Sunday, 20 February 2011

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA INSTANSI PEMERINTAH

LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
No. 15, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3931)

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2000
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN
BARANG/JASA INSTANSI PEMERINTAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa agar pengadaan barang/jasa Instansi Pemerintah dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka dan perlakuan yang adil dan layak bagi semua pihak, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas Pemerintah dan pelayanan masyarakat, dipandang perlu menyempurnakan ketentuan sebagaimana pelaksanaan pengadaan barang/jasa Instansi Pemerintah dalam Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 1999;
b. untuk maksud tersebut di atas, perlu ditetapkan Keputusan Presiden tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah;

Mengingat: 1. Pasal 4 Ayat (1) dan Pasal 23 Undang-undang Dasar 1945;
2. Indische Comptabiliteitswet (Staatsblad 1925 Nomor 448) sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 53);
3. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3611);
4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3817);
5. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3833);
6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
7. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);
8. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA INSTANSI PEMERINTAH.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Bagian Pertama
Pengertian Istilah

Pasal 1
Dalam Keputusan Presiden ini yang dimaksud dengan:
1. Pengadaan barang/jasa adalah usaha atau kegiatan pengadaan barang/jasa yang diperlukan oleh Instansi Pemerintah yang meliputi: pengadaan barang, Jasa Pemborongan, Jasa Konsultansi dan jasa lainnya.
2. Instansi Pemerintah adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Sekretariat Lembaga Tertinggi Negara, Lembaga Tinggi Negara, Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Instansi Pemerintah lainnya.
3. Kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/ pejabat yang disamakan/ditunjuk adalah pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa dalam lingkungan unit kerja/proyek tertentu.
4. Panitia pengadaan adalah Panitia Pelelangan atau Panitia Pemilihan Langsung atau Panitia Penunjukan Langsung yang ditugasi untuk melaksanakan pengadaan barang/jasa oleh kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/pejabat yang disamakan/ditunjuk.
5. Barang adalah benda dalam berbagai bentuk dan uraian, yang meliputi bahan baku, barang setengah jadi, barang jadi, peralatan, yang spesifikasinya ditetapkan oleh pengguna barang/jasa.
6. Jasa Pemborongan adalah layanan penanganan pekerjaan bangunan atau konstruksi atau wujud fisik lainnya yang perencanaan teknis dan spesifikasinya ditetapkan pengguna barang/jasa dan proses serta pelaksanaannya diawasi oleh pengguna barang/jasa.
7. Jasa Konsultansi adalah layanan jasa keahlian profesional dalam berbagai bidang dalam rangka mencapai sasaran tertentu yang keluarannya berbentuk piranti lunak dan disusun secara sistematis berdasarkan kerangka acuan kerja yang ditetapkan pengguna jasa.
8. Jasa lainnya adalah segala pekerjaan dan atau penyediaan jasa selain Jasa Konsultansi, Jasa Pemborongan dan pemasokan barang.
9. Dokumen pengadaan adalah dokumen yang ditetapkan oleh panitia pengadaan sebagai pedoman dalam proses pembuatan dan penyampaian penawaran oleh calon penyedia barang/jasa serta evaluasi penawaran oleh panitia pengadaan.
10. Kontrak adalah perikatan antara kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek sebagai pengguna barang/jasa dengan pemasok atau kontraktor atau konsultan sebagai penyedia barang/jasa dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa.
11. Dokumen Kontrak adalah perikatan tertulis berikut seluruh lampirannya yang memuat persyaratan dan ketentuan yang harus dipenuhi oleh para pihak.
12. Produksi dalam negeri adalah berbagai jenis barang/jasa yang dibuat dan atau dihasilkan di dalam negeri.
13. Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, termasuk koperasi skala usaha kecil.
14. Pengguna barang/jasa adalah kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/pejabat lain yang disamakan/ditunjuk sebagai pemilik pekerjaan yang memberi tugas kepada penyedia barang/jasa untuk melaksanakan pekerjaan tertentu guna memenuhi kebutuhan barang/jasa tertentu Instansi Pemerintah yang bersangkutan.
15. Penyedia barang/jasa adalah perusahaan atau mitra kerja yang melaksanakan pengadaan barang/jasa yang terdiri dari kontraktor, pemasok, konsultan, Usaha Kecil, koperasi, perguruan tinggi, Lembaga Ilmiah Pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
16. Surat Jaminan adalah jaminan tertulis yang dikeluarkan oleh bank umum/lembaga keuangan lainnya yang diberikan oleh penyedia barang/jasa kepada kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/pejabat yang disamakan/ditunjuk lainnya untuk menjamin terpenuhinya kewajiban penyedia barang/jasa.
17. Kemitraan adalah bentuk usaha bersama diantara beberapa perusahaan/penyedia barang/jasa dalam negeri maupun luar negeri, dimana masing-masing pihak mempunyai hak, kewajiban dan tanggung jawab yang jelas, berdasarkan kesepakatan bersama.
18. Petunjuk teknis adalah pedoman untuk melaksanakan ketentuan Keputusan Presiden ini, yang disusun secara rinci supaya diperoleh pengertian yang jelas bagi semua pihak yang terkait dengan pengadaan barang/jasa yakni pengguna barang/jasa Instansi Pemerintah (termasuk perencana, pelaksana dan pengawas) serta penyedia barang/jasa dan masyarakat luas.

Bagian Kedua
Maksud dan Tujuan

Pasal 2
(1) Maksud ditetapkannya Keputusan Presiden ini adalah untuk mengatur pengguna barang/jasa (termasuk perencana, pelaksana dan pengawas), dan penyedia barang/jasa sesuai dengan tugas, fungsi, hak dan kewajiban serta peranan masing-masing pihak dalam proses pengadaan barang/jasa Instansi Pemerintah.
(2) Tujuan pengadaan barang/jasa adalah untuk memperoleh barang/jasa yang dibutuhkan Instansi Pemerintah dalam jumlah yang cukup, dengan kualitas dan harga yang dapat dipertanggungjawabkan, dalam waktu dan tempat tertentu, secara efektif dan efisien, menurut ketentuan dan tata cara yang berlaku.

Bagian Ketiga
Prinsip Dasar Pengadaan Barang/Jasa

Pasal 3
Pengadaan barang/jasa di lingkungan Instansi Pemerintah wajib dilaksanakan dengan prinsip-prinsip:
1. Efisien, berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan dapat dipertanggungjawabkan.
2. Efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan Pemerintah.
3. Bersaing, berarti pengadaan barang/jasa harus dilakukan melalui Pelelangan/seleksi dan persaingan yang sehat diantara penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan transparan.
4. Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa, termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon penyedia barang/jasa, sifatnya terbuka bagi peserta penyedia barang/jasa (peserta Pelelangan, Pemilihan Langsung, Penunjukan Langsung) yang berminat serta bagi masyarakat luas pada umumnya.
5. Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu, dengan cara dan atau alasan apapun.
6. Bertanggung jawab, berarti harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan maupun manfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip serta ketentuan yang berlaku dalam pengadaan barang/jasa.

Bagian Keempat
Kebijakan Umum Pemerintah dalam
Pengadaan Barang/Jasa

Pasal 4
Kebijakan umum Pemerintah dalam pengadaan barang/jasa adalah:
1. Meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri, rancang bangun dan perekayasaan nasional yang sasarannya adalah memperluas lapangan kerja dan industri dalam negeri dalam rangka meningkatkan perdagangan internasional.
2. Meningkatkan peran serta Usaha Kecil, Koperasi, Lembaga Swadaya Masyarakat dan masyarakat setempat dalam pengadaan barang/jasa.
3. Menyederhanakan ketentuan dan tata cara untuk mempercepat proses pengambilan keputusan dalam pengadaan barang/jasa.
4. Meningkatkan profesionalisme, kemandirian dan tanggungjawab kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek, panitia pengadaan, atau pejabat yang berwenang lainnya.
5. Meningkatkan penerimaan Negara melalui sektor perpajakan, dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa Instansi Pemerintah.
6. Menumbuhkembangkan peran serta usaha nasional dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa Instansi Pemerintah.
7. Mengharuskan pelaksanaan pengadaan barang/jasa diproses atau dilakukan dalam Wilayah Negara Republik Indonesia.

Bagian Kelima
Etika Pengadaan Barang/Jasa

Pasal 5
Pengguna barang/jasa Instansi Pemerintah (termasuk perencana, pelaksana dan pengawas), penyedia barang/jasa dan para pihak yang terkait dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa harus mematuhi etika pengadaan barang/jasa, yaitu:
1. Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggungjawab untuk mencapai sasaran kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan pengadaan barang/jasa.
2. Bekerja secara profesional, mandiri atas dasar kejujuran, serta menjaga kerahasian dokumen pengadaan barang dan jasa yang seharusnya dirahasiakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa.
3. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung, untuk mencegah dan menghindari terjadinya persaingan tidak sehat.
4. Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan para pihak.
5. Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak yang terkait, langsung maupun tidak langsung dalam proses pengadaan barang dan jasa.
6. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan Negara dalam pengadaan barang dan jasa.
7. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan atau melakukan kegiatan bersama dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara.
8. Tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan berupa apa saja kepada siapapun yang diketahui atau patut dapat diduga berkaitan dengan pengadaan barang/jasa.

Bagian Keenam
Ruang Lingkup Berlakunya Keputusan Presiden

Pasal 6
Keputusan Presiden ini berlaku untuk:
1. Pengadaan barang/jasa yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD Propinsi dan APBD Kabupaten/Kota).
2. Pengadaan barang/jasa untuk investasi di lingkungan Bank Indonesia, Pertamina, BUMN/BUMD yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan pada APBN/APBD.
3. Pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN) yang sesuai atau tidak bertentangan dengan pedoman dan ketentuan pengadaan barang/jasa dari pemberi pinjaman/hibah bersangkutan.

BAB II
KETENTUAN PENGADAAN
BARANG/JASA

Bagian Pertama
Tugas Pokok, Kualifikasi Para Pihak, Penggolongan dan
Penetapan Penyedia Barang/Jasa

Paragraf Pertama
Kualifikasi dan Tugas Pokok Kepala Kantor/Satuan Kerja/
Pemimpin Proyek/Bagian Proyek

Pasal 7
(1) Kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/ pejabat yang disamakan/ditunjuk atau pejabat yang berwenang lainnya harus memiliki integritas moral, disiplin, tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya.
(2) Berdasarkan persyaratan kualifikasi pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan setelah mempertimbangkan usulan dari pimpinan unit kerja yang bersangkutan, kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/pejabat yang disamakan/ditunjuk diangkat dengan surat keputusan yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Departemen/Lembaga Non Departemen atau Sekretaris Wilayah Daerah Propinsi/ Kabupaten/Kota atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri/kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen/ Gubernur/Bupati/Walikota/direksi BUMN/BUMD atau pimpinan badan/lembaga milik Pemerintah lainnya.
(3) Tugas pokok kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/pejabat yang disamakan/ditunjuk lainnya dalam pengadaan barang/jasa adalah:
a. menyusun rencana dan jadwal pelaksanaan proyek/kegiatan bersangkutan;
b. mengangkat/menunjuk panitia pengadaan barang/jasa;
c. menetapkan paket-paket pekerjaan serta ketentuan mengenai kewajiban penggunaan produksi dalam negeri dan perluasan kesempatan usaha bagi Usaha Kecil dan Koperasi Kecil, Lembaga Swadaya Masyarakat serta masyarakat setempat;
d. menetapkan dan mengesahkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), jadwal tata cara pelaksanaan dan lokasi pengadaan yang disusun panitia pengadaan;
e. menetapkan besaran uang muka yang menjadi hak calon penyedia barang/jasa sesuai ketentuan yang berlaku;
f. menyiapkan dan melaksanakan perjanjian/kontrak dengan pihak penyedia barang/jasa;
g. melaporkan pelaksanaan/penyelesaian pengadaan barang/jasa kepada pimpinan instansinya;
h. memantau, mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan perjanjian/kontrak yang bersangkutan;
i. menyerahkan aset proyek dengan berita acara kepada pejabat yang berwenang pada instansi yang bersangkutan setelah proyek dinyatakan selesai.
(4) Kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/ pejabat yang disamakan/ditunjuk dilarang mengadakan ikatan apabila belum ada anggaran atau tidak cukup tersedia anggaran yang akan mengakibatkan dilampauinya batas anggaran yang tersedia untuk kegiatan/proyek bersangkutan.
(5) Kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/ pejabat yang disamakan/ditunjuk bertanggungjawab dari segi administrasi, fisik, keuangan dan fungsional atas pengadaan barang/jasa yang dilaksanakannya.

Paragraf Kedua
Kualifikasi dan Tugas Pokok Panitia Pengadaan

Pasal 8
(1) Panitia pengadaan harus memenuhi kualifikasi sebagai berikut:
a. memiliki integritas moral, disiplin dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas;
b. memahami keseluruhan pekerjaan yang akan diadakan;
c. memahami jenis pekerjaan tertentu yang menjadi tugas panitia pengadaan yang bersangkutan;
d. mengetahui dan menguasai isi dokumen pengadaan/metode dan prosedur pengadaan berdasarkan Keputusan Presiden ini dan petunjuk teknis pelaksanannya;
e. tidak mempunyai hubungan keluarga dengan kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/pejabat yang disamakan/ditunjuk;
f. diutamakan yang telah mendapat penataran khusus dibidang pengadaan barang/jasa.
(2) Tugas, wewenang dan tanggung jawab panitia pengadaan ditetapkan sebagai berikut:
a. menyusun jadwal dan menetapkan cara pelaksanaan serta lokasi pengadaan;
b. menyiapkan dokumen pengadaan, dokumen prakualifikasi termasuk kriteria dan tata cara penilaian penawaran dan dokumen pengadaan lainnya;
c. mengumumkan pengadaan barang/jasa melalui media cetak dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum, dan jika memungkinkan melalui media elektronik;
d. menyusun daftar awal calon peserta penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan klasifikasi (bidang dan subbidang usaha) dan kualifikasi untuk diundang mengikuti pengadaan dan bila diperlukan meminta pembuktian kebenaran atas kualifikasi dan klasifikasinya;
e. menyampaikan undangan kepada para calon peserta pelelangan lainnya untuk mengikuti prakualifikasi, bila jumlah peserta lelang yang mendaftar dan memenuhi syarat pada prakualifikasi awal, kurang dari 3 (tiga) calon;
f. memberikan penjelasan mengenai dokumen pengadaan termasuk syarat-syarat penawaran, cara penyampaian penawaran dan tata cara evaluasinya yang dimuat dalam berita acara pemberian penjelasan;
g. membuka dokumen penawaran dan membuat berita acara pembukaan penawaran;
h. menilai penawaran yang masuk, mengadakan klarifikasi dan menetapkan urutan atau calon pemenang pelelangan, melakukan negosiasi dalam hal Pemilihan Langsung/ Penunjukan Langsung dan membuat berita acara dari kegiatan tersebut;
i. membuat laporan mengenai proses dan hasil pengadaan kepada pengguna barang/jasa yakni kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/pejabat yang disamakan/ditunjuk.
(3) Masa kerja panitia pengadaan berakhir setelah penyedia barang/jasa ditetapkan oleh pengguna barang/jasa dan atau sesuai masa penugasannya.

Paragraf Ketiga
Kualifikasi Penyedia Barang/Jasa

Pasal 9
(1) Penyedia barang/jasa yang terkait dan berpartisipasi dalam pengadaan barang/jasa harus memenuhi persyaratan, antara lain:
a. memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial dalam bidang usaha yang diantaranya dapat dibuktikan dengan kualifikasi/klasifikasi/sertifikasi yang dikeluarkan asosiasi perusahaan/profesi bersangkutan;
b. memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan dan fasilitas lain yang diperlukan dalam pengadaan barang/jasa;
c. secara hukum mempunyai kapasitas menandatangani kontrak pengadaan ;
d. tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak bangkrut, kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan, dan atau tidak sedang menjalani sanksi pidana;
e. sebagai wajib pajak sudah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir;
f. belum pernah dihukum berdasarkan putusan pengadilan atas tindakan yang berkaitan dengan kondite profesional perusahaan/perorangan;
g. tidak membuat pernyataan yang tidak benar tentang kualifikasi, klasifikasi dan sertifikasi yang dimilikinya.
(2) Khusus untuk kualifikasi penyedia Jasa Konsultansi, maka persyaratan yang harus dipenuhi tenaga ahli yang akan ditugaskan dalam melaksanakan pekerjaan Jasa Konsultansi adalah:
a. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan bukti penyelesaian kewajiban pajak, bagi wajib pajak;
b. lulusan perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi swasta yang telah lulus Ujian Negara atau yang telah diakreditasi, atau perguruan tinggi luar negeri yang telah diakreditasi, dibuktikan dengan fotokopi ijazah;
c. mempunyai pengalaman dibidangnya sesuai dengan referensi pengalaman kerja yang dituangkan dalam daftar riwayat hidup yang harus ditulis dengan teliti dan benar, ditandatangani oleh yang bersangkutan dan diketahui oleh pimpinan perusahaan;
d. tenaga ahli Lembaga Swadaya Masyarakat memiliki pengalaman dan keahlian dibidangnya, yang dituangkan dalam daftar pekerjaan dan atau riwayat hidup yang ditandatangani oleh yang bersangkutan dan memenuhi persyaratan lain yang ditetapkan oleh kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/pejabat yang disamakan/ditunjuk.

Paragraf Keempat
Penggolongan Penyedia Barang/Jasa

Pasal 10
(1) Penggolongan penyedia jasa untuk jasa pemborongan:
a. Usaha Kecil dan Koperasi Kecil untuk pengadaan sampai dengan nilai Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
b. Perusahaan/Koperasi Menengah untuk pengadaan dengan nilai di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
c. Perusahaan/Koperasi Besar untuk pengadaan dengan nilai:
(i) di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
(ii) di atas Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) wajib bekerjasama dengan Usaha Kecil/Koperasi Kecil atau Perusahaan/Koperasi Menengah di wilayah Propinsi/Kabupaten/Kota setempat;
d. perusahaan asing dapat melaksanakan pekerjaan dengan nilai di atas Rp25.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) dan wajib bekerjasama dengan perusahaan nasional dalam bentuk kemitraan, subkontrak dan lain-lain;
e. penyedia jasa pemborongan yang melaksanakan pekerjaan sampai dengan nilai Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) diusahakan diprioritaskan untuk Usaha Kecil/Koperasi Kecil atau Perusahaan/Koperasi Menengah setempat.
(2) Penggolongan penyedia barang/jasa lainnya:
a. Usaha Kecil dan Koperasi Kecil untuk pengadaan sampai dengan nilai Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
b. Perusahaan/Koperasi Menengah untuk pengadaan dengan nilai di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah);
c. Perusahaan/Koperasi Besar untuk pengadaan dengan nilai:
(i) di atas Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah);
(ii) di atas nilai Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) wajib bekerja sama dengan Usaha Kecil/Koperasi Kecil atau Perusahaan/Koperasi Menengah di wilayah Propinsi/Kabupaten/Kota setempat;
d. penyedia barang/jasa yang melaksanakan pemasokan barang/jasa lainnya sampai dengan nilai Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) diusahakan diprioritaskan untuk Usaha Kecil/Koperasi Kecil atau Perusahaan/Koperasi Menengah setempat.
(3) Penggolongan penyedia untuk Jasa Konsultansi:
a. Usaha Kecil untuk pengadaan sampai dengan nilai Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
b. Perusahaan Menengah untuk pengadaan dengan nilai di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
c. Perusahaan Besar untuk pengadaan dengan nilai:
(i) di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
(ii) di atas Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) wajib bekerja sama dengan Usaha Kecil/Koperasi Kecil atau Perusahaan/Koperasi Menengah di wilayah Propinsi/ Kabupaten/Kota setempat;
d. perusahaan asing dapat melaksanakan pekerjaan dengan nilai di atas Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan wajib bekerjasama dengan perusahaan nasional dalam bentuk kemitraan, subkontrak dan lain-lain;
e. penyedia jasa yang melaksanakan Jasa Konsultansi sampai dengan nilai Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) diusahakan diprioritaskan untuk Usaha Kecil/Koperasi Kecil atau Perusahaan/Koperasi Menengah setempat.

Paragraf Kelima
Pejabat yang Berwenang Menetapkan
Penyedia Barang/Jasa

Pasal 11
Pejabat yang berwenang menetapkan penyedia barang/jasa adalah:
1. Kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/ pejabat yang disamakan/ditunjuk untuk Pelelangan atau Pemilihan Langsung atau Penunjukan Langsung, yang bernilai sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). Penetapan dimaksud tidak memerlukan persetujuan Menteri/kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen/pejabat eselon I/Gubernur/Bupati/Walikota/pejabat atasan langsung yang bersangkutan.
2. Menteri/kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen untuk Pelelangan atau Pemilihan Langsung atau Penunjukan Langsung, yang dibiayai dari dana APBN yang bernilai di atas Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
3. Gubernur untuk Pelelangan atau Pemilihan Langsung atau Penunjukan Langsung yang dibiayai dari dana APBD Propinsi yang bernilai di atas Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), dan penetapan dimaksud tidak memerlukan persetujuan Menteri Dalam Negeri.
4. Bupati/Walikota untuk Pelelangan atau Pemilihan Langsung atau Penunjukan Langsung yang dibiayai dari dana APBD Kabupaten/Kota dan bernilai di atas Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), dan penetapan dimaksud tidak memerlukan persetujuan Gubernur atau Menteri Dalam Negeri.
5. Pimpinan Bank Indonesia, Pertamina, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan badan-badan milik Pemerintah lainnya untuk Pelelangan atau Pemilihan Langsung atau Penunjukan Langsung yang bernilai di atas Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dan penetapan dimaksud tidak memerlukan persetujuan Menteri Dalam Negeri atau Gubernur atau Bupati.

Bagian Kedua
Metode/Sistem Pengadaan Barang/Jasa
Pemborongan dan Jasa lainnya

Paragraf Pertama
Metode Pengadaan Barang/Jasa Pemborongan dan
Jasa Lainnya

Pasal 12
(1) Pengadaan barang/Jasa Pemborongan dan jasa lainnya dilakukan secara terbuka untuk umum dengan pengumuman secara luas melalui media cetak dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum serta jika memungkinkan melalui media elektronik, sehingga masyarakat luas/dunia usaha yang berminat dan memenuhi syarat dapat mengikutinya.
(2) Pengadaan barang/Jasa Pemborongan dan jasa lainnya dilaksanakan melalui:
a. Pelelangan yaitu serangkaian kegiatan untuk menyediakan kebutuhan barang/jasa dengan cara menciptakan persaingan yang sehat diantara penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat, berdasarkan metode dan tata cara tertentu yang telah ditetapkan dan diikuti oleh pihak-pihak yang terkait secara taat azas sehingga terpilih penyedia jasa terbaik;
b. Pemilihan Langsung yaitu jika cara Pelelangan sulit dilaksanakan atau tidak menjamin pencapaian sasaran, dilaksanakan dengan cara membandingkan penawaran dari beberapa penyedia barang/jasa yang memenuhi syarat melalui permintaan harga ulang (price quotation) atau permintaan teknis dan harga serta dilakukan negosiasi secara bersaing, baik dilakukan untuk teknis maupun harga, sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan;
c. Penunjukan Langsung yaitu pengadaan barang/jasa yang penyedia barang/jasanya ditentukan oleh kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/pejabat yang disamakan/ ditunjuk dan diterapkan untuk:
i. pengadaan barang/jasa yang berskala kecil; atau
ii. pengadaan barang/jasa yang setelah dilakukan Pelelangan Ulang hanya 1 (satu) peserta yang memenuhi syarat; atau
iii. pengadaan yang bersifat mendesak/khusus setelah mendapat persetujuan dari Menteri/kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen/Gubernur/Bupati/Walikota/direksi BUMN/ BUMD; atau
iv. penyedia barang/jasa tunggal;
d. Swakelola adalah pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan dan diawasi sendiri dengan menggunakan tenaga sendiri, alat sendiri, atau upah borongan tenaga.

Paragraf Kedua
Sistem Penyampaian Dokumen Penawaran Pengadaan
Barang/Jasa Pemborongan dan Jasa Lainnya

Pasal 13
(1) Panitia pengadaan dapat memilih salah 1 (satu) dari 3 (tiga) sistem penyampaian dokumen penawaran yang harus ditetapkan dalam dokumen lelang, yaitu:
a. Sistem Satu Sampul;
b. Sistem Dua Sampul;
c. Sistem Dua Tahap.
(2) Sistem Satu Sampul yaitu seluruh dokumen penawaran yang terdiri dari persyaratan administrasi, teknis dan perhitungan harga, dimasukkan ke dalam 1 (satu) sampul tertutup dan disampaikan kepada panitia pengadaan.
(3) Sistem Dua Sampul yaitu persyaratan administrasi dan teknis dimasukkan dalam sampul tertutup I, sedangkan harga penawaran dimasukkan dalam sampul tertutup II, selanjutnya sampul I dan sampul II dimasukkan ke dalam 1 (satu) sampul (sampul penutup) dan disampaikan kepada panitia pengadaan.
(4) Sistem Dua Tahap yaitu persyaratan administrasi dan teknis dimasukkan dalam sampul tertutup I, sedangkan harga penawaran dimasukkan dalam sampul tertutup II, yang penyampaiannya dilakukan dalam 2 (dua) tahap secara terpisah dan dalam waktu yang berbeda.

Paragraf Ketiga
Sistem Evaluasi Penawaran Pengadaan Barang/Jasa
Pemborongan dan Jasa Lainnya

Pasal 14
(1) Panitia pengadaan dapat memilih salah 1 (satu) dari 3 (tiga) sistem evaluasi penawaran yang harus ditetapkan dalam dokumen lelang, yaitu:
a. Sistem Gugur;
b. Sistem Nilai;
c. Sistem Penilaian Biaya Selama Umur Ekonomis.
(2) Sistem Gugur adalah sistem penilaian penawaran dengan cara memeriksa dan membandingkan dokumen penawaran terhadap pemenuhan persyaratan yang telah ditetapkan dalam dokumen pengadaan dan urutan proses penilaian dilakukan dengan mengevaluasi persyaratan administrasi, persyaratan teknis dan evaluasi kewajaran harga.
(3) Sistem Nilai adalah sistem penilaian penawaran dengan cara memberikan nilai angka tertentu pada setiap unsur yang dinilai berdasarkan kriteria dan nilai yang telah ditetapkan dalam dokumen pengadaan, kemudian membandingkan jumlah nilai dari setiap penawaran peserta dengan penawaran peserta lainnya.
(4) Sistem Penilaian Biaya Selama Umur Ekonomis adalah sistem penilaian penawaran dengan cara memberikan nilai pada unsur-unsur teknis dan harga yang dinilai menurut umur ekonomis barang yang ditawarkan berdasarkan kriteria dan nilai yang ditetapkan dalam dokumen pengadaan, kemudian nilai unsur-unsur tersebut dikonversikan ke dalam satuan mata uang tertentu, dan dibandingkan dengan jumlah nilai dari setiap penawaran peserta dengan penawaran peserta lainnya.

Paragraf Keempat
Jadwal Waktu dan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa
Pemborongan dan Jasa Lainnya

Pasal 15
(1) Proses pengadaan barang/jasa dengan Metode Pelelangan mulai dari pengumuman pengadaan sampai penetapan pemenang dilaksanakan secepat-cepatnya 36 (tiga puluh enam) hari kerja dan selambat-lambatnya 45 (empat puluh lima) hari kerja.
(2) Pihak-pihak yang terkait dalam proses pengadaan barang/jasa wajib melaksanakan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam dokumen pengadaan secara taat azas.
(3) Kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/ pejabat yang disamakan/ditunjuk, panitia pengadaan dan atau pejabat yang berwenang lainnya dilarang melakukan perubahan terhadap dokumen Pelelangan yang mengatur persyaratan, kriteria, dan tata cara evaluasi penawaran dan atau menerima perubahan/usulan penawaran peserta dalam bentuk dan cara apapun setelah tahapan pemasukan penawaran dimulai.
(4) Panitia pengadaan melakukan koreksi aritmatik dan klarifikasi, tetapi tidak boleh mengubah substansi penawaran yang bersangkutan.
(5) Panitia pengadaan menetapkan urutan calon penyedia barang/jasa dari 3 (tiga) penawar terbaik yang memenuhi persyaratan dan mengusulkannya kepada pejabat yang berwenang.
(6) Berdasarkan usulan panitia pengadaan, pejabat yang berwenang menetapkan pemenang penyedia barang/jasa Pelelangan, Pemilihan Langsung, Penunjukan Langsung dengan penawaran harga terendah dari penawaran yang responsif.
(7) Peserta yang ditunjuk sebagai pemenang wajib menerima keputusan tersebut, dan apabila penyedia barang/jasa pertama yang ditetapkan mengundurkan diri, maka jaminan penawaran peserta yang bersangkutan menjadi milik Negara.
(8) Apabila penyedia barang/jasa pertama yang ditetapkan mengundurkan diri, penunjukan dilakukan kepada calon penyedia barang/jasa urutan kedua dan seterusnya dengan harga penawaran penyedia barang/jasa yang bersangkutan, sepanjang harga penawarannya tidak melebihi dana yang tersedia (pagu).
(9) Peserta Pelelangan yang mengundurkan diri sebelum berakhirnya masa penawaran, dikenakan sanksi berupa pencairan jaminan penawaran dan tidak boleh mengikuti pengadaan barang/jasa dalam wilayah operasi usahanya selama 1 (satu) tahun.
(10) Kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/ pejabat yang disamakan/ditunjuk wajib:
a. menyimpan dan memelihara semua dokumen pelaksanaan pengadaan barang/jasa termasuk semua berita acara;
b. memberikan informasi kepada para peserta pengadaan barang/jasa apabila penawarannya ditolak, atau acara Pelelangan/pengadaan dinyatakan gagal.
(11) Apabila kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/pejabat yang disamakan/ditunjuk tidak sependapat dengan usulan panitia pengadaan, maka kepala kantor/satuan kerja/ pemimpin proyek/bagian proyek/pejabat yang disamakan/ditunjuk membahas perbedaan pendapat tersebut dengan panitia untuk mengambil putusan akhir, yang bentuknya adalah:
a. menyetujui usulan panitia pengadaan; atau
b. meminta panitia pengadaan untuk melakukan evaluasi ulang berdasarkan ketentuan dalam dokumen pengadaan; atau
c. menetapkan putusan yang disepakati bersama.

Bagian Ketiga
Metode/Sistem Pengadaan Jasa Konsultasi

Paragraf Pertama
Persiapan Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konsultansi

Pasal 16
(1) Kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/ pejabat yang disamakan/ditunjuk menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan membentuk panitia pengadaan.
(2) Panitia pengadaan menyusun HPS dan dokumen pengadaan Jasa Konsultansi yang meliputi KAK, syarat administrasi, syarat teknis, syarat keuangan, cara pengadaan, cara penyampaian dokumen penawaran, metode evaluasi penawaran, dan sistem kontrak yang akan digunakan.

Paragraf Kedua
Metode Pengadaan Jasa Konsultansi

Pasal 17
(1) Pelaksanaan pengadaan Jasa Konsultansi dilakukan dengan salah satu cara:
a. Seleksi Umum;
b. Seleksi Langsung;
c. Penunjukan langsung.
(2) Seleksi Umum adalah seleksi yang pesertanya dipilih melalui proses prakualifikasi, dilakukan secara terbuka melalui media cetak dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum serta jika memungkinkan melalui media elektronik, agar konsultan yang memenuhi syarat dapat mengikutinya.
(3) Seleksi Langsung adalah pengadaan Jasa Konsultansi yang pesertanya dipilih langsung dengan cara membandingkan penawaran dari beberapa penyedia jasa yang memenuhi syarat serta dilakukan negosiasi secara bersaing, baik teknis maupun harga, sehingga diperoleh harga yang wajar dan teknis dapat dipertanggungjawabkan.
(4) Penunjukan Langsung adalah pengadaan Jasa Konsultansi yang penyedia jasanya ditentukan oleh kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/pejabat yang disamakan/ditunjuk dan diterapkan untuk:
a. pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
b. pengadaan Jasa Konsultansi yang setelah dilakukan Pelelangan Ulang hanya 1 (satu) peserta yang memenuhi syarat;
c. pengadaan yang bersifat mendesak/khusus setelah mendapat persetujuan dari Menteri/kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen/Gubernur/Bupati/Walikota/direksi BUMN/BUMD;
d. penyedia jasa tunggal.

Paragraf Ketiga
Sistem Penyampaian Dokumen Penawaran
Pengadaan Jasa Konsultansi

Pasal 18
Panitia pengadaan dapat memilih salah 1 (satu) dari 3 (tiga) sistem pemasukan dokumen penawaran yang harus ditetapkan dalam dokumen pengadaan, yaitu:
1. Sistem Satu Sampul;
2. Sistem Dua Sampul;
3. Sistem Dua Tahap.

Paragraf Keempat
Sistem Evaluasi Penawaran
Pengadaan Jasa Konsultansi

Pasal 19
(1) Panitia pengadaan dapat memilih salah 1 (satu) dari 5 (lima) sistem evaluasi penawaran yang harus ditetapkan dalam dokumen lelang, yaitu:
1. Sistem Evaluasi Kualitas;
2. Sistem Evaluasi Kualitas dan Biaya;
3. Sistem Evaluasi Pagu Anggaran;
4. Sistem Evaluasi Biaya Terendah;
5. Sistem Evaluasi Penunjukan Langsung.
(2) Sistem Evaluasi Kualitas adalah evaluasi pengadaan Jasa Konsultansi berdasarkan kualitas penawaran teknis terbaik, dilanjutkan dengan klarifikasi dan negosiasi teknis dan biaya.
(3) Sistem Evaluasi Kualitas dan Biaya adalah evaluasi pengadaan Jasa Konsultansi berdasarkan nilai kombinasi terbaik penawaran teknis dan biaya, terkoreksi dilanjutkan dengan klarifikasi teknis dan biaya.
(4) Sistem Evaluasi Pagu Anggaran adalah evaluasi pengadaan Jasa Konsultansi berdasarkan kualitas penawaran teknis terbaik dari peserta yang penawaran biaya terkoreksi lebih kecil atau sama dengan pagu anggaran.
(5) Sistem Evaluasi Biaya Terendah adalah evaluasi pengadaan Jasa Konsultansi berdasarkan penawaran biaya terkoreksi terendah dari konsultan yang nilai penawaran teknisnya di atas ambang batas persyaratan teknis yang telah ditentukan.
(6) Sistem Evaluasi Penunjukan Langsung adalah evaluasi pengadaan Jasa Konsultansi berdasarkan evaluasi penawaran teknis dan biaya terhadap konsultan yang ditunjuk, dilanjutkan dengan klarifikasi dan negosiasi teknis dan biaya.

BAB III
PENDAYAGUNAAN PRODUKSI DALAM NEGERI,
PERAN SERTA USAHA KECIL /KOPERASI SETEMPAT

Bagian Pertama
Pengadaan Barang/Jasa yang Dibiayai
dengan Dana Dalam Negeri

Pasal 20
(1) Instansi Pemerintah wajib:
a. memaksimalkan penggunaan barang/jasa hasil produksi dalam negeri, termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional dalam pengadaan barang/jasa;
b. mengikutsertakan konsultan dan penyedia barang/jasa nasional.
(2) Dalam persiapan pengadaan barang/jasa, mulai tahap studi, tahap rancang bangun, penyusunan dokumen lelang, dan perjanjian/kontrak pengadaan barang/jasa harus sudah mencantumkan persyaratan:
a. penggunaan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar lain yang berlaku dan atau standar internasional yang setara yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang;
b. penggunaan produksi dalam negeri sesuai dengan kemampuan industri nasional;
c. penggunaan tenaga ahli dan atau penyedia barang/jasa dalam negeri.
(3) Pengadaan barang impor dilakukan bilamana:
a. barang tersebut belum diproduksi di dalam negeri; dan atau b.spesifikasi teknis barang yang diproduksi di dalam negeri tidak memenuhi persyaratan atau waktu penyerahannya tidak memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan; dan atau c.harga penawaran produksi dalam negeri lebih tinggi dari penawaran barang/jasa impor, meskipun telah diperhitungkan tambahan preferensi harga.
(4) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyedia jasa yang bersangkutan semaksimal mungkin menggunakan jasa-jasa pelayanan dari dalam negeri antara lain: jasa asuransi, angkutan, ekspedisi, perbankan, pemeliharaan dan lain sebagainya.
(5) Penyedia barang/jasa asing wajib bekerjasama dengan penyedia barang/jasa nasional dalam bentuk kemitraan, subkontrak atau bentuk kerjasama lainnya.

Bagian Kedua
Pengadaan Barang/Jasa yang Dibiayai
dengan Dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri

Pasal 21
(1) Pengadaan barang/jasa melalui pelelangan internasional supaya mengupayakan pengikutsertaan penyedia barang/jasa nasional seluas-luasnya.
(2) Pengadaan barang/jasa yang dibiayai dengan pinjaman kredit ekspor atau kredit lainnya dilakukan dengan persaingan sehat dengan persyaratan yang paling menguntungkan Negara, dari segi harga dan teknis, dengan mengupayakan penggunaan komponen dalam negeri dan penyedia/jasa nasional.
(3) Apabila pinjaman/hibah luar negeri disertai dengan syarat bahwa pelaksanaan pengadaan barang/jasa hanya dapat dilakukan di Negara pemberi pinjaman, agar tetap diupayakan semaksimal mungkin penggunaan barang/jasa hasil produksi dalam negeri dan mengikutsertakan penyedia barang/jasa nasional.

Bagian Ketiga
Preferensi Harga

Pasal 22
(1) Dalam dokumen pengadaan/kontrak diwajibkan memberikan preferensi harga untuk barang produksi dalam negeri, dan penyedia jasa nasional.
(2) Besarnya preferensi harga untuk barang produksi dalam negeri setinggi-tingginya 15% (lima belas per seratus) di atas harga penawaran barang impor, tidak termasuk bea masuk.
(3) Besarnya preferensi harga untuk pekerjaan Jasa Pemborongan yang dikerjakan oleh kontraktor nasional adalah 7,5 % (tujuh setengah per seratus) di atas harga penawaran terendah dari kontraktor asing.

Bagian Keempat
Penggunaan Produksi Dalam Negeri

Pasal 23
(1) Pengadaan barang/jasa supaya mengacu pada daftar inventarisasi barang/jasa yang termasuk produksi dalam negeri yang didasarkan pada kriteria tertentu, menurut bidang, subbidang, jenis dan kelompok barang/jasa yang diperlukan Instansi Pemerintah.
(2) Pengaturan mengenai daftar inventarisasi dan penyebarluasan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dikeluarkan oleh Departemen yang membidangi perindustrian dan perdagangan.

Bagian Kelima
Peran Serta Usaha Kecil/Koperasi Kecil

Pasal 24
(1) Dalam proses perencanaan dan penganggaran proyek/kegiatan, Instansi Pemerintah mengarahkan dan menetapkan besaran pengadaan barang/jasa untuk Usaha Kecil/Koperasi Kecil.
(2) Departemen yang membidangi koperasi, pengusaha kecil dan menengah mengkoordinasikan pemberdayaan Usaha Kecil/Koperasi Kecil dalam pengadaan barang/jasa di semua Instansi Pemerintah.
(3) Pimpinan instansi yang membidangi koperasi, pengusaha kecil dan menengah bersama instansi terkait di Propinsi/Kabupaten/Kota menyebarluaskan informasi mengenai peluang usaha koperasi, pengusaha kecil dan menengah mengenai rencana pengadaan barang/jasa Instansi Pemerintah diwilayahnya dan menyusun Direktori Peluang Bagi Usaha Kecil/Koperasi Kecil untuk disebarluaskan kepada Usaha Kecil/Koperasi Kecil melalui asosiasi perusahaan terkait.

BAB IV
PROTES/SANGGAHAN DAN PELELANGAN
GAGAL/PELELANGAN ULANG

Bagian Pertama
Protes/Sanggahan Peserta Pelelangan/
Calon Penyedia Barang/Jasa

Pasal 25
Peserta pelelangan/calon penyedia barang/jasa yang merasa dirugikan baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan peserta lainnya dapat mengajukan protes atau sanggahan kepada kepala kantor/satuan kerja/ pemimpin proyek/bagian proyek/pejabat ditunjuk, apabila ditemukan:
1. Penyimpangan terhadap ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam dokumen pengadaan.
2. Rekayasa tertentu sehingga menghalangi terjadinya persaingan yang sehat.
3. Penyalahgunaan wewenang oleh panitia pengadaan dan atau pejabat yang berwenang lainnya.
4. Praktek atau adanya unsur korupsi, kolusi dan nepotisme antara peserta sendiri atau antara peserta dengan anggota panitia pengadaan dan atau dengan pejabat yang berwenang.

Bagian Kedua
Pelelangan yang Gagal dan Pelelangan Ulang

Pasal 26
(1) Pelelangan dinyatakan gagal oleh panitia pengadaan, apabila:
a. jumlah penyedia barang/jasa yang memenuhi syarat untuk diundang kurang dari 3 (tiga) peserta atau jumlah penyedia barang/jasa yang memasukan penawaran kurang dari 3 (tiga) peserta, atau tidak ada penawaran yang memenuhi persyaratan administrasi dan teknis;
b. harga penawaran terendah lebih tinggi dari anggaran yang tersedia (pagu).
(2) Pelelangan dinyatakan gagal oleh kepala kantor/satuan kerja/ pemimpin proyek/bagian proyek/pejabat yang disamakan/ ditunjuk atau pejabat berwenang lainnya apabila:
a. sanggahan dari penyedia barang/jasa ternyata benar dan diterima oleh pejabat yang berwenang;
b. pelaksanaan Pelelangan tidak sesuai atau menyimpang dari dokumen pengadaan yang telah ditetapkan.
(3) Apabila Pelelangan gagal, maka panitia pengadaan segera melakukan Pelelangan Ulang.
(4) Apabila Pelelangan Ulang gagal, maka kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/pejabat yang disamakan/ ditunjuk, segera memerintahkan kepada panitia pengadaan untuk melanjutkan proses pengadaan barang/jasa tersebut dengan cara permintaan harga ulang (price quotation) atau negosiasi bersaing atau Penunjukan Langsung dengan melakukan negosiasi teknis dan harga.

BAB V
PERJANJIAN/KONTRAK PENGADAAN
BARANG/JASA

Bagian Pertama
Isi Dokumen Kontrak

Pasal 27
Dokumen kontrak sekurang-kurangnya memuat ketentuan sebagai berikut:
a. pokok pekerjaan yang diperjanjikan dengan uraian yang jelas mengenai jenis dan jumlah barang/jasa yang diperjanjikan;
b. hak dan kewajiban para pihak yang terikat di dalam perjanjian;
c. nilai atau harga kontrak pekerjaan, serta syarat-syarat pembayaran;
d. persyaratan dan spesifikasi teknis yang jelas dan terinci;
e. tempat dan jangka waktu penyelesaian/penyerahan dengan disertai jadwal waktu penyelesaian/penyerahan yang pasti serta syarat-syarat penyerahannya;
f. jaminan teknis/hasil pekerjaan yang dilaksanakan;
g. sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi kewajibannya;
h. penyelesaian perselisihan.

Bagian Kedua
Sistem Kontrak

Pasal 28
(1) Pelaksanaan pengadaan barang/jasa dapat menggunakan sistem kontrak:
a. Lum Sum;
b. Harga Satuan;
c. Terima Jadi;
d. Jangka Panjang;
e. Pengadaan Bersama;
f. Persentase.
(2) Kontrak Lum Sum adalah kontrak pengadaan barang/jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan tersebut dalam batas waktu tertentu dengan jumlah harga yang pasti dan tetap serta semua risiko yang mungkin terjadi dalam proses penyelesaian pekerjaan tersebut, sepenuhnya ditanggung oleh penyedia barang/jasa.
(3) Kontrak Harga Satuan adalah kontrak pengadaan barang/jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap untuk setiap satuan/unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu, yang volume pekerjaannya masih bersifat perkiraan sementara, sedangkan pembayarannya akan didasarkan pada hasil pengukuran bersama atas volume pekerjaan yang benar-benar telah dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa.
(4) Kontrak Terima Jadi adalah kontrak pengadaan barang/jasa pemborongan atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu dengan jumlah harga pasti dan tetap sampai seluruh bangunan/konstruksi, peralatan dan jaringan utama maupun penunjangnya dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan kriteria kinerja yang telah ditetapkan.
(5) Kontrak Jangka Panjang adalah kontrak pelaksanaan pekerjaan yang mengikat dana anggaran untuk masa lebih dari 1 (satu) tahun anggaran yang dilakukan atas pesetujuan oleh Menteri Keuangan untuk pengadaan yang dibiayai APBN, Gubernur untuk pengadaan yang dibiayai APBD Propinsi, Bupati/Walikota untuk pengadaan yang dibiayai APBD Kabupaten/Kota.
(6) Kontrak Pengadaan Bersama adalah kontrak antara beberapa unit kerja atau beberapa proyek dengan penyedia barang/jasa tertentu untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu dalam waktu tertentu sesuai dengan kegiatan bersama yang jelas dari masing-masing unit kerja dan pendanaan bersama yang dituangkan dalam kesepakatan bersama.
(7) Kontrak Persentase adalah kontrak pelaksanaan Jasa Konsultansi di bidang konstruksi atau pekerjaan pemborongan tertentu, dimana konsultan yang bersangkutan menerima imbalan jasa berdasarkan persentase tertentu dari nilai pekerjaan fisik konstruksi/ pemborongan tersebut.
(8) Dalam usaha meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengadaan barang/jasa, dan atau daya saing BUMN/BUMD, maka setiap pimpinan Instansi Pemerintah dapat mengembangkan praktek atau penerapan sistim kontrak pengadaan barang/jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai ayat (7), sesuai dengan kondisi dan tuntutan pelaksanaan tugas serta karakteristik jenis barang/jasa yang diperlukan, dengan tetap berpegang pada prinsip dasar dan kebijaksanaan Pemerintah dalam pengadaan barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam BAB I Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4 Keputusan Presiden ini.

Bagian Ketiga
Penandatanganan Kontrak

Pasal 29
(1) Para pihak menandatangani kontrak selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak diterbitkannya surat keputusan penetapan penyedia barang/jasa dan setelah penyedia barang/jasa menyerahkan surat jaminan pelaksanaan sebesar 3% (tiga per seratus) sampai dengan 5% (lima per seratus) dari nilai kontrak kepada kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/ bagian proyek/pejabat yang disamakan/ditunjuk.
(2) Untuk kontrak/perikatan dengan nilai sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dilakukan dengan Surat Perintah Kerja (SPK) tanpa jaminan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam melakukan perikatan, para pihak sedapat mungkin menggunakan standar kontrak atau contoh SPK yang dikeluarkan pimpinan instansi yang bersangkutan.
(4) Dokumen Kontrak untuk pekerjaan barang/jasa yang bersifat kompleks dan atau bernilai di atas Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) ditandatangani oleh kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/pejabat yang disamakan/ ditunjuk setelah memperoleh pendapat ahli hukum kontrak yang profesional.

Bagian Keempat
Hak dan Tanggung Jawab Para Pihak
dalam Pelaksanaan Kontrak

Pasal 30
(1) Setelah penandatanganan kontrak, kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/pejabat yang disamakan/ditunjuk segera melakukan pemeriksaan lapangan bersama-sama dengan penyedia barang/jasa dan membuat berita acara keadaan lapangan/serah terima lapangan.
(2) Penyedia barang/jasa berhak menerima uang muka dari pengguna barang/jasa, yang besarannya ditetapkan dalam dokumen pengadaan sesuai ketentuan yang berlaku.
(3) Penyedia barang/jasa dilarang mengalihkan tanggung jawab sebagian atau seluruh pekerjaan utama dengan mensubkontrakkan kepada pihak lain dengan cara dan alasan apapun, kecuali disubkontrakkan kepada penyedia barang/jasa spesialis.
(4) Terhadap pelanggaran atas larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dikenakan sanksi berupa denda yang bentuk dan besarnya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam kontrak.

Bagian Kelima
Pembayaran Uang Muka dan
Prestasi Pekerjaan

Pasal 31
(1) Pembayaran uang muka kepada penyedia barang/jasa dilaksanakan sesuai besaran yang ditetapkan dalam kontrak, menurut ketentuan yang berlaku.
(2) Pembayaran dilakukan atas dasar prestasi pekerjaan yang penilaiannya dilakukan dengan Sistem Sertifikat Bulanan atau Sistem Termin, dengan memperhitungkan angsuran uang muka dan kewajiban pajak.
(3) Pembayaran dilakukan dalam mata uang rupiah atau mata uang lain sesuai nilai atau harga yang dicantumkan dalam perjanjian kontrak.

Bagian Keenam
Perubahan Kontrak

Pasal 32
Perubahan Dokumen Kontrak dilakukan sesuai kesepakatan para pihak apabila terjadi perubahan lingkup pekerjaan, metode kerja, waktu pelaksanaan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Bagian Ketujuh
Penghentian dan Pemutusan Kontrak

Pasal 33
(1) Penghentian kontrak dilakukan bilamana terjadi hal-hal di luar kekuasaan kedua belah pihak untuk melaksanakan kewajiban yang ditentukan dalam kontrak, yang disebabkan oleh timbulnya perang, pemberontakan, perang saudara, sepanjang kejadian-kejadian tersebut berkaitan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, kekacauan dan huru-hara serta bencana alam yang dinyatakan resmi oleh Pemerintah, atau keadaan yang ditetapkan dalam Dokumen Kontrak.
(2) Pemutusan kontrak dapat dilakukan bilamana para pihak cidera janji dan atau tidak memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya sebagaimana diatur di dalam Dokumen Kontrak:
a. Pemutusan kontrak yang disebabkan oleh kelalaian penyedia barang/jasa dikenakan sanksi sesuai yang ditetapkan dalam Dokumen Kontrak berupa:
(i) jaminan pelaksanaan menjadi milik Negara;
(ii) sisa uang muka harus dilunasi oleh penyedia barang/jasa;
(iii) membayar denda dan ganti rugi kepada Negara;
(iv) pengenaan daftar hitam untuk jangka waktu tertentu;
b. Pemutusan kontrak yang disebabkan oleh kelalaian pengguna barang/jasa, dikenakan sanksi berupa kewajiban mengganti kerugian yang menimpa penyedia barang/jasa sesuai yang ditetapkan dalam dokumen kontrak dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Kontrak batal demi hukum atau dibatalkan apabila para pihak terbukti melakukan kolusi, kecurangan dan atau tindak pidana korupsi baik dalam proses pengadaan maupun pelaksanaan kontrak.

Bagian Kedelapan
Serah Terima Pekerjaan

Pasal 34
(1) Setelah pekerjaan selesai 100 % (seratus per seratus) sesuai dengan yang tertuang dalam kontrak, penyedia barang/jasa mengajukan permintaan secara tertulis kepada kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/pejabat yang disamakan/ditunjuk untuk penyerahan pekerjaan.
(2) Kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/ pejabat yang disamakan/ditunjuk melakukan penilaian terhadap hasil pekerjaan yang telah diselesaikan, baik secara sebagian atau seluruh pekerjaan, dan menugaskan penyedia barang/jasa untuk memperbaiki kekurangan dan atau mengganti pekerjaan/ pengadaan yang tidak sesuai dengan Dokumen Kontrak.
(3) Kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/ pejabat yang disamakan/ditunjuk menerima penyerahan pekerjaan setelah seluruh hasil pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Dokumen Kontrak.
(4) Penyedia barang/jasa wajib memelihara hasil pekerjaan selama masa pemeliharaan, sehingga kondisinya tetap seperti pada saat penyerahan pekerjaan dan dapat memperoleh pembayaran uang retensi dengan menyerahkan jaminan pemeliharaan.
(5) Setelah masa pemeliharaan berakhir, kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/pejabat yang disamakan/ditunjuk mengembalikan jaminan pemeliharaan kepada penyedia barang/jasa.

Bagian Kesembilan
Penyelesaian Perselisihan

Pasal 35
(1) Bila terjadi perselisihan antara pengguna barang/jasa dan penyedia barang/jasa maka kedua belah pihak menyelesaikan perselisihan di Indonesia dengan cara musyawarah, mediasi, arbitrase, atau melalui pengadilan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Dokumen Kontrak menurut hukum yang berlaku di Indonesia.
(2) Keputusan dari hasil penyelesaian perselisihan dengan memilih salah satu cara tersebut di atas adalah mengikat dan segala biaya yang timbul untuk menyelesaikan perselisihan tersebut dipikul oleh para pihak sebagaimana diatur dalam Dokumen Kontrak.

BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Bagian Pertama
Pembinaan

Pasal 36
(1) Instansi Pemerintah yang bersangkutan wajib mensosialisasikan dan memberikan bimbingan teknis secara intensif kepada semua pejabat perencana, pelaksana dan pengawas di lingkungan instansinya yang terkait agar Keputusan Presiden ini dapat dipahami dan dilaksanakan dengan baik dan benar.
(2) Instansi Pemerintah yang bersangkutan bertanggung jawab atas pengendalian pelaksanaan pengadaan barang/jasa termasuk upaya peningkatan pendayagunaan produksi dalam negeri, perluasan kesempatan berusaha bagi Usaha Kecil/Koperasi kecil.
(3) Kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/pejabat yang disamakan/ditunjuk setiap triwulan wajib melaporkan realisasi pengadaan barang/jasa secara kumulatif kepada pimpinan instansinya.
(4) Instansi Pemerintah yang bersangkutan mengumumkan secara terbuka rencana pengadaan barang/jasa setiap awal Tahun Anggaran dan perkembangan pelaksanannya.
(5) Pemimpin Instansi Pemerintah membebaskan segala bentuk pungutan biaya yang berkaitan dengan perijinan usaha dalam rangka pengadaan barang/jasa Instansi Pemerintah kepada Usaha Kecil dan Koperasi Kecil (6)Instansi Pemerintah dilarang melakukan pungutan dalam bentuk apapun dalam pengadaan barang/jasa Instansi Pemerintah.

Bagian Kedua
Pengawasan

Pasal 37
(1) Kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/ pejabat yang disamakan/ditunjuk segera setelah pengangkatannya, menyusun organisasi, uraian tugas dan fungsi secara jelas, kebijaksanaan pelaksanaan, rencana kerja yang menggambarkan kegiatan yang harus dilaksanakan, bentuk hubungan kerja, sasaran yang harus dicapai, tata laksana dan prosedur kerja secara tertulis, dan disampaikan kepada atasan langsung dan unit pengawasan intern instansi yang bersangkutan.
(2) Kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/ pejabat yang disamakan/ditunjuk wajib melakukan pencatatan dan pelaporan keuangan dan hasil kerja pada setiap kegiatan/proyek, baik kemajuan maupun hambatan dalam pelaksanaan tugasnya dan disampaikan kepada atasan langsung dan unit pengawasan intern instansi yang bersangkutan.
(3) Instansi Pemerintah yang bersangkutan wajib melakukan pengawasan kepada para kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/pejabat yang disamakan/ditunjuk dan panita pengadaan di lingkungan instansi masing-masing, dan menugaskan kepada aparat pengawas fungsional untuk melakukan pemeriksaan sesuai ketentuan berlaku.
(4) Unit pengawasan intern pada Instansi Pemerintah melakukan pengawasan kegiatan/proyek, menampung dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat yang berkaitan dengan masalah atau penyimpangan dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa, kemudian melaporkan hasil pemeriksaannya kepada Menteri/ pimpinan instansi yang bersangkutan dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Bagian Ketiga
Tindak Lanjut Pengawasan

Pasal 38
(1) Kepada para pihak yang ternyata terbukti melanggar ketentuan dan prosedur pengadaan barang/jasa dikenakan sanksi berupa tindakan:
a. administrasi;
b. tuntutan ganti rugi/gugatan perdata;
c. pengaduan tindak pidana.
(2) Bagi kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/pejabat yang disamakan/ditunjuk serta anggota panitia pengadaan yang terbukti melanggar ketentuan dalam Keputusan Presiden ini termasuk petunjuk teknis pelaksanaannya yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dikenakan tindakan dan sanksi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, dan atau sanksi pidana berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Perbuatan atau tindakan penyedia barang/jasa yang dapat dikenakan sanksi adalah:
a. berusaha mempengaruhi panitia pengadaan/pejabat yang berwenang dalam bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung guna memenuhi keinginannya yang bertentangan dengan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam dokumen pengadaan/kontrak, dan atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. melakukan persekongkolan dengan penyedia barang/jasa lain untuk mengatur harga penawaran di luar prosedur pelaksanaan pengadaan sehingga mengurangi/menghambat/ memperkecil dan atau meniadakan persaingan yang sehat dan atau merugikan pihak lain;
c. membuat dan atau menyampaikan dokumen dan atau keterangan lain yang tidak benar untuk memenuhi persyaratan pengadaan barang/jasa yang ditentukan dalam dokumen pengadaan;
d. mengundurkan diri dengan berbagai alasan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan dan atau tidak dapat diterima oleh panitia pengadaan;
e. tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan kontrak secara bertanggungjawab;
f. mengalihkan pelaksanaan pekerjaan utamanya dan atau seluruh pekerjaan kepada pihak lain.
(4) Atas perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang didahului dengan tindakan tidak mengikutsertakan penyedia barang/jasa yang terlibat dalam kesempatan pengadaan barang/jasa Instansi Pemerintah yang bersangkutan.
(5) Tindak lanjut pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilaporkan oleh kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/ bagian proyek/pejabat yang berwenang lainnya kepada:
a. Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen/ Gubernur/Bupati/Walikota/Direksi BUMN/BUMD;
b. pejabat berwenang yang mengeluarkan izin usaha kepada penyedia barang/jasa yang bersangkutan;
c. asosiasi perusahaan/profesi yang menerbitkan sertifikat penyedia barang/jasa.
(6) Kepada perusahaan besar/menengah yang terbukti menyalahgunakan kesempatan dan atau kemudahan yang diperuntukkan Usaha Kecil/Koperasi Kecil setempat dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.

Bagian Keempat
Sanksi Karena Keterlambatan

Pasal 39
(1) Bila terjadi keterlambatan penyelesaian pekerjaan karena kelalaian penyedia barang/jasa, maka penyedia barang/jasa yang bersangkutan dikenakan denda keterlambatan tersebut sekurang-kurangnya 1 o/oo (satu per seribu) per hari dari nilai kontrak atau bagian kontrak tertentu berkenaan dengan sifat pekerjaannya dan maksimum sebesar jaminan pelaksanaan.
(2) Konsultan perencana yang tidak cermat dan mengakibatkan kerugian pengguna barang/jasa dikenakan sanksi berupa keharusan menyusun kembali perencanaan dengan beban biaya dari konsultan bersangkutan, dan atau tuntutan ganti rugi.
(3) Bila terjadi keterlambatan pekerjaan/pembayaran karena semata-mata kesalahan atau kelalaian pengguna barang/jasa (kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/pejabat yang berwenang lainnya), maka pengguna barang/jasa membayar kerugian yang ditanggung penyedia barang/jasa yang besarannya ditetapkan dalam kontrak, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VII
PERATURAN PERALIHAN

Pasal 40
(1) Pembuatan sertifikat dan penggolongan penyedia barang/jasa untuk jasa pemborongan dan pengadaan barang/jasa lainnya serta Jasa Konsultansi ditetapkan oleh asosiasi perusahaan/profesi bersangkutan.
(2) Dalam hal asosiasi perusahaan/profesi belum mengeluarkan sertifikat dan penggolongan penyedia barang/jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka ketentuan dalam Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 1999 mengenai hal tersebut dinyatakan masih berlaku.

BAB VIII
PENUTUP

Pasal 41
(1) Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Keputusan Presiden ini diatur lebih lanjut dalam Petunjuk Teknis Pengadaan Barang/Jasa berdasarkan Keputusan Bersama Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Menteri Keuangan.
(2) Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini, maka semua ketentuan pengadaan barang/jasa sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 1999 beserta petunjuk teknis pelaksanaannya yang tidak sesuai dan atau bertentangan dengan ketentuan dalam Keputusan Presiden ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 42
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Keputusan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Februari 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ABDURRAHMAN WAHID
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 Februari 2000
Pj. SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

BONDAN GUNAWAN

No comments: