Pers Release Jemaat Ahmadiyah Ttg Peristiwa Cikeusik
Pimpinan Jamaah Ahmadiyah Muslim menanggapi pembunuhan 3 Muslim Ahmadi di Indonesia
Pelaku akan bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa
Dengan kesedihan yang mendalam, Jama'at Muslim Ahmadiyah membenarkan bahwa kemarin pada tanggal 6 Februari 2011, 3 anggota jemaat Ahmadiyah mati syahid di Indonesia dalam sebuah serangan yg begitu barbar dan sangat brutal.
Serangan itu terjadi di Cikeusik, selatan Banten di Indonesia dan dilakukan oleh sekelompok orang yang berjumlah antara 700 hingga 1.000. Serangan itu terjadi meskipun polisi telah diperingatkan beberapa hari sebelumnya tentang serangan yang akan terjadi pada anggota jemaat Ahmadiyah setempat. Meskipun ada peringatan sebelumnya, polisi gagal untuk mengambil tindakan atau langkah-langkah untuk mencegah serangan.
Dilaporkan bahwa para penyerang datang ke lokasi jemaat Ahmadiyah setempat dengan mengacungkan parang, tombak, pisau dan senjata lainnya. Sebagai akibatnya 3 orang Muslim Ahmadi disyahidkan didepan umum dan 5 lainnya luka berat. Dua mobil, 1 rumah dan 1 sepeda motor milik Muslim Ahmadi juga dibakar. Sejauh ini belum ada yang ditangkap oleh polisi sehubungan dengan insiden ini.
Berbicara dari London dalam merespon terhadap pembunuhan brutal ini, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Pimpinan Muslim Jamaat Ahmadiyah berkata:
"Serangan mengerikan ini, telah menyebabkan kesedihan dan rasa sakit bagi Muslim Ahmadi di seluruh dunia dan juga terhadap semua orang yang cinta damai. Kebiadaban pelaku tidak mengenal batas; orang-orang hanya menonton pemukulan tanpa ampun itu sambil bertepuk tangan dan bersorak-sorai. kepolisian setempat dan pihak otoritas gagal melindungi anggota jemaat Ahmadiyah yang mengakibatkan mereka akhirnya terkena serangan kejam dan brutal.
Setiap kali terjadi serangan seperti ini, Jemaat Muslim Ahmadiyahm baik di Indonesia maupun di seluruh dunia selalu menunjukkan kesabaran dan tidak mencari solusi dengan balas dendam atau kekerasan, melainkan melalui doa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan hal ini akan tetap selalu seperti ini. Meskipun demikian bisa dipastikan mereka yang telah menimbulkan kekejaman ini akan bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa dan akan menghadapi hukuman-Nya. Sementara itu, Jamaah Muslim Ahmadiyah akan terus untuk bersujud di depan Tuhan Yang Maha Esa dan mencari Perlindungan dan Bantuan-Nya."
Jamaah Muslim Ahmadiyah mendesak Pemerintah Indonesia memenuhi mandatnya untuk melindungi semua warga negaranya, terlepas dari apapun agamanya. Hal ini juga untuk mengklarifikasi bahwa tidak ada Muslim Ahmadi yang terlibat dalam segala bentuk provokasi apapun dan bahwa serangan ini termotivasi hanya semata-mata dikarenakan korban adalah anggota Jamaat Muslim Ahmadiyah. Ini merupakan sebuah tragedi, bahwa Muslim Ahmadi mati syahid dalam cara yang paling barbar hanya karena mereka memilih untuk menjalani hidup mereka dengan motto Ahmadiyah 'Cinta untuk Semua, Kebencian untuk Tidak Ada'.
Press Rilis tentang almarhum dan detil-detil lebihlanjut akan segera diterbitkan.
22 Deer Park Road, London, SW19 3TL Inggris
Tel / Fax: 020 8544 7613 Mob: 077954 90682 Email: press@ahmadiyya.org.uk This e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it
-------------------------------------------------- ------------------------------
Sekretaris Pres AMJ Internasional
terjemah: Tim Internet JAI
sumber : Alislam.org
Showing posts with label Ahmadiyah. Show all posts
Showing posts with label Ahmadiyah. Show all posts
Saturday, 19 February 2011
Riwayat Hidup Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad
Riwayat Hidup Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad
[Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad] Pendahuluan
Kemajuan Jemaat Ahmadiyah yang pesat dan mengagumkan di seluruh dunia menarik serta membangkitkan perhatian umum untuk mempelajari hal ikhwal gerakan yang meluas ini dengan lebih mendalam.
Terutama untuk mengenal keadaan orang yang mendirikan gerakan Ahmadiyah ini. Oleh karena itu saya bermaksud menguraikan secara ringkas dan tegas tentang riwayat hidup pendiri gerakan Ahmadiyah. Supaya, dengan karunia llahi, penjelasan ini akan menjadi petunjuk bagi orang-orang yang mencari kebenaran, dan menggerakkan hati mereka untuk menyelidiki lebih lanjut, serta meratakan jalan bagi orang-orang yang hendak masuk ke dalam kerajaan Ilahi. Amin.
A h m a d
Pendiri Jemaat Ahmadiyah bernama Hazrat Mirza Ghulam Ahmad. Nama beliau yang asli hanyalah Ghulam Ahmad. Mirza melambangkan keturunan Moghul. Kebiasaan beliau adalah suka menggunakan nama Ahmad bagi diri beliau secara ringkas. Maka, waktu menerima baiat dari orang-orang, beliau hanya memakai nama Ahmad. Dalam ilham-ilham , Allah Ta’ala sering memanggil beliau dengan nama Ahmad juga. Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. lahir pada tanggal 13 Februari 1835 M, atau 14 Syawal 1250 H, hari Jumat, pada waktu shalat Subuh, di rumah Mirza Ghulam Murtaza di desa Qadian. Beliau lahir kembar. Yakni beserta beliau lahir pula seorang anak perempuan yang tidak berapa lama kemudian meninggal dunia. Demikianlah sempurna sudah kabar-ghaib yang tertera di dalam kitab-kitab agama Islam bahwa Imam Mahdi akan lahir kembar. Qadian terletak 57 km sebelah Timur kota Lahore, dan 24 km dari kota Amritsar di propinsi Punjab, India.
Keturunan Barlas
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. adalah keturunan Haji Barlas, raja kawasan Qesh, yang merupakan paman Amir Tughlak Temur. Tatkala Amir Temur menyerang Qesh, Haji Barlas sekeluarga terpaksa melarikan diri ke Khorasan dan Samarkand, dan mulai menetap disana. Tetapi pada abad kesepuluh Hijriah atau abad keenambelas masehi, seorang keturunan Haji Barlas, bernama Mirza Hadi Beg beserta 200 orang pengikutnya hijrah dari Khorasan ke India karena beberapa hal, dan tinggal di kawasan sungai Bias dengan mendirikan sebuah perkampungan bernama Islampur, 9 km jauhnya darii sungai tersebut.
Q a d i a n
Mirza Hadi Beg adalah seorang cerdik pandai, karena beliau oleh pemerintah pusat Delhi diangkat sebagai qadhi (hakim) untuk daerah sekelilingnya. Oleh sebab kedudukan beliau sebagai qadhi itulah maka tempat tinggal beliau disebut Islampur Qadhi. lambat laun kata Islampur hilang, tinggal Qadhi saja. Dikarenakan logat daerah setempat, akhirnya disebut sebagai Qadi atau Qadian.
Demikianlah keluarga Barlas tesebut pindah dari Khorasan ke Qadian secara permanen. Selama kerajaan Moghul berkuasa, keluarga inii senantiasa memperoleh kedudukan mulia dan terpandang dalam pemerintahan negara. Setelah kejatuhan kerajaan Moghul, keluarga ini tetap menguasai kawasan 60 pal sekitar Qadian, sebagai kawasan otonomi. Tetapi lambat laun bangsa Sikh mulai berkuasa dan kuat, dan beberapa suku Sikh dari Ramgarhia, setelah bersatu mulai menyerang keluarga ini. Selama itu buyut Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. tetap mempertahankan diri dari serangan musuh. Teapi di zaman kakek beliau, daerah otonomi keluarga ini menjadi sangat lemah, dan hanya terbatas di dalam Qadian saja yang menyerupai benteng dengan tembok pertahanan di sekelilingnya. Daerah-daerah lain telah jatuh ke tangan musuh. Akhirnya bangsa Sikh dapat juga menguasai Qadian dengan jalan mengadakan kontak rahasia dengan beberapa penduduk Qadian, dan semua anggota keluarga ini ditawan oleh bangsa Sikh. Tetapi setelah beberapa hari, keluarga ini diiziinkan meninggalkan Qadian, lalu mereka pergi ke Kesultanan Kapurtala dan menetap disana selama 12 tahun. Setelah itu tibalah zaman kekuasaan Maharaja Ranjit Singh yang berhasil menguasai semua raja kecil, dan beliau mengembalikan sebagian harta benda keluarga tersebut kepada ayah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. yang bekerja dalam tentara Maharaja itu beserta saudara-saudaranya.
Kemudian datanglah bangsa Inggris yang mengalahkan pemerintah Sikh, dan merampas segala kekayaan keluarga ini, kecuali satu daerah Qadian yang amat kecil dibiarkan dalam kepemilikan keluarga tersebut.
Dokumen Tentang Keluarga
Baiklah sekarang kami cantumkan di bawah iini apa yang ditulii oleh Sir Lepel Griffin dalam bukunya The Punjab Chiefs, tentang keluarga Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad :
"Pada tahun 1530, tahun-tahun terakhir pemerintahan kaisar Babar, Hadi Beg, seorang Moghul dari Samarkand , hijrah ke Punjab dan menetap di daerah Gurdaspur. Ia adalah seorang terpelajar serta bijak, dan diangkat oleh pemerintah menjadi qazi atau magistrate untuk 70 kampung di sekitar Qadian. Dialah yang mendirikan Qadian, dan mula-mula dinamainya Islampur Qazi, yang lambat laun berubah menjadi Qadian. Keluarga ini tetap memegang kedudukan dan pangkat yang pantas serta terpandang dalam pemerintahan hingga beberapa turunan. Hanya waktu pemerintahan Sikh keluarga ini jatuh miskin."
"Gul Muhammad dan puteranya yang bernama Ata Muhammad, terus menerus bertempur dengan Ramgarhia serta Kanahaya Misals yang menguasai kawasan-kawasan sekitar Qadian. Akhirnya semua daerah itu lepas dari tangan mereka, dan Ata Muhammad melarikan diri ke Begowal meminta perlindungan pada Sardar Fateh Singh Ahluwalia (buyut kepala suku penguasa kawasan Kapurtala sekarang), dan ia menetap disana selama 12 tahun. Ketika (Maharaja) Ranjit Singh menaklukkan seluruh kawasan Ramgarhia Misal, ia mengundang Ghulam Murtaza kembali ke Qadian dan mengembalikan sebagian warisan kekeyaan nenek moyangnya kepadanya."
"Kemudian Ghulam Murtaza dan saudaranya menjadi tentara Maharaja, dan menjalankan tugas-tugas pentingnya di tapal batas Kashmir serta tempat-tempat lainnya."
"Pada zaman Nao Nihal Singh dan Darbar, Ghulam Murtaza rutin memegang jabatan (di ketentaraan). Pada tahun 1841, ia dikirim ke daerah Mandi dan Kulu beserta Jenderal Ventura. Pada tahun 1843 ia memimpin tentara yang dikirim ke Peshawar dan dalam kerusuhan di Hazarah ia berjasa besar. Dalam pemberontakan tahun 1848, ia tetap setia pada pemerintah dan bersama saudaranya, Ghulam Muhyiddn, ikut membantu pemerintah. Tatkala Bhai Maharaj Singh sedang membawa pasukannya ke Multan untuk menolong Diwan Mul Raj, waktu itu Ghulam Muhyiddin beserta kepala suku lainnya, Langer Khan Sahiwal dan Sahib Khan Tiwana menggerakan orang-orang Islam, dan dengan tentara Misra Sahib Dayal menyerang kaum pemberontak dan mengalahkan mereka secara total; mengusir mereka sampai ke [sungai] Chenab, disana mereka 600 orang mati tenggelam."
"[Ketika Inggris menguasai Punjab], harta benda dan tanah milik keluarga ini dirampas kembali. Hanya satu, pensiun sebesar 700 rupis, dan hak miliik untuk Qadian serta beberapa kampung sekitarnya ditetapkan bagi Ghulam Murtaza serta saudara-saudaranya. Dalam pemberontakan tahun 1857, keluarga ini memainkan peran yang terpuji. Ghulam Murtaza memasukkan banyak orang ke dalam tentara, dan anaknya yang bernama Ghulam Qadir ikut dalam tentara Jendral Nicholson di Trimughat ketika menghancurkan para pemberontak 46 Native Infantry melarikan diri dari Sialkot."
"Jendral Nicholson telah memberikan sebuah surat penghargaan kepada Ghulam Qadir yang menyatakan bahwa dalam tahun 1857 keluarganya di Qadian distrik Gurdaspur betul-betul telah membantu dan setia kepada pemerintah, melebih keluarga-keluarga lain di kawasan itu."1
Ghulam Murtaza adalah seorang tabib yang sangat mahir. Ia wafat pada tahun 1876, dan anaknya Ghulam Qadir senantiasa suka membantu para pejabat pemerintah dan ia mendapat banyak surat penghargaan dari pemerintah. Ghulam Qadir pernah bekerja sebagai superintendant di kantor pemerintah distrik dii Gudaspur. Anaknya meningal waktu kecil, dan ia pungut keponakannya, Sultan Ahmad (putra Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. sendiri-pen), sebagai anak. Ghulam Qadir wafat pada tahun 1883. Mirza Sultan Ahmad pun mulai jadi pegawai pemerintah sebagai asisten wedana, dan sekarang2 menjadi collecteur serta kepala daerah Qadian. Saudara Nizamuddin yang bernama Isamuddin wafat pada tahun 1904, dan waktu pengepungan Delhi, ia menjadi kepala pasukan dalam tentara Hadson Horse, dan bapaknya yang bernama Ghulam Muhyiddin menjabat wedana.
Perlu rasanya disebutkan disini, anak kedua Ghulam Mutaza, bernama Ghulam Ahmad adalah orang yang mendirikan jemaat Ahmadiyah yang mashur ini dalam Islam. beliau lahir pada tahun 1835, dan memperoleh pelajaran serta pendiidikan yang baik. Pada tahun 1891 beliau menda'wakan diri sebagai Imam Mahdi atau Masih Mau'ud menurut agama Islam. Beliau adalah seorang yang pandai dan alim, sehingga perlahan-lahan banyaklah orang yang mengikuti beliau. Dan sekarang Jemaat Ahmadiyah di Punjab serta kawasan-kawasan lainnya di India telah melebihi tiga ratus ribu orang. Mirza Ghulam Ahmad mengarang benyak buku dalam bahasa Arab, Farsi dan Urdu, serta memberikan penjelasan yang benar tentang masalah jihad. Orang-orang berpendapat buku-buku itu sungguh telah menguntungkan orang-orang Islam. Lama beliau mengalami penderitaan karena perlawanan pihak lain. Acapkali beliau diseret ke pengadilan maupun ke dalam perdebatan-perdebatan. Akan tetapi sebelum beliau wafat pada tahun 1908, beliau telah memperoleh kedudukan yang demikian rupa sehingga orang-orang yang menentang pun menghormati beliau.
Pusat golongan ini di Qadian. Disana Anjuman Ahmadiyah telah mendirikan sebuah sekolah dasar dan percetakan yang digunakan untuk menyiarkan ajaran serta berita-berita tentang Jemaat ini. Pengganti Mirza Ghulam Ahmad as. yang pertama adalah Maulvi Nuruddin, yang pernah menjadi tabib terkemuka di Maharaja Kashmir beberapa tahun lamanya.
Keluarga ini mempunyai hak kekuasaan atas seluruh kawasan Qadian dan hak untuk menarik pajak 5 % dari tiga desa yang berdampingan dengan Qadian.
Masa Kanak-kanak
Setelah sejarah ringkas silsilah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad ., baiklah sekarang saya terangkan keadaan beliau dimasa kanak-kanak. Sebagaimana telah dijelaskan, Hz. Ahmad lahir pada tahun 1835 ketika ayah beliau sedang jaya dan gembira karena berhasil mendapatkan kembali tanah-tanah pusaka, serta mempunyai kedudukan yang baik di kerajaan Maharaja Ranjit Singh. Akan tetapi Allah Ta’ala menghendaki supaya Hazrat Ahmad mendapat pendidikan dan pemeliharaan dalam suasana yang lebih menarik perhatian beliau kepada-Nya.
Tiga tahun setelah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. lahir, Maharaja Ranjit Singh meninggal dunia, dan kerajaan Sikh mulai melemah. Kejadian ini mempengaruhi keadaan ayah beliau. Dan ketika seluruh Punjab jatuh ke tangan Inggris, tanah-tanah pusaka dirampas kembali. Meskipun ayah beliau membelanjakan puluhan ribu rupis untuk mengambil kembali tanah-tanah pusaka tersebut, tetap tak berhasil. Dan hal ini sangat menyedihkan hatinya. Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. sendiri telah menerangkan hal itu dalam sebuah buku beliau sbb :
"Ayahanda berduka dan bersedih hati karena kekalahan-kekalahan yang dialaminya dalam perkara-perkara untuk mendapatkan kembali tanah-tanah pusakanya. Beliau telah membelanjakan 70.000 rupis dalam perkara-perkara semacam itu, yang kesemuanya tidak berhasil sedikit pun. Kehilangan semua harta pusaka dari tangan kami yang tidak mungkin diperoleh kembali. Kerugian ini sangat menyedihkan ayahanda, dan beliau menjalani hidupnya dengan penuh duka dan penyesalan yang amat dalam. Melihat keadaan ayahanda demikian, saya mendapat gerakan dan kesempatan untuk mengadakan perubahan suci dan sejati dalam diri saya. Pengalaman yang sedih dan pahit dari kehidupan ayahanda menjadi pelajaran bagi saya untuk mencari kehidupan yang suci dan bersih dari kekotoran dunia. Walaupun ayahanda masih memiliki beberapa kampung dan mendapat hadiah tahunan dari pemerintah serta menerima pula pensiun dari dinasnya, namun kesemuanya itu tidak berarti baginya dibandingkan dengan kejayaannya dahulu. Oleh karena itulah beliau selalu sedih dan berduka. Biasanya ayahanda suka mengatakan: "Usaha dan perjuangannya yang telah aku lakukan untuk dunia yang kotor ini aku sudah menjadi wali atau orang suci."
Demikian pula beliau sering membaca syair-syair yang menyatakan betapa dalam penyesalan hati beliau atas kehidupannya sendiri yang sebagian besar disia-siakannya dalam urusan dunia belaka. Dan hati beliau berhasrat untuk mendapat rahmat serta karunia Allah.
Penyesalan beliau-- karena tidak mengusahakan apa-apa untuk menghadap ke hadirat Ilahi--makin lama semakin bertambah kuat di hati beliau. Dengan sedih beliau sering berkata: "Sayang aku telah merusak hidupku untuk urusan dunia yang sia-sia belaka."
Tulisan tentang keadaan ayah beliau tersebut, sewaktu beliau masih kanak-kanak sampai baligh, menyatakan bahwa Allah Ta’ala telah menciptakan kondisi tertentu sebagai pelajaran dan pendidikan bagi beliau sehingga kecintaan terhadap dunia tidak timbul di hati beliau. Ayah serta kakek beliau pada waktu itu memiliki kedudukan tinggi dan terhormat di masyarakat dunia, dan para pejabat negara sangat hormat serta ta'zim kepada mereka. Tetapi upaya mereka seumur hidup -- untuk merebut kemuliaan dan kekayaan dunia sebagaimana yang mereka inginkan menurut hak keluarga itu -- akhirnya gagal semua. Hal ini menjadi pelajaran bagi seorang yang hatinya suci dari segala kekotoran, bahwasanya dunia ini tidak kekal dan akhirat-lah yang disukai oleh Allah. Maka Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. pun tidak melupakan pelajaran ini sampai wafat. Walau dunia mencoba menarik beliau dengan berbagai cara untuk menyesatkan beliau dari tujuan, beliau tetap tidak pernah tergoda untuk keluar setapak pun dari jalan yang benar.
Pendek kata, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. sewaktu kanak-kanak telah menyaksikan contoh-contoh yang begitu pahit dalam kehidupan ayah beliau, sehingga kemauan untuk dunia telah padam dari sanubari beliau. Ketika masih kecil sekali, segala keinginan dan cita-cita beliau ditujukan pada keridhoan Ilahi.
Tuan Syekh Yaqub Ali, pengarang riiwayat hidup Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad., telah mencantumkan suatu kejadian yang amat menarik. Ketika kecil, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. sering mengatakan kepada seorang anak perempuan yang seumur dengan beliau, "Doakanlah, supaya Allah memberi taufik kepada saya untuk shalat." Perkataan ini menyatakan betapa perasaan suci bergelora dalam sanubari beliau ketika masih kanak-kanak. Dan segala keinginan serta cita-cita beliau hanya ditujukan kepada Allah Ta’ala semata.
Demikianlah pula hal ini menampilkan anggapan beliau ketika kecil bahwa hanya Allah lah yang dapat menyempurnakan segala keinginan dan yang memberi taufik, juga untuk beribadah. Sejak kecil beliau hidup dalam keluarga yang sama sekali condong kepada dunia belaka. Tetapi beliau pada waktu kanak-kanak mempunyai keinginan untuk shalat dan percaya bahwa taufik untuk menyempurnakan keinginan itu hanya Allah lah yang dapat memberikannya.
Hal ini membuktikan bahwa keadan semacam itu tidak mungkin timbul dalam sanubari seseorang selain yang hatinya suci dari sentuhan dunia sama sekali, serta yang ditolong oleh Allah untuk mengadakan suatu perubahan agung dan suci di dunia ini.
Masa-Masa Pendidikan
Kejahilan/kebodohan benar-benar dominan ketika Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. lahir ke dunia ini. Orang-orang umumnya tidak memberikan perhatian pada pelajaran dan pengetahuan sedikitpun. Pada zaman pemerintahan Sikh, jarang terdapat orang yang pandai membaca dan menulis. Sebagian besar orang-orang kaya dan terpandang pun buta huruf. Tetapi karena Allah Ta’ala hendak menggunakan beliau untuk suatu pekerjaan yang sangat agung, maka Dia menanamkan kemauan yang cukup kepada beliau
Berbagai macam hambatan dan keadaan jahiliah zaman itu tidak melalaikan sang ayah dari kewajibannya menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anaknya. Waktu Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. masih kanak-kanak, ayah beliau telah mempekerjakan seorang guru bernama Fazal Ilahi untuk mengajar beliau mengaji Al Quran serta beberapa kitab bahasa Farsi (1841). Setelah berusia 10 tahun, dipanggil lagi seorang guru bernama Fazal Ahmad yang amat baik dan benar-benar beragama (1845). Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. sendiri menuliskan bahwa guru itu mengajar beliau beberapa kitab saraf-nahu (gramatika) bahasa Arab, dengan giat dan penuh kecintaan. Setelah beliau as berusia 17 tahun, ditetapkan seorang guru lain bernama Gul Ali Shah, untuk mengajarkan beberapa kitab nahu dan mantik ( logika). Ilmu ketabihan beliau pelajari dari ayah beliau sendiri yang merupakan seorang tabib mahir dan pandai. Pelajaran semacam ini pada zaman itu terpandang cukup tinggi, namun bila dibandingkan dengan kewajiban yang akan beliau emban, hal itu tidak berarti sedikit pun. Kami telah menyaksikan sendiri orang-orang lain yang ikut belajar bersama beliau dari guru-guru yang sama. Mereka tidak memiliki kepandaian yang luar biasa dan mereka tidak berbeda dengan orang-orang lain yang mendapatkan pelajaran semacam itu. Begitu pun guru-guru yang mengajar beliau bukanlah alim ulama yang tinggi ilmunya, melainkan hanya menguasai beberapa kitab bahasa Arab serta Farsi saja. Pelajaran yang diberikan kepada beliau pada waktu itu sama sekali tidak cukup untuk mempersiapkan beliau terhadap kewajiban yang bakal Allah Ta’ala serahkan kepada beliau
Setelah Masa Pendidikan
Ketika Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. selesai menuntut pelajaran, waktu itu pemerintah Inggris sepenuhnya telah menguasai seluruh Punjab. Dan bahaya pemberontakan pun telah padam. Warga India telah mulai bekerja di pemerintah Inggris untuk mendapakan kedudukan dan kemajuan. Para pemuda dari berbagai keluarga telah mulai bekerja di kantor-kantor pemerintah. Dalam situasi demikian, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. yang sama sekali tidak tertarik pada pekerjaan pertanian -- atas kehendak ayah beliau -- berangkat di kantor Bupati Sialkot. Tetapi sebagian besar waktu beliau digunakan untuk menimba ilmu. Waktu di luar beliau pakai untuk menelaah buku-buku atau mengajar orang lain, berdiskusi tentang agama. Walupun beliau masih muda -- waktu itu berusia 28 tahun -- karena taqwa dan kesucian amal beliau, para orang tua dari golongan Islam maupun Hindu sama-sama menghormati beliau. Pada waktu itu beliau jarang bepergian, justru suka menyendiri dan menyepi.
Para pendeta Kristen pun pada waktu itu mulai menyebarkan agama mereka di Punjab. Sebagian besar orang Islam tidak dapat menjawab serangan-serangan mereka. Tetapi ketika berdiskusi dengan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad., senantiasa saja orang-orang Kristen mengalami kekalahan dan dari antara pendeta Kristen, mereka yang mencintai kebenaran sangat hormat terhadap beliau . Seorang pendeta Kristen bernama Mr. Butler M.A. yang bekerja di Scoth Mission di kota Sialkot, sering bertukar pikiran dengan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad., dan sangat tertarik pada beliau. Tatkala Mr. Butler hendak kembali ke negerinya, ia datang ke kantor kabupaten Sialkot untuk berjumpa dengan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad.. Bupati menanyakan, untuk apa tuan datang ke kantor kami? Dijawab oleh Mr. Butler, bahwa ia datang hanya untuk berjumpa dengan Tuan Mirza Ghulam Ahmad saja. kemudian ia terus pergi ke tempat Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad., dan setelah berbincang-bincang beberapa saat, ia pun pulang.
Ada waktu itu, para pendeta Kristen menganggap kemenangan pemerintah Inggris sebagai kemenangan agama mereka, dan mereka sangat sombong serta karangan-karangan mereka ketika itu menyatakan keinginan mereka untuk memasukkan semua orang Islam ke dalam agama Kristen melalui tangan besi pemerintah. Mereka menggunaan kata-kata yang sangat kotor dan keji terhadap agama Islam dan Nabi Muhammad saw.. Beberapa orang Eropa yang ahli, pernah menyatakan bahwa kemungkinan timbulnya kembali pemberontakan seperti tahun 1857 dapat muncul akibat tulisan-tulisan yang sekeji itu dari kalangan Kristen. Lama sekali para pendeta Kristen berpendirian seolah-olah merekalah yang berkuasa di India, dan bukan pemerintah Inggris. Tetapi akhirnya mereka insyaf juga , bahwa pemeriintah Inggris yang bekuasa di India dan pemerintahan Ratu Victoria tidak ingin mengembangkan agama Kristen dengan tangan besi, dan sama sekali tidak ingin mengganggu agama manapun.
Boleh dikatakan bahwa pergeseran antara orang-orang Islam dan Kristen ketika itu sangat hebat. Para pendeta Kristen suka marah kepada siapa saja yang berani membantah keterangan-keterangan mereka. Meski pun Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. senantiasa menyalahkan keterangan-keterangan Kristen, tetapi pendeta Butler M.A. sangat tertarik pada kesucian, ketaqwaan dan keikhlasan beliau . Sekali pun Mr. Butler mengetahui bahwa ia tidak akan dapat menarik Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. dan malahan ia sendiri yang akan tertarik oleh keterangan-keterangan yang jitu dari Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad., namun ia tidak mampu menjauhkan diri dari beliau . Mr. Butler benar-benar tertarik pada kesucian dan ketaqwaan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. dan ketika hendak pulang ke negerinya, ia menyempatkan waktu untuk berjumpa dengan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. terlebih dahulu.
Behenti Bekerja
Hampir 4 tahun lamanya Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. bekerja di Sialkot dengan memaksakan diri. Namun akhirnya setelah mendapat izin dari sang ayah, beliau minta berhenti dari pekerjaan beliau dan pulang dari Qadian.
Berdasarkan perintah sang ayah, beliau bekerja harus mengikuti perkara-perkara pengadilan tanah pusaka keluarga, namun hati beliau sama sekali tidak tertarik pada hal-hal semacam itu. beliau sangat patuh dan tunduk terhadap perintah orang-tua beliau. Beliau tidak mau membantah perintah sang ayah. padahal beliau sendiri tidak senang terhadap pekerjaan itu. Seringkali setelah kalah dalam suatu perkara beliau pulang dengan air muka yang berseri-seri, sehingga orang-orang menganggap beliau telah menang dalam perkara tersebut. Tatkala beliau menerangkan bahwa beliau kalah dalam perkara itu, orang-orang bertanya, mengapa Tuan begitu gembira? Beliau as menjawab, "Saya telah berupaya tetapi terjadi apa yang telah dikehendaki oleh Allah Ta’ala, dan dengan selesainya perkara ini saya mendapat kelonggaran waktu untuk mengingat Allah Ta’ala."
Itulah masa yang sangat sukar dan ganjil bagi Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad.. Sang ayah menghendaki beliau mengurus tanah-tanahnya atau mencari pekerjaan lain, sedangkan kedua hal itu tidak beliau sukai. Oleh karenanya, sering beliau dicela atau dimarahi, tetapi ketika ibu beliau masiih hidup, sang ibu senantiasa melindungi beliau . Setelah ibu beliau wafat, beliau sering menanggung kemarahan serta celaan dari kakak dan ayah beliau, sebab mereka menganggap beliau tidak suka bekerja untuk penghidupan hanya karena malas.
Ayah beliau sering mengatakan dengan sedih, "Bagaimanakah anakku ini akan memperoleh penghidupannya, dan juga sangat sedih kalau nanti untuk keperluan hidupnya ia memerlukan pemberian kakaknya saja." Melihat Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. siang malam hanya membaca buku saja, sang ayah sering gusar hati, dengan menamakan beliau maulvi (kiai) sang ayah mengatakan: "Dari mana pula maulvi yang satu ini telah muncul di rumah kita ?"
Walau pun begitu, sang ayah sangat terkesan oleh kesucian dan ketakwaan beliau . Apalagi ketika merasakan dan teringat akan kekalahan dalam usaha-usaha duniawinya. Sang ayah gembira juga melihat beliau begitu giat dalam keagamaan dengan mengatakan, "Inilah sebenarnya pekerjaan yang tengah dikerjakan oleh anakku ini." Disebabkan ayah beliau seumur hidup berjuang hanya untuk dunia saja, maka rasa penyesalan sering mempengaruhi Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad.. Tetapi hal itu sama sekali tidak menghalangi beliau dari tujuan yang sebenarnya. Bahkan as. sering membacakan Alquran dan Hadis bagi ayah beliau.
Itulah suatu kondisi yang amat menakjubkan, bapak dan anak asyik dalam suatu tujuan yang berlainan, masing-masing hendak menarik yang lain kepada tujuannya. Sang bapak ingin supaya anaknya menyetujui pendiriannya dan berjuang untuk kehormatan serta kekayaan dunia, tetapi sang anak berkeinginan agar bapaknya lepas dari cengkeraman dunia dan masuk dalam kecintaan Ilahi. Pendek kata, keadaan hari-hari itu tidak dapat digambarkan dalam tulisan. Masing-masing hanya dapat dibayangkan dalam sanubarinya.
Sekali lagi beliau dimintakan untuk menjadi kepala pendidikan di Kesultanan Kapurtala, tetapi itu pun beliau tolak dan lebih suka tnggal di rumah saja, supaya sedapat mungkin menolong sang ayah yang amat sedih itu. Sebagaimana telah dijelaskan, beliau memang tidak menyuka urusan-urusan tanah pusaka itu, tetapi atas perintah ayah beliau dan guna menggembirakan serta menghibur sang ayah yang sudah lanjut usia itu, beliau dengan giat menjalankan perkara-perkara tersebut tanpa memperhatikan menang kalahnya.
Walau pun Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. menjalankan perkara-perkara tu sekedar untuk membantu ayah beliau, namun hati beliau tetap terkat dalam kecintaan Ilahi. Misi beliau adalah : "Tangan bekerja, hati tertumpu pada Sang Kekasih." Setiap selesai urusan perkara-perkara itu beliau langsung kembali tenggelam dalam ibadah dan zikir Ilahi. Selama bepergian untuk perkara-perkara tersebut, tidak ada satu shalat pun yang tidak beliau kerjakan pada waktunya. Bahkan ketika pengadilan sedang berlangsung, shalat tetap tidak beliau lewatkan dari waktunya.
Sekali peristiwa, beliau pergi ke pengadilan untuk suatu urusan perkara yang sangat penting dan dapat mempengaruhi perkara-perkara lainnya. Waktu itu hakim sedang memeriksa perkara lain, maka perkara beliau lambat diperiksa. Sementara menunggu giliran perkara beliau, waktu shalat sudah mulai sempit, maka setelah berwudhu beliau langsung shalat di bawah pohon, dengan menyerahkan perkara itu kepada Allah Ta’ala. Ketika beliau sedang shalat, hakim memanggil nama beliau, tetapi beliau dengan tenang terus saja mengerjakan shalat beliau dan sama sekali tidak peduli pada hal-hal lain. Menurut peraturan pengadilan, dalam suatu perkara kalau satu pihak tidak hadir bila dipanggil, maka perkara itu akan diputuskan dengan memenangkan pihak yang lain. Maka setelah shalat, beliau menganggap tentu perkara beliau telah dikalahkan, dan beliau menuju ke ruang pengadilan untuk mendapatkan kabar tentang keputusan perkara tersebut. Kepala pengadilan disitu adalah seorang Inggris. Setelah memeriksa berkas-berkas perkara tersebut, kepala pengadilan itu ternyata telah memutuskan perkara tersebut dengan kemenangan di pihak Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad..
Demikianlah Allah Ta’ala menolong beliau. Dapat dikatakan bahwa beliau menjalankan tugas itu seperti dipaksakan mengerjakan hal-hal yang tidak beliau sukai. Padahal perkara-perkara itu akan bermanfaat bagi di beliau . Sebab dengan terpeliharanya harta pusaka sang ayah, berarti terpelihara pula harta pusaka bagi diri beliau sendiri, karena beliau akan mewarisinya. meskipun beliau cukup cerdas dan cerdik, beliau tetap tidak suka perkara-perkara demikian. Hal itu membuktikan bahwa beliau sangat tidak menyukai keduniawian dan hanya bertujuan kepada Allah Ta’ala semata.
Rajin Bekerja
Sekali pun beliau tidak menyukai keduniaan, beliau sama sekali bukan orang yang malas. Justru beliau sangat rajin dan suka bekerja keras. Beliau suka menyepi dan menyendiri, tetapi sedikitpun tidak berarti menjauhkan diri dari kerja keras. Kadangkala bila bepergian, Khadim disuruh menunggang kuda ke depan lebih dulu dan beliau sendiri jalan kaki sampai lebih dari 20 pal hingga ke tujuan. Jarang sekali beliau memakai kendaraan, bahkan sering pergi dengan berjalan kaki saja. Sampai akhir hayat pun beliau biasa berjalan kaki demikian. Walau usia telah lebih 70 tahun dan beliau sering sakit keras, namun hampir tiap hari beliau berjalan kaki empat sampai lima pal. Bahkan kadang-kadang sampai tujuh pal. Sebelum beliau terlalu tua, kadang-kadang sebelum Subuh beliau berangkat dari rumah ddi Qadian untuk berjalan kaki dan setelah sampai di kampung Wadulah yang terletak lima setengah pal dari Qadian barulah masuk waktu untuk shalat Subuh.
Kewafatan Sang Ayah & Ilham Pertama
Pada tahun 1876 Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad berusia kurang lebih 40 tahun ketika ayah beliau sakit, dan penyakitnya tidaklah begitu berbahaya. Tetapi Allah Ta’ala menurunkan ilham berikut ini kepada beliau as:
Persumpahan demi Langit yang merupakan sumber takdir, dan demi peristiwa yang akan terjadi setelah tenggelamnya matahari pada hari in3 i.
Beriringan dengan itu kepada beliau diberikan pengertian bahwa ilham ini mengabarkan tentang kewafatan ayah beliau yang akan terjadi setelah Maghrib. Sebelum ilham ini, sudah lama Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. sering mendapat ru'ya shalihah (mimpi yang benar) yang telah sempurna dengan jelas pada waktunya, dan disaksikan pula oleh orang-orang Sikh dan Hindu yang sebagian masih hidup sampai sekarang. Tetapi sebagai ilham, inilah ilham yang pertama beliau terima , dan dengan perantaraan ilham ini Allah Ta’ala dengan cinta-Nya seolah-olah menyatakan behwa : ayahmu di dunia ini akan wafat sekarang, dan mulai hari ini Aku dari Langit akan menjadi ayah bagimu.
Demikianlah ilham pertama yang diterima Hz. Masih Mau'ud as. yang mengabarkan tentang kewafatan sang ayah. Sudah wajar khabar ini membuat hati beliau sedih, bahkan kesedihan itu ditambah dengan kekhawatiran tentang siapa yang akan mengurus penghidupan beliau selanjutnya? Oleh sebab itu Allah Ta’ala memberikan ilham kedua kepada beliau untuk menenteramkan hati beliau. Baiklah, kejadian itu saya terangkan dalam kata-kata Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. sendiri:
"Ketika saya diberi khabar oleh-Nya bahwa ayahanda akan wafat setelah matahari terbenam, sebagai manusia hati saya sangat sedih dan gelisah. Sebagian besar penghidupan kami bergantung pada ayahanda. Sebab beliau biasa mendapat pensiun dan hadiah yang agak besar dari pemerintah, yang tentu akan dihentikan setelah beliau wafat. Maka timbullah di dalam pikiran, apa yang akan terjadi setelah ayahanda wafat? Hati merasa khawatir kalau-kalau dalam hari-hari mendatang kami akan menderita kesusahan dan kesukaran. Semua pikiran ini secepat kilat melewati diri saya, tiba-tiba saya rasakan seperti tidur dan menerima ilham yang kedua ini :
Apakah Allah tidak cukup bagi hamba- Nya?
Dari ilham ini hati saya menjadi teguh, bagai luka parah yang tiba-tiba menjadi sembuh dan pulih karena suatu obat. Setelah mendapat ilham 'Alaysallaahu bikaafin 'abdahu' saya yakin bahwa Allah Ta’ala pasti akan menolong saya. Kemudian saya memanggil seorang warga Hindu penduduk Qadian, bernama Malawa Mal yang hingga kini masih hidup, dan menceritakan semua kejadian itu kepadanya. Lalu saya serahkan tulisan ilham itu kepadanya dan menyuruhnya pergi ke Amritsar minta tolong Hakim Maulvi Muhammadd Syarif Kalanauri untuk mengukirkan ilham tersebut pada sebuah mata cincin berupa stempel (cap). Untuk menyelesaikan urusan ini saya sengaja memilih orang Hindu supaya ia menjadi saksi tentang khabar ghaib itu. Maka cincin cap itu diselesaikan oleh Maulvi tersebut dengan harga 5 rupis, kemudian oleh Malawa Mal diserahkan pada saya."
Cincin itu sampai sekarang ada pada saya (Khalifatul Masih II, penulis buku ini-pen.). Pendek kata, pada hari kewafatan beliau., beberapa jam sebelum Maghrib Allah Ta’ala telah mengabarkan tentang kewafatan ayah beliau. Sesudah itu Allah Ta’ala menenteramkan dan membesarkan hati beliau dengan menerangkan bahwa beliau tidak perlu khawatir, sebab Allah Ta’ala lah yang akan mengatur segala urusan beliau. Pada hari beliau mendapat ilham-iham itu, ayah beliau pun wafat setelah Maghrib, dan mulailah suatu era baru dalam kehidupan beliau
Harta pusaka ayah beliau berupa rumah-rumah, toko dan tanah-tanah terletak di kota Batala, Amritsar, Gurdaspur dan Qadian. Beliau punya saudara seorang lagi, sehingga hanya dua orang saja yang akan mewarisi harta pusaka ayah beliau. Yakni beliau berhak mendapat setengah harta pusaka itu yang akan mencukupi keperluan hidup beliau . Tetapi beliau tidak minta harta benda itu dibagi, melainkan apa saja yang diberi oleh kakak beliau, beliau terima dengan rasa syukur dan senang.
Demikianlah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. menganggap sang kakak sebagai pengganti ayah beliau. Tetapi berhubung sang kakak dinas dan tinggal di Gurdaspur, waktu itu beliau selalu mengalami kesulitan yang berlanjut sampai kewafatan sang kakak. Dapat dikatakan beliau mendapat cobaan yang berat dalam tahun-tahun itu. Namun beliau tetap sabar dan teguh menghadapi cobaan tersebut. Hal ini membuktikan bahwa beliau sangat mulia dan tinggi dalam kerohaniannya.
Walau pun beliau mampunyai hak sama dalam harta pusaka itu, namun melihat sang kakak sangat cenderung pada keduniaan, beliau tidak meminta bagian sendiri dan hanya mencukupkan diri dengan pakaian dan makanan saja. Sang kakak pun, karena cinta dan hormat, menurut perasaannya ingin mencukupi keperluan-keperluan beliau . Tetapi sang kakak lebih mencintai keduniaan, sedangkan beliau sangat tidak menyukai keduniaan. Oleh sebab itu sang kakak menganggap beliau pemalas dan tidak mengenal tuntutan zaman. Malah sang kakak sering mengungkapkan kekesalannya, karena beliau tidak mau memperhatikan urusan-urusan keduniaan.
Sekali peristiwa Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. meminta sedikit uang untuk berlangganan sebuah surat kabar, namun meskipun menguasai harta pusaka beliau sang kakak menolak permintaan itu dengan mengatakannya sebagai pemborosan untuk orang yang tidak mau bekerja dan hanya duduk-duduk saja membaca surat kabar serta buku-buku.
Demikianlah sang kakak tenggelam dalam keduniaan, sehingga tidak mau tahu akan keperluan-keperluan beliau serta tidak mau memberikan perhatian guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Keadaan itu sangat menyusahkan beliau , tetapi hal yang lebih menyusahkan dari itu adalah, sang kakak jarang tinggal di Qadian. Maka pegawai dan pengurus-pengurus hartanyapun mendapat kesempatan untuk lebih menyusahkan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad..
Mujahidah
Dalam masa itu Allah Ta’ala menerangkan kepada beliau bahwa untuk mendapatkan nikmat-nikmat Ilahi perlu melakukan mujahidah juga. Yakni beliau harus berpuasa. Menurut perintah Ilahi ini beliau berpuasa berturut-turut 6 bulan lamanya. Acapkali makanan yang dikirim untuk beliau telah beliau bagikan kepada fakir miskin. Setelah berbuka puasa, bila beliau meminta makanan dari rumah, sering ditolak. Karena itu Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. mencukupkan hanya dengan sedikit air, atau barang lain semacam itu, dan esok harinya berpuasa terus tanpa makan sahur lebih dahulu.
Pendek kata, pada waktu itu beliau dalam keadaaan mujahiidah yang tinggi, dan beliau menjalaninya dengan penuh kesabaran dan keteguhan. Pada waktu yang amat susah sekali pun beliau tidak menunjukkan-- secara langsung ataupun dengan isyarat -- untuk memperoleh bagian dari harta pusaka beliau. Bukan hanya selama hari-hari puasa itu saja, bahkan pada waktu-waktu lainnya pun Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. suka membagikan makanan kepada orang-orang miskin, dan untuk diri sendiri beliau hanya mencukupkan dengan sekerat roti yang tidak lebih dari 50 gram. Kadang-kadang beliau hanya makan kacang-kacangan yang disangrai, sedangkan makanan beliau dibagikan kepada fakir miskin. Maka banyak para fakir miskin suka tinggal dengan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad.. Mereka diperhatikan dan diurus oleh beliau lebih dari keperluan dan kepentingan sendiri -- walau pun beliau sendiri berada dalam kesusahan. Sedangkan kakak beliau hanya bergaul dan bersahabat dengan orang-orang kaya saja.
Tampil di Hadapan Umum
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. mulai mengkhidmati agama Islam dengan mengarang buku yang berisi keterangan-keterangan untuk melawan agama Kristen dan Hindu Ariya. Karangan-karangan beliau diterbitkan juga di surat-surat kabar. Karena karangan-karangan inilah nama Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. populer di masyarakat umum, meski pun beliau sendiri jarang keluar dari ruangan yang kecil dan sunyi itu. Malah para tamu sering beliau terima di dalam mesjid, atau suka berdiam di rumah saja. Pada waktu tu nama Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. telah mulai dikenal dan tersiar, tetapi beliau sendiri tidak tampil di hadapan umum, dan tetap dalam suasana yang sunyi dan terpisah itu.
Ketika Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. tengah menjalankan mujahidah tersebut, Allah Ta’ala sering memberi ilham kepada beliau yang mengandung kabar-kabar ghaib, dan menjadi sempurna pada waktunya. Hal-hal ini menambah keimanan serta keyakinan beliau maupun rekan-rekan beliau yang diantaranya terdapat juga orang-orang Sikh serta Hindu. Mereka amat heran dan takjub melihat kejadian-kejadian itu.
Mula-mula beliau memuat karangan dalam surat-surat kabar saja. Tetapi ketika beliau melihat bahwa musuh Islam menyerang dengan lebih hebat dan orang-orang Islam tidak mampu menjawab serangan-serangan itu, hingga ghairat Islam bergolak di dada beliau Maka berdasarkan ilham dan wahyu Ilahi, beliau bangkit untuk mengarang sebuah buku yang menerangkan perkara-perkara tentang kebenaran agama Islam, yang betul-betul tidak dapat dijawab oleh para musuh Islam untuk selamanya. Tiap-tiap orang Islam dapat mempergunakan keterangan-keterangan itu untuk menjawab segala serangan terhadap Islam. Dengan kemauan dan tujuan itulah beliau mulai mengarang buku yang terkenal dengan nama Barahiyn Ahmadiyah, yang tidak ada bandingannya dari karangan-karangan orang lain.
Ketika sebagian karangan telah selesai, beliau menganjurkan agar dicetak, dan atas pertolongan orang-orang yang sangat gemar dan memuji karangan-karangan beliau, dapatlah tercetak bagian pertama berupa suatu pengumuman dan seruan. Bagian yang pertama itu saja telah menggoncangkan dan menggemparkan seluruh negeri. Walau pun bagian pertama itu hanya berupa pengumuman dan seruan, tetapi di dalamnya diterangkan juga hal-hal tertentu untuk membuktikan kebenaran Islam, yang amat menarik dan mendapat pujian dari para pembaca buku tersebut.
Dalam pengumuman itu Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. mengemukakan suatu syarat, bahwa keindahan-keindahan Islam yang akan beliau terangkan, jika hal demikian dapat dipaparkan oleh seorang pengikut suatu agama lain dalam agamanya, atau setengahnya saja, atau malah seperempatnya saja sekali pun, maka beliau akan menghadiahkan seluruh harta pusaka beliau yang berharga 10.000 rupis kepada orang itu. Inilah pertama kali beliau menggunakan harta pusaka beliau dengan menetapkannya sebagai hadiah demi memaparkan keindahan-keindahan Islam, supaya para pengikut agama lain memberanikan diri tampil melawan Islam, yang akhirnya akan membuktikan keunggulan serta kemenangan Islam.
Bagian pertama buku ini dicetak pada tahun 1880, bagian kedua pada tahun 1881, bagian ketiga tahun 1880 dan bagian keempat pada tahun 1884. Sebelum selesai penulisan seluruh buku ini, Allah Ta’ala telah memberi ilham bahwa beliau akan membela dan menyiarkan Islam dengan cara yang lain lagi. Tetapi apa yang telah ditulis dalam buku tersebut pun cukuplah untuk membukakan mata dunia. Setelah tersiarnya buku itu, lawan mau pun kawan memuji serta yakin akan kecakapan beliau Tidak seorang pun musuh-musuh Islam dapat menyanggah buku itu. Orang-orang Islam sangat bergembira hati dan mulai menganggap beliau sebagai mujaddid, padahal waktu itu beliau belum menda'wakan apa-apa. Para alim ulama pun mengaku kepandaian beliau.
Mlv. Muhammad Hussein Batalwi yang memimpin golongan Ahli-hadiis dan Wahabi -- pemerintah pun waktu itu menghormatinya -- menulis komentar panjang lebar yang memuji buku Barahiyn Ahmadiyah, dan menerangkan bahwa dalam 13 abad sebelumnya, tidak pernah terbit sebuah buku yang membela Islam sedemikian rupa seperti buku tersebut.
Di dalam buku itu Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. juga mencantumkan beberapa ilham yang beliau terima, sebagian diantaranya kami paparkan disini supaya dapat terlihat bukti-bukti kebenarannya :
Seorang nabi telah datang ke dunia, namun dunia tidak menerimanya4
Akan datang kepadamu hadiah-hadiah dari tempat-tempat yang jauh, dan orang-orang banyak akan datang dari tempat-tempat yang jauh5.
Raja-raja akan mencari berkat dari pakaian-pakaianmu6
Ilham-ilham ini telah dicetak dalam Barahiyn Ahmadiyah pada tahun 1884, ketika beliau masih hidup dalam suasana yang sepi dan terpisah dari dunia ramai. Tetapi setelah terbitnya buku itu, nama Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. mulai tersiar ke seluruh India. Banyak pula yang menaruh harapan bahwa pengarang Barahiyn Ahmadiyah akan membela Islam menjawab segala serangan serta tuduhan yang dilontarkan kepada Islam. Dugaan mereka benar, tetapi Allah Ta’ala mengkehendaki agar hal itu sempurna dengan cara lain.
Kejadian-kejadian berikutnya menyatakan bahwa mereka yang tadinya begitu memuliakan serta menghormati beliau ternyata merekalah yang menjadi musuh keras beliau, serta berusaha menjatuhkan beliau Akan tetapi penerimaan diri beliau capai tidaklah bergantung pada pertolongan manusia, melainkan Allah Ta’ala semata lah yang dengan serangan-serangan hebat akan memastikan dan membuktikan hal itu.
Kewafatan Sang Kakak
Pada tahun 1884 kakak Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Mirza Ghulum Qadir yang tidak mempunyai keturunan itu telah wafat. dan beliau pula yang menjadi warisnya. Tetapi untuk menyenangkan hati janda sang kakak, beliau tidak mengambil harta warisnya. Bahkan atas permintaan janda itu, separuh harta waris beliau dipindahkan atas nama Mirza Sultan Ahmad yang telah diangkat sebagai anak pungut oleh janda tersebut.
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. menyatakan dengan jelas, bahwa menurut Islam tidak ada anak angkat. Tetapi untuk menyenangkan dan menolong janda Mirza Ghulam Qadir itu, beliau dengan senang hati telah menyerahkan separuh harta pusakanya. Bagian yang separuh lagi pun tidak segera beliau ambil dan lama dipegang oleh sanak keluarga beliau
Satu setengah tahun setelah kewafatan kakak beliau, berdasakan ilham Ilahi, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. melaksanakan pernikahan kedua di Delhi.
[Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad] Pendahuluan
Kemajuan Jemaat Ahmadiyah yang pesat dan mengagumkan di seluruh dunia menarik serta membangkitkan perhatian umum untuk mempelajari hal ikhwal gerakan yang meluas ini dengan lebih mendalam.
Terutama untuk mengenal keadaan orang yang mendirikan gerakan Ahmadiyah ini. Oleh karena itu saya bermaksud menguraikan secara ringkas dan tegas tentang riwayat hidup pendiri gerakan Ahmadiyah. Supaya, dengan karunia llahi, penjelasan ini akan menjadi petunjuk bagi orang-orang yang mencari kebenaran, dan menggerakkan hati mereka untuk menyelidiki lebih lanjut, serta meratakan jalan bagi orang-orang yang hendak masuk ke dalam kerajaan Ilahi. Amin.
A h m a d
Pendiri Jemaat Ahmadiyah bernama Hazrat Mirza Ghulam Ahmad. Nama beliau yang asli hanyalah Ghulam Ahmad. Mirza melambangkan keturunan Moghul. Kebiasaan beliau adalah suka menggunakan nama Ahmad bagi diri beliau secara ringkas. Maka, waktu menerima baiat dari orang-orang, beliau hanya memakai nama Ahmad. Dalam ilham-ilham , Allah Ta’ala sering memanggil beliau dengan nama Ahmad juga. Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. lahir pada tanggal 13 Februari 1835 M, atau 14 Syawal 1250 H, hari Jumat, pada waktu shalat Subuh, di rumah Mirza Ghulam Murtaza di desa Qadian. Beliau lahir kembar. Yakni beserta beliau lahir pula seorang anak perempuan yang tidak berapa lama kemudian meninggal dunia. Demikianlah sempurna sudah kabar-ghaib yang tertera di dalam kitab-kitab agama Islam bahwa Imam Mahdi akan lahir kembar. Qadian terletak 57 km sebelah Timur kota Lahore, dan 24 km dari kota Amritsar di propinsi Punjab, India.
Keturunan Barlas
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. adalah keturunan Haji Barlas, raja kawasan Qesh, yang merupakan paman Amir Tughlak Temur. Tatkala Amir Temur menyerang Qesh, Haji Barlas sekeluarga terpaksa melarikan diri ke Khorasan dan Samarkand, dan mulai menetap disana. Tetapi pada abad kesepuluh Hijriah atau abad keenambelas masehi, seorang keturunan Haji Barlas, bernama Mirza Hadi Beg beserta 200 orang pengikutnya hijrah dari Khorasan ke India karena beberapa hal, dan tinggal di kawasan sungai Bias dengan mendirikan sebuah perkampungan bernama Islampur, 9 km jauhnya darii sungai tersebut.
Q a d i a n
Mirza Hadi Beg adalah seorang cerdik pandai, karena beliau oleh pemerintah pusat Delhi diangkat sebagai qadhi (hakim) untuk daerah sekelilingnya. Oleh sebab kedudukan beliau sebagai qadhi itulah maka tempat tinggal beliau disebut Islampur Qadhi. lambat laun kata Islampur hilang, tinggal Qadhi saja. Dikarenakan logat daerah setempat, akhirnya disebut sebagai Qadi atau Qadian.
Demikianlah keluarga Barlas tesebut pindah dari Khorasan ke Qadian secara permanen. Selama kerajaan Moghul berkuasa, keluarga inii senantiasa memperoleh kedudukan mulia dan terpandang dalam pemerintahan negara. Setelah kejatuhan kerajaan Moghul, keluarga ini tetap menguasai kawasan 60 pal sekitar Qadian, sebagai kawasan otonomi. Tetapi lambat laun bangsa Sikh mulai berkuasa dan kuat, dan beberapa suku Sikh dari Ramgarhia, setelah bersatu mulai menyerang keluarga ini. Selama itu buyut Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. tetap mempertahankan diri dari serangan musuh. Teapi di zaman kakek beliau, daerah otonomi keluarga ini menjadi sangat lemah, dan hanya terbatas di dalam Qadian saja yang menyerupai benteng dengan tembok pertahanan di sekelilingnya. Daerah-daerah lain telah jatuh ke tangan musuh. Akhirnya bangsa Sikh dapat juga menguasai Qadian dengan jalan mengadakan kontak rahasia dengan beberapa penduduk Qadian, dan semua anggota keluarga ini ditawan oleh bangsa Sikh. Tetapi setelah beberapa hari, keluarga ini diiziinkan meninggalkan Qadian, lalu mereka pergi ke Kesultanan Kapurtala dan menetap disana selama 12 tahun. Setelah itu tibalah zaman kekuasaan Maharaja Ranjit Singh yang berhasil menguasai semua raja kecil, dan beliau mengembalikan sebagian harta benda keluarga tersebut kepada ayah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. yang bekerja dalam tentara Maharaja itu beserta saudara-saudaranya.
Kemudian datanglah bangsa Inggris yang mengalahkan pemerintah Sikh, dan merampas segala kekayaan keluarga ini, kecuali satu daerah Qadian yang amat kecil dibiarkan dalam kepemilikan keluarga tersebut.
Dokumen Tentang Keluarga
Baiklah sekarang kami cantumkan di bawah iini apa yang ditulii oleh Sir Lepel Griffin dalam bukunya The Punjab Chiefs, tentang keluarga Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad :
"Pada tahun 1530, tahun-tahun terakhir pemerintahan kaisar Babar, Hadi Beg, seorang Moghul dari Samarkand , hijrah ke Punjab dan menetap di daerah Gurdaspur. Ia adalah seorang terpelajar serta bijak, dan diangkat oleh pemerintah menjadi qazi atau magistrate untuk 70 kampung di sekitar Qadian. Dialah yang mendirikan Qadian, dan mula-mula dinamainya Islampur Qazi, yang lambat laun berubah menjadi Qadian. Keluarga ini tetap memegang kedudukan dan pangkat yang pantas serta terpandang dalam pemerintahan hingga beberapa turunan. Hanya waktu pemerintahan Sikh keluarga ini jatuh miskin."
"Gul Muhammad dan puteranya yang bernama Ata Muhammad, terus menerus bertempur dengan Ramgarhia serta Kanahaya Misals yang menguasai kawasan-kawasan sekitar Qadian. Akhirnya semua daerah itu lepas dari tangan mereka, dan Ata Muhammad melarikan diri ke Begowal meminta perlindungan pada Sardar Fateh Singh Ahluwalia (buyut kepala suku penguasa kawasan Kapurtala sekarang), dan ia menetap disana selama 12 tahun. Ketika (Maharaja) Ranjit Singh menaklukkan seluruh kawasan Ramgarhia Misal, ia mengundang Ghulam Murtaza kembali ke Qadian dan mengembalikan sebagian warisan kekeyaan nenek moyangnya kepadanya."
"Kemudian Ghulam Murtaza dan saudaranya menjadi tentara Maharaja, dan menjalankan tugas-tugas pentingnya di tapal batas Kashmir serta tempat-tempat lainnya."
"Pada zaman Nao Nihal Singh dan Darbar, Ghulam Murtaza rutin memegang jabatan (di ketentaraan). Pada tahun 1841, ia dikirim ke daerah Mandi dan Kulu beserta Jenderal Ventura. Pada tahun 1843 ia memimpin tentara yang dikirim ke Peshawar dan dalam kerusuhan di Hazarah ia berjasa besar. Dalam pemberontakan tahun 1848, ia tetap setia pada pemerintah dan bersama saudaranya, Ghulam Muhyiddn, ikut membantu pemerintah. Tatkala Bhai Maharaj Singh sedang membawa pasukannya ke Multan untuk menolong Diwan Mul Raj, waktu itu Ghulam Muhyiddin beserta kepala suku lainnya, Langer Khan Sahiwal dan Sahib Khan Tiwana menggerakan orang-orang Islam, dan dengan tentara Misra Sahib Dayal menyerang kaum pemberontak dan mengalahkan mereka secara total; mengusir mereka sampai ke [sungai] Chenab, disana mereka 600 orang mati tenggelam."
"[Ketika Inggris menguasai Punjab], harta benda dan tanah milik keluarga ini dirampas kembali. Hanya satu, pensiun sebesar 700 rupis, dan hak miliik untuk Qadian serta beberapa kampung sekitarnya ditetapkan bagi Ghulam Murtaza serta saudara-saudaranya. Dalam pemberontakan tahun 1857, keluarga ini memainkan peran yang terpuji. Ghulam Murtaza memasukkan banyak orang ke dalam tentara, dan anaknya yang bernama Ghulam Qadir ikut dalam tentara Jendral Nicholson di Trimughat ketika menghancurkan para pemberontak 46 Native Infantry melarikan diri dari Sialkot."
"Jendral Nicholson telah memberikan sebuah surat penghargaan kepada Ghulam Qadir yang menyatakan bahwa dalam tahun 1857 keluarganya di Qadian distrik Gurdaspur betul-betul telah membantu dan setia kepada pemerintah, melebih keluarga-keluarga lain di kawasan itu."1
Ghulam Murtaza adalah seorang tabib yang sangat mahir. Ia wafat pada tahun 1876, dan anaknya Ghulam Qadir senantiasa suka membantu para pejabat pemerintah dan ia mendapat banyak surat penghargaan dari pemerintah. Ghulam Qadir pernah bekerja sebagai superintendant di kantor pemerintah distrik dii Gudaspur. Anaknya meningal waktu kecil, dan ia pungut keponakannya, Sultan Ahmad (putra Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. sendiri-pen), sebagai anak. Ghulam Qadir wafat pada tahun 1883. Mirza Sultan Ahmad pun mulai jadi pegawai pemerintah sebagai asisten wedana, dan sekarang2 menjadi collecteur serta kepala daerah Qadian. Saudara Nizamuddin yang bernama Isamuddin wafat pada tahun 1904, dan waktu pengepungan Delhi, ia menjadi kepala pasukan dalam tentara Hadson Horse, dan bapaknya yang bernama Ghulam Muhyiddin menjabat wedana.
Perlu rasanya disebutkan disini, anak kedua Ghulam Mutaza, bernama Ghulam Ahmad adalah orang yang mendirikan jemaat Ahmadiyah yang mashur ini dalam Islam. beliau lahir pada tahun 1835, dan memperoleh pelajaran serta pendiidikan yang baik. Pada tahun 1891 beliau menda'wakan diri sebagai Imam Mahdi atau Masih Mau'ud menurut agama Islam. Beliau adalah seorang yang pandai dan alim, sehingga perlahan-lahan banyaklah orang yang mengikuti beliau. Dan sekarang Jemaat Ahmadiyah di Punjab serta kawasan-kawasan lainnya di India telah melebihi tiga ratus ribu orang. Mirza Ghulam Ahmad mengarang benyak buku dalam bahasa Arab, Farsi dan Urdu, serta memberikan penjelasan yang benar tentang masalah jihad. Orang-orang berpendapat buku-buku itu sungguh telah menguntungkan orang-orang Islam. Lama beliau mengalami penderitaan karena perlawanan pihak lain. Acapkali beliau diseret ke pengadilan maupun ke dalam perdebatan-perdebatan. Akan tetapi sebelum beliau wafat pada tahun 1908, beliau telah memperoleh kedudukan yang demikian rupa sehingga orang-orang yang menentang pun menghormati beliau.
Pusat golongan ini di Qadian. Disana Anjuman Ahmadiyah telah mendirikan sebuah sekolah dasar dan percetakan yang digunakan untuk menyiarkan ajaran serta berita-berita tentang Jemaat ini. Pengganti Mirza Ghulam Ahmad as. yang pertama adalah Maulvi Nuruddin, yang pernah menjadi tabib terkemuka di Maharaja Kashmir beberapa tahun lamanya.
Keluarga ini mempunyai hak kekuasaan atas seluruh kawasan Qadian dan hak untuk menarik pajak 5 % dari tiga desa yang berdampingan dengan Qadian.
Masa Kanak-kanak
Setelah sejarah ringkas silsilah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad ., baiklah sekarang saya terangkan keadaan beliau dimasa kanak-kanak. Sebagaimana telah dijelaskan, Hz. Ahmad lahir pada tahun 1835 ketika ayah beliau sedang jaya dan gembira karena berhasil mendapatkan kembali tanah-tanah pusaka, serta mempunyai kedudukan yang baik di kerajaan Maharaja Ranjit Singh. Akan tetapi Allah Ta’ala menghendaki supaya Hazrat Ahmad mendapat pendidikan dan pemeliharaan dalam suasana yang lebih menarik perhatian beliau kepada-Nya.
Tiga tahun setelah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. lahir, Maharaja Ranjit Singh meninggal dunia, dan kerajaan Sikh mulai melemah. Kejadian ini mempengaruhi keadaan ayah beliau. Dan ketika seluruh Punjab jatuh ke tangan Inggris, tanah-tanah pusaka dirampas kembali. Meskipun ayah beliau membelanjakan puluhan ribu rupis untuk mengambil kembali tanah-tanah pusaka tersebut, tetap tak berhasil. Dan hal ini sangat menyedihkan hatinya. Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. sendiri telah menerangkan hal itu dalam sebuah buku beliau sbb :
"Ayahanda berduka dan bersedih hati karena kekalahan-kekalahan yang dialaminya dalam perkara-perkara untuk mendapatkan kembali tanah-tanah pusakanya. Beliau telah membelanjakan 70.000 rupis dalam perkara-perkara semacam itu, yang kesemuanya tidak berhasil sedikit pun. Kehilangan semua harta pusaka dari tangan kami yang tidak mungkin diperoleh kembali. Kerugian ini sangat menyedihkan ayahanda, dan beliau menjalani hidupnya dengan penuh duka dan penyesalan yang amat dalam. Melihat keadaan ayahanda demikian, saya mendapat gerakan dan kesempatan untuk mengadakan perubahan suci dan sejati dalam diri saya. Pengalaman yang sedih dan pahit dari kehidupan ayahanda menjadi pelajaran bagi saya untuk mencari kehidupan yang suci dan bersih dari kekotoran dunia. Walaupun ayahanda masih memiliki beberapa kampung dan mendapat hadiah tahunan dari pemerintah serta menerima pula pensiun dari dinasnya, namun kesemuanya itu tidak berarti baginya dibandingkan dengan kejayaannya dahulu. Oleh karena itulah beliau selalu sedih dan berduka. Biasanya ayahanda suka mengatakan: "Usaha dan perjuangannya yang telah aku lakukan untuk dunia yang kotor ini aku sudah menjadi wali atau orang suci."
Demikian pula beliau sering membaca syair-syair yang menyatakan betapa dalam penyesalan hati beliau atas kehidupannya sendiri yang sebagian besar disia-siakannya dalam urusan dunia belaka. Dan hati beliau berhasrat untuk mendapat rahmat serta karunia Allah.
Penyesalan beliau-- karena tidak mengusahakan apa-apa untuk menghadap ke hadirat Ilahi--makin lama semakin bertambah kuat di hati beliau. Dengan sedih beliau sering berkata: "Sayang aku telah merusak hidupku untuk urusan dunia yang sia-sia belaka."
Tulisan tentang keadaan ayah beliau tersebut, sewaktu beliau masih kanak-kanak sampai baligh, menyatakan bahwa Allah Ta’ala telah menciptakan kondisi tertentu sebagai pelajaran dan pendidikan bagi beliau sehingga kecintaan terhadap dunia tidak timbul di hati beliau. Ayah serta kakek beliau pada waktu itu memiliki kedudukan tinggi dan terhormat di masyarakat dunia, dan para pejabat negara sangat hormat serta ta'zim kepada mereka. Tetapi upaya mereka seumur hidup -- untuk merebut kemuliaan dan kekayaan dunia sebagaimana yang mereka inginkan menurut hak keluarga itu -- akhirnya gagal semua. Hal ini menjadi pelajaran bagi seorang yang hatinya suci dari segala kekotoran, bahwasanya dunia ini tidak kekal dan akhirat-lah yang disukai oleh Allah. Maka Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. pun tidak melupakan pelajaran ini sampai wafat. Walau dunia mencoba menarik beliau dengan berbagai cara untuk menyesatkan beliau dari tujuan, beliau tetap tidak pernah tergoda untuk keluar setapak pun dari jalan yang benar.
Pendek kata, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. sewaktu kanak-kanak telah menyaksikan contoh-contoh yang begitu pahit dalam kehidupan ayah beliau, sehingga kemauan untuk dunia telah padam dari sanubari beliau. Ketika masih kecil sekali, segala keinginan dan cita-cita beliau ditujukan pada keridhoan Ilahi.
Tuan Syekh Yaqub Ali, pengarang riiwayat hidup Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad., telah mencantumkan suatu kejadian yang amat menarik. Ketika kecil, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. sering mengatakan kepada seorang anak perempuan yang seumur dengan beliau, "Doakanlah, supaya Allah memberi taufik kepada saya untuk shalat." Perkataan ini menyatakan betapa perasaan suci bergelora dalam sanubari beliau ketika masih kanak-kanak. Dan segala keinginan serta cita-cita beliau hanya ditujukan kepada Allah Ta’ala semata.
Demikianlah pula hal ini menampilkan anggapan beliau ketika kecil bahwa hanya Allah lah yang dapat menyempurnakan segala keinginan dan yang memberi taufik, juga untuk beribadah. Sejak kecil beliau hidup dalam keluarga yang sama sekali condong kepada dunia belaka. Tetapi beliau pada waktu kanak-kanak mempunyai keinginan untuk shalat dan percaya bahwa taufik untuk menyempurnakan keinginan itu hanya Allah lah yang dapat memberikannya.
Hal ini membuktikan bahwa keadan semacam itu tidak mungkin timbul dalam sanubari seseorang selain yang hatinya suci dari sentuhan dunia sama sekali, serta yang ditolong oleh Allah untuk mengadakan suatu perubahan agung dan suci di dunia ini.
Masa-Masa Pendidikan
Kejahilan/kebodohan benar-benar dominan ketika Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. lahir ke dunia ini. Orang-orang umumnya tidak memberikan perhatian pada pelajaran dan pengetahuan sedikitpun. Pada zaman pemerintahan Sikh, jarang terdapat orang yang pandai membaca dan menulis. Sebagian besar orang-orang kaya dan terpandang pun buta huruf. Tetapi karena Allah Ta’ala hendak menggunakan beliau untuk suatu pekerjaan yang sangat agung, maka Dia menanamkan kemauan yang cukup kepada beliau
Berbagai macam hambatan dan keadaan jahiliah zaman itu tidak melalaikan sang ayah dari kewajibannya menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anaknya. Waktu Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. masih kanak-kanak, ayah beliau telah mempekerjakan seorang guru bernama Fazal Ilahi untuk mengajar beliau mengaji Al Quran serta beberapa kitab bahasa Farsi (1841). Setelah berusia 10 tahun, dipanggil lagi seorang guru bernama Fazal Ahmad yang amat baik dan benar-benar beragama (1845). Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. sendiri menuliskan bahwa guru itu mengajar beliau beberapa kitab saraf-nahu (gramatika) bahasa Arab, dengan giat dan penuh kecintaan. Setelah beliau as berusia 17 tahun, ditetapkan seorang guru lain bernama Gul Ali Shah, untuk mengajarkan beberapa kitab nahu dan mantik ( logika). Ilmu ketabihan beliau pelajari dari ayah beliau sendiri yang merupakan seorang tabib mahir dan pandai. Pelajaran semacam ini pada zaman itu terpandang cukup tinggi, namun bila dibandingkan dengan kewajiban yang akan beliau emban, hal itu tidak berarti sedikit pun. Kami telah menyaksikan sendiri orang-orang lain yang ikut belajar bersama beliau dari guru-guru yang sama. Mereka tidak memiliki kepandaian yang luar biasa dan mereka tidak berbeda dengan orang-orang lain yang mendapatkan pelajaran semacam itu. Begitu pun guru-guru yang mengajar beliau bukanlah alim ulama yang tinggi ilmunya, melainkan hanya menguasai beberapa kitab bahasa Arab serta Farsi saja. Pelajaran yang diberikan kepada beliau pada waktu itu sama sekali tidak cukup untuk mempersiapkan beliau terhadap kewajiban yang bakal Allah Ta’ala serahkan kepada beliau
Setelah Masa Pendidikan
Ketika Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. selesai menuntut pelajaran, waktu itu pemerintah Inggris sepenuhnya telah menguasai seluruh Punjab. Dan bahaya pemberontakan pun telah padam. Warga India telah mulai bekerja di pemerintah Inggris untuk mendapakan kedudukan dan kemajuan. Para pemuda dari berbagai keluarga telah mulai bekerja di kantor-kantor pemerintah. Dalam situasi demikian, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. yang sama sekali tidak tertarik pada pekerjaan pertanian -- atas kehendak ayah beliau -- berangkat di kantor Bupati Sialkot. Tetapi sebagian besar waktu beliau digunakan untuk menimba ilmu. Waktu di luar beliau pakai untuk menelaah buku-buku atau mengajar orang lain, berdiskusi tentang agama. Walupun beliau masih muda -- waktu itu berusia 28 tahun -- karena taqwa dan kesucian amal beliau, para orang tua dari golongan Islam maupun Hindu sama-sama menghormati beliau. Pada waktu itu beliau jarang bepergian, justru suka menyendiri dan menyepi.
Para pendeta Kristen pun pada waktu itu mulai menyebarkan agama mereka di Punjab. Sebagian besar orang Islam tidak dapat menjawab serangan-serangan mereka. Tetapi ketika berdiskusi dengan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad., senantiasa saja orang-orang Kristen mengalami kekalahan dan dari antara pendeta Kristen, mereka yang mencintai kebenaran sangat hormat terhadap beliau . Seorang pendeta Kristen bernama Mr. Butler M.A. yang bekerja di Scoth Mission di kota Sialkot, sering bertukar pikiran dengan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad., dan sangat tertarik pada beliau. Tatkala Mr. Butler hendak kembali ke negerinya, ia datang ke kantor kabupaten Sialkot untuk berjumpa dengan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad.. Bupati menanyakan, untuk apa tuan datang ke kantor kami? Dijawab oleh Mr. Butler, bahwa ia datang hanya untuk berjumpa dengan Tuan Mirza Ghulam Ahmad saja. kemudian ia terus pergi ke tempat Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad., dan setelah berbincang-bincang beberapa saat, ia pun pulang.
Ada waktu itu, para pendeta Kristen menganggap kemenangan pemerintah Inggris sebagai kemenangan agama mereka, dan mereka sangat sombong serta karangan-karangan mereka ketika itu menyatakan keinginan mereka untuk memasukkan semua orang Islam ke dalam agama Kristen melalui tangan besi pemerintah. Mereka menggunaan kata-kata yang sangat kotor dan keji terhadap agama Islam dan Nabi Muhammad saw.. Beberapa orang Eropa yang ahli, pernah menyatakan bahwa kemungkinan timbulnya kembali pemberontakan seperti tahun 1857 dapat muncul akibat tulisan-tulisan yang sekeji itu dari kalangan Kristen. Lama sekali para pendeta Kristen berpendirian seolah-olah merekalah yang berkuasa di India, dan bukan pemerintah Inggris. Tetapi akhirnya mereka insyaf juga , bahwa pemeriintah Inggris yang bekuasa di India dan pemerintahan Ratu Victoria tidak ingin mengembangkan agama Kristen dengan tangan besi, dan sama sekali tidak ingin mengganggu agama manapun.
Boleh dikatakan bahwa pergeseran antara orang-orang Islam dan Kristen ketika itu sangat hebat. Para pendeta Kristen suka marah kepada siapa saja yang berani membantah keterangan-keterangan mereka. Meski pun Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. senantiasa menyalahkan keterangan-keterangan Kristen, tetapi pendeta Butler M.A. sangat tertarik pada kesucian, ketaqwaan dan keikhlasan beliau . Sekali pun Mr. Butler mengetahui bahwa ia tidak akan dapat menarik Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. dan malahan ia sendiri yang akan tertarik oleh keterangan-keterangan yang jitu dari Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad., namun ia tidak mampu menjauhkan diri dari beliau . Mr. Butler benar-benar tertarik pada kesucian dan ketaqwaan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. dan ketika hendak pulang ke negerinya, ia menyempatkan waktu untuk berjumpa dengan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. terlebih dahulu.
Behenti Bekerja
Hampir 4 tahun lamanya Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. bekerja di Sialkot dengan memaksakan diri. Namun akhirnya setelah mendapat izin dari sang ayah, beliau minta berhenti dari pekerjaan beliau dan pulang dari Qadian.
Berdasarkan perintah sang ayah, beliau bekerja harus mengikuti perkara-perkara pengadilan tanah pusaka keluarga, namun hati beliau sama sekali tidak tertarik pada hal-hal semacam itu. beliau sangat patuh dan tunduk terhadap perintah orang-tua beliau. Beliau tidak mau membantah perintah sang ayah. padahal beliau sendiri tidak senang terhadap pekerjaan itu. Seringkali setelah kalah dalam suatu perkara beliau pulang dengan air muka yang berseri-seri, sehingga orang-orang menganggap beliau telah menang dalam perkara tersebut. Tatkala beliau menerangkan bahwa beliau kalah dalam perkara itu, orang-orang bertanya, mengapa Tuan begitu gembira? Beliau as menjawab, "Saya telah berupaya tetapi terjadi apa yang telah dikehendaki oleh Allah Ta’ala, dan dengan selesainya perkara ini saya mendapat kelonggaran waktu untuk mengingat Allah Ta’ala."
Itulah masa yang sangat sukar dan ganjil bagi Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad.. Sang ayah menghendaki beliau mengurus tanah-tanahnya atau mencari pekerjaan lain, sedangkan kedua hal itu tidak beliau sukai. Oleh karenanya, sering beliau dicela atau dimarahi, tetapi ketika ibu beliau masiih hidup, sang ibu senantiasa melindungi beliau . Setelah ibu beliau wafat, beliau sering menanggung kemarahan serta celaan dari kakak dan ayah beliau, sebab mereka menganggap beliau tidak suka bekerja untuk penghidupan hanya karena malas.
Ayah beliau sering mengatakan dengan sedih, "Bagaimanakah anakku ini akan memperoleh penghidupannya, dan juga sangat sedih kalau nanti untuk keperluan hidupnya ia memerlukan pemberian kakaknya saja." Melihat Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. siang malam hanya membaca buku saja, sang ayah sering gusar hati, dengan menamakan beliau maulvi (kiai) sang ayah mengatakan: "Dari mana pula maulvi yang satu ini telah muncul di rumah kita ?"
Walau pun begitu, sang ayah sangat terkesan oleh kesucian dan ketakwaan beliau . Apalagi ketika merasakan dan teringat akan kekalahan dalam usaha-usaha duniawinya. Sang ayah gembira juga melihat beliau begitu giat dalam keagamaan dengan mengatakan, "Inilah sebenarnya pekerjaan yang tengah dikerjakan oleh anakku ini." Disebabkan ayah beliau seumur hidup berjuang hanya untuk dunia saja, maka rasa penyesalan sering mempengaruhi Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad.. Tetapi hal itu sama sekali tidak menghalangi beliau dari tujuan yang sebenarnya. Bahkan as. sering membacakan Alquran dan Hadis bagi ayah beliau.
Itulah suatu kondisi yang amat menakjubkan, bapak dan anak asyik dalam suatu tujuan yang berlainan, masing-masing hendak menarik yang lain kepada tujuannya. Sang bapak ingin supaya anaknya menyetujui pendiriannya dan berjuang untuk kehormatan serta kekayaan dunia, tetapi sang anak berkeinginan agar bapaknya lepas dari cengkeraman dunia dan masuk dalam kecintaan Ilahi. Pendek kata, keadaan hari-hari itu tidak dapat digambarkan dalam tulisan. Masing-masing hanya dapat dibayangkan dalam sanubarinya.
Sekali lagi beliau dimintakan untuk menjadi kepala pendidikan di Kesultanan Kapurtala, tetapi itu pun beliau tolak dan lebih suka tnggal di rumah saja, supaya sedapat mungkin menolong sang ayah yang amat sedih itu. Sebagaimana telah dijelaskan, beliau memang tidak menyuka urusan-urusan tanah pusaka itu, tetapi atas perintah ayah beliau dan guna menggembirakan serta menghibur sang ayah yang sudah lanjut usia itu, beliau dengan giat menjalankan perkara-perkara tersebut tanpa memperhatikan menang kalahnya.
Walau pun Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. menjalankan perkara-perkara tu sekedar untuk membantu ayah beliau, namun hati beliau tetap terkat dalam kecintaan Ilahi. Misi beliau adalah : "Tangan bekerja, hati tertumpu pada Sang Kekasih." Setiap selesai urusan perkara-perkara itu beliau langsung kembali tenggelam dalam ibadah dan zikir Ilahi. Selama bepergian untuk perkara-perkara tersebut, tidak ada satu shalat pun yang tidak beliau kerjakan pada waktunya. Bahkan ketika pengadilan sedang berlangsung, shalat tetap tidak beliau lewatkan dari waktunya.
Sekali peristiwa, beliau pergi ke pengadilan untuk suatu urusan perkara yang sangat penting dan dapat mempengaruhi perkara-perkara lainnya. Waktu itu hakim sedang memeriksa perkara lain, maka perkara beliau lambat diperiksa. Sementara menunggu giliran perkara beliau, waktu shalat sudah mulai sempit, maka setelah berwudhu beliau langsung shalat di bawah pohon, dengan menyerahkan perkara itu kepada Allah Ta’ala. Ketika beliau sedang shalat, hakim memanggil nama beliau, tetapi beliau dengan tenang terus saja mengerjakan shalat beliau dan sama sekali tidak peduli pada hal-hal lain. Menurut peraturan pengadilan, dalam suatu perkara kalau satu pihak tidak hadir bila dipanggil, maka perkara itu akan diputuskan dengan memenangkan pihak yang lain. Maka setelah shalat, beliau menganggap tentu perkara beliau telah dikalahkan, dan beliau menuju ke ruang pengadilan untuk mendapatkan kabar tentang keputusan perkara tersebut. Kepala pengadilan disitu adalah seorang Inggris. Setelah memeriksa berkas-berkas perkara tersebut, kepala pengadilan itu ternyata telah memutuskan perkara tersebut dengan kemenangan di pihak Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad..
Demikianlah Allah Ta’ala menolong beliau. Dapat dikatakan bahwa beliau menjalankan tugas itu seperti dipaksakan mengerjakan hal-hal yang tidak beliau sukai. Padahal perkara-perkara itu akan bermanfaat bagi di beliau . Sebab dengan terpeliharanya harta pusaka sang ayah, berarti terpelihara pula harta pusaka bagi diri beliau sendiri, karena beliau akan mewarisinya. meskipun beliau cukup cerdas dan cerdik, beliau tetap tidak suka perkara-perkara demikian. Hal itu membuktikan bahwa beliau sangat tidak menyukai keduniawian dan hanya bertujuan kepada Allah Ta’ala semata.
Rajin Bekerja
Sekali pun beliau tidak menyukai keduniaan, beliau sama sekali bukan orang yang malas. Justru beliau sangat rajin dan suka bekerja keras. Beliau suka menyepi dan menyendiri, tetapi sedikitpun tidak berarti menjauhkan diri dari kerja keras. Kadangkala bila bepergian, Khadim disuruh menunggang kuda ke depan lebih dulu dan beliau sendiri jalan kaki sampai lebih dari 20 pal hingga ke tujuan. Jarang sekali beliau memakai kendaraan, bahkan sering pergi dengan berjalan kaki saja. Sampai akhir hayat pun beliau biasa berjalan kaki demikian. Walau usia telah lebih 70 tahun dan beliau sering sakit keras, namun hampir tiap hari beliau berjalan kaki empat sampai lima pal. Bahkan kadang-kadang sampai tujuh pal. Sebelum beliau terlalu tua, kadang-kadang sebelum Subuh beliau berangkat dari rumah ddi Qadian untuk berjalan kaki dan setelah sampai di kampung Wadulah yang terletak lima setengah pal dari Qadian barulah masuk waktu untuk shalat Subuh.
Kewafatan Sang Ayah & Ilham Pertama
Pada tahun 1876 Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad berusia kurang lebih 40 tahun ketika ayah beliau sakit, dan penyakitnya tidaklah begitu berbahaya. Tetapi Allah Ta’ala menurunkan ilham berikut ini kepada beliau as:
Persumpahan demi Langit yang merupakan sumber takdir, dan demi peristiwa yang akan terjadi setelah tenggelamnya matahari pada hari in3 i.
Beriringan dengan itu kepada beliau diberikan pengertian bahwa ilham ini mengabarkan tentang kewafatan ayah beliau yang akan terjadi setelah Maghrib. Sebelum ilham ini, sudah lama Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. sering mendapat ru'ya shalihah (mimpi yang benar) yang telah sempurna dengan jelas pada waktunya, dan disaksikan pula oleh orang-orang Sikh dan Hindu yang sebagian masih hidup sampai sekarang. Tetapi sebagai ilham, inilah ilham yang pertama beliau terima , dan dengan perantaraan ilham ini Allah Ta’ala dengan cinta-Nya seolah-olah menyatakan behwa : ayahmu di dunia ini akan wafat sekarang, dan mulai hari ini Aku dari Langit akan menjadi ayah bagimu.
Demikianlah ilham pertama yang diterima Hz. Masih Mau'ud as. yang mengabarkan tentang kewafatan sang ayah. Sudah wajar khabar ini membuat hati beliau sedih, bahkan kesedihan itu ditambah dengan kekhawatiran tentang siapa yang akan mengurus penghidupan beliau selanjutnya? Oleh sebab itu Allah Ta’ala memberikan ilham kedua kepada beliau untuk menenteramkan hati beliau. Baiklah, kejadian itu saya terangkan dalam kata-kata Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. sendiri:
"Ketika saya diberi khabar oleh-Nya bahwa ayahanda akan wafat setelah matahari terbenam, sebagai manusia hati saya sangat sedih dan gelisah. Sebagian besar penghidupan kami bergantung pada ayahanda. Sebab beliau biasa mendapat pensiun dan hadiah yang agak besar dari pemerintah, yang tentu akan dihentikan setelah beliau wafat. Maka timbullah di dalam pikiran, apa yang akan terjadi setelah ayahanda wafat? Hati merasa khawatir kalau-kalau dalam hari-hari mendatang kami akan menderita kesusahan dan kesukaran. Semua pikiran ini secepat kilat melewati diri saya, tiba-tiba saya rasakan seperti tidur dan menerima ilham yang kedua ini :
Apakah Allah tidak cukup bagi hamba- Nya?
Dari ilham ini hati saya menjadi teguh, bagai luka parah yang tiba-tiba menjadi sembuh dan pulih karena suatu obat. Setelah mendapat ilham 'Alaysallaahu bikaafin 'abdahu' saya yakin bahwa Allah Ta’ala pasti akan menolong saya. Kemudian saya memanggil seorang warga Hindu penduduk Qadian, bernama Malawa Mal yang hingga kini masih hidup, dan menceritakan semua kejadian itu kepadanya. Lalu saya serahkan tulisan ilham itu kepadanya dan menyuruhnya pergi ke Amritsar minta tolong Hakim Maulvi Muhammadd Syarif Kalanauri untuk mengukirkan ilham tersebut pada sebuah mata cincin berupa stempel (cap). Untuk menyelesaikan urusan ini saya sengaja memilih orang Hindu supaya ia menjadi saksi tentang khabar ghaib itu. Maka cincin cap itu diselesaikan oleh Maulvi tersebut dengan harga 5 rupis, kemudian oleh Malawa Mal diserahkan pada saya."
Cincin itu sampai sekarang ada pada saya (Khalifatul Masih II, penulis buku ini-pen.). Pendek kata, pada hari kewafatan beliau., beberapa jam sebelum Maghrib Allah Ta’ala telah mengabarkan tentang kewafatan ayah beliau. Sesudah itu Allah Ta’ala menenteramkan dan membesarkan hati beliau dengan menerangkan bahwa beliau tidak perlu khawatir, sebab Allah Ta’ala lah yang akan mengatur segala urusan beliau. Pada hari beliau mendapat ilham-iham itu, ayah beliau pun wafat setelah Maghrib, dan mulailah suatu era baru dalam kehidupan beliau
Harta pusaka ayah beliau berupa rumah-rumah, toko dan tanah-tanah terletak di kota Batala, Amritsar, Gurdaspur dan Qadian. Beliau punya saudara seorang lagi, sehingga hanya dua orang saja yang akan mewarisi harta pusaka ayah beliau. Yakni beliau berhak mendapat setengah harta pusaka itu yang akan mencukupi keperluan hidup beliau . Tetapi beliau tidak minta harta benda itu dibagi, melainkan apa saja yang diberi oleh kakak beliau, beliau terima dengan rasa syukur dan senang.
Demikianlah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. menganggap sang kakak sebagai pengganti ayah beliau. Tetapi berhubung sang kakak dinas dan tinggal di Gurdaspur, waktu itu beliau selalu mengalami kesulitan yang berlanjut sampai kewafatan sang kakak. Dapat dikatakan beliau mendapat cobaan yang berat dalam tahun-tahun itu. Namun beliau tetap sabar dan teguh menghadapi cobaan tersebut. Hal ini membuktikan bahwa beliau sangat mulia dan tinggi dalam kerohaniannya.
Walau pun beliau mampunyai hak sama dalam harta pusaka itu, namun melihat sang kakak sangat cenderung pada keduniaan, beliau tidak meminta bagian sendiri dan hanya mencukupkan diri dengan pakaian dan makanan saja. Sang kakak pun, karena cinta dan hormat, menurut perasaannya ingin mencukupi keperluan-keperluan beliau . Tetapi sang kakak lebih mencintai keduniaan, sedangkan beliau sangat tidak menyukai keduniaan. Oleh sebab itu sang kakak menganggap beliau pemalas dan tidak mengenal tuntutan zaman. Malah sang kakak sering mengungkapkan kekesalannya, karena beliau tidak mau memperhatikan urusan-urusan keduniaan.
Sekali peristiwa Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. meminta sedikit uang untuk berlangganan sebuah surat kabar, namun meskipun menguasai harta pusaka beliau sang kakak menolak permintaan itu dengan mengatakannya sebagai pemborosan untuk orang yang tidak mau bekerja dan hanya duduk-duduk saja membaca surat kabar serta buku-buku.
Demikianlah sang kakak tenggelam dalam keduniaan, sehingga tidak mau tahu akan keperluan-keperluan beliau serta tidak mau memberikan perhatian guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Keadaan itu sangat menyusahkan beliau , tetapi hal yang lebih menyusahkan dari itu adalah, sang kakak jarang tinggal di Qadian. Maka pegawai dan pengurus-pengurus hartanyapun mendapat kesempatan untuk lebih menyusahkan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad..
Mujahidah
Dalam masa itu Allah Ta’ala menerangkan kepada beliau bahwa untuk mendapatkan nikmat-nikmat Ilahi perlu melakukan mujahidah juga. Yakni beliau harus berpuasa. Menurut perintah Ilahi ini beliau berpuasa berturut-turut 6 bulan lamanya. Acapkali makanan yang dikirim untuk beliau telah beliau bagikan kepada fakir miskin. Setelah berbuka puasa, bila beliau meminta makanan dari rumah, sering ditolak. Karena itu Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. mencukupkan hanya dengan sedikit air, atau barang lain semacam itu, dan esok harinya berpuasa terus tanpa makan sahur lebih dahulu.
Pendek kata, pada waktu itu beliau dalam keadaaan mujahiidah yang tinggi, dan beliau menjalaninya dengan penuh kesabaran dan keteguhan. Pada waktu yang amat susah sekali pun beliau tidak menunjukkan-- secara langsung ataupun dengan isyarat -- untuk memperoleh bagian dari harta pusaka beliau. Bukan hanya selama hari-hari puasa itu saja, bahkan pada waktu-waktu lainnya pun Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. suka membagikan makanan kepada orang-orang miskin, dan untuk diri sendiri beliau hanya mencukupkan dengan sekerat roti yang tidak lebih dari 50 gram. Kadang-kadang beliau hanya makan kacang-kacangan yang disangrai, sedangkan makanan beliau dibagikan kepada fakir miskin. Maka banyak para fakir miskin suka tinggal dengan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad.. Mereka diperhatikan dan diurus oleh beliau lebih dari keperluan dan kepentingan sendiri -- walau pun beliau sendiri berada dalam kesusahan. Sedangkan kakak beliau hanya bergaul dan bersahabat dengan orang-orang kaya saja.
Tampil di Hadapan Umum
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. mulai mengkhidmati agama Islam dengan mengarang buku yang berisi keterangan-keterangan untuk melawan agama Kristen dan Hindu Ariya. Karangan-karangan beliau diterbitkan juga di surat-surat kabar. Karena karangan-karangan inilah nama Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. populer di masyarakat umum, meski pun beliau sendiri jarang keluar dari ruangan yang kecil dan sunyi itu. Malah para tamu sering beliau terima di dalam mesjid, atau suka berdiam di rumah saja. Pada waktu tu nama Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. telah mulai dikenal dan tersiar, tetapi beliau sendiri tidak tampil di hadapan umum, dan tetap dalam suasana yang sunyi dan terpisah itu.
Ketika Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. tengah menjalankan mujahidah tersebut, Allah Ta’ala sering memberi ilham kepada beliau yang mengandung kabar-kabar ghaib, dan menjadi sempurna pada waktunya. Hal-hal ini menambah keimanan serta keyakinan beliau maupun rekan-rekan beliau yang diantaranya terdapat juga orang-orang Sikh serta Hindu. Mereka amat heran dan takjub melihat kejadian-kejadian itu.
Mula-mula beliau memuat karangan dalam surat-surat kabar saja. Tetapi ketika beliau melihat bahwa musuh Islam menyerang dengan lebih hebat dan orang-orang Islam tidak mampu menjawab serangan-serangan itu, hingga ghairat Islam bergolak di dada beliau Maka berdasarkan ilham dan wahyu Ilahi, beliau bangkit untuk mengarang sebuah buku yang menerangkan perkara-perkara tentang kebenaran agama Islam, yang betul-betul tidak dapat dijawab oleh para musuh Islam untuk selamanya. Tiap-tiap orang Islam dapat mempergunakan keterangan-keterangan itu untuk menjawab segala serangan terhadap Islam. Dengan kemauan dan tujuan itulah beliau mulai mengarang buku yang terkenal dengan nama Barahiyn Ahmadiyah, yang tidak ada bandingannya dari karangan-karangan orang lain.
Ketika sebagian karangan telah selesai, beliau menganjurkan agar dicetak, dan atas pertolongan orang-orang yang sangat gemar dan memuji karangan-karangan beliau, dapatlah tercetak bagian pertama berupa suatu pengumuman dan seruan. Bagian yang pertama itu saja telah menggoncangkan dan menggemparkan seluruh negeri. Walau pun bagian pertama itu hanya berupa pengumuman dan seruan, tetapi di dalamnya diterangkan juga hal-hal tertentu untuk membuktikan kebenaran Islam, yang amat menarik dan mendapat pujian dari para pembaca buku tersebut.
Dalam pengumuman itu Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. mengemukakan suatu syarat, bahwa keindahan-keindahan Islam yang akan beliau terangkan, jika hal demikian dapat dipaparkan oleh seorang pengikut suatu agama lain dalam agamanya, atau setengahnya saja, atau malah seperempatnya saja sekali pun, maka beliau akan menghadiahkan seluruh harta pusaka beliau yang berharga 10.000 rupis kepada orang itu. Inilah pertama kali beliau menggunakan harta pusaka beliau dengan menetapkannya sebagai hadiah demi memaparkan keindahan-keindahan Islam, supaya para pengikut agama lain memberanikan diri tampil melawan Islam, yang akhirnya akan membuktikan keunggulan serta kemenangan Islam.
Bagian pertama buku ini dicetak pada tahun 1880, bagian kedua pada tahun 1881, bagian ketiga tahun 1880 dan bagian keempat pada tahun 1884. Sebelum selesai penulisan seluruh buku ini, Allah Ta’ala telah memberi ilham bahwa beliau akan membela dan menyiarkan Islam dengan cara yang lain lagi. Tetapi apa yang telah ditulis dalam buku tersebut pun cukuplah untuk membukakan mata dunia. Setelah tersiarnya buku itu, lawan mau pun kawan memuji serta yakin akan kecakapan beliau Tidak seorang pun musuh-musuh Islam dapat menyanggah buku itu. Orang-orang Islam sangat bergembira hati dan mulai menganggap beliau sebagai mujaddid, padahal waktu itu beliau belum menda'wakan apa-apa. Para alim ulama pun mengaku kepandaian beliau.
Mlv. Muhammad Hussein Batalwi yang memimpin golongan Ahli-hadiis dan Wahabi -- pemerintah pun waktu itu menghormatinya -- menulis komentar panjang lebar yang memuji buku Barahiyn Ahmadiyah, dan menerangkan bahwa dalam 13 abad sebelumnya, tidak pernah terbit sebuah buku yang membela Islam sedemikian rupa seperti buku tersebut.
Di dalam buku itu Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. juga mencantumkan beberapa ilham yang beliau terima, sebagian diantaranya kami paparkan disini supaya dapat terlihat bukti-bukti kebenarannya :
Seorang nabi telah datang ke dunia, namun dunia tidak menerimanya4
Akan datang kepadamu hadiah-hadiah dari tempat-tempat yang jauh, dan orang-orang banyak akan datang dari tempat-tempat yang jauh5.
Raja-raja akan mencari berkat dari pakaian-pakaianmu6
Ilham-ilham ini telah dicetak dalam Barahiyn Ahmadiyah pada tahun 1884, ketika beliau masih hidup dalam suasana yang sepi dan terpisah dari dunia ramai. Tetapi setelah terbitnya buku itu, nama Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. mulai tersiar ke seluruh India. Banyak pula yang menaruh harapan bahwa pengarang Barahiyn Ahmadiyah akan membela Islam menjawab segala serangan serta tuduhan yang dilontarkan kepada Islam. Dugaan mereka benar, tetapi Allah Ta’ala mengkehendaki agar hal itu sempurna dengan cara lain.
Kejadian-kejadian berikutnya menyatakan bahwa mereka yang tadinya begitu memuliakan serta menghormati beliau ternyata merekalah yang menjadi musuh keras beliau, serta berusaha menjatuhkan beliau Akan tetapi penerimaan diri beliau capai tidaklah bergantung pada pertolongan manusia, melainkan Allah Ta’ala semata lah yang dengan serangan-serangan hebat akan memastikan dan membuktikan hal itu.
Kewafatan Sang Kakak
Pada tahun 1884 kakak Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Mirza Ghulum Qadir yang tidak mempunyai keturunan itu telah wafat. dan beliau pula yang menjadi warisnya. Tetapi untuk menyenangkan hati janda sang kakak, beliau tidak mengambil harta warisnya. Bahkan atas permintaan janda itu, separuh harta waris beliau dipindahkan atas nama Mirza Sultan Ahmad yang telah diangkat sebagai anak pungut oleh janda tersebut.
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. menyatakan dengan jelas, bahwa menurut Islam tidak ada anak angkat. Tetapi untuk menyenangkan dan menolong janda Mirza Ghulam Qadir itu, beliau dengan senang hati telah menyerahkan separuh harta pusakanya. Bagian yang separuh lagi pun tidak segera beliau ambil dan lama dipegang oleh sanak keluarga beliau
Satu setengah tahun setelah kewafatan kakak beliau, berdasakan ilham Ilahi, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. melaksanakan pernikahan kedua di Delhi.
Jemaat Ahmadiyah Dalam Islam
Jemaat Ahmadiyah Dalam Islam
Pergerakan Jemaat Ahmadiyah dalam Islam adalah suatu organisasi keagamaan dengan ruang lingkup internasional yang memiliki cabang di 174 negara tersebar di Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, Australasia dan Eropa. Saat ini jumlah keanggotaannya di seluruh dunia lebih dari 150 juta orang, dan angkanya terus bertambah dari hari ke hari. Jemaah ini adalah golongan Islam yang paling dinamis dalam sejarah era modern. Jemaat Ahmadiyah didirikan tahun 1889 oleh Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) di Qadian, suatu desa kecil di daerah Punjab, India.
Beliau mendakwakan diri sebagai pembaharu (mujadid) yang diharapkan datang di akhir zaman dan beliau adalah Seseorang Yang Ditunggu kedatangannya oleh semua masyarakat beragama (Mahdi dan Al-Masih). Beliau memulai pergerakan ini sebagai perwujudan dari ajaran dan pesan Islam yang sarat dengan kebajikan -- perdamaian, persaudaraan universal dan tunduk patuh pada kehendak-Nya – dalam kemurnian yang sejati. Hz. Ahmad menyatakan bahwa Islam sebagai agama bagi umat manusia : "Agama orang-orang yang berada di jalan yang lurus" (98:6).
Dengan meyakinkan, dalam satu abad Jemaat Ahmadiyah telah menyebar ke sudut-sudut penjuru bumi. Dimanapun Jemaat ini berdiri, berusaha untuk mengerahkan suatu pengaruh yang membangun bagi Islam melalui proyek-proyek sosial, lembaga-lembaga pendidikan, pelayanan kesehatan, penerbitan literatur-literatur Islam dan pembangunan mesjid-mesjid, meskipun sedang mengalami penganiayaan di beberapa negara. Orang-orang Ahmadi Muslim telah mendapat kehormatan dengan menjadi masyarakat yang patuh pada hukum, perdamaian, tekun dan menjunjung tinggi kebajikan.
Gerakan Jemaat Ahmadiyah dalam Islam dilahirkan berdasarkan tuntunan Ilahi dengan tujuan untuk meremajakan moral Islam dan nilai-nilai spiritual. Pergerakan ini mendorong dialog antar agama dan senantiasa membela Islam serta berusaha untuk memperbaiki kesalah-pahaman mengenai Islam di dunia Barat. Gerakan ini menganjurkan perdamaian, toleransi, kasih dan saling pengertian diantara para pengikut agama yang berbeda. Gerakan ini sebenar-benarnya percaya dan bertindak berdasarkan ajaran Al-Quran : "Tidak ada paksaan dalam agama" (2:257) serta menolak kekerasan dan teror dalam bentuk apapun untuk alasan apapun.
Pergerakan ini menawarkan suatu tampilan yang cerah dari nilai-nilai Islami, falsafah, moral dan spiritual yang diperoleh dari Al-Quran Majid dan sunnah Nabi Suci Islam, Muhammad saw. Beberapa orang Ahmadi seperti almarhum Sir Muhammad Zafrullah Khan (Menteri Luar Negeri pertama dari Pakistan; Presiden Majelis Umum U.N.O yang ke 17; Presiden dan Hakim di Mahkamah Internasional di Hague) dan Dr. Abdus Salam (peraih hadiah Nobel Fisika tahun 1979) telah dikenal karena prestasi dan jasa-jasanya oleh masyarakat dunia.
alislam.org
Pergerakan Jemaat Ahmadiyah dalam Islam adalah suatu organisasi keagamaan dengan ruang lingkup internasional yang memiliki cabang di 174 negara tersebar di Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, Australasia dan Eropa. Saat ini jumlah keanggotaannya di seluruh dunia lebih dari 150 juta orang, dan angkanya terus bertambah dari hari ke hari. Jemaah ini adalah golongan Islam yang paling dinamis dalam sejarah era modern. Jemaat Ahmadiyah didirikan tahun 1889 oleh Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) di Qadian, suatu desa kecil di daerah Punjab, India.
Beliau mendakwakan diri sebagai pembaharu (mujadid) yang diharapkan datang di akhir zaman dan beliau adalah Seseorang Yang Ditunggu kedatangannya oleh semua masyarakat beragama (Mahdi dan Al-Masih). Beliau memulai pergerakan ini sebagai perwujudan dari ajaran dan pesan Islam yang sarat dengan kebajikan -- perdamaian, persaudaraan universal dan tunduk patuh pada kehendak-Nya – dalam kemurnian yang sejati. Hz. Ahmad menyatakan bahwa Islam sebagai agama bagi umat manusia : "Agama orang-orang yang berada di jalan yang lurus" (98:6).
Dengan meyakinkan, dalam satu abad Jemaat Ahmadiyah telah menyebar ke sudut-sudut penjuru bumi. Dimanapun Jemaat ini berdiri, berusaha untuk mengerahkan suatu pengaruh yang membangun bagi Islam melalui proyek-proyek sosial, lembaga-lembaga pendidikan, pelayanan kesehatan, penerbitan literatur-literatur Islam dan pembangunan mesjid-mesjid, meskipun sedang mengalami penganiayaan di beberapa negara. Orang-orang Ahmadi Muslim telah mendapat kehormatan dengan menjadi masyarakat yang patuh pada hukum, perdamaian, tekun dan menjunjung tinggi kebajikan.
Gerakan Jemaat Ahmadiyah dalam Islam dilahirkan berdasarkan tuntunan Ilahi dengan tujuan untuk meremajakan moral Islam dan nilai-nilai spiritual. Pergerakan ini mendorong dialog antar agama dan senantiasa membela Islam serta berusaha untuk memperbaiki kesalah-pahaman mengenai Islam di dunia Barat. Gerakan ini menganjurkan perdamaian, toleransi, kasih dan saling pengertian diantara para pengikut agama yang berbeda. Gerakan ini sebenar-benarnya percaya dan bertindak berdasarkan ajaran Al-Quran : "Tidak ada paksaan dalam agama" (2:257) serta menolak kekerasan dan teror dalam bentuk apapun untuk alasan apapun.
Pergerakan ini menawarkan suatu tampilan yang cerah dari nilai-nilai Islami, falsafah, moral dan spiritual yang diperoleh dari Al-Quran Majid dan sunnah Nabi Suci Islam, Muhammad saw. Beberapa orang Ahmadi seperti almarhum Sir Muhammad Zafrullah Khan (Menteri Luar Negeri pertama dari Pakistan; Presiden Majelis Umum U.N.O yang ke 17; Presiden dan Hakim di Mahkamah Internasional di Hague) dan Dr. Abdus Salam (peraih hadiah Nobel Fisika tahun 1979) telah dikenal karena prestasi dan jasa-jasanya oleh masyarakat dunia.
alislam.org
GERAKAN AHMADIYAH INDONESIA
GERAKAN AHMADIYAH INDONESIA
Penegak Akidah Khatamun-Nabiyyin
Allah SWT bersabda:
Allah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan berbuat baik, bahwa Ia pasti akan membuat mereka penguasa (khalifah) di bumi sebagaimana Ia telah membuat orang-orang sebelum mereka menjadi penguasa (khalifah), dan bahwa Ia akan menegakkan bagi mereka agama mereka yang telah Ia pilih, dan bahwa Ia akan memberi keamanan sebagai pengganti setelah mereka menderita ketakutan. Mereka akan mengabdi kepada-Ku, dan tak akan menyekutukan Aku dengan apapun. Dan barang siapa sesudah itu tidak bersyukur, mereka adalah orang-orang durhaka
(QS 24:55)
Nabi Suci Muhammad saw bersabda:
”Sesungguhnya Allah akan membangkitkan untuk umat ini pada permulaan tiap-tiap abad orang yang akan memperbaharui baginya agamanya”
(HR Abi Daud)
Ahmadiyah: Gerakan Pembaharuan Islam
Menurut ayat suci di atas Allah berjanji akan menjadikan umat Islam sebagai penguasa (khalifah) dimuka bumi, yang pemenuhan janji itu pasca Nabi Suci dibangkitkannya Khalifah ruhani atau Mujaddid pada permulaan tiap-tiap abad Mujaddid adalah orang yang memperbaharui agama Islam. Pembaharuan (tajdid) adalah dinamisasi (iman) purifikasi (akidah dan ibadah) dan reinterpretasi Quran Suci sesuai dengan tuntutan zaman. Berkat tajdid Islam selaras dengan fitrah manusia sebagaimana diajarkan oleh Quran Suci dan Sunnah Nabi. Pembaharuan para mujaddid itulah yang disebut Gerakan Pembaharuan Dalam Islam. Pada akhir zaman ini Gerakan itu bernama Ahmadiyah. Jadi Ahmadiyah adalah Gerakan Pembaharuan Dalam Islam.
Ahmadiyah didirikan oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad Alqadiani, Mujaddid abad ke-14 Hijriyah yang bergelar Almasih dan Mahdi, berdasarkan ilham dari Allah SWT. Yang beliau terima pada tanggal 1 Desember 1888 sekarang Ahmadiyah telah tersebar di seluruh dunia.
Ahmadiyah berjuang hanya untuk membela dan menyiarkan Islam diakhir zaman ini melalui lima cabang kegiatan dakwah Islam yang telah digariskan oleh Mujaddid dalam kitab Fathi Islam (1893), yaitu: (1) Menyusun karangan-karangan atau buku-buku dan menerbitkannya. (2) Menyiarkan brosur-brosur dan maklumat-maklumat yang dilanjutkan dengan pembahasan dan diskusi, (3) Komunikasi langsung dengan kunjung-mengunjung, mengadakan ceramah-ceramah dan majelis taklim, (4) Korespondensi dengan mereka yang mencari atau menolak kebenaran Islam, dan (5) Beat.
Dua Golongan Ahmadiyah
Setelah pendiri Gerakan Ahmadiyah wafat (26 Mei 1908), Gerakan Ahmadiyah dipimpin oleh Shadr Anjuman Ahmadiyah yang diketuai oleh Maulvi Hakim Nuruddin. Setelah beliau wafat pada tanggal 13 Maret 1914, Shadr Anjuman Ahmadiyah dipimpin oleh Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, putera pendiri Gerakan Ahmadiyah. Beberapa saat setelah ia terpilih, timbullah perbedaan pendapat yang penting dan mendasar. Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad berpendapat bahwa : (1) Masih Mau’ud itu betul-betul Nabi, (2) beliau itu ialah Ahmad yang diramalkan dalam Qur’an Suci 61:6, dan (3) semua orang Islam yang tidak berbeat kepadanya, sekalipun tidak mendengar nama beliau, hukumnya tetap kafir dan keluar dari Islam (Ainai Sadaqat, hal. 35). Jadi menurut Basyruddin Mahmud Ahmad, Nabi Suci Muhammad saw. bukanlah Nabi terakhir, padahal H.M. Ghulam Ahmad mengajarkan bahwa Nabi Suci Muhammad saw adalah Nabi terakhir, sesudah beliau tak ada Nabi lagi, baik Nabi lama ataupun Nabi baru (Ayyamus-Shulh, hlm.74).
Pendapat Basyuruddin Mahmud Ahmad yang bertentangan dengan ajaran Imam Zaman tersebut yang menyebabkan terjadinya perpecahan dalam Ahmadiyah. Mereka yang setuju terhadap pendapat yang menyimpang dari ajaran Pendiri Ahmadiyah tersebut tergabung dalam Jemaat Ahmadiyah, yang dikenal sebagai Ahmadiyah Qadian, karena pusatnya di Qadian, India, tetapi setelah Pakistan dan India merdeka pindah ke Rabwah, Pakistan yang kemudian pasca 1984 Khalifahnya berada di Inggris. Pemimpin jemaat Ahmadiyah disebut Khalifah. Lengkapnya Khalifatul-Masih.
Sedangkan mereka yang tak setuju terhadap pendapat tersebut alias yang mempertahankan akidah Pendiri Ahmadiyah, tergabung dalam Ahmadiyah Anjuman Isya’ati Islam yang berpusat di Lahore dan dikenal sebagai Ahmadiyah Lahore yang pada saat itu dipimpin oleh Maulana Muhammad Ali, M.A., LL.B., sekretaris Almarhum Hazrat Mirza Ghulam Ahmad. Pemimpinnya disebut Amir (Presiden). Menurut Ahmadiyah Lahore, Hazrat Mirza Ghulam Ahmad bukanlah Nabi, dia adalah seorang Mujaddid. Ahmad, dalam Alquran 61:6 adalah Nabi Suci Muhammad saw. dan kaum Muslimin yang tidak beat kepada beliau tidaklah kafir.
Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI)
Faham Ahmadiyah Anjuman Isya’ati Islam atau Ahmadiyah Lahore masuk ke Indonesia pada tahun 1924 dengan perantaraan dua mubaligh, Mirza Wali Ahmad Baig dalam Maulana Ahmad. Berkat rahmat Allah, pada tanggal 10 Desember 1928 Gerakan Ahmadiyah Indonesia (sentrum Lahore) didirikan oleh Bapak R.Ng.H. Minhajurrahman Djajasugita dkk, yang mendapat Badan Hukum Nomor I x tanggal 30 April 1930.
GAI adalah Gerakan yang mandiri tak ada hubungan organisatoris dengan organisasi manapun di dunia ini, termasuk dengan Ahmadiyah Anjuman Isya’ati Islam (Ahmadiyah Gerakan Penyiaran Islam) Lahore. Hubungannya hanyalah secara spiritual saja.
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan, yang mewajibkan organisasi kemasyarakatan berasaskan Pancasila, maka GAI juga berasaskan Pancasila. Anggaran Dasar GAI telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Tanggal 28 November 1986 Nomor 95 Lampiran Nomor 35. Dan pula telah termasuk dalam Daftar Organisasi Kemasyarakatan Lingkup Nasional yang terdaftar di Depdagri (lihat: SUARA KARYA Tanggal 9 Agustus 1994), Hal. VIII, pada : D. AGAMA, 10).
Dalam melaksanakan aktivitas dakwahnya, GAI telah menerbitkan seratusan judul buku-buku agama dalam bahasa Belanda, Jawa dan Indonesia serta lembaga pendidikan formal bernama Yayasan Perguruan Islam Republik Indonesia (PIRI) di Yogyakarta dan di berbagai daerah, yang menyelenggarakan pendidikan (sekolah) mulai tingkat Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi.
Akidah Ahmadiyah Indonesia (GAI)
Sebagai Gerakan Pembaharuan Dalam Islam, Ahmadiyah (Lahore) tidak menyimpang dari Quran Suci dan Sunnah Nabi, baik dibidang akidah maupun syariah. Secara rinci Akidah Ahmadiyah telah dirumuskan oleh Maulana Muhammad Ali, M.A., LL.B., dalam bukunya Albayanu fir-ruju’ilal-qur’an (1930:33-35) sebagai berikut:
1.
Kita percaya dengan yakin akan Keesaan Allah dan Kenabian Nabi Suci Muhammad saw.
2.
Kita percaya dengan yakin bahwa Nabi Muhammad saw. adalah Nabi terakhir dan yang terbesar diantara sekalian Nabi. Dengan datangnya beliau, agama telah disempurnakan oleh Allah. Oleh sebab itu sepeninggal beliau tak akan ada Nabi lagi yang diutus, akan tetapi pada tiap-tiap permulaan abad akan diutus Mujaddid (Pembaharu), untuk melayani dan menegakkan Islam.
3.
Kita percaya dengan yakin bahwa Quran Suci adalah firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Suci Muhammad saw. Tak ada satu pun ayat yang harus dihapus (mansukh) dan ayat-ayatnya tetap murni untuk selama-lamanya. Sampai hari Qiyamat Quran menjadi pedoman petunjuk bagi kaum Muslimin.
4.
Kita mengakui bahwa Hazrat Mirza Ghulam Ahmad adalah Mujaddid abad 14 Hijriyah. Beliau bukan Nabi dan tak pernah mengaku Nabi.
5.
Kita percaya bahwa Allah kerap kali mewahyukan sabda-Nya kepada orang-orang suci yang dipilih oleh Allah di antara kaum Muslimin, meskipun mereka bukan Nabi. Orang-orang semacam ini disebut Mujaddid atau Muhaddats, artinya orang yang diberi sabda Allah. Anugerah semacam itu acapkali disebut Zillun-Nubuwah, artinya bayang-bayang kenabian. Sebagaimana kata Zilullah, demikian pula kata Zillun-Nabi atau bayang-bayang Nabi, ini bukan berarti Nabi yang sungguh-sungguh.
6.
Barang siapa mengucapkan kalimah syahdat, Asyhadu alla ilaha illallah, wa-asyhadu anna Muhammadarrasulullah, dan percaya akan arti dan maksudnya, maka ia adalah orang Islam, bukan orang kafir.
7.
Kita menghormati dan memuliakan para sahabat, para Wali dan para Ulama besar Islam. Kita tak membeda-bedakan penghormatan kita terhadap para sahabat, para Wali, para Muhaddats dan para Mujaddid.
8.
Bagi kita, menyebut kafir kepada orang Islam adalah perbuatan yang amat keji. Oleh sebab itu, tak akan bersalat makmum di belakang siapa saja yang menyebut kafir kepada orang Islam; hal ini untuk menunjukkan betapa tak suka kita terhadap perbuatan semacam itu; sikap demikian kita lakukan terhadap siapa saja, baik itu orang Ahmadi atau pun bukan. Sebaliknya, kita mau bersalat makmum di belakang siapa saja yang tak mengafirkan Islam.
9.
Kita mengakui akan benarnya Hadis Nuzulul-Masih atau turunnya al-Masih. Akan tetapi oleh Quran Suci sendiri dengan kata-kata yang terang telah berfirman bahwa Nabi Isa a.s. telah wafat, maka kita percaya bahwa Masih yang akan turun pada akhir zaman bukanlah Nabi Isa bangsa Israel, melainkan seorang Mujaddid yang sifat-sifatnya ada persamaannya dengan Nabi Isa a.s.
10.
Kita percaya bahwa tak ada paksaan untuk memeluk agama Islam, dan kita percaya pula bahwa tak ada Imam Mahdi yang datang menyiarkan Islam dengan pedang. Adapun Imam Mahdi yang sesungguhnya ialah seorang Mujaddid dan dianugerahi petunjuk dan sabda Allah untuk menegakkan, menjaga dan menghayati agama Islam yang sejati.
Penegak Akidah Khatamun-Nabiyyin
Dengan demikian jelaslah bahwa Ahmadiyah Lahore adalah penjaga akidah yang ditegakkan oleh H.M. Ghulam Ahmad, bahwa Nabi Suci Muhammad saw. Sebagai Khatamun Nabiyyin dalam arti segel (penutup) para Nabi, sesudah beliau tak ada Nabi lagi, baik Nabi lama ataupun Nabi baru. Akidah yang menjadi landasan persatuan kesatuan umat manusia setelah Keesaan Ilahi ini yang dipegang teguh oleh kaum Ahmadi (Lahore). Sejarah menjadi saksi, tatkala akidah yang dirumuskan oleh H.M. Ghulam Ahmad itu mulai tergoyang dan miring pada tahun 1914, ditegakkan kembali oleh Maulana Muhammad Ali M.A. LL.B. dengan berdirinya Ahmadiyah Anjuman Isha’ati Islam, Lahore.
Sumber:
S. Ali Yasir, Brosur Pembaharuan Islam, Darul Kutubil Islamiyah, Jakarta: 2009
Penegak Akidah Khatamun-Nabiyyin
Allah SWT bersabda:
Allah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan berbuat baik, bahwa Ia pasti akan membuat mereka penguasa (khalifah) di bumi sebagaimana Ia telah membuat orang-orang sebelum mereka menjadi penguasa (khalifah), dan bahwa Ia akan menegakkan bagi mereka agama mereka yang telah Ia pilih, dan bahwa Ia akan memberi keamanan sebagai pengganti setelah mereka menderita ketakutan. Mereka akan mengabdi kepada-Ku, dan tak akan menyekutukan Aku dengan apapun. Dan barang siapa sesudah itu tidak bersyukur, mereka adalah orang-orang durhaka
(QS 24:55)
Nabi Suci Muhammad saw bersabda:
”Sesungguhnya Allah akan membangkitkan untuk umat ini pada permulaan tiap-tiap abad orang yang akan memperbaharui baginya agamanya”
(HR Abi Daud)
Ahmadiyah: Gerakan Pembaharuan Islam
Menurut ayat suci di atas Allah berjanji akan menjadikan umat Islam sebagai penguasa (khalifah) dimuka bumi, yang pemenuhan janji itu pasca Nabi Suci dibangkitkannya Khalifah ruhani atau Mujaddid pada permulaan tiap-tiap abad Mujaddid adalah orang yang memperbaharui agama Islam. Pembaharuan (tajdid) adalah dinamisasi (iman) purifikasi (akidah dan ibadah) dan reinterpretasi Quran Suci sesuai dengan tuntutan zaman. Berkat tajdid Islam selaras dengan fitrah manusia sebagaimana diajarkan oleh Quran Suci dan Sunnah Nabi. Pembaharuan para mujaddid itulah yang disebut Gerakan Pembaharuan Dalam Islam. Pada akhir zaman ini Gerakan itu bernama Ahmadiyah. Jadi Ahmadiyah adalah Gerakan Pembaharuan Dalam Islam.
Ahmadiyah didirikan oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad Alqadiani, Mujaddid abad ke-14 Hijriyah yang bergelar Almasih dan Mahdi, berdasarkan ilham dari Allah SWT. Yang beliau terima pada tanggal 1 Desember 1888 sekarang Ahmadiyah telah tersebar di seluruh dunia.
Ahmadiyah berjuang hanya untuk membela dan menyiarkan Islam diakhir zaman ini melalui lima cabang kegiatan dakwah Islam yang telah digariskan oleh Mujaddid dalam kitab Fathi Islam (1893), yaitu: (1) Menyusun karangan-karangan atau buku-buku dan menerbitkannya. (2) Menyiarkan brosur-brosur dan maklumat-maklumat yang dilanjutkan dengan pembahasan dan diskusi, (3) Komunikasi langsung dengan kunjung-mengunjung, mengadakan ceramah-ceramah dan majelis taklim, (4) Korespondensi dengan mereka yang mencari atau menolak kebenaran Islam, dan (5) Beat.
Dua Golongan Ahmadiyah
Setelah pendiri Gerakan Ahmadiyah wafat (26 Mei 1908), Gerakan Ahmadiyah dipimpin oleh Shadr Anjuman Ahmadiyah yang diketuai oleh Maulvi Hakim Nuruddin. Setelah beliau wafat pada tanggal 13 Maret 1914, Shadr Anjuman Ahmadiyah dipimpin oleh Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, putera pendiri Gerakan Ahmadiyah. Beberapa saat setelah ia terpilih, timbullah perbedaan pendapat yang penting dan mendasar. Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad berpendapat bahwa : (1) Masih Mau’ud itu betul-betul Nabi, (2) beliau itu ialah Ahmad yang diramalkan dalam Qur’an Suci 61:6, dan (3) semua orang Islam yang tidak berbeat kepadanya, sekalipun tidak mendengar nama beliau, hukumnya tetap kafir dan keluar dari Islam (Ainai Sadaqat, hal. 35). Jadi menurut Basyruddin Mahmud Ahmad, Nabi Suci Muhammad saw. bukanlah Nabi terakhir, padahal H.M. Ghulam Ahmad mengajarkan bahwa Nabi Suci Muhammad saw adalah Nabi terakhir, sesudah beliau tak ada Nabi lagi, baik Nabi lama ataupun Nabi baru (Ayyamus-Shulh, hlm.74).
Pendapat Basyuruddin Mahmud Ahmad yang bertentangan dengan ajaran Imam Zaman tersebut yang menyebabkan terjadinya perpecahan dalam Ahmadiyah. Mereka yang setuju terhadap pendapat yang menyimpang dari ajaran Pendiri Ahmadiyah tersebut tergabung dalam Jemaat Ahmadiyah, yang dikenal sebagai Ahmadiyah Qadian, karena pusatnya di Qadian, India, tetapi setelah Pakistan dan India merdeka pindah ke Rabwah, Pakistan yang kemudian pasca 1984 Khalifahnya berada di Inggris. Pemimpin jemaat Ahmadiyah disebut Khalifah. Lengkapnya Khalifatul-Masih.
Sedangkan mereka yang tak setuju terhadap pendapat tersebut alias yang mempertahankan akidah Pendiri Ahmadiyah, tergabung dalam Ahmadiyah Anjuman Isya’ati Islam yang berpusat di Lahore dan dikenal sebagai Ahmadiyah Lahore yang pada saat itu dipimpin oleh Maulana Muhammad Ali, M.A., LL.B., sekretaris Almarhum Hazrat Mirza Ghulam Ahmad. Pemimpinnya disebut Amir (Presiden). Menurut Ahmadiyah Lahore, Hazrat Mirza Ghulam Ahmad bukanlah Nabi, dia adalah seorang Mujaddid. Ahmad, dalam Alquran 61:6 adalah Nabi Suci Muhammad saw. dan kaum Muslimin yang tidak beat kepada beliau tidaklah kafir.
Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI)
Faham Ahmadiyah Anjuman Isya’ati Islam atau Ahmadiyah Lahore masuk ke Indonesia pada tahun 1924 dengan perantaraan dua mubaligh, Mirza Wali Ahmad Baig dalam Maulana Ahmad. Berkat rahmat Allah, pada tanggal 10 Desember 1928 Gerakan Ahmadiyah Indonesia (sentrum Lahore) didirikan oleh Bapak R.Ng.H. Minhajurrahman Djajasugita dkk, yang mendapat Badan Hukum Nomor I x tanggal 30 April 1930.
GAI adalah Gerakan yang mandiri tak ada hubungan organisatoris dengan organisasi manapun di dunia ini, termasuk dengan Ahmadiyah Anjuman Isya’ati Islam (Ahmadiyah Gerakan Penyiaran Islam) Lahore. Hubungannya hanyalah secara spiritual saja.
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan, yang mewajibkan organisasi kemasyarakatan berasaskan Pancasila, maka GAI juga berasaskan Pancasila. Anggaran Dasar GAI telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Tanggal 28 November 1986 Nomor 95 Lampiran Nomor 35. Dan pula telah termasuk dalam Daftar Organisasi Kemasyarakatan Lingkup Nasional yang terdaftar di Depdagri (lihat: SUARA KARYA Tanggal 9 Agustus 1994), Hal. VIII, pada : D. AGAMA, 10).
Dalam melaksanakan aktivitas dakwahnya, GAI telah menerbitkan seratusan judul buku-buku agama dalam bahasa Belanda, Jawa dan Indonesia serta lembaga pendidikan formal bernama Yayasan Perguruan Islam Republik Indonesia (PIRI) di Yogyakarta dan di berbagai daerah, yang menyelenggarakan pendidikan (sekolah) mulai tingkat Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi.
Akidah Ahmadiyah Indonesia (GAI)
Sebagai Gerakan Pembaharuan Dalam Islam, Ahmadiyah (Lahore) tidak menyimpang dari Quran Suci dan Sunnah Nabi, baik dibidang akidah maupun syariah. Secara rinci Akidah Ahmadiyah telah dirumuskan oleh Maulana Muhammad Ali, M.A., LL.B., dalam bukunya Albayanu fir-ruju’ilal-qur’an (1930:33-35) sebagai berikut:
1.
Kita percaya dengan yakin akan Keesaan Allah dan Kenabian Nabi Suci Muhammad saw.
2.
Kita percaya dengan yakin bahwa Nabi Muhammad saw. adalah Nabi terakhir dan yang terbesar diantara sekalian Nabi. Dengan datangnya beliau, agama telah disempurnakan oleh Allah. Oleh sebab itu sepeninggal beliau tak akan ada Nabi lagi yang diutus, akan tetapi pada tiap-tiap permulaan abad akan diutus Mujaddid (Pembaharu), untuk melayani dan menegakkan Islam.
3.
Kita percaya dengan yakin bahwa Quran Suci adalah firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Suci Muhammad saw. Tak ada satu pun ayat yang harus dihapus (mansukh) dan ayat-ayatnya tetap murni untuk selama-lamanya. Sampai hari Qiyamat Quran menjadi pedoman petunjuk bagi kaum Muslimin.
4.
Kita mengakui bahwa Hazrat Mirza Ghulam Ahmad adalah Mujaddid abad 14 Hijriyah. Beliau bukan Nabi dan tak pernah mengaku Nabi.
5.
Kita percaya bahwa Allah kerap kali mewahyukan sabda-Nya kepada orang-orang suci yang dipilih oleh Allah di antara kaum Muslimin, meskipun mereka bukan Nabi. Orang-orang semacam ini disebut Mujaddid atau Muhaddats, artinya orang yang diberi sabda Allah. Anugerah semacam itu acapkali disebut Zillun-Nubuwah, artinya bayang-bayang kenabian. Sebagaimana kata Zilullah, demikian pula kata Zillun-Nabi atau bayang-bayang Nabi, ini bukan berarti Nabi yang sungguh-sungguh.
6.
Barang siapa mengucapkan kalimah syahdat, Asyhadu alla ilaha illallah, wa-asyhadu anna Muhammadarrasulullah, dan percaya akan arti dan maksudnya, maka ia adalah orang Islam, bukan orang kafir.
7.
Kita menghormati dan memuliakan para sahabat, para Wali dan para Ulama besar Islam. Kita tak membeda-bedakan penghormatan kita terhadap para sahabat, para Wali, para Muhaddats dan para Mujaddid.
8.
Bagi kita, menyebut kafir kepada orang Islam adalah perbuatan yang amat keji. Oleh sebab itu, tak akan bersalat makmum di belakang siapa saja yang menyebut kafir kepada orang Islam; hal ini untuk menunjukkan betapa tak suka kita terhadap perbuatan semacam itu; sikap demikian kita lakukan terhadap siapa saja, baik itu orang Ahmadi atau pun bukan. Sebaliknya, kita mau bersalat makmum di belakang siapa saja yang tak mengafirkan Islam.
9.
Kita mengakui akan benarnya Hadis Nuzulul-Masih atau turunnya al-Masih. Akan tetapi oleh Quran Suci sendiri dengan kata-kata yang terang telah berfirman bahwa Nabi Isa a.s. telah wafat, maka kita percaya bahwa Masih yang akan turun pada akhir zaman bukanlah Nabi Isa bangsa Israel, melainkan seorang Mujaddid yang sifat-sifatnya ada persamaannya dengan Nabi Isa a.s.
10.
Kita percaya bahwa tak ada paksaan untuk memeluk agama Islam, dan kita percaya pula bahwa tak ada Imam Mahdi yang datang menyiarkan Islam dengan pedang. Adapun Imam Mahdi yang sesungguhnya ialah seorang Mujaddid dan dianugerahi petunjuk dan sabda Allah untuk menegakkan, menjaga dan menghayati agama Islam yang sejati.
Penegak Akidah Khatamun-Nabiyyin
Dengan demikian jelaslah bahwa Ahmadiyah Lahore adalah penjaga akidah yang ditegakkan oleh H.M. Ghulam Ahmad, bahwa Nabi Suci Muhammad saw. Sebagai Khatamun Nabiyyin dalam arti segel (penutup) para Nabi, sesudah beliau tak ada Nabi lagi, baik Nabi lama ataupun Nabi baru. Akidah yang menjadi landasan persatuan kesatuan umat manusia setelah Keesaan Ilahi ini yang dipegang teguh oleh kaum Ahmadi (Lahore). Sejarah menjadi saksi, tatkala akidah yang dirumuskan oleh H.M. Ghulam Ahmad itu mulai tergoyang dan miring pada tahun 1914, ditegakkan kembali oleh Maulana Muhammad Ali M.A. LL.B. dengan berdirinya Ahmadiyah Anjuman Isha’ati Islam, Lahore.
Sumber:
S. Ali Yasir, Brosur Pembaharuan Islam, Darul Kutubil Islamiyah, Jakarta: 2009
Ahmadiyah
Ahmadiyah
Ahmadiyah (Urdu: احمدیہ Ahmadiyyah) atau sering pula disebut Ahmadiyah, adalah Jamaah Muslim yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) pada tahun 1889 di satu desa kecil yang bernama Qadian, Punjab, India. Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Mujaddid, al Masih dan al Mahdi.
Jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah bagian dari Jamaah Muslim Ahmadiyah Internasional. Di Indonesia, organisasi ini telah berbadan hukum dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia sejak 1953 (SK Menteri Kehakiman RI No. JA 5/23/13 Tgl. 13-3-1953).
Atas nama Pemerintah Indonesia, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung pada tanggal 9 Juni 2008 telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama, yang memerintahkan kepada penganut Ahmadiyah untuk menghentikan kegiatannya yang bertentangan dengan Islam.
Tujuan pendirian
Jemaat Muslim Ahmadiyah adalah satu organisasi keagamaan Internasional yang telah tersebar ke lebih dari 185 negara di dunia. Pergerakan Jemaat Ahmadiyah dalam Islam adalah suatu organisasi keagamaan dengan ruang lingkup internasional yang memiliki cabang di 174 negara tersebar di Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, Australia dan Eropa. Saat ini jumlah keanggotaannya di seluruh dunia lebih dari 150 juta orang. Jemaat Ahmadiyah Internasional juga telah menerjemahkan al Quran ke dalam bahasa-bahasa besar di dunia dan sedang merampungkan penerjemahan al Quran ke dalam 100 bahasa di dunia. Sedangkan Jemaat Ahmadiyah di Indonesia telah menerjemahkan al Quran dalam bahasa Indonesia, Sunda, dan Jawa.
Ahmadiyah Qadian dan Lahore
Terdapat dua kelompok Ahmadiyah. Keduanya sama-sama mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah Isa al Masih yang telah dijanjikan Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi dua kelompok tersebut memiliki perbedaan prinsip:
1. Ahmadiyah Qadian, di Indonesia dikenal dengan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (berpusat di Bogor, yakni kelompok yang mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang mujaddid (pembaharu) dan seorang nabi yang tidak membawa syariat baru.
2. Ahmadiyah Lahore, di Indonesia dikenal dengan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (berpusat di Yogyakarta). Secara umum kelompok ini tidak menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, melainkan hanya sekedar mujaddid dari ajaran Islam.
Selengkapnya, Ahmadiyah Lahore mempunyai keyakinan bahwa mereka:
1. Percaya pada semua aqidah dan hukum-hukum yang tercantum dalam al Quran dan Hadits, dan percaya pada semua perkara agama yang telah disetujui oleh para ulama salaf dan ahlus-sunnah wal-jama'ah, dan yakin bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang terakhir.
2. Nabi Muhammad SAW adalah khatamun-nabiyyin. Sesudahnya tidak akan datang nabi lagi, baik nabi lama maupun nabi baru.
3. Sesudah Nabi Muhammad SAW, malaikat Jibril tidak akan membawa wahyu nubuwat kepada siapa pun.
4. Apabila malaikat Jibril membawa wahyu nubuwwat (wahyu risalat) satu kata saja kepada seseorang, maka akan bertentangan dengan ayat: walâkin rasûlillâhi wa khâtamun-nabiyyîn (QS 33:40), dan berarti membuka pintu khatamun-nubuwwat.
5. Sesudah Nabi Muhammad SAW silsilah wahyu nubuwwat telah tertutup, akan tetapi silsilah wahyu walayat tetap terbuka, agar iman dan akhlak umat tetap cerah dan segar.
6. Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW, bahwa di dalam umat ini tetap akan datang auliya Allah, para mujaddid dan para muhaddats, akan tetapi tidak akan datang nabi.
7. Mirza Ghulam Ahmad adalah mujaddid abad 14 H. Dan menurut Hadits, mujaddid akan tetap ada. Dan kepercayaan kami bahwa Mirza Ghulam Ahmad bukan nabi, tetapi berkedudukan sebagai mujaddid.
8. Percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad bukan bagian dari Rukun Islam dan Rukun Iman, maka dari itu orang yang tidak percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad tidak bisa disebut kafir.
9. Seorang muslim, apabila mengucapkan kalimah thayyibah, dia tidak boleh disebut kafir. Mungkin dia bisa salah, akan tetapi seseorang dengan sebab berbuat salah dan maksiat, tidak bisa disebut kafir.
10. Ahmadiyah Lahore berpendapat bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah pelayan dan pengemban misi Nabi Muhammad SAW.
Sejarah penyebaran di Indonesia
Ahmadiyah Qadian
Tiga pemuda dari Sumatera Tawalib yakni suatu pesantren di Sumatera Barat meninggalkan negerinya untuk menuntut Ilmu. Mereka adalah (alm) Abubakar Ayyub, (alm) Ahmad Nuruddin, dan (alm) Zaini Dahlan. Awalnya meraka akan berangkat ke Mesir, karena saat itu Kairo terkenal sebagai Pusat Studi Islam. Namun Guru mereka menyarankan agar pergi ke India karena negara tersebut mulai menjadi pusat pemikiran Modernisasi Islam. Sampailah ketiga pemuda Indonesia itu di Kota Lahore dan bertemu dengan Anjuman Isyaati Islam atau dikenal dengan nama Ahmadiyah Lahore. Setelah beberapa waktu disana, merekapun ingin melihat sumber dan pusat Ahmadiyah yang ada di desa Qadian. Dan setelah mendapatkan penjelasan dan keterangan, akhirnya mereka Bai'at di tangan Hadhrat Khalifatul Masih II r.a., Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad r.a. Kemudian tiga pemuda itu memutuskan untuk belajar di Madrasah Ahmadiyah yang kini disebut Jamiah Ahmadiyah. Merasa puas dengan pengajaran disana, Mereka mengundang rekan-rekan pelajar di Sumatera Tawalib untuk belajar di Qadian. Tidak lama kemudian duapuluh tiga orang pemuda Indonesia dari Sumatera Tawalib bergabung dengan ketiga pemuda Indonesia yang terdahulu, untuk melanjutkan studi juga baiat masuk ke dalam Jemaat Ahmadiyah. Dua tahun setelah peristiwa itu, para pelajar Indonesia menginginkan agar Hadhrat Khalifatul Masih II r.a. berkunjung ke Indonesia. Hal ini disampaikan (alm) Haji Mahmud - juru bicara para pelajar Indonesia dalam Bahasa Arab. Respon positif terlontar dari Hadhrat Khalifatul Masih II r.a.. Ia meyakinkan bahwa meskipun beliau sendiri tidak dapat mengunjungi Indonesia, beliau akan mengirim wakil beliau ke Indonesia. Kemudian, (alm) Maulana Rahmat Ali HAOT dikirim sebagai muballigh ke Indonesia sebagai pemenuhannya. Tanggal 17 Agustus 1925, Maulana Rahmat Ali HAOT dilepas Hadhrat Khalifatul Masih II r.a berangkat dari Qadian. Tepatnya tanggal 2 Oktober 1925 sampailah Maulana Rahmat Ali HAOT di Tapaktuan, Aceh. Kemudian berangkat menuju Padang, Sumatera Barat. Banyak kaum intelek dan orang orang biasa menggabungkan diri dengan Ahmadiyah. Pada tahun 1926, Disana, Jemaat Ahmadiyah mulai resmi berdiri sebagai organisasi. Tak beberapa lama, Maulana Rahmat Ali HAOT berangkat ke Jakarta, ibukota Indonesia. Perkembangan Ahmadiyah tumbuh semakin cepat, hingga dibentuklah Pengurus Besar (PB) Jemaat Ahmadiyah dengan (alm) R. Muhyiddin sebagai Ketua pertamanya. Terjadilah Proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Di dalam meraih kemerdekaan itu tidak sedikit para Ahmadi Indonesia yang ikut berjuang dan meraih kemerdekaan. Misalnya (alm) R. Muhyiddin. Beliau dibunuh oleh tentara Belanda pada tahun 1946 karena beliau merupakan salah satu tokoh penting kemerdekaan Indonesia. Juga ada beberapa Ahmadi yang bertugas sebagai prajurit di Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan mengorbankan diri mereka untuk negara. Sementara para Ahmadi yang lain berperan di bidang masing-masing untuk kemerdekaan Indonesia, seperti (alm) Mln. Abdul Wahid dan (alm) Mln. Ahmad Nuruddin berjuang sebagai penyiar radio, menyampaikan pesan kemerdekaan Indonesia ke seluruh dunia. Sementara itu, muballigh yang lain (alm) Mln. Sayyid Syah Muhammad merupakan salah satu tokoh penting sehingga Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia, di kemudian hari menganugerahkan gelar veteran kepada beliau untuk dedikasi beliau kepada negara. Di tahun lima puluhan, Jemaat Ahmadiyah Indonesia mendapatkan legalitas menjadi satu Organisasi keormasan di Indonesia. Yakni dengan dikeluarkannya Badan Hukum oleh Menteri Kehakiman RI No. JA. 5/23/13 tertanggal 13-3-1953. Ahmadiyah tidak pernah berpolitik, meskipun ketegangan politik di Indonesia pada tahun 1960-an sangat tinggi. Pergulatan politik ujung-ujungnya membawa kejatuhan Presiden pertama Indonesia, Soekarno, juga memakan banyak korban. Satu lambang era baru di Indonesia pada masa itu adalah gugurnya mahasiswa kedokteran Universitas Indonesia, Arif Rahman Hakim, yang tidak lain melainkan seorang khadim Ahmadiyah. Dia terbunuh di tengah ketegangan politik masa itu dan menjadi simbol bagi era baru pada masa itu. Oleh karena itu iapun diberikan penghargaan sebagai salah satu Pahlawan Ampera. Di Era 70-an, melalui Rabithah Alam al Islami semakin menjadi-jadi di awal 1970-an, para ulama Indonesia mengikuti langkah mereka. Maka ketika Rabithah Alam al Islami menyatakan Ahmadiyah sebagai non muslim pada tahun 1974, hingga MUI memberikan fatwa sesat terhadap Ahmadiyah. Sebagai akibatnya, Banyak mesjid Ahmadiyah yang dirubuhkan oleh massa yang dipimpin oleh ulama. Selain itu, banyak Ahmadi yang menderita serangan secara fisik. Periode 90-an menjadi periode pesat perkembangan Ahmadiyah di Indonesia bersamaan dengan diluncurkannya Moslem Television Ahmadiyya (MTA). Ketika Pengungsi Timor Timur yang membanjiri wilayah Indonesia setelah jajak pendapat dan menyatakan bahwa Timor Timur ingin lepas dari Indonesia, hal ini memberikan kesempatan kepada Majelis Khuddamul Ahmadiyah Indonesia untuk mengirimkan tim Khidmat Khalq untuk berkhidmat secara terbuka. Ketika Tahun 2000, tibalah Hadhrat Mirza Tahir Ahmad ke Indonesia datang dari London menuju Indonesia. Ketika itu beliau sempat bertemu dan mendapat sambuatan baik dari Presiden Republik Indonesia, Abdurahman Wahid dan Ketua MPR, Amin Rais.
Ahmadiyah Lahore
Tahun 1924 dua pendakwah Ahmadiyah Lahore Mirza Wali Ahmad Baig dan Maulana Ahmad, datang ke Yogyakarta. Minhadjurrahman Djojosoegito, seorang sekretaris di organisasi Muhammadiyah, mengundang Mirza dan Maulana untuk berpidato dalam Muktamar ke-13 Muhammadiyah, dan menyebut Ahmadiyah sebagai "Organisasi Saudara Muhammadiyah".
Pada tahun 1926, Haji Rasul mendebat Mirza Wali Ahmad Baig, dan selanjutnya pengajaran paham Ahmadiyah dalam lingkup Muhammadiyah dilarang. Pada Muktamar Muhammadiyah 18 di Solo tahun 1929, dikeluarkanlah pernyataan bahwa "orang yang percaya akan Nabi sesudah Muhammad adalah kafir". Djojosoegito yang diberhentikan dari Muhammadiyah, lalu membentuk dan menjadi ketua pertama dari Gerakan Ahmadiyah Indonesia, yang resmi berdiri 4 April 1930.
Status di Berbagai Negara
Pakistan
Di Pakistan, parlemen telah mendeklarasikan pengikut Ahmadiyah sebagai non-muslim. Pada tahun 1974, pemerintah Pakistan merevisi konstitusinya tentang definisi Muslim, yaitu "orang yang meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah nabi terakhir. Penganut Ahmadiyah, baik Qadian maupun Lahore, dibolehkah menjalankan kepercayaannya di Pakistan, namun harus mengaku sebagai agama tersendiri di luar Islam.
Indonesia
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan Ahmadiyah sebagai aliran sesat semenjak tahun 1980, lalu ditegaskan kembali pada fatwa MUI yang dikeluarkan tahun 2005.
Malaysia
Di Malaysia Ahmadiyah telah lama dilarang.
Brunei Darussalam
Sebagaimana di Malaysia, di Brunei Darussalam pun status terlarang ditetapkan untuk Ahmadiyah.
Kontroversi ajaran Ahmadiyah
Menurut sudut pandang umum umat Islam, ajaran Ahmadiyah (Qadian) dianggap melenceng dari ajaran Islam sebenarnya karena mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi yaitu Isa al Masih dan Imam Mahdi, hal yang bertentangan dengan pandangan umumnya kaum muslim yang mempercayai Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir walaupun juga mempercayai kedatangan Isa al Masih dan Imam Mahdi setelah Beliau saw(Isa al Masih dan Imam Mahdi akan menjadi umat Nabi Muhammad SAW).
Perbedaan Ahmadiyah dengan kaum Muslim pada umumnya adalah karena Ahmadiyah menganggap bahwa Isa al Masih dan Imam Mahdi telah datang ke dunia ini seperti yang telah dinubuwwatkan Nabi Muhammad SAW. Namun umat Islam pada umumnya mempercayai bahwa Isa al Masih dan Imam Mahdi belum turun ke dunia. Sedangkan permasalahan-permasalahan selain itu adalah perbedaan penafsiran ayat-ayat al Quran saja.
Ahmadiyah sering dikait-kaitkan dengan adanya kitab Tazkirah. Sebenarnya kitab tersebut bukanlah satu kitab suci bagi warga Ahmadiyah, namun hanya merupakan satu buku yang berisi kumpulan pengalaman ruhani pendiri Jemaat Ahmadiyah, layaknya diary. Tidak semua anggota Ahmadiyah memilikinya, karena yang digunakan sebagai pegangan dan pedoman hidup adalah Al Quran-ul-Karim saja.
Ada pula yang menyebutkan bahwa Kota suci Jemaat Ahmadiyah adalah Qadian dan Rabwah. Namun tidak demikian adanya, kota suci Jemaat Ahmadiyah adalah sama dengan kota suci umat Islam lainnya, yakni Mekkah dan Madinah.
Sedangkan Ahmadiyah Lahore mengakui bahwa Mirza Ghulam Ahmad hanyalah mujaddid dan tidak disetarakan dengan posisi nabi, sesuai keterangan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (Ahmadiyah Lahore) untuk Indonesia yang berpusat di Yogyakarta.
Ahmadiyah menurut pengikutnya
Pada tahun 1835, di sebuah desa bernama Qadian, di daerah Punjab, India, lahir seorang anak laki-laki bernama Ghulam Ahmad. Orang tuanya Muslim dan ia tumbuh dewasa menjadi seorang Muslim yang luar biasa. Sejak awal kehidupannya, Mirza Ghulam Ahmad sudah amat tertarik pada telaah dan khidmat agama Islam. Ia sering bertemu dengan individual Kristiani, Hindu ataupun Sikh dalam perdebatan publik, serta menulis dan bicara tentang mereka. Hal ini menjadikan lingkungan keagamaan menjadi tertarik kepadanya dan ia dikenal baik oleh para pimpinan komunitas. Mirza Ghulam Ahmad mulai menerima wahyu Ilahi sejak usia muda dan dengan berjalannya waktu maka pengalaman perwahyuannya berlipat kali secara progresif. Setiap wahyu yang diterimanya kemudian terpenuhi pada saatnya, sebagian di antaranya yang berkaitan dengan masa depan masih menunggu pemenuhannya. Dakwahnya menyatakan diri sebagai Imam Mahdi dan Masih Mau'ud (al Masih) dilakukan di akhir tahun 1890, dan dipublikasikan ke seluruh dunia. Pernyataannya, seperti juga halnya para pembaharu Ilahiah lainnya seperti Nabi Isa dan Nabi Muhammad SAW, langsung mendapat tentangan luas. Sebelum menyatakan dirinya sebagai Masih Mau'ud, Allah SWT telah menjanjikan kepada Mirza Ghulam Ahmad melalui wahyu bahwa:
“ Aku akan membawa pesanmu sampai ke ujung-ujung dunia.
— Mirza Ghulam Ahmad ”
Wahyu ini memberikan janji akan adanya dukungan Ilahi dalam penyebaran ajaran Jemaat yang telah dimulainya di dalam Islam. Mentaati perintah Tuhan, Mirza Ghulam Ahmad menyatakan diri sebagai Al-Masih bagi umat Kristiani, sebagai Imam Mahdi bagi umat Muslim, sebagai Krishna bagi umat Hindu, dan lain sebagainya. Jelasnya, ia adalah "Nabi Yang Dijanjikan" bagi masing-masing bangsa, dan ditugaskan untuk menyatukan umat manusia di bawah bendera satu agama. Nabi Muhammad SAW sebagai nabi umat Islam adalah seorang nabi yang membawa ajaran yang bersifat universal; dan sosok Mirza Ghulam Ahmad yang menyatakan diri sebagai al Masih yang dijanjikan juga menyatakan dirinya tunduk dan menjadi refleksi dari Muhammad, Khataman Nabiyin. Menjelaskan tentang tujuan diutusnya wujud Masih Mau'ud, ia menjelaskan:
“ Tugas yang diberikan Tuhan kepadaku ialah agar aku dengan cara menghilangkan hambatan di antara hamba dan Khalik-nya, menegakkan kembali di hati manusia, kasih dan pengabdian kepada Allah. Dan dengan memanifestasikan kebenaran lalu mengakhiri semua perselisihan dan perang agama, sebagai fondasi dari kedamaian abadi serta memperkenalkan manusia kepada kebenaran ruhaniah yang telah dilupakannya selama ini. Begitu juga aku akan menunjukkan kepada dunia makna kehidupan keruhanian yang hakiki yang selama ini telah tergeser oleh nafsu duniawi. Dan melalui kehidupanku sendiri, memanifestasikan kekuatan Ilahiah yang sebenarnya dimiliki manusia namun hanya bisa nyata melalui doa dan ibadah. Di atas segalanya adalah aku harus menegakkan kembali Ketauhidan Ilahi yang suci, yang telah sirna dari hati manusia, yang bersih dari segala kekotoran pemikiran polytheistik[21].
— Mirza Ghulam Ahmad ”
Menyusul wafatnya Mirza Ghulam Ahmad pada tahun 1908, para Muslim Ahmadi memilih seorang pengganti sebagai Khalifah. Sosok Khalifah merupakan pimpinan keruhanian dan administratif dari Jemaat Islam Ahmadiyah. Pimpinan tertinggi dari Jemaat Ahmadiyah di seluruh dunia pada saat ini (2007) adalah Hadhrat Mirza Masroor Ahmad yang berkedudukan di London, dan terpilih sebagai Khalifah kelima. Ia banyak berkunjung ke berbagai negara dan cermat mengamati budaya dan masyarakat lainnya.
Dengan bimbingan seorang Khalifah, Jemaat Ahmadiyah berada di barisan terdepan dalam khidmat dan kesejahteraan kemanusiaan. Banyak sekolah-sekolah, klinik dan rumah sakit yang didirikan di berbagai negeri, dimana mereka yang papa dan miskin dirawat secara gratis. Saat terjadi bencana alam, Jemaat Ahmadiyah membantu secara sukarela secara finansial ataupun fisik tanpa membedakan agama, warna kulit atau pun bangsa. Jemaat Ahmadiyah telah memiliki jaringan televisi global yang bernama "MTA (Muslim Television Ahmadiyya) International", yang mengudara dua puluh empat jam sehari dalam beberapa bahasa dunia. Layanan ini diberikan tanpa memungut biaya. Jemaat Ahmadiyah telah menyebar ke lebih dari 170 negara di dunia dan populasinya diperkirakan sudah mencapai 80 juta manusia yang telah berbai'at ke dalam Jemaat pada tahun 2001.
[sunting] Bai'at dalam Jemaat Ahmadiyah
Bulan Desember 1888, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad mengaku telah menerima ilham Ilahi untuk mengambil bai'at dari orang-orang. Bai'at yang pertama diselenggarakan di kota Ludhiana pada tanggal 23 Maret 1889 di rumah seorang mukhlis bernama Mia Ahmad Jaan. Dan orang yang bai'at pertama kali adalah Hadhrat Maulvi Nuruddin (yang nantinya menjadi Khalifah pertama Jemaat Ahmadiyah). Pada hari itu kurang lebih 40 orang telah bai'at.
Sepuluh syarat Bai'at
1. Orang yang bai'at, berjanji dengan hati jujur bahwa dimasa yang akan datang hingga masuk ke dalam kubur, senantiasa akan menjauhi syirik.
2. Akan senantiasa menghindarkan diri dari segala corak bohong, zina, pandangan birahi terhadap bukan muhrim, perbuatan fasik, kejahatan, aniaya, khianat, huru-hara, pemberontakan; serta tidak akan dikalahkan oleh gejolak-gejolak hawa nafsunya meskipun bagaimana juga dorongan terhadapnya.
3. Akan senantiasa mendirikan salat lima waktu tanpa putus-putusnya, semata-mata karena mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya. Dan dengan sekuat tenaga akan senantiasa mengerjakan salat tahajjud, dan mengirimkan shalawat kepada Yang Mulia Rasulullah saw, dan memohon ampun dari kesalahan dan memohon perlindungan dari dosa; akan ingat setiap saat kepada nikmat-nikmat Allah, lalu mensyukuri dengan hati tulus, serta memuji dan menjunjung-Nya dengan hati yang penuh kecintaan.
4. Tidak akan kesusahan apapun yang tidak pada tempatnya terhadap makhluk Allah umumnya dan kaum Muslimin khususnya karena dorongan hawa nafsunya, baik dengan lisan atau dengan tangan atau dengan cara papaun juga.
5. Akan tetap setia terhadap Allah Taala baik dalam segala keadaan susah ataupun senang, dalam duka atau suka, nikmat dan musibah; pendeknya, akan rela atas putusan Allah. Dan senatiasa akan bersedia menerima segala kehinaan dan kesusahan di dalam jalan Allah. Tidak akan memalingkan mukanya dari Allah Taala ketika ditimpa suatu musibah, bahkan akan terus melangkah ke muka.
6. Akan berhenti dari adat yang buruk dan dari menuruti hawa nafsu. Dan benar-benar akan menjunjung tinggi perintah al Quran Suci atas dirinya. Firman Allah dan sabda Rasul-Nya itu akan menjadi pedoman baginya dalam setiap langkahnya.
7. Meninggalkan takabur dan sombong; akan hidup dengan merendahkan diri, beradat lemah lembut, berbudi pekerti halus, dan sopan santun.
8. Akan menghargai agama, kehormatan agama dan mencintai Islam lebih dari pada jiwanya, hartanya, anak-anaknya, dan dari segala yang dicintainya.
9. Akan selamanya menaruh belas kasihan terhadap makhluk Allah umumnya, dan akan sejauh mungkin mendatangkan faedah kepada umat manusia dengan kekuatan dan nikmat yang dianugerahkan Allah Taala kepadanya.
10. Akan mengikat tali persaudaraan dengan hamba ini "Imam Mahdi dan al Masih Mau'ud", semata-mata karena Allah dengan pengakuan taat dalam hal ma'ruf dan akan berdiri di atas perjanjian ini hingga mautnya, dan menjunjung tinggi ikatan perjanjian ini melebihi ikatan duniawi, baik ikatan keluarga, ikatan persahabatan, ataupun ikatan kerja.
Para Pemimpin Ahmadiyah sepeninggal Hazrat Mirza Ghulam Ahmad
Khalifah Ahmadiyah Qadiyan
1. Hadhrat Hakim Maulana Nur-ud-Din, Khalifatul Masih I, 27 Mei 1908 - 13 Maret 1914
2. Hadhrat Alhaj Mirza Bashir-ud-Din Mahmood Ahmad, Khalifatul Masih II, 14 Maret 1914 - 7 November 1965
3. Hadhrat Hafiz Mirza Nasir Ahmad, Khalifatul Masih III, 8 November 1965 - 9 Juni 1982
4. Hadhrat Mirza Tahir Ahmad, Khalifatul Masih IV, 10 Juni 1982 - 19 April 2003
5. Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih V, 22 April 2003 - sekarang
Amir Gerakan Ahmadiyah (AAIIL)
Gerakan Ahmadiyah (Ahmadiyah Movement) atau Ahmadiyah Lahore tidak mengenal khalifah sebagai pemimpin, akan tetapi seorang Amir yang diangkat sebagai pemimpin.
Adapun para Amir tersebut adalah sbb:
1. Hazrat Maulana Hakim Nurudin
2. Maulana Muhammad Ali MA. LLB.
3. Maulana Sadrudin
4. Dr. Saed Ahmad Khan
5. Prof. Dr. Asghar Hamid Ph.D
6. Prof. Dr.Abdul Karim Saeed
Media elektronik
Salah satu media elektronik milik Ahmadiyah yang terbesar adalah televisi. Mereka telah membuat satu televisi yang mereka namai MTA, yaitu Moslem Television Ahmadiyya. Proyek ini dirintis oleh Khalifah Ahmadiyah yang ke-empat, Mirza Tahir Ahmad.
Ahmadiyah (Urdu: احمدیہ Ahmadiyyah) atau sering pula disebut Ahmadiyah, adalah Jamaah Muslim yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) pada tahun 1889 di satu desa kecil yang bernama Qadian, Punjab, India. Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Mujaddid, al Masih dan al Mahdi.
Jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah bagian dari Jamaah Muslim Ahmadiyah Internasional. Di Indonesia, organisasi ini telah berbadan hukum dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia sejak 1953 (SK Menteri Kehakiman RI No. JA 5/23/13 Tgl. 13-3-1953).
Atas nama Pemerintah Indonesia, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung pada tanggal 9 Juni 2008 telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama, yang memerintahkan kepada penganut Ahmadiyah untuk menghentikan kegiatannya yang bertentangan dengan Islam.
Tujuan pendirian
Jemaat Muslim Ahmadiyah adalah satu organisasi keagamaan Internasional yang telah tersebar ke lebih dari 185 negara di dunia. Pergerakan Jemaat Ahmadiyah dalam Islam adalah suatu organisasi keagamaan dengan ruang lingkup internasional yang memiliki cabang di 174 negara tersebar di Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, Australia dan Eropa. Saat ini jumlah keanggotaannya di seluruh dunia lebih dari 150 juta orang. Jemaat Ahmadiyah Internasional juga telah menerjemahkan al Quran ke dalam bahasa-bahasa besar di dunia dan sedang merampungkan penerjemahan al Quran ke dalam 100 bahasa di dunia. Sedangkan Jemaat Ahmadiyah di Indonesia telah menerjemahkan al Quran dalam bahasa Indonesia, Sunda, dan Jawa.
Ahmadiyah Qadian dan Lahore
Terdapat dua kelompok Ahmadiyah. Keduanya sama-sama mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah Isa al Masih yang telah dijanjikan Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi dua kelompok tersebut memiliki perbedaan prinsip:
1. Ahmadiyah Qadian, di Indonesia dikenal dengan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (berpusat di Bogor, yakni kelompok yang mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang mujaddid (pembaharu) dan seorang nabi yang tidak membawa syariat baru.
2. Ahmadiyah Lahore, di Indonesia dikenal dengan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (berpusat di Yogyakarta). Secara umum kelompok ini tidak menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, melainkan hanya sekedar mujaddid dari ajaran Islam.
Selengkapnya, Ahmadiyah Lahore mempunyai keyakinan bahwa mereka:
1. Percaya pada semua aqidah dan hukum-hukum yang tercantum dalam al Quran dan Hadits, dan percaya pada semua perkara agama yang telah disetujui oleh para ulama salaf dan ahlus-sunnah wal-jama'ah, dan yakin bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang terakhir.
2. Nabi Muhammad SAW adalah khatamun-nabiyyin. Sesudahnya tidak akan datang nabi lagi, baik nabi lama maupun nabi baru.
3. Sesudah Nabi Muhammad SAW, malaikat Jibril tidak akan membawa wahyu nubuwat kepada siapa pun.
4. Apabila malaikat Jibril membawa wahyu nubuwwat (wahyu risalat) satu kata saja kepada seseorang, maka akan bertentangan dengan ayat: walâkin rasûlillâhi wa khâtamun-nabiyyîn (QS 33:40), dan berarti membuka pintu khatamun-nubuwwat.
5. Sesudah Nabi Muhammad SAW silsilah wahyu nubuwwat telah tertutup, akan tetapi silsilah wahyu walayat tetap terbuka, agar iman dan akhlak umat tetap cerah dan segar.
6. Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW, bahwa di dalam umat ini tetap akan datang auliya Allah, para mujaddid dan para muhaddats, akan tetapi tidak akan datang nabi.
7. Mirza Ghulam Ahmad adalah mujaddid abad 14 H. Dan menurut Hadits, mujaddid akan tetap ada. Dan kepercayaan kami bahwa Mirza Ghulam Ahmad bukan nabi, tetapi berkedudukan sebagai mujaddid.
8. Percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad bukan bagian dari Rukun Islam dan Rukun Iman, maka dari itu orang yang tidak percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad tidak bisa disebut kafir.
9. Seorang muslim, apabila mengucapkan kalimah thayyibah, dia tidak boleh disebut kafir. Mungkin dia bisa salah, akan tetapi seseorang dengan sebab berbuat salah dan maksiat, tidak bisa disebut kafir.
10. Ahmadiyah Lahore berpendapat bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah pelayan dan pengemban misi Nabi Muhammad SAW.
Sejarah penyebaran di Indonesia
Ahmadiyah Qadian
Tiga pemuda dari Sumatera Tawalib yakni suatu pesantren di Sumatera Barat meninggalkan negerinya untuk menuntut Ilmu. Mereka adalah (alm) Abubakar Ayyub, (alm) Ahmad Nuruddin, dan (alm) Zaini Dahlan. Awalnya meraka akan berangkat ke Mesir, karena saat itu Kairo terkenal sebagai Pusat Studi Islam. Namun Guru mereka menyarankan agar pergi ke India karena negara tersebut mulai menjadi pusat pemikiran Modernisasi Islam. Sampailah ketiga pemuda Indonesia itu di Kota Lahore dan bertemu dengan Anjuman Isyaati Islam atau dikenal dengan nama Ahmadiyah Lahore. Setelah beberapa waktu disana, merekapun ingin melihat sumber dan pusat Ahmadiyah yang ada di desa Qadian. Dan setelah mendapatkan penjelasan dan keterangan, akhirnya mereka Bai'at di tangan Hadhrat Khalifatul Masih II r.a., Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad r.a. Kemudian tiga pemuda itu memutuskan untuk belajar di Madrasah Ahmadiyah yang kini disebut Jamiah Ahmadiyah. Merasa puas dengan pengajaran disana, Mereka mengundang rekan-rekan pelajar di Sumatera Tawalib untuk belajar di Qadian. Tidak lama kemudian duapuluh tiga orang pemuda Indonesia dari Sumatera Tawalib bergabung dengan ketiga pemuda Indonesia yang terdahulu, untuk melanjutkan studi juga baiat masuk ke dalam Jemaat Ahmadiyah. Dua tahun setelah peristiwa itu, para pelajar Indonesia menginginkan agar Hadhrat Khalifatul Masih II r.a. berkunjung ke Indonesia. Hal ini disampaikan (alm) Haji Mahmud - juru bicara para pelajar Indonesia dalam Bahasa Arab. Respon positif terlontar dari Hadhrat Khalifatul Masih II r.a.. Ia meyakinkan bahwa meskipun beliau sendiri tidak dapat mengunjungi Indonesia, beliau akan mengirim wakil beliau ke Indonesia. Kemudian, (alm) Maulana Rahmat Ali HAOT dikirim sebagai muballigh ke Indonesia sebagai pemenuhannya. Tanggal 17 Agustus 1925, Maulana Rahmat Ali HAOT dilepas Hadhrat Khalifatul Masih II r.a berangkat dari Qadian. Tepatnya tanggal 2 Oktober 1925 sampailah Maulana Rahmat Ali HAOT di Tapaktuan, Aceh. Kemudian berangkat menuju Padang, Sumatera Barat. Banyak kaum intelek dan orang orang biasa menggabungkan diri dengan Ahmadiyah. Pada tahun 1926, Disana, Jemaat Ahmadiyah mulai resmi berdiri sebagai organisasi. Tak beberapa lama, Maulana Rahmat Ali HAOT berangkat ke Jakarta, ibukota Indonesia. Perkembangan Ahmadiyah tumbuh semakin cepat, hingga dibentuklah Pengurus Besar (PB) Jemaat Ahmadiyah dengan (alm) R. Muhyiddin sebagai Ketua pertamanya. Terjadilah Proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Di dalam meraih kemerdekaan itu tidak sedikit para Ahmadi Indonesia yang ikut berjuang dan meraih kemerdekaan. Misalnya (alm) R. Muhyiddin. Beliau dibunuh oleh tentara Belanda pada tahun 1946 karena beliau merupakan salah satu tokoh penting kemerdekaan Indonesia. Juga ada beberapa Ahmadi yang bertugas sebagai prajurit di Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan mengorbankan diri mereka untuk negara. Sementara para Ahmadi yang lain berperan di bidang masing-masing untuk kemerdekaan Indonesia, seperti (alm) Mln. Abdul Wahid dan (alm) Mln. Ahmad Nuruddin berjuang sebagai penyiar radio, menyampaikan pesan kemerdekaan Indonesia ke seluruh dunia. Sementara itu, muballigh yang lain (alm) Mln. Sayyid Syah Muhammad merupakan salah satu tokoh penting sehingga Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia, di kemudian hari menganugerahkan gelar veteran kepada beliau untuk dedikasi beliau kepada negara. Di tahun lima puluhan, Jemaat Ahmadiyah Indonesia mendapatkan legalitas menjadi satu Organisasi keormasan di Indonesia. Yakni dengan dikeluarkannya Badan Hukum oleh Menteri Kehakiman RI No. JA. 5/23/13 tertanggal 13-3-1953. Ahmadiyah tidak pernah berpolitik, meskipun ketegangan politik di Indonesia pada tahun 1960-an sangat tinggi. Pergulatan politik ujung-ujungnya membawa kejatuhan Presiden pertama Indonesia, Soekarno, juga memakan banyak korban. Satu lambang era baru di Indonesia pada masa itu adalah gugurnya mahasiswa kedokteran Universitas Indonesia, Arif Rahman Hakim, yang tidak lain melainkan seorang khadim Ahmadiyah. Dia terbunuh di tengah ketegangan politik masa itu dan menjadi simbol bagi era baru pada masa itu. Oleh karena itu iapun diberikan penghargaan sebagai salah satu Pahlawan Ampera. Di Era 70-an, melalui Rabithah Alam al Islami semakin menjadi-jadi di awal 1970-an, para ulama Indonesia mengikuti langkah mereka. Maka ketika Rabithah Alam al Islami menyatakan Ahmadiyah sebagai non muslim pada tahun 1974, hingga MUI memberikan fatwa sesat terhadap Ahmadiyah. Sebagai akibatnya, Banyak mesjid Ahmadiyah yang dirubuhkan oleh massa yang dipimpin oleh ulama. Selain itu, banyak Ahmadi yang menderita serangan secara fisik. Periode 90-an menjadi periode pesat perkembangan Ahmadiyah di Indonesia bersamaan dengan diluncurkannya Moslem Television Ahmadiyya (MTA). Ketika Pengungsi Timor Timur yang membanjiri wilayah Indonesia setelah jajak pendapat dan menyatakan bahwa Timor Timur ingin lepas dari Indonesia, hal ini memberikan kesempatan kepada Majelis Khuddamul Ahmadiyah Indonesia untuk mengirimkan tim Khidmat Khalq untuk berkhidmat secara terbuka. Ketika Tahun 2000, tibalah Hadhrat Mirza Tahir Ahmad ke Indonesia datang dari London menuju Indonesia. Ketika itu beliau sempat bertemu dan mendapat sambuatan baik dari Presiden Republik Indonesia, Abdurahman Wahid dan Ketua MPR, Amin Rais.
Ahmadiyah Lahore
Tahun 1924 dua pendakwah Ahmadiyah Lahore Mirza Wali Ahmad Baig dan Maulana Ahmad, datang ke Yogyakarta. Minhadjurrahman Djojosoegito, seorang sekretaris di organisasi Muhammadiyah, mengundang Mirza dan Maulana untuk berpidato dalam Muktamar ke-13 Muhammadiyah, dan menyebut Ahmadiyah sebagai "Organisasi Saudara Muhammadiyah".
Pada tahun 1926, Haji Rasul mendebat Mirza Wali Ahmad Baig, dan selanjutnya pengajaran paham Ahmadiyah dalam lingkup Muhammadiyah dilarang. Pada Muktamar Muhammadiyah 18 di Solo tahun 1929, dikeluarkanlah pernyataan bahwa "orang yang percaya akan Nabi sesudah Muhammad adalah kafir". Djojosoegito yang diberhentikan dari Muhammadiyah, lalu membentuk dan menjadi ketua pertama dari Gerakan Ahmadiyah Indonesia, yang resmi berdiri 4 April 1930.
Status di Berbagai Negara
Pakistan
Di Pakistan, parlemen telah mendeklarasikan pengikut Ahmadiyah sebagai non-muslim. Pada tahun 1974, pemerintah Pakistan merevisi konstitusinya tentang definisi Muslim, yaitu "orang yang meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah nabi terakhir. Penganut Ahmadiyah, baik Qadian maupun Lahore, dibolehkah menjalankan kepercayaannya di Pakistan, namun harus mengaku sebagai agama tersendiri di luar Islam.
Indonesia
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan Ahmadiyah sebagai aliran sesat semenjak tahun 1980, lalu ditegaskan kembali pada fatwa MUI yang dikeluarkan tahun 2005.
Malaysia
Di Malaysia Ahmadiyah telah lama dilarang.
Brunei Darussalam
Sebagaimana di Malaysia, di Brunei Darussalam pun status terlarang ditetapkan untuk Ahmadiyah.
Kontroversi ajaran Ahmadiyah
Menurut sudut pandang umum umat Islam, ajaran Ahmadiyah (Qadian) dianggap melenceng dari ajaran Islam sebenarnya karena mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi yaitu Isa al Masih dan Imam Mahdi, hal yang bertentangan dengan pandangan umumnya kaum muslim yang mempercayai Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir walaupun juga mempercayai kedatangan Isa al Masih dan Imam Mahdi setelah Beliau saw(Isa al Masih dan Imam Mahdi akan menjadi umat Nabi Muhammad SAW).
Perbedaan Ahmadiyah dengan kaum Muslim pada umumnya adalah karena Ahmadiyah menganggap bahwa Isa al Masih dan Imam Mahdi telah datang ke dunia ini seperti yang telah dinubuwwatkan Nabi Muhammad SAW. Namun umat Islam pada umumnya mempercayai bahwa Isa al Masih dan Imam Mahdi belum turun ke dunia. Sedangkan permasalahan-permasalahan selain itu adalah perbedaan penafsiran ayat-ayat al Quran saja.
Ahmadiyah sering dikait-kaitkan dengan adanya kitab Tazkirah. Sebenarnya kitab tersebut bukanlah satu kitab suci bagi warga Ahmadiyah, namun hanya merupakan satu buku yang berisi kumpulan pengalaman ruhani pendiri Jemaat Ahmadiyah, layaknya diary. Tidak semua anggota Ahmadiyah memilikinya, karena yang digunakan sebagai pegangan dan pedoman hidup adalah Al Quran-ul-Karim saja.
Ada pula yang menyebutkan bahwa Kota suci Jemaat Ahmadiyah adalah Qadian dan Rabwah. Namun tidak demikian adanya, kota suci Jemaat Ahmadiyah adalah sama dengan kota suci umat Islam lainnya, yakni Mekkah dan Madinah.
Sedangkan Ahmadiyah Lahore mengakui bahwa Mirza Ghulam Ahmad hanyalah mujaddid dan tidak disetarakan dengan posisi nabi, sesuai keterangan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (Ahmadiyah Lahore) untuk Indonesia yang berpusat di Yogyakarta.
Ahmadiyah menurut pengikutnya
Pada tahun 1835, di sebuah desa bernama Qadian, di daerah Punjab, India, lahir seorang anak laki-laki bernama Ghulam Ahmad. Orang tuanya Muslim dan ia tumbuh dewasa menjadi seorang Muslim yang luar biasa. Sejak awal kehidupannya, Mirza Ghulam Ahmad sudah amat tertarik pada telaah dan khidmat agama Islam. Ia sering bertemu dengan individual Kristiani, Hindu ataupun Sikh dalam perdebatan publik, serta menulis dan bicara tentang mereka. Hal ini menjadikan lingkungan keagamaan menjadi tertarik kepadanya dan ia dikenal baik oleh para pimpinan komunitas. Mirza Ghulam Ahmad mulai menerima wahyu Ilahi sejak usia muda dan dengan berjalannya waktu maka pengalaman perwahyuannya berlipat kali secara progresif. Setiap wahyu yang diterimanya kemudian terpenuhi pada saatnya, sebagian di antaranya yang berkaitan dengan masa depan masih menunggu pemenuhannya. Dakwahnya menyatakan diri sebagai Imam Mahdi dan Masih Mau'ud (al Masih) dilakukan di akhir tahun 1890, dan dipublikasikan ke seluruh dunia. Pernyataannya, seperti juga halnya para pembaharu Ilahiah lainnya seperti Nabi Isa dan Nabi Muhammad SAW, langsung mendapat tentangan luas. Sebelum menyatakan dirinya sebagai Masih Mau'ud, Allah SWT telah menjanjikan kepada Mirza Ghulam Ahmad melalui wahyu bahwa:
“ Aku akan membawa pesanmu sampai ke ujung-ujung dunia.
— Mirza Ghulam Ahmad ”
Wahyu ini memberikan janji akan adanya dukungan Ilahi dalam penyebaran ajaran Jemaat yang telah dimulainya di dalam Islam. Mentaati perintah Tuhan, Mirza Ghulam Ahmad menyatakan diri sebagai Al-Masih bagi umat Kristiani, sebagai Imam Mahdi bagi umat Muslim, sebagai Krishna bagi umat Hindu, dan lain sebagainya. Jelasnya, ia adalah "Nabi Yang Dijanjikan" bagi masing-masing bangsa, dan ditugaskan untuk menyatukan umat manusia di bawah bendera satu agama. Nabi Muhammad SAW sebagai nabi umat Islam adalah seorang nabi yang membawa ajaran yang bersifat universal; dan sosok Mirza Ghulam Ahmad yang menyatakan diri sebagai al Masih yang dijanjikan juga menyatakan dirinya tunduk dan menjadi refleksi dari Muhammad, Khataman Nabiyin. Menjelaskan tentang tujuan diutusnya wujud Masih Mau'ud, ia menjelaskan:
“ Tugas yang diberikan Tuhan kepadaku ialah agar aku dengan cara menghilangkan hambatan di antara hamba dan Khalik-nya, menegakkan kembali di hati manusia, kasih dan pengabdian kepada Allah. Dan dengan memanifestasikan kebenaran lalu mengakhiri semua perselisihan dan perang agama, sebagai fondasi dari kedamaian abadi serta memperkenalkan manusia kepada kebenaran ruhaniah yang telah dilupakannya selama ini. Begitu juga aku akan menunjukkan kepada dunia makna kehidupan keruhanian yang hakiki yang selama ini telah tergeser oleh nafsu duniawi. Dan melalui kehidupanku sendiri, memanifestasikan kekuatan Ilahiah yang sebenarnya dimiliki manusia namun hanya bisa nyata melalui doa dan ibadah. Di atas segalanya adalah aku harus menegakkan kembali Ketauhidan Ilahi yang suci, yang telah sirna dari hati manusia, yang bersih dari segala kekotoran pemikiran polytheistik[21].
— Mirza Ghulam Ahmad ”
Menyusul wafatnya Mirza Ghulam Ahmad pada tahun 1908, para Muslim Ahmadi memilih seorang pengganti sebagai Khalifah. Sosok Khalifah merupakan pimpinan keruhanian dan administratif dari Jemaat Islam Ahmadiyah. Pimpinan tertinggi dari Jemaat Ahmadiyah di seluruh dunia pada saat ini (2007) adalah Hadhrat Mirza Masroor Ahmad yang berkedudukan di London, dan terpilih sebagai Khalifah kelima. Ia banyak berkunjung ke berbagai negara dan cermat mengamati budaya dan masyarakat lainnya.
Dengan bimbingan seorang Khalifah, Jemaat Ahmadiyah berada di barisan terdepan dalam khidmat dan kesejahteraan kemanusiaan. Banyak sekolah-sekolah, klinik dan rumah sakit yang didirikan di berbagai negeri, dimana mereka yang papa dan miskin dirawat secara gratis. Saat terjadi bencana alam, Jemaat Ahmadiyah membantu secara sukarela secara finansial ataupun fisik tanpa membedakan agama, warna kulit atau pun bangsa. Jemaat Ahmadiyah telah memiliki jaringan televisi global yang bernama "MTA (Muslim Television Ahmadiyya) International", yang mengudara dua puluh empat jam sehari dalam beberapa bahasa dunia. Layanan ini diberikan tanpa memungut biaya. Jemaat Ahmadiyah telah menyebar ke lebih dari 170 negara di dunia dan populasinya diperkirakan sudah mencapai 80 juta manusia yang telah berbai'at ke dalam Jemaat pada tahun 2001.
[sunting] Bai'at dalam Jemaat Ahmadiyah
Bulan Desember 1888, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad mengaku telah menerima ilham Ilahi untuk mengambil bai'at dari orang-orang. Bai'at yang pertama diselenggarakan di kota Ludhiana pada tanggal 23 Maret 1889 di rumah seorang mukhlis bernama Mia Ahmad Jaan. Dan orang yang bai'at pertama kali adalah Hadhrat Maulvi Nuruddin (yang nantinya menjadi Khalifah pertama Jemaat Ahmadiyah). Pada hari itu kurang lebih 40 orang telah bai'at.
Sepuluh syarat Bai'at
1. Orang yang bai'at, berjanji dengan hati jujur bahwa dimasa yang akan datang hingga masuk ke dalam kubur, senantiasa akan menjauhi syirik.
2. Akan senantiasa menghindarkan diri dari segala corak bohong, zina, pandangan birahi terhadap bukan muhrim, perbuatan fasik, kejahatan, aniaya, khianat, huru-hara, pemberontakan; serta tidak akan dikalahkan oleh gejolak-gejolak hawa nafsunya meskipun bagaimana juga dorongan terhadapnya.
3. Akan senantiasa mendirikan salat lima waktu tanpa putus-putusnya, semata-mata karena mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya. Dan dengan sekuat tenaga akan senantiasa mengerjakan salat tahajjud, dan mengirimkan shalawat kepada Yang Mulia Rasulullah saw, dan memohon ampun dari kesalahan dan memohon perlindungan dari dosa; akan ingat setiap saat kepada nikmat-nikmat Allah, lalu mensyukuri dengan hati tulus, serta memuji dan menjunjung-Nya dengan hati yang penuh kecintaan.
4. Tidak akan kesusahan apapun yang tidak pada tempatnya terhadap makhluk Allah umumnya dan kaum Muslimin khususnya karena dorongan hawa nafsunya, baik dengan lisan atau dengan tangan atau dengan cara papaun juga.
5. Akan tetap setia terhadap Allah Taala baik dalam segala keadaan susah ataupun senang, dalam duka atau suka, nikmat dan musibah; pendeknya, akan rela atas putusan Allah. Dan senatiasa akan bersedia menerima segala kehinaan dan kesusahan di dalam jalan Allah. Tidak akan memalingkan mukanya dari Allah Taala ketika ditimpa suatu musibah, bahkan akan terus melangkah ke muka.
6. Akan berhenti dari adat yang buruk dan dari menuruti hawa nafsu. Dan benar-benar akan menjunjung tinggi perintah al Quran Suci atas dirinya. Firman Allah dan sabda Rasul-Nya itu akan menjadi pedoman baginya dalam setiap langkahnya.
7. Meninggalkan takabur dan sombong; akan hidup dengan merendahkan diri, beradat lemah lembut, berbudi pekerti halus, dan sopan santun.
8. Akan menghargai agama, kehormatan agama dan mencintai Islam lebih dari pada jiwanya, hartanya, anak-anaknya, dan dari segala yang dicintainya.
9. Akan selamanya menaruh belas kasihan terhadap makhluk Allah umumnya, dan akan sejauh mungkin mendatangkan faedah kepada umat manusia dengan kekuatan dan nikmat yang dianugerahkan Allah Taala kepadanya.
10. Akan mengikat tali persaudaraan dengan hamba ini "Imam Mahdi dan al Masih Mau'ud", semata-mata karena Allah dengan pengakuan taat dalam hal ma'ruf dan akan berdiri di atas perjanjian ini hingga mautnya, dan menjunjung tinggi ikatan perjanjian ini melebihi ikatan duniawi, baik ikatan keluarga, ikatan persahabatan, ataupun ikatan kerja.
Para Pemimpin Ahmadiyah sepeninggal Hazrat Mirza Ghulam Ahmad
Khalifah Ahmadiyah Qadiyan
1. Hadhrat Hakim Maulana Nur-ud-Din, Khalifatul Masih I, 27 Mei 1908 - 13 Maret 1914
2. Hadhrat Alhaj Mirza Bashir-ud-Din Mahmood Ahmad, Khalifatul Masih II, 14 Maret 1914 - 7 November 1965
3. Hadhrat Hafiz Mirza Nasir Ahmad, Khalifatul Masih III, 8 November 1965 - 9 Juni 1982
4. Hadhrat Mirza Tahir Ahmad, Khalifatul Masih IV, 10 Juni 1982 - 19 April 2003
5. Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih V, 22 April 2003 - sekarang
Amir Gerakan Ahmadiyah (AAIIL)
Gerakan Ahmadiyah (Ahmadiyah Movement) atau Ahmadiyah Lahore tidak mengenal khalifah sebagai pemimpin, akan tetapi seorang Amir yang diangkat sebagai pemimpin.
Adapun para Amir tersebut adalah sbb:
1. Hazrat Maulana Hakim Nurudin
2. Maulana Muhammad Ali MA. LLB.
3. Maulana Sadrudin
4. Dr. Saed Ahmad Khan
5. Prof. Dr. Asghar Hamid Ph.D
6. Prof. Dr.Abdul Karim Saeed
Media elektronik
Salah satu media elektronik milik Ahmadiyah yang terbesar adalah televisi. Mereka telah membuat satu televisi yang mereka namai MTA, yaitu Moslem Television Ahmadiyya. Proyek ini dirintis oleh Khalifah Ahmadiyah yang ke-empat, Mirza Tahir Ahmad.
Subscribe to:
Posts (Atom)