Saturday 19 February 2011

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1976 TENTANG PENGESAHAN KONVENSI TUNGGAL NARKOTIKA 1961 BESERTA PROTOKOL YANG MENGUBAHNYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1976
TENTANG
PENGESAHAN KONVENSI TUNGGAL NARKOTIKA 1961 BESERTA
PROTOKOL YANG MENGUBAHNYA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa meningkatnya kejahatan dan penyalahgunaan narkotika
akhir-akhir ini dapat melemahkan ketahanan nasional bangsa
Indonesia dalam melaksanakan pembangunan ;
b. bahwa Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta Protokol yang
ubah Konvensi Tunggal Narkotika 1961 merupakan usaha
bersama antara negara-negara untuk mencegah dan
memberantas kejahatan narkotika ;
c. bahwa Republik Indonesia telah menandatangani Konvensi
Tunggal Narkotika 1961 (Single Convention on Narcotic Drugs,
1961) dengan mengajukan persyaratan dan telah
menandatangani pula Protokol yang Mengubah Konvensi
Tunggal Narkotika 1961 (Protocol Amending the Single
Convention on Narcotic Drugs, 1961)
d. bahwa Konvensi tersebut beserta Protokol yang Mengubahnya
perlu disahkan dengan undang-undang
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang
Dasar 1945
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN KONVENSI TUNGGAL
NARKOTIKA 1961 BESERTA PROTOKOL YANG MENGUBAHNYA.
www.djpp.depkumham.go.id
ditjen Peraturan Perundang-undangan
Pasal 1
Mengesahkan :
1. Konvensi Tunggal Narkotika 1961 (Single Convention on Narcotic Drugs,
1961) dengan persyaratan (reservation) terhadap Pasal 48 ayat (2) ; dan
2. Protokol yang mengubah Konvensi Tunggal Narkotika 1961 (Protocol
Amending the Single Convention on Narcotic Drugs, 1961) ;
yang salinan-salinan naskahnya dilampirkan pada undang-undang ini.
Pasal 2
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 26 Juli 1976
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SOEHARTO
JENDERAL TNI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 Juli 1976.
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
SUDHARMONO, S.H.
www.djpp.depkumham.go.id
ditjen Peraturan Perundang-undangan
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1976
TENTANG
PENGESAHAN KONVENSI TUNGGAL NARKOTIKA 1961
BESERTA PROTOKOL YANG MENGUBAHNYA
UMUM
Konvensi Tunggal Narkotika 1961 (Single Convention on Narcotic Drugs, 1961)
merupakan hasil dari United Nations Conference for the Adoption of a Single
Convention on Narcotic Drugs yang diselenggarakan di New York dari tanggal 24
Januari sampai dengan tanggal 25 Maret 1961, dan yang dibuka untuk
penandatanganan pada tanggal 30 Maret 1961.
Konvensi tersebut bertujuan untuk :
a. Menciptakan suatu konvensi international yang pada umumnya dapat
diterima oleh negara-negara di dunia ini dan dapat mengganti peraturanperaturan
pengawasan international atas narkotika yang bercerai-berai
di dalam 8 (delapan) buah perjanjian international ;
b. Menyempurnakan cara-cara pengawasan narkotika dan membatasi
penggunaannya khusus untuk kepentingan pengobatan dan atau tujuan
ilmu pengetahuan;
c. Menjamin adanya kerjasama internasional dalam pengawasan agar
maksud dan tujuan tersebut dapat dicapai.
Setelah Konvensi tersebut diatas berjalan selama 11 (sebelas) tahun maka
dirasa perlu untuk mengadakan perubahan terhadap konvensi tersebut.
Pada tanggal 6 Maret sampai dengan tanggal 24 Maret 1972 di Jenewa telah
diselenggarakan suatu konperensi (United Nations Conference to consider
Amendments to the Single Convention on Narcotic Drugs, 1961) yang
menghasilkan Protokol yang Mengubah Konvensi Tunggal Narkotika 1961
(Protocol Amending the Single Convention on Narcotic Drugs, 1961), dan yang
dibuka untuk penandatanganan pada tanggal 25 Maret 1972.
Republik Indonesia telah menandatangani Konvensi tersebut di atas pada
tanggal 28 Juli 1961 dengan mengajukan persyaratan (reservation) terhadap
Pasal 48 ayat (2) tentang keharusan penyelesaian sengketa pada Mahkamah
Internasional dan mengajukan pernyataan (declaration) terhadap Pasal 40 ayat
(1) tentang negara-negara mana yang dapat menjadi peserta Konvensi, dan
terhadap Pasal 42 yang mengatur tentang aplikasi territorial. Demikian pula
Republik Indonesia telah menandatangani Protokol yang Mengubah Konvensi
www.djpp.depkumham.go.id
ditjen Peraturan Perundang-undangan
Tunggal Narkotika 1961 pada tanggal 25 Maret 1972.
Mengingat perkembangan dalam bidang politik dalam negeri Indonesia, maka
pernyataan (Declaration) atas Pasal 40 ayat (1) dan Pasal 42 tersebut di atas
perlu ditarik kembali.
Negara kita kini sedang membina masyarakat adil dan makmur. Untuk
melaksanakan hal itu, diperlukan segenap tenaga dan fikiran dari tiap warganegara
Indonesia. Tujuan itu akan segera dapat tercapai apabila rakyat di
dalam keadaan sehat jasmaniah dan rohaniah, bebas dari pengaruh jelek dari
narkotika, obat perangsang, obat penenang dan minuman keras.
Oleh sebab itu terutama pemakaian narkotika perlu diawasi dengan ketat dan
perlu diadakan tindakan pencegahan terhadap penyalahgunaan narkotika dan di
samping itu para pecandu narkotika (addicts) yang ada di negara kita perlu
diberi perawatan dan pengobatan untuk kemudian direhabilitasi ke dalam
masyarakat.
Usaha-usaha perawatan dan pengobatan para pecandu narkotika dapat
dilaksanakan oleh Pemerintah atau badan swasta yang telah mendapat izin dari
Menteri Kesehatan.
Dengan ikut sertanya Indonesia dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961 serta
Protokol yang Mengubahnya, dan mengesahkannya sebagai undang-undang,
maka kerjasama internasional dalam bidang pencegahan dan pemberantasan
kejahatan narkotika dapat dilakukan lebih terjamin dan mantap.
Disamping itu juga ketentuan-ketentuan di dalam Konvensi Tunggal tersebut
beserta Protokol yang mengubahnya pada umumnya tidak bertentangan dengan
kepentingan-kepentingan Indonesia dan dengan demikian dapat diterima dan
dipergunakan sebagai dasar untuk menyusun perundang-undangan nasional
dalam bidang narkotika.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Indonesia mengajukan persyaratan terhadap Pasal 48 ayat (2)
berdasarkan prinsip untuk tidak menerima suatu kewajiban untuk
mengajukan perselisihan-perselisihan internasional dimana Indonesia
tersangkut kepada Mahkamah Internasional, terutama apabila
perselisihan-perselisihan demikian mempunyai segi politis.
Pasal 2
Cukup jelas.
www.djpp.depkumham.go.id
ditjen Peraturan Perundang-undangan

No comments: