Tuesday, 15 February 2011

Para Penjilat

Para Penjilat

Naskah Monolog Toga Nainggolan

Aku : perkenalkan saya, hmmm…siapa ya???(dengan wajah pura-pura tahu). Sebut saja saya Robert, atau Michael. Ya hanya nama itu yang bisa mencerminkan betapa kayanya saya.

( berjalan-jalan mengelilingi stage, sambil berpikir lagi )

Aku : aku memang kaya, tapi maaf saya bukan maksud hati untuk sombong atau congkak, tapi buat apa minta maaf, iya khan?(dengan wajah sinis)

( duduk dikursi sambil mengangkat kaki satu keatasnya )

Aku :kalian tahu, sebenarnya saya ini ramah, sudah kaya pula. Tapi kenapa kalian-kalian memaksa ku menjadi begini?(dengan nada marah)

( berdiri dan naik keatas kursi )

Aku : apa? Apa kau lihat-lihat? mau nantangin? Apa? Menyuruhku minta maaf? Gara-gara aku tak sopan? Pintar sekali kau. Enyah (semakin marah)

( kembali duduk di kursi )

Aku : baiklah, baik saya akan beri tahu kenapa saya seperti ini dan kenapa saya sangat enggan meminta maaf. (dengan ekspresi jengkel).

( membuka jas dan memutari kursi )

Aku : mama, aku sudah pulang kerja Mama? Ma? Masih di salon ya? (sambil melihat jam tangan)

Aku : papa? Oh iya, papa masih di amrik ya? Ck, bisa-bisanya aku lupa. Sudah lah.

Aku : rumah segede ini yang tinggal Cuma aku? Payah. Benar-benar payah jadi orang kaya, sangat kesepian, dengan tetangga saja tak kenal, bukannya aku tak mau tapi pasti mereka juga tak mau. Maklum, pasti sibuk alasannya. Alasan klasik yang manjur juga untuk menolak sesuatu.

( kembali berdiri dan mengelilingi stage )

Aku : mana bisa tahan kalau hidup ditengah-tengah orang yang hidupnya hanya memikirkan harta dan kekayaan saja.

Aku : pengen rasanya aku hidup sederhana, atau miskin sekalian. Yang penting dapat merasakan suasana kekeluargaan yang bahagia, yang dimana tak ada yang bersifat individualis dan hanya mencari uang tanpa peduli dengan keluarga dan anaknya sendiri.

( ke backstage mengganti pakaian )

Aku : pagi ibu, saya Michael. Boleh tidak saya tinggal beberapa waktu?(dengan wajah tersenyum).

Aku : boleh? Bener nich? Terima kasih ya bu.

( duduk di lantai )

Aku : kalo ibu kerjanya apa? Adik-adik, masih pada sekolah khan? Bapak kerjanya apa?

Aku : oh begitu(dengan wajah sedih). Jadi bapak tak kerja lagi ya? Jadi adik-adik ini sudah tak sekolah lagi ya? Oh, adik-adik masih sekolah tapi sudah tak punya uang lagi ya untuk melanjutkan sekolah?

Aku : adik kalau sekolah di jemput ya bu? Enggak? Tapi khan adik masih terlalu kecil kalau jalan sendiri. (merasa kasihan dan cemas)

Aku : ibu punya HP? Saya ingin menelfon ke rumah agar mereka tahu bahwa saya baik-baik saja. Tidak punya ya? Maaf ya bu(dengan tampang menyesal )

Aku : ya bu? Ibu butuh uang? Untuk beli dan bayar uang sekolah adik-adik? Oh ya, ini bu. Adik-adik juga?ini buat jajan ya(dengan perasaan senang)

(keesokan harinya )

Aku : pagi pak, duduk-duduk saja nich? Ah, bapak jangan seperti itu, saya tidak kaya hanya saja memiliki harta yang cukup.

Aku : apa? Bapak ingin motor? Iya, iya ntar saya usahakan.( dengan rasa sedikit jengkel)

Aku : bapak, saya izin keluar dulu ya? Sebentar saja kok.

( kemudian si Michael memutuskan untuk pergi dari rumah miskin itu selamanya )

Aku : semuanya sama saja. Keparat. Tak ada yang bermoral baik, yang kaya egois. Yang miskin pemeras. Semua sama, enyah saja( dengan nada marah dan berteriak)

( kembali ke belakang stage dan mengganti baju )

Aku : sekarang sudah tahu kenapa saya enggan minta maaf? Dasar para penjilat.

No comments: