Monday 5 August 2013

Tentang Penjara Swasta: Akankah kita mengarah ke sana?



KOMPASIANA

Tentang Penjara Swasta: Akankah kita mengarah ke sana?
OPINI | 04 August 2013 | 22:50http://stat.ks.kidsklik.com/statics/kompasiana4.0/images/ico_baca.gif Dibaca: 18   http://stat.ks.kidsklik.com/statics/kompasiana4.0/images/img_komen.gif Komentar: 0   http://stat.ks.kidsklik.com/statics/kompasiana4.0/images/ico_nilai.gif 0


Arif Rohman







Private Prison - Junee NSW Australia








Beberapa waktu yang lalu publik di Indonesia sempat dikejutkan oleh kisruh di beberapa lembaga pemasyarakatan (penjara), yang disinyalir karena fasilitas lembaga pemasyarakatan yang tidak memadai serta kapasitas penjara yang terlalu penuh(overcrowded). Pertanyaan yang kerap muncul adalah bagaimana sebenarnya pengelolaan institusi penjara di negeri kita dan tidak adakah terobosan-terobosan baru yang bisa dipakai untuk menjawab persoalan tersebut?

Sebenarnya persoalan penjara yang kapasitasnya berlebihan dan fasilitasnya yang minim, tidak hanya dialami negara kita saja. Negara maju semacam Amerika, Inggris dan Australia juga sebenarnya dipusingkan oleh masalah ini. Puncaknya adalah pada tahun 1992 di Inggris, dibangunlah private prison atau biasa disebut dengan istilah penjara swasta. Konsep penjara swasta dianggap sebagai alternatif solusi terhadap pandangan miring seputar penjara negara (public prison). Dibanding Inggris, Amerika sebenarnya lebih dulu menggagas konsep penjara ini pada tahun 1980-an dan pada tahun 1984 mulai dibangun penjara-penjara swasta yang lebih modern. Di Australia, pada awal tahun 2013 diberitakan Queensland akan memprivatisasi seluruh penjara public yang ada di wilayahnya. Terkait dengan hal ini, sebenarnya bagaimanakah konsep penjara swasta itu sendiri?

Penjara swasta dapat diartikan, pemerintah mendelegasikan upaya rehabilitasi para narapidana (corrections) kepada pihak swasta melalui semacam tender. Di sini, pemerintah akan membuat semacam kesepakatan dan kontrak terkait dengan pembinaan para narapidana. Lazimnya, pemerintah akan memilih lembaga atau penyedia layanan sosial (social provider) yang bonafid dan terpercaya, yang diukur dengan fasilitas yang memadai, staf yang kompeten, administrasi organisasi yang baik, dan mampu menjalankan proses pembinaan dengan biaya yang lebih murah. Biasanya kontrak tersebut disepakati selama 5 tahunan.
Ada beberapa manfaat atau keuntungan yang diyakini tidak dapat ditemukan dalam penjara publik. Pertama, penjara publik terlalu penuh sementara pemerintah untuk membangun gedung atau penjara baru dalam rangka peningkatan kapasitas, umumnya membutuhkan waktu yang relatif panjang mengingat sistem administrasi kenegaraan yang memang sedikit rumit. Sementara itu, pihak swasta mampu menyediakan atau membangun penjara dengan waktu yang lebih cepat. Pihak swasta juga mampu membangun penjara-penjara yang memiliki lokasi strategis secara ekonomi, sehingga nantinya para narapidana bisa terlibat dalam sistem ekonomi pasar dan mencegah terjadinya pengangguran.

Keuntungan lain dengan adanya penjara swasta adalah biaya operasional yang lebih murah dan bisa menghemat anggaran negara. Tidak dipungkiri bahwa biaya operasional yang tinggi biasanya dipakai untuk membayar gaji pegawai dan membeli alat-alat perlengkapan. Melalui penjara swasta, alat-alat perlengkapan dijamin oleh lembaya penyedia layanan dan umumnya lembaga tersebut memiliki staff yang profesional (tidak terlalu gemuk) sehingga tidak terjadi overlap atau tumpang tindih pekerjaan. Karena itu, penjara swasta adalah solusi untuk menghemat anggaran publik, sehingga bisa dipakai untuk pembiayaan lainnya yang menjadi prioritas.

Keuntungan berikutnya dari adanya penjara swasta adalah layanan rehabilitasi sosial yang dilakukan akan lebih berkualitas karena diawasi dan dievaluasi oleh pemerintah sebagaimana tercantum dalam kontrak. Karena aspek kompetisi antar lembaga penyedia layanan inilah biasanya penjara-penjara swasta berusaha untuk mengefektifkan seluruh layanan dan program yang ada mengingat kepercayaan dan nama baik yang disandangnya setelah mendapatkan kontrak. Pada akhirnya layanan koreksional dengan standar tinggi akan bisa ditampilkan dalam pembinaan narapidana. Studi yang dilakukan Blakely & Bumphus (2004) menyebutkan bahwa para narapidana korban penyalahgunaan narkoba di penjara swasta memiliki angka partisipasi yang lebih tinggi dalam mengikuti program rehabilitasi narkoba yaitu sekitar 28% dibanding dengan partisipasi di penjara publik yang hanya sekitar 14% alias separuh sendiri dari penjara swasta.

Alasan terakhir kenapa penjara swasta yaitu dengan maraknya pembangunan penjara swasta yang didisain dengan baik, fasilitas yang mendukung, sistem keamanan yang mumpuni, pengadministrasian dan pengoperasionalan yang fleksibel, kewenangan yang didesentralisasi, pembinaan yang dilandasi semangat antusiasme dan moral yang tinggi, kepemimpinan yang memadai, maka diyakini performa penjara swasta dalam memberikan pelayanan akan meningkat. Dan tak kalah pentingnya adalah para narapidana dipekerjakan dan mendapat upah dari perusahaan yang mempekerjakannya.

Tentu saja masih banyak pro dan kontra terkait dengan konsep penjara swasta ini. Banyak pihak yang apatis dan mempertanyakan sejauh mana sistem keamanan bisa menyerupai atau bahkan melebihi penjara public mengingat masyarakat butuh rasa aman dan kekhawatiran jika para narapidana melarikan diri. Oleh sebab itu, perlu adanya studi-studi lebih lanjut mengenai penjara swasta dalam konteks masyarakat Indonesia, termasuk keuntungan dan kerugiannya. Tapi untuk menuju ke sana, sepertinya perjalanan masih sangat panjang.


Penulis adalah pengamat masalah sosial tinggal di Australia.

Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Kompasianer (anggota Kompasiana) yang menayangkannya.Kompasiana tidak bertanggung jawab atas validitas dan akurasi informasi yang ditulis masing-masing kompasianer.

No comments: