Tuesday 15 February 2011

Mukaddimah Lekra

Mukaddimah Lekra


Apa bagaimana gerangan isi Mukaddimah Lekra yang dipandang demikian berbahaya
oleh lawan-lawannya dan menyebabkan para seniman anggota-anggotanya jadi
buruan, sasaran likwidasi fisik, dilempar ke penjara dan dikirim ke pulau
pembuangan tanpa proses hukum apapun oleh kekuasaan yang menyebut diri Republik
dan Indonesia? Sesudah keluar dari sarang siksa dan derita itu, mereka tetap
disingkirkan, diawasi dan dicurigai?


Untuk jelasnya agar kau bisa membaca sendiri maka di bawah ini Mukaddimah
tersebut kusalin ulang tanpa mengobah ejaannya. Setelah membacanya kuharap kau
bisa memberikan komentar di mana bahayanya isi Mukaddimah Lekra ini. Dengan
menyiarulang Mukaddimah ini [semestinya dokumen ini kumasukkan ke dalam
Annexes serie cerita ini], dan dengan membaca serta menelaahnya sendiri, kau
tidak jadi pengikut "ilmu kuping" atau "dengar-dengaran" yang sering bersifat
gunjing, latah dan jelas amat dangkal.Seniman yang adalah seorang pencari
serius, kukira tidak ingin menggunakan "ilmu kuping", latah, dan suka
bergunjing. Lekra "membakar buku", "Lekra pernah berkuasa", "Lekra organisasi
kebudayaan berdarah","Lekra memalsukan sejarah", kukira adalah contoh dari
ocehan latah dari para penggunjing sambil memasang di dahi merek seniman dan
cendekiawan atau pun wartawan budaya.


Pada saatnya, aku ingin menguraikan isi Mukaddimah ini alinea demi alinea.
Menyusul dokumen ini nanti aku juga akan memberimu dokumen pidato Andrei Zdanov
di depan Kongres Pengarang-pengarang Uni Soviet pada 17 Agustus 1934. Pidato
ini kukira perlu ditelaah jika kita ingin memahami realisme sosialis yang
dikatakan jadi slogan Lekra, padahal pada kenyataannya Lekra tidak
menggunakannya. Inipun ujud dari kelatahan di kalangan kita, kesukaan bicara
tanpa tahu apa yang diucapkan. Bangga dengan kengawuran dan ketidaktahuan.

Inilah Guk, Mukaddimah Lekra itu yang kukutip dari "Dokumen Kita", Lampiran
Khusus Majalah Kancah, Paris, No.10-X -1984.


Lembaga Kebudajaan Rakjat.
Mukaddimah

Menyadari, bahwa rakjat adalah satu-satunya pentjipta kebudajaan, dan bahwa
pembangunan kebudajaan, dan bahwa pembangunan kebudajaan Indonesia baru hanja
dapat dilakukan oleh rakjat, maka pada hari 17 Agustus 1950 didirikan Lembaga
Kebudajaan Rakjat, disingkat Lekra. Pendirian ini terjadi ditengah-tengah
proses perkembangan kebudajaan jang sebagai hasil keseluruhan daja-upaja
manusia setjara sadar untuk memenuhi, setinggi-tingginya kebutuhan hidup lahir
dan batin, senantiasa madju dengan tiada putus-putusnja.


Revolusi Agustus 1945 membuktikan, bahwa pahlawan di dalam peristiwa
bersedjarah ini, seperti halnja di dalam seluruh sedjarah bangsa kita, tiada
lain adalah rakjat. Rakjat Indonesia dewasa ini adalah semua golongan di dalam
masjarakat jang menentang pendjadjahan. Revolusi Agustus adalah usaha
pembebasan diri rakjat Indonesia dari pendjadjahan dan peperangan, pendjadjahan
dan penindasan feodal. Hanja djika panggilan sedjarah ini Revolusi Agustus
terlaksana, djika tertjipta kemerdekaan dan perdamaian serta demokrasi,
kebudajaan rakjat bisa berkembang bebas. Kejakinan tentang kebenaran ini
menjebabkan Lekra bekerdja membantu pergulatan untuk kemerdekaan tanahair untuk
perdamaian diantara bangsa-bangsa, di mana terdapat kebebasan bagi perkembangan
kepribadian berdjuta-djuta rakjat.


Lekra bekerdja chusus dilapangan kebudayaan, dan untuk masa ini terutama
dilapangan kesenian dan ilmu. Lekra menghimpun tenaga dan kegiatan
seniman-seniman, sardjana-sardjana pekerdja-pekerdja kebudajaan lainnja. Lekra
membantah pendapat bahwa kesenian dan ilmu bisa terlepas dari masjarakat. Lekra
mengadjak pekerdja-pekerdja kebudajaan untuk dengan sadar mengabdikan
daja-tjipta, bakat serta keahlian mereka guna kemadjuan Indonesia, kemerdekaan
Indonesia, pembaruan Indonesia.


Zaman kita dilahirkan oleh sedjarah jang besar, dan sedjarah bangsa kita telah
melahirkan putera-putera jang baik dilapangan kesusastraan, senibentuk, musik,
maupun dilapangan-lapangan kesenian lain dan ilmu. Kita wadjib bangga bahwa
kita terdiri dari suku-suku jang masing-masingnja mempunjai kebudajaan jang
bernilai. Keragaman bangsa kita ini menjediakan kemungkinan jang tiada terbatas
untuk pentjiptaan jang sekaja-kajanja serta seindah-indahnja.


Lekra tidak hanja menjambut setiap sesuatu jang baru; Lekra memberikaan bantuan
jang aktif untuk memenangkan setiap jang baru madju. Lekra membantu aktif
perombakan sisa-sisa "kebudajaan" pendjadjahan jang mewariskan
kebodohan,rasarendah serta watak lemah pada bangsa kita. Lekra menerima dengan
kritis peninggalan-peninggalan nenek mojang kita, mempeladjari dengan saksama
segala-gala segi peninggalan-peninggalan itu, seperti halnja mempeladjari
dengan saksama pula hasil-hasil tjiptaan kelasik maupun baru dari bangsa lain
jang manapun, dan dengan ini berusaha meneruskan setjara kreatif tradisi jang
agung dari sedjarah dan bangsa kita, menudju kepentjiptaan kebudajaan nasional
jang ilmiah. Lekra menganjurkan kepada anggota-anggotanja, tetap djuga kepada
seniman-seniman sardjana-sardjana dan pekerdja-pekerdja kebudajaan lainnja
diluar Lekra, untuk setjara dalam mempeladjari kenjataan, dan untuk bersikap
setia kepada kenjataan dan kebenaran.


Lekra mengandjurkan untuk mempeladjari dan memahami pertentangan-pertentangan
jang berlaku didalam masjarakat maupun didalam hati manusia, mempeladjari dan
memahami gerak perkembangannja serta hari depannja. Lekra menganjurkan
pemahaman jang tepat atas kenjataan-kenjataan didalam perkembangnnja jang maju,
dan mengandjurkan hal itu, baik untuk tjara-kerdja dilapangan ilmu, maupun
untuk pentjiptaan dilapangan kesenian. Dilapangan kesenian Lekra mendorong
inisitatif, mendorong keberanian kreatif, dan Lekra menjetujui setiap bentuk,
gaja ,dsb., selama ia setia kepada kebenaran dan selama ia mengusahakan
keindahan artistik jang setinggi-tingginja.


Singkatnya, dengan menolak sifat anti-kemanusiaan dan anti-sosial dari
kebudajaan bukan-rakjat, dengan menolak perkosaan terhadap kebenaran dan
terhadap nilai-nilai keindahan. Lekra bekerdja untuk membantu pembentukan
manusia baru jang memiliki segala kemampuan untuk memadjukan dirinja dalam
perkembangan kepribadian jang bersegi banjak dan harmonis.


Di dalam kegiatan Lekra menggunakan tjara salinjg-bantu,saling-kritik dan
diskusi-diskusi persaudaraan didalam masalah-masalah pentjiptaan. Lekra
berpendapat, bahwa setjara tegas berpihak pada rakjat dab lengabdi kepada
rakjat, adalah satu-satunja djalan bagi seniman-seniman, sardjana-sardjana
maupun pekerdja-pekerdja kebudajaan lainnja untuk mentjapai hasil jang
tahanudji dan tahanwaktu. Lekra mengulurkan tangan kepada
organisasi-organisasi kebudajaan jang lain dari aliran atau kejakinan apapun,
untuk bekerdjasama dalam pengabdian ini.

[Disalin ulang dari "Dokumen Kita", Majalah Kancah, Paris, Lampiran Khusus
NO.10, TH.X, 1984].



Kukira Guk, sari dari Mukaddimah di atas terletak pada bahwa "Lekra mengadjak
pekerdja-pekerdja kebudajaan . Sedangkan hal-hal boleh dikatakan cara
melaksanakan ajakan tersebut. Mukaddimah inilah yang dijadikan matapelajaran
pokok dalam setiap sekolah Lekra dan membimbing kegiatan-kegiatan para seniman
anggotanya. Ajakan "untuk dengan sadar mengabdikan daja-tjipta, bakat serta
keahlian mereka guna kemadjuan Indonesia, kemerdekaan Indonesia, pembaruan
Indonesia" memang menjadi demikian berbahaya hanya bagi pihak-pihak yang anti
rakjat, tidak menginginkan "kemadjuan Indonesia, kemerdekaan Indonesia,
pembaruan Indonesia". Ide dan kegiatan-kegiatan para seniman Lekra yang
beginilah yang membuat mereka dibunuh, dikejar, dibuang, dipenjara ,dikucilkan,
dicurigai dan dicerca sampai sekarang. Jika demikian maka pertanyaan yang
tetinggal: Quo vadis sastra seni kita dan Indonesia?



Paris, Agustus 2004.
-------------------
JJ.KUSNI

No comments: