila kita mempunyai tekad yang
bulat dan bersedia mempelajari dengan seksama “kepandaian” Virus itu menyebarkan
dirinya, niscaya kita bisa mempertahankan diri dengan baik, atau setidak-tidaknya kita
bisa akrab dengan Virus itu, dan secara sadar dan sopan menghindarinya. Keakraban
dengan Virus ini hampir identik dengan keakraban pergaulan sesama anak muda yang
sama-sama tidak memahami masalah reproduksi manusia yang sehat. Anak-anak muda
yang mulai gandrung dengan kebebasan inividu dan menikmati pilihan secara demokratis
bisa saja tergelincir dengan rajuan kebebasan seksual. Atau secara tidak sadar meng-
“iyakan” anjuran penggunaan narkoba yang harus disuntikkan secara bergantian. Era
kebebasan inilah yang menyebabkan anak muda yang tidak akrab dan tidak mengetahui
bahaya penyebaran Virus menjadi tidak waspada. Karena ketidak pedulian itu, setiap hari
ada 14.000 kasus baru tercatat di seluruh dunia.
Pada tahun 2000 yang lalu Virus HIV ini menyerang tidak kurang dari 5,3 juta penderita
baru di seluruh dunia. Tidak kurang dari separo dari penderita baru itu adalah anak-anak
muda yang secara tidak sadar sedang menikmati kemerdekaan yang baru, ikut dalam arus
kemerdekaan individu dan menikmati hikmah yang salah dari hak-hak azasi manusia.
Anak-anak muda perempuan yang sedang mencari dan memperjuangkan hak-hak
persamaannya dengan kaum pria, tentunya masih berada pada titik lemah dan rawan,
harus menjadi korban dan penderita yang terbesar dari serangan maut ini. Dan sudah
dapat diduga, karena mereka yang sedang hangat-hangatnya berjuang itu adalah dari
3
negara-negara berkembang, ternyata lebih 95 persen berasal dari negara berkembang.
Afrika yang akhir-akhir ini berkembang dengan pesat sesudah Asia, menjadi “tuan
rumah” dari sekitar 70 persen pengidap HIV/AIDS dari seluruh dunia.
Karena negara-negara Afrika menjadi pemilik mayoritas penderita HIV, akibatnya sangat
menyedihkan. Angka harapan hidup yang sedang merambat naik secara konsisten
mendekati angka 60 tahun, karena pembangunan KB telah berhasil menurunkan angka
fertilitas yang kemudian diikuti dengan penurunan angka kematian, mendadak angka
harapan hidup itu turun kembali secara drastis. Sebabnya sederhana dan menyedihkan,
banyak generasi muda meninggal dunia terkena serangan HIV dan AIDS yang
mematikan.
Banyak pasangan-pasangan muda yang sedang bercinta, sedang gandrung pada
kebebasan individu, selama masa sekolah di sekolah menengah pertama, sekolah
menengah atas, atau sudah sampai ketingkat mahasiswa, dengan tidak sadar tergiur
kehidupan seksual yang bebas. Dengan mudah mereka terkena serangan HIV AIDS dan
dalam sepuluh tahun terakhir ini menjadi penyebar diantara teman-teman sebayanya.
Masa inkubasi selama tujuh sampai sepuluh tahun menjadikan banyak negara di Afrika
terkejut karena pada akhir abad lalu secara mendadak kehilangan anak-anak mudanya.
Serangan HIV lima sepuluh tahun lalu telah tumbuh menjadi AIDS dan akhirnya
membunuh anak-anak muda itu tanpa ampun.
Lebih menyedihkan lagi, banyak anak muda yang berhasil dalam pendidikannya tetapi
secara tidak sadar telah terkena Virus HIV. Mereka menikah dan menyusun keluarganya
dengan penuh harapan. Tanpa mereka ketahui dengan pasti, kedua orang tua yang
mengidap virus itu menularkan Virusnya kepada anak-anaknya. Satu demi satu anakanak
bayinya yang tertular itu menderita sakit yang sukar disembuhkan dan akhirnya
meninggal dunia. Bayi-bayi itu ternyata meninggal dunia karena ditelan oleh ganasnya
HIV/AIDS yang yang ditularkan oleh orang tuanya sendiri. Bahkan banyak kejadian
dimana para orang tua meninggal dunia terlebih dulu, dan anak-anak mereka meninggal
dunia dalam pangkuan dan perawatan kakek neneknya yang terlalu tua untuk terserang
Virus yang dahsyat itu.
Dengan latar belakang itu, semenjak tahun lalu lembaga-lembaga PBB Dunia mengajak
kita semua memperingati Hari AIDS Sedunia dengan tema yang berisi ajakan komitmen
yang lebih besar dari kaum pria. Tahun ini tema kampanye itu adalah “kami pedul i,
bagaimana anda”.
Alasan mengangkat tema ini selama dua tahun berturut-turut adalah bahwa kaum lakilaki,
terutama yang muda, merupakan bagian terbesar, 53 persen, dari pengidap
HIV/AIDS di seluruh dunia. Kaum pria, umumnya mempunyai lebih banyak pacar atau
lebih sering melakukan hubungan seksual dengan pacar yang berganti-ganti. Dengan
demikian, mempunyai kesempatan untuk menularkan Virus HIV kepada kaum
perempuan yang lebih banyak.
Kaum pria umumnya mempunyai usia harapan hidup yang lebih rendah dibandingkan
dengan kaum wanita. Ini bisa disebabkan karena kaum laki-laki malas berobat atau tidak
terlalu ambil pusing terhadap kesehatan dirinya. Dengan memberdayakan dan
meningkatkan komitmen kaum laki-laki, kita berharap bahwa para pemimpin, yang
umumnya masih dikuasai kaum laki-laki, dapat memberikan contoh kepemimpinan yang
baik kepada anak cucunya. Dengan contoh-contoh kepemimpinan yang lebih baik,
4
diharapkan masyarakat lebih mudah membudayakan hidup sehat sejahtera tanpa virus
HIV.
Dengan adanya berbagai upaya seperti kampanye ini, di Indonesia banyak organisasi
masyarakat yang bergerak membantu masyarakat meningkatkan kesadaran tentang
bahaya HIV/AIDS. Mereka menyebarkan informasi, membantu lembaga-lembaga
advokasi dan lembaga-lembaga pelayanan untuk meringankan beban para penderita
HIV/AIDS yang ada. Ada juga lembaga yang mengembangkan kegiatan dengan tujuan
jangka panjang yang lebih komprehensip. Mereka mengembangkan pengertian
reproduksi melalui pendidikan dan pengajaran pada pendidikan dasar, menengah dan
lembaga pendidikan pada umumnya.
Ada juga lembaga-lembaga yang mengembangkan upaya lebih drastis, yaitu menuntut
agar tempat-tempat hiburan yang merangsang kehidupan seksual diluar lembaga
perkawinan ditutup. Upaya-upaya itu ada yang menempuh pendekatan yang halus dan
sangat menyentuh, ada pula yang dilakukan dengan cara yang dinamik tidak mengenal
ampun. Apapun upaya yang dilakukan, kita harus tetap menghormati hak-hak azasi
manusia dan memberdayakan masyarakat dengan sebaik-baiknya agar keputusan yang
diambil oleh masyarakat itu menjadi keputusan yang kuat, berlangsung lama dan lestari.
Disamping itu agar upaya yang kita lakukan tetap merupakan upaya pemberdayaan
sumber daya manusia yang mampu membangun masa depan bangsa yang sejahtera dan
penuh kedamaian. Karena itu, menjadi kewajiban kita bersama untuk ikut dalam gerakan
mencegah berkembangnya budaya seenak sendiri, semau gue, yang akibatnya sangat
merugikan masa depan bangsa.
Karena itu kita harus bekerja keras membantu pemberdayaan anak-anak muda yang
sedang tumbuh, anak muda yang sedang bercinta, agar mereka terhindar dari bahaya yang
mengancam dan dapat berkembang menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, bisa
melanjutkan pembangunan bangsa dan negaranya dengan baik !
5
SERANGAN VIRUS MERUBAH TATACARA MENDIDIK ANAK
Serangan Virus HIV/AIDS yang sangat dahsyat di beberapa negara telah
menyebabkan banyak orang tua, keluarga, masyarakat dan bahkan para pemimpin dunia
merubah cara mereka mempersiapkan anak-anak bangsanya menghadapi masalah
reproduksinya. Negara-negara Amerika Serikat dan Eropa, yang maju dan modern,
pemerintah dan masyarakatnya dengan komitmen yang tinggi membantu keluarga dan
setiap orang tua menyiapkan anak-anak bangsanya dengan pendekatan pendidikan dan
informasi modern yang terbuka. Akibatnya serangan Virus yang mulai berkembang
sekitar tahun 1970-1980-an telah mulai dapat dikendalikan. Kasus serangan baru Virus
HIV di Amerika Serikat yang semula puncaknya sekitar 150.000 orang setiap tahun
pada tahun 1980-an telah menurun pada tahun 1990-an menjadi hanya 40.000 orang
setiap tahun.
Negara-negara Asia memang belum terlalu berat memperoleh akibat
mengerikan dari serangan Virus HIV/AIDS tersebut. Relatip hanya Kamboja, Thailand
dan Burma yang terkena agak lumayan. Mereka mempunyai tingkat prevalensi sekitar 1
persen. Tetapi India biarpun mempunyai tingkat prevalensi hanya sekitar 0,7 persen,
karena mempunyai penduduk yang sangat besar, telah menghasilkan jumlah penderita
sebesar 3,7 juta orang. RRC, yang juga mempunyai penduduk yang besar, baru pada
tahun 2005 nanti diperkirakan mempunyai penderita sekitar 5 juta orang.
Menghadapi serangan itu, Thailand, salah satu negara Asia yang
mendapat serangan dahsyat pada tahun 1970-an, dan hampir-hampir menyandang stigma
sebagai pabriknya Virus HIV atau pusat penyebaran Virus itu di Asia, telah dengan sadar
dan komitmen yang tinggi mengetrapkan pendekatan yang hampir serupa pendekatan
negara-negara maju Amerika dan Eropa. Pemerintah dan seluruh kekuatan pembangunan
swasta, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, dan perorangan yang peduli terhadap
generasi muda bangsanya dengan berani mengubah pendidikan dan pemberian informasi
tentang masalah-masalah reproduksi dan seksual secara terbuka dan lugas.
Hasilnya sungguh mengagumkan. Derasnya serangan Virus mengendur
dengan kecepatan yang tidak kalah hebatnya dibandingkan pengalaman negara maju
seperti Amerika Serikat. Tingkat pengetahuan masyarakat, keluarga dan perorangan
tentang bahaya serangan Virus HIV/AIDS juga naik dengan kecepatan yang tinggi. Sikap
dan tingkah laku masyarakat yang sangat permisif dan bisa melakukan hubungan seksual
yang tidak aman secara meyakinkan berubah. Masyarakat makin bersikap hati-hati,
makin menganut sikap dan tingkah laku hubungan seksual dengan aman. Akibatnya
tingkat berjangkitnya Virus bisa di rem dan prevalensi HIV/AIDS di Thailand juga
menurun dengan drastis.
Dengan keberhasilan Amerika Serikat, negara-negara Eropa dan contoh konkrit di
negara berkembang seperti Thailand itu, para ahli dan pemimpin-pemimpin yang peduli
di berbagai negara sedang berusaha keras membantu Afrika yang dianggap tuan rumah
dari 70 persen orang dewasa yang terkena infeksi Virus HIV. Mereka sangat konsen
karena Afrika sekarang juga dianggap sebagai “pembunuh bayi”, bukan dengan aborsi
6
atau semacamnya, tetapi karena ternyata sekitar 80 persen anak-anak yang hidup
dengan HIV/AIDS dari seluruh dunia ada di Afrika.
Memang tidak adil Afrika dianggap sebagai gudang HIV/AIDS, tetapi fakta
kenyataannya adalah demikian. Bahkan Afrika Selatan sekarang ini diangap negara yang
mempunyai jumlah penderita yang paling banyak, yaitu 4,2 juta orang. Data PBB juga
mengungkapkan bahwa anak-anak gadis di Afrika mempunyai resiko terkena HIV/AIDS
dengan skala lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan rekan-rekan prianya.
Penyebabnya sangat sederhana, pengetahuan anak-anak gadis tersebut tentang reproduksi
remaja yang umumnya berasal dari orang tuanya, atau dari teman-temannya, sangat
rendah dan mereka menganggap ganti-ganti pacar serta hubungan suami-isteri diluar
perkawinan adalah hal biasa saja.
Contoh yang sangat tragis adalah kasus Kenya. Setiap hari ada sekitar 700 orang
meninggal dunia karena HIV/AIDS. Keadaan ini masih akan berlangsung untuk waktu
yang sangat lama karena mereka yang meninggal dunia karena AIDS pada waktu ini
adalah hasil kumulasi dari para penderita yang mulai terjangkit sejak tahun 1980-1990-an
yang lalu. Mereka sekarang telah berada pada akhir masa inkubasi, tidak dapat
disembuhkan dan tidak tahan lagi dengan serangan Virus yang telah berkembang
menjadi AIDS. Negara-negara seperti Botwana yang mempunyai tingkat prevalensi
HIV/AIDS tidak kurang dari 35 persen, dalam waktu lima sampai sepuluh tahun yang
akan datang hampir pasti akan kehilangan generasi muda dan angkatan kerja
potensialnya. Angka harapan hidup akan dengan mudah turun menjadi 35 tahun atau
kurang. Tragisnya, Zambia, tidak akan bisa mengejar pendidikan para guru untuk
mengganti guru-guru yang meninggal dunia karena HIV/AIDS.
Serangan dahsyat wabah Virus HIV/AIDS itu melanda dunia dengan korban yang luar
biasa besarnya. Sejak epidemik itu berkembang diseluruh dunia telah jatuh korban
sekitar 21,8 juta orang meninggal dunia karena AIDS, lebih besar dari seluruh
penduduk Malaysia. Pada tahun 2000 saja ada sekitar 3.000.000 orang meninggal dunia
karena HIV/AIDS. Jumlah kasus-kasus itu ternyata limapuluh persen lebih besar
dibandingkan dengan ramalan sepuluh tahun sebelumnya.
Yang juga mengerikan adalah bahwa korban-koban itu lebih dari limapuluh persen
adalah generasi muda dibawah usia 24 tahun. Anak-anak muda itu hampir pasti
meninggal dunia dibawah usia 35 tahun. Mereka pada umumnya akan meninggalkan
anak-anak yang masih kecil, tanpa ibu, atau tanpa ayahnya, bahkan mungkin saja anakanak
itu juga sudah terkena infeksi Virus HIV/AIDS sejak dalam kandungan ibunya.
Menurut catatan PBB, dewasa ini di seluruh dunia terdapat tidak kurang dari 16,4 juta
ibu-ibu usia 15-49 tahun hidup dengan HIV/AIDS.
Seperti diuraikan diatas, banyak negara Afrika yang bisa dianggap gudang
HIV/AIDS dewasa ini telah mulai melakukan serangan balik dengan sungguh-sungguh
dan dahsyat. Dalam serangan balik ini banyak negara Afrika mengetrapkan pendekatan
informasi dan edukasi reproduksi sehat secara terbuka. Mitos-mitos tabu yang semula
menjadi penghambat mengalirnya informasi terbuka itu dibongkar oleh pemerintah dan
7
masyarakat yang peduli. Upaya itu pada tingkat awal memang tidak populer. Dengan
upaya konkrit setiap pertemuan-pertemuan resmi yang diadakan oleh pemerintah diisi
dengan pengantar berupa penjelasan tentang bahaya HIV/AIDS untuk pembangunan
masa depan bangsanya. Dengan tegas digambarkan bahwa Virus HIV/AIDS bisa
menyerang siapa saja tanpa pandang bulu.
Anak-anak muda diajak bekerja keras meyakinkan anggota peernya akan godaan
kehidupan permisif yang berbahaya untuk masa depannya. Program-program radio, tv
dan media massa lainnya tidak segan-segan menyiarkan informasi reproduksi sehat dan
hubungan seksual yang aman secara terang-terangan. Pusat-pusat pertokoan, lapangan
terbang dan tempat-tempat umum lainnya diisi dengan poster-poster menyolok tentang
HIV/AIDS yang bisa menyerang siapa saja tanpa pandang bulu. Leaflet atau buku-buku
kecil tentang masalah seksual yang aman dan bahaya HIV/AIDS disebar secara luas
mencoba menyaingi kecepatan penyebaran Virus itu sendiri.
Para pemimpin negara-negara itu, yang mulai yakin bahwa mereka hampir pasti
akan kehilangan sebagian generasi mudanya yang potensial berusaha keras mengubah
cara mendidik anak bangsanya. Mereka berusaha keras mengetrapkan program dan
kegiatan pemberdayaan generasi muda secara total dengan harapan anak-anak bangsanya
akan mempunyai tingkat nalar yang tinggi dan bisa melakukan pilihan yang bertanggung
jawab untuk masa depannya. Dengan memberikan gambaran yang benar, disebar secara
luas dan sangat terbuka mereka berharap anak-anak muda bangsanya tidak mengarang
sendiri asumsi-asumsi yang salah tentang masalah reproduksi sehat dan hubungan seksual
aman yang biasanya diberikan dengan pendekatan yang remang-remang.
Untuk program yang harus dilakukan dengan kualitas yang tinggi itu berbagai
latihan untuk tenaga-tenaga penggerak sudah dilakukan dengan gegap gempita di
beberapa negara dengan bantuan ahli-ahli dari berbagai negara. Lembaga-lembaga
internasional yang mempunyai pengalaman menarik dan metoda-metoda canggih telah
diajak dan diberikan kesempatan untuk melatih tenaga lokal dari berbagai kalangan agar
bisa menjangkau seluruh anak muda yang ada. Metoda latihan yang paling modern telah
dipergunakan dan dilakukan dengan komitmen yang sangat tinggi.
Pusat-pusat kesehatan reproduksi dibuka di rumah sakit, klinik, maupun pos-pos
yang ada di desa. Anak-anak muda diberikan juga kesempatan untuk mengadakan dialog
interaktip baik melalui radio, televisi, maupun secara langsung di lapangan. Para ahli,
baik lokal maupun dari berbagai lembaga internasional, diberi kesempatan mengadakan
semacam “road show” ke daerah-daerah dengan segala macam cara. Ada yang membawa
musik yang digemari anak-anak muda, ada pula yang membawakan semacam sandiwara
yang menggambarkan lakon-lakon tragis karena anak muda tergoda oleh kehidupan
permisif yang menyesatkan, dan cara-cara lain yang akrab dengan generasi muda. Pusatpusat
pelayanan tes darah juga disediakan dengan ongkos yang disubsidi.
Perhatian yang sama diberikan juga kepada mereka yang telah terkena serangan
Virus HIV/AIDS. Ongkos pengobatan yang bisa mencapai US$ 1 juta mulai diberikan
dukungan potongan yang dibayar oleh pemerintah atau donor dengan harapan bahwa
8
mereka yang terjangkit Virus itu segera dapat dikenali. Upaya ini merupakan pencegahan
menularnya Virus itu kepada pasangan atau anak muda lain yang tidak mengetahui
bahwa rekannya sudah mengidap penyakit. Karena itu subsidi yang dibarikan sekaligus
harus dipandang sebagai upaya pencegahan agar tidak lebih banyak anak muda mendapat
penularan dari mereka yang terkena tetapi tidak diketahui bahwa dirinya sebenarnya
mengidap Virus yang sangat berbahaya.
Pengalaman Amerika, Eropa, Afrika dan sebagian negara Asia seperti Thailand,
kiranya sudah cukup untuk menggerakkan para pemimpin dan lembaga-lembaga swadaya
masyarakat serta mereka yang peduli untuk menggugah gerakan yang sama di Indonesia.
Kita tidak usah menunggu sampai kasusnya meledak di tanah air. Kita mempunyai
kesempatan yang baik untuk segera menggerakkan komitmen dan menyusun program
advokasi dan pendidikan bagi generasi muda Indonesia. Anak-anak muda itu harus kita
selamatkan. Kita harus bisa mengajak, bekerja sama dan memberdayakan generasi muda
agar dengan penuh tanggung jawab bisa menyelamatkan diri dengan informasi dan
pengetahuan reproduksi sehat yang berkualitas.
Kita juga harus berani mendirikan lembaga-lembaga pelayanan bagi mereka yang
sudah terkena infeksi Virus itu agar mereka dapat merasakan perhatian dan kepedulian
yang tinggi dari masyarakat sekitarnya. Mereka yang terkena infeksi itu adalah warga
negara dan saudara-saudara kita juga. Dengan kepedulian dan dukungan diharapkan
mereka dapat membantu untuk mengurangi penyebaran lebih lanjut dari Virus yang ada
pada dirinya dan membagi pengalamannya kepada mereka yang sehat untuk tidak
terjerumus dalam godaan yang membawa virus terkutuk tersebut.
Biarpun mungkin saja pada tingkat awal gerakan ini tidak populer, kita harus
berani merubah cara bangsa ini mendidik generasi mudanya dalam masalah reproduksi
sehat, hubungan seksual yang aman, serta segera mempersiapkan generasi muda yang
tangguh dan berkualitas. Hanya dengan generasi muda yang tangguh dan berkualitas itu
kita akan mempunyai modal untuk membangun bangsa yang sejahtera dimasa datang.
9
MEMERANGI TERORIS GLOBAL HIV/AIDS
Tanggal 1 Desember 2002, negara-negara dan penduduk dunia yang sudah melebihi 6
milyar jiwa itu dengan rasa gundah memperingati Hari HIV/AIDS Internasional. Hari
HIV/AIDS Internasional itu diciptakan bukan untuk menjadikan Virus HIV sebagai
pahlawan dunia, tersenyum menikmati kemenangan penyebaran terorisme global yang
jahat, tetapi merupakan suatu tonggak pertanda adanya komitmen dan kebersamaan
global seluruh bangsa di dunia menyatukan diri memerangi Virus yang sangat jahat dan
ganas itu.
10
Genderang serangan teroris Virus HIV/AIDS sesungguhnya baru mulai nampak
di permukaan pada sekitar bulan Mei 1981 ketika dilaporkan adanya ikutan dari penyakit
pneumonia yang aneh (Pneumocystis Carinii Pneumonia, atau PCP) sebanyak 5 kasus
penderita homoseksual yang tadinya sehat walafiat di Los Angeles, Amerika Serikat.
Pada bulan yang sama Virus itu juga menjadi ikutan dari 26 kasus penyakit kulit yang
juga aneh (Kaposi sarcoma, KS) di New York dan San Francisco, Amerika Serikat.
Penyelidikan sebelum tahun 1979 mencatat secara ragu-ragu Virus aneh ini pada
9 kasus, pada tahun 1979 pada 12 kasus, dan pada tahun 1980 meledak menjadi 49 kasus.
Pada tahun 1981 makin meledak menjadi 227 kasus, dan lebih lanjut pada tahun 1985
secara kumulatif telah mencapai 8.661 kasus. Jumlah itu terus meroket, sehingga pada
akhir tahun 1989 telah mencapai 117.781 kasus yang sekaligus terlihat telah menyerang
hampir 2.000 anak-anak usia 0-13 tahun.
Para ahli merasa sangat risau dan memberikan warning secara luas bahwa tandatanda
itu sungguh membahayakan. WHO, Badan Kesehatan Dunia, segera menggelar
program untuk memberi peringatan kepada anggotanya bahwa bahaya penyebaran Virus
HIV/AIDS tidak dapat diabaikan.Virus ini, sebagai “teroris” menyebar dengan cara dan
medium yang akrab dengan kesenangan dan kenikmatan dunia yang selalu didambakan
dan dilakukan oleh umat manusia, hubungan seksual dan penggunaan narkoba.
Upaya melawan dengan ajakan mempersatukan diri secara global mulai diserukan
oleh WHO dan berbagai Lembaga Internasional lainnya pada Konperensi Wanita Dunia
tahun 1995 di Beijing. Pada waktu itu diperkirakan telah terdapat antara 7-8 juta wanita
terkena HIV dan diperkirakan akan menjadi dua kali lipat dalam waktu lima tahun saja.
Berita dan ramalan gegap gempita di tahun 1994-1995 itu ikut menggerakkan
Indonesia dalam upaya penanggulanan HIV/AIDS. Indonesia segera membentuk suatu
Tim Nasional dibawah koordinasi Menko Kesra yang keanggotaannya meliputi berbagai
lembaga nasional dan daerah.
Pembentukan Komisi itu segera diikuti dengan berbagai aktifitas untuk bersamasama
menangkal serangan yang bertubi-tubi dan berwawasan global itu. Tetapi, seperti
halnya ancaman bahaya serangan teroris di Indonesia beberapa waktu lalu, dengan alasan
keterbatasan pengertian dan persepsi tentang magnitute serangan, kekurangan tenaga dan
dana, upaya menahan serangan itu hanya dilakukan dengan setengah hati. Serangan yang
muncul di Irian Jaya, sekarang Papua, kemudian Jakarta dan Bali, menjadi alasan bahwa
“teroris” HIV/AIDS dibawa oleh agen asing. Karena itu tidak perlu risau untuk daerah -
daerah yang tidak ada unsur asingnya.
Namun beberapa tahun kemudian, ketika serangan itu muncul di daerah-daerah
yang relatif tidak ada unsur asingnya, barulah disadari bahwa Virus HIV sudah makin
menjadi “teroris” domestik. Upaya untuk menghentikannya menjadi bertambah sulit
karena mereka berbaur dengan sangat akrab dengan penduduk dan keluarga lain yang
tidak berdosa. Virus itu menjalar dari orang-orang “alim” dan penduduk biasa yang dikira
11
tidak pernah berbuat dosa. Mereka menjalar dengan gerakan yang makin manis dan
mencekam dengan kecepatan dan akselerasi yang sangat tinggi.
Menurut catatan Dirjen P2M dan PLP, Direktorat Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Departemen Kesehatan, pada tahun
1987 jumlah pengidap yang terdeteksi di Indonesia baru 6 orang saja. Pada akhir bulan
Desember 1994 telah dilaporkan menjadi 275 kasus. Pada tahun 1998 melonjak menjadi
303 kasus. Dan istemewanya, pada waktu itu penderita HIV/AIDS sudah “resmi” ada di
23 propinsi dari 27 propinsi yang ada pada waktu itu.
Pengalaman “reformasi” di Afrika maupun di negara -negara Eropa Timur
memberikan pelajaran kepada kita bahwa “kebebasan dalam bidang politik” merembet
juga kepada kebebasan dalam kehidupan seksual dan penggunaan narkoba, utamanya
penggunaan narkotika dengan sistem suntikan. Akibat sampingan dari kebebasan itu
adalah masuknya “terorisme” HIV/ AIDS dengan serangan yang sangat dahsyat yang
biasanya tidak mendapat perhatian, atau maksimal mendapat perhatian setengah hati dari
pemerintah dan masyarakatnya. Korban dari serangan teroris HIV/AIDS itu ternyata
lebih dahsyat dibandingkan dengan korban dari segala macam penyakit atau serangan
bom teroris manapun juga. Mumpung belum terlambat, marilah kita menyatukan diri
bersama-sama dan dengan sungguh-sungguh memerangi teror Virus HIV/AIDS. Kalau
bukan kita sendiri, siapa lagi.
12
13
SUDAH BANYAK KORBAN – KAPAN KITA PEDULI
Setiap tanggal 1 Desember 2001. para simpatisan yang peduli atas nasib ummat manusia
akan menangis melihat korban berjatuhan tanpa ampun. Tidak kurang dari 19 – 20 juta
telah meninggal dunia menjadi korban Virus HIV/AIDS yang ganas. Pada saat ini. setiap
hari. tidak kurang dari 8.000 jiwa. sama dengan sekitar 20 pesawat jumbo jet yang penuh
dengan penumpang muda dan anak-anak. jatuh dan semua penumpangnya meninggal
dunia.
Itulah makna dari peringatan Hari AIDS Sedunia yang jatuh pada tanggal I Desember
2()01 yang akan datang. Tidak seperti biasa. Hari Peringatan AIDS Sedunia ini tidak
harus disambut dengan pesta kemenangan. tetapi merupakan undangan untuk
menyegarkan dan meningkatkan komitmen. kerja keras membekali diri dengan kesadaran
dan pengetahuan yang mendalam untuk melawan penyebaran Virus yang sangat ganas.
Peringatan ini mengundang semua pihak, para pemimpin dan kita semua yang peduli.
untuk memerangi godaan Virus yang membuat orang lengah terhadap keselamatan
keluarganya.
Karena itu, untuk tahun 2001. delapan organisasi PBB seperti UNICEF. UNDP. UNFPA.
UNDCP. ILO. UNESCO. WHO. WORLD BANK. menyatukan diri dan kekuatannya
untuk memimpin. mengarahkan dan memberikan bantuan bagi suatu perang dunia yang
panjang melawan Virus HIV. Kegiatan delapan lembaga dunia itu disambut oleh
lembaga-lembaga serupa di banyak negara. Organisasi dan lembaga Pemerintah,
masyarakat dan swasta. bersama-sama harus segera bersatu dan mengajal semua pihak
untuk mempergunakan ribbon merah sebagai pertanda tekad bersama yang bulat
memerangi HIV secara terpadu. Mereka harus segera menganjurkan kita semua
meneriakkan tema bersama untul- merangsang kepedulian kaum laki-laki dengan
menetapkan tema ajakan yang sangat menarik dan simpatik .
14
"kami peduli, bagaimana anda"
Penyegaran komitmen itu merupakan kelanjutan ajakan yang dimulai tahun lalu k.epada I
aum laki-laki. Ajakan itu sekaligus mewakili 36.1 juta penderita HIV dan jutaan lagi di
seluruh dunia yang menaruh simpati agar sikap dan tingkah laku peduli itu akhirnya
menjadi budaya hidup sehat sejahtera. Hidup sehat itu hendaknya disertai iman dan taqwa
yang tinggi agar mampu secara kokoh membentengi dan menjadi penangkal jitu terhadap
meluasnya penyebaran HIV'AIDS.
Disamping tidak kurang dari 36.1 juta jiwa sedang mengidap HIV. semenjak. awal
epidemik sampai sekarang telah jatuh korban yang sangat besar. Di seluruh dunia. sejak
menjalarnva Virus HIV/AIDS dapat dicatat telah ada sekitar 19 – 20 juta penduduk
meninggal dunia karena AIDS. Setiap hari tidak kurang dari 8.000 orang meninggal
dunia karena penyakit ini. Tidak kurang dari 9 juta jiwa adalah laki-laki potensial dan
sebagian besar masih muda. Disamping itu ada sekitar 4 juta
anak-anak dibawah usia 1 tahun yang meninggal dunia karena Virus yang sama. Pada
tahun 1999 saja. selama satu tahun. ada sekitar 2.8 juta penderita. orang dewasa dan
anak-anak. meninggal dunia dengan sia-sia. AIDS telah menyebabkan tidak kurang dari
13 juta anak-anak menjadi anak yatim, atau piatu, atau anak yatim piatu. korban
berjatuhan sudah banyak .
Kecuali untuk Sub Shara Afrika kematian laki-laki lebih besar dibandingkan dengan
kematian kaum wanita. Para pemuda yang berumur dibawah umur 25 tahun mempunyai
resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang lebih tua. Karena umumnya
laki-laki lebih dominan. banyak yang sok menang sendiri. mereka jugalah yang biasanya
menularkannya kepada kaum perempuan. yang di hampir semua negara berkembang,
keadaannya relatip lemah.
Karena itu keberhasilan upaya kampanye ini harus bisa diukur dari munculnva tingkah
laku penduduk sehari-hari sebagai perorangan. dalam lingkungan keluarga dan
masyarakat yang merupakan pencerminan dari tingginya kesadaran. meningkatnya
pengetahuan. dan adanya semangat untuk. mempraktekkan pola hidup sehat yang
menjadi keyakinannya dalam sikap dan tingkah laku tersebut.
Harapan kita adalah bahwa upaya untuk meningkatkan paradigma dan pola hidup sehat
itu harus secara sadar disampaikan oleh sebanyak. mungkin kekuatan pembangunan
melalui penyuluhan. pendidikan dan informasi serta contoh-contoh konnkrit pada setiap
keluarga. lehih-lebih pada keluarga-keluarga yang rawan godaan. rawan berperilaku
kurang sehat dan banyak menghadapi godaan. karena "sulitnya hidup sehat" itu. maka
setiap penduduk dan keluarga harus selalu mendapat pengayaan dan penyegaran untuk
berpola hidup sehat sehingga bisa menumbuhkan dan memelihara budaya hidup sehat
dimanapun mereka berada.
15
Dengan mengembangkan filosofi -perilaku hidup sehat adalah sebagian dari iman" dan
pencegahan adalah lebih baik dari pengobatan". dalam setiap pendidikan dan penyuluhan
untuk setiap individu. keluarga dan masyarakat. bulan Ramadhan yang suci ini
merupakan momentum yang sangat jitu untuk memperingati Hari HIV/AIDS Sedunia.
Momentum ini sekaligus bisa menjadi awal dari suatu "gerakan nasional untuk menuju
terciptanya individu. keluarga dan masyarakat dengan budaya hidup sehat itu. Disisi lain
dalam era reformasi sehat emosional mental dan spiritual juga harus digalang dengan
mengarahkan dan menyalurkan pendapat yang positif berdasarkan akal sehat, inovatif
dan bermanfaat untuk penyelesaian masalah secara runtut. sistematis dan konstruktif serta
mengikuti pranata etika moral dan hukum serta kepribadian bangsa yang luhur dan
menghindari budaya yang tidak sehat seperti hal-hal yang hersifat emosional. provokatif.
adu domba. diskriminatif dan perpecahan.
Karena Hari AIDS Sedunia tanggal 1 Desember 200I mengambil tema pokok: "kami
peduli, bagaimana anda".
kita harus memberi tekanan kepada upaya-upaya untuk memperkuat saling peduli antar
individu. antar keluarga. dan antar masiarakat pada umumnya. Sekaligus mengundang
tanggung jawab kaum laki-laki untuk mengawaii perubahan sikap dan tingkah laku itu.
Dengan upaya saling peduli itu. maka pemilihan tema tersebut akan mudah
diterjemahkan dalam berbagai program aksi yang berarti karena:
a. Yang paling banyak terserang oleh HIV/AIDS adalah kaum muda (lebih dari 50%) usia
10-24 tahun. Serangan di Indonesia sudah bersifat domestik. dan dalam trend yang
meningkat.
b. kaum muda merupakan kelompok produktif serta memiliki k.ekuatan dan kemampuan
untuk menekan perkembangan HIV/AIDS jika mereka sadar dan memiliki pengetahuan
yang tepat dan cukup tentang cara-cara pencegahan penularan HIV dengan mengamalkan
budaya hidup sehat. sesuai dengan tuntunan agama . sosial dan budaya yang dimilikinya.
c. kaum muda dengan jender wanita masih menghadapi banyak kendala didalam
kehidupan sosial dan biologis. juga dalam masyarakat. antara lain pelecehan fisik dan
seksual serta diskriminasi dalam pelayanan kesehatan. Pada sebagian masyarakat
didaerah tertentu masih menghadapi diskriminasi dalam pelayanan kesehatan reproduksi
dan tata kehidupan lainnya. Laki-laki harus secara sadar mengubah sikap dan tingkahnya
terhadap kaum wanita.
d. Generasi muda saat ini adalah tumpuan dan harapan sumber daya manusia masa
mendatang. Generasi muda sekarang ini mempunyai potensi dan persiapan yang lebih
haik. dibandingkan dengan generasi muda sebelumnva.
e. Adanya kendala dan tantangan yang saat ini dihadapi oleh generasi muda di Indonesia.
gelandangan pengemis (gepeng). anak jalanan serta maraknya minuman keras,
penyalahgunaan narkotik serta psycotropika dan sejenisnya. karena itu dalam tujuan dan
pesan tema program Hari AIDS Sedunia tahun 2001 kiranya dapat diberikan tekanan
pada hal-hal sebagai berikut:
16
1. Peningkatan kepedulian dan partisipasi langsung kaum muda. khususnya
para pemuda dan kaum laki-laki pada umumnya.
2. Peningkatan kebijakan dan peranan bidang kesehatan reproduksi remaja
dan dukungan untul perkembangan umum kaum muda dengan
menggunakan kerangka hak asasi manusia:
3. Peningkatan kesadaran terhadap dampak HIV/AIDS pada kaum muda
serta dampaknya terhadap penyebaran wabah penyakit:
4. Pengerahan sektor masyarakat dan swasta untuk bekerjasama dalam
menyehatkan dan mengembangkan kaum muda.
Semoga upaya ini mendapat limpahan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa
dan kaum muda segera dapat kita bebaskan dari bahaya HIV/AIDS yang ganasitu.
17
PERANG BELUM SELESAI
Menko Kesra RI, Drs. Jusuf Kalla, menandatangani naskah kerjasama antara Pemerintah
RI dengan Pemerintah Australia tentang penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia.
Kerjasama itu adalah kelanjutan upaya bersama untuk menanggulangi penyebaran yang
makin dahsyat dari Virus HIV/AIDS di Indonesia. Memang, perang belum selesai.
Upaya-upaya untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi yang dengan kampanye
besar-besaran telah dimulai harus dilanjutkan untuk menggugah komitmen dan
kebersamaan.
Menurut catatan PBB jumlah penduduk yang mengidap Virus HIV telah meningkat dari
34,3 juta jiwa diakhir tahun 1999 menjadi 37,1 juta jiwa di tahun 2001. Dalam angka itu
ternyata jumlah penderita wanita telah mencapai sebesar 18,5 juta. Jumlah penderita
anak-anak mencapai tidak kurang dari 3 juta. Dengan jumlah yang begitu besar yang
tetap terus berkembang, kematian karena HIV/AIDS juga terus meningkat tajam.
Menurut data PBB yang sama, pada akhir tahun 2001 lalu tercatat tidak kurang dari 14
juta anak-anak yang tidak lagi punya orang tua karena meninggal dunia gara-gara
penyakit yang belum ada obatnya yang ampuh itu.
Seperti layaknya peperangan, penanda tangan kerjasama antara pemerintah Indonesia dan
Australia itu merupakan penyegaran komitmen bersama bahwa bangsa ini akan tetap
bergerak bersama bangsa lain untuk melanjutkan peperangan. Jumlah-jumlah kasus
serangan HIV/AIDS yang terus membengkak dan menghasilkan pasukan baru yang lebih
segar bagi Virus HIV/AIDS bukan merupakan pertanda kemenangan yang luar biasa.
Biarpun daerah-daerah yang semula bebas Virus telah dapat ditundukkan, namun
komitmen itu membuktikan bahwa kita tidak tinggal diam. Disamping kesibukan yang
luar biasa menghadapi pengungsi dan persoalan bangsa lainnya, pemerintah dan
masyarakat masih menyisakan waktu untuk berjuang menghambat laju pertumbuhan
penyebaran Virus yang sangat berbahaya itu.
Kemenangan demi kemenangan yang diraih oleh pasukan Virus HIV telah menyadarkan
banyak pihak untuk makin waspada dan menyatukan dirinya menghadapi tantangan yang
luar biasa dahsyatnya itu. Virus HIV/AIDS memang menyerang umat manusia dengan
memberikan iming-iming dan kenikmatan sesaat yang luar biasa kepada kaum muda.
Mereka mempersilahkan kaum muda untuk bercinta dengan kenikmatan sesaat yang luar
biasa. Mereka mengharapkan kaum muda menikmati kemerdekaan dan masa mudanya
dengan berganti-ganti pacar dan melampiaskan rasa cinta kasihnya dengan memberikan
kebebasan yang luar biasa untuk melampiaskan kebebasan itu dengan tanpa hambatan.
Keberhasilan mereka menyerang negara-negara di Asia dengan dahsyat beberapa tahun
yang lalu mereka bertepuk tangan dan merasa bahwa pasukan yang dibentuknya sudah
cukup untuk menaklukkan dunia. Namun karena para pemimpin dan masyarakat Asia
dengan gigih menyerang balik mereka kalang kabut. Beberapa negara Asia dengan berani
menerobos pagar-pagar budaya untuk menanggulangi menyebarnya Virus yang
berselimut dalam kaitan yang indah itu. Hasilnya sungguh sangat menakjubkan. Generasi
18
muda yang semula ogah untuk mendapatkan informasi dan merasa terkekang, kemudian
dengan sadar mulai memberikan partisipasinya untuk tetap dinamis dan bercinta dalam
batas-batas sosial budaya yang dikembangkan secara dinamis.
Sejalan dengan itu, tidak kurang dari delapan lembaga PBB seperti UNICEF,
UNDP, UNFPA, UNDCP, ILO, UNESCO, WHO, WORLD BANK, menyatukan diri dan
kekuatannya untuk memimpin, mengarahkan dan memberikan bantuan bagi suatu perang
dunia yang panjang melawan Virus HIV. Kegiatan delapan lembaga dunia itu disambut
oleh lembaga-lembaga serupa di banyak negara. Organisasi dan lembaga Pemerintah,
masyarakat dan swasta bersama-sama segera menyatukan diri dan mengajak semua pihak
untuk mempergunakan ribbon merah sebagai pertanda tekad bersama yang bulat
memerangi HIV secara terpadu.
Namun sejak ajakan seperti itu dicanangkan beberapa tahun yang lalu, Virus
HIV/AIDS menyerang bagian dunia lainnya dengan lebih dahsyat. Mereka membonceng
kebebasan dan kemerdekaan politik dan reformasi dengan memberikan kesempatan yang
luar biasa kepada generasi muda di benua baru Afrika. Akibatnya sungguh sangat
dahsyat. Negara-negara di belahan selatan Afrika yang tergabung dalam Sub Sahara
Afrika, pada akhir tahun 2001 telah menjadi pusat berseminya HIV/AIDS dengan jumlah
kasus tidak kurang dari 28,5 juta orang. Jumlah ini merupakan bagian terbesar dari
seluruh kasus yang ada di dunia. Di tambah dengan 500.000 penderita di Afrika Utara,
maka benua Afrika pada akhir tahun 2001 itu menjadi “rumah” dar i lebih dari 29 juta
kasus HIV/AIDS yang ada di seluruh dunia.
Memang, tidak seperti Virus lain pada umumnya, Virus ini mempunyai cara penyebaran
yang unik dan sangat disukai oleh umat manusia. Lebih dari 70 persen penderita HIV
mendapatkannya karena hubungan seksual, baik bersifat heteroseksual maupun
homoseksual. Cara penyebaran lain adalah karena ulah para pemakai narkoba. Mereka
menikmati barang terlarang itu dengan cara suntikan memakai jarum yang sama bergantiganti.
Kalau salah seorang dari pemakai itu mengidap HIV yang sangat jahat, maka
dengan mudah akan ditularkan kepada yang lain. Cara ketiga terjadi kalau seorang ibu
yang sedang mengandung mengidap Virus HIV. Ibu yang mengidap Virus itu bisa
menularkan kepada anaknya selama masa mengandung, pada waktu melahirkan, atau
pada waktu menyusui anaknya.
Serangan Virus itu sangat dahsyat. Para ilmuwan, ahli senjata untuk melawan
Virus, masih harus berjuang keras untuk menemukan obat yang dapat dipergunakan umat
manusia untuk mempertahankan diri, atau untuk menyerang balik. Para pemimpin Afrika,
yang biasanya mengurusi masalah politik, keamanan dan ekonomi, menyatu dengan para
ahli kesehatan dan menyiapkan serangan balik yang luar biasa. Pada tahun 2001 yang
lalu, Sekjen PBB yang kebetulan berasal dari Afrika itu, bersama-sama dengan lembagalembaga
dunia yang peduli itu, melakukan serangkaian usaha bersama yang sangat
terpuji. Mereka mengumpulkan dana dan kekuatan untuk melakukan serangan balik dan
menolong mereka yang sudah sangat parah terserang Virus yang ganas itu.
19
Serangan balik dilakukan dengan dukungan komunikasi, informasi dan edukasi yang
jelas dan menyentuh untuk menyadarkan dan mengajak kaum muda yang menajdi musuh
utama Virus itu untuk menyatukan diri dan mempertebal kepercayaan untuk membangun
masa depan yang lebih solit. Sebab, kalau generasi muda tidak sadar dan merubah sikap
dan tingkah lakunya, Afrika yang banyak menjanjikan untuk masa depan akan segera
berakhir peranannya.
Disamping serangan dengan mempergunakan senjata komunikasi, informasi dan edukasi
yang ampuh itu, mereka menyiapkan pusat-pusat pelayanan pencegahan untuk mulai
mencari mereka-mereka yang dianggap rawan serangan Virus yang membabi buta
tersebut. Pusat-pusat rehabilitasi baru dengan tenaga-tenaga terampil segera disiapkan di
berbagai negara. Kerjasama antar negara untuk melatih tenaga-tenaga perawat
profesional segera dibentuk. Tenaga-tenaga muda yang diharapkan mampu memberikan
dukungan kerjasama regional maupun global segera dilatih dan ditempatkan dengan
peralatan yang dihimpun dari batuan dunia yang melihat masyarakat dan keluarga Afrika
yang tidak berdosa itu bisa punah karena serangan Virus yang membabi buta.
Biarpun “senjata” untuk memerangi Virus HIV/AIDS dan mengobati mereka yang sudah
terkena belum diketemukan, tetapi telah ada obat-obat tertentu yang bisa mengurangi rasa
sakit dan memperpanjang usia penderita. Namun, karena masih berada dalam proses
penelitian dan pengembangan, harganya masih relatip sangat mahal. Para pemimpin dan
negara-negara Afrika bekerjasama mengusahakan agar obat-obat itu harganya dapat
diberikan korting dan masyarakat serta negara yang relatif miskin di Afrika dapat
memperoleh akses terhadap obat-obatan itu.
Celakanya, kombinasi obat itu tidak selalu membawa efek yang sama pada setiap
penderita. Bahkan karena obat-obat itu ada sebagian penderita yang menjadi kebal dan
tidak lagi siap untuk menahan Virus yang sangat jahat itu. Ringkasnya para ahli obat
belum menemukan Vaccin atau obat anti HIV yang bisa membuat umat manusia
menganggap enteng serangan itu. Namun bagaimanapun juga, kombinasi obat yang
sedang hangat-hangatnya dicoba di banyak negara maju merupakan kemajuan yang
menjanjikan.
Dengan cara gotong royong itu upaya Afrika telah membawa hasil yang menakjubkan.
Biarpun serangan di Afrika belum berhenti, jumlah kasus baru tetap masih meningkat,
jumlah mereka yang meninggal dunia secara kumulatip masih merupakan korban terbesar
di dunia, namun keadaannya mulai menunjukkan tanda-tanda perlawanan yang sama
dahsyatnya. Di setiap kesempatan pertemuan politik tidak ada lagi upaya untuk
melindungi masing-masing negara karena prestise, tetapi mulai muncul ajakan kerjasama
yang akrab untuk saling menyelesaikan permasalahan yang menyerang hampir semua
negara dan kaum muda yang tidak berdosa itu.
Disamping HIV sedang diidap oleh tidak kurang 37,1 juta jiwa di seluruh dunia,
semenjak awal epidemik sampai sekarang telah jatuh korban yang sangat besar. Di
seluruh dunia, sejak menjalarnya Virus HIV/AIDS dapat dicatat telah ada sekitar 19 – 20
juta penduduk meninggal dunia karena AIDS. Tidak kurang dari 9 juta jiwa adalah laki20
laki potensial dan sebagian besar masih muda. Disamping itu ada sekitar 4 juta anak-anak
dibawah usia 15 tahun yang meninggal dunia karena Virus yang sama. Pada tahun 1999
saja, selama satu tahun, ada sekitar 3 juta penderita, orang dewasa dan anak-anak,
meninggal dunia dengan sia-sia. AIDS telah menyebabkan tidak kurang dari 14 juta
anak-anak menjadi anak yatim, atau piatu, atau anak yatim piatu.
Kemampuan Afrika menangani HIV/AIDS, seperti juga makin siapnya negara-negara
Asia melakukan hal yang sama, tidak membuat jera serangan Virus itu. Mereka mencari
lahan baru yang dianggap relatif masih kendor dan komitmennya kurang
menguntungkan. Negara-negara baru yang selama tahun 2001 mendapat serangan
dahsyat itu adalah Negara-negara Eropa Timur atau negara-negara yang tergabung dalam
negara-negara Eropa Timur dan Eropa Tengah atau negara-negara yang semula
bergabung dalam jajaran negara Rusia.
Kecepatan penyebaran Virus HIV/AIDS di negara-negara ini sungguh sangat
menakjubkan. Negara-negara di kawasan ini, karena proses kemerdekaan dan
pemisahannya dari Rusia, telah mengalami proses transformasi yang luar biasa. Negaranegara
ini mengalami kemajuan yang menakjubkan dalam hal demokrasi dan
kemerdekaan lainnya. Masyarakat mempunyai kebebasan baru untuk menyatakan
pendapat, keluarga dan anak-anak muda mempunyai kebebasan baru untuk mengatur
dirinya dalam pendidikan atau kegiatan-kegiatan lain diluar bidang-bidang yang biasanya
diatur seluruhnya oleh negara.
Kebebasan itu meluncur dengan dahsyat dalam bidang-bidang yang mempunyai akibat
yang sangat membahayakan kehidupan mereka sebagai generasi muda. Mereka juga
mulai menganut hubungan seks bebas dan memberlakukan kehidupan yang lebih
permisif. Akibatnya penyakit kelamin dan penyebaran Virus HIV/AIDS juga menyebar
dan menyerang dengan dahsyat atau dalam bahasa anak muda disebut “menghebohkan”.
Penyebaran Virus di negara-negara itu berjalan sederhana, hubungan seksual bebas dan
sebagian kecil karena penggunaan obat narkoba dengan berganti-ganti penggunaan jarum
sintikan oleh beberapa kelompok anak muda yang sudah terkena infeksi sebelumnya.
Dalam suasana masyarakat yang masih serba sederhana, tidak mengetahui dengan pasti
cara-cara pencegahan, termasuk penggunaan kondom atau abstinen dari hubungan
kelamin yang tidak aman, “kepandaian” Virus menyebarkan dirinya tidak mendapat
resistensi atau halangan apapun. Masyarakat, keluarga dan generasi muda yang tinggal di
bekas negara-negara yang semula tergabung dalam negara Rusia yang besar itu tergilas
oleh serangan Virus yang maha dahsyat itu.
Karena itu, biarpun kita termasuk negara Asia yang mempunyai tanggapan yang
baik terhadap penyebaran Virus HIV/AIDS beberapa tahun terakhir ini, kita harus bekerja
keras untuk tetap menyadarkan anak-anak muda agar waspada terhadap godaan dan
kebebasan yang dihasilkan oleh proses reformasi di segala bidang. Kerjasama yang
diperbaharui dengan Australia kiranya bisa lebih difokuskan untuk membantu anak-anak
muda, yang umumnya menjadi sasaran yang empuk dari iming-iming penyebaran Virus
untuk mampu menyambut serangan dengan lebih profesional. Mereka harus bisa
21
memberikan tanggapan kebebasan dengan mempersiapkan diri lebih baik untuk masa
depan dengan menganut kehidupan seksual yang aman dan tidak lagi tergoda untuk
mempergunakan berbagai jenis narkoba, apalagi dengan berganti-ganti mempergunakan
jarum suntik yang tidak lagi steril.
BELAJAR DARI AFRIKA
Dengan sangat serius Afrika melakukan serangan balik yang sangat dahsyat. Mereka
mengejar sahabatnya di Asia dengan dinamika kependudukan yang tinggi dan gangguan
masalah-masalah reproduksi yang sangat mengerikan. Berkat revolusi dan kemerdekaan
yang dengan cepat menjalar dari satu negara ke negara lain, Afrika segera dikejar oleh
arus meng-kota-nya masyakarat yang tinggi serta ledakan generasi muda yang dinamis.
Tingkat kesehatan, pendidikan, serta kondisi ekonomi yang porak poranda karena tidak
terurus sebelumnya menjadikan generasi muda Afrika tergoda budaya negatif perkotaan
yang bebas dan permisif. Akibatnya banyak anak muda dari beberapa negara di Afrika
terserang virus HID/AIDS yang mematikan.
Gangguan reproduksi itu sungguh sangat mengerikan. Kalau pada tingkat dunia ada
sekitar 514.000 ibu-ibu meninggal dunia setiap tahun kerana komplikasi kandungan dan
melahirkan, atau setiap menit ada seorang ibu meninggal dunia karena komplikasi
tersebut. Yang lebih menyedihkan adalah bahwa 99 persen dari kejadian itu ada di negara
berkembang. Dalam hubungan dengan HIV/AIDS bahayanya menjadi rangkap dua
karena ibu yang mengidap HIV/AIDS dapat menularkannya kepada anak-anaknya,
terutama yang masih menyusuhi. Pada akhir tahun 2000 sekitar 4,3 juta anak-anak
muda dibawah usia 15 tahun meninggal dunia sejak menjalarnya virus HIV/AIDS. Tidak
kurang dari 1,4 juta anak-anak mengidap virus ini, yang separonya baru ditularkan
dalam 12 bulan terakhir.
Secara tidak adil Afrika dianggap gudangnya, Afrika dewasa ini dijuluki sebagai pusat
dari negara-negara yang dapat dikategorikan sebagai pusat menjalarnya penyakitpenyakit
yang disebabkan karena masalah reproduksi remaja sperti penyakit menular
seksual (PMS), HIV/AIDS, dan gangguan remaja lain seperti mabuk-mabuk minuman
keras, kecanduan narkotika, dan kekerasan antar remaja termasuk kekerasan seksual. Dari
sekitar 5,3 juta orang yang baru terkena infeksi HIV/AIDS di tahun 2000 diseluruh
dunai ternyata lebih separonya adalah generasi muda. Yang mengerikan adalah 95
persen mereka yang terinfeksi HIV/AIDS itu ada di negara berkembang. Dan Afrika
dianggap tuan rumah dari 70 persen orang dewasa yang terkenan infeksi tersebut. Bahwa
80 persen anak-anak yang hidup dengan HIV/AIDS dari seluruh duna ada di Afrika.
Lebih dari itu data PBB juga mengungkapkan bahwa anak-anak gadis di Afrika
mempunyai resiko terkena HIV/AIDS dengan skala lima kali lebih tinggi dibandingkan
dengan rekan-rekan prianya. Sebab sangat sederhana, pengetahuan anak-anak gadis
tersebut tentang remproduksi remaja sangat rendah dan mereka menganggap ganti-ganti
pacar serta hubungan suami istri diluar perkawinan adalah hal biasa saja.
22
Salah satu negara dibagian selatan, yaitu Afrika Selatan, menurut catatatn PBB
mempunyai jumlah penderita HIV/AIDS yang terbesar di seluruh dunia, yaitu sekitar
4,2 juta orang. Botwana suatu negara kecil disana konon dikabarkan bakal kehilangan
generasi mudanya karena tingkat prevalensi HIV/AIDS dari generasi mudanya tidak
kurang dari 35 persen, yang berarti satu dari setiap tiga generasi muda sedang
mengidap virus HIV/AIDS yang tidak dapat disembuhkan itu. Di Kenya setiap hari ada
sekitar 700 orang meninggal dunia karena HIV/AIDS. Lebih lanjut dari itu dewasa ini
ada sekitar 16 negara di Afrika yang lebih dari 10 persen anak-anak mudanya sedang
terjangkit virus HIV/IADS tersebut. Keadaan yang mengerikan itu membuat PBB yang
sementara ini mencatat jumlah kasus HIV/AIDS di Sub-Sahara Afrika sekitar 25,3 juta
dan di Afrika Utara dan Timur Tengah sekitar 400.000 orang menjadi agak ragu-ragu
atas catatannya itu.
Serangan dahsyat wabah virus HIV/AIDS itu baru terjadi mulai sekitar tahun 70-an atau
awal 80-an, bahkan beberapa negara baru menerimanya pada akhir tahun 80-an, tetapi
kerana dibarengi dengan dinamika kependudukan, generasi muda dan kehidupan yang
bebas dan sangat permisif, perkembangan penyebarannya menjadi sangat tinggi.
Disamping itu lembaga-lembaga resmi seperti pemerintah, kaum penggerak dan para
orang tua dalam keluarga tadinya memandang masalah ini sebagai masalah yang sangat
pribadi dan dianggap menjadi tanggung jawab pribadi atau masing-masing keluarga.
Bahkan ada pula yang menganggap hal ini merupakan konsekwensi dari kemerdekaan,
kebebasan dan hak-hak asazi yang menjadi pilihan setiap individu, terutamanya generasi
muda untuk menentukan sendiri kehidupan pribadinya dengan reproduksi menurut
pilihannya sendiri.
Mereka sekarang sadar. Mereka melakukan serangan balik yang gagap gempita.
Gerakan itu mendapat bantuan UNAIDS, UNFPA, dan lembaga-lembaga internasional
lainnya, termasuk lembaga “Partners on Population and Development ” , dimana
Indonesia sebagai Ketua Gerakan Non Blok pernah ikut menjadi badan pendirinya di
tahun 1994/1995 telah memobilisasi gerakan kemitraan gotong royong sangat intensif.
Di Sub-Sahara Afrika, negara-negara dengan prevalensi yang sangat tinggi, Partners,
Bill and Melinda Gates Foundation, dan UNFPA telah bekerja keras mempersiapkan
komitmen dan kader-kader pimpinan masa depan dengan meningkatkan kesadaran
masyakarat dan kemampuan dan komitmen mereka terhadap upaya-upaya pencegahan
dan penanganan masalah reproduksi remaja yang sangat mengerikan itu. Suatu latihan
besar-besaran sedang diadakan di Zimbabwe dan akan segera diadakan di beberapa
negara lain dengan peserta para pejabat senior yang mengikutinya dengan penuh
perhatian.
Lebih dari itu, Sekjen PBB, Kofi Annan, yang kebetulan berasal dari Afrika, bersama
para pemimpin dunia lainnya sedang mengumpulkan dana untuk serangan balik dengan
target tidak kurang US $ 7,5 milyar, yang dalam gebrakan pertama telah terkumpul
sekitar US $ 1 milyar. Tanpa menunggu aksi internasional beberapa negara telah
mengambil prakarsa yang patut diacungi jempol. Uganda telah mewajibkan setiap
pertemuan resmi bahwa lima menit pertama harus didahului dengan penjelasan dan
informasi tentang HIV/AIDS. Zimbabwe juga telah memberikan komitmen sumber
23
pembiayaan yang sangat tinggi, yaitu 3 persen dari seluruh pajak pendapatan
dipisahkan dan disediakan khusus untuk mendukung penanganan masalah HIV/AIDS.
Kita dari Asia agak lebih beruntung. Jumlah kasusnya yang baru taksir hanya sekitar
780.000 orang di tahun 2000. Sekitar 5,8 juta orang sedang mengidap HIV/AIDS, yang
dianggap relatif kecil dibandingkan dengan penduduk Asia yang luar biasa besarnya.
Thailand yang pernah menjadi gudang dan terancam serangan virus HIV/AIDS yang
sangat dahsyat telah berhasil memaklumkan peran informasi secara besar-besaran dan
terbuka terhadap HIV/AIDS, menggalakkan penggunaan kondom dengan gigih. India
yang penduduknya hampir menyalip RRC mempunyai tingkat prevalensi yang relatif
rendah yaitu sekitar 7 per 1000 penduduk, dengan penderita sekitar 3,7 juta orang,
hanya bisa menjadi nomor dua setelah Afrika Selatan dengan jumlah penderita sekitar 4,3
juta orang. Indonesia sendiri dianggap cukup tanggap mempunyai komitmen dan
program yang sedang dikembangkan dengan cukup wajar.
“Partners” dan lembaga-lembaga donor dalam pertemuan, seminar dan latihan, di
Zimbabwe itu sepakat untuk mengajak semua kekuatan pembangunan, pemerintah,
masyakarat, bahkan lembaga-lembaga bisnis swasta dan atau perorangan, untuk
menyingsingkan lengan baju dan mempunyai keberanian mengembangan programprogram
advokasi yang mungkin tidak populer dan ditentang oleh kaum moralis yang
menganggap bahwa pendidikan dan informasi tentang reproduksi bisa mengganggu
keseimbangan pikir dan nalar anak-anak muda kita. Bukti nyata Thailand dengan
keterbukaan informasi tentang masalah reproduksi, masalah seksual, masalah-masalah
yang di banyak negara masih sangat tabu, telah bisa menyetop mengalirnya HIV/AIDS
yang sebelumnya dikawatirkan bakal menghabiskan generasi mudanya. Mereka sekarang
sadar bahwa hanya dengan “keterbukaan informasi” maka setiap anak muda dapat
menikmati “pilihan demokratis” sikap dan tingkah laku apa yang dapat dilakukannya
kalau mendapat godaan dan gangguan reproduksi.
Setiap anggota pengurus dan para penasehat “Partners” yang ikut serta dalam pertemuan
di Zimbabawe diminta untuk segera mengajak semua pihak memberikan informasi,
pendidikan dan pelayanan reproduksi remaja, tanpa rasa takut tidak mendapat simpati
masyarakat sekelilingnya. Lembaga-lembaga dunia siap memberikandukungan moral
karena semata-mata untuk menyelamatkan mut manusia dan hak-hak asazinya atas
informasi yang benar demi masa depannya yang lebih baik. Mereka yakin bahwa apabila
kekuatan moral ini tidak segera bertindak, sementara anak-anak muda terbawa arus
modernisasi dengan dinamika yang sangat tinggi, bisa-bisa mereka terseret pada bagianbagian
yang kelihatannya nikmat sesaat tetapi membawa malapetaka yang tidak dapat
diobati dikemudian hari. Para peserta yakin bahwa setiap anak muda harus menerima
informasi yang benar dengan terbuka dan harus bisa disajikan dengan variasi yang sangat
luas, sangat cocok dengan dinamika generasi mudanya, serta sanggup mereka sampaikan
secara bertahap kepada anggotanya peernya dengan tepat pula.
Lembaga-lembaga internasional yang ikut hadir dalam pertemuan itu juga meminta
perhatian agar setiap peristiwa penting dapat dipergunakan untuk menggalang kemitraan
agar informasi dan pendidikan tentang reproduksi remaja dapat diteruskan dengan
24
kecepatan yang tinggi dan menyebar kepada setiap generasi muda, di desa dan di kota,
anak orang kaya, anak orang miskin, siapa saja, karena ternyata virus HIV/AIDS tidak
perduli keturunan suku, agama, usia, dan bahkan sanggup menular kepada bayi-bayi yang
tidak berdosa, atau ibu-ibu yang tidak pernah menyeleweng, atau suami-suami yang tidak
pernah selingkuh. Mereka bisa menyebar melalui hubungan suami isteri dan kalau satu
saja yang selingkuh dan mendapat oleh-oleh dari partnernya, maka suami atau isteri itu
juga akan kebagian oleh-oleh tersebut. Seorang dokter yang mengetahui bahwa seorang
bayi terkena virus HIV/AIDS hampir dapat menebak bahwa ibunya juga kena, bapaknya
bisa kena, dan barang kali adiknya yang masih dalam kandungan juga bakal terkena virus
yang mematikan itu.
Afrika telah melakukan serangan balik yang sungguh-sungguh dan dahsyat. Marilah
pengalaman Afrika yang menyerang balik dalam keadaan yang porak poranda itu kita
jadikan contoh. Kita tidak usah porak poranda baru melakukan serangan balik. Marilah
kita kembangkan kerja sama yang erat kita hadang musuh-musuh reproduksi remaja itu
dengan kesadaran penuh bahwa siapa saja bisa kena serangan virus HIV/AIDS. Kita
persiapkan diri dengan kejujuran dengan integritas yang tinggi serta kita bantu anak-anak
muda dengan komitmen dengan langkah-langkah nyata.
BELAJAR DARI AFRIKA
Dengan sangat serius Afrika melakukan serangan balik yang sangat dahsyat. Mereka
mengejar sahabatnya di Asia dengan dinamika kependudukan yang tinggi dan gangguan
masalah-masalah reproduksi yang sangat mengerikan. Berkat revolusi dan kemerdekaan
yang dengan cepat menjalar dari satu negara ke negara lain, Afrika segera dikejar oleh
arus meng-kota-nya masyakarat yang tinggi serta ledakan generasi muda yang dinamis.
Tingkat kesehatan, pendidikan, serta kondisi ekonomi yang porak poranda karena tidak
terurus sebelumnya menjadikan generasi muda Afrika tergoda budaya negatif perkotaan
yang bebas dan permisif. Akibatnya banyak anak muda dari beberapa negara di Afrika
terserang virus HID/AIDS yang mematikan.
Gangguan reproduksi itu sungguh sangat mengerikan. Kalau pada tingkat dunia ada
sekitar 514.000 ibu-ibu meninggal dunia setiap tahun kerana komplikasi kandungan dan
melahirkan, atau setiap menit ada seorang ibu meninggal dunia karena komplikasi
tersebut. Yang lebih menyedihkan adalah bahwa 99 persen dari kejadian itu ada di negara
berkembang. Dalam hubungan dengan HIV/AIDS bahayanya menjadi rangkap dua
karena ibu yang mengidap HIV/AIDS dapat menularkannya kepada anak-anaknya,
terutama yang masih menyusuhi. Pada akhir tahun 2000 sekitar 4,3 juta anak-anak
muda dibawah usia 15 tahun meninggal dunia sejak menjalarnya virus HIV/AIDS. Tidak
kurang dari 1,4 juta anak-anak mengidap virus ini, yang separonya baru ditularkan
dalam 12 bulan terakhir.
Secara tidak adil Afrika dianggap gudangnya, Afrika dewasa ini dijuluki sebagai pusat
dari negara-negara yang dapat dikategorikan sebagai pusat menjalarnya penyakitpenyakit
yang disebabkan karena masalah reproduksi remaja sperti penyakit menular
seksual (PMS), HIV/AIDS, dan gangguan remaja lain seperti mabuk-mabuk minuman
25
keras, kecanduan narkotika, dan kekerasan antar remaja termasuk kekerasan seksual. Dari
sekitar 5,3 juta orang yang baru terkena infeksi HIV/AIDS di tahun 2000 diseluruh
dunai ternyata lebih separonya adalah generasi muda. Yang mengerikan adalah 95
persen mereka yang terinfeksi HIV/AIDS itu ada di negara berkembang. Dan Afrika
dianggap tuan rumah dari 70 persen orang dewasa yang terkenan infeksi tersebut. Bahwa
80 persen anak-anak yang hidup dengan HIV/AIDS dari seluruh duna ada di Afrika.
Lebih dari itu data PBB juga mengungkapkan bahwa anak-anak gadis di Afrika
mempunyai resiko terkena HIV/AIDS dengan skala lima kali lebih tinggi dibandingkan
dengan rekan-rekan prianya. Sebab sangat sederhana, pengetahuan anak-anak gadis
tersebut tentang remproduksi remaja sangat rendah dan mereka menganggap ganti-ganti
pacar serta hubungan suami istri diluar perkawinan adalah hal biasa saja.
Salah satu negara dibagian selatan, yaitu Afrika Selatan, menurut catatatn PBB
mempunyai jumlah penderita HIV/AIDS yang terbesar di seluruh dunia, yaitu sekitar
4,2 juta orang. Botwana suatu negara kecil disana konon dikabarkan bakal kehilangan
generasi mudanya karena tingkat prevalensi HIV/AIDS dari generasi mudanya tidak
kurang dari 35 persen, yang berarti satu dari setiap tiga generasi muda sedang
mengidap virus HIV/AIDS yang tidak dapat disembuhkan itu. Di Kenya setiap hari ada
sekitar 700 orang meninggal dunia karena HIV/AIDS. Lebih lanjut dari itu dewasa ini
ada sekitar 16 negara di Afrika yang lebih dari 10 persen anak-anak mudanya sedang
terjangkit virus HIV/IADS tersebut. Keadaan yang mengerikan itu membuat PBB yang
sementara ini mencatat jumlah kasus HIV/AIDS di Sub-Sahara Afrika sekitar 25,3 juta
dan di Afrika Utara dan Timur Tengah sekitar 400.000 orang menjadi agak ragu-ragu
atas catatannya itu.
Serangan dahsyat wabah virus HIV/AIDS itu baru terjadi mulai sekitar tahun 70-an atau
awal 80-an, bahkan beberapa negara baru menerimanya pada akhir tahun 80-an, tetapi
kerana dibarengi dengan dinamika kependudukan, generasi muda dan kehidupan yang
bebas dan sangat permisif, perkembangan penyebarannya menjadi sangat tinggi.
Disamping itu lembaga-lembaga resmi seperti pemerintah, kaum penggerak dan para
orang tua dalam keluarga tadinya memandang masalah ini sebagai masalah yang sangat
pribadi dan dianggap menjadi tanggung jawab pribadi atau masing-masing keluarga.
Bahkan ada pula yang menganggap hal ini merupakan konsekwensi dari kemerdekaan,
kebebasan dan hak-hak asazi yang menjadi pilihan setiap individu, terutamanya generasi
muda untuk menentukan sendiri kehidupan pribadinya dengan reproduksi menurut
pilihannya sendiri.
Mereka sekarang sadar. Mereka melakukan serangan balik yang gagap gempita.
Gerakan itu mendapat bantuan UNAIDS, UNFPA, dan lembaga-lembaga internasional
lainnya, termasuk lembaga “Partners on Population and Development” , dimana
Indonesia sebagai Ketua Gerakan Non Blok pernah ikut menjadi badan pendirinya di
tahun 1994/1995 telah memobilisasi gerakan kemitraan gotong royong sangat intensif.
Di Sub-Sahara Afrika, negara-negara dengan prevalensi yang sangat tinggi, Partners,
Bill and Melinda Gates Foundation, dan UNFPA telah bekerja keras mempersiapkan
komitmen dan kader-kader pimpinan masa depan dengan meningkatkan kesadaran
26
masyakarat dan kemampuan dan komitmen mereka terhadap upaya-upaya pencegahan
dan penanganan masalah reproduksi remaja yang sangat mengerikan itu. Suatu latihan
besar-besaran sedang diadakan di Zimbabwe dan akan segera diadakan di beberapa
negara lain dengan peserta para pejabat senior yang mengikutinya dengan penuh
perhatian.
Lebih dari itu, Sekjen PBB, Kofi Annan, yang kebetulan berasal dari Afrika, bersama
para pemimpin dunia lainnya sedang mengumpulkan dana untuk serangan balik dengan
target tidak kurang US $ 7,5 milyar, yang dalam gebrakan pertama telah terkumpul
sekitar US $ 1 milyar. Tanpa menunggu aksi internasional beberapa negara telah
mengambil prakarsa yang patut diacungi jempol. Uganda telah mewajibkan setiap
pertemuan resmi bahwa lima menit pertama harus didahului dengan penjelasan dan
informasi tentang HIV/AIDS. Zimbabwe juga telah memberikan komitmen sumber
pembiayaan yang sangat tinggi, yaitu 3 persen dari seluruh pajak pendapatan
dipisahkan dan disediakan khusus untuk mendukung penanganan masalah HIV/AIDS.
Kita dari Asia agak lebih beruntung. Jumlah kasusnya yang baru taksir hanya sekitar
780.000 orang di tahun 2000. Sekitar 5,8 juta orang sedang mengidap HIV/AIDS, yang
dianggap relatif kecil dibandingkan dengan penduduk Asia yang luar biasa besarnya.
Thailand yang pernah menjadi gudang dan terancam serangan virus HIV/AIDS yang
sangat dahsyat telah berhasil memaklumkan peran informasi secara besar-besaran dan
terbuka terhadap HIV/AIDS, menggalakkan penggunaan kondom dengan gigih. India
yang penduduknya hampir menyalip RRC mempunyai tingkat prevalensi yang relatif
rendah yaitu sekitar 7 per 1000 penduduk, dengan penderita sekitar 3,7 juta orang,
hanya bisa menjadi nomor dua setelah Afrika Selatan dengan jumlah penderita sekitar 4,3
juta orang. Indonesia sendiri dianggap cukup tanggap mempunyai komitmen dan
program yang sedang dikembangkan dengan cukup wajar.
“Partners” dan lembaga-lembaga donor dalam pertemuan, seminar dan latihan, di
Zimbabwe itu sepakat untuk mengajak semua kekuatan pembangunan, pemerintah,
masyakarat, bahkan lembaga-lembaga bisnis swasta dan atau perorangan, untuk
menyingsingkan lengan baju dan mempunyai keberanian mengembangan programprogram
advokasi yang mungkin tidak populer dan ditentang oleh kaum moralis yang
menganggap bahwa pendidikan dan informasi tentang reproduksi bisa mengganggu
keseimbangan pikir dan nalar anak-anak muda kita. Bukti nyata Thailand dengan
keterbukaan informasi tentang masalah reproduksi, masalah seksual, masalah-masalah
yang di banyak negara masih sangat tabu, telah bisa menyetop mengalirnya HIV/AIDS
yang sebelumnya dikawatirkan bakal menghabiskan generasi mudanya. Mereka sekarang
sadar bahwa hanya dengan “keterbukaan informasi” maka setiap anak muda dapat
menikmati “pilihan demokratis” sikap dan tingkah laku apa yang dapat dilakukannya
kalau mendapat godaan dan gangguan reproduksi.
Setiap anggota pengurus dan para penasehat “Partners” yang ikut serta dalam pertemuan
di Zimbabawe diminta untuk segera mengajak semua pihak memberikan informasi,
pendidikan dan pelayanan reproduksi remaja, tanpa rasa takut tidak mendapat simpati
masyarakat sekelilingnya. Lembaga-lembaga dunia siap memberikandukungan moral
27
karena semata-mata untuk menyelamatkan mut manusia dan hak-hak asazinya atas
informasi yang benar demi masa depannya yang lebih baik. Mereka yakin bahwa apabila
kekuatan moral ini tidak segera bertindak, sementara anak-anak muda terbawa arus
modernisasi dengan dinamika yang sangat tinggi, bisa-bisa mereka terseret pada bagianbagian
yang kelihatannya nikmat sesaat tetapi membawa malapetaka yang tidak dapat
diobati dikemudian hari. Para peserta yakin bahwa setiap anak muda harus menerima
informasi yang benar dengan terbuka dan harus bisa disajikan dengan variasi yang sangat
luas, sangat cocok dengan dinamika generasi mudanya, serta sanggup mereka sampaikan
secara bertahap kepada anggotanya peernya dengan tepat pula.
Lembaga-lembaga internasional yang ikut hadir dalam pertemuan itu juga meminta
perhatian agar setiap peristiwa penting dapat dipergunakan untuk menggalang kemitraan
agar informasi dan pendidikan tentang reproduksi remaja dapat diteruskan dengan
kecepatan yang tinggi dan menyebar kepada setiap generasi muda, di desa dan di kota,
anak orang kaya, anak orang miskin, siapa saja, karena ternyata virus HIV/AIDS tidak
perduli keturunan suku, agama, usia, dan bahkan sanggup menular kepada bayi-bayi yang
tidak berdosa, atau ibu-ibu yang tidak pernah menyeleweng, atau suami-suami yang tidak
pernah selingkuh. Mereka bisa menyebar melalui hubungan suami isteri dan kalau satu
saja yang selingkuh dan mendapat oleh-oleh dari partnernya, maka suami atau isteri itu
juga akan kebagian oleh-oleh tersebut. Seorang dokter yang mengetahui bahwa seorang
bayi terkena virus HIV/AIDS hampir dapat menebak bahwa ibunya juga kena, bapaknya
bisa kena, dan barang kali adiknya yang masih dalam kandungan juga bakal terkena virus
yang mematikan itu.
Afrika telah melakukan serangan balik yang sungguh-sungguh dan dahsyat. Marilah
pengalaman Afrika yang menyerang balik dalam keadaan yang porak poranda itu kita
jadikan contoh. Kita tidak usah porak poranda baru melakukan serangan balik. Marilah
kita kembangkan kerja sama yang erat kita hadang musuh-musuh reproduksi remaja itu
dengan kesadaran penuh bahwa siapa saja bisa kena serangan virus HIV/AIDS. Kita
persiapkan diri dengan kejujuran dengan integritas yang tinggi serta kita bantu anak-anak
muda dengan komitmen dengan langkah-langkah nyata.


BAHAYA REPRODUKSI YANG MENGERIKAN
Dengan sangat serius Afrika melakukan serangan balik yang sangat dahsyat. Mereka
mengejar sahabatnya di Asia dengan dinamika kependudukan yang tinggi dan gangguan masalahmasalah
reproduksi yang sangat mengerikan. Berkat revolusi dan kemerdekaan yang dengan cepat
menjalar dari satu negara ke negara lain, Afrika segera dikejar oleh arus meng-kota-nya
masyakarat yang tinggi serta ledakan generasi muda yang dinamis. Tingkat kesehatan, pendidikan,
serta kondisi ekonomi yang porak poranda karena tidak terurus sebelumnya menjadikan generasi
muda Afrika tergoda budaya negatif perkotaan yang bebas dan permisif. Akibatnya banyak anak
muda dari beberapa negara di Afrika terserang virus HID/AIDS yang mematikan.
Gangguan reproduksi itu sungguh sangat mengerikan. Kalau pada tingkat dunia ada sekitar
514.000 ibu-ibu meninggal dunia setiap tahun kerana komplikasi kandungan dan melahirkan, atau
setiap menit ada seorang ibu meninggal dunia karena komplikasi tersebut. Yang lebih
menyedihkan adalah bahwa 99 persen dari kejadian itu ada di negara berkembang. Dalam
hubungan dengan HIV/AIDS bahayanya menjadi rangkap dua karena ibu yang mengidap
HIV/AIDS dapat menularkannya kepada anak-anaknya, terutama yang masih menyusuhi. Pada
akhir tahun 2000 sekitar 4,3 juta anak-anak muda dibawah usia 15 tahun meninggal dunia sejak
menjalarnya virus HIV/AIDS. Tidak kurang dari 1,4 juta anak-anak mengidap virus ini, yang
separonya baru ditularkan dalam 12 bulan terakhir.
Secara tidak adil Afrika dianggap gudangnya, Afrika dewasa ini dijuluki sebagai pusat dari
negara-negara yang dapat dikategorikan sebagai pusat menjalarnya penyakit-penyakit yang
disebabkan karena masalah reproduksi remaja sperti penyakit menular seksual (PMS), HIV/AIDS,
dan gangguan remaja lain seperti mabuk-mabuk minuman keras, kecanduan narkotika, dan
kekerasan antar remaja termasuk kekerasan seksual. Dari sekitar 5,3 juta orang yang baru terkena
infeksi HIV/AIDS di tahun 2000 diseluruh dunai ternyata lebih separonya adalah generasi muda.
Yang mengerikan adalah 95 persen mereka yang terinfeksi HIV/AIDS itu ada di negara
berkembang. Dan Afrika dianggap tuan rumah dari 70 persen orang dewasa yang terkenan infeksi
tersebut. Bahwa 80 persen anak-anak yang hidup dengan HIV/AIDS dari seluruh duna ada di
Afrika.
Lebih dari itu data PBB juga mengungkapkan bahwa anak-anak gadis di Afrika
mempunyai resiko terkena HIV/AIDS dengan skala lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan
rekan-rekan prianya. Sebab sangat sederhana, pengetahuan anak-anak gadis tersebut tentang
remproduksi remaja sangat rendah dan mereka menganggap ganti-ganti pacar serta hubungan
suami istri diluar perkawinan adalah hal biasa saja.
Salah satu negara dibagian selatan, yaitu Afrika Selatan, menurut catatatn PBB
mempunyai jumlah penderita HIV/AIDS yang terbesar di seluruh dunia, yaitu sekitar 4,2 juta
orang. Botwana suatu negara kecil disana konon dikabarkan bakal kehilangan generasi mudanya
karena tingkat prevalensi HIV/AIDS dari generasi mudanya tidak kurang dari 35 persen, yang
berarti satu dari setiap tiga generasi muda sedang mengidap virus HIV/AIDS yang tidak dapat
disembuhkan itu. Di Kenya setiap hari ada sekitar 700 orang meninggal dunia karena
HIV/AIDS. Lebih lanjut dari itu dewasa ini ada sekitar 16 negara di Afrika yang lebih dari 10
persen anak-anak mudanya sedang terjangkit virus HIV/IADS tersebut. Keadaan yang mengerikan
itu membuat PBB yang sementara ini mencatat jumlah kasus HIV/AIDS di Sub-Sahara Afrika
sekitar 25,3 juta dan di Afrika Utara dan Timur Tengah sekitar 400.000 orang menjadi agak
ragu-ragu atas catatannya itu.
Serangan dahsyat wabah virus HIV/AIDS itu baru terjadi mulai sekitar tahun 70-an atau
awal 80-an, bahkan beberapa negara baru menerimanya pada akhir tahun 80-an, tetapi kerana
dibarengi dengan dinamika kependudukan, generasi muda dan kehidupan yang bebas dan sangat
permisif, perkembangan penyebarannya menjadi sangat tinggi. Disamping itu lembaga-lembaga
resmi seperti pemerintah, kaum penggerak dan para orang tua dalam keluarga tadinya
memandang masalah ini sebagai masalah yang sangat pribadi dan dianggap menjadi tanggung
jawab pribadi atau masing-masing keluarga. Bahkan ada pula yang menganggap hal ini merupakan
konsekwensi dari kemerdekaan, kebebasan dan hak-hak asazi yang menjadi pilihan setiap
individu, terutamanya generasi muda untuk menentukan sendiri kehidupan pribadinya dengan
reproduksi menurut pilihannya sendiri.
Mereka sekarang sadar. Mereka melakukan serangan balik yang gagap gempita. Gerakan
itu mendapat bantuan UNAIDS, UNFPA, dan lembaga-lembaga internasional lainnya, termasuk
lembaga “Partners on Population and Development”, dimana Indonesia sebagai Ketua Gerakan
Non Blok pernah ikut menjadi badan pendirinya di tahun 1994/1995 telah memobilisasi gerakan
kemitraan gotong royong sangat intensif. Di Sub-Sahara Afrika, negara-negara dengan prevalensi
yang sangat tinggi, Partners, Bill and Melinda Gates Foundation, dan UNFPA telah bekerja
keras mempersiapkan komitmen dan kader-kader pimpinan masa depan dengan meningkatkan
kesadaran masyakarat dan kemampuan dan komitmen mereka terhadap upaya-upaya pencegahan
dan penanganan masalah reproduksi remaja yang sangat mengerikan itu. Suatu latihan besarbesaran
sedang diadakan di Zimbabwe dan akan segera diadakan di beberapa negara lain dengan
peserta para pejabat senior yang mengikutinya dengan penuh perhatian.
Lebih dari itu, Sekjen PBB, Kofi Annan, yang kebetulan berasal dari Afrika, bersama para
pemimpin dunia lainnya sedang mengumpulkan dana untuk serangan balik dengan target tidak
kurang US $ 7,5 milyar, yang dalam gebrakan pertama telah terkumpul sekitar US $ 1 milyar.
Tanpa menunggu aksi internasional beberapa negara telah mengambil prakarsa yang patut
diacungi jempol. Uganda telah mewajibkan setiap pertemuan resmi bahwa lima menit pertama
harus didahului dengan penjelasan dan informasi tentang HIV/AIDS. Zimbabwe juga telah
memberikan komitmen sumber pembiayaan yang sangat tinggi, yaitu 3 persen dari seluruh pajak
pendapatan dipisahkan dan disediakan khusus untuk mendukung penanganan masalah
HIV/AIDS.
Kita dari Asia agak lebih beruntung. Jumlah kasusnya yang baru taksir hanya sekitar
780.000 orang di tahun 2000. Sekitar 5,8 juta orang sedang mengidap HIV/AIDS, yang dianggap
relatif kecil dibandingkan dengan penduduk Asia yang luar biasa besarnya. Thailand yang pernah
menjadi gudang dan terancam serangan virus HIV/AIDS yang sangat dahsyat telah berhasil
memaklumkan peran informasi secara besar-besaran dan terbuka terhadap HIV/AIDS,
menggalakkan penggunaan kondom dengan gigih. India yang penduduknya hampir menyalip
RRC mempunyai tingkat prevalensi yang relatif rendah yaitu sekitar 7 per 1000 penduduk, dengan
penderita sekitar 3,7 juta orang, hanya bisa menjadi nomor dua setelah Afrika Selatan dengan
jumlah penderita sekitar 4,3 juta orang. Indonesia sendiri dianggap cukup tanggap mempunyai
komitmen dan program yang sedang dikembangkan dengan cukup wajar.
“Partners” dan lembaga-lembaga donor dalam pertemuan, seminar dan latihan, di
Zimbabwe itu sepakat untuk mengajak semua kekuatan pembangunan, pemerintah, masyakarat,
bahkan lembaga-lembaga bisnis swasta dan atau perorangan, untuk menyingsingkan lengan baju
dan mempunyai keberanian mengembangan program-program advokasi yang mungkin tidak
populer dan ditentang oleh kaum moralis yang menganggap bahwa pendidikan dan informasi
tentang reproduksi bisa mengganggu keseimbangan pikir dan nalar anak-anak muda kita. Bukti
nyata Thailand dengan keterbukaan informasi tentang masalah reproduksi, masalah seksual,
masalah-masalah yang di banyak negara masih sangat tabu, telah bisa menyetop mengalirnya
HIV/AIDS yang sebelumnya dikawatirkan bakal menghabiskan generasi mudanya. Mereka
sekarang sadar bahwa hanya dengan “keterbukaan informasi” maka setiap anak muda dapat
menikmati “pilihan demokratis” sikap dan tingkah laku apa yang dapat dilakukannya kalau
mendapat godaan dan gangguan reproduksi.
Setiap anggota pengurus dan para penasehat “Partners” yang ikut serta dalam pertemuan
di Zimbabawe diminta untuk segera mengajak semua pihak memberikan informasi, pendidikan
dan pelayanan reproduksi remaja, tanpa rasa takut tidak mendapat simpati masyarakat
sekelilingnya. Lembaga-lembaga dunia siap memberikandukungan moral karena semata-mata
untuk menyelamatkan mut manusia dan hak-hak asazinya atas informasi yang benar demi masa
depannya yang lebih baik. Mereka yakin bahwa apabila kekuatan moral ini tidak segera bertindak,
sementara anak-anak muda terbawa arus modernisasi dengan dinamika yang sangat tinggi, bisabisa
mereka terseret pada bagian-bagian yang kelihatannya nikmat sesaat tetapi membawa
malapetaka yang tidak dapat diobati dikemudian hari. Para peserta yakin bahwa setiap anak muda
harus menerima informasi yang benar dengan terbuka dan harus bisa disajikan dengan variasi yang
sangat luas, sangat cocok dengan dinamika generasi mudanya, serta sanggup mereka sampaikan
secara bertahap kepada anggotanya peernya dengan tepat pula.
Lembaga-lembaga internasional yang ikut hadir dalam pertemuan itu juga meminta
perhatian agar setiap peristiwa penting dapat dipergunakan untuk menggalang kemitraan agar
informasi dan pendidikan tentang reproduksi remaja dapat diteruskan dengan kecepatan yang
tinggi dan menyebar kepada setiap generasi muda, di desa dan di kota, anak orang kaya, anak
orang miskin, siapa saja, karena ternyata virus HIV/AIDS tidak perduli keturunan suku, agama,
usia, dan bahkan sanggup menular kepada bayi-bayi yang tidak berdosa, atau ibu-ibu yang tidak
pernah menyeleweng, atau suami-suami yang tidak pernah selingkuh. Mereka bisa menyebar
melalui hubungan suami isteri dan kalau satu saja yang selingkuh dan mendapat oleh-oleh dari
partnernya, maka suami atau isteri itu juga akan kebagian oleh-oleh tersebut. Seorang dokter yang
mengetahui bahwa seorang bayi terkena virus HIV/AIDS hampir dapat menebak bahwa ibunya
juga kena, bapaknya bisa kena, dan barang kali adiknya yang masih dalam kandungan juga bakal
terkena virus yang mematikan itu.
Afrika telah melakukan serangan balik yang sungguh-sungguh dan dahsyat. Marilah
pengalaman Afrika yang menyerang balik dalam keadaan yang porak poranda itu kita jadikan
contoh. Kita tidak usah porak poranda baru melakukan serangan balik. Marilah kita kembangkan
kerja sama yang erat kita hadang musuh-musuh reproduksi remaja itu dengan kesadaran penuh
bahwa siapa saja bisa kena serangan virus HIV/AIDS. Kita persiapkan diri dengan kejujuran
dengan integritas yang tinggi serta kita bantu anak-anak muda dengan komitmen dengan langkahlangkah
nyata.
MEMBANGUN PROGRAM REPRODUKSI REMAJA
Disamping jatuhnya konban konflik, perang dan bencana alam, setiap hari para remaja
dunia masih terus menghadapi berjangkitnya wabah HIV/AIDS yang sangat dahsyat. Setiap
hari, dunia harus menampung tidak kurang dari 7.000 kasus baru HIV yang separonya
adalah anak-anak remaja. Pada umumnya Virus HIV menyebar karena sikap, pengetahuan,
ketidakpedulian dan hubungan sex yang bersifat heteroseksual. Padahal, pada akhir tahun
2001 tidak kurang dari 11,8 juta remaja usia 15-24 tahun sedang mengidap Virus HIV dan
penyakit AIDS yang hampir tidak bisa disembuhkan.
Afrika tetap merupakan gudangnya penderita HIV/AIDS. Di Afrika, gadis remaja
mempunyai resiko terkena serangan Virus HIV lima kali lebih tinggi dibandingkan rekan prianya.
Afrika juga menjadi tuan rumah dari anak-anak yatim, piatu atau yatim piatu yang ditinggalkan
oleh orang tuanya karena panyakit yang mematikan itu. Afrika Selatan tetap sebagai pemegang
juara negara dengan jumlah remaja terbanyak yang mengidap Virus HIV/AIDS. Di Sub Sahara
Afrika HIV/AIDS adalah pembunuh yang pertama. Di Botswana, lebih dari 35 persen orang
dewasa sedang mengidap HIV/AIDS tersebut. Bahkan UNAIDS, lembaga koordinasi antar
organisasi PBB, mencatat bahwa ada 16 negara di Afrika yang mempunyai prevalensi HIV sebesar
10 persen dari penduduknya atau lebih.
Di Asia keadaannya lebih baik. Namun karena penduduk Asia besar, di Asia Selatan dan
Asia Tenggara terdapat sekitar 5,6 juta penderita HIV/AIDS. Sekitar 780.000 orang terkena infeksi
baru Virus itu setiap tahunnya. India, sebagai salah satu negara yang berpenduduk terbesar di Asia,
biarpun mempunyai angka prevalensi yang kecil, yaitu sekitar 7 setiap 1.000 orang penduduk,
tetapi jumlah penderitanya sudah mencapai 3,7 juta orang, atau nomor dua setelah Afrika Selatan.
HIV hanyalah salah satu akibat dari sikap ketidakpedulian dan pengetuan masalah
reproduksi remaja yang kurang mendapat perhatian. Masih banyak masalah lain yang segera
memerlukan penanganan yang sungguh-sungguh. Karena itu. para ahli reproduksi remaja
menyambut baik ajakan Kepala BKKBN, Prof. Dr. Yaumil Agoes C. Achir, pertengahan minggu
ini dengan antusiame yang tinggi. Para ahli dan pelaksana program berkumpul membahas langkahlangkah
konkrit yang segera harus diambil guna menyelamatkan generasi muda Indonesia, remaja
harapan masa depan bangsa. Mereka sepakat dan ingin membantu remaja Indonesia
memberdayakan dirinya, yaitu dengan sungguh-sungguh mempelajari kesehatan reproduksi
remaja, membentengi dirinya dengan ketahanan yang tinggi dan menghindari sikap dan tingkah
laku reproduksi yang merugikan dirinya sendiri. Komitmen itu diharapkan dapat menolong remaja
kita menyelamatkan masa depannya.
Upaya tersebut didasari kesadaran bersama bahwa para remaja, laki-laki dan perempuan,
sekarang ini lebih banyak bergaul, belajar dan bekerja bersama dengan akrab di sekolah, mulai
taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama, sekolah menengah umum,
atau juga selama kuliah di perguruan tinggi. Mereka bergaul dalam kurun waktu yang lama, tidak
dalam waktu enam tahun, bukan duabelas tahun, bukan delapan belas tahun, tetapi bisa sampai dua
puluh tahun, atau bahkan bisa sampai seperempat abad. Seperti halnya disinyalir dalam
Konperensi Kependudukan Dunia di Kairo tahun 1994 yang lalu, masyarakat Indonesia sudah
makin menjadi masyarakat perkotaan dengan ciri-ciri modern, penuh kebebasan dalam pergaulan
dan kebebasan mengatur dirinya sendiri.
Selama masa pergaulan yang demikian panjang, anak-anak kita mengalami juga
perubahan-perubahan, mulai dari lingkungan yang ada di sekelilingnya, atau di dalam diri dan
tubuh mereka, di dalam pikiran mereka, dan tentu saja dalam aspirasi yang makin luas dengan
segala implikasinya. Karena perubahan-perubahan itu sikap reproduksi dan hubungan mereka
sebagai teman sebaya juga mengalami perubahan. Persahabatan yang semula biasa-biasa saja,
makin lama bisa diikuti oleh perkembangan sikap dan motivasi reproduksi dengan pengetahuan
yang rendah, seakan diselimuti nilai cinta kasih yang berkobar, berbeda dibandingkan hubungan
antar teman masa kanak-kanak. Pertumbuhan dan perkembangan itu seharusnya segera diikuti
dengan pemberdayaan yang lugas tentang reproduksi. Tetapi karena adanya kultur yang masih
menganut sistem lama, para remaja itu belajar masalah reproduksi dari teman-temannya sendiri
dengan tingkat akurasi yang rendah. Di rumah, remaja itu tidak bisa belajar dari orang tuanya
karena orang tua mereka bisa saja mengetahui, tetapi tidak siap menjadi guru untuk anak-anak
remajanya. Informasi yang bisa diberikan kepada remaja mereka juga tidak akurat.
Para sesepuh tidak pernah membayangkan bahwa anak cucu akan mengalami suatu jaman
dengan kesempatan yang demikian luas dalam menuntut ilmu, bersama antara pria dan wanita,
dengan hampir tanpa batas. Batasan budaya dan agama yang kuat, yang dimasa lalu mengatur
kebersamaan dengan ikatan penghargaan terhadap nilai-nilai agama dan budaya dalam setiap
pribadi dan komunitas yang beradab, dalam jaman yang berubah ini batasan itu menjadi semakin
tipis.
REPRODUKSI REMAJA
Dimasa lalu kecelakaan reproduksi terjadi pada masa usia subur, yaitu setelah para remaja,
khususnya remaja putri, menginjak usia remaja dan biasanya sudah resmi menikah. Kecelakaan
reproduksi itu terjadi pada lembaga perkawinan yang resmi, disaksikan oleh para orang tua dan
lingkungannya dengan tidak berdaya. Kecelakaan itu bisa terjadi pada ibu-ibu dalam usia sangat
muda, 13, 14, 15 atau 16 tahun. Kecelakaan itu bisa juga terjadi pada ibu-ibu usia subur 20 – 35
tahun karena sering mengandung dan melahirkan, atau karena satu kehamilan dengan kehamilan
berikutnya mempunyai jarak yang sangat pendek. Bisa juga pada ibu-ibu yang usianya sudah lebih
dari 30 tahun tetapi masih juga melahirkan.
Peristiwa-peristiwa tragis itu terjadi karena keluarga, para suami dan isteri, dimasa lampau
tidak sempat atau tidak dapat mempelajari proses reproduksi dari orang tuanya. Tidak semua orang
tua yang mempunyai pengalaman reproduksi mampu menjadi guru untuk anak-anaknya sendiri.
Atau karena peristiwa mengandung atau “peristiwa reproduksi” dianggap tabu, atau dianggap “bisa
dipelajari tanpa harus ada gurunya”. Padahal, peristiwa reproduksi harus dipelajari oleh setiap
keluarga dengan bimbingan yang baik. Peristiwa reproduksi adalah peristiwa yang kelihatannya
sederhana tetapi sesungguhnya merupakan suatu peristiwa yang sangat rumit dan berbahaya.
Namun, karena kecelakaan terjadi dalam institusi perkawinan, peristiwa itu tidak menimbulkan
goncangan atau stigma budaya dan normatip yang berarti.
Karena itulah, baru pada Konperensi Kependudukan Dunia 1994, senada dengan adanya
gerakan Hak-hak Azasi Manusia dan Pengembangan Sumber Daya Manusia yang berkualitas,
untuk pertama kalinya para ahli Kependudukan Dunia mulai bicara tentang reproduksi.
Pembicaraan tentang reproduksi adalah karena mereka ingin agar para remaja dapat mengambil
pilihan reproduksi pribadi yang sehat dan bertanggung jawab untuk masa depannya, masa depan
bangsanya, dan masa depan ummat manusia.
Setelah dilakukan pembahasan yang mendalam, sejalan dengan anjuran untuk mengatur
reproduksi sesuai dengan prinsip-prinsip penghargaan atas harga diri manusia dan kebebasan
melaksanakan hak-hak reproduksi pribadi yang bebas dari tekanan, para wakil dari 180 negara
sepakat mengurangi resiko reproduksi remaja dan menganjurkan pendidikan sex dan informasi
tentang reproduksi, khususnya tentang HIV/AIDS bagi mereka yang terkena infeksi maupun yang
tidak, khususnya bagi para remaja.
Dibanyak negara komitmen itu nampaknya mengalami hambatan, baik secara kultural
maupun secara birokratis. Umumnya hanya menyangka upaya itu harus diikuti dengan pendekatan
klinik tentang reproduksi atau maksimal pendidikan sex. Sehingga pada tahun 1999, sewaktu para
ahli PBB mengadakan review atas pelaksanaan hasil Konperensi yang monumental itu, mereka
kecewa akan apa yang sudah dilaksanakan. Akhirnya para ahli dan pejabat dari berbagai negara itu
sepakat untuk menghimbau agar dengan kerjasama remaja, orang tua, keluarga, pendidik dan
jaringan kesehatan, pemerintah segera mengembangkan program pendidikan dan unit pelayanan
HIV khusus untuk remaja. Upaya ini mengacu pada perubahan sikap, peningkatan pengetahuan
dan komitmen serta kerjasama dan partisipasi.
Desakan itu juga dilandasi oleh adanya transisi demografi yang cepat, antara lain karena
penurunan fertilitas yang tinggi, kenaikan pertambahan remaja yang dramatis, pertambahan
penduduk lansia yang cepat, serta makin maraknya pertambahan jumlah dan proporsi penduduk
perkotaan. Disamping itu disinyalir juga adanya kemiskinan yang makin mengkawatirkan, masih
adanya diskriminasi jender, meredupnya nilai-nilai sosial budaya, serta adanya konflik, kerusuhan
antar etnik, dan bencana lainnya.
Dalam prakteknya dianjurkan agar peristiwa reproduksi dipelajari tidak saja oleh ibu-ibu
yang sudah menikah, tetapi juga oleh para suami, para anggota keluarga lainnya, kakek, nenek,
dan siapa saja yang ada dalam setiap keluarga. Secara khusus dianjurkan agar peristiwa reproduksi
dipelajari secara sungguh-sungguh oleh remaja. Peristiwa reproduksi harus menjadi bagian dari
komitmen keluarga secara keseluruhan agar para remaja mempelajari secara mendalam masalah
reproduksi yang mereka hadapi, serta bisa mengantisipasi apabila nanti menikah, kapan menikah
yang paling ideal, dan akhirnya menjadi seorang ibu atau seorang bapak. Bagi seorang perempuan,
mereka harus bisa mempersiapkan diri untuk mengandung, mempunyai anak pertama, dan
mengatur jarak anak berikutnya, serta kapan harus memelihara diri supaya seluruh anggota
keluarga memberikan dukungan yang besar terhadap kesehatannya, dengan makanan dan gizi yang
cukup, didukung dengan lingkungan dan sikap yang positip dan kondusip terhadap ibu
mengandung dan melahirkan, serta hal-hal lain yang berhubungan dengan masa depan anak yang
dikandungnya.
Komitmen menjadikan “seluruh keluarga dan anggotanya” sebagai “target” untuk
bersama-sama mempelajari reproduksi sehat tersebut makin terasa dengan adanya hubungan antara
anak-anak perempuan dan laki-laki yang berlangsung sangat lama dan sangat terbuka dewasa ini.
Ketidakpekaan terhadap masalah ini akibatnya sudah sangat kita rasakan dewasa ini.
Dulu kita boleh tidak peduli, karena keluarga bisa dianggap dan diperkirakan mengambil
langkah-langkah preventip, yaitu memberikan pelajaran dan pelayanan reproduksi kepada seluruh
anggota lembaga resmi itu. Kini kita tidak boleh lagi pura-pura tidak tahu, karena kita tahu bahwa
remaja tidak belajar reproduksi sehat dari keluarganya, tidak juga belajar di sekolahnya, dan tidak
juga belajar dari lembaga-lembaga lain yang ada atau yang diadakan oleh masyarakat. Kenapa,
karena memang kewajiban untuk itu tidak ada, dan karena lembaga untuk pembelajaran reproduksi
itu, dengan berbagai alasan, tidak ada atau tidak diadakan.
Sekolah-sekolah tidak berani mengadakan pelajaran tentang reproduksi karena takut
dituduh memberikan advokasi atau pendidikan tentang masalah sex. Masyarakat tidak berani
membentuk lembaga yang memberikan pelajaran reproduksi karena takut dituduh mengadakan
pendidikan tentang masalah sexual kepada anak-anak remaja. Tetapi dibalik itu, media massa, tv,
surat kabar dan majalah, pusat-pusat hiburan, dan banyak tontonan lain, memberikan expose cerita
dan gambar-gambar yang berbau sex dengan cara keji dan merangsang. Anak-anak muda yang
bergaul demikian lama dengan sesamanya mudah terangsang. Tanpa adanya pengertian dan
pengetahuan yang memadai, dengan mudah bisa terjadi kecelakaan reproduksi berupa kehamilan
sebelum pernikahan, menjalarnya penyakit kelamin, HIV/AIDS, dan atau kecelakaan reproduksi
lainnya.
Dengan pengalaman itu, tiba waktunya kita berpikir lebih arif dan jernih. Kita harus
mengambil langkah-langkah strategis mempersiapkan anak-anak muda dengan pengetahuan yang
mendalam tentang masalah-masalah reproduksi. Setiap keluarga harus mempunyai komitmen yang
tinggi terhadap masalah reproduksi agar tingkat kematian ibu karena mengandung dan melahirkan
dapat segera diturunkan. Pemerintah dan masyarakat harus bahu membahu mempersiapkan diri
untuk itu. Dengan demikian, program-program dukungan untuk menyelamatkan reproduksi
generasi muda dapat dikembangkan dengan lebih baik. Pertemuan minggu ini hendaknya
mengingatkan kita semua, tidak usah menunggu sampai keadaannya separah keadaan di Afrika.
Kita harus bertindak sekarang juga. ReproduksiRemaja-1622002-(Prof. Dr. Haryono Suyono,
Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan).(A1/B2/D1)
MENYELAMATKAN REPRODUKSI GENERASI MUDA
Untuk melaksanakan perannya dengan baik, generasi muda Indonesia harus mempunyai kemauan,
kemampuan dan kesempatan yang tinggi. Untuk menjadi kader bangsa yang unggul, generasi
muda harus disiapkan dengan tingkat kesehatan yang baik agar bisa menuntut ilmu setinggitingginya.
Disamping itu, berbeda dengan generasi muda limapuluh atau seratus tahun lalu,
masyarakat dan orang tua harus sadar bahwa generasi muda masa kini harus diberi kesempatan
luas untuk menuntut ilmu tanpa dibedakan lagi karena alasan jender, pria atau wanita.
Karena itu masyarakat harus sadar bahwa bukanlah sesuatu yang aneh kalau laki-laki dan
perempuan bergaul, belajar dan bekerja bersama dengan akrab karena sekolah, di taman kanakkanak,
sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama, sekolah menengah umum, atau juga selama
kuliah di perguruan tinggi. Mereka bergaul dalam kurun waktu yang lama, tidak dalam waktu
enam tahun, bukan duabelas tahun, bukan delapan belas tahun, tetapi bisa sampai dua puluh tahun,
atau bahkan bisa sampai seperempat abad.
Selama masa pergaulan yang demikian panjang, anak-anak kita mengalami juga
perubahan-perubahan, mulai dari lingkungan yang ada di sekelilingnya, atau di dalam diri dan
tubuh mereka, di dalam pikiran mereka, dan tentu saja dalam aspirasi yang makin luas dengan
segala implikasinya. Karena perubahan-perubahan itu hubungan mereka sebagai teman sebaya
juga mengalami perubahan. Persahabatan yang semula biasa-biasa saja, makin lama bisa
berkembang menjadi hubungan yang mempunyai nilai reproduksi, mempunyai nilai cinta kasih
yang berbeda dibandingkan hubungan antar teman di masa kanak-kanak.
Para sesepuh tidak pernah membayangkan bahwa anak cucu akan mengalami suatu jaman
dengan kesempatan yang demikian luas dalam menuntut ilmu bersama dengan hampir tanpa batas.
Batasan yang mengatur kebersamaan yang ada berubah dari bentuk fisik menjadi ikatan
penghargaan terhadap nilai-nilai agama dan budaya dalam setiap pribadi dan komunitas yang
beradab.
REPRODUKSI KELUARGA
Dimasa lalu kecelakaan reproduksi terjadi pada usia subur, yaitu setelah para remaja,
khususnya remaja putri, menginjak usia remaja dan biasanya sudah resmi nikah. Kecelakaan
reproduksi itu terjadi pada lembaga perkawinan yang resmi, disaksikan oleh para orang tua dan
lingkungannya dengan tidak berdaya. Kecelakaan itu bisa terjadi pada ibu-ibu dalam usia sangat
muda, 15 atau 16 tahun. Kecelakaan itu bisa juga terjadi pada ibu-ibu usia subur 20 – 35 tahun
karena sering mengandung dan melahirkan, atau karena satu kehamilan dengan kehamilan
berikutnya mempunyai jarak yang sangat pendek. Bisa juga pada ibu-ibu yang usianya sudah lebih
dari 30 tahun tetapi masih juga melahirkan.
Peristiwa-peristiwa tragis itu terjadi karena keluarga, para suami dan isteri, dimasa lampau
tidak sempat atau tidak dapat mempelajari proses reproduksi dari orang tuanya. Tidak semua orang
tua yang mempunyai pengalaman reproduksi mampu menjadi guru untuk anak-anaknya sendiri.
Atau karena peristiwa mengandung atau “peristiwa reproduksi” dianggap tabu, atau dianggap “bisa
dipelajari tanpa harus ada gurunya”. Padahal, peristiwa reproduksi harus dipelajari oleh setiap
keluarga dengan bimbingan yang baik. Peristiwa reproduksi adalah peristiwa yang kelihatannya
sederhana tetapi sesungguhnya merupakan suatu peristiwa yang sangat rumit dan berbahaya.
Peristiwa reproduksi harus dipelajari tidak saja oleh ibu-ibu tetapi juga oleh para suami,
para anggota keluarga lainnya, kakek, nenek, dan siapa saja yang ada dalam setiap keluarga.
Peristiwa reproduksi harus menjadi bagian dari komitmen keluarga secara keseluruhan agar
apabila seorang ibu sedang mempersiapkan diri akan mengandung, seluruh anggota keluarga
memberikan dukungan yang besar terhadap kesehatannya, makanan yang harus dikonsumsi oleh
ibu yang bersangkutan, sikap terhadap ibu yang mengandung dan melahirkan, tingkah laku
lingkungan yang kondusif, serta hal-hal lain yang berhubungan dengan masa depan anak yang
dikandungnya.
Komitmen menjadikan “seluruh keluarga dan anggotanya” sebagai “target” untuk
bersama-sama mempelajari reproduksi sehat tersebut makin terasa dengan adanya hubungan antara
anak-anak perempuan dan laki-laki yang berlangsung sangat lama dewasa ini. Ketidakpekaan
terhadap masalah ini akibatnya sudah sangat kita rasakan dewasa ini. Sebagai contoh, baru-baru ini
kita membaca berita telah terjadi anak gadis yang sedang mengikuti ujian akhir sekolahnya
terbukti melahirkan dan membuang oroknya begitu saja. Jumlah aborsi di Indonesia dilaporkan
melebihi 700.000 kasus setahunnya. Anak-anak yang mengadakan hubungan kelamin diluar nikah
telah mencapai jumlah dan prosentase yang mengerikan, dan banyak lagi laporan yang
memprihatinkan.
Dimasa lalu kecelakaan reproduksi terjadi “dalam lembaga perkawinan”. Sekarang
kecelakaan reproduksi terjadi secara liar diluar lembaga perkawinan. Dulu kita tidak peduli,
karena keluarga dianggap dan diperkirakan mengambil langkah-langkah preventip, yaitu
memberikan pelajaran dan pelayanan reproduksi kepada lembaga resmi, yaitu kepada setiap
keluarga baru dalam lingkungannya. Kini kita tidak boleh lagi pura-pura tidak tahu, karena kita
tahu bahwa anak-anak muda tidak belajar reproduksi sehat dari keluarganya, tidak juga belajar di
sekolahnya, dan tidak juga belajar dari lembaga-lembaga lain yang ada atau yang diadakan oleh
masyarakat. Kenapa, karena memang kewajiban untuk itu tidak ada, dan karena lembaga untuk
pembelajaran reproduksi itu, dengan berbagai alasan, tidak ada atau tidak diadakan.
Keluarga sebagai lembaga yang mestinya memberikan pelajaran tentang masalah
reproduksi kepada anak-anaknya, masih seperti dulu. Sekolah-sekolah tidak berani mengadakan
pelajaran tentang reproduksi karena takut dituduh memberikan advokasi atau pendidikan tentang
masalah sex. Masyarakat tidak berani membentuk lembaga yang memberikan pelajaran reproduksi
karena takut dituduh mengadakan pendidikan tentang masalah sexual kepada anak-anak muda.
Tetapi dibalik itu semua, media massa, tv, surat kabar dan majalah, pusat-pusat hiburan,
dan banyak tontonan lain, memberikan expose cerita dan gambar-gambar yang berbau sex dengan
cara keji dan merangsang. Anak-anak muda yang bergaul demikian lama dengan sesamanya
mudah terangsang. Tanpa adanya pengertian dan pengetahuan yang memadai, dengan mudah bisa
terjadi kecelakaan reproduksi berupa kehamilan sebelum pernikahan, menjalarnya penyakit
kelamin, HIV/AIDS, dan atau kecelakaan reproduksi lainnya.
Dengan pengalaman itu, tiba waktunya kita berpikir lebih arif dan jernih. Kita harus
mengambil langkah-langkah strategis mempersiapkan anak-anak muda dengan pengetahuan yang
mendalam tentang masalah-masalah reproduksi. Setiap keluarga harus mempunyai komitmen yang
tinggi terhadap masalah reproduksi agar tingkat kematian ibu karena mengandung dan melahirkan
dapat segera diturunkan. Pemerintah dan masyarakat harus bahu membahu mempersiapkan diri
untuk itu. Dengan demikian, program-program dukungan untuk menyelamatkan reproduksi
generasi muda dapat dikembangkan dengan lebih baik. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Pengamat
Masalah Sosial Kemasyarakatan)
MENYELAMATKAN ANAK-ANAK MUDA DARI BAHAYA PMS
Hari ini, 23 Juli 2001, ditengah hiruk pikuk politik yang menegangkan, kita memperingati
Hari Anak Nasional. Peringatan ini ditandai dengan godaan, gangguan dan bahaya
kesehatan reproduksi remaja yang tidak kalah seremnya. Menurut angka-angka
sementara BPS, anak-anak muda usia 10 - 19 tahun yang jumlahnya sekitar 22
persen dari penduduk Indonesia, atau anak-anak usia 7 - 24 tahun yang jumlahnya
sekitar 62 persen dari penduduk di pedesaan dan sekitar 38 persen dari penduduk
di perkotaan mempunyai pengetahuan yang sangat rendah untuk menghadapi godaan
kesehatan reproduksi yang makin dahsyat dewasa ini.
Menurut data BPS lebih lanjut, anak-anak usia 5 - 9 tahun yang semestinya sudah
siap masuk sekolah, baik taman kanak-kanak maupun SD, sebagian besar atau
sekitar 37,5 persen masih belum sekolah. Anak-anak usia 15 - 19 tahun yang drop
out jumlahnya masih bisa mencuat sekitar 45 - 50 persen. Lebih dari itu Survey lain
oleh UNPAD sekitar tahun 1999 mencatat bahwa hanya sekitar 5 persen anak-anak
muda itu mengetahui tentang bahaya Penyakit Menular Seksual (PMS), hanya 30
persen dari anak-anak muda itu mengetahui tentang Masa Subur, dan hanya sekitar
50 persen anak-anak muda itu mengetahui apa arti Pubertas dan segala resiko yang
bisa menggoda. Padahal biarpun banyak yang drop-out, anak-anak muda dewasa ini
mempunyai masa saling berhubungan dan bergaul bebas yang luar biasa banyak dan
lamanya. Pergaulan bebas yang banyak dan lama tanpa disertai pengetahuan tentang
reproduksi yang sangat minimal itu sungguh sangat menyedihkan dan membahayakan.
Kita berharap bahwa Peringatan Hari Anak Nasional tahun ini bisa
memicu bangkitnya tekad bersama untuk memberikan perhatian yang sungguh-sungguh
terhadap dunia anak dan dunia anak muda yang kita harapkan bisa menjadi calon-calon
pemimpin bangsa masa depan itu. Kita berharap bahwa peringatan kali ini bisa menjadi
momentum untuk merangsang semua pihak mengembangkan pikiran jernih untuk melihat
kenyataan bahwa negara dan bangsa kita mengalami ledakan angkatan muda yang tidak
kalah serunya dibandingkan dengan ledakan bayi dimasa lalu. Karenanya semua pihak diharapkan
mengembangkan sikap yang realitistis dengan memberi perhatian dan
kepedulian yang tinggi, saling gotong royong membantu memikirkan cara terbaik agar
generasi muda dapat dientaskan dari ketertinggalan dan kebodohan dalam pengertian
dan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi.
Kita berharap agar momentum ini menjadi awal dari usaha yang sungguh-sungguh untuk
mengembangkan kultur yang makin kondusif agar
lembaga-lembaga keluarga, lembaga masyarakat seperti sekolah, organisasi
kemasyarakatan remaja dan orang tua, serta organisasi-organisasi yang memang
siap bergerak untuk itu dapat makin meningkatkan kemampuan dan mutunya untuk
bisa membantu setiap anak muda menyadari pentingnya mengetahui masalah
kesehatan reproduksi, makin menghayati, serta bisa menjaga diri untuk menghindari
sikap dan tingkah laku yang merugikan diri sendiri serta masa depan keluarganya.
Lembaga-lembaga masyarakat kiranya dapat memperoleh
sarana-sarana yang diperlukan agar para pelaksana dapat membantu pemberdayaan
generasi muda dengan mengembangkan program-program advokasi, informasi, edukasi
dan pelayanan yang bermutu, dapat diandalkan dan disukai oleh generasi muda sendiri
(user friendly).
Dengan memberikan informasi, pendidikan dan pelayanan reproduksi remaja,
kita tidak usah takut kehilangan ciri ketimuran yang beradab. Bahkan apabila kita tidak
segera bertindak, sementara anak-anak muda sekarang menerima informasi yang sangat
terbuka dengan variasi yang sangat luas, tidak lagi bisa kita saring dengan segala macam
sekat, bisa-bisa kita akan menyesal melihat akibatnya dikemudian hari. Informasi yang
sering menyesatkan itu datang setiap saat di kamar tidur, di jalan, di sekolah, di tempat
bermain, dan dimana saja. Karena itu kita harus segera membantu anak-anak muda
dengan kemampuan analisis yang tangguh atas segala informasi dan bahan-bahan yang
masuk dari segala penjuru itu dengan tajam dan bijaksana. Bahan-bahan yang kita berikan
harus lebih bermutu, disebarkan secara luas dan terbuka agar kemampuan anak-anak
muda segera dapat ditingkatkan.
Perhatian dan kepedulian itu tidak bisa hanya menjadi sikap pasip saja, tetapi harus
diikuti dengan langkah-langkah nyata yang segera dapat dirasakan masyarakat banyak.
Langkah-langkah nyata itu intinya adalah advokasi dan kebijaksanaan penanganan
kesehatan reproduksi remaja yang komprehensip. Penanganan itu harus diwujudkan
dalam program-program terpadu dan saling berkaitan agar anak-anak muda tidak
terombang-ambing dengan sikap dan tingkah laku yang ambivalen atau gagasan
abstrak yang kosong dan hanya bisa mendorong mencari jalan yang salah.
Kita telah melihat dengan nyata gambaran suram yang mengerikan. Sering dilaporkan
dalam survey-survey kasus adanya lebih dari 4,1 juta pengguna napza, dimana sekitar
40 persen atau lebih adalah anak-anak muda remaja. Survey lain ada yang menunjukkan
bahwa dalam kelompok-kelompok remaja semacam ini tidak kurang dari 40 persen telah
melakukan hubungan seksual sebelum nikah, melakukan aborsi dengan berbagai
komplikasinya atau bahkan melahirkan bayi dengan sembunyi dan tidak jarang
berakhir dengan kematian.
Anak-anak muda umumnya merasa tahu, tetapi sebenarnya tidak tahu secara benar
tentang apa itu reproduksi remaja. Mereka tidak bisa berpaling kepada orang tuanya
karena orang tua pantang memberi tahu tentang hal yang "tabu", atau karena orang tua
"memang tidak tahu". Namun kita yakin bahwa apabila seluruh masyarakat membangun
tekad baru dan peduli terhadap masalah reproduksi remaja dan bergerak secara dinamis,
mudah-mudahan kita masih bisa menyelamatkan generasi muda yang melimpah itu.
Semoga. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Pengamat Sosial Kemasyarakatan) -
Pengantar-SKP-23072001
TIDAK USAH MENUNGGU GONCANGAN YANG
GAWAT
Upaya Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia harus segera dilakukan tanpa menunggu
goncangan yang gawat. Pertama, memperingati Hari HIV/AIDS Sedunia dengan mengajak para
pemimpin, pemuda dan kaum pria pada umumnya untuk meningkatkan kesadaran, meninggalkan
sikap dan tingkah laku yang menyuburkan penyebaran Virus HIV yang ganas itu. Kedua, kita
menggelar laporan kunjungan marathon Pengurus Yayasan Stroke Indonesia pada beberapa rumah
sakit dan Club Stroke di Jakarta untuk mengembangkan sikap waspada stroke.
Untuk memperingati Hari AIDS Sedunia tahun ini kita beberkan permasalahan HIV yang
ternyata bisa menyerang siapa saja tanpa pandang bulu. Negara-negara besar seperti Amerika
dengan penduduknya yang canggih juga mengalami serangan yang luar biasa. Orang-orang
terkenal yang namanya sering menghiasi surat kabar dunia ternyata bisa terkena Virus HIV/AIDS.
Negara-negara Afrika yang baru saja menikmati kemerdekaannya, kalang kabut mengatasi
gangguan HIV/AIDS. Mereka kehilangan banyak tenaga muda yang menjadi harapan masa depan
bangsanya. Selama sepuluh tahun terakhir ini mereka terkena serangan HIV yang sangat dahsyat,
sekarang akibatnya mulai kelihatan secara tragis.
Dengan program penyadaran masyarakat yang terbuka dan dukungan yang menyejukkan
kepada para penderita, negara-negara di kawasan itu mulai menikmati hasil jerih payahnya.
Negara–negara Thailand, yang diramalkan bakal kalang kabut diserang Virus HIV/AIDS, dengan
langkah tegas dan terarah bekerja keras menyelamatkan dirinya dengan baik. Negara-negara
Afrika yang tadinya menganggap proses penularan HIV/AIDS melalui kebebasan seksual atau
penggunaan obat terlarang sebagai hak pribadi yang harus dihormati, sekarang sadar dan
mengambil langkah yang sangat drastis memerangi menyebarnya Virus yang sangat berbahaya itu.
Dalam suasana bulan Ramadhan yang suci dan penuh berkah ini kiranya kita harus betulbetul
memikirkan keadaan tanah air kita sendiri. Akhir-akhir ini kita menyaksikan dengan hati
gundah berbagai tingkah laku yang bisa menjadi lahan subur penyebaran Virus yang ganas itu.
Pertama, menjalarnya pornografi, pelecehan seksual, serta maraknya tempat-tempat hiburan yang
merangsang tumbuhnya kebebasan seksual tiada batas, akhirnya akan mengarah kepada
berkembangnya budaya baru yang memberi angin secara resmi dan tegas terhadap kehidupan
seksual yang tidak ada batasnya. Kalau budaya kebebasan seksual ini berkembang, tidak ada
hambatan bagi Virus HIV untuk menyebar secara luas kepada generasi muda harapan bangsa.
Kedua, karena kesulitan ekonomi yang tidak kunjung selesai, para pemuda yang mestinya
bekerja tidak mendapatkan tempat kerja yang memadai. Namun demikian, mereka tetap ingin
mengadakan terobosan agar segera dicapai kesejahteraan yang mereka cita-citakan. Kombinasi
kehidupan yang keras dan penuh tantangan ini mendorong berkembangnya perdagangan narkotik
dan obat-obat terlarang, baik dalam bentul pil, serbuk atau disuntikkan. Kebiasaan penggunaan alat
suntik yang berganti-ganti tanpa sterilisasi yang cermat akan menyuburkan penyebaran Virus HIV.
Trend penyebaran HIV di Indonesia relatip masih rendah. Namun demikian, kita harus
waspada. Para pengambil keputusan, mungkin karena jumlah kasus yang rendah itu, kita
mempunyai komitmen yang relatip rendah. Komitmen yang rendah itu belum bisa menghasilkan
program yang intensip. Padahal kalau setiap pemimpin dan kaum bapak memberikan perhatian
yang tinggi terhadap kesadaran tentang HIV, memberikan kepedulian terhadap upaya
pengembangan pengetahuan dan kemampuan tentang HIV, mudah sekali kita memerangi
penyebaran HIV/AIDS tersebut.
Begitu juga tentang upaya pencegahan bahaya gangguan stroke. Selama dua minggu
berturut-turut Pengurus Pusat Yayasan Stroke Indonesia sengaja mengadakan kunjungan secara
marathon ke beberapa rumah sakit yang ada di Jakarta. Kunjungan serupa akan diadakan di
propinsi lain pada tahun 2002 yang akan datang. Kunjungan itu, selain untuk bersilaturahmi
kepada para penderita stroke, baik yang sudah tergabung dalam club stroke di masing-masing
rumah sakit, adalah untuk menggugah dan meningkatkan kesadaran seluruh masyarakat bahwa
karena beberapa kemajuan yang dicapai telah berkembang phenomena baru yang menarik di
Indonesia.
Tidak seperti halnya HIV, stroke bukan penyakit menular, baik melalui kontak dengan
penderita, hidup serumah dengan penderita, maupun dengan cara hubungan seksual atau hubungan
apapun juga. Para penderita umumnya berumur diatas empat puluh tahun, tetapi makin
berkembang kecenderungan baru bahwa stroke menyerang penduduk yang lebih muda. Serangan
stroke bisa sangat mendadak dan apabila tidak ditangani dengan baik pada periode tiga jam
pertama, akibatnya bisa fatal. Karena itu seseorang yang terkena serangan stroke harus
diperlakukan sebagai dalam keadaan yang sangat darurat, segera diatasi sebagai suatu peristiwa
emergency dengan penanganan yang cepat dan kecermatan yang tinggi.
Kalau penderita HIV/AIDS tidak dapat disembuhkan, atau hampir tidak dapat
disembuhkan, serangan stroke sangat tergantung pada tanggap darurat pada tiga jam yang pertama.
Kalau kesadaran penduduk yang rawan stroke itu tinggi, segera membawa yang terkena serangan
ke dokter. Kalau dokter di rumah sakit mempunyai kemampuan yang tinggi dan segera mengambil
tindakan yang tepat, stroke dapat disembuhkan.
Karena itu, dalam bulan Ramadhan yang penuh berkah ini, kita mohon kepada Tuhan Yang
Maha Esa kiranya kita bisa bersatu, mengembangkan pemberdayaan yang penuh kedamaian agar
anak-anak muda dan remaja, yang menjadi harapan bangsa, kita perkuat dengan kesadaran tentang
HIV/AIDS dan kemungkinan serangan stroke pada masa yang masih sangat muda. Kita siapkan
mereka dengan kesadaran untuk bisa “berperang” melawan berbagai penyakit mod ern itu. (Prof.
Dr. Haryono Suyono, Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan). – Pengantar-3122001.
KEPEDULIAN PRESIDEN TERHADAP GENERASI MUDA INDONESA
Dengan penuh harapan akan masa depan bangsa yang lebih sejahtera, kita dan seluruh
lapisan masyarakat mengucapkan selamat atas terpilihnya mBak Mega menjadi Presiden RI
kelima. Sahabat-sahabat bangsa Indonesia dari seluruh dunia, yang mengikuti pemilihan
demokratis itu melalui siaran televisi internasional, juga menyampaikan selamat dan harapan yang
sama. Mereka rindu akan pemerintahan yang menyayangi rakyatnya, bekerja keras
memberdayakan orang kecil, terutama membantu generasi mudanya menyongsong masa depan
yang lebih sejahtera. Sudah agak lama generasi muda dan keluarga miskin, yang jumlahnya terus
membengkak, terlantar dan tidak mendapat perhatian yang memadai. Dunia seakan berkata, Ibu
Mega, selamatkan generasi muda Indonesia.
Kita tidak usah menunggu nasi menjadi bubur. Menyambut terpilihnya Ibu Mega menjadi
Presiden RI, seorang dokter senior dari Kenya, Dr. Florence Manguyu, yang sudah sangat lama
saya kenal, yang jatuh cinta kepada bangsa Indonesia karena sangat terpesona pada pembangunan
Indonesia di masa lalu, dengan menitikkan air mata menitipkan pesan untuk disampaikan kepada
Ibu Mega, baik sebagai wanita, sebagai seorang ibu, lebih-lebih sebagai Presiden negara besar
yang pasti mampu, agar beliau segera menggelar program dan kegiatan untuk menyelamatkan
anak-anak dan generasi muda Indonesia.
Dr. Florence Manguyu telah melanglang dunia, bertugas di berbagai lembaga internasional,
pada hari tuanya terpaksa menyingsingkan lengan bajunya kembali, membuka klinik dan
menolong anak-anak keluarga miskin yang karena kesalahan orang tuanya, atau pemerintahnya,
tidak berdaya dan hanya bisa menunggu ajalnya saja. Beliau terpaksa bekerja lagi karena tidak
tahan melihat anak-anak dibawah usia lima tahun, atau bahkan anak-anak yang baru dilahirkan,
tidak bersalah, tidak berdosa, barangkali tidak akan pernah masuk sekolah, bukan karena miskin,
bukan karena tidak ada sekolah, tetapi hampir pasti akan meninggal dunia sebelum usia lima tahun
karena serangan virus HIV yang ada ditubuhnya tidak akan bisa ditahannya lama-lama.
Masih dengan mata berkaca-kaca, Dr. Florence menyatakan bahwa dimasa lalu,
pemerintahnya, para politisi yang ternama, sangat sibuk dengan urusan politik, ekonomi, atau apa
saja yang bisa membuat seseorang segera terkenal. Mereka hanya tertarik pada topik-topik yang
kalau dia menyatakan pendapat, langsung menjadi “headline” di surat-surat kabar, atau
“wajahnya terpampang” dengan gagah di televisi nasional. Rakyat mengharapkan putusan politik
sederhana yang segera bisa menolong mereka terlepas dari kesakitan, kebodohan,
keterbelakangan, dan kemiskinan. Nampaknya para politisi tidak yakin bahwa dukungan politik
untuk memberantas penyakit, mendidik rakyat dan mengentaskan kemiskinan bukanlah suatu
posisi politik yang populer.
Generasi muda yang tidak paham politik segera ikut latah. Mereka anggap kebebasan
berarti bebas melakukan apa saja mereka mau. Mereka bebas tidak sekolah, bebas minum-minum,
bebas bergaul dan berganti pacar kapan mereka mau, bahkan bebas melakukan hubungan seksual
tanpa harus menikah lebih dulu. Arus itu dipercepat dengan “perilaku” masyarakat luas yang juga
tidak banyak berbeda.
Akibat dari perbuatan ini sungguh sangat mengerikan. Dengan sangat sendu Dr. Florence
bercerita bahwa setiap anak dibawah usia lima tahun yang ditemui dan terdeteksi kena Virus HIV
di kliniknya, hampir pasti minimum ada tiga orang dalam keluarga itu terkena Virus yang sama.
Anak itu hampir pasti terkena dari ibunya. Ibunya pasti terkena dari bapaknya, atau dari teman
kencannya. Kalau ibu mendapatkan dari teman kencannya, hampir pasti bapaknya akan mendapat
hadiah dari ibunya. Yang lebih mengerikan lagi, kalau ibunya sedang hamil, maka bayi yang tidak
bedosa, masih dalam kandungan, hampir pasti akan juga terkena Virus maut tersebut.
Ada suatu kejadian yang sangat memilukan. Dr. Florence mendapatkan sepasang keluarga
yang sangat sayang kepada anaknya. Anak yang baru berusia dua tahun itu menderita suatu
penyakit dan menurut dokter di kliniknya, anak itu harus segera mendapat tranfusi darah untuk
menyelamatkan jiwanya. Bapak anak itu, yang kawatir bahwa tidak sembarang darah di klinik
bebas dari Virus HIV, meminta dengan sangat agar hanya darahnya atau darah isterinya saja yang
boleh di transfusikan kepada anaknya. Para dokter di klinik itu tidak berkeberatan, dan sebagai
bagian dari prosedur biasa, kedua orang tua itu harus menjalani pemerikasaan darah lebih dulu
untuk melihat kecocokan jenis darah dengan jenis darah anak kesayangannya.
Para dokter di klinik itu tidak saja memeriksa kecocokan jenis darah kedua orang tua
tersebut, tetapi juga apakah darah kedua orang tua itu bebas dari Virus HIV/AIDS. Seperti diduga,
ternyata darah kedua orang tua itu juga sudah terinfeksi Virus. Dengan sangat terkejut kedua orang
tua itu hanya bisa menangis, menyesali dirinya dan hampir pasti tidak bisa menolong dirinya dan
akan kehilangan anak yang sangat disayanginya.
Tidak adanya perhatian dimasa lalu itu sekarang terasa sekali akibatnya. Tidak kurang dari
700 orang, umumnya pasangan muda, setiap hari meninggal dunia di Kenya. Jumlah kasus
yang meninggal dunia itu, sebagai akibat keteledoran masa lalu, masih akan berlangsung cukup
lama biarpun kasus yang baru sudah mulai berkurang.
Kita mengetahui bahwa berkat keberhasilan gerakan KB dimasa lalu, angka pertumbuhan
penduduk di Indonesia telah menurun secara drastis. Akibatnya Indonesia berada pada proses
transisi demografi yang cepat dengan jumlah generasi muda dan masyarakat perkotaan yang akan
meledak dan menjadi phenomena baru yang harus diperhatikan untuk mengarahkan berbagai
prioritas pembangunan. Tidak usah tunggu pengalaman seperti di Afrika yang mengerikan.
Marilah, dengan persatuan, gotong royong dan kekuatan bersama yang kompak, kita kembangkan
program dan kegiatan untuk menangani masalah-masalah reproduksi remaja, sekarang juga !



1
WASPADAI GANGGUAN TERHADAP ANAK MUDA DAN ORANG
TUA
Untuk menyambut bulan suci Ramadhan yang penuh berkah, sekaligus mengisi Hari
Kesehatan Nasional 2001, kita patut merenung dan menyiapkan diri dengan sungguhsungguh.
Kita harus sadar akan gangguan dan bahaya yang mengancam, belajar mengisi
diri dengan pengetahuan yang benar dan mengambil langkah-langkah konkrit dengan
sungguh-sungguh. Anak muda sebagai harapan bangsa tidak boleh mengecewakan.
Orang tua sebagai aset nasional tidak boleh lengah. Kedua-duanya harus mengetahui
dengan tepat gangguan kesehatan apa yang harus mereka hadapi.
Generasi Muda dan Masalah Reproduksi
Dalam menyiapkan diri untuk masa depan yang gemilang, generasi muda akan
menghadapi tantangan yang tidak ringan. Mereka berada dalam era baru yang sarat
dengan tantangan global yang maha dahsyat. Dunia tidak lagi dibatasi dengan kotakkotak
yang jelas. Jarak antar wilayah menjadi sangat relatip. Perbedaan antar bangsa
makin menipis. Hubungan yang semula terasa aneh karena perbedaan etnik, bahasa,
agama dan budaya, makin kabur karena adanya perkawinan silang yang makin marak.
Hubungan antar manusia makin dekat dengan adanya sarana fisik dan virtual
yang canggih. Berbagai kesenjangan bisa makin lebar atau makin tipis tergantung posisi
masing-masing. Dimasa lalu, dalam komunitas kecil, hubungan anak balita, remaja dan
orang tuanya sangat akrab. Hubungan ini tidak berlangsung lama. Anak laki-laki desa
yang biasanya bekerja dengan bapaknya di sawah akan segera dipisahkan dari anak-anak
perempuan yang tetap membantu ibunya di rumah. Anak perempuan dipisahkan lebih
lanjut manakala menginjak akil balik. Pantang bagi orang tua untuk membiarkan anak
perempuannya tetap bergaul bebas dalam lingkungan anak laki-laki di kampungnya.
Namun, karena kemajuan jaman, anak-anak perempuan makin bebas dan makin
lama bergaul dengan anak laki-laki sebayanya. Mereka akan bersama-sama di sekolah
mulai dari taman kanak-kanak sampai menyelesaikan pendidikannya pada perguruan
tinggi. Tidak jarang pergaulan itu berlanjut sampai mereka bekerja bersama dalam
lingkungan yang jauh dari keluarga. Pembatasan yang biasanya ada, karena lingkungan
orang tua, atau adat lainnya, menjadi sangat tipis atau hampir hilang. Karena itu setiap
anak dan remaja harus dipersiapkan untuk mampu membawa dirinya dalam alam bebas
yang penuh godaan dan tantangan global.
Dalam mempersiapkan diri menghadapi era bebas itu, lebih-lebih dalam bulan
Puasa yang penuh kesejukkan ini, kita harus mengingatkan diri akan kenyataan baru ini.
Kita harus membekali anak cucu kita yang muda dengan kesadaran dan pengetahuan
yang mendalam tentang reproduksi sehat sejahtera. Kita tidak boleh membiarkan mereka
mencarinya sendiri, atau mencari dari teman-teman yang sama-sama tidak tahu, atau
mempersilahkan mereka main coba-coba dengan eksperimen yang berbahaya. Keluarga
dan orang tua harus secara arif tetapi berani membekali anak-anak muda secara dini
2
dengan penjelasan yang wajar dan transparan tentang reproduksi sehat sejahtera itu.
Untuk itu orang tua dan seluruh sesepuh keluarga harus juga belajar menjadi tutor yang
terpercaya agar setiap anak bisa mengambil manfaat dari pengalaman dan pengetahuan
yang benar tentang reproduksi sehat sejahtera dari orang tuanya.
Penduduk Tua dan Stroke
Makin tua usia seseorang makin banyak mengalami gangguan. Dimasa lalu,
salah satu gangguan yang banyak menyerang penduduk usia tua di negara maju adalah
serangan stroke. Kini gangguan itu juga makin menggejala di Indonesia. Kecuali karena
faktor turun temurun dan usia, ada berbagai faktor lain yang bisa menjadi penyebab
serangan stroke. Diantara faktor-faktor penyebab itu adalah tekanan darah tinggi,
penyakit jantung, diabetes melitus atau kencing manis, terlalu banyak merokok,
mempunyai kadar kolesterol tinggi, kegemukan, kurang olah raga, suka minum
minuman keras, narkoba, penyakit kelamin dan HIV/AIDS. Penyebab lain adalah
gangguan aliran darah pada peredaran darah otak yang biasanya hanya berlangsung
sangat singkat. Tidak banyak gejala yang jelas. Gejala-gejala yang bisa menjadi pertanda
akan datangnya serangan stroke antara lain adalah vertigo atau perasaan akan jatuh,
gangguan penglihatan, kelemahan sebelah badan, atau semacamnya.
Serangan stroke di Indonesia makin tinggi. Gejala ini makin meningkat karena
jumlah penduduk usia tua juga makin banyak. Lebih-lebih lagi Indonesia mulai masuk
dalam kelompok negara dengan penduduk yang makin tua. Pada saat proklamasi tahun
1945, usia rata-rata penduduk Indonesia masih dibawah 50 tahun, atau bahkan dibawah
45 tahun. Kini, setelah kita menikmati kemerdekaan lebih dari 50 tahun, rata-rata usia
penduduk Indonesia sudah lebih dari 65 tahun. Dari lima Presiden RI yang ada, dua
orang terkena stoke, satu orang terkena penyakit jantung, yang mirip dengan stroke.
Serangan stroke umumnya pada penduduk diatas usia 50 tahun, tetapi dewasa ini sudah
makin banyak yang mendapat serangan pada usia diatas 40 tahun, atau bahkan dibawah
usia 40 tahun.
Penduduk tua umumnya telah mampu memerangi berbagai penyakit sederhana.
Mereka kaya dengan pengalaman, telah bekerja keras di masa muda, banyak jasanya,
banyak mengalami suka dan duka, termasuk mempunyai pengalaman tekanan dan stress.
Secara sadar atau tidak mereka banyak menikmati makanan dalam segala bentuk dan
variasinya. Tidak jarang menjadi terlalu gemuk dan kurang olah raga. Ada diantara
mereka terjerumus pada kebiasaan merokok yang telalu berlebihan, gemar minum
minuman keras atau makan makanan yang mempunyai kadar kolesterol tinggi.
Pengalaman yang kaya itu bukan seluruhnya menjadi penyebab serangan stroke. Dalam
mengisi bulan Ramadhan yang suci dan Hari Kesehatan Nasional 2001, ada baiknya kita
merenung, mulai menghindari hal-hal yang bisa menyebabkan serangan stroke dan
melakukan berbagai kegiatan yang merangsang hidup sehat, lahir dan bathin.
3
MENINGKATNYA PENDUDUK RAWAN STROKE
Yayasan Stroke Indonesia secara resmi membuka suatu center yang
disebut Nusantara Stroke and Medical Center di Gedung Granadi di Jakarta.
Sejak soft opening bulan Agustus lalu setiap hari berpuluh orang telah
datang untuk berbagai keperluan. Ada yang datang untuk melanjutkan treatmen
rehabilitasi dan ada pula yang datang untuk bertanya dan mengadakan konsultasi
dengan para dokter spesialis yang ada di center itu.
Keadaan rawan stroke di Indonesia terus meningkat. Penduduk Indonesia
yang berjumlah antara 211 – 212 juta jiwa dan telah mengalami kemajuan
demografis yang relatif cukup lumayan. Biarpun tingkat pertumbuhan penduduk
yang biasanya melaju dengan kecepatan sangat tinggi, sekitar 2,5 persen atau
lebih di tahun 1970-an, telah menurun menjadi sekitar 1,2 – 1,3 persen di tahun
2002–an, tetapi pertumbuhan tingkat perkotaannya melaju sangat cepat.
Penduduk Indonesia yang selalu berada dalam suasana masyarakat
pedesaan yang tradisional dan rural, dengan lebih dari 80 persen berada pada
daerah-daerah pedesaan atau hidup dalam model masyarakat pedesaan, berubah
dengan kecepatan yang tinggi. Pada waktu ini tidak kurang dari 50 – 60 persen
berada dalam masyarakat perkotaan atau setidak-tidaknya mempunyai akses
terhadap fasilitas perkotaan atau menganut suasana hidup seperti masyarakat atau
keluarga perkotaan yang maju dan modern, biarpun keadaan fisiknya mungkin
saja masih seperti semula, tetap berada di daerah pedesaan. Dengan perubahan
ini saja, keadaan pada waktu ini mengesankan kemungkinan perubahan
modernitas sekitar 250 – 300 persen dibandingkan dengan keadaan yang ada
pada tahun 1970-an.
Berubahnya keadaan, sikap, tingkah laku dan tata nilai kearah masyarakat
perkotaan, modern dengan dinamika demografi dan kultural yang tinggi itu
terjadi dalam tempo yang sangat cepat. Proses itu terjadi dalam lingkungan
keluarga atau masyarakat yang keanggotaannya hampir sama, tidak ada atau
belum sempat terjadi regenerasi atau sosialisasi dengan cukup waktu. Akibatnya
tidak jarang terjadi benturan-benturan fisik, sosial dan budaya yang memberi
tekanan mental spiritual atau stres terpendam yang sangat berat.
Pada saat yang bersamaan ada sebagian masyarakat yang mengalami
perbaikan dukungan makanan dan gizi yang makin baik. Bahkan bagi mereka
yang relatif miskin, kemampuan konsumsinya juga bertambah baik dibandingkan
dengan keadaan mereka yang “makmur” di masa lalu. Dengan perbaikan menu
makanan tersebut resiko mendapatkan konsumsi makanan dengan kandungan
kolesterol yang tinggi juga meningkat drastis.
4
Namun harus diakui bahwa kondisi dukungan fisik yang makin baik itu
tidak selalu diikuti oleh lingkungan fisik, flora fauna, lingkungan sosial dan
budaya yang bertambah baik. Banyak keadaan lingkungan fisik yang makin
kurang simpatik atau tidak seimbang dengan kebutuhan masyarakat yang
berkembang pesat itu. Ini berarti bahwa kemajuan sosial demografis penduduk
sekaligus menghadapi benturan reformasi fisik, sosial, mental dan budaya yang
sangat dahsyat. Karena itu biarpun kita telah mampu menurunkan kasus-kasus
penyakit infeksi, tetapi mendapat serangan yang sangat dahsyat dari berbagai
penyakit regeneratip yang arus dan tingkat sofistikasinya menyamai penyakitpenyakit
serupa yang melanda bangsa-bangsa maju di bagian dunia lainnya.
Karena kesiapsiagaan yang masih rendah, berbagai gangguan serangan
penyakit yang sofistikasinya sangat tinggi itu menempatkan penderita berada
dalam kegelapan. Penderita bisa merasa mempunyai penderitaan yang sangat
gawat, atau lebih gawat dari keadaan sebenarnya. Ketika serangan itu terjadi
dalam area atau jumlah kasus yang luas dan mengerikan tanpa kemampuan
pemerintah dan penduduk mampu mengatasinya, terasa sekali keadaan menjadi
sangat gawat.
Kombinasi perubahan fisik, lingkungan, kebiasaan, gaya hidup dan jenis
penyakit yang berkembang dengan tiba-tiba itu menyebabkan resiko terkena
serangan stroke di Indonesia secara kumulatif bisa terasa meningkat menjadi 10
kali, atau 15 kali atau yang pasti jauh lebih besar dibandingkan masa-masa
sebelumnya. Karena itu Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) memandang perlu
mengajak masyarakat berpartisipasi aktif melalui pengembangan Gerakan
Masyarakat Peduli dan Akrab Stroke (Gempar) atau Gerakan Peduli Stroke
(Gelis) dengan antara lain bersama-sama mendirikan medical center dengan
pengutamaan pelayanan stroke.
Gerakan ini adalah jawaban untuk hidup sehat dalam alam modern serta
sekaligus membantu masyarakat memahami langkah-langkah yang perlu diambil,
akrab dengan keadaan dirinya, mengetahui secara mendalam kemungkinan
menderita penyakit regeneratip, khususnya stroke, dan mempunyai komitmen
yang tinggi untuk ikut mengembangkan jaringan yang dapat menolong dirinya.
Secara sederhana setiap orang harus mampu ikut memperjuangkan halhal
sebagai berikut :
Memberi informasi yang diperlukan oleh mereka yang mungkin
rawan stroke, para penderita, keluarga dan masyarakat umum;
Mengembangkan jaringan lembaga dan organisasi yang menyediakan
fasilitas pelayanan untuk mereka yang rawan stroke dan atau para
penderita stroke;
Memberi penjelasan tentang cara-cara pencegahan stroke atau
terulangnya stroke;
5
Disamping itu dianjurkan untuk mengikuti olah raga dan atau memberi
rekomendasi cara hidup yang cocok untuk mencegah stroke atau terulangnya
kasus stroke yang dapat diikuti oleh masyarakat luas.
6
KEPEDULIAN TERHADAP STROKE
Suatu center kesehatan baru sebagai upaya bersama diresmikan oleh Menteri
Kesehatan RI, dr. A. Suyudi, di Jakarta. Center itu lengkap dengan pelayanan oleh para
dokter spesialis, dokter ahli, dokter umum, dokter gigi, dokter mata, dokter ahli
kandungan, para perawat, serta para ahli terapi yang bekerja sama dalam suatu
koordinasi yang terpadu. Upaya ini yang dilakukan oleh center ini merupakan upaya
untuk mencegah dan menanggulangi berbagai penyakit, utamanya stroke, yang
jumlahnya makin marak di Indonesia. Upaya itu adalah upaya hidup sehat untuk semua.
Upaya ini menjadi sangat khusus karena dilakukan oleh suatu yayasan nir laba,
yaitu oleh Yayasan Stroke Indonesia. Upaya itu sekaligus merupakan bagian dari
pelaksanaan empat fungsi utama dari Yayasan yang bergerak dalam bidang stroke itu.
Keempat fungsi utama itu adalah memberikan bimbingan dan bantuan tehnis medis
kepada kegiatan penanganan stroke dan pelayanan medis dalam suatu rangkaian
pelayanan yang terpadu. Fungsi lainnya adalah memberikan dukungan kepada upaya
pemberdayaan masyarakat, melakukan kerjasama dengan Pemerintah dan lembagalembaga
lain serta melakukan berbagai upaya penelitian dan pengembangan.
Untuk melaksanakan keempat fungsi itu Yayasan Stroke Indonesia
telah mengembangkan tiga program, yaitu program pencegahan bahaya
penyakit stroke, program kuratif penanggulangan dan rehabilitasi akibat
penyakit stroke, yaitu dengan membangun Nusantarra Stoke and Medical
Center, serta program penelitian dan pengembangan bahaya penyakit stroke
di Indonesia.
Program khusus pengembangan center itu merupakan suatu program yang dapat
dianggap sebagai program utama yang mempunyai fungsi ganda karena dari padanya
diharapkan dapat dikembangkan model-model serupa di tempat lain di kemudian hari.
Program ini sekaligus merupakan model dimana pengembangan centernya sendiri
merupakan prakarsa yang didukung oleh berbagai lembaga maupun oleh berbagai
perorangan dan lembaga lainnya. Pengembangan stroke dan medical center itu
merupakan partisipasi aktif banyak kalangan.
Memang, tidak dapat dihindari bahwa bangsa kita dalam ulang tahunnya yang ke
57 tahun ini, biarpun masih agak terpuruk tetapi telah termasuk sebagai salah satu negara
yang makin maju dan makin urban. Sifat dan tingkah laku masyarakatnya juga makin
modern, penduduknya makin tua dan cenderung makin banyak yang terkena penyakit
yang umumnya disandang oleh masyarakat modern lainnya.
Kalau dulu biasanya penduduk hanya berusia sampai 45 – 50 tahun saja, kini
rata-rata usia mereka sudah mencapai lebih dari 65 tahun. Di Indonesia sudah ada
beberapa propinsi yang usia penduduknya rata-rata sudah mencapai 70 tahun atau lebih.
7
Dalam kondisi seperti itu kebutuhan pemeriksanaan kesehatan untuk melindungi diri
dalam jangka yang demikian panjang menjadi kebutuhan mutlak yang tidak dapat
ditawar-tawar lagi. Kebutuhan itu menjadi sangat vital karena banyak penduduk yang
semasa mudanya telah bekerja keras dan ingin menikmati hari tuanya dalam
kebahagiaan dan kesejahteraan yang optimal.
Oleh karena itu pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama menyiapkan
jaringan yang mampu memberikan perlindungan kesehatan yang vital itu lengkap
dengan unit pencegahan yang profesional. Sebagai upaya bersama, center itu merupakan
satu bagian dari rangkaian jaringan yang ditujukan untuk mempermudah setiap
penduduk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sangat mereka butuhkan. Pelayanan
kesehatan yang diberikannya adalah untuk melindungi kesehatan supaya tetap prima,
mencegah kemungkinan timbulnya berbagai penyakit, memberikan pelayanan medis dan
rehabilatasi berbagai penyakit, termasuk dan utamanya stroke, secara profesional dan
terpadu.
Untuk memberikan pelayanan yang profesional diharapkan dimasa depan center
itu dapat memberikan pelayanan yang terbaik dengan menganut falsafah mengutamakan
pasien. Kepada para pasien tidak saja harus diberikan pelayanan medis yang
dibutuhkannya, tetapi juga ditingkatkan kesadaran dan pengetahuannya untuk
menganut pola hidup sehat dengan perlindungan, pencegahan, dan apabila perlu
dengan pengobatan dan rehabilitasi penyakit, utamanya stroke. Dengan penanganan
sedemikian itu masyarakat bisa menjadi advokator yang profesional dan atau menjadi
agen-agen penyebar luasan pola hidup sehat yang dibutuhkan oleh bangsa yang besar ini.
Dengan demikian center ini dapat menjadi suatu pusat unggulan yang dihormati karena
memberikan pelayanan paripurna yang profesional.
Center dan seluruh stafnya harus bisa berusaha menjadikan masyarakat bukan
takut stroke, tetapi justru akrab dengan stroke dan berusaha menganut pola hidup sehat
untuk menghindarinya, yaitu menganut pola hidup sehat tanpa resiko stroke, misalnya
dengan tidak merokok, makan makanan yang rendah kolesterol, dan apabila mengidap
penyakit darah tinggi, atau diabetes, dapat melakukan kontrol terhadap penyakit itu
dengan baik dan rajin.
Sebagai pusat unggulan for healthy life center yang baru itu harus bisa menjadi
pusat informasi tentang epidemiologi dan kejadian stroke, baik di tingkat rumah sakit,
tempat pelayanan kesehatan lainnya, maupun pada kalangan masyarakat yang lebih luas.
Karena itu pusat unggulan ini harus banyak bergerak dalam bidang kajian penelitian dan
pengembangan tentang peningkatan kesehatan pada umumnya dan khususnya
penanggulangan stroke yang berbasis pada masyarakat dengan sifat yang komprehensif.
Untuk itu para dokter dan tenaga pendamping lainnya diharapkan bisa bekerja
ekstra keras. Disamping memberi pelayanan yang terbaik untuk setiap penderita, atau
untuk setiap orang yang ingin memelihara kesehatannya dengan baik, dan bebas stroke,
mereka harus bisa memberikan waktu yang cukup untuk memberi informasi kepada
8
para pasien serta melatih tenaga medis dan para medis yang handal untuk melengkapi
jaringan yang lebih luas di seluruh Indonesia.
Tenaga-tenaga yang dilatih itu harus mampu dan bisa ditempatkan pada unit-unit
gawat darurat di rumah sakit dan mampu memberikan pelayanan yang profesional pada
periode golden period yang berarti kehidupan itu. Center juga harus sekaligus mampu
mencetak tenaga-tenaga yang bisa memberikan pelayanan homecare yang profesional
bagi para penderita stroke agar mereka yang terkena penyakit yang sangat menakutkan
ini dapat menikmati hidup yang sejahtera dan penuh arti.
Keseluruhan upaya ini harus dapat dipadukan dengan baik sehingga dibawah
koordinasi dan fasilitasi pemerintah, mereka yang tergabung dalam Yayasan Stroke
Indonesia dapat memberikan sumbangan untuk Nusa dan Bangsa yang sedang
membangun ini dengan bermakna.
Kelengkapan yang menakjubkan
Melirik sepintas pelayanan yang dapat diberikan dalam center ini, dr.
Mulyono yang menjabat Direktur Utama Center yang baru ini menjamin
bahwa para pasien akan merasa puas. Center ini dilengkapi dengan fasilitas
yang sejuk dengan peralatan canggih yang paling mutakhir. Dokter-dokter
spesialis saraf, yang memang menjadi andalan dari pusat kesehatan itu,
dalam jumlah yang memadai membuka pelayanan secara bergantian. Dokter
ahli jantung, dengan peralatan yang mutakhir, setiap hari setiap jam berada
di tempat pelayanan ini. Ruang-ruang konsultasi mereka dilengkapi dengan
peralatan modern dengan jumlah dan variasi yang memadai, sehingga tidak
diragukan lagi para pasien akan mendapat pelayanan yang sangat
memuaskan.
Disamping itu ada pula dokter-dokter ahli penyakit dalam, spesialis bedah,
kebidanan dan kandungan, anak, THT, mata, kulit kelamin, dokter gigi dengan berbagai
jenis spesialisasinya, dan dokter umum senior, radiologi, laboratorium klinik, patologi
anatomi yang secara terpadu melayani berbagai keperluan pasien yang memang
dijadikan perhatian utama di pusat pelayanan kesehatan yang serba lengkap tersebut.
Klinik ini dilengkapi juga dengan fasilitas istimewa rehabilitasi medis lengkap
dengan peralatan mutakhir dan tenaga-tenaga terampil yang sudah teruji keahliannya di
beberapa pusat rehabilitasi yang ada sebelumnya. Tenaga-tenaga terampil itu bekerja
keras dan seksama dibawah pengawasan dokter spesialis yang selalu siap membantu dan
membekali pasien dan keluarganya yang biasanya datang bersama-sama ke fasilitas
pelayanan tersebut.
9
Sebagai kelengkapan lain terdapat juga apotik yang melayani kebutuhan akan
obat-obatan yang diperlukan dalam pelayanan yang serba lengkap tersebut. Secara
keseluruhan biarpun baru dibuka hari ini, nampaknya “stroke and medical center” ini
akan menjadi suatu idaman baru untuk memuaskan pasien dan model yang dapat ditiru
di tempat lain untuk melengkapi jaringan yang memudahkan bangsa Indonesia tetap
sehat dan bugar menyongsong masa depan yang lebih gemilang.
Dengan adanya kelengkapan itu maka dengan mudah center ini bisa memberikan
pelayanan medical check-up yang lebih paripurna kepada mereka yang mempunyai
resiko terkena stroke atau eksekutif-eksekutif muda yang sibuk lainnya. Pelayanan
medical check up ini, menurut pimpinannya, dapat diatur secara perorangan maupun
berkelompok sesuai dengan kebutuhan yang ada.
Rawan Stroke
Masyarakat luas itu harus memahami secara mendalam bahwa serangan stroke
memang bisa terjadi pada orang-orang dengan ciri tertentu yang tidak bisa atau sukar
diubah atau diperbaiki oleh setiap individu sendiri, misalnya biasanya terjadi pada
penduduk usia relatip tua. Makin tinggi usia makin tinggi resikonya. Serangan stroke di
negara maju terjadi pada penduduk diatas usia 65 tahun. Tetapi penduduk usia muda
yang terkena serangan stroke juga bertambah banyak. Umumnya kaum pria lebih banyak
terserang stroke. Ada juga kecenderungan penduduk yang berasal dari keluarga yang
pernah terkena serangan stroke mempunyai resiko terkena serangan stroke. Para
penderita diabetes mempunyai resiko lebih tinggi terkena serangan stroke.
Disamping ciri-ciri yang relatip sukar diperbaiki itu, ada banyak keadaan yang
dapat diperbaiki dan atau diobati sebagai upaya mengurangi resiko terkena serangan
stroke. Hal-hal yang bisa dicegah atau anjuran yang dapat diikuti itu antara lain misalnya
pengobatan yang teratur untuk mereka yang mempunyai tekanan darah tinggi atau
hypertensi. Perhatian yang tinggi terhadap mereka yang mempunyai penyakit jantung
atrial fibrillation (AF), yaitu jantung dengan denyut yang sangat tinggi. Mereka yang
mengidap penyakit jantung koroner dan kolesterol tinggi. Mereka yang tidur ngorok –
Apnea. Tidur ngorok bisa merupakan indikasi penyebab gangguan jantung dan atau
stroke. Dan mereka yang mempunyai pengalaman pernah stroke.
Oleh karena itu, pembukaan pusat stroke dan medical center Nusantara di Jakarta
ini kiranya akan meningkatkan gerakan peduli stroke untuk menganjurkan dan
mengusahakan agar setiap orang menganut pola hidup sehat sejahtera dengan antara
lain tidak merokok, mengurangi atau sama sekali tidak minum minuman keras,
mencegah kegemukan dan berolah raga secara teratur.
Periode Emas yang Harus Diikuti
Dalam menangani stoke harus sangat diperhatikan bahwa apabila seseorang
mendapat serangan “stroke” artinya orang tersebut mendapat “serangan pada otak”.
10
Artinya, stroke adalah serangan pada otak, bukan serangan pada jantung. Setiap
orang harus disadarkan bahwa “otak” adalah bagian yang paling penting dalam tubuh
manusia, bagian yang paling berkuasa, dan bagian yang paling menentukan kehidupan
manusia, tetapi sekaligus juga merupakan bagian yang lemah dan sangat tergantung pada
bantuan yang terus menerus secara teratur dari berbagai sistem lainnya. Kerusakan pada
otak mempunyai akibat yang fatal, yaitu kematian atau cacat yang tidak dapat
disembuhkan. Karena itu serangan pada otak harus ditanggapi sebagai gangguan medis
yang sangat gawat dan sangat darurat. Karena keadaan darurat dan gawat medis
banyak yang yakin bahwa pelayanan medis itu banyak manfaatnya kalau dilakukan
selama tiga atau enam jam sejak terkena serangan stroke. Bagi penderita stroke waktu
adalah otak, dan waktu adalah kehidupan.
Dengan komitmen yang demikian tinggi dan dukungan yang makin kuat, serta
dengan limpahan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, mudah-mudahan kita bisa hidup
sejahtera bebas dari ancaman stroke.
11
MEMBANGUN PERCAYA DIRI DAN KEMANDIRIAN
INSAN PASCA STROKE
Menjelang sewindu usia Klub Stroke Rumah Sakit Islam Jakarta, di aula Rumah Sakit
itu, para Insan Pasca Stroke (IPS), lengkap dengan para dokter dan pembina lainnya,
mengadakan Sarasehan untuk mencari cara terbaik bagaimana mengembangkan
organisasinya agar para anggotanya mendapat dukungan dan makin meningkat rasa
percaya diri dan kemandiriannya dalam masyarakat luas.
Dari berbagai definisi dapat dikatakan bahwa stroke adalah serangan pada otak
yang mendadak dan menimbulkan gangguan fungsi otak sebagian atau menyeluruh
karena adanya gangguan aliran darah yang disebabkan saluran yang tersumbat atau
adanya pembuluh darah pada otak yang pecah. Akibat serangan mendadak ini sel-sel
otak kekurangan darah, oksigen atau zat-zat makanan dan akhirnya dalam waktu
yang sangat singkat sel-sel tersebut mati. Kematian sel-sel otak itu akan mempunyai
akibat yang sangat fatal pada penderitanya.
Biarpun peristiwa stroke bisa sangat sederhana dan bangsa kita relatif maju,
tingkat pengetahuan masyarakat Indonesia tentang stroke dan masalahnya masih
rendah. Jumlah rumah sakit dan tenaga profesional yang diharapkan bisa
memberikan pelayanan profesional juga masih sangat sedikit. Tidak semua rumah
sakit mempunyai tenaga khusus untuk melayani penderita stroke atau unit pelayanan
yang memadai atau unit pelayanan stroke tersendiri.
Tidak jarang para pasien penderita stroke terpaksa mengakhiri hidupnya secara
fatal karena sewaktu dibawa ke rumah sakit, pasien tidak mendapat pelayanan
segera, profesional dan komprehensif. Lebih dari itu, anjuran terhadap usaha-usaha
yang semestinya dapat dikerjakan untuk mencegah stroke, seperti menganut pola
hidup sehat tanpa resiko stroke, misalnya dengan tidak merokok, makan makanan
yang rendah kolesterol, dan apabila mengidap penyakit darah tinggi, atau diabetes,
dapat melakukan kontrol terhadap penyakit itu dengan baik dan rajin, belum
menyebar secara luas atau dianggap bahwa serangan stroke bukan suatu serangan
yang bisa mengena masyarakat secara umum, atau kalau pesan-pesan itu sudah
terdengar dan dimengerti, anjuran yang diberikan belum dilakukan dengan baik.
Berbeda dengan para penderita penyakit lainnya, pada umumnya para
penderita stroke mempunyai tingkat akibat pasca stroke yang berbeda-beda.
Mereka yang mendapat serangan stroke relatif ringan dan segera mendapat
penanganan yang komprehensip dan memadai dapat segera pulih kembali hampir
seperti sedia kala. Mereka yang menderita stroke agak berat, dengan penanganan
yang komprehensip dan memadai, dengan terapi pasca stroke yang memuaskan
dan berkelanjutan, bisa pulih sampai kepada keadaan yang relatif memuaskan.
Mereka umumnya bisa dengan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan
12
sekelilingnya. Mereka yang menderita stroke tetapi tidak segera mendapat
pelayanan yang memuaskan bisa mengalami penderitaan yang sangat panjang
dan bisa mengakhiri hidupnya dalam kesengsaraan yang tidak nyaman.
Proses terapi harus dijalani dengan waktu yang panjang. Selama proses
itu biasanya mereka bisa sangat sensitif dan mudah tersinggung. Karena itu para
insan pasca stroke memerlukan pengertian, dukungan, kerjasama, petunjuk
profesional, dan pendampingan yang akrab agar bisa mengembalikan rasa
percaya diri, kemampuan mandiri dalam lingkungan keluarganya dan dalam
lingkungan masyarakat luas.
Dukungan diperlukan dari teman-teman lain yang mempunyai
penderitaan yang sama atau keluarga dan teman yang mempunyai sensitifitas
yang tinggi. Ulangan gerak yang membosankan lebih mudah dilakukan kalau
dilakukan dalam suasana yang tenang dan adanya semangat tambahan yang
berasal dari tingkah laku teman lain yang bisa melakukan gerakan yang sama
dengan baik. Kemampuan teman itu memberi semangat untuk maju dan
menolong insan pasca stroke tidak putus asa.
Rupanya pengalaman inilah yang mengantar pembentukan Klub Stroke
yang sekarang muncul di banyak tempat di Indonesia, khususnya di Jakarta, yaitu
Klub Stroke yang berinduk pada rumah sakit atau tempat-tempat pelayanan
rehabilitasi. Klub Stroke dapat mendorong anggotanya untuk mendampingi para
insan pasca stroke bergulat menghadapi saat-saat latihan dalam masa rehabilitasi
yang sangat panjang dan membosankan.
Namun kita mengetahui bahwa para insan pasca stroke tidak bisa selalu
berada di tempat pelayanan. Apabila secara mental sudah siap untuk menyatu
kembali kepada masyarakat, sebaiknya mereka segera kembali bergaul dengan
masalah-masalah yang biasa dihadapi oleh masyarakatnya. Untuk kembali
kepada masyarakat biasa itu mereka akan menghadapi berbagai masalah. Karena
itu setiap insan pasca stroke yang menyatakan siap untuk kembali ke masyarakat
perlu dipersiapkan dengan baik agar tidak menjadi frustasi yang justru
memperberat penderitaan yang telah dialami oleh para insan pasca stroke
tersebut.
Agar proses rehabilitasi bisa lebih efektif dan memungkinkan insan pasca stroke bisa
segera mengikuti proses sosialisasi yang sesungguhnya dalam lingkungan keluarga dan
masyarakatnya, perlu dikembangkan Klub Stroke yang berbasis keluarga dan
masyarakat. Untuk mengembangkan Klub Stroke seperti ini perlu dikembangkan tiga hal
secara serentak dan terpadu. Pertama, keluarga dan masyarakat sendiri perlu disiapkan
untuk menghayati penyakit stroke serta akibat-akibat apa saja yang dapat
ditimbulkannya. Kedua, perlu dikembangkan kesediaan masyarakat untuk bersama-sama
akrab dan menjadi pendamping insan pasca stroke dengan sikap pandang yang positip.
Dan ketiga, insan pasca stroke sendiri perlu disiapkan untuk menghadapi masyarakat
13
dengan segala sikap dan tingkah lakunya yang barangkali tidak bisa selalu sedap
terhadap insan pasca stroke.
Klub Stroke berbasis klinik atau anggotanya dapat menjadi pelopor dibentuknya klub
stroke berbasis keluarga dan masyarakat. Mereka dapat membentuk klub stroke di
lingkungan keluarganya sendiri, menyantuni keluarga dengan pengalaman stroke dan
akibatnya, serta mempersiapkan anggota keluarganya untuk menganut pola hidup sehat
agar tidak terkena stroke. Klub Stroke keluarga itu dapat diperluas menjadi klub dengan
mengikutsertakan anggota-anggota lain dari lingkungan RT atau RW-nya agar anggotaanggota
itu memperoleh kesempatan untuk memahami kemungkinan serangan stroke
dan akibatnya.
Apabila dipandang perlu bisa saja klub semacam ini tidak mempergunakan nama
yang berbau stroke tetapi memilih nama lain yang lebih keren seperti misalnya “klub
otak sehat” yang antara lain bisa melakukan kegiatan memelihara otak agar tetap sehat,
mendapat aliran darah dengan baik serta bisa menghasilkan karya-karya besar yang
menyumbang sebesar-besar kesejahteraan masyarakat. Klub-klub semacam ini dapat
membantu para insan pasca stroke memperoleh kembali kepercayaan dirinya dan makin
mandiri menghadapi masalah aktual di masyarakatnya.
14
FASILITAS BARU NUSANTARA STROKE & MEDICAL CENTER
Alhamdullilah, pada akhir Agustus lalu telah dilakukan soft opening Nusantara
Stroke and Medical Center di gedung Granadi, Jl. Rasuna Said, di Jakarta. Peristiwa ini
merupakan jawaban terhadap berbagai phenomena yang berkembang dengan pesat
dewasa ini. Tidak dapat dihindari bahwa bangsa kita dalam ulang tahunnya yang ke 57,
tanggal 17 Agustus 2002, biarpun masih agak terpuruk tetapi telah ikut serta menjadi
negara yang makin maju, makin urban, sifat dan tingkah laku masyrakatnya juga makin
modern, penduduknya makin tua dan cenderung makin banyak yang terkena penyakit
yang umumnya disandang oleh masyarakat modern lainnya.
Kalau biasanya penduduk hanya berusia sampai 45 – 50 tahun saja, kini rata-rata
sudah mencapai lebih dari 65 tahun. Di Indonesia sudah ada beberapa propinsi yang usia
penduduknya rata-rata sudah mencapai 70 tahun atau lebih. Dalam kondisi seperti itu
kebutuhan pemeriksanaan kesehatan untuk melindungi diri dalam jangka yang demikian
panjang menjadi kebutuhan mutlak yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Kebutuhan itu
menjadi sangat vital karena banyak penduduk yang semasa mudanya telah bekerja keras
pantas menikmati hari tuanya dalam kebahagiaan dan kesejahteraan yang optimal.
Oleh karena itu pemerintah dan masyarakat perlu bekerjasama menyiapkan
jaringan yang mampu memberikan perlindungan kesehatan yang vital itu lengkap
dengan unit pencegahan yang profesional. Sebagai upaya bersama, center yang
diresmikan itu merupakan satu bagian dari rangkaian jaringan yang ditujukan untuk
mempermudah setiap penduduk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sangat mereka
butuhkan. Pelayanan kesehatan yang diberikannya adalah untuk melindungi kesehatan
supaya tetap prima, mencegah kemungkinan timbulnya berbagai penyakit, memberikan
pelayanan medis dan rehabilatasi berbagai penyakit, termasuk dan utamanya stroke,
secara profesional dan terpadu. Center itu bisa menjadi suatu pusat unggulan baru yang
sangat diperlukan dewasa ini.
Dengan dibukanya pusat unggulan ini diharapkan segera diikuti dengan
dibukanya klinik-klinik di daerah sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rumah
sakit-rumah sakit yang ada sehingga pelayanan bagi mereka yang rawan stroke atau
mereka yang terkena stroke dapat dilakukan denagn baik di klinik-klinik stroke di rumah
sakit tersebut. Penduduk yang mempunyai resiko stroke dapat dihindarkan dari penyakit
yang sangat fatal tersebut. Lebih dari itu para penderita stroke dapat ditolong untuk bisa
menikmati hari-hari yang lebih bahagia dan sejahtera.

No comments: