Showing posts with label Gender. Show all posts
Showing posts with label Gender. Show all posts

Wednesday, 22 December 2010

Hari Ibu : Perempuan sebagai manusia telah direduksi maknanya

Hari Ibu : Perempuan sebagai manusia telah direduksi maknanya







Hari Ibu dalam sejarah pergerakan perempuan di Indonesia merupakan

peringatan perjuangan merebut kesetaraan, keadilan, dan pembebasan

perempuan yang ditandai dengan Kongres Perempuan Indonesia I. Makna

itu harus dijaga untuk mengingatkan pada ancaman besar bagi

keberagaman yang dijalankan melalui kontrol atas tubuh dan seksualitas

perempuan.



Itulah yang diingatkan ilmuwan dan pengajar di Jurusan Filsafat

Universitas Indonesia, Rocky Gerung, serta aktivis dan feminis Muslim,

Lies Marcoes-Natsir. Dalam pidato kebudayaan di Taman Ismail Marzuki

Jakarta beberapa waktu lalu, sejarawan I Gusti Agung Ayu Ratih juga

mengingatkan hal senada.



Pada 22 Desember 1928, sejumlah organisasi perempuan terkemuka ikut

serta dalam Kongres Nasional Organisasi Perempuan Indonesia I di

Yogyakarta. Kongres diselenggarakan untuk "mengatasi provinsialisme di

dalam gerakan wanita".



Pemrakarsa kongres adalah Nyi Hajar Dewantara atau Ibu Suwardi, Ni

Suyatin, pemimpin Putri Indonesia, yang juga pamong Taman Siswa, serta

Ny Sukonto, anggota Wanita Utama dan guru di HIS (sekolah Belanda

untuk pribumi).



Kongres itu membicarakan sejumlah masalah. Hal itu di antaranya

pendidikan untuk kaum perempuan, nasib yatim piatu dan janda,

perkawinan usia anak, pembaruan Undang-Undang Perkawinan Islam,

meningkatkan harga diri perempuan, dan kejahatan kawin paksa. Selain

itu, juga ada sejumlah ceramah tentang nasionalisme dan antipermaduan.



Meski demikian, mosi yang diterima dari kongres agak terbatas. Kongres

tidak menyatakan pendirian nasionalisme dengan tegas. Seperti

dikemukakan I Gusti Agung Ayu Ratih dalam pidatonya, posisi

antipoligami dari gerakan perempuan nasionalis terus-menerus

menimbulkan ketegangan, bukan saja di kalangan lelaki, tetapi juga di

dalam gerakan perempuan.



Organisasi-organisasi perempuan yang tumbuh dari organisasi-organisasi

Islam kesulitan menentukan acuan pembenar untuk mengkritik praktik

poligami yang lazim di kalangan laki-laki Muslim pada masa itu.



Sejarah



Rocky Gerung mengingatkan bagaimana negara terus berusaha mereduksi

makna Hari Ibu. Pada zaman Orde Baru, ideologi ibuisme negara

digunakan untuk meringkus perempuan demi stabilitas nasional.



Pada saat itu, perempuan sebagai manusia direduksi maknanya. Mereka

lebih dihargai sebagai ibu, istri, dan anak perempuan daripada

individu yang memiliki kebebasan berpikir.



Tentu saja hal itu terkait erat dengan sejarah pembentukan Orde Baru.

Agung Ayu Ratih mengingatkan, model pemusnahan perempuan ala abad

pertengahan berlangsung seiring terbangunnya kediktatoran Soeharto

pada akhir tahun 1965. Penguasa militer menggunakan imaji seksual

keliaran dan kebuasan perempuan-perempuan "komunis" yang menari-nari

telanjang di Lubang Buaya untuk menumbuhkan kebencian pada perempuan

berpolitik.



Propaganda hitam ini segera memicu serangan fisik terhadap perempuan

yang berpolitik, anggota PKI, dan organisasi-organisasi massa yang

dianggap sealiran. Pesannya jelas; perempuan "komunis", perempuan yang

berpolitik membahayakan keselamatan dan integritas bangsa.



Pemerintahan Orde Baru, menurut Agung Ayu, tak hanya menghancurkan

Gerwani, tetapi juga merebut otoritas organisasi-organisasi perempuan

lainnya dalam menentukan gerak mereka. Ide-ide emansipatoris tentang

kemandirian perempuan yang belum selesai diperbincangkan sejak dekade

kedua abad ke-20 dikooptasi dan diberi bentuk yang paling konservatif:

peran ganda wanita.



Pemerintah kemudian membentuk organisasi-organisasi istri pegawai yang

strukturnya mengikuti birokrasi pemerintahan sipil dan militer dan

kepemimpinannya sejalan dengan jabatan suami. Sementara kekerasan

militer secara massal terhadap perempuan berlanjut di daerah- daerah

operasi militer.



Pada masa reformasi, gerakan perempuan merayakan kemenangannya karena

berhasil mendesak pemerintahan Habibie untuk meminta maaf dan mengakui

pemerkosaan Mei sebagai tanggung jawab negara dengan membentuk Tim

Gabungan Pencari Fakta dan mendirikan Komisi Nasional Antikekerasan

terhadap perempuan. Pada masa transisi, kemenangan itu disusul dengan

pengesahan UU Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU Kewarganegaraan dan

kuota 30 persen perempuan di legislatif,



Namun, hal itu tak berlangsung lama. "Sekarang ini negara justru

menjadi instalasi politik agama yang memberikan pengesahan pada

penafsiran tunggal yang ditetapkan secara komunal. Definisi Ibu pun

diatur untuk kepentingan agama," ujar Rocky.



Menurut Lies Marcoes, imperialisme zaman penjajahan menemukan

bentuknya yang baru saat ini, yakni penjajahan atas tubuh dan

seksualitas perempuan. "Perempuan tak punya legalitas atas milik

sendiri," ujar Lies.



"Tubuh dan seksualitas perempuan itu begitu beragam dan kaya

berdasarkan pengalaman hidup dan spiritualitasnya direduksi menjadi

obyek seks dan dibebani segudang prasangka sehingga harus dikontrol.

Waktu zaman Orde Baru, seksualitas perempuan digunakan untuk

mengontrol pertumbuhan penduduk melalui program Keluarga Berencana.

Sekarang, gerak perempuan dikontrol melalui perda-perda syariat dan UU

Pornografi," katanya.



Agung Ayu Ratih mengingatkan, yang dihadapi saat ini bukan perang

teologi, tetapi pertarungan politik dan kultural. "Kita sedang berebut

ruang dan pengaruh untuk menentukan rambu-rambu kekuasaan negara dan

merumuskan keindonesiaan," ujar Agung Ayu Ratih.



Pada Hari Ibu 2008 ini marilah mencamkan apa yang ditegaskan Agung Ayu

Ratih. "Berlawanan dengan pandangan para pendukung UU Pornografi yang

menyatakan bahwa mereka berminat melindungi perempuan dari kekerasan,

kemiskinan, dan keruntuhan akhlak, saya berpendapat bahwa pembebasan

tubuh dan gerak perempuan merupakan salah satu prasyarat utama dalam

penegakan demokrasi, kemanusiaan, dan keadilan sosial!"











MARIA HARTININGSIH





http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/12/22/02330790/hari.ibu.untuk.merumuskan.k\eindonesiaan

Monday, 20 December 2010

Feminisme Mengubah Masyarakat

Feminisme Mengubah Masyarakat


Ani Purwanti





Istilah “ feminisme “ sangat penting untuk diketahui sekaligus dipahami seiring dengan
aktivitas atas pencerahan yang dilakukan para penggiat gender di masyarakat. Seringkali
mereka mendapat pertanyaan terkait dengan apakah “ isme “ yang melatarbelakangi
pemikiran pemikirannya, bahkan secara ekstrem dipojokkan dengan apakah cocok berpatokan
pada feminisme yang nota bene berasal dari dunia barat yang sangat berbeda dengan kondisi
ketimuran Indonesia ( baca patriarkhi )
Feminisme berasal dari bahasa Latin yaitu “ femina “ atau perempuan dan gerakan ini
mulai bergulir pada tahun 1890an seiring dengan keresahan yang dirasakan oleh perempuan
dan laki laki yang menyadari adanya relasi yang timpang antara laki laki dan perempuan di
masyarakat. Gerakan ini mengacu ke teori kesetaraan laki-laki dan perempuan dan pergerakan
tersebut dimaksudkan untuk memperoleh hak hak perempuan. Sekarang ini kepustakaan
internasional mendefinisikan feminisme sebagai pembedaan terhadap hak hak perempuan
yang didasarkan pada kesetaraan perempuan dan laki laki. Dalam perkembangannya secara
luas kata feminis mengacu kepada siapa saja yang sadar dan berupaya untuk mengakhiri
subordinasi yang dialami perempuan.
Feminisme seringkali dikaitkan dengan emansipasi yang didalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia diartikan sebagai pembebasan atau dalam hal isu isu perempuan, hak yang sama
antara laki laki dan perempuan. R.A Kartini yang berjuang untuk kebebasan perempuan dari
norma norma tradisionil yang menindas melalui pendidikan adalah figur yang sangat terkenal
dalam perjuangan emansipasi perempuan.
Data perempuan yang berkaitan dengan pendidikan, pemberdayaan ekonomi (
kemiskinan ) kesempatan di berbagai lembaga pemerintah sampai saat ini terlihat masih
terbelakang dalam berbagai aspek kehidupan baik sebagai pelaku maupun yang merasakan
manfaat pembangunan. Dengan demikian maka pemikiran bahwa hubungan atau relasi yang
timpang antara perempuan dan laki laki di dalam dan di luar keluarga penting untuk
diperbaiki,. Selain itu juga penting untuk memikirkan yang berkaitan dengan serangkaian
upaya serangkaian perubahan struktural ( perubahan relasi sosial ) dari yang timpang ke relasi
sosial yang setara sehingga keduanya merupakan faktor penting dalam menentukan berbagai
hal dalam masyarakat.
Sejarah Pergerakan
Pergerakan kesetaraan mulai disadari oleh perempuan dan sedikit banyak mulai
mengubah masyarakat terekam sejak tahun 1950 dan 1960an, persisnya 12 Juli 1963 dengan
adanya gerakan global yang dipelopori perempuan melalui Ecosoc ( PBB ) dan diakomodasi
pemerintah Indonesia pada Tahun 1968 dengan membentuk Komite Nasional Kedudukan
Wanita Indonesia. Selanjutnya Tahun 1975 World Conference International Year of Women
PBB di Mexico diselanggarakan Deklarasi kesemaan antara laki laki dan perempuan. Pada
tahun 1980 diselenggarakan World Conference UN Mid Decaded Women yang mengesahkan
CEDAW ( Convention on The Elimination of all Forms of Discrimination Against Women di
Kopenhagen, dimana melalui konferensi inilah para penggiat gender mulai terjangkiti “virus”
untuk lebih mengoptimalkan partisipasi perempuan di berbagai bidang. Dilanjutkan pada
tahun 1985 PBB membentuk UNIFEM ( the United Nations Fund for Women ) yang
memberikan perhatian dengan mengkaji masalah advokasi, kolaborasi kegiatan kesetaraan
gender secara internasional. Berikutnya di Vienna diadakan Commission on the Status of
Women pada tahun 1990 yang pada akhirnya melahirkan ” Gender and Development ” ( GAD
) suatu paradigma baru yang menekankan pada prinsip hubungan kemitraan dan harmonisasi
antara perempuan dan laki laki. Pendekatan ini diintensifkan pada the International
Conference on Populational Development ( ICPD ) tahun 1994 di Cairo.
Berbagai pemikiran dan pergerakan diatas tentu saja berjalan seiring dengan
digunakannya berbagai “isme” dan perkembangan dari teori yang sudah ada. Teori Hukum
Feminis misalnya pada perekembangannya menjadi alternatif dari teori yang menganggap
hukum sebagai norma yang obyektif dan netral. Seperti dikatakan Donny Danardono dalam
makalahnya bahwa para pemikir hukum feminis menganggap pandangan Positivisme Hukum
adalah keliru dan obyektifitas ( netralitas ) hukum sebenarnya tidak pernah ada, karena pada
kenyataannya hukum senantiasa mendefinisikan peren peran individu berdasarkan kategori
gender, usia, ras, orientasi seksual dan lain lain.
Gerakan Feminis
Beberapa aliran yang penting untuk diketahui para penggiat dan pemerhati gender untuk
mengoptimalkan kajian dan pemikiran mereka diantara adalah :
1. Feminisme Liberal
Gerakan ini muncul awal abad 18 berbarengan dengan lahirnya zaman pencerahan,
tuntutannya adalah kebebasan dan kesamaan terhadap akses pendidikan, pembaharuan
hukum yang bersifat diskriminatif. Yang menjadi dasar pemikirannya adalah
pandangan rasionalis serta pemisahan ruang privat dan publik, sehingga feminis liberal
memperjuangkan atas kesempatan yang sama bagi setiap individu termasuk
perempuan .
2. Feminisme Marxis Tradisional
Gerakan ini mendasarkan pada teori Marxis, dimana para penganutnya
memperjuangkan perlawanan terhadap sistem sosial ekonomi yang eksploitatif
terhadap perempuan dan penindasan terhadap perempuan adalah bagian dari
penindasan kelas dalam sistem produksi. Seiring dengan revolusi proletar yang
berhasil meruntuhkan sistem kelas maka penindasan terhadap perempuan diprediksi
juga akan hilang.
3. Feminisme Radikal
Gerakan ini mengacu pada konsep biological essentialism ( perbedaan esensi biologis
), suatu pendekatan bahwa apa saja yang berhubungan dengan makhluk laki laki
adalah negatif dan menindas. Penganut aliran ini juga menolak adanya institusi
keluarga baik secara teoritis maupun praktis.
4. Feminisme Sosialis
Gerakan ini merupakan sintesa dari gerakan feminis Radikal dan Marxis, gerakan ini
beranggapan bahwa perempuan terekploitasi oleh 2 hal yaitu sistem patriarkhi dan
kapitalis.
5. Ekofeminis
Gerakan ini lebih menfokuskan pandangannya pada analisis kualitas feminin dan
mengkritik dengan tajam pada aliran feminisme modern lain ( liberal, radikal, marxist dan
sosialis ) dengan mengatakan bahwa ketidakadilan gender bukan semata mata disebabkan
oleh konstruksi sosial budaya akan tetapi juga oleh faktor intrinsik.
6. Gerakan Perempuan Dunia Ketiga
Gerakan perempuan yang berasal dari dunia ketiga ( bangsa yang pernah dijajah ).
Kondisi perempuan pasca penjajahan yang multi kompleks menjadikan gerakan ini
mempunyai prioritas atas apa yang dilakukan misalnya imperialisme, penindasan bangsa,
kelas, ras dan etnis. Strateginya adalah afiliasi untuk membangun kekuatan perlawanan
bersama untuk satu persatu melawan penindas.
Berbagai pendekatan yang didasarkan pada gerakan diatas nampaknya sudah sejak
lama diupayakan untuk memperjuangkan kesetaraan gender, terlepas seseorang akan
cenderung pada salah satu isme yang ada, tetapi perjuangan para penggiat gender melalui
feminisme terbukti sedikit demi sedikit dan dengan perlahan telah mengubah persepsi,
pemahaman dan perlakuan masyarakat secara luas. Setidaknya di bidang perundangan,
Indonesia mempunyai UUPKDRT ( Penanggulangan Kekerasan Dalam Rumah Tangga )
UU Perlindungan Anak, UU Traffiking,( Perdagangan Orang ) UU Partai Politik dan
Pemilu, UU Kewarganegaraan, UU Pornografi, rencana revisi UU Perkawinan dll yang
kesemuannya memberikan perhatian pada perempuan dan anak dimana mereka biasanya
menjadi korban sebagai akibat timpangnya relasi gender di Indonesia, meskipun secara
luas masih diperlukan kajian gender yang lebih mendalam khususnya persoalan
implementasinya. Upaya untuk mencapai tujuan tersebut perempuan tetap harus
mengoptimalkan kemampuan agar menjadi sumber daya manusia yang potensial,
sehingga persepsi, eksistensi, peluang yang telah terstruktur dalam masyarakat menjadi
lebih terbuka termasuk membangun kaum ibu melalui pembangunan keluarga berkualitas.
Ani Purwanti,SH M.Hum
Staf Pengajar Hukum Dan Gender FH Undip

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DAN SOSIAL DI SUMATERA UTARA DARI TAHUN 1950-1990: TUMPUAN KHUSUS KEPADA KEGIATAN WANITA DI KOTAMADYA MEDAN

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DAN SOSIAL DI SUMATERA UTARA DARI TAHUN 1950-1990: TUMPUAN KHUSUS KEPADA KEGIATAN WANITA DI KOTAMADYA MEDAN



OLEH : SRI PANGESTRI DEWI MURNI
Tesis yang diserahkan untuk memenuhi keperluan
bagi Ijazah Sarjana Sastera
SEPTEMBER 2007
PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI
DAN SOSIAL DI SUMATERA UTARA DARI TAHUN 1950-
1990: TUMPUAN KHUSUS KEPADA KEGIATAN
WANITA DI KOTAMADYA MEDAN
SRI PANGESTRI DEWI MURNI
UNIVERSITI SAINS MALAYSIA
2007
ii
PENGAKUAN
Saya akui bahawa karya ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali nukilan-nukilan dan ringkasan-ringkasan yang tiap satunya telah saya jelaskan sumbernya.
Yang benar
Sri Pangestri Dewi Murni
2007
iii
PENGHARGAAN
Dengan mengucapkan alhamdulillah, akhirnya penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Dalam menjalankan penyelidikan dan penulisan tesis ini, penulis ingin merakamkan rasa terhutang budi kepada beberapa pihak dan orang perseorangan yang telah memberikan bantuan dan sokongan moral di sepanjang penulis menyiapkan kajian ini.
Pertama sekali, penghargaan dan ucapan terima kasih ditujukan kepada Profesor Madya Dr. Hj. Ahmad Jelani Halimi selaku penyelia utama dan Profesor Madya Muhammad Isa b. Othman selaku penyelia bersama yang sentiasa memberi tunjuk ajar dan menaruh sepenuh kepercayaan terhadap usaha penulis, tanpa ada seliaan dan bimbingan beliau berdua, tentunya tesis ini tidak dapat penulis siapkan sebagai mana yang ada sekarang ini.
Ucapan terima kasih ditujukan juga kepada kaki tangan perpustakaan Universiti Sains Malaysia, perpustakaan Universiti Sumatera Utara, Pusat Studi Wanita Universitas Sumatera Utara, Pusat Studi Wanita Universiti Gajah Mada, Badan Koordinasi Organisasi Wanita Sumatera Utara dan Biro Rektor Universiti Sumatera Utara di atas kerjasama dan bantuan yang dihulurkan semasa penulis menjalankan penyelidikan. Tidak lupa juga ucapan terima kasih kepada rakan-rakan G-7, Adinda Drs. Nuhung MA, Adinda Khairunnisa’ S.Si. Apt, M.Pharm
iv
yang telah memberi bantuan dalam memenuhi keperluan penyelidikan dan penulisan tesis ini.
Akhirnya kepada suami Kakanda Hary Soemarno dan anak-anakku yang dikasihi Bismo Dwi Pangestoni, Niko Tri Wicaksono, M.Hartantyo Abimanyu, tiada apa yang dapat diucapkan melainkan rasa terhutang budi yang amat sangat, Ibu sangat berterima kasih dan menghargai pengorbanan, kesabaran serta bantuan yang diberikan selama ibu menyelesaikan tesis ini.
v
SENARAI KANDUNGAN
Halaman
BAB I
PENGAKUAN
PENGHARGAAN
SENARAI KANDUNGAN
SENARAI JADUAL
SENARAI SINGKATAN
SENARAI GAMBAR
ABSTRAK
ABSTRACT
PENGENALAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Masalah Penyelidikan
1.3. Tujuan Kajian
1.4. Kepentingan Kajian
1.5. Skop Kajian
1.6. Kajian Terdahulu
1.7. Rangka Kajian
1.8. Kaedah Penyelidikan
ii
iii
v
viii
ix
xiii
xiv
xvi
1
1
15
16
17
17
18
22
24
vi
BAB II
BAB III
BAB IV
KEDUDUKAN WILAYAH SUMATERA DAN SUMATERA UTARA 1950-1990
2.1. Kedudukan Geografi Sumatera
2.2. Kedudukan Geografi Sumatera Utara
2.3. Latar Belakang Kotamadya Medan
KEADAAN PENDUDUK DAN PERGERAKAN WANITA DI KOTAMADYA MEDAN 1950-1990
3.1. Keadaan Penduduk
3.2. Penduduk Kotamadya Medan
3.2.1. Penduduk Asli
3.2.2. Penduduk Pendatang
3.3. Sosio-Ekonomi
3.4. Perkembangan Masyarakat
3.5. Latar Belakang Wujudnya Pergerakan Wanita
PERANAN WANITA DALAM SOSIO-BUDAYA DI
SUMATERA UTARA 1950-1990
.4.1. Peranan Wanita Dalam Bidang Pendidikan
4.2. Peranan Wanita Dalam Bidang Pertahanan dan
Keamanan
4.3. Peranan Wanita Dalam Organisasi
25
25
27
35
51
51
60
60
63
66
77
94
112
112
131
150
vii
BAB V
5.1. Peranan Wanita Dalam Kegiatan Ekonomi
BAB VI
AKTIVITI DAN PERANAN WANITA DI KOTAMADYA MEDAN 1950-1990
5.1.1. Peranan Wanita Batak
5.1.2. Peranan Wanita Jawa
5.1.3. Peranan Wanita Minangkabau
5.1.4. Peranan Wanita Kaum-kaum Lain
5.2. Peranan Sebagai Buruh Wanita
5.3. Aktiviti Wanita Dalam Masyarakat
5.4. Aktiviti Wanita Dalam Pembangunan
Kotamadya Medan
KESIMPULAN
BIBLIOGRAFI
DAFTAR INFORMAN
LAMPIRAN
165
165
169
172
176
181
186
195
203
222
232
243
249
viii
SENARAI JADUAL
Halaman
3.1 Komposisi penduduk berdasar suku bangsa di Kotamadya Medan tahun 1980. 55
3.2 Kompisisi etnik yang bekerja dalam birokrasi di pejabat Pemerintah Sumatera Utara 58
3.3 Tenaga kerja menurut jantina di Sumatera Utara tahun 1989-1993 76
4.1 Penduduk berumur 10 tahun ke atas menurut pendidikan
Yang ditamatkan dalam peratusan (%) tahun 1971, 1980,
1985 dan 1986. 123
4.2 Penduduk berumur 10-44 tahun ke atas yang buta huruf Menurut daerah tingkat II dan jantina provinsi Sumatera Utara tahun 1990 124
4.3 Penduduk berumur lima tahun ke atas yang masih sekolah menurut jantina di desa dan kota pada tahap pendidikan di Provinsi Sumatera Utara dalam peratusan (%) tahun 1985 130
5.1 Jumlah bidan dan perawat wanita pada Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Kotamadya Medan tahun 1983-1986 221
ix
SENARAI SINGKATAN
ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
APDN Akademi Pemerintahan Dalam Negeri
BHL Barisan Harimau Liar
BPI Barisan Pemuda Indonesia
BPS Badan Pusat Statistik
CBSA Cara Belajar Siswa Aktif
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
DSM Deli Spoor Weg Maatschappij
ELS Europese Lagere School (Sekolah Rendah Untuk Bangsa Eropah)
GAPI Gabungan Aksi Kemerdekaan Indonesia
GBHN Garis-garis Besar Haluan Negara
HBS Hogere Burger School (Sekolah Menengah Bahasa Belanda)
HIS Holandsch Inlandsche School (Sekolah Rendah Untuk Anak-Anak Indonesia)
IAIN Institut Agama Islam Negeri
IKIP Institut Keguruan Ilmu Pendidikan
x
IKWANDEP Ikatan Wanita Antar (Antara) Departemen
INPRES Instruksi Presiden
IPI Ikatan Pelajar Indonesia
KAPOLSEK Kepala Polisi Sektor
KASAD Kepala Staf Angkatan Darat
KB Keluarga Berencana
KOWABRI Korps Wanita Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
KOWAD Korps Wanita Angkatan Darat
KOWANI Kongres Wanita Indonesia
KOWAL Korps Wanita Angkatan Laut
KPO Kenaikan Pangkat Otomatis
KPU Kursus Pengetahuan Umum
KWI Kongres Wanita Indonesia
LASYWI Lasykar Wanita Indonesia
LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
LPI Lasykar Putri Indonesia
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
MABAK Markas Besar Kepolisian
MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat
MS Muka Surat
MULO Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (Sekolah Menengah Pertama)
NHM Nederlandsche Handel Maatschappij
PELITA I Pembangunan Lima Tahun Pertama
xi
PELITA II Pembangunan Lima Tahun Kedua
PERSATWI Persatuan Tenaga Kerja Wanita Indonesia
PERWARI Persatuan Wanita Republik Indonesia
PJPTP Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama
PKK Pembinaan Kesejahteraan Keluarga
PMI Palang Merah Indonesia
PMR Palang Merah Remaja
PNI Partai Nasional Indonesia
PNP Perusahaan Negara Perkebunan
POLRI Polisi Republik Indonesia
POLWAN Polisi Wanita
POSYANDU Pos Pelayanan Terpadu
PP Peraturan Pemerintah
PPII Perikatan Perkoempulan Isteri Indonesia
PPPI Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia
PRS Persatuan Rakyat Semesta
PSW Pusat Studi Wanita
PTP Perusahaan Terbatas Perkebunan
PTPN Perusahaan Terbatas Perkebunan Negara
PIKAT Percintaan Ibu Kepada Anak Temurun
PUJAKESUMA Putra Jawa Kelahiran Sumatera
PUSDIK Pusat Pendidikan
SARBUPRI Sarikat Buruh Perkebunan Republik Indonesia
SD Sekolah Dasar
xii
SDI Sarikat Dagang Islam
SK Surat Keputusan
SMA Sekolah Menengah Atas
SMP Sekolah Menengah Pertama
SMTA Sekolah Menengah Tingkat Atas
SMTP Sekolah Menengah Tingkat Pertama
SGO Sekolah Guru Olah Raga
SPG Sekolah Pendidikan Guru
SPSI Sarikat Pekerja Seluruh Indonesia
TKR Tentera Keamanan Rakyat
TLRI Tentera Laut Republik Indonesia
TNI Tentera Nasional Indonesia
TNI-AU Tentera Nasional Indonesia Angkatan Udara
UHKBP Universitas Huria Kristen Batak Protestan
UMSU Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
USU Universitas Sumatera Utara
UUD 1945 Undang-Undang Dasar 1945
WAPP Wanita Pembantu Perjuangan
WARA Wanita Angkatan Udara
xiii
SENARAI PETA DAN GAMBAR
Halaman
Peta 1 Sumatera 26
Peta 2 Provinsi Sumatera Utara 28
Peta 3 Kotamadya Medan 37
Gambar 1 Profil penduduk wanita Sumatera Utara 31
Gambar 2 Wanita menenun ulos 52
Gambar 3 Kelompok organisasi wanita 110
xiv
PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DAN SOSIAL DI SUMATERA UTARA DARI TAHUN 1950-1990: TUMPUAN KHUSUS KEPADA KEGIATAN WANITA DI KOTAMADYA MEDAN
ABSTRAK
Kajian ini bertujuan untuk menghuraikan tentang “Peranan Wanita Dalam Pembangunan Ekonomi dan Sosial di Sumatera Utara dari Tahun 1950 -1990: Tumpuan Khusus Kepada Kegiatan Wanita di Kotamadya Medan”. Kajian ini lebih terfokus kepada kegiatan wanita di Sumatera Utara khususnya Kotamadya Medan di antaranya wanita sebagai buruh pertanian, ladang, sebagai buruh kilang dan bekerja sendiri. Selain itu dihuraikan juga tentang wanita profesional yang berperanan aktif untuk mempertingkat pengetahuan dalam pelbagai bidang yang telah dilakukan.
Kajian ini juga berusaha melihat kembali kegiatan yang telah dilakukan oleh kaum wanita di Sumatera Utara di antaranya penglibatan wanita dalam bidang ekonomi dan sosial. Kajian ini juga mengamati peranan wanita yang telah dilakukan dalam kegiatan masyarakat untuk kepentingan pembangunan daerah Sumatera Utara.
xv
Selain berperanan dalam bidang ekonomi dan sosial mereka turut serta dalam pembangunan daerah, serta membantu kehidupan keluarga. Jelasnya wanita berperanan berganda. Keterlibatan wanita dalam sektor ekonomi yang telah memberi sumbangan tersendiri dalam pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara khususnya di Kotamadya Medan seperti dalam aspek pertanian, ladang mahupun perniagaan, juga dihuraikan dalam penyelidikan ini.
xvi
THE ROLE OF WOMEN IN ECONOMY AND SOCIAL DEVELOPMENT IN NORTH SUMATERA FROM 1950-1990: SPECIAL FOCUS ON WOMEN’S ACTIVITIES IN MEDAN MUNICIPALITY
ABSTRACT
The objective of this research is to describe “The Role of Women in Economy and Social Development in North Sumatera from 1950-1990: Special Focus on Women’s Activities in Medan Municipality”. This overview is more focused on women’s activities in North Sumatera, particularly Medan Municipality, among others; such as in the agriculture, plantation and industrial sectors. It will also describe the role of professional women who are actively contributing their knowledge to various fields.
This research also attempts to relook the varion activities performed by the women in North Sumatera, such as their involvement in the economic and social sectiors. It also focuses the role of women in contributing to the regional development in North Sumatera.
Besides participating in the economy and social activities, the women also actively participate in regional development and also in assisting the running of the family. Women have dual role in the daily needs as housewife and also to add the family`s income. It can be conduded that play a significant role in the
xvii
economic sector, contributing to the growth of North Sumatera, particularly in Medan Municipality such as from the agriculture, plantation and trade aspects.
1
BAB I
PENGENALAN
1. 1 Latar Belakang
Upaya peningkatan peranan wanita baik dalam bidang ekonomi mahupun sosial, sejak dahulu telah menjadi perhatian orang-orang tertentu yang menganggap wanita diperlakukan tidak adil dalam masyarakat mahupun dalam keluarga, jika dibanding dengan kaum lelaki.
Guna tenaga wanita berguna untuk menyara ekonomi keluarga, mendidik anak-anaknya dan menjaga anggota keluarga yang sakit, bahkan di luar rumah tangga wanita berperanan dalam aktiviti kemasyarakatan. Keragaman tugas yang dijalankan menunjukkan betapa besar tanggungjawab yang dilakukan wanita. Wanita tidak lagi hanya berperanan sebagai suri rumah tangga yang menjalankan fungsi reproduksi, mengurus anak dan suami atau pekerjaan domestik lainnya, tetapi sudah aktif berperanan dalam pelbagai bidang kehidupan, baik sosial, ekonomi mahupun politik.
Indonesia merupakan negara yang sedang membangun, sehingga sumber tenaga manusia yang berpotensi dapat dimanfaatkan untuk terus berkembang. Demikian juga halnya dengan kaum wanita yang jumlahnya lebih daripada separuh jumlah penduduk Indonesia, merupakan sumber manusia yang
2
berpotensi seperti halnya kaum lelaki.1 Perkara ini dapat dilihat daripada data yang diperolehi, bahawa pada tahun 1961 jumlah penduduk seluruh Indonesia berjumlah 97,018,829 dengan perincian lelaki 47,839,080 dan wanita 49,179,749.2 Manakala pada tahun 1971 wanita berjumlah 60,180,679 dan lelaki 58,279,166,3 dan tahun 1990 wanita berjumlah 89,832,120 dan lelaki 89,362,103.4 Untuk wilayah Sumatera utara pula pada tahun 1990 wanita berjumlah 5,132,411 dan lelaki 5,119,900.5 Daripada data yang ada menunjukkan bahawa sejak tahun 1961 hingga tahun 1990 jumlah wanita lebih 50% daripada jumlah penduduk secara keseluruhan.
Upaya peningkatan peranan wanita dalam pembangunan di Indonesia dinyatakan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1978, 1983, 1988, yang isinya menyatakan bahawa kesempatan diberi kepada lelaki dan wanita secara maksimum untuk ikut serta berperanan dalam meningkatkan pembangunan secara menyeluruh, baik dalam pembinaan generasi muda mahupun kegiatan ekonomi untuk mempertingkat pendapatan keluarga.
Dalam Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama (PJPTP), kelihatannya telah banyak diperoleh kemajuan dalam pelbagai bidang, terutama
1 Sukanti Suryachondro. 1995, Timbul dan Perkembangan Wanita Indonesia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, ms. 64.
2 Sensus penduduk tahun 1961, dalam Pudjiwati Sajogyo. 1983, “Peranan Wanita dalam Perkembangan Masyrakat Desa”, CV.Rajawali, Jakarta, ms. 2.
3 Ibid.
4 Sensus penduduk tahun 1990, dalam Republik Indonesia. 1992, “Profil Propinsi Republik Indonesia”, Yayasan Bhakti Wawasan Nusantara Bekerjasama Dengan Majalah Telstra-Strategik Review dan PT.Intermasa, Jakarta, ms. 235.
5 Ibid.
3
dalam bidang pendidikan, kesihatan dan tenaga kerja. Kemajuan yang telah dicapai oleh kaum wanita dalam bidang-bidang tertentu merupakan tindakan pemerintah Republik Indonesia, yang pada tahun 1978 telah membentuk Lembaga Menteri Muda Urusan Peranan Wanita bertujuan untuk mempertingkat kemajuan wanita dalam segala bidang.6
Sejarah gerakan dan peranan wanita di Indonesia menunjukkan kemiripan dengan gerakan wanita di negara-negara yang pernah mengalami penjajahan Barat. Dalam kajian ini akan dilihat secara ringkas peranan wanita di negara-negara Amerika, Eropah, dan Asia.
Di Amerika Syarikat kaum wanita mula ikut bergerak dalam rangka pembaharuan kehidupan agama setelah Revolusi Amerika berakhir (1861-1863). Masa itu banyak dibentuk organisasi yang bertujuan untuk mengadakan pembaharuan dalam bidang moral, sosial, pendidikan dan prikemanusiaan. Kaum wanita turut berperanan dalam gerakan anti perhambaan yang bermula pada tahun 1830. Akan tetapi ketika diadakan Konvensi Anti Perhambaan Antarabangsa tahun 1840 di London mereka tidak boleh menjadi peserta. Perkara itu sangat mengecewakan dan mendorong wanita untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang berkait langsung dengan kepentingan wanita, seperti dalam bidang undang-undang agar isteri berhak atas miliknya sendiri setelah bernikah. Kegiatan mereka memuncak pada tahun 1848 ketika diadakan Konvensi Hak-hak Wanita, yang menghasilkan kesepakatan bahawa wanita berhak ke atas hasil pendapatan yang mereka peroleh daripada pekerjaan
6 G.A. Ohorella. 1992, Peranan Wanita Dalam Pergerakan Nasional, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Jakarta, ms. 129.
4
mereka sendiri, hak atas anak-anak setelah perceraian dan hak mengundi dalam pilihan raya.7
Di Perancis gerakan wanita muncul pada abad ke-18 yang disokong oleh ideologi Pencerahan (Aufklarung). Pendapat ini menyatakan bahawa manusia diberi kemampuan mencari kebenaran dengan menggunakan akal. Semua manusia, lelaki mahupun wanita pada dasarnya adalah makhluk rasional, maka pendidikan adalah penting untuk mempertingkat kecerdasan. Pada masa Revolusi Perancis (1784-1793) beberapa kelompok wanita yang beranggapan bahawa kepentingan wanita telah diabaikan seperti tiada dibenarkan menghadiri mesyuarat politik, dan bilamana wanita berjalan tanpa pendamping mereka boleh ditangkap oleh polis kerana dianggap sebagai pelacur.8 Mereka menuntut hak wanita sejajar dengan lelaki seperti dalam bidang politik, peluang memperoleh pendidikan, perbaikan dalam undang-undang perkahwinan dan lain-lain.
Setelah mengalami pelbagai hambatan yang berkaitan dengan kejadian-kejadian dalam bidang politik, baru pada tahun 1870-an gerakan wanita Perancis menunjukkan kemajuan. Ini disebabkan Perancis telah menjadi
7 Hak pilih baru diberikan kepada wanita pada tahun 1920 untuk seluruh Amerika Serikat, iaitu setelah 70 tahun diperjuangkan. Lihat Gayle Graham Yates, “What Women Want, The Ideas of The Movement”, Dalam Sukanti Suryochondro, op.cit., ms. 33.
8 Richard J. Evans. 1977, The Feminists, Croom Heim Ltd, London, ms.125.
5
sebuah negara yang berbentuk republik, dan sistem yang berlaku lebih demokratik berbanding ketika pemerintahan beraja dan kekuasaan gereja Katolik.9
Pergerakan wanita di England yang memperjuangkan masalah pentingnya pendidikan bagi wanita, mula tercetus dengan terbitnya sebuah buku yang di- tulis oleh tokoh wanita yang bernama Mary Wollstonecraft bertajuk A Vindication of the Rights of Women yang terbit pada tahun 1792.10 Dalam buku ini ditegaskan bahawa pendidikan merupakan faktor utama bagi wanita, kerana masa itu ramai wanita tidak mendapat kesempatan untuk belajar secara formal.
Tokoh lain yang memperjuangkan hak-hak bagi wanita adalah John Stuart Mill yang menerbitkan sebuah buku bertajuk The Subjection of Women pada tahun 1869. Buku itu sangat berpengaruh dan dianggap sebagai pedoman bagi
pergerakan wanita di Eropah,11 kerana John Stuart Mill menghubungkan gerakan wanita (yang kemudian disebut gerakan feminisme) dengan pemikiran liberalisme. Liberalisme memandang bahawa dunia terdiri daripada sekian banyak atom, individu-individu yang bersama-sama bersaing untuk memperoleh keuntungan masing-masing. Persaingan yang bebas ini akan bermanfaat pula bagi masyarakat kerana yang paling bijaksana akan mencapai tempat tertinggi dan yang malas akan tertinggal di bawah. Pendidikan harus menjunjung tinggi moral mahupun akal, perilaku yang rasional harus
9 Ibid.
10 Ibid., lihat juga T.O. Ihromi. 1995, Kajian Wanita Dalam Pembangunan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, ms. 32.
11 Ibid., ms. 45.
6
berdasarkan kepada disiplin diri dan kepada ajaran agama.12 Persamaan dalam hukum bagi lelaki mahupun wanita adalah syarat utama untuk mencapai masyarakat yang adil.
Gerakan wanita di Jepun bermula pada abad ke-19 yang menuntut persamaan hak lelaki mahupun wanita dalam keluarga dan masyarakat, mempertingkat dalam bidang pendidikan untuk wanita, penghapusan sistem selir13 dan penghapusan pengizinan pelacuran.14 Industrialisasi dalam zaman Meiji membuka peluang kerja bagi wanita tetapi dengan keadaan kerja yang tidak selesa. Wanita-wanita dari luar bandar bekerja dalam giliran siang malam dengan keadaan yang menyedihkan. Pelbagai protes kepada perkara tersebut dilancarkan, namun selalunya mengalami kegagalan. Gerakan wanita Jepun baru berperanan setelah berakhir Perang Dunia I.
Di Jepun pada tahun 1912 wujud organisasi wanita yang bernama Himpunan Gelombang Merah yang menganut aliran sosialis, akan tetapi perhimpunan ini dan perhimpunan-perhimpunan lain dilarang, yang dibenarkan hanya organisasi yang diarahkan oleh pemerintah berdasarkan kepada aliran nasionalisme. Kekalahan Jepun dalam Perang Dunia II disertai terjadinya perubahan-perubahan sosial, dan wanita diberi persamaan hak sama dengan lelaki secara rasmi. Perkembangan selanjutnya dipengaruhi oleh semakin ramainya wanita yang berpendidikan dan memperolehi pemikiran-pemikiran
12 Richard j. Evans, op. cit., ms. 128.
13 Selir merupakan isteri kedua, ketiga dan seterusnya yang dinikahi secara sah oleh seorang raja di Jawa. Keterangan lanjut dapat dilihat pada bab IV ms. 92.
14 Iwao Hoshii, The World of Sex, Sexual Equality, dalam T.O. Ihromi, op. cit., ms. 35.
7
Barat serta adanya kebijaksanaan pemerintah. Gerakan wanita mengalami masa pasang surut yang dipengaruhi oleh keadaan politik negara.
Aktiviti wanita Filipina dalam gerakannya menghendaki perubahan yang mengarah kepada perbaikan kedudukan kaum wanita, walaupun sebenarnya kedudukan wanita di sana sangat tinggi. Pada masa di bawah pemerintahan Amerika, kaum wanita diberi kesempatan untuk memerintah di barangaya (desa), bahkan berfungsi sebagai pemimpin agama dan pemimpin tentera.15 Anak lelaki dan perempuan mendapat bahagian yang sama daripada warisan orang tua mereka, sedangkan isteri mendapat setengah daripada kepunyaan bersama. Namun sebelumnya, iaitu ketika di bawah penjajahan Sepanyol yang berkebudayaan androsentris (berpusat kepada kepentingan lelaki), kedudukan wanita agak rendah. Mereka di bawah pemerintahan lelaki, dan pendidikan terbatas bagi wanita. Wanita tidak boleh bekerja di pejabat-pejabat, terkecuali sebagai guru atau dalam pekerjaan sosial.16
Keadaan berubah setelah Amerika menjajah Filipina pada tahun 1898-1946. Satu daripada pengaruh Amerika yang paling berkesan ialah pembebasan kaum wanita Filipina daripada sekatan sosial dan politik pada masa pemerintahan Sepanyol. Mereka tidak lagi dikurung dalam rumah. Kaum wanita dibenarkan bekerja di kilang dan pejabat, mengambil bahagian dalam
15 Amarillis Torres, “The Filipina Looks at Herself A Review of Women's Studies in the Philippines”, dalam Sukanti Suryochondro, op.cit., ms. 11.
16 Ibid.
8
perniagaan, menghadiri mesyuarat politik dan mengambil bahagian yang cergas dalam sukan. Selain daripada itu kaum wanita berkesempatan untuk dapat mengikuti pendidikan bahkan sampai keperingkat universiti. Perkara ini menyebabkan ramai wanita masuk dalam bidang undang-undang, kesihatan, kejururawatan, dan lain-lain.17
Sejak memperoleh hak mengundi pada tahun 1937, wanita berusaha untuk lebih mempertingkat kedudukan mereka dan mengambil bahagian dalam bidang politik. Justeru itu kemudiannya sejumlah wanita telah diangkat menjadi datuk bandar dan ahli parlimen serta memegang jawatan dalam pemerintahan. Selain itu muncul pula kelompok-kelompok wanita yang menjadi ahli parti politik.
Gagasan Feminis yang berlaku di Filipina merupakan pengaruh dari luar yang tetap mendapat sokongan daripada masyarakat terutama kaum wanita. Setelah ramai wanita yang berpendidikan dengan sikap yang telah berubah, berbanding generasi sebelumnya yang masih dipengaruhi oleh kebudayaan yang dibawa oleh bangsa Sepanyol, kedudukan wanita masa itu semakin maju.
Timbulnya gerakan wanita di beberapa negara seperti Perancis, England, Jepun, Filipina, mempunyai perbezaan baik dalam bidang politik mahupun perbezaan dalam bidang sosio-budaya. Gerakan wanita yang timbul mempunyai tujuan untuk mencari keadilan bagi wanita. Berkembangnya gerakan wanita dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya kejadian-
17 Ibid. Lihat juga: Gregorio F. Zaide. 1980, Sejarah Politik dan Kebudayaan Filipina, jilid 2, Filipina Semenjak Serangan British, Kuala Lumpur, Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian
9
kejadian dalam bidang politik, bertambah ramainya wanita yang berpendidikan, masalah-masalah yang berkaitan dengan industrialisasi, gerakan perbaikan moral dalam masyarakat, gerakan kemerdekaan, pengaruh luar khususnya dari Barat.18
Sejarah gerakan wanita di Indonesia menunjukkan ada persamaan dengan gerakan wanita di Jepun dan Filipina yang pernah mengalami penjajahan oleh Barat itu. Pada umumnya gerakan wanita sebagai gerakan sosial tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan daripada perkembangan dalam masyarakat, kerana ada perasaan cemas dan adanya keinginan individu menghendaki perubahan yang kemudian bergabung dalam suatu tindakan bersama. Di Indonesia proses itu sudah terlihat sejak abad ke-19 dalam bentuk peperangan di beberapa daerah yang dipimpin oleh para raja atau tokoh-tokoh lain melawan menentang penjajahan Belanda.19
Pada permulaan abad ke-20 terjadi perubahan politik penjajahan Belanda di Indonesia, iaitu politik etika sebagai pengaruh fikiran beberapa tokoh
Belanda yang progresif. Pandangan ini menyatakan bahawa Belanda berhutang budi kepada Hindia Belanda (Indonesia) kerana sudah sejak lama memperoleh kekayaan daripada jajahannya. Maka menjadi kewajipan bagi Belanda untuk memberikan pendidikan. Namun pendidikan yang diberikan
Pelajar Malaysia, ms. 296 dan 352.
18 Sukanti Suryochondro, op. cit., ms. 38-39
19 Ibid.
10
terhad kepada golongan bangsawan dan untuk kepentingan Belanda dalam membantu penyelenggaraan pemerintah Hindia Belanda.
Cara yang dilakukan Belanda kepada bangsa Indonesia dalam bidang pendidikan, menjadi salah satu gejolak yang muncul untuk memajukan dan memerdekaan bangsa, khususnya untuk kemajuan kaum wanita. Pendidikan dan kesetaraan yang diinginkan bermula daripada idea Kartini.20 Daripada pengalaman dan surat-menyuratnya dengan orang-orang Belanda yang progresif dan pengetahuan yang luas dari hasil membaca buku-buku yang diperoleh dari Belanda, memperkuat fikirannya bahawa pendidikan sangat diperlukan untuk kemajuan kaum wanita. Salah satu bahagian isi surat Kartini yang ditulis pada tahun 1900 diberikan kepada Nyonya Abendanon berisikan seperti berikut:
…saya sangat sayang kepada perempuan, saya menaruh perhatian besar kepada nasibnya, karena dia tidak dihargai dan ditindas seperti yang masih terdapat banyak dalam negeri dalam abad terang ini. Saya bela dia dengan senang dan setia. Terima kasih, nyonya yang mulia, atas kata-kata yang menarik hati dan menyenangkan ini yang secara terbuka menyatakan belas kasihan nyonya yang dalam. Perasaan nyonya yang sungguh-sungguh turut menanggung derita sesama manusia. Turut menanggung derita umat Allah yang berabad-abad lamanya dan sampai sekarang masih juga dianiaya oleh manusia sesamanya: orang laki-laki. Syukur Tuhan, syukurlah! Ada juga kiranya hati dan pikiran yang mulia mengindahkan nasib dan kesengsaraan perempuan Bumiputra yang hendak menyalakan pelita dalam dunia perempuan yang gelap sengsara itu. Hati perempuan
20 Kartini seorang wanita keturunan daripada golongan bangsawan Jawa, yang lahir pada 21 hari bulan April 1879, beliau merupakan tokoh wanita Indonesia yang mencetuskan bahawa wanita harus mendapat pendidikan untuk dapat menulis dan membaca. Kartini sangat berkeyakinan bahawa pendidikanlah yang dapat memberi jalan keluar daripada semua penderitaan, dan pendidikan akan memberi kemampuan kepada rakyat terutama kaum wanita untuk mempertingkat kehidupan ekonomi. Lihat Siti Soemandiri Soeroto. 1977, Kartini, Sebuah Biografi, Gunung Agung, Jakarta, ms. 98.
11
Bumiputra telah cukup hancur, jiwa anak tak bersalah telah cukup menderita…21
Untuk melihat kembali peranan wanita Indonesia dalam perjuangannya, penulis akan memaparkan secara ringkas gerakan dan perkembangan wanita Indonesia sejak tahun 1912 hingga 1928. Period ini merupakan period awal terbentuknya organisasi wanita pertama hingga terselenggaranya Kongres Wanita Indonesia (Kowani) yang diselenggarakan pada 22 hingga 25 hari bulan Disember 1928 di Yogyakarta.22 Masa ini ditandai dengan semangat kebangkitan nasional, iaitu timbulnya kesedaran bahawa bangsa pribumi yang berada di bawah penjajahan bangsa asing harus mengadakan persatuan-persatuan untuk dapat mempertingkat darjatnya, serta untuk dapat menghadapi penjajah. Beberapa organisasi wanita yang dibentuk mendapat sokongan daripada kaum lelaki seperti Poetri Mardika dan Aisyiyah di Yogyakarta. Selain itu ada juga organisasi wanita yang dibentuk atas inisiatif kaum wanita sendiri. Hal ini akan dibincang pada bab IV.
Period 1928 hingga 1942 merupakan masa terselenggaranya Kongres Wanita Indonesia pertama hingga awal pendudukan tentera Jepun di Indonesia. Masa ini juga menunjukkan adanya semangat nasional, sehingga pergerakan pemuda dan pergerakan nasional menjadi sangat berpengaruh bagi perjuangan kaum wanita. Pelbagai perhimpunan wanita terbentuk terutama di kalangan wanita-wanita yang bekerja di pejabat-pejabat pemerintah mahupun swasta,
21 Seri Terjemahan KITLV-LIPI Perwakilan Koninklijk Instituut Voor Taal-Land-en Volkenkunde dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan. 1989, Kartini, Surat-Surat Kepada Nyonya R.M. Abendanon- Mandiri dan Suaminya. Jakarta, Djambatan, ms. 9-10.
22 Sukanti Suryochondro. 1984, Potret Pergerakan Wanita di Indonesia, CV. Rajawali, Jakarta, ms. 89.
12
yang lebih dikenali dengan nama Pekerja Wanita Indonesia yang ditubuhkan pada tahun 1940.23
Period 1942 hingga 1945 masa pendudukan Jepun hingga Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pada masa itu Organisasi wanita yang diizinkan oleh tentera Jepun hanyalah organisasi yang dapat membantu kepentingan Jepun, iaitu organisasi yang diberi nama Fujinkai. Ahli-ahli Fujinkai berasal daripada kalangan isteri pegawai pemerintah yang memegang jawatan atau pegawai rendahan. Perhimpunan ini tidak termasuk dalam pergerakan wanita Indonesia, kerana tidak menunjukkan tujuan yang jelas untuk memajukan wanita dan mempertingkat kedudukannya.
Period 1945 hingga 1950 bermula daripada proklamasi kemerdekaan hingga pengakuan antarbangsa ke atas kedaulatan negara Republik Indonesia. Masa ini peranan yang dilakukan oleh kaum wanita adalah membentuk Persatuan Wanita Indonesia (Perwari) di seluruh wilayah di Indonesia, bertujuan untuk menggantikan Fujinkai yang dibubarkan setelah kemerdekaan diproklamasikan. Selain itu dibentuk juga kelompok-kelompok di pelbagai kawasan di Indonesia seperti di Sumatera Utara dan khasnya Medan dengan nama yang berbeza-beza, namun mempunyai tujuan yang sama iaitu membantu perjuangan kemerdekaan yang telah dicapai.
Period 1950 hingga 1966, merupakan masa berlakunya kedaulatan Republik Indonesia diakui oleh Belanda sampai kepada terbentuknya politik pemerintah berdasarkan gagasan Sukarno iaitu “Demokrasi Terpimpin”. Pilihan
23 Ibid., ms. 125.
13
raya yang terlaksana pada tahun 1955 memberi kesempatan kepada kaum wanita yang tergabung dalam Kowani untuk dapat menyokong terlaksananya kegiatan tersebut. Masa itu Kowani diketuai oleh Herawati Diah dan tokoh-tokoh lain yang ikut dalam kegiatan itu di antaranya Maria Ulfah Santoso, Susilowati dan Tastie Kesuma Utoyo. Period ini juga ditandai dengan terbentuknya pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Suharto.24 Masa ini organisasi-organisasi wanita Indonesia menjadi organisasi fungsional.
Sesuai dengan pembangunan di Sumatera Utara, kaum wanita merupakan andil yang cukup besar kerana peranannya dalam mempertingkat sumber manusia. Kaum wanita begitu aktif memikul tanggung jawab dalam masyarakat. Keikutsertaan wanita menanggung beban masyarakatnya dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat pada masa lampau di Sumatera Utara dapat dilihat dalam perkembangan sejarah di Kotamadya Medan, terutama pada masa revolusi kemerdekaan.25 Kaum wanita berperanan aktif seperti halnya wanita di daerah lain di Indonesia, untuk membantu kaum lelaki dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Di Indonesia pendidikan yang mengarah kepada kegiatan mempelajari gejala gerakan wanita sebagai gerakan sosial dan pengembangan teori-teori
24 Istilah orde baru muncul setelah pergantian kekuasaan, yang merupakan pengalihan kekuasaan jawatan presiden daripada Soekarno kepada Soeharto pada 27 hari bulan Mac 1966. Untuk membezakan bentuk pemerintahannya Soeharto dan penyokong-penyokongnya membentuk pemerintahannya yang dikenali dengan nama "orde baru", bererti berbeza dengan pemerintahan Soekarno yang disebut dengan nama "orde lama". Pemerintahan orde baru bermula sejak penyerahan Surat Perintah 11 Mac 1966 (Supersemar) yang diberikan Presiden Soekarno kepada Jeneral Soeharto, bertujuan untuk mengembalikan keamanan dan ketertiban di Indonesia.
25 Keikutsertaan wanita dalam revolusi kemerdekaan dihuraikan lebih luas pada bab IV Peranan Wanita Dalam Bidang Pertahanan dan Keamanan, ms. 119.
14
mengenai kedudukan dan peranan wanita bermula pada tahun 1979 di institusi pengajian tinggi yang dikenali dengan nama Pusat Studi Wanita (PSW).26 Wujudnya PSW di Universiti Sumatera Utara sangat diperlukan dan penting kerana dapat membantu pihak pemerintah mahupun masyarakat secara keseluruhan untuk mengkaji keadaan wanita di pelbagai daerah dan dapat mengetahui potensi mereka. Dengan demikian ini dapat membantu gerakan wanita menjadi salah satu usaha untuk mencapai keadilan dan kesejahteran dalam masyarakat. Aktiviti organisasi moden wanita yang telah terbentuk sejak tahun 1912 dengan nama Poetri Mardika, merupakan penggerak bagi kaum wanita di seluruh Indonesia untuk lebih mempertingkat peranan dalam masyarakat.
Dalam sejarah gerakan wanita di Indonesia kaum wanita berperanan penting mengatasi persoalan yang dihadapi masyarakat terutama pada jangka waktu 1928-1950, akan tetapi pengalaman mereka belum secara menyeluruh dikaji dengan komprehensif. Perhatian terhadap wanita khususnya dalam penulisan sejarah Indonesia belum berkembang jika dibandingkan dengan bidang ilmu-ilmu sosial lainnya, seperti sosiologi dan antropologi yang telah banyak melakukan kajian mengenai wanita.27
Isu peranan dan aktiviti wanita belum menjadi paradigma dalam kajian sejarah. Biasanya penulisan sejarah masih melihat kepada kegiatan kaum lelaki sahaja, kerana itu dalam rangka membangun kehidupan bangsa yang lebih
26 Sukanti Suryochondro, Timbulnya dan Perkembangan Gerakan Wanita di Indonesia, dalam T.O. Ihromi. 1995, Kajian Wanita Dalam Pembangun, yayasan Obor Indonesia, Jakarta, ms. 58.
27 Nasikun. 1990, Peningkatan Peranan Wanita Dalam Pembangunan; Teori dan Implikasi Kebijaksanaan, Populasi, Yogyakarta, ms. 70-71.
15
baik perlu dilakukan pengkajian tentang peranan wanita dalam pembangunan, baik dalam pembangunan bidang politik, ekonomi mahupun sosial. Kajian ini dilakukan untuk jangka masa setelah kemerdekaan (1950) hingga masa Orde Baru (1990).
Bagi wilayah Sumatera Utara peranan wanita pada masa pasca revolusi belum menunjukkan aktiviti mempertingkatkan pembangunan dalam bidang ekonomi mahupun politik. Akan tetapi setelah masa Orde Baru (1978-1988) perkara tersebut sudah menjadi kewajipan, ini berkait erat dengan pernyataan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1978, 1983, dan 1988,
bahawa pembangunan yang menyeluruh mewajipkan ikut sertanya lelaki dan wanita secara maksimum dalam segala bidang.28
1.2. Masalah Penyelidikan
Masalah dalam penyelidikan merupakan halangan besar bagi penulis untuk memperolehi sumber mengenai sejarah kaum wanita khususnya sejarah peranan wanita Kotamadya Medan. Pelbagai sumber yang penulis temukan tidak sepenuhnya dibincangkan tentang peranan kaum wanita, kalaupun ada semacam wujud satu paduan dalam penulisan sejarah bahawa kaum wanita hanya sebagai tambahan kepada kegiatan kaum lelaki.
Kesukaran mendapatkan sumber tentang kaum wanita di Kotamadya
28 Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1973, 1978, 1988.
16
Medan pada pasca revolusi, bukan bererti golongan tersebut hidup tanpa sejarah. Penulisan tentang peranan wanita dalam bidang sosial mahupun
ekonomi memang tidak sepenuhnya hanya bergantung kepada dokumen-dokumen yang didapat, selain daripada temu bual dengan tokoh-tokoh wanita yang mempunyai peranan begitu penting dalam pembangunan Kotamadya Medan, begitu juga dengan wanita-wanita yang pernah menjadi asykar perang kemerdekaan di Sumatera Utara, amat membantu menambah sumber-sumber tentang wanita daerah ini.
Meskipun sudah ada buku-buku mengenai kaum wanita, tetapi kebanyakannya membincangkan secara umum dan masalah lain yang berlaku tidak tersimpannya dengan baik dokumen-dokumen yang berkaitan dengan wanita, sehingga banyak sumber-sumber yang seharusnya dapat dimanfaatkan sukar diperoleh.
1.3. Tujuan Kajian
Kajian ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana sebenarnya fungsi wanita dalam pembangunan ekonomi dan sosial sejak pasca revolusi hingga masa Orde Baru. Tujuan ini dapat dihuraikan lebih terperinci lagi sebagai berikut:
a) Mengungkapkan latar belakang ikut sertanya kaum wanita dalam bidang ekonomi dan sosial.
b) Mengungkapkan aktiviti dan peranan wanita dalam bidang ekonomi dan sosial.
17
c) Untuk mengungkapkan dan menganalisis situasi, keadaan dan faktor-faktor yang menyebabkan kaum wanita ikut berperanan aktif dalam bidang ekonomi dan sosial.
1.4. Kepentingan Kajian
Kajian ini memberikan kepentingan sebagai berikut:
a) Belum ada kajian tentang sejarah peranan wanita Kotamadya Medan
b) Dengan memahami aktiviti dan peranan kaum wanita Sumatera Utara dalam bidang ekonomi dan sosial, diharapkan dapat menjadi dasar bagi penetapan kebijaksanaan sektor peranan wanita.
c) Dengan memahami sejarah aktiviti dan peranan kaum wanita di Sumatera Utara dan Kotamadya Medan diharapkan kaum wanita Indonesia dapat tergugah untuk lebih berperanan aktif dalam memecahkan masalah ekonomi dan sosial sebagai dampak positif pembangunan nasional.
1.5. Skop Kajian
Skop kajian ini merangkumi latar belakang gerakan wanita dan perkembangannya, terutama di Daerah Sumatera Utara. Kajian ini berusaha melihat kembali kegiatan yang telah dilakukan olah kaum wanita sejak tahun 1950 hingga 1990, terutama kegiatan untuk membantu perjuangan bagi mempertahankan kemerdekaan. Selain daripada itu akan dilihat kembali kegiatan kaum wanita dalam perhimpunan-perhimpunan yang membentuk organisasi-organisasi, serta kegiatan dalam bidang sosial dan ekonomi.
18
Walaupun sudah ada yang mengkaji tentang masalah kegiatan dan peranan kaum wanita di Indonesia secara umum dan Sumatera Utara secara khusus, namun kajiannya masih dalam bentuk kajian sosiologi dan antropologi. Kajian dalam bidang sejarah, sebahagian besar masih terfokus kepada wilayah Jawa, sementara untuk wilayah Kotamadya Medan hingga saat ini boleh dikatakan kurang.
Jangka waktu kajian meliput tahun 1950 hingga 1990 dibuat berasaskan kepada peningkatan peranan kaum wanita di Kotamadya Medan untuk 40 tahun tersebut. Bagaimanapun tidak bermakna bahawa masa sebelum mahupun sesudahnya diabaikan malah akan turut disorot kerana mempunyai kaitan yang erat.
1.6. Kajian Terdahulu
Anton E. Lucas (1996) dalam bukunya bertajuk Wanita Dalam Revolusi 1942-1950 menghuraikan bahawa ramai wanita turut mengambil bahagian ketika revolusi berlangsung di Indonesia khususnya di pulau Jawa. Analisis Anton mengenai peranan wanita dan keterlibatannya dalam politik Indonesia mempunyai dasar historis yang cukup luas. Dalam masa pergerakan kemerdekaan, ramai wanita telah tampil sebagai pejuang melawan penjajah. Kaum wanita juga sebagai aktivis pada masa revolusi dan bergabung dengan organisasi yang ditubuhkan oleh kelompok wanita untuk membantu perjuangan
19
politik menentang kembalinya Belanda, mereka berperanan sebagai kurir.29 Walau bagaimanapun dalam huraiannya Anton juga menjelaskan bahawa sebahagian wanita tidak bergabung dalam organisasi dengan alasan kepentingan mengurus keluarga, namun peranannya mempertahankan kemerdekaan sangat bererti. Pada bahagian lain dalam bukunya dicatatkan bahawa wanita selama revolusi mempunyai lebih banyak kebebasan untuk
memilih peranan baru, manakala mereka menginginkannya, terutama bagi mereka yang belum bernikah. Peranan lama yang dianggap sesuai, membuat wanita enggan untuk bergabung dengan kelompok aktivis lelaki.
Sukanti Suryochondro (1984) dalam bukunya yang bertajuk Timbulnya Perkembangan Gerakan Wanita Di Indonesia menghuraikan mengenai wujudnya suatu gerakan wanita untuk mencari keadilan dalam politik dan kesempatan untuk memperoleh pendidikan. Huraiannya bermula daripada peranan wanita masa penjajahan Belanda di Indonesia hingga kemerdekaan, yang meliputi pergerakan wanita dalam organisasi untuk tujuan mempertingkat kedudukan wanita dan menghilangkan diskriminasi. Dalam tulisannya Sukanti menyatakan juga bahawa pergerakan wanita merupakan sebahagian daripada pergerakan kebangsaan Indonesia. Perkembangan gerakan wanita ditandai dengan wujudnya organisasi wanita pada tahun 1912, Sukanti tidak menafikan bahawa organisasi yang telah wujud merupakan sokongan daripada kaum
lelaki. Beliau juga menyatakan bahawa wanita mempunyai potensi yang sangat berguna untuk menyalurkan cita-cita kebangsaan kepada generasi pelapis.
29 Kurir merupakan utusan atau orang suruhan yang menyampaikan berita dan lain-lain dengan cepat. Lihat dalam Kamus Dewan, Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia, Kuala Lumpur, 1994, ms. 735.
20
Meskipun tulisannya hanya terfokus kepada bidang organisasi wanita, namun dapat dijadikan rujukan dalam kajian ini.
Peranan wanita yang dikaji, seperti tenaga kerja wanita di pelbagai bidang, seperti buruh wanita dan wanita sebagai pekerja informal (bekerja sendiri) merupakan bahagian terpenting dalam kajian ini. Buku yang bertajuk Perempuan Indonesia Dulu dan Kini yang disunting oleh Mayling Oey-Gardiner (1996), sekurang-kurangnya memberi gambaran tentang kehidupan beberapa
tokoh wanita tentang peranan mereka dalam bidang ekonomi dan sosial pasca kemerdekaan di beberapa kawasan Indonesia. Cara wanita berusaha mempertingkat perniagaan daripada peniaga kecil sehingga menjadi ahli koperat seperti menjalankan sebuah syarikat. Keistimewaan buku ini memakai sumber primer dengan kaedah wawancara. Temu bual langsung dengan tokoh-tokoh wanita yang terkenal dibuat, untuk memperoleh gambaran sejauh mana peranan wanita dalam memperbaiki hak-hak dan kewajipan wanita secara khusus, sejak pasca kemerdekaan hingga masa Orde Baru. Beberapa wanita yang diprofilkan dalam buku ini belum pernah mengalami sendiri perlakuan yang membezakan peranan wanita berdasarkan jenis kelamin, namun mereka dapat mengambil inisiatif untuk mencapai cita-cita. Wanita selalu dianggap sebagai orang yang bersedia berkorban untuk kepentingan bersama. Kegiatan para wanita yang terlibat dalam kegiatan berdikari, penuh tumpuan dan berbuat sepenuh hati dengan tenaga dan sumber inspirasi yang ada pada wanita. Wanita berdikari seperti yang diprofilkan di buku ini, telah mengambil inisiatif dan maju ke depan dalam keadaan apapun juga. Mereka melakukan pekerjaan
21
yang mereka anggap perlu, kerana mereka adalah wanita yang penuh perhatian.
Kajian tentang peranan wanita juga ditulis oleh Nurhamidah (2004) dalam tesisnya yang bertajuk “Sejarah Buruh Di Sumatera Timur Tumpuan Kajian: Buruh Wanita Penyapu Jalan Di Kotamadya Medan (1975-1993)”. Huraiannya bermula daripada buruh secara umum, yang bekerja dengan pemerintah Belanda sebagai mandor, kuli, tukang dan lainnya sebagai pekerja kasar. Namun kajiannya tidak menunjukkan kepada berbezaan antara buruh wanita dan buruh lelaki yang bekerja dengan pemerintah Belanda. Secara khusus Nurhamidah membincangkan buruh wanita penyapu jalan di Kotamadya Medan jauh setelah kemerdekaan Indonesia (1945). Bermula daripada kesediaan wanita Jawa sebagai buruh penyapu jalan, berhubung kait dengan awal kedatangan buruh-buruh dari Jawa sempena terbukanya perkebunan oleh pemerintah Belanda di Sumatera Timur hingga menjadi buruh di perkebunan. Rendahnya tingkat pendidikan serta kesukaran dalam bidang ekonomi, menyebabkan wanita Jawa bersedia menjadi buruh penyapu jalan, walaupun pekerjaan ini dianggap oleh sebilangan wanita sebagai kerja rendahan.
Pemerintah Daerah Sumatera Utara (1991), menerbitkan hasil kajian yang dilakukan oleh Pusat Studi Wanita (PSW) bekerja sama dengan Pemerintah Tingkat II Medan dengan tajuk Analisa Situasi Wanita Propinsi Sumatera Utara, merupakan sebuah hasil kajian secara makro yang menggambarkan secara tepat dan menyeluruh mengenai keadaan dan peranan wanita dalam bidang ekonomi, sosial, mahupun dalam bidang pendidikan untuk membantu
22
peningkatan kesejahteraan keluarga. Selain itu dihuraikan juga penilaian dan perkembangan kedudukan wanita dalam masyarakat khususnya daerah di Sumatera Utara dalam pembangunan nasional. Walaupun kajian ini tidak berdasarkan kepada kajian sejarah, namun hasil kajian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk membantu kajian yang mengarah kepada kajian peranan wanita dalam bidang ekonomi dan sosial.
Kelima kajian tersebut di atas, sememangnya memuat kandungan pelbagai aspek peranan wanita, tidak sahaja aspek ekonomi, sosial, dan organisasi, tetapi juga aspek pergerakan wanita di Sumatera Utara mahupun Kotamadya Medan. Tulisan dan kajian kepada pelbagai aspek tersebut kelihatannya tidak sepenuhnya dihuraikan secara penyelidikan sejarah, ini mempunyai kelainan dengan kajian tesis ini. Namun tidak dinafikan bahawa karya tersebut dapat dijadikan bahan rujukan dalam kajian ini.
1.7. Rangka Kajian
Kajian ini dibahagi kepada enam bab. Bab Satu merupakan pendahuluan yang berisikan latar belakang permasalahan, pernyataan masalah, tujuan kajian, kepentingan kajian, skop kajian, rangka kajian, dan kaedah kajian. Dalam Bab Satu juga dihuraikan tentang latar belakang gerakan kaum wanita dan peranannya secara ringkas di dunia antarabangsa, serta gerakan kaum wanita di Indonesia secara umum dan Sumatera Utara secara khusus.
23
Bab Dua menggambarkan secara umum tentang kedudukan Sumatera, Sumatera Utara dan latar belakang Kotamadya Medan, antaranya kedudukan geografi dan keadaan alam serta keadaan masyarakat Kotamadya Medan.
Bab Tiga menghuraikan secara umum keadaan penduduk termasuk juga di dalamnya penduduk pendatang dan penduduk asli yang berada di Kotamadya Medan. Selain daripada itu mengenai keadaan sosial ekonomi merupakan perkara yang dibahas dalam bab ini yang berkait erat dengan masalah buruh wanita. Latar belakang wujudnya pergerakan wanita juga dihuraikan dalam bab ini.
Bab Empat adalah tentang aktiviti dan peranan wanita dalam pergerakan Indonesia, di antaranya latar belakang wujudnya pergerakan wanita Indonesia, pergerakan wanita dari semasa ke semasa, aktiviti wanita dalam pembangunan nasional, dan aktiviti wanita dalam masyarakat.
Bab Lima menghuraikan tentang peranan wanita dalam sosio-budaya di Sumatera Utara, peranan wanita dalam bidang pendidikan dan peranan wanita dalam bidang pertahanan dan keamanan. Dalam bab ini juga akan dihuraikan mengenai latar belakang munculnya kelasykaran wanita dan peranan wanita dalam bidang organisasi.
Bab Enam merupakan bab penutup yang mengandungi ringkasan dan kesimpulan tentang peranan wanita dalam pembangunan ekonomi dan sosial di Sumatera Utara.
24
1.8. Kaedah Penyelidikan
Dalam kajian ini kaedah penganalisisan diskriptif digunakan. Data-data yang diperoleh daripada buku-buku, akhbar, majalah dan karya ilmiah yang berkaitan dengan kajian ini akan ditapis mengikut prosedur sejarah dengan melalui kritikan luaran dan kritikan dalaman.
Penganalisisan data yang dilakukan berdasarkan kepada konsep-konsep yang terdapat dalam metode sejarah, iaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Tujuan dilakukanya tahapan tersebut untuk memastikan apakah data yang diperolehi benar-benar seperti yang diinginkan dan untuk melihat autentik atau tidaknya data tersebut. Selanjutnya dibuat interpretasi kepada data yang sudah dipilih dan dibuat dalam bentuk penulisan sejarah, iaitu tentang aktiviti dan peranan wanita dalam bidang ekonomi dan sosial di Sumatera Utara dan Kotamadya Medan.
Selain pendekatan historis untuk mengungkapkan latar belakang dan mencari faktor-faktor kausaliti, serta pola perkembangan sejarah sosial ekonomi, digunakan juga pendekatan teori-teori mahupun konsep ilmu sosial.

Wednesday, 29 September 2010

VIRGINITY TESTS & STRAY MARRIAGES: RUMOURS AND REALITIES OF MARRIAGE PRACTICES IN CONTEMPORARY SAMIN SOCIETY (A STUDY OF THE SAMIN PEOPLE OF KLOPODUWUR, BLORA, CENTRAL JAVA)



From the mid – 19th century the Samin people have made a contribution to resistance to Dutch colonial rule in rural Java by their non-violence movement and passive resistance (lijdelijk verset). History also notes that they have a unique culture and system of values which reflect their own local wisdom. However, many negative rumours have become widespread regarding this community. This book explores the marriage practices in Samin society and finds out how Samin society gives meaning to these marriage practices. It examines whether the practice of ‘virginity tests’ and ‘stray marriages’ exist in contemporary Samin society. To know the actual marriage practices of the Samin Klopoduwur, the author during his research used a feminist ethnography approach. Reading this book, the author invites us to enter this community and to look up many interesting aspects, such as their cultures, beliefs, customs and local wisdom.

Personal name: RohmanArif, author.
Main title: Virginity tests & stray marriages Arif Rohman.
Published/Produced: Pasar Minggu, Jakarta : Jaspro Press, 2012.
Notes: 
Originally presented as the author's thesis (M.A.)--University of New England, 2009.
"Rumours and realities of marriage practices in contemporary Samin society, a study of the Samin people of Klopoduwur, Blora, Central Java"--Cover.
Includes bibliographical references (pages [89]-96).
In English.